41
Penalaran
2 P e n a l a r a n (R easo soni ni ng ng)) S cientists, be beii ng only human, canno cannott always always admi admitt the theii r err or s, eve ven n whe wh en confr confr onte nted d wi th str i ct proof. proof. (Thoma (T homa s S. K uhn , 1970) 1970)
Telah elah diseb disebutkan utkan dalam Ba b 1 bahwa pengertian pengertian t eori eori akunta nsi dalam buku ini difokuskan pada pengertian teori sebagai suatu penalaran logis untuk menjelaskan bagaimana suatu standar akuntansi diturunkan, dikembangkan, atau dipilih. Penalaran sangat penting perannya dalam belajar teori akuntansi karena teori akuntansi menuntut kemampuan penalaran yang memadai. Teori akuntansi banya k melibatkan melibatkan prose prosess penilaian penilaian kelaya kelaya kan da n validita validita s suatu pernyata an dan argumen. argumen. P enalaran memberi memberi ke keyakinan yakinan bahwa suatu pernyata pernyata an ata u argumen layak untuk diterima atau ditolak. Penalaran logis merupakan salah satu sarana untuk memverifikasi validitas suatu teori. Penalaran merupakan pengetahuan tentang prinsip-prinsip berpikir logis yang menjadi basis dalam diskusi ilmiah. Penalaran juga merupakan suatu ciri sikap (attitude) ilmiah yang sangat menuntut kesungguhan ( commi commitme tment) nt) dalam 1 menemukan kebenaran ilmiah. Sikap ilmiah membentengi sikap untuk memecahkan masa lah secara secara seram seram pangan, subjek subjektif, tif, pragma pragma tik, dan emosi emosional. onal. Kar ena pentingnya masalah penalaran ini, bab ini membahas secara khusus pengertian pena pena laran dan berbagai berbagai a spek speknya nya serta serta aplikasinya aplikasinya dalam a kuntan si.
Pengertian Sebagai titik tolak pembahasan, diajukan pengertian penalaran oleh Nickerson (198 (1986) 6) seba seba ga i berikut : 2
R easoni asoning ng enco ncompa mpass sse es many of the pr pr oce cess sse es we w e us use e to for for m and evalu valuate ate beli efs fs—b —be eli efs ab abo out the th e wor world ld,, about about peo people ple,, about about the th e tr truth uth or fal falsi si ty of of clai ms we enco ncounte unterr or make make.. I t i nvolve nvolvess the pr pr oducti ductio on and evaluati valuatio on of ar g ume uments, nts, the making of inferences and the drawing of conclusions, the generation and 1
Istilah kebenaran dalam pembahasan di sini tidak dimaksudkan dalam pengertian kebenaran (absolute lute truth) tr uth) t etapi lebih m u t l a k (abso lebih dalam pe pengertian ngertian keb kebenaran enaran il ilmiah miah ya ng dibata si oleh oleh kemampuan penalar pe nalar an m anusia. Kebenar Kebenar an m utlak ada lah milik milik Tuhan. Tuhan. Oleh karena itu, walaupun digunakan istilah kebenar kebenar an, kebenar kebenar an di sini sini harus lebih lebih diart ikan sebagai validitas. validitas. Lihat catat an kaki 16 16 di Bab 1. 2 flecti tio ons on on R easo asoni ni ng (Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Raymond S. Nickerson, R eflec P ubli ublisher sher,, 198 1986) 6).. Pembaha san di bab ini ban yak didasar kan ata s buku tersebut.
42
Bab 2
testi ng of hypothe testi hypothese ses. s. I t re r equi quirr es both both deducti deductio on and i nducti on, both analysi s and synthe synthesi si s, and bo both cri ti tica calili ty and and cre cr eat atii vi ty (hlm. 1-2). Da pat dikata kan ba hw a penalara n a dalah prose prosess berpi berpiki kirr logis logis dan sistemat sistemat is untuk membentuk dan mengevaluasi suatu keyakinan (beli (beli ef) terhadap suatu pernyataan atau asersi (assertion). Pernyataan dapat berupa teori (penjelasan) tenta ng suat u fenomena fenomena a ta u realitas a lam, ekonomik ekonomik,, poli politik, tik, ata u sosial. sosial. Penalaran perlu diajukan dan dijabarkan untuk membentuk, mempertahankan, atau mengubah keyakinan bahwa sesuatu (misalnya teori, pernyataan, atau penjelasan) adalah benar. Penalaran melibatkan inferensi (inference) yaitu proses penurun an konsekuensi konsekuensi logis logis da n melibat melibat kan pula pula proses proses pena pena rikan simpulan simpulan /konklusi konklusi seran gkaian pernya pernya ta an a ta u asersi. asersi. P roses roses penurunan penurunan simpulan simpulan (conclusion) dari seran sebagai suat u konsekue konsekuensi nsi logis logis dapat bersifat deduktif maupun indukt if. P enalar an mempunyai peran penting dalam pengembangan, penciptaan, pengevaluasian, dan penguji pengujian an suat u teori at au hipotesis. hipotesis. Teori (pernyataan-pernyataan teoretis) merupakan sarana untuk menyatakan suat u keyakinan keyakinan sedangkan sedangkan penala penala ran merupakan merupakan prose prosess untuk mendukung keyakinan tersebut. Oleh karena itu, keyakinan (terhadap suatu teori atau pernyataan) berkisar antara lemah sampai kuat sekali atau memaksa (compelling) bergantung pada kualitas atau keefektifan penalaran dalam menimbulkan daya bujuk bujuk at au dukung ya ng dihasilkan dihasilkan .
Unsur dan Struktur Penalaran Struktur dan proses penalaran dibangun atas dasar tiga konsep penting yaitu: asersi (assertion) , keyakina keyakina n ( beli ef) , dan argumen (argument). Struktur penalara enalara n menggambarkan hubungan ketiga konsep tersebut dalam menghasilkan daya dukung atau bukti rasiona rasiona l terhada p keyakinan keyakinan t entan g suat suat u pernyat pernyat aa n. Asersi adalah suatu pernyataan (biasanya positif) yang menegaskan bahwa sesuatu (misalnya teori) adalah benar. Bila seseorang mempunyai kepercayaan keuangan itu bermanfa at bagi inves investor tor adalah benar, ( conf confii de dence nce)) bahw a sta temen keuangan maka pernyata pernyata an “ statemen statemen keuangan keuangan itu bermanfaa bermanfaa t bagi inve investo stor” r” merupak merupakan an keyakinann keyakinann ya. Asersi Asersi mempunyai mempunyai fungsi ganda dalam pena pena laran yaitu sebagai sebagai eleelemen pembent pembent uk (ingredient) a rgumen dan sebagai sebagai keyakina keyakina n ya ng dihasilkan dihasilkan oleh oleh penalaran (berupa simpulan). Artinya, keyakinan yang dihasilkan dinyatakan dalam bentuk asersi pula. Dengan demikian, asersi merupakan unsur penting dalam penalaran karena asersi menjadi komponen argumen (sebagai masukan penalaran) dan merupakan cara untuk merepresentasi atau mengungkapkan keyakinan (sebagai keluaran penalaran). Keyakina Keyakina n ada lah tingkat kebers kebersedi ediaa aa n (willingness) untuk menerima bahwa suatu pernyataan atau teori (penjelasan) mengenai suatu fenomena atau gejala (alam atau sosial) adalah benar. Orang mendapatkan keyakinan akan suatu pernyataan karena dia melekatkan kepercayaan terhadap pernyataan tersebut. Orang dapat dikatakan mempunyai keyakinan yang kuat kalau dia bersedia bertindak (berpikir, berperilaku, berpendapat, atau berasumsi) seakan-akan
43
Penalaran
keyakinan keyakinan tersebut tersebut benar. Keyakinan Keyakinan merupakan merupakan unsur pent pent ing penalar penalar an karena keyakinan keyakinan menjadi menjadi objek objek at au sasa ran pena pena laran dan karena keyakinan keyakinan menentukan posisi (paham) dan sikap seseorang terhadap suatu masalah yang menjadi topik topik bahasa n. Argumen a dalah seran seran gkaian asersi bese beserta rta keterkaitan keterkaitan (art ikulasi ikulasi)) dan infeinferensi atau penyimpul penyimpulan an yan g digunaka digunaka n unt uk mendukung mendukung suatu keyakina keyakina n. B ila ila dihubungkan dihubungkan dengan a rgumen, keyaki keyakinan nan ada lah t ingkat keperc kepercaya aya an yang diledilekatkan pada suatu pernyataan konklusi atas dasar pemahaman dan penilaian suatu argumen sebagai bukti yang ma suk akal. Oleh Oleh karena itu, a rgumen menjadi menjadi 3 unsur pent pent ing dalam penalar penalar an kar ena tia digunakan untuk m embent embent uk, memememelihar lihar a, at au mengubah suat u keyakinan. keyakinan. G amba r 2.1 2.1 menunjuk menunjukkan kan secara secara diagramat ik prose prosess pena pena laran secara secara umum. Gambar 2.1 P ros es a tau S tr truk uktur tur Pe na la ra n
Proses
Masukan Masuka n Asersi seb ag ai elemen argumen
Keluaran Keyakinan bahwa as er ersi si konklusi konkl usi be na r
Argumen
Asersi
Asersi
inferensi
inferensi
Asersi Asersi Asersi
Asersi konklusi
Asersi inferensi
G amba r di atas menunjukk menunjukkan an ba hw a ar gumen gumen dalam proses proses pena pena laran m erupakan salah satu bent bent uk bukti yang oleh oleh Mautz dan Sha raf (1964) 964) diseb disebut ut sebagai sebagai 4 argumentasi rasional (rational argumentation) . Dua jenis enis bukti yang lain ada lah bukti bukti nat ural (natural evidence) dan bukti ciptaan ciptaan ( cre cr eated ated evi de dence nce)) . Bukti dalam bentuk argumen rasional akan banyak diperlukan dalam teori akuntansi yang membahas masalah konseptual khususnya bila akuntansi dipandang sebagai teknologi dan teori akuntansi diartikan sebagai penalaran logis. Bukti adalah 3
Kata ini digunakan untuk menunjuk kata argumen. Dalam buku ini, kata tia (sebagai padan k a t a i t dalam bahasa Inggris) kadangkala digunakan sebagai kata ganti penunjuk nomina sebagai v a r i a n k a t a dia yang digunakan sebagai kata ganti penunjuk orang ketiga. Sebagai objek (pelengkap penderita) pe nderita) atau untuk menyata kan kat a gan ti poses posesif if (padan (padan kat a i ts dalam bah asa In ggris) ggris),, kat kat a ny nya a sebagai akhiran masih tetap dapat digunakan. Dengan penalaran yang sama, kata meretia a k a n digunakan dala m buku ini ini sebagai sebagai padan ka ta they unt unt uk kata gant i penunjuk penunjuk benda benda (nomina) jama jama k. 4 loso sophy phy of A udi uditi ting ng (Sarasota, FL: American R. K. Mautz dan Hussein A. Sharaf, T he P hi lo Accountin g Association , 1964) 1964),, h lm. 68 68..
44
Bab 2
sesuatu yang memberi dasar rasional dalam pertimbangan (judgment) untuk menetapkan kebenaran suatu pernyataan (to establi sh the truth) . Dalam hal teori akuntansi, pertimbangan diperlukan untuk menetapkan relevansi atau keefektifan sua tu perlakuan a kunta nsi untuk mencapai tujuan a kuntan si. G amba r 2.2 di baw ah ini menunjukkan peran argumen sebagai bukti. Gambar 2.2 Arti Penting Arg umen S eb a g a i Bukti Argumen sebagai bukti
Semua A adalah C B bukan A B bukan C
membentuk, memelihara, mengubah
Keyakinan b ahw a pernyataan benar sebagai bukti
B bukan C
Perlu dicatat bahwa keyakinan yang diperoleh seseorang karena kekuatan ata u kelemaha n a rgumenta si adalah terpisah dengan masalah a pakah pernyata an yang diyakini itu sendiri benar (true) atau takbenar (false). Da pat sa ja seseorang memegang keyakinan yang kuat terhadap sesuatu yang salah atau sebaliknya menolak suatu pernyataan yang benar (valid). Berikut ini dibahas lebih lanjut konsep atau komponen penalaran.
Asersi Asersi (pernyataan) memuat penegasan tentang sesuatu atau realitas. Pada umumnya asersi dinyatakan dalam bentuk kalimat. Berikut ini adalah contoh beberapa asersi (beberapa ada lah asersi dalam akunt ansi): • • • • • • • • •
M a n u sia a d a l a h m a k h lu k sos ia l . Semua binatan g menyusui mempunyai paru-paru. B e ber a pa o b a t b a t u k m en y eb a b ka n k a n t u k . Ti da k a d a i ka n h i a s y a n g m el a h ir ka n . Pa rtisipasi mempengaruhi kinerja. Stat emen aliran kas bermanfaa t bagi investor dan kreditor. Perusahaa n besar akan memilih metoda MP KP. Informasi sumber daya manusia harus dicant umkan di neraca. Dalam sektor publik, anggaran merupakan a lat pengendalian da n pengaw asan ya ng paling anda l.
Beberapa asersi mengandung pengkuantifikasi yaitu semua (all) , tidak ada (no) , dan beberapa (some) . Asersi ya ng memua t pengkuan tifikasi semua d a n tidak ada merupakan asersi universal sedangkan yan g memuat penguantifikasi bebera pa merupakan asersi spesifik . Asersi spesifik dapat disusun dengan pengkuanti-
Penalaran
45
fikasi sedikit, banyak, sebagian besar, atau bilangan tertentu. Pengkuantifikasi diperlukan untuk menent ukan ketermasukan (inclusiveness) atau keuniversalan asersi. “ Bur ung dapat terbang” tidak dapat diinterpreta si sebagai a sersi universal karena kita tahu kecualian terhadap asersi tersebut yaitu misalnya burung unta (yang tidak dapat terbang). Tanpa pengkuantifikasi ketermasukan akan sangat sulit ditentukan . Misalnya seseorang m engajukan asersi “ P ria lebih berat badannya daripada wanita.” Asersi tersebut meragukan (ambigus) karena sulit untuk diinterpretasi apa maksud sesungguhnya asersi tersebut. Asersi tersebut dapat berarti: Semua pria lebih berat bada nnya daripada semua w anita ? B eberapa pria lebih berat badan nya da ripada semua wa nita ? B eberapa pria lebih berat badan nya da ripada beberapa w anita ? Sebagian besar pria lebih berat badan nya daripada sebagian besar w an ita? Berat badan r ata -rata pria lebih besar daripada berat rata -rat a w anita? Asersi-asersi yang dicontohkan di atas lebih menyatakan makna atau arti (meaning) daripada struktur at au bentuk (form). Menyajikan asersi berdasar art i sering menimbulkan salah interpretasi karena keterbatasan bahasa atau karena kesalaha n bah asa. B ila digunakan sebagai unsur ar gumen, penyajian ma kna da pat mengacaukan evaluasi argumen. Da lam mengevaluasi argumen h arus dipisahkan antara validitas penalaran dan kesetujuan terhadap (kebersediaan menerima) kebenaran isi asersi. Oleh karena itu, asersi sering disajikan dalam struktur atau diagram t anpa menunjukkan art i. Penya jian struktur um um asersi ada lah: Semua A ada lah B . Tidak ada satupun A ada lah B . B eberapa A ada lah B . Dengan cara di ata s, oran g akan lebih memperhat ikan validita s asersi daripada isi asersi karena simbol A at au B dapat diganti dengan a papun sesuai dengan topik yang dibaha s. Misalnya A dapat berisi “ba dan usaha milik negara (B U MN)” dan B berisi “perusahaan pencari laba (PPL).” Dalam contoh ini, badan usaha disamakan dengan perusahaan. Dengan cara ini, asersi lebih dinilai atas dasar strukturnya daripada atas dasar penerimaan atau kesetujuan terhadap isi asersi yang diajukan. Dengan demikian, dapat terjadi bahwa suatu asersi valid (benar secara struktural) tetapi tidak mempunyai kandungan empiris. Pernyataan “Semua A adalah B” adalah valid secara struktural tetapi tidak berkaitan dengan dunia nyat a at au pengama ta n empiris. Struktur asersi dapat disajikan pula dalam bentuk diagram untuk memperoleh kejelasan mengenai hubungan antara kelas (himpunan) objek yang satu dengan lainnya . G amba r 2.3 di halam an berikut merepresenta si asersi berstruktur “semua A adalah B” yang berisi “Semua badan usaha milik negara adalah perusaha an pencari laba” dalam bentuk diagra m.
46
Bab 2
Gambar 2.3 Pe nya jia n Ase rsi Denga n Dia gram
Perusahaan penc a ri la ba
Perusahaan pencari laba
BUMN
BUMN
Himpunan semua perusahaan milik negara
Himpunan semua perusahaan penca ri lab a
Asersi: Semua B UMN ad alah PPL
Dalam representasi di atas, semua kelas objek di luar lingkaran BUMN merepresentasi himpunan perusahaan non-BUMN. Demikian juga, semua kelas objek di luar lingkara n P P L merepresenta si himpunan non-PPL . Dalam hal ini, himpunan yang merepresenta si PPL juga termasuk himpunan yang merepresentasi B U M N . Gambar 2.4 di bawah ini menunjukkan dalam bentuk diagram cara untuk merepresentasi himpunan non-BUMN pencari laba (gambar kiri) dan nonperusaha an pencari laba (gambar kana n). Gambar 2.4
Non-BUMN penc ari la ba
BUMN
Non-BUMN pencari laba
BUMN
Non-pencari laba
Non-B U MN direpresent asi dala m G am bar 2.4 kiri dengan a rea abu -abu. Nonperusaha an pencari laba di G amba r 2.4 kan an (area yang diarsir) meliputi segala macam un it organisasi yang tidak t erbata s pada unit organisasi yan g disebut perusaha an at au pencari laba. J adi, area non-P P L sebenarnya merepresent asi universa (universe) himpunan yang tak terbatas sehingga areanya tidak dapat dibatasi menjadi empat persegi panjang seperti di atas. Penggambaran seperti itu sematamat a merupakan konvensi untuk merepresenta si suatu universa.
47
Penalaran
Universa non-BUMN dapat direpresentasi seperti pada Gambar 2.4 kanan dengan mengarsir pula a rea pencari laba non-B U MN. Pa da contoh di ata s, BU MN termasuk dalam himpunan perusahaan pencari laba. Hubungan semacam ini merupakan hubungan inklusi (inclusion) dengan struktur “Semua A adalah B.” Hubungan dapat pula bersifat peniadaan atau eksklusi (exclusion) atau bersifat tum pang-tind ih at au sa ling-isi (over lap) seperti dalam struktur berikut: Tidak a da sat upun A ada lah B (eksklusi). B ebera pa A ada lah B (saling-isi). Hubungan di atas digunakan untuk merepresentasi kenyataan bahwa tidak satu pun BU MN adalah perusaha n non-pencari laba (NP L) at au kenya ta an ba hw a beber apa BUMN adalah perusahaan pencari laba (PL). Hubungan ini dapat dilukiskan dengan diagram dalam G amba r 2.5 di bawa h ini. Da lam gamba r tersebut, diagram kiri merepresentasi asersi eksklusi dan diagram kanan merepresenta si asersi saling-isi (bagian yan g diar sir). Gambar 2.5
BUMN
NP L
B UMN
PL
Representasi asersi dengan diagram bertujuan untuk menjelaskan asersi verbal yang meragukan maksudnya. Asersi verbal berbunyi “Beberapa A adalah B” hanya memberitahu bahwa beberapa A adalah B tetapi tidak menunjukkan hubungan a nta ra h impunan A dan h impunan B secara lengkap. J adi, tidak diketa hui apakah himpunan B termasuk di dalam himpunan A at au t idak (saling-isi). Gambar 2.6 di halaman berikut menunjukkan cara merepresentasi asersi verbal “ Beberapa A adalah B ” ata s dasar informasi tentan g hubungan himpunan. B ila diketa hui bahw a terdapat A yang bukan B da n terdapat B yan g bukan A, diagram (1) merupakan representasi yang tepat. Akan tetapi, bila area B yang bukan A tida k mempunya i an ggota (kosong), representa si dalam diagra m (2) lebih tepat. Bila tidak ada informasi tambahan apapun, kedua diagram tersebut dapat merepresenta si asersi “ B eberapa A adalah B .” 5 Dalam bahasa matematika, area yang diarsir pada diagram (1) dalam G ambar 2.6 disebut dengan interseksi (intersection), produk (product) , at au konjungsi (con junction) . Kombinasi dua kelas at au h impunan disebut dengan uni (union), t a m -
48
Bab 2
ba h (sum), at au-inklusif ( inclusive or), atau disjungsi (disjunction) . Kombinasi dua himpunan tidak termasuk bagian yang saling-isi disebut dengan atau-eksklusif (exclusive or) a ta u disjungsi eksklusif (exclusive disjunction) . Gambar 2.6
A A
B B
(1)
(2)
Dalam menyatakan asersi, perlu dibedakan penggunaan kata non d a n nir. 6 Non (dari kata Inggris non) berarti bukan dan bersifat komplementer . Wa la upun demikian, dalam pemakaiannya kata non lebih berma kna sebagai suatu orienta si dar ipada klasifikasi. Sebaga i contoh, kata non-profit lebih bermakna “ tida k mementingkan profit” daripada t idak ada at au ta npa profit. Berbeda dengan non, nir (dari kata Inggris -less) berarti tanpa da n tidak h arus bersifat komplement er dan juga t idak harus mengklasifikasi. Kata yang t epat menggunakan n ir misalnya sugarless (tanpa gula atau nirgula), useless (tanpa guna atau nirguna), riskless (tanpa risiko atau nirrisiko), atau scri pless (ta npa skrip). J adi, non-profit jelas berbeda dengan nir-profit . Oleh karena itu, tidak tepat pulalah memadankatakan non-profit dengan nirlaba. 7
Interpretasi Asersi Untuk menerima kebenaran suatu asersi, harus dipastikan lebih dahulu apa arti atau maksud asersi. Sangat penting sekali untuk memahami arti asersi untuk menentukan keyakinan terhadap kebenaran asersi tersebut. Untuk memahami 5
Bila benar bahwa semua A adalah B atau bila A dan B merupakan himpunan yang sama, benar ju g a d i k a t a k a n b a h w a beber apa A adalah B. Dalam hal ini, representasi dalam diagram akan menunjukkan ar ea A ada di dalam ar ea B a tau area A berimpita n (saling isi penuh) dengan area B . Bila tidak ada informasi tersebut, pada umumnya asersi “Beberapa A adalah B” diartikan sebagaimana direpresentasi dalam diagram (1) ata u (2) dalam G ambar 2.6. 6 Dalam ta ta baha sa, kata -kata semacam ini disebut pro-leksem. Penulisannya di depan dan melekat pada kata yang diwatasi. 7 Istilah nirlaba digunakan oleh Ikatan Akuntan Indonesa (IAI) dalam S tandar Akuntansi K euangan 2002 (P SAK No. 45).
Penalaran
49
maksud asersi, orang juga harus mempunyai pengetahuan tentang subjek atau topik yang dibahas. Kesalaha n interpreta si dapat terjadi karena dua bent uk asersi yang berbeda dapat berarti dua hal yang sama ata u dua ha l yang sangat berbeda. Perhatikan beberapa contoh bentuk asersi berikut: (1) Semua A adalah B . (2) Semua B ada lah A. (3) Tidak sat u pun A adala h B . (4) Tidak sat u pun B ada lah A. (5) B ebera pa A ada lah B . (6) Tidak semua A ada lah B . Asersi (1) jelas berbeda ar ti d an bentukny a dengan asersi (3). Demikian juga, asersi (1) jelas berbeda dengan asersi (2). Kesalahan menginterpretasi asersi (1) sam a denga n a sersi (2) disebut d engan kesala ha n konversi premis (pr emise conver si on er r or ). Asersi (3) mempunya i makna yan g sama dengan asersi (4) karena kalau a sersi yang sa tu benar, tidak mungkin asersi yang lain sa lah. Da lam ha l ini, asersi yang satu merupakan implikasi asersi yang lain. Bila asersi (3) benar, dengan sendiriny a a sersi (4) juga bena r. Dalam percakapan sehari-hari, asersi (5) sering disamakan dengan asersi (6) dan dapat disaling-tukar penggunaa nnya . Artinya , dianggap bahw a bila asersi (5) benar dengan sendirinya asersi (6) juga bena r. Int erpreta si yang lebih teliti secara logis dapat menunjukkan perbedaan makna kedua asersi tersebut. Asersi (5) menegaskan ba hw a t erdapat beberapa A yan g juga B tetapi tidak mement ingkan apakah terdapat beberapa A yang bukan B . Dapat saja beberapa A yang bukan B tidak a da. D i lain pihak, a sersi (6) mengandung penegasan bahw a terdapat beberapa A yan g bukan B teta pi tidak mement ingkan informasi bahw a t erdapat beberapa B yan g bukan A. Asersi ini biasan ya merupakan penya ngkalan terhada p asersi “Semua A adalah B.” Kedua asersi dapat berbeda karena kalau asersi (5) benar tida k denga n sendirinya a sersi (6) juga bena r. J adi, makn a beber apa d a n tidak semua dapat berarti dua hal yang sama atau berbeda bergantung pada konteks yan g dibaha s ata u informa si yang t ersedia.
Asersi untuk E valuasi Istilah Represent asi asersi dalam bentuk diagram dapat digunakan un tuk mengevaluasi ketepat an m akna suat u istilah. Sebagai cont oh, man akah istilah yan g tepat an ta ra bersertifikat akuntan publik (BAP) d a n akuntan publik bersertifikat (APB) sebagai pada n kata cer tifi ed publi c accountant (C PA). B ersertifikat a kunta n publik bermakna h impunan (set) oran g-oran g yan g bersertifikat dan salah sat u subhimpunannya ada lah akunt an publik. Sesuai dengan makna aslinya, akuntan publik bersertifikat bermakna sebagai subhimpunan akuntan publik dan akuntan publik merupakan subhimpunan akuntan. Diagram berikut menjelaskan perbedaan makna kedua istilah tersebut.
50
Bab 2
Gambar 2.7 Perbeda an Makna B AP da n APB Ma kna Be rsertifikat Akuntan P ublik
Ma kna Akuntan P ublik B erse rtifikat
B ers ertifika t Akuntan Akuntan P ublik
Dukun Akuntan P ublik
Ahli Pijat
Ahli Kaca Mata
Akuntan P ublik B ers ertifikat
Gambar di atas menunjukkan bahwa penggunaan istilah bersertifikat akuntan publik alih-alih (instead of) akuntan publik bersertifikat merupakan suatu kesalahan fatal. Kesalahan tersebut disebabkan oleh tidak dipahaminya makna istilah aslinya, tidak dipahaminya teori himpunan, dan tidak ditaatinya kaidah diterangkan-menerangkan (DM) dalam bahasa Indonesia. Bahasa Inggris menggunakan kaidah menerangkan-diterangkan (MD). Kesalahan paling telak dalam istilah BAP adalah penyimpangan kaidah DM. Sebagai analogi, blue r ound table jelas tidak dapat diterjemahkan menjadi biru meja bundar a t a u meja biru bundar karena menyalah i kaidah D M sehingga makna nya m enyimpang. Pada dasarnya, istilah merefleksi suatu asersi. Diagram sebelah kiri mengisyara tkan asersi-asersi anta ra lain sebagai berikut: 8 Semua a kuntan publik ada lah bersertifikat. Semua ahli kaca mat a a dalah bersertifikat. Yang tidak bersertifikat akuntan publik adalah bersertifikat dukun, ahli pijat , dan a hli kacama ta . Di lain pihak, diagram sebelah kanan menggambarkan secara tepat makna yan g dimaksud oleh istilah a slinya da lam bent uk asersi-asersi berikut: 8
Bersertifikat dapat dipanda ng sebagai komplemen himpunan ta kbersertifikat yang di dalam nya terdapat subhimpunan akunta n publik, dukun, dan sebagainya. Oleh karena itu, akan didapat kan pula subhimpunan takbersertifikat akuntan publik . Akan tetapi, untuk menyatakan makna certified publi c accountant sebagai pusat perha tian, h impunan ta kbersertifikat akunta n publik sebagai komplemennya t idak relevan lagi.
Penalaran
51
Semua akuntan publik adalah akuntan. Semua a kunta n publik bersertifikat a dalah akunt an publik. Akuntan merupakan suatu himpunan dalam universa profesi. U raian di ata s menunjukkan bahw a ma kna bersertifikat a kuntan publik jelas sangat berbeda dengan makna akunt an publik bersertifikat. P enyimpangan makna tersebut sebenarnya mengisyaratkan bahwa argumen atau penalaran di balik pembentukan istilah t idak valid. Orang mestinya m alu menyan dang sebutan B AP yang tidak bernalar tersebut. Kriteria validitas argumen dibahas lebih lanjut dalam ba gian lain bab ini.
J enis Asersi (Pernyataan) Untuk menimbulkan keyakinan terhadap kebenaran suatu asersi, asersi harus didukung oleh bukti atau fakta. Untuk keperluan argumen, suatu asersi sering dianggap bena r at au diterima ta npa ha rus diuji dahulu kebenar ann ya. B ila dikaitkan dengan fakta pendukung, asersi dapat diklasifikasi menjadi asumsi (assumption), hipotesis (hypothesi s) , dan pernyata an fakta (statement of fact) . Asumsi adalah asersi yang diyakini bena r meskipun orang t idak dapat mengajukan atau menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyakinkan atau asersi yan g orang bersedia un tuk menerima sebaga i bena r unt uk keperluan diskusi at au debat. Hipotesis ada lah a sersi yang kebenara nnya belum at au t idak diketahui teta pi diyakini bahw a asersi tersebut da pat diuji kebenar an nya. U ntuk disebut sebagai hipotesis, suatu asersi juga h arus m engandung kemungkina n sa lah. B ila tidak a da kemungkinan salah, suatu asersi akan menjadi pernyataan fakta. Hipotesis biasanya diajukan da lam r angka pengujian teori. 9 Dalam pengujian ilmiah suatu teori (hipotesis), terdapat prinsip yang disebut prinsip keterbuktisalahan (princi ple of falsi fi abi li ty) yang berbunyi bahwa untuk diperlakukan sebagai teori yang serius dan ilmiah, tia harus dapat dibuktikan salah kalau memang kenyataannya tia salah. Teori yang kuat atau yang meyakinkan adalah teori yang tidak hanya dapat dibuktikan salah tetapi juga yang tegar atau bertahan terhadap segala upaya unt uk membuktikan salah (to di sprove) . P rinsip ini didasari oleh pemikira n bahw a t eori itu tidak dapat dibuktikan benar t etapi yan g dapat dibuktikan a dalah bahwa tia salah. Oleh karena itu, pengujian suatu teori baru (hipotesis) biasanya diarahkan untuk menyanggah teori lawan. Pendekatan atau strategi semacam ini dikenal sebagai pendekatan penyan ggahan ilmiah (scientifi c r efutation) . Pernyataan fakta adalah asersi yang bukti tentang kebenarannya diyakini sangat kuat a tau bahkan t idak dapat dibanta h. Contoh asersi sebagai pernyat aan fakta adalah: semua orang akan meninggal, satu hari sama dengan 24 jam, mat aha ri merupakan pusat orbit tat a surya, dan penduduk kota J akart a lebih padat daripada penduduk kota S olo.
9
Da lam penelitian empiris, hipotesis merupakan penjaba ra n suat u proposisi (proposition) .
52
Bab 2
Fungsi Asersi Telah ditun jukkan dalam G amba r 2.1 bahw a a sersi merupakan ba han olah da lam argumen. Dalam argumen, asersi dapat berfungsi sebagai premis (premise) da n konklusi (conclusion). Premis adalah asersi yang digunakan untuk mendukung suatu konklusi. Konklusi adala h a sersi yang diturunkan dari serangkaian asersi. Suatu argumen paling tidak berisi satu premis dan satu konklusi. Karena premis dan konklusi keduanya merupakan asersi, konklusi (berbentuk asersi) dalam suatu a rgumen dapat m enjadi premis dalam ar gumen ya ng lain. Ketiga jenis asersi yang dibahas sebelum ini—asumsi, hipotesis, pernyataan fakta —dapat berfungsi sebagai premis dalam suatu argumen. Da lam h al ini, prinsip yang harus dipegang adalah bahwa kredibilitas konklusi tidak dapat melebihi kredibilitas terendah premis-premis yang digunakan untuk menurunkan konklusi. Artinya, kalau konklusi diturunkan dari serangkaian premis yang salah satu merupakan pernyataan fakta dan yang lain asumsi, konklusi tidak dapat dipandang sebagai pernyataan fakta. Dengan kata lain, keyakinan terhadap konklusi dibatasi oleh keyakinan terhadap premis.
Keyakinan Keyakinan terhadap asersi adalah tingkat kebersediaan untuk menerima bahwa asersi tersebut benar. Keyakinan diperoleh karena kepercayaan (confi dence) tentang kebenaran yang dilekatkan pada suatu asersi. Suatu asersi dapat dipercaya karena adanya bukti yang kuat untuk menerimanya sebagai hal yang benar. Orang dikatakan yakin terhadap suatu asersi bila dia menunjukkan perbuatan, sikap, dan pandan gan seolah-olah asersi tersebut benar karena dia percaya bahw a asersi tersebut bena r. 10 Kepercayaan diberikan kepada suatu asersi biasanya setelah dilakukan evaluasi terhada p asersi atas da sar a rgumen yang digunakan unt uk menurunkan asersi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keyakinan merupakan produk, hasil, atau tujuan suatu penalaran. Berbagai faktor mempengaruhi tingkat keyakinan seseorang at as suatu asersi. Ka rakteristik (sifat ) asersi menentukan mudah-tidaknya keyakinan seseorang da pat diubah melalui penalara n.
Properitas Keyakinan Semua pena laran bertujuan unt uk menghasilkan keyakinan t erhadap asersi yang menjadi konklusi penalaran. Pemahaman terhadap beberapa properitas (sifat) keyakinan sangat penting dalam mencapai keberhasilan berargumen. Argumen 10
Istilah keyakinan sering digunakan sebagai padan kata beli ef d a n confi dence. Istilah confi dence sering diterjemahkan menjadi keyakinan atau kepercayaan. Dalam buku ini, keyakinan digunakan u n t u k pa d a n k a t a beli ef yang dibedakan dengan kepercaya an yan g digunakan unt uk pada n kata confidence. Keyakinan adala h hal ya ng diperoleh dan dianut da ri asersi sedangkan kepercaya an a dalah ha l yang diberikan kepada asersi. Dari segi subjek (pemegang keyakinan), keyakinan arahnya masuk sedangkan kepercayaan arahnya keluar. Orang menjadi yakin akan sesuatu karena dia percaya pada sesuatu tersebut. Tidak ada keyakinan t anpa a danya kepercaya an; keduanya tidak dapat dipisahkan.
Penalaran
53
dianggap berhasil kalau argumen tersebut dapat mengubah keyakinan. Berikut ini dibahas properitas keyakinan yang perlu disadari da lam berargumen.
K eadabenar an Sebagai produk penalaran, untuk dapat menimbulkan keyakinan, suatu asersi harus ada benarnya (plausible) . Keadabenaran atau plausibilitas (plausibility) suatu asersi bergantung pada apa yang diketahui tentang isi asersi atau pengetahuan yang mendasari (the underlying knowledge) dan pada sumber asersi (the sour ce) . Pengeta huan yang m endasari (termasuk pengalama n) biasanya menjamin kebenaran asersi. Oleh karena itu, konsistensi suatu asersi dengan pengetahuan yang mendasari a kan menent ukan plausibilitas a sersi. Dalam hal sumber, aut orita s sumber menentuka n plausibilitas asersi. Art inya , kala u sumber asersi diyakini dapat dipercaya dan ahli di bidangn ya (knowledgeable) t entan g t opik asersi, oran g akan lebih bersedia meyakini asersi daripada kalau sumbernya tidak dapat dipercaya dan tidak ahli. Oleh karena itu, kadang-kadang orang menyerahkan penilaian plausibilitas asersi kepada a hli denga n pemeo “ serahka n saja pada a hlinya.” Dengan pikiran ini, keyakinan diperoleh karena keautoritatifan sumber. Mengacu argumen pada autoritas sumber untuk mendukung kebenaran asersi disebut dengan imbaua n a utoritas (appeal to authori ty). 11
B uk an pendapat Keyakinan adalah sesuatu yang harus dapat ditunjukkan atau dibuktikan secara objektif apakah tia salah atau benar dan sesuatu yang diharapkan menghasilkan kesepakatan (agr eement) oleh setiap orang yan g mengevaluasinya at as dasa r fa kta objektif. Pendapat atau opini adalah asersi yang tidak dapat ditentukan benar atau salah karena berkaitan dengan kesukaan (preferensi) atau selera. Berbeda dengan keyakinan, plausibilitas pendapat tidak dapat ditentukan. Artinya, apa yang benar bagi seseorang dapat salah ba gi yang lain. Walaupun dalam kenyat aa nnya kedua konsep tersebut tidak dibedakan secara tegas, penalaran logis yang dibahas di sini lebih ditujukan pada keyakinan daripada pendapat.
Bertingkat Keyakinan yan g didapat dari suat u asersi tidak bersifat mutlak t etapi bergradasi mulai dari sangat maragukan sampai sangat meyakinkan (convincing). Tingkat keyakinan ditentukan oleh kuan tita s dan kualita s bukti untuk mendukung asersi. Orang yang objektif dan berpikir logis tentunya akan bersedia untuk mengubah 11
Imbaua n yang dimaksud di sini ada lah pemanfa ata n sesuat u sebagai pelarian at au ta ktik untuk tidak mengajukan argumen yang valid. Pemanfaatan semacam ini sebenarnya merupakan suatu kecohan atau salah nalar (fallacy) . Imbauan lain yang merupakan kecohan logika antara lain adalah affirming the consequence, appeal to for ce, appeal to pi ty, da n attacki ng the per son. Lihat kecohan la in dala m J erry Cederblom dan D avid W. Pa ulsen, Cr i tical R easoni ng (Belmont, CA: Wadsw orth P ublishing Co., 1986), hlm. 101-109. Kecoha n da n t akt ik tersebut d ibaha s lebih lanjut di ba gian lain ba b ini.
54
Bab 2
tingkat keyakinannya manakala bukti baru mengenai plausibilitas suatu asersi diperoleh.
Berbias Selain kekuatan bukti objektif yang ada, keyakinan dipengaruhi oleh preferensi, keinginan , dan kepentinga n pribadi yan g karena sesuatu hal perlu diperta han kan. Idealnya, dalam menilai plausibilitas suatu asersi orang harus bersikap objektif dengan pikiran terbuka (open mi nd) . Pada umumnya, bila orang mempunyai kepentingan, sangat sulit baginya untuk bersikap objektif. Dengan bukti objektif yang sama , suat u asersi akan dianggap sangat m eyakinkan oleh orang yan g mempunyai kepentingan pribadi yang besar dan hanya dianggap agak atau kurang meyakinkan oleh orang yang netra l. Demikian pula sebaliknya.
B er muatan nilai Orang melekat kan nilai (value) terha dap suatu keyakina n. Nilai keyakinan ada lah tingkat penting-tidaknya suatu keyakinan perlu dipegang atau dipertahankan seseorang. Nilai keyakinan bagi seseorang akan tinggi apabila perubahan keyakinan m empunyai implikasi serius terha dap filosofi, sistem nilai, mar ta bat , pendapatan potensial, dan perilaku orang tersebut.
Berkekuatan Kekuat an keyakinan ada lah tingkat kepercayaa n ya ng dilekatkan seseorang pada kebenaran suatu asersi. Orang yang nyatanya tidak mengerjakan apa yang terkandung dalam asersi menandakan bahwa keyakinannya terhadap kebenaran asersi lemah. Dapat dikatakan bahwa semua properitas keyakinan merupakan faktor yan g menent ukan t ingkat kekuat an keyakinan seseorang.
Veridikal Veridikalitas (veridicality) adalah tingkat kesesuaian keyakinan dengan realitas. Realitas yang dimaksud di sini adalah apa yang sungguh-sungguh benar tentang asersi yang diyakini. 12 Dengan kat a lain, veridikalitas adalah mudah t idaknya fakta ditemukan dan ditunjukkan unt uk mendukung keyakinan . Misalnya keyakinan bah w a besi yan g dipan asi aka n memua i lebih muda h ditun jukkan (lebih veridikal) daripada keyakinan bahwa sistem sosialis dapat mengurangi kemiskinan. Dalam banyak hal, penilaian apakah benar suatu asersi sesuai dengan realitas merupakan hal yang sangat pelik dan bersifat subjektif. Oleh karena itu, untuk tujuan 12
Realitas dalam hal ini janga n dikacaukan dengan realitas sosial yaitu apa yang nya ta nya banya k dilakukan orang. Apa yang nyatanya dilakukan banyak orang tidak menjadikan apa yang dilakukannya it u benar. Wala upun ban yak ora ng melakuka n korupsi, tidak menjadikan korupsi itu benar (paling tidak secara moral). Kenyata an bah wa ba nyak akunt an menggunakan istilah beban sebagai padan kat a expense tidak menjadikan istilah tersebut benar.
Penalaran
55
ilmiah tingkat veridikalitas keyakinan dievaluasi berdasarkan kaidah pengujian ilmiah (scienti fi c r ules of evi dence) .
B er k eter tempaan Ketertempaan (malleability) atau kelentukan keyakinan berkaitan dengan mudah-tidaknya keyakinan tersebut diubah dengan adanya informasi yang relevan. Berbeda dengan veridikalitas, ketertempaan tidak memasalahkan apakah suatu a sersi sesuai at au t idak dengan realita s tetapi lebih memasa lahkan a pakah keyakinan terhada p suatu a sersi dapat diubah oleh bukti. Kelentukan ini biasan ya ditentukan oleh kesungguhan pemegang keyakinan, lamanya keyakinan telah dipegang (baik seca ra pr ibad i maupun seca ra sosia l/umu m), dan konsekuensi perubahan keyakinan bagi diri pemegang. Tujuan suatu argumen adalah untuk mengubah keyakina n kalau memang keyakina n t ersebut lentuk untuk berubah. Beberapa sifat keyakinan di atas perlu disadari mengingat bahwa tujuan argumen adalah da lam ran gka mencari kebenara n (the search of tr uth) dan bukan untuk menyembunyikan kebenaran dengan cara pengelabuhan (deception) da n pengecohan. J adi, tujuan a rgumen ada lah untuk merekonsiliasi ketidaksepakata n (disagreement) untuk menemukan kebenaran. Hal inilah yang mendasari pemikiran ilmiah untuk mengembangkan pengetahuan. Sifat-sifat keyakinan di atas menunjukkan bahwa mengubah keyakinan melalui argumen dapat merupakan proses yan g kompleks karena pengubaha n tersebut m enyangkut dua hal ya ng berkaitan yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang menjadi objek keyakinan. Manusia tidak selalu rasional dan bersedia berargumen sementara itu tidak semua a sersi dapat ditentukan kebenar ann ya secara objektif dan tunt as.
Argumen Dalam kehidupan sehari-hari, istilah argumen sering digunakan secara keliru untuk menunjuk ketidaksepakatan, perselisihan pendapat (dispute) , atau bahkan pertengkaran mulut (Jawa: padu). Dalam pengertian ini, argumen mempunyai konotasi negatif. Oran g yang suka bertengkar dan ingin mena ngnya sendiri akan menikmat i dan memburunya t etapi orang ya ng ingin mencari solusi ata u alternatif pemecahan masalah yang terbaik akan menghindarinya. Dalam arti positif, argumen dapat disamakan dengan pena laran logis untuk menjelaskan at au mengajukan bukti rasional tentang suatu asersi. Bila seseorang mengajukan alasan untuk mendukung suatu gagasan atau pandangan, dia biasanya menawarkan suatu argumen. Argumen dalam arti positif selalu dijumpai dalam bacaan, percakapan, dan dalam diskusi ilmiah. Argumen merupakan bagian penting dalam pengembangan pengetahua n. Agar memberi keyakina n, a rgumen ha rus dievaluasi kelayakan atau validitasnya. Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukkan arti argumen sebagai proses dan sebagai suatu bukti tentang keyakinan. Pengertian argumen seperti itu didasarkan atas definisi yang diajukan Nickerson (1986) sebagai berikut:
56
Bab 2
An ar gumen i s an effort to convi nce someone to beli eve or to do somethi ng. A n argumen is a set of assertion, one of which is a conclusion or key assertion, and the r est of whi ch are i ntended to suppor t that conclusi on or key asser tion (hlm. 69).
Anatomi Argumen Da ri definisi di at as dan G amba r 2.1 dapat dikata kan bahw a ar gumen terdiri at as serangkaian asersi. Asersi berkaitan dengan yang lain dalam bentuk inferensi atau penyimpulan. Asersi dapat berfungsi sebagai premis a t a u konklusi (atau asersi kunci) yang merupakan komponen argumen. Berikut ini adalah beberapa contoh ar gumen (beberapa merupakan argumen da lam a kunta nsi): • Merokok adalah penyebab kanker karena kebanya kan penderita kan ker ada lah perokok. • J i ka suatu binat an g menyusui, maka binat ang t ersebut mempunyai paru-paru karena semua binatang menyusui mempunyai paru-paru. • Kreditor adalah pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan sehi ngga stat emen keuanga n har us memuat informa si tenta ng kemampuan membayar uta ng. • K arena akunt an si menekankan substan si daripada bentuk, stat emen keuanga n beberapa perusaha an yan g secara yuridis terpisah tetapi secara ekonomik merupakan satu perusahaan harus dikonsolidasi. • K arena a kunta nsi menganut kesatua n usah a ekonomik, beberapa perusaha an yan g secara yuridis terpisah h arus dian ggap sebagai sat u kesatua n ekonomik kalau perusaha an-perusaha an tersebut ada di baw ah sat u kendali. Oleh karena itu, laporan konsolidasian harus disusun oleh perusa ha an pengenda li. Sebagai suatu argumen, asersi yang satu harus mendukung asersi yang lain yang menjadi konklusi. Kata-kata dengan huruf miring di atas merupakan kata indikator argumen yang dapat digunakan untuk menunjuk mana premis dan mana konklusi. Daftar di bagian atas halaman berikut ini memuat beberapa kata yang biasan ya menjadi indikat or suatu ar gumen. 13 Da lam suatu kalimat a rgumen, kata -kata dalam daft ar t ersebut secara umum mengisyaratkan suatu makna “dengan alasan bahwa.” Di samping kata-kata di atas, beberapa kata kerja (verba) dapat menjadi indikator argumen seperti: menunjukkan bahwa, membuktikan bahwa, menegaskan bahwa, berimplikasi bahw a, mengakibat kan ba hwa , mempunyai konsekuensi bahw a, menjadi landasa n berpikir bahw a, dan semacamnya .
13
Dalam tata bahasa Indonesia, kata-kata tersebut berfungsi sebagai kata penghubung kalimat majemuk (setara a tau bertingkat) ata u kata pengait kalimat dalam para graf. Lihat kaidah penempatan dan penggunaa n kata -kata t ersebut dalam kalimat ata u para graf dalam buku ta ta baha sa Indonesia.
57
Penalaran
Indikator konklusi
Inggris
Indonesia
so thus therefore hence be concluded that consequently
karena itu, jadi, maka deng an demikian oleh karena itu oleh karena itu disimpulkan ba hwa sebagai akibatnya
Indikator premis
Inggris
since for because assuming that for the reason that
Indonesia oleh karena karena, mengingat karena denga n asumsi bahwa d e n g a n a la s a n b a h w a
Dalam banyak hal, argumen tidak menunjukkan secara eksplisit kata-kata indikat or sehingga t idak dapat segera diidentifikasi mana premis dan man a konklusi. Akibatnya, sulit untuk menentukan mana asersi yang mendukung dan man a a sersi yang didukung sehingga da pat t imbul berbagai interpreta si terhadap argumen. Bila hal ini terjadi, premis dan konklusi dapat diidentifikasi dengan kaidah yang oleh Cederblom dan Paulsen (1986) disebut pri nciple of chari table i nter pretation (prinsip interpretasi t erdukung). P rinsip ini menyata kan bahw a
bi la ter dapat lebi h dari satu inter pr etasi ter hadap suatu argumen, argumen har us diinterpretasi sehingga premis-premis yang terbentuk memberi dukungan yang pali ng kuat ter hadap konklusi yang di hasi lkan. Dengan kata lain, argumen yang dipilih ada lah a rgumen yan g plausibilita snya paling t inggi at au yang paling ma suk aka l (valid) dala m konteks yang dibah as. Cederblom da n P aulsen memberi contoh sebagai berikut: 14 Anda ha rus d a tang ke seminar itu. Anda berja nji kepad a p an itia b a hwa a nda a kan da tang ke seminar itu. J ika a nda berjan ji untuk berbua t ses uatu, and a ha rus mengerjakannya .
Serangkaian asersi di at as t idak mengandung indikator premis at au konklusi sehingga a rgumen yan g t erbentuk dapat diinterpretasi sebagai berikut: Interpretasi 1:
Premis ( 1) J ika a nda berjanji untuk berbua t sesua tu, a nda harus meng erjakannya . Premis ( 2) Anda berjanji kepada panitia ba hwa and a akan da tang ke s eminar itu. Konklusi: Anda ha rus d ata ng ke s eminar itu.
14
Walaupun E jaa n Ba hasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) menganjurkan untuk m enulis k a t a anda dengan huruf kapital, tia ditulis dengan huruf kecil dalam contoh ini (kecuali pada awal kalimat) karena tia dianggap padan kata you dalam bahasa Inggris. Seperti you, k a t a a n d a m e r u pa k a n kata ganti orang kedua dan bukan kata sebutan seperti Bapak, Ibu, atau Saudara. Ciri kata sebutan adalah tia dapat diikuti nama orang. Bila tidak, tia merupakan kata ganti. Sebagai kata ganti, kata anda merupakan kata yang netral serta bebas gender dan kelas masyarakat sehingga sangat dianjurkan aga r tia digunakan dalam pergaulan akademik dan ilmiah ya ng menghendaki kenetra lan.
58
Bab 2
Interpretasi 2:
Premis ( 1) Anda ha rus d ata ng ke s eminar itu. Premis ( 2) Anda berjanji kepada panitia ba hwa and a akan da tang ke seminar itu. Konklusi: J ika a nda berjanji untuk berbuat s esua tu, a nda harus meng erjakannya .
Interpretasi 3:
Premis ( 1) Anda ha rus d ata ng ke s eminar itu. Premis ( 2) J ika a nda berjanji untuk berbuat s esua tu, a nda harus meng erjakannya . Konklusi: Anda berjanji kepada panitia ba hwa and a akan da tang ke seminar itu.
Pa da interpreta si 1, jelas dapat dirasakan ba hw a a sersi “Anda h arus dat ang ke seminar itu” paling tepat didukung dalam a rgumen daripada dua a sersi yang lain. Int erpretasi 1 ada lah ya ng t erbaik (paling va lid) dibanding int erpretasi ya ng lain karena bila semua premis benar, maka konklusi juga benar (yang merupakan salah sat u syara t va liditas ar gumen). Dalam hal ini, premis (1) menyat akan bahw a bila anda memenuhi kondisi tertentu (berjanji) maka anda mempunyai kewajiban (menepati janji). Premis (2) menegaskan bahwa anda memenuhi kondisi berjanji (akan datang ke seminar). Kalau kedua premis benar, maka konklusi (Anda seharusnya datang ke seminar) harus benar. Dengan demikian dapat dikatakan konklusi mengikuti atau diturunkan secara logis dari (follow from) premis. Atas dasar prinsip int erpretasi terdukung dan syara t validitas a rgumen, int erpretasi 2 dan 3 dapat diana lisis bahw a keduanya kurang valid dibanding interpretasi 1.
J enis Argumen B erbagai karakt eristik dapat digunaka n sebagai basis untuk mengklasifikasi ar gumen. Misalnya argumen dibedakan menjadi argumen langsung dan taklangsung, formal dan informa l, serta meragukan da n meyakinkan. Klasifikasi yan g ditinjau dari bagaimana penalaran (reasoning) diterapkan untuk menurunkan konklusi merupakan klasifikasi yang sanga t pent ing dalam pembaha san buku ini. Da lam hal ini, argumen dapat diklasifikasi menjadi argumen deduktif d a n induktif . 15 Contoh ar gumen ya ng diberikan dala m interpreta si 1, 2, dan 3 di at as sebenar nya merupakan cont oh argumen deduktif. Salah sat u jenis argumen ya ng lain a dalah argumen dengan a na logi (argument by analogy) . Berikut ini dibaha s berba gai jenis argumen t ersebut.
15
Karena argumen selalu melibatkan penalaran, argumen itu sendiri sering disebut denga n penalaran. Oleh karena itu, argumen deduktif atau induktif sering disebut juga penalaran deduktif atau induktif (deductive or inductive reasoning) . Penalaran induktif sebenarnya hanyalah merupakan salah satu jenis penalaran nondeduktif. Termasuk dalam penalaran nondeduktif adalah penalaran dengan analogi, generalisasi empiris, dan generalisasi kausal. Lihat pembahasan lebih lanjut dalam Cederblom da n Pa ulsen (1986), h lm. 171-205.
59
Penalaran
Argumen Deduktif Telah disebutkan bahw a argumen a ta u pena laran deduktif ada lah proses penyimpulan yang berawal dari suatu pernyataan umum yang disepakati (premis) ke pernyataan khusus sebagai simpulan (konklusi). Argumen deduktif disebut juga ar gumen logis (logi cal arg ument) sebagai pasangan argumen ada benarnya (plau si ble argument). Argumen logis adalah argumen yang asersi konklusinya tersirat (implied) at au da pat dit urun kan /dideduksi dari (deduced fr om) asersi-asersi lain (premis-premis) yang diajukan. Disebut argumen logis karena kalau premispremisnya benar konklusinya harus benar (valid). Kebenaran konklusi tidak selalu bera rt i bahw a konklusi merefleksi realita s (truth) . Ha l inilah ya ng membedakan ar gumen sebaga i bukti ra siona l da n bukti fisis/langsun g/empiris berupa fakt a. 16 Salah satu bentuk penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang disebut silogisma. Silogisma terdiri atas tiga komponen yaitu premis major (major premise) , premis minor (minor premise) , dan konklusi (conclusion). Da lam silogisma , konklusi ditur unka n da ri premis ya ng diajukan seperti cont oh berikut: Premis major: Premis minor: Konklusi:
Semua binatang menyusui mempunyai paru-paru. Kucing binatang menyusui. Kucing mempunya i paru-pa ru.
“ Semua binata ng menyusui” dalam cont oh di at as disebut an teseden (antecedent) sedangkan “mempunyai paru-paru” merupakan konsekuen (consequent). Dalam silogisma, konklusi akan benar bila kedua premis benar dan premis minor menegaskan anteseden (disebut pola modus ponens) atau premis minor menya ngkal konsekuen (disebut pola modus tollens ). Konklusi di at as bena r karena “ kucing binata ng menyusui” menegaskan “ semua binat ang menyusui” sebagai an teseden. J adi, konklusi mengikuti kedua premis secar a logis. Wala upun kedua premis benar, konklusi dapat sa ja sa lah sebaga iman a contoh di baw ah in i: Premis major: Premis minor: Konklusi:
S emua burung b ertelur. Kura-kura be rtelur. Kura-kura a da lah burung.
Konklusi di atas salah karena premis minor menegaskan konsekuen bukan menegaskan a nteseden. Bila dipanda ng sebagai a rgumen, penalara n di at as tidak dapa t dit erima (tidak valid) karena tida k lengkapnya premis ma jor. Mema ng benar 16
Dalam sistem pengadilan di Amerika, dikenal apa yang disebut bukti situasional (circumstantial evi dence) dan bukti langsung (di r ect evi dence). Bukti langsung misalnya adalah orang tert angkap basah pada saa t melakukan kejaha ta n dan ada saksi. Bukti situasional adalah bukti-bukti yang menghubungkan tertuduh dengan kejaha ta n meskipun pada saat kejadian t ertuduh tidak ada di tempat at au tidak ada saksi mata. Orang dapat dinyatakan salah (misalnya membunuh orang) atas dasar bukti situa sional da n penalara n logis yang meyakinkan w alaupun sebenar nya dia tidak bersalah (membunuh).
60
Bab 2
bahwa semua burung bertelur tetapi tidak berarti bahwa binatang lain tidak ada yang bertelur. Konklusi akan benar kalau premis minor menyangkal konsekuen dan silogisma di at as dimodifikasi sepert i berikut: Premis major: Premis minor: Konklusi:
Se mua burung b ertelur. Kelela wa r tida k bertelur. Kelela wa r buka n b urung.
Penalaran deduktif berlangsung dalam tiga tahap yaitu: (1) penentuan pernyataan umum (premis major) yang menjadi basis penalaran, (2) penerapan konsep umum ke dala m sit uasi kh usus ya ng d ihada pi (proses deduksi), (3) pena rikan simpulan secara logis yang berlaku untuk situasi khusus tersebut. Penalaran deduktif lebih dari sekadar silogisma karena penalaran deduktif dan unsurunsurnya (asersi-asersi) akan membentuk argumen untuk mengubah suatu keyakinan. Misalnya, keyakinan bahwa penilaian aset atas dasar kos sekarang lebih relevan daripada kos historis. Contoh lain adalah keyakinan bahwa istilah biaya lebih tepat daripada beban sebagai padan kat a expense. Penalaran deduktif dalam akuntansi digunakan untuk memberi keyakinan tenta ng simpulan-simpulan ya ng diturunkan dari premis yang dian ut. Da lam t eori akuntansi, premis major sering disebut sebagai postulat (postulate). Sebagai penalaran logis, argumen-argumen yang dihasilkan dengan pendekatan deduktif dalam akuntansi akan membentuk teori akuntansi. Gambar 2.8 di halaman berikut ini menunjukkan salah satu cont oh penalar an deduktif dalam a kunta nsi. Dalam gambar tersebut, premis 1 merupakan premis major yang berfungsi sebagai postulat dalam penalaran logis akuntansi. Semua premis dan konklusi berbentuk suat u pernyat aa n at au penegasan yan g semuanya merupakan a sersi. Da lam a kuntan si, premis ma jor dapat berasa l dari konklusi penalaran deduktif. Penalaran deduktif untuk suatu masalah menghasilkan argumen untuk masa lah tersebut. Oleh karena itu, penalar an dalam a kunta nsi dapat menjadi panjang dan terdiri ata s beberapa ar gumen. Apakah sua tu argumen cukup meyakinkan? Dengan kat a lain, bersediakah orang menerima kebenara n konklusi. Unt uk menjaw ab ini, perlu dinilai apakah struktur penalaran logi s dan premis-premisnya dapat diter i ma (dapa t dipercaya sebagai benar ).
Evaluasi Penalaran Deduktif Tujuan uta ma mengevaluasi argumen ada lah unt uk menent ukan a pakah konklusi argumen benar dan meyakinkan. U ntuk m enilai suatu argumen deduktif (logis), Nickerson (1986) mengajukan empat perta nya an yan g har us dijaw ab, yait u: (1) Apaka h t ia lengka p? (2) Apakah artinya jelas? (3) Apaka h t ia va lid? (Apaka h konklusi men gikuti premis?) (4) Apakah premis dapat dipercaya (diterima)?
61
Penalaran
Gambar 2.8 Pe na la ran De duktif Dalam Akuntan si
Premis 1
Investor da n kreditor merupakan peng a mbil keputusan dominan dalam perekonomian ya ng didas arkan pa da mekanisme pas ar.
Premis 2
Aga r investor da n kreditor berse dia mena na mkan mod a l da lam sua tu perusa haa n, harus disediakan informasi tentang perusahaan kepada investor dan kreditor.
Premis 3
Keputusan investasi dan kredit memerlukan informasi tentang kemampua n perusa haa n mengha silkan laba d an membayar utang.
Premis 4
Kema mpuan perusa haa n membaya r utang da pat ditunjukkan deng a n informas i tentang likuiditas , s olvens i, d a n profitab ilitas melalui statemen keuang an.
Konklusi
Lapo ran keuang an ha rus memuat elemen: a set, kewa jiba n, ekuitas , pend ap ata n, biaya , rugi, untung, inves tas i pem ilik, distribus i ke pem ilik, da n lab a .
Arg umen sebagai hasil penalaran deduktif
Keempat pertanyaan di atas merupakan kriteria evaluasi yang terdiri atas kelengkapan, kejelasan, kesahihan, dan kepercayaian. Apabila jawaban untuk keempat perta nya an di at as ada lah positif (ya), maka konklusi memberi keya kinan tentang kebenara nnya. K elengkapan merupakan kriteria yang penting karena validitas konklusi menjadi kurang meyakinkan bila premis-premis yang diajukan tidak lengkap. Da lam ha l tertentu, konklusi tidak dapat ditarik karena t idak lengkapnya premis. B ila konklusi dipaksakan , jelas a rgumen m enjadi t idak logis. K ejelasan arti diperlukan karena keyakinan merupakan fungsi kejelasan makna . Kejelasan tidak ha nya diterapkan untuk ma kna premis tetapi juga unt uk hubungan antarpremis (inferensi dan penyimpulan). Keterbatasan bahasa, kesalahan baha sa, dan keterbat asan pengeta huan t entan g topik yang dibahas merupakan fakt or yang menentukan kejelasan dan ba hkan pemaham an a rgumen. Karena argumen merupakan bagian penting dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan, kecermatan bahasa dalam argumen juga menjadi penting khusus-
62
Bab 2
nya da lam karya tulis. Arti pent ing kemampuan berbahasa da n kaitan nya dengan argumen untuk tujuan ilmiah dinyatakan Suriasumantri (1999) seperti berikut: 17 Kemampuan berbahasa ya ng baik dan benar merupakan persyarata n mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah sebab bahasa merupakan sarana komunikasi ilmiah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosa kata yang baik akan sukar ba gi seorang ilmuwa n unt uk mengkomunikasikan gaga sannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, di mana kejelasan kosa kata dan logika t at a bahasa merupakan persyarat an utama (hlm. 14).
K esahi han (validitas) merupakan kriteria utama untuk menilai penalaran logis. Validita s berkait an dengan st rukt ur forma l argumen. P erlu dibedakan d i sini ant ara validitas dan kebenara n (truth) . Validitas adalah sifat yang melekat pada argumen sedangkan kebenaran adalah sifat yang melekat pada asersi. Secara struktural, validitas argumen tidak bergantung pada kebenaran asersi. Artinya, argumen dikata kan valid kalau konklusi diturunkan secara logis dari premis ta npa memperhatikan apakah premis itu sendiri benar atau salah. Oleh karena itu, dapat saja terjadi suat u ar gumen ya ng valid dengan premis yang salah. Tentu saja, kalau premis benar dan penalarannya valid, konklusi juga akan benar. Secara diagramatik, pengaruh benar tidaknya premis terhadap konklusi dalam argumen yan g logis dilukiskan Nickerson (1986) dalam G am bar 2.9 di bawa h ini. 18 Gambar 2.9 Hubunga n Kebe na ra n P remis d a n Kebe naran Log is Konklusi da la m P ena la ra n Ded uktif Konklusi
Benar
Premis
Takbenar
Benar
Takbenar
Harus/pasti
Tidak mungkin
(Konklusi harus benar kala u premis b ena r)
(Kon klus i tida k mung kin takben ar kala u premis b ena r)
Mungkin
Mungkin
(Konklusi mungkin bena r mes kipun premis ta kbena r)
(Konklusi mungkin takbena r bila premis takbenar)
17
Jujun S. Suriasumantri, “Hakikat Dasar Keilmuan,” dalam M. Thoyibi (editor), F i lsafat I lmu dan Perkembangannya (Surakart a: Muhamma diyah U niversity P ress, 1999). Penebalan kata argumentasi oleh penulis. Kat a “ di mana” sehar usnya diganti dengan “ yang di dalamnya.” 18 K a t a t a k b en a r d i gu n a k a n s e b a g a i pa d a n k a t a false. Falsity dipadankan dengan ketakbenara n.
63
Penalaran
K eter per cayaian melengkapi ketiga kriteria sebelumnya agar konklusi meyakinkan sehingga ora ng bersedia menerima. Oran g bersedia m enerima suatu asersi kalau dia percaya pada asersi tersebut. Orang dapat percaya pada suatu asersi kalau asersi tersebut ada benarnya (plausible) . Telah disebut kan sebelumnya bahwa plausibilitas suatu asersi bergantung pada pemahaman pengetahuan yan g mendasa ri dan pada sumber asersi. Pengetahua n ya ng mendasari (termasuk pengalaman) biasanya diyakini kebenarannya. Kesesuaian suatu asersi dengan pengetahuan yang mendasari akan menentukan plausibilitas asersi. Dalam hal inilah kriteria ketiga berbeda dengan kriteria keempat. Kriteria kesahihan berkaitan dengan va liditas logis (logical validity) suatu argumen sedangkan kriteria kepercayaan berkaitan dengan kebenaran empiris (empirical truth) suatu asersi (premis). G abungan an ta ra keduanya menent ukan kebenar an konklusi. Gabungan kriteria kelengkapan dan kejelasan sebenarnya digunakan untuk meyakinkan bahwa semua premis benar atau masuk akal secara struktural. Keempat kriteria di a ta s dapat diringkas m enjadi: (1) Semua premis bena r (lepas dar i apakah orang setuju at au t idak). (2) Konklusi mengikuti (follow fr om) semua premis. (3) Semua premis dapat diterima. Artinya , oran g percaya at au setuju dengan semua premis yang diajukan. Kr iteria (1) dan (2) diperlukan unt uk memenuhi validita s logis argum en. Kriteria (3) diperlukan unt uk memenuhi kebena ra n empiris asersi untuk m elengkapi argumen agar konklusi meyakinkan kebenarannya. Contoh argumen yang hanya memenuhi kriteria (1) dan (2) diberikan berikut ini. Premis major: Premis minor: Konklusi:
Se mua a set mempunyai manfaa t ekonomik ba gi perusa haa n. Rugi selisih kurs tida k mempunyai manfaa t ekono mik bag i perusa ha an . Rugi selisih kurs tida k da pa t menjadi as et.
Secara struktural konklusi di atas akan selalu benar tanpa memperhatikan makna empiris kata aset. Kata aset dapat digant i dengan ka ta a papun dan konklusi akan teta p valid. J adi, validita s konklusi independen terha dap ma kna aset. Akan tetapi, secara empiris atau observasi dunia nyata, konklusi tersebut salah sehingga tidak dapat diterima. Dengan kat a lain, dapat dikata kan bah wa konklusi di atas valid tetapi tidak mempunyai makna empiris (empir i cal content) . Dunia praktik (observasi) menunjukkan bahwa rugi selisih kurs dapat dikapitalisasi sehingga menjadi bagian dari a set. Perlu dicat at bahw a konklusi tidak selalu dapat mengubah keyakinan seseorang. Properitas keyakinan yang dibahas sebelumnya menentukan keyakinan seseorang akan suatu asersi konklusi. Demikian juga, dalam beberapa hal orang tidak selalu bersedia menerima atau bahkan mendengarkan argumen. Hal ini dibahas di bagian lain bab ini dalam subbahasan stratagem ( stratagem) dan salah nalar (r easoni ng fallacy).
64
Bab 2
Argumen Induktif Penalaran ini beraw al dari suatu pernyat aan ata u keadaa n ya ng khusus dan berakhir dengan pernya ta an umum yan g merupakan generalisasi dari keada an khusus tersebut. B erbeda dengan a rgumen deduktif ya ng merupakan ar gumen logis (logical argument) , argumen induktif lebih bersifat sebagai argumen ada benarnya (plausible argument). Dalam argumen logis, konklusi merupakan implikasi dari premis. Da lam ar gumen ada bena rnya (plausible) , konklusi merupakan generalisasi dari premis sehingga t ujuan argumen a dalah untuk meyakinkan ba hw a probabilitas atau kebolehjadian (likelihood) kebenaran konklusi cukup tinggi atau sebaliknya, ketakbenaran konklusi cukup rendah kebolehjadiannya (unlikely) . B erikut ini adalah cont oh struktur suat u pena laran induktif: Contoh 1:
Premis Premis Konklusi:
Contoh 2:
Premis Konklusi:
S atu jeruk da ri karung A ma nis ras a nya . S atu jeruk berikutnya ma nis ras an ya . Semua jeruk dalam karung A manis rasanya.
Sekelompok penderita kanker semuanya perokok. Merokok menyeb a bkan kanker.
Dalam contoh di atas, argumen mengalir dari informasi atas pengamatan khusus at au t ertent u (sam pel) menuju ke konklusi yang ditera pkan un tuk seluruh pengamatan yang mungkin dilakukan (populasi). Konklusi melewati (mencakupi lebih dar i) apa yan g dapa t ditun jukkan oleh fakt a/bukti empiris (ma nisnya bebera pa jeruk yang telah dicicipi) atau meliputi pula apa yang tidak diamati (seluruh jeruk dalam karung). Dengan demikian konklusi atau generalisasi akan bersifat prediktif. Dalam Contoh 1, misalnya, kalau sebuah jeruk diambil dari karung A, dapat diprediksi bahw a jeruk tersebut a kan m an is. Demikian pula dalam Contoh 2, bila konklusi benar maka dapat diprediksi bahwa seorang perokok kemungkinan besar terkena ka nker. Kar ena konklusi (generalisasi) didasa rkan pada pengamatan atau pengalaman yang nyatanya terjadi, penalaran induktif disebut pula generalisasi empiris (empirical generalization). Akibat generalisasi, hubungan antara premis dan konklusi dalam penalaran induktif tidak langsung dan tidak sekuat hubungan dalam penalaran deduktif. Dalam penalaran deduktif, kebenaran premis menjamin sepenuhnya kebenaran konklusi asal penalarannya logis. Artinya, jika semua premis benar dan penalarannya logis, konklusi harus benar (disebut necessary implication dan oleh karenanya necessarily true). Dalam penalaran induktif, kebenaran premis tidak selalu menjamin sepenuhnya kebenaran konklusi. Kebenaran konklusi hanya dijamin dengan tingkat keyakinan (probabilitas) tertentu. Artinya, jika premis benar, konklusi tidak selalu benar (not necessarily true) . Perbedaan struktural ant ara argumen deduktif dan induktif dapat ditujukkan dalam cont oh berikut. 19
65
Penalaran
Argumen Deduktif
Argumen Induktif
Premis (1):
Semua burung mempunyai bulu.
Premis (1):
Kebanyakan burung dapat terbang.
Premis (2):
Beb ek ad alah burung.
Premis (2):
Beb ek ad alah burung.
Bebek mempunyai bulu.
Konklusi: (boleh jadi)
Bebek dapa t terbang .
Konklusi: (pasti)
Contoh di at as menunjukkan bah wa dalam argumen deduktif bila semua premis benar maka konklusi pasti atau harus benar. Akan tetapi, dalam argumen induktif, konklusi tidak selalu benar meskipun kedua premis benar. Perbedaan tersebut menjadi dasar untuk menilai perbedaan keefektifan atau keberhasilan kedua jenis argumen. Argumen deduktif dengan premis benar dapat dikatakan berhasil jika kebenaran premis menjadikan konklusi tidak mungkin (impossible) ta kbena r. Di lain pihak, argumen induktif dengan premis bena r da pat dikata kan berhasil jika kebenar an premis menjad ikan konklusi kecil kemun gkinan at au kecil kebolehjadian takbenarnya. Karena ada kebolehjadian takbenar, asersi ilmiah yang bersandar pada penalaran induktif diperlakukan sebagai hipotesis bukan pernyat aan fakta.
Argumen dengan Analogi Argumen induktif sebenarnya merupakan salah satu jenis penalaran nondeduktif. Salah satu penalaran nondeduktif lainnya adalah argumen dengan analogi (argument by analogy) . Penalaran dengan analogi adalah penalaran yang menurunkan konklusi ata s dasar kesamaa n a ta u kemiripan (likeness) karakteristik, pola, fungsi, ata u hubunga n un sur (sistem) suatu objek yang disebutkan dalam suatu asersi. Analogi bukan merupakan suatu bentuk pembuktian tetapi merupakan suatu sarana untuk meyakinkan bahwa asersi konklusi mempunyai kebolehjadian untuk benar. Dengan kata lain, bila premis benar, konklusi atas dasar analogi belum tentu benar. Struktur argumen ini digambarka n sebagai berikut: Premis (1) Premis (2) Konklusi:
X d a n Y memp unya i kemiripa n da lam ha l a, b, c, . .. X me mpuny a i ka rakteristik z . Y me mpun ya i ka rakteristik z .
Kemiripan dalam suatu analogi merupakan suatu hubungan konseptual dan bukan hubunga n fisis ata u keidentikan. Hubunga n a nalogis bersifat implisit dan 19
Dalam percakapan sehar i-har i, kata bulu (feather) sering dirancukan dengan rambut atau rambut kulit (fur). Orang sering mengatakan “bulu kucing” padahal yang dimaksud sebenarnya adalah “ rambut kucing.” Kera , anjing, dan kelinci tidak mempunyai bulu tetapi mempunyai ra mbut sehingga meretia tidak terma suk dalam kelas burung.
66
Bab 2
kompleks. Dalam banyak hal, penalar harus mengidentifikasi dan menyimpulkan sendiri hubungan kemiripan tersebut da lam a nalogi. B erikut a dalah suatu contoh argumen dengan a nalogi. Premis (1)
Nega ra a da lah ibarat sebuah kapa l pesiar deng an presiden seb ag ai nahkoda.
Premis ( 2)
Dalam kead aa n darurat, semua penumpa ng ha rus tunduk pad a perintah nahkoda tanpa kecuali.
Konklusi:
Dalam kea da a n krisis, presiden ha rus d iberi kekuas a an khusus untuk mengeluarkan unda ng-undang da rurat ya ng harus diikuti semua wa rga tanpa kecuali.
Dalam contoh di atas, hubungan kemiripan negara dan kapal dapat diinterpretasi bahwa keduanya sama-sama merupakan suatu wilayah (teritori) yang di dalamnya hidup sekelompok warga yang menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada seorang pemimpin. Penalar dapat juga menginterpretasi bahwa kemiripan tersebut berkaitan dengan pemerintahan atau manajemen. Karena kemiripan tersebut, disimpulkan bahwa kekuasaan (karakteristik, fungsi, atau sistem pemerinta han ) presiden sama dengan kekuasaan n ahkoda. Kesama an kekuasaan merupakan a rgumen untuk mendukung konklusi bahwa presiden dapat mengeluarkan undan g-undan g darura t da lam situasi krisis. Walaupun an alogi banya k digunaka n da lam a rgumen, argumen semacam ini banyak mengandung kelemahan. Perbedaan-perbedaan penting yang mempengaruhi (melemahkan) konklusi sering tersembunyi atau disembunyikan. Perbedaa n sering lebih dominan daripada kemiripan. D alam ana logi nahkoda misalnya, wa rga dalam ka pal jumlahnya lebih kecil dan tidak terdapat lembaga perw akilan seperti dalam negara. Karena bukan merupakan pembuktian, analogi sering disalahguna kan un tuk pembuktian sebagai cara untuk m engecoh oran g.
Argumen Sebab-Akibat Menyatakan konklusi sebagai akibat dari asersi tertentu merupakan salah satu bentuk a rgumen yan g disebut a rgumen dengan penyebaban (argument by causation) atau generalisasi kausal (causal generalization) . Hubungan penyebaban biasanya dinyatakan dalam struktur “ X mengha silkan Y ” a t a u “ X memaksa Y terjadi” atau “ X menyebabkan Y terjadi” ata u “ Y t erjadi a kibat X ” a t a u “ Y berubah karena X berubah.” Akan tetapi, pernyataan tersebut sebenarnya hanyalah cara memverbalkan bahwa A ber var i asi atau ber asosi asi dengan B teta pi tidak menunjukkan ba hw a a pa yang sebena rnya terjadi merupakan hubungan kausa l. U nt uk dapat menyata kan a danya hubungan kausal perlu diada kan pengujian tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kaidah untuk menguji adanya hubungan kausal ada lah a pa ya ng disebut kaidah kecocokan (method of agr eement), kaidah kecocokan negatif (negative canon of agreement) dan ka idah perbedaan (method of
Penalaran
67
di ffer ence) ya ng dikemukakan oleh J ohn St uart Mill (sehingga seluruh kaidah disebut denga n ka idah Mill). 20 Ka idah kecocokan menyata kan ba hw a jika dua kasus (at au lebih) dalam suat u fenomena mempunyai satu dan hanya satu kondisi atau faktor yang sama (C ) , ma ka kondisi tersebut da pat m enjadi penyebab t imbulnya gejala (Z) . Kaidah kecocokan negatif menyatakan bahwa jika tiadanya suatu faktor (C ) berkaita n dengan tiada nya gejala (Z) , maka ada bukti bahw a hubungan faktor dan gejala t ersebut bersifat kausa l. Kaidah perbedaan menyatakan bahwa jika terdapat dua kasus atau lebih dalam suatu fenomena, dan dalam salah satu kasus suatu gejala (Z) muncul sementar a dalam kasus lainnya gejala tersebut (Z) tidak muncul; dan jika faktor tertentu (C ) t erjadi ketika gejala tersebut (Z) muncul, dan faktor t ersebut (C) tidak terjadi ketika gejala tersebut (Z) t idak muncul; maka dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan kausal antara faktor (C) da n gejala (Z) tersebut. Da lam a rgumen, kasus-kasus dalam ketiga kaidah di ata s dapat diperlakukan sebagai premis. Kaidah ketiga sebenarnya merupakan gabungan antara kaidah pertama dan kedua. Kaidah Mill didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada faktor lain (selain C ) yang mempengaruhi gejala Z . Kaidah Mill digunakan untuk meyakinkan apakah hubungan dua faktor bersifat korelasional atau kausal. Kaidah Mill ini didiagra mkan da lam G amba r 2.10 di halam an berikut.
K r i ter i a P enyebaban Kaidah perbedaan Mill sebenarnya merupakan suatu rancangan untuk menguji secara ekperimental apakah memang terdapat hubungan kausal. Akan tetapi, kaidah t ersebut belum dapat sepenuhnya meyakinkan karena m ungkin ada faktor lain (selain C ) ya ng menyebabka n gejala Z terjadi. Oleh karena itu, unt uk menguji dan menyatakan bahwa suatu faktor atau variabel (C ) menyebabkan suatu gejala at au variabel lain (Z) terjadi, tiga krit eria berikut h ar us dipenuhi: (1) C d a n Z bervariasi bersama . Bila C berubah, Z juga beruba h. (2) Perubahan C terjadi sebelum atau mendahului perubahan Z t erjadi. (3) Tidak a da fakt or lain selain C yan g mempengaruhi perubaha n Z . Kriteria (1) harus dipenuhi karena hubungan sebab-akibat hanya terjadi jika ada perubahan baik faktor sebab maupun faktor akibat. Bila salah satu faktor berubah sementara yang lain t etap, maka jelas bahw a kedua faktor tersebut t idak berhubungan sama sekali. Perubahan di sini harus diartikan secara luas sebagai perbedaa n kea da a n (sta t us/klasifika si/gejala ) at au nila i (skor/peringka t ). Misa lnya keadaan kena kanker dan tidak kena kanker, merokok dan tidak merokok, diberi obat dan tidak diberi obat , muncul dan t idak muncul, serta sembuh dan tidak sembuh merupakan suatu perbedaan keadaan yang menggambarkan perubahan. Demikian juga, perbedaa n skor hasil pengukura n dua kasus at au lebih menunjuk20
Liha t Cooper a nd Schin dler (2001), hlm . 148-149.
68
Bab 2
kan adanya perubahan. Misalnya perbedaan skor rata-rata tes potensi akademik (TPA) sebelum da n sesudah mengikuti kursus, perbedaa n t ingkat kecerdasa n ya ng diukur pada wa ktu ya ng berbeda, perbedaa n kinerja sekelompok karya wa n yan g diukur pada waktu yang berbeda atau, dan perbedaan kinerja dua kelompok setelah ada nya sua tu percobaa n merupakan indikasi adanya perubaha n. Gambar 2.10 Ka ida h P enyeb a ba n Mill Kaidah Kecocokan Faktor Penjelas
Gejala
A
B
C
Z
Kasus 2
E
C
D
Z
Kasus 3
C
F
G
Z
Kasus 1
C
Konklusi
menyebabkan
Z
Kaidah Perbedaan Faktor Penjelas
Gejala
Kasus 1
A
B
C
Kasus 2
A
B
! C
Konklusi
C
Z -Z menyebabkan
(Ta k a da Z )
Z
Kriteria (2) harus dipenuhi karena penyebaban menuntut adanya pengaruh satu faktor terhadap faktor yan g lain dalam selang waktu t ertentu. J adi, harus ada selang waktu antara terjadinya perubahaan faktor sebab dan faktor akibat. Oleh karena itu, perubahan faktor sebab harus terjadi dahulu sebelum perubahan faktor akibat terjadi. Dengan kata lain, harus ada semacam ketergantungan atau dependensi faktor akibat pada faktor sebab. Selang waktu tersebut dapat sekejap ata u lama bergant ung pada masalah yang dibahas. U nt uk meyakinkan bah wa faktor sebab benar-bena r menyebabkan faktor akibat, kriteria (3) harus dipenuhi. Tidak adanya faktor-faktor lain selain faktor sebab yan g diteorikan ha rus diartikan ba hw a fa ktor-faktor lain tersebut memang tidak ada at au kalau a da, pengaruh faktor-faktor lain tersebut da pat dikenda likan, diukur, atau diisolasi sehingga diperoleh keyakinan yang tinggi bahwa perubahan
Penalaran
69
faktor sebab benar-benar menyebabkan perubahaan faktor akibat. 21 Misalnya, untuk meyakinkan a pakah kegaduha n (noise) menyebabkan t urunnya produktivita s aya m petelur, fakt or lain ya ng diduga juga m erupakan penyebab sepert i penyina ran , temperatur, dan jenis makana n ha rus dikendalikan a ta u dijaga konstan .
Penalaran Induktif dalam Akuntansi Penala ran induktif dalam akunta nsi pada umumnya digunakan un tuk menghasilkan pernya ta an umum ya ng menjadi penjelasan (teori) terha dap gejala akunt ansi tertentu. Pernyataan-pernyataan umum tersebut biasanya berasal dari hipotesis yang diajukan dan diuji dalam suatu penelitian empiris. Hipotesis merupakan generalisasi yang dituju oleh penelitian akuntansi. Bila bukti empiris konsisten dengan (mendukung) generalisasi tersebut maka generalisasi tersebut menjadi teori yang valid dan mempunyai daya prediksi yang tinggi. Contoh pernyataan umum sebagai hasil penalara n induktif (generalisasi) ant ara lain ada lah: • Perusaha an besar memilih metoda akuntan si yang menurunkan laba. • Tingkat likuidita s perusaha an perdagan gan lebih tinggi daripada tingkat likuiditas perusaha an pemanufaktur an. • Tingkat solvensi berasosiasi positif dengan probabilitas kebankruta n perusahaan. • Pa rtisipasi manajer divisi dalam penyusunan anggaran mempunyai penga ruh positif terh ada p kinerja divisi. • Ambang persepsi etis wa nita lebih tinggi dibanding am bang persepsi etis pria da lam menilai kasus pelan ggaran etika at au h ukum. • U k u r a n a t a u b es a r -k ecil n ya (size) perusa ha an berasosiasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) dalam stat emen keuanga n. Secara statistis, generalisasi berarti menyimpulkan karakteristik populasi at as da sar karakt eristik sampel melalui pengujian stat istis. Misalnya, suatu teori har us diajukan un tuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan luas at au ba nya knya pengungkapan dalam statemen keuangan antarperusahaan. Teori tersebut misalnya dinyat akan dalam pernyat aa n umum (proposisi) terakhir dalam daft ar di atas yaitu ukuran perusahaan berasosiasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela. Proses penalaran induktif dalam contoh ini dapat dilukiskan dalam G amba r 2.11 di halam an berikut. Untuk sampai pada proposisi dalam contoh tersebut, tentu saja diperlukan argumen dalam bentuk rerangka atau landasan teoretis. Dalam proposisi ini, “ ukuran perusahaan” dan “ tingkat pengungkapan sukarela” merupakan konsep sedangkan “berasosiasi positif” merupakan hubungan yang diteorikan. Agar proposisi dapat diuji, konsep dalam proposisi harus didefinisi secara operasional 21
Dalam sua tu percobaan at au penelitian eksperimental, tingkat keyakinan bahw a fakt or tertentu benar-benar merupakan penyebab faktor ya ng lain disebut dengan validita s internal.
70
Bab 2
menjadi suatu variabel yang dapat diamati dalam dunia nyata sehingga konsep abst ra k dapat diukur. Dala m cont oh ini, aset (dapat juga penjuala n) dijadika n definisi operasional (proksi) ukuran perusahaan sedangkan banyaknya butir pengungkapan yang tidak diatur oleh standar akuntansi merupakan de finisi pengungkapan sukarela. Da lam pengujian st at istis, hubungan teoretis ant arva riabel sering dinyatakan dalam bentuk hipotesis. 22 Gambar 2.11 Co ntoh P ena la ra n Induktif da la m Akunta nsi
Tataran abstrak Rera ngka /lan da sa n teoretis Hubunga n teoretis
Konsep:
Konsep: Ukuran perusa haa n
Tataran empiris
Proposisi
Definisi operasional
Variabel Y :
Variabel X : Hipotesis
Aset
Pengukuran sampel
Sampel
Ting kat peng ungka pa n sukarela
X
Banya knya pengungkapa n yang tida k diwa jibkan oleh standar.
Generalisasi sebagai penalaran induktif
Pengukuran sampel
Peng ujian hubung an s eca ra statistis (denga n regresi, korelas i, a tau lainnya)
Y
Setelah definisi operasional diukur untuk sampel amatan, konsep-konsep yang diteorikan direpresentasi dalam bentuk variabel dan diberi notasi (misalnya X dan Y) agar ana lisis dat a mudah dilakukan. U ntuk m enguji hipotesis, hubungan 22
P roposisi sering disebut dengan hipotesis. Istilah proposisi biasanya digunakan dalam tat ara n (level) teoretis atau abstrak sedangkan istilah hipotesis biasanya digunakan dalam tataran empiris atau pengujian. Dalam penelitian akuntansi, kedua istilah sering tidak dibedakan dan digun akan secara saling tukar.
71
Penalaran
antara variabel diuji dengan alat statistis tertentu (misalnya regresi). Bila pengujian secara statistis menunjukkan bahwa hubungan antara variabel secara statistis signifikan, berarti ada keyakinan tinggi (misalnya tingkat keyakinan 95%) bahw a teori yan g diajukan didukung secara empiris sehingga dapa t dilakukan generalisasi. Dar i contoh di at as, generalisasi secara formal dapat dinyata kan dalam pena laran induktif sebagaiman a t ampak pada ar gumen di bawa h ini. Premis:
Konklusi:
Peng ama tan (sampel) menunjukkan ba hwa makin bes ar as et perusa haa n makin ba nyak butir pengung kapan ya ng disa jikan pe rusa haa n da lam s tatemen keuang an. Hubunga n ini sec a ra s tatistis s ign ifikan pa da " = 0, 05. Ukuran a tau bes a r-kecilnya (size) perusahaa n beras osiasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) dalam statemen keuangan.
Dalam praktiknya, penalaran induktif tidak dapat dilaksanakan terpisah dengan penalaran deduktif at au sebaliknya. Kedua pena laran tersebut sa ling berkaitan. Premis dalam penalaran deduktif, misalnya, dapat merupakan hasil dari suatu penalaran induktif. Demikian juga, proposisi-proposisi akuntansi yang diajukan da lam penelitian biasa nya diturunkan dengan penala ran deduktif. Bila dikaitkan dengan perspektif teori yang lain, teori akuntansi normatif biasanya berbasis penala ran deduktif sedangkan teori akunt an si positif biasan ya berbasis penalaran induktif. Secara umum dapat dikat akan ba hw a t eori akunta nsi sebagai penalaran logis bersifat normatif, sintaktik, semantik, dan deduktif sementar a teori a kunta nsi sebaga i sains bersifat positif, pragmat ik, dan induktif. Buku ini memandang teori akuntansi sebagai penalaran logis dalam bentuk perekayasaan pelaporan keuangan. Oleh karena itu, pembahasan buku ini lebih berhaluan normatif sehingga banyak menerapkan penalaran deduktif dengan fokus bahasa n ya ng bersifat struktura l (sint aktik) dan seman tik.
Kecohan (Fallacy) Dalam kehidupan sehari-hari (baik akademik maupun nonakademik), acapkali dijumpai bahw a a rgumen yang jelek, lemah, tidak sehat, a ta u bahkan tidak ma suk akal ternyata mampu meyakinkan banyak orang sehingga mereka terbujuk oleh argumen tersebut padahal seharusnya tidak. Bila hal ini terjadi, akan banyak praktik, perbuatan, atau tindakan dalam masyarakat yang dilandasi oleh teori atau alasan yang tidak sehat. Akibatnya praktik itu sendiri menjadi tidak sehat. Cederblom dan P aulsen (1986) membah as ha l ini dengan menga jukan perta nya an : “Why are bad arguments sometimes convincing?” P e r t a n y a a n t e n t a n g a d a n y a kecohan pena laran da lam akunta nsi misalnya ada lah “ Mengapa istilah ya ng salah banya k dipakai oran g?” Telah dibahas sebelumnya bahw a keyakinan mempunyai beberapa sifat ya ng menjadikan perubahan atau pemertahanan keyakinan tidak semata-mata dilandasi oleh validitas da n kekuat an argumen t etapi juga oleh fa ktor man usia. Da lam
72
Bab 2
kasus tertentu (bahkan dalam konteks ilmiah a ta u aka demik), man usia lebih terbujuk at au terkecoh oleh emosi ata u kepentinga n pribadi da ripada logika. Dengan kata lain, keyakinan tidak selalu diperoleh melalui argumen logis atau akal sehat. Apapun fakt or yang menyebabkan, bila t erdapat suat u asersi yang nya ta nya m embujuk dan dianut banya k oran g pada hal sehar usnya tidak lanta ran a rgumen yang diajukan mengandung cacat (faulty) , maka pasti terjadi kesalahan yang disebut kecohan atau salah nalar (fallacy) . Cederblom dan Paulsen (1986) mendefinisi pengertia n kecohan sebagai berikut:
A fallacy i s a ki nd of ar gument or appeal that tends to per suade us, even though i t i s faulty. ... Fallacies ar e arguments that tend to per suade but should not per suade (hlm . 102). Kita h arus mengenal berbagai kecohan aga r kita wa spada ba hw a ha l semacam itu memang a da sehingga kita t idak terkecoh a ta u mengecoh orang lain secara ta k sengaja. Orang dapat terkecoh oleh dirinya sendiri sehingga dia berpikir bahwa dia mengajukan a rgumen yan g valid pada hal sebenar nya tidak valid. Sebaliknya , orang dapat mengecoh orang lain dengan sengaja semata-mata karena ingin memaksakan kehendak atau ingin menangnya sendiri sehingga dia akan menggunakan segala taktik untuk meyakinkan orang lain tentang keyakinan atau pendapatnya dengan menyampingkan masalah pokok atau menyembunyikan argumen yang valid. Oleh karena itu, perlu dibedakan kecohan lantaran taktik at au a kal bulus (ya ng oleh Nickerson disebut denga n stratagem) dan kecohan lantara n salah logika at au na lar dalam argumen (r easoni ng fallacy). 23 Ciri yang membedakan keduanya adalah ma ksud ata u niat (intention) unt uk berar gumen.
Stratagem Stratagem adalah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi keyakinan orang dengan cara selain mengajukan argumen yang valid atau masuk akal (rea sonable argument) . Stratagem merupakan salah satu bentuk argumen karena merupakan upaya untuk menyakinkan seseorang agar dia percaya atau bersedia mengerjakan sesuatu. Berbeda dengan argumen yang valid, stratagem biasanya digunaka n unt uk membela pendapat ya ng sebenar nya keliru at au lemah dan tidak dapat diperta han kan secara logis. Karenan ya, stra ta gem dapat mengandung kebohongan (decei t) dan muslihat (trick) . Biasanya, stra tagem digunakan dengan niat semata-mata untuk memaksakan kehendak, membujuk orang agar meyakini sesuat u, menjadika n h al ya ng t idak ba ik/benar kelihat an baik/benar, ata u menjatuhkan lawan bicara dalam debat atau perselisihan. Stratagem dapat melibatkan salah nalar walaupun tidak harus selalu demikian. Artinya, argumen yang logis tidak selalu dapat membujuk. Oleh karena itu, keyakinan kadang-kadang dianut bukan karena kekuatan argumen semata-mata tetapi juga karena stratagem. 23
Pengertian kecohan yang diajukan oleh Cederblom da n P aulsen meliputi pula stra ta gem sedangkan istilah kecohan oleh Nickerson dibat asi pada pengertian sebagai salah nalar. Stra tagem juga sering disebut sebagai argumen informal sementara penalar an logis disebut sebaga i argumen formal.
Penalaran
73
Str at agem banya k dijumpai dalam a rena politik wa laupun tidak tertut up kemungkinan bahwa hal tersebut dijumpai dalam diskusi ilmiah. Pakar atau ilmuwan kadan g kala lebih menunjukkan stra ta gem dar ipada argumen ya ng valid. Berikut ini dibahas beberapa stratagem yang sering dijumpai dalam diskusi atau perdebat an baik politis ma upun akademik.
Per suasi Tak langsung Persuasi taklangsung merupakan stratagem untuk menyakinkan seseorang akan kebenaran suatu pernyataan bukan langsung melalui argumen atau penalaran melainkan melalui cara-cara yang sama sekali tidak berkaitan dengan validitas argumen. Contoh persuasi taklangsung ban yak dijumpai dalam periklana n (advertising) . Untuk membujuk agar orang mau membeli produk, orang tidak disuguhi argumen tentang mengapa produk tersebut berkualitas melainkan ditunjuki peman danga n ba hw a seorang selebritis mengguna kan produk tersebut. H ara pannya adalah orang yan g tidak menggunakan produk akan merasa bahw a dia t idak termasuk dalam golongan yang bergaya hidup selebritis. Oran g yang ra siona l tentunya tidak mudah terbujuk oleh stra ta gem tersebut. Akan t eta pi, teknik-teknik persuasi sudah can ggih dan h alus sehingga oran g yan g ra siona l pun ma sih terkecoh secar a emosiona l.
M embi di k Or ang nya Str at agem ini digunakan un tuk melemah kan at au menjat uhkan suat u posisi a t a u pernyat aan dengan cara menghubungan pernyat aan ata u ar gumen yang diajukan seseorang dengan pribadi orang tersebut. 24 Alih-alih menga jukan kontra -ar gumen (counter-argument) yang lebih valid, pembicara mengajukan kejelekan atau sifat yang kurang menguntungkan dari law an berargumen. J adi, yang dilawan orangnya bukan argumennya. Dengan cara ini diharapkan bahwa daya bujuk argumen akan menjadi turun atau jatuh. Taktik ini sering disebut argumentum ad hominem. Berikut ini adalah beberapa cont oh strat agem ini. • Dia tidak mungkin menjadi pemimpin yang andal karena dia bekas militer (at au t aha na n politik yang perna h dihukum). • P raktisi akuntansi yang tidak mengikuti standar akunta nsi seperti apa ada nya a dalah orang yan g tidak loyal dan tidak profesiona l. • J angan menggunakan istilah tersebut karena yang mengusulkan orang Yogya. (Saya tida k setuju istilah itu karena itu istilah Yogya.) • P rogram t ersebut tidak valid didukung karena yang mengajukan ada lah par ta i politik A. • Kurikulum ini harus diganti total karena yang mengembangkan adalah pengelola la ma (rezim orde ba ru). 24
Posisi yang dimaksud di sini adalah posisi setuju (mendukung) atau tidak sejutu (menolak) terhada p suatu gagasan , ide, usul, konsep, at au kebijakan.
74
Bab 2
B erkaita n dengan stra ta gem ini, orang sering menggunakan ta ktik ungkapan merendahkan (put-downs) untuk menya ngga h/menghinda ri argumen dengan ungkapan-ungkapan berikut (diucapkan dengan nada meninggi): • “ S em ua or a ng t a hu it u! ” • “ S a y a t i da k per ca y a a n d a d a pa t m e n ga t a k a n h a l it u ! ” • “ Yang anda kat akan itu adalah lelucon baru yang belum pernah saya dengar!” • “Apa itu kok aneh-aneh, seperti kuran g pekerjaa n saja!” (Sebagai reaksi terhada p istilah a kunta nsi baru yang bar u saja didengarnya .)
M enyampi ng k an M asalah Str at agem ini dilakukan dengan cara mengajukan a rgumen yang tidak bertumpu pada ma salah pokok ata u dengan cara mengalihkan m asalah ke masalah ya ng lain yang t idak berta uta n. H al ini sering dilakukan orang jika dia (karena sesuatu hal) tidak bersedia menerima argumen yang dia tahu lebih valid dari argumen yang dipegan gnya. P enyampingan masa lah ini juga merupakan salah satu contoh salah nalar karena penyampingan dilakukan dengan memberi penjelasan yang tidak menjaw ab ma salah. B erikut ini adalah beberapa contoh stra ta gem ini. • G erakan a ntikorupsi tidak perlu digalakkan lagi karena nya tan ya banya k oran g yan g melakukan korupsi tidak mendapatkan sanksi hukum. • Pembenaha n istilah akuntansi tidak perlu dilakukan karena dalam komunikasi yang penting kita t ahu m aksudnya. • Mengapa istilah kos seharusnya digunakan a lih-alih biaya? Strat agem: Apa bedan ya dengan kos-kosan (tempat mondok)? Dari contoh di atas, penyampingan masalah terjadi karena orang tidak lagi menyajikan argumen tandingan yang valid terhadap pernyataan yang ingin disanggahnya (yaitu perlunya pemberantasan korupsi). Dalam contoh kedua, misalnya, orang tidak lagi membahas arti pentingnya pembenahan melainkan mematikan a ta u memotong diskusi dengan mengajukan a lasan ya ng menyimpang dari ma salah pokok. Da lam cont oh ketiga, penya nggah tidak bertan ya secara ilmiah atau akademik mengapa demikian tetapi malahan mengolok-olok penggagas at au gaga san unt uk menyam pingkan ma salah pokok. Bila ha l semacam ini terjadi dala m forum ilmiah a ta u aka demik, ha l tersebut sebenar nya merefleksi kepicikan penya ngga h ya ng justr u pant as un tuk diolok-olok. Strat agem penyampingan masalah (avoi di ng the i ssue) sering digunaka n oleh politikus untuk menghidari pertanyaan yang dapat memalukannya dalam suatu jumpa pers dengan cara menyalahartikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang disalahartikan tersebut. Hal ini sama dengan taktik mahasiswa yang tidak dapat menjawab pertanyaan dalam ujian tetapi kemudian sengaja menyalahartikan maksud pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang disalahartikan tersebut
Penalaran
75
dengan baik. Kemudian dia da ta ng ke dosennya , setelah t ahu nilainya jelek, untuk memprotes dan berargumen bahwa itulah yang dipahami tentang pertanyaan ujian (meskipun dia ta hu benar maksud sebenar nya perta nya an). Penya mpingan masa lah pokok sering disebut dengan ta ktik r ed her r i ng dalam perdebatan politik untuk menutupi ata u menghindari kekalaha n da lam a rgumen. R ed her r i ng adalah praktik dalam perburuan untuk menghalangi anjing pelacak membaui sasar an dengan cara memasa ng ikan herring melinta ng pada jalan seta pak at au jejak (trail).
M i sr epr esenta si Stratagem ini digunakan biasanya untuk menyanggah atau menjatuhkan posisi lawan dengan cara memutarbalikkan atau menyembunyikan fakta baik secara halus maupun terang-terangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara misalnya: mengekstremkan posisi lawan, menyalahartikan maksud baik posisi lawan, atau menonjolkan kelemah an dan menyembunyikan keunggulan a rgumen lawa n. Sebagai contoh, seorang anggota DPR dari Partai A mengajukan argumen untuk mendukung agar pemerintah mengurangi anggaran untuk pertahanan dan menambah anggaran untuk pendidikan. Anggota dari Partai B, sebagai penyanggah, menuduh anggota da ri Pa rta i A ingin menghancurkan militer dan menempatkan negara pada kondisi kurang aman. Ini merupakan misrepresentasi dengan mengekstremkan posisi lawan. Contoh lain misalnya adalah seorang mahasiswa, Amin, meminta dosennya untuk mengomentari tulisan atau proposal skripsinya. Dosennya menyarankan perbaikan-perbaikan yang rinci dan jelas. Amin, yang mengharapkan untuk mendapat pujian dari dosennya, mengeluh dengan mengatakan kepada temantemannya bahwa dosen tersebut sangat rewel padahal tulisan atau proposalnya memang amburadul. Berkaitan dengan strategi ini adalah apa yang dikenal dengan istilah the deceptive use of tr uth . Dengan taktik ini, penalar menunjukkan fakta atau keben a r a n (truth) tetapi tidak secara utuh atau hanya sebagian. Pengiklan obat menun jukkan kha siat obat ta npa menun jukkan efek sam ping. Peneliti menunjukkan perbedaan karakteristik dua kelompok dengan menggambar grafik perbedaan di bagian ujung saja sehingga perbedaan yang secara statistis tidak signifikan menjadi t am pak secara ekonomik signifikan . Ada berba gai cara lain un tuk mengelabuhi dengan stat istik tanpa ha rus berbohong.
I mbauan Cacah Str at agem ini biasan ya digunakan untuk mendukung suatu posisi dengan menunjukkan bahwa banyak orang melakukan apa yang dikandung posisi tersebut. Sebaga i cont oh, suat u kelompok memegang posisi untuk m embolehkan pena ikan h a r g a (mark-up) kontrak atau tender karena banyak rekanan melakukan hal tersebut. Da lam promosi produk, pengiklan membua t klaim “ Sembilan da ri sepuluh bintan g film menggunakan sabun merek X” untuk membujuk konsumer agar
76
Bab 2
membeli sabun tersebut. Imbauan cacah (appeal to number ) didasarkan pada asumsi bahwa majoritas orang melakukan suatu hal atau popularitas suatu hal menunjukkan bahwa hal tersebut adalah benar atau tidak dapat salah. Mengajukan asumsi ini untuk mendukung posisi tidak sam a dengan mengajukan argumen teta pi lebih merupakan stra ta gem. Agar tidak terkecoh, orang harus memegang prinsip bahwa suatu hal tidak menjadi benar lantaran banyak orang yang melakukannya atau popular sebagaimana pepatah yang berbunyi the fact that many people do thi ng does not make i t right . Misalnya, kenyataan bahwa banyak orang melakukan korupsi tidak membuat korupsi menjadi benar. Penalar (reasoner) yang bijak, lebih-lebih akademisi, akan mempertimbangkan suatu gagasan atas dasar bukti pendukung (argumen) yang valid dan bukan ata s dasar banya knya orang yang memegang gagasan itu. Mirip dengan stra ta gem ini adalah apa ya ng dikenal dengan istilah peringanan lewa t generalisasi (di luti on by gener alization) . Misalnya seora ng politikus mendukung posisi bahw a Ketua DP R yang dijat uhi hukuman karena t indakan korupsi masih tetap dapat menjabat dengan argumen bahwa tidak ada orang yang sempurna (no one is per fect). Apa yang sebenarnya dikatakan adalah bahwa melakukan korupsi ada lah sua tu bentuk ketidaksempurnaa n man usia. Tindakan korupsi sah-sah saja selama orang mengakui ketidaksempurnaan manusia. Akan tetapi, penalar terkecoh da lam ha l ini karena dia m enyama rat akan semua jenis ketidaksempurnaan. Dengan kecohan ini, orang dapat menerima argumen bahwa pembunuh dan pencuri tidak perlu dihukum karena tidak seorangpun sempurna.
I mbauan Autor i tas Stratagem ini mirip dengan imbauan cacah kecuali bahwa banyaknya orang atau popularitas diganti dengan autoritas. Stratagem ini dapat juga dianggap sebagai salah satu jenis argumen ad homi nem (membidik ora ngny a). Argumen membidik orangnya yang dibahas sebelumnya berusaha menjatuhkan daya bujuk argumen dengan menjatuhkan kredibilitas penggagasnya. Dengan imbauan autoritas, orang berusaha meningkat kan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan ba hwa posisi tersebut dipegang oleh orang ya ng mempunyai aut orita s dalam masa lah bersangkutan tanpa menunjukkan bagaimana autoritas bernalar. Apakah stratagem ini dapat dian ggap sebagai kecohan bergant ung pada situasi nyat a ya ng melatarbelakangi karena kalau autoritas dan penalarannya memang layak orang akan terbujuk ke arah yang benar. Akan tetapi, kalau autoritas semata-mata dijadikan alat untuk membujuk maka kecohanlah yang terjadi. Lebih-lebih dalam hal akademik atau pengembangan ilmu pengetahuan, kalau autoritas akademik diganti dengan a utorit as politis (kekuasa an /jaba ta n) dalam mengevaluasi suat u gaga san at au idea, kemungkina n terjadinya kecohan a kan semakin besar. Mema ng selaya knyalah bahwa pernyataan orang autoritatif akan lebih mendapat bobot dibanding orang a wa m. Akan t etapi, penalar an di balik pernya ta an har us tetap menjadi pertimbangan utama. Sebagai contoh, seorang akademisi ditanya mengapa dia memakai istilah beban bukan biaya untuk padan kat a expense. Akademisi tersebut da pat m enga-
Penalaran
77
jukan stratagem bahwa dia menggunakan istilah beban karena autoritas (Ikatan Akuntan Indonesia) menggunakan istilah tersebut t anpa mempersoalkan apakah istilah t ersebut layak at au tidak padah al dia ta hu bahw a istilah beban t idak valid (tidak da pat didukung secara argumenta tif). 25 Agar kita tidak terkecoh atau terperangkap ke stratagem, beberapa prinsip yang diajukan Nickerson (1986, hlm. 114-115) berikut dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan argumen atau penalaran:
• T he fact that an author i tative per son holds a particular vi ew does not make that view cor r ect. • T he fact that a highly knowledgeable i ndi vidual holds a cer tai n beli ef wi th r espect to hi s par ticular area of knowledge should carr y some weight. • A beli ef i s not necessari ly r i ght because i t is held by an exper t. Berkaitan dengan stratagem ini adalah imbauan autoritas yang tidak tepat (appeal to i nappr opri ate author i ty). Dengan taktik ini, penalar berusaha untuk meningkatkan kredibilitas dan daya bujuk suatu posisi dengan menunjukkan bahwa posisi tersebut juga dipegang oleh orang yang diakui sebagai ahli di bidang yang tidak berpautan dengan masalah yang dibahas. Memang orang yang telah menyandang julukan ahli atau pakar pada umumnya mempunyai kemampuan yang baik juga dalam menalar suatu gagasan di luar bidang keahliannya. Akan tetapi, tidak selayaknyalah dalam berargumen kita berasumsi bahwa orang yang memenuhi kualifikasi untuk berbicara dengan penuh autoritas dalam suatu bidang ilmu (karena telah menekuninya cukup lama) juga dengan sendirinya memenuhi kualifikasi untuk berbicara dengan penuh aut orita s dalam bidang ilmu lain yang tidak berkaitan. Untuk tujuan sensasional, jurnalis media masa atau televisi sering mengundang pakar atau penguasa untuk berbicara tentang masalah yang tidak dikuasainya atau yang keahliannya tidak bersangkutan sama sekali dengan masa lah ya ng diberitakan .
I mbauan Tr adi si Dalam beberapa hal, orang sering mengerjakan sesuatu dengan cara tertentu semata-mata karena memang begitulah cara yang telah lama dikerjakan orang. Dalam dunia ilmiah atau akademik, orang sering memegang suatu keyakinan dengan mengajukan argumen bahwa memang demikianlah orang-orang mempunyai keyakinan. Namun, kenyataan bahwa sesuatu telah lama dikerjakan dengan cara tertentu di masa lampau tidak dengan sendirinya menjadi argumen untuk 25
Stratagem yang lebih parah adalah bilamana ada seorang akademisi yang memilih istilah akademik yang menyimpang dengan alasan enak didengar bukan dengan alasan kaidah bahasa. Di sini, suatu istilah yang sifatnya a kademik dinilai atas dasa r telinga bukan a ta s dasar apa ya ng ada di balik telinga. Alasan enak didengar saja tidak cukup untuk membentuk istilah. Bila alasan ini digunakan padaha l terdapat alternat if istilah yang lebih baik maka alasan t ersebut dapat dikata kan sebagai stra tagem menyampingkan masalah .
78
Bab 2
meneruskan cara tersebut khususnya kala u terdapat cara lain yan g terbukti lebih valid ata u baik (secara rasional dan praktis). Misalnya seorang dosen berargumen bahwa skripsi mahasiswa harus ditulis dengan mesin ketik (bukan komputer) karena tradisi penulisan jaman dulu atau, bila boleh menggunakan komputer, dosen melarang mahasiswa mencetak kata yang biasanya diberi garis bawah dengan huruf miring karena mempertahankan tr adisi penulisan ilmiah jam an sebelum dat an gnya komputer. Di sini, dosen t ersebut tidak lagi berkepentingan untuk mengevaluasi argumen bahwa jaman dulu suatu kat a diberi garis bawa h karena m esin ketik tidak dapat menghasilkan hur uf miring sementar a itu secara tipografis penekanan kata akan lebih baik tam pilannya kalau kata dicetak dengan huruf m iring (garis bawa h merupakan distraksi). Imbauan terhadap tradisi juga mempunyai justifikasi sehingga tradisi tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Akan tetapi, justifikasi tersebut dapat menjadi kecohan kalau tia dipaksakan secara membabi buta. Ha l yang perlu dicata t da lam kaitannya dengan argumen ini adalah bahwa maksud baik tradisi tidak merupakan alasan yang kuat untuk mempertahankannya atau untuk menolak mempertimbangkan bukti baru kalau memang terdapat bukti kuat baru bahwa maksud tersebut t idak lagi valid. P rinsip ini sering disebut the pur pose defeats the law .
D i lema S emu Dilema semu (false dilemma) adalah taktik seseorang untuk mengaburkan argumen dengan cara menyajikan gagasannya dan satu alternatif lain kemudian mengkarakterisasi alternatif lain sangat jelek, merugikan, atau mengerikan sehingga tidak ada cara lain kecuali menerima apa yang diusulkan penggagas. Misalnya, da lam suat u perdebata n t entan g ama ndemen uda ng-undan g dasar, seoran g anggota fr aksi mengata kan (unt uk meyakinkan a nggota dewa n yan g lain): “Kita ha rus me nyetujui am an dem en ini a tau neg ara kita a kan ha ncur.”
Dasar pikiran argumen di atas adalah bahwa negara kita tidak boleh hancur dan ka renanya simpulan nya ada lah kita h arus menyetujui aman demen. Kecohan terjadi karena pengargumen mengklaim bahwa han ya ada dua alterna tif dan yan g satu jelas tidak diinginkan sehingga hanya alternatif yang diusulkannya yang har us diterima. Akan t etapi, dia mengecoh seakan-akan han ya a da dua alternat if padahal kenyataannya ada beberapa alternatif lain yang lebih valid. Sayangnya, dalam ban yak hal, oran g tidak cukup kritis untuk menan yakan a pakah ada alternatif lain yang lebih masuk akal. Struktur dilema semu (sering disebut inapproriate dichotomizing) dapat dinyat akan secara umum sebagai berikut: Kalau kita tidak memilih alternatif A, maka kita akan mengalami penderitaan atau kerugian a kiba t dipilihnya a lternatif B.
Dalam mengajukan stratagem di atas, orang sering menambahkan ungkapan penyangat seperti take i t or leave i t atau “pokoknya.” Penyangat “pokoknya”
79
Penalaran
sering sering dilandasi oleh oleh kekuasaan kekuasaan at au aut oritas pengargumen pengargumen (arguer). Argum Argum en di at as memang valid kalau dievaluasi dievaluasi ata s dasar st ruktur a rgumen saja, saja, yaitu: Pr emis major: Premis major: Premis min minor: or: Konklusi:
Ba ik A ata u B. Bukan B. A.
Walaupun valid strukturn ya, dilema dilema semu semu merupakan argumen ya ng t idak layak (unsound) karena premis premis majornya majornya “ Ba ik A ata u B ” adalah t akbenar akbenar mengmengingat bahwa kenyataannya ada alternatif-alternatif lain yang tidak disebutkan.
I mb mbauan auan E mo mosi si Apa yang dibahas sebel sebelumnya umnya ada lah stra ta gem gem yan g semat semat a-mat a-mat a menggunakan muslihat (trick) yang oleh Cederblom dan Paulsen (1986) disebut tipu daya (kecekatan) tangan pesulap (sleight of hand) ta npa melibat melibat kan emosi emosi pihak pihak yan g dituju. Daya bujuk argumen sering dicapai dengan cara membaurkan emosi dengan nalar (disebut confus confusii ng emoti motio on wi th r eason ason a t a u moti moti ve i n place of sups upPendeknya, da ya n alar orang dimat ikan ikan dengan cara menggugah menggugah emosinya emosinya . por por t ). Pendeknya, Membidik orangnya (argumen ad homi imbauan autoritas autoritas sebe sebenarnya narnya homi nem) nem) a tau imbauan merupakan merupakan salah sa tu bentuk imbauan emosi emosi.. Dengan menggugah emosi, pengargumen sebenarnya berusaha menggeser dukungan nalar (support) validitas argumennya dengan motif ( moti moti ve) ve) . Dengan ta ktik ini, ini, emos emosii orang ya ng dituju dituju diagitasi sehingga sehingga dia m erasa t idak enak unt uk tidak menerima alasan yang diajukan. Dua stratagem yang dapat digunakan untuk mencapai hal ini ada lah imbauan belas belas kasih ( appe appeal to pi pi ty) dan imbauan t ekan an /kekuasa a n (app ( appe eal to force for ce)). Oran g dikata dikata kan telah memanfaa tkan imbaua n belas belas kasih kasih ke anda bilama bilama na dia memaksa anda menyetujui sesuatu karena kalau anda tidak setuju dia akan menderita. menderita. Misalnya, seorang seorang ma hasiswa yan g telah dikeluarkan dikeluarkan dari universitas universitas (memang secara akademik tidak mampu menyelesaikan kuliahnya dalam waktu yang ditentukan) datang ke anda (kebetulan menjabat rektor) dan mengajukan pencabutan keputusan tersebut dan mengajukan argumen bahwa keputusan pengel pengeluara uara nnya akan menyebabkan menyebabkan dia dalam kesul kesulitan itan da n penderitaan penderitaan . Hal itu diajukan diajukan karena dia ta hu benar benar ba hw a memang dia pan pan ta s dike dikeluarkan luarkan a ta s dasar argumen akademik dan rasional. Anda tidak jadi mengeluarkannya karena anda tahu bahwa orang tersebut akan makin menderita kalau permohonan tidak dikabulkan. Akhirnya anda mengeluarkan surat untuk membolehkan mahasiswa tersebut meneruskan kuliah dengan menyatakan bahwa mahasiswa tersebut mam pu sec secara akademik. akademik. Konklusi Konklusi di sini sini a dalah maha sis siswa wa mam pu menyele menyelesaisaikan kuliah m eskip eskipun un bukti tida k mendukung. Kebalikan dari imbauan belas kasih adalah bilamana seseorang mamaksa anda menyetujui sesuatu karena kalau anda tidak setuju anda akan menderita atau menanggung akibatnya. Anda (mahasiswa) diminta untuk mengevaluasi
80
Bab 2
pendapat pendapat dalam art ikel ikel dose dosen n anda . Anda Anda tidak setuju setuju dengan pendapat pendapat tersebut tersebut karena meman g pendapat pendapat itu tidak va lid lid sec secara akademik tetapi anda mendukung mendukung secara secara penuh pendapat pendapat tersebut tersebut kar ena dosen dosen t ersebut ersebut a kan keras t erhadap a nda. Konklusi di sini adalah pendapat dosen tersebut valid meskipun bukti akademik tidak mendukung. mendukung. Dari dua contoh di atas, faktor yang membuat argumen menjadi persuasif adalah motif bukan validitas argumen. Kedua stratagem tersebut menempatkan orang menjadi tidak enak kalau tidak menerima (meyakini) konklusi meskipun keduanya keduanya tidak mengajukan mengajukan bukti pendukung pendukung unt uk meyakinkan ba hw a konklus konklusii adalah benar (valid). Cederblom dan Paulsen (1986) mendeskripsi karakteristik kedua stratagem ini sebagai berikut:
Wh en a per Whe per son ge g ets you to ag agrr ee to some somethi thi ng be because cause he wi ll be hur t if if you don’t do n’t agr ag r ee, thi th i s i s an app appe eal to pity pi ty.. I f so s ome meo one gets you you to agr ee beca caus use ehe wi ll hur t you you i f you don’t don’t agr ee, thi s i s an ap appe peal al to for for ce(hlm . 115) 115).
asoni ni ng F allac allacy) y) Salah Nalar (R easo Suat u ar gumen gumen boleh boleh jadi tidak meyakinkan meyakinkan at au persuasif persuasif karena a rgumen tersetersebut tidak didukung didukung dengan pena pena laran yan g valid. valid. Dengan Dengan kata lain, argumen menmenjadi tidak efektif karena tia mengandung kesalahan struktur logika atau karena tia tidak masuk akal ( unr un r easonable) asonable). Salah nalar terjadi apabila penyimpulan tidak didasarkan pada kaidah-kaidah kaidah-kaidah pena pena laran ya ng valid. valid. J adi, salah salah na lar ada lah kesalaha kesalaha n struktur a ta u prose prosess forma forma l penalara penalara n dalam menurunka n simpulan pulan sehingga sehingga simpulan simpulan menjadi menjadi salah at au tidak valid. Berbeda dengan stratagem yang lebih merupakan taktik atau pendekatan yang sengaja digunakan untuk meyakinkan kebenaran suatu asersi, salah nalar merupakan merupakan suat u bent bent uk kes kesalaha alaha n penyimpul penyimpulan an lan ta ran penalara nnya mengandung cacat sehingga simpulan tidak valid atau tidak dapat diterima. Demikian juga, salah nalar biasanya bukan kesengajaan (intentional) dan tidak dimaksudkan untuk mengecoh atau mengelabuhi ( to dece deceii ve) ve) . Kalau toh kecohan atau pengelabuhan terjadi, hal tersebut semata-mata karena penalar tidak menyadari bahwa proses atau struktur penalarannya keliru sehingga dia sendiri terkecoh. J adi, kec kecohan ohan at au salah na lar terjadi terjadi lanta ran penalar salah da lam mengaplik mengaplikasi asi kaidah penalaran. Walaupun salah na lar dapat dipakai dipakai sebagai sebagai suatu st rat agem ata u pena pena laran yang laya k sering sering didukung didukung dengan str at agem, tidak selayaknya selayaknya lah kaidah pena pena laran yang sangat baik ditolak semata-mata karena tia sering disalahgunakan. Penalar an juga bersifat bersifat kont kont ekstual. ekstual. Artinya Artinya , penalar penalar an valid yang efektif efektif dala m konteks yang satu belum tentu efektif dalam konteks yang lain. Demikian juga, stra ta gem gem yan g efek efektif tif dalam suatu situa situa si belum belum tentu efektif efektif dalam situasi yang lain. Berikut ini dibaha dibaha s bebe beberapa rapa salah nalar yang banya k dijumpai dijumpai dalam diskusi diskusi at au karya tulis profe profesi sional, onal, akademik, akademik, at au ilmiah. ilmiah.
81
Penalaran
M eneg enega a sk a n K on onsek sek u en Telah elah disinggung disinggung sebe sebelumnya lumnya bahw a agar argumen valid maka tia har us mengikumengikuti kaidah menegaskan anteseden ( affirming the antecedent a t a u modus ponens). B ila simpulan simpulan dia mbil denga denga n pola pola premis yan g menegaskan konsekuen, konsekuen, aka n terjadi salah na lar. lar. Berikut Berikut st ruktur da n cont cont oh argumen yang valid dan sa lah na lar. lar. Valid:
Takvalid:
Menegas kan anteseden (modus ponens)
Menega skan konsekuen
Premis (1): Premis (2): Konklusi:
J ika A, A, maka B . A. B.
Premis (1): Premis (1) : Premis Prem is ( 2) 2):: Konklusi:
J ika A, A, ma ka B B. A.
Contoh: Premis (1): Premis (2): Konklusi:
J ika s aya di Sema rang, maka sa ya di J aw a Tenga h. Sa ya di Sema rang. Sa ya di Ja wa Tengah.
Premis Prem is (1): (1) : Premis Prem is (2): (2) : Konklusi:
J ika s aya di Sema rang, maka sa ya d i J awa Tengah. Sa ya d i J awa Tengah. Sa ya di Sema rang.
Da lam cont cont oh di ata s, premis premis (2 (2) “S aya di Semaran g” menegaskan menegaskan a nt esed eseden en “J ika ika sa ya di Semara ng” sehingga sehingga konklus konklusii pasti pasti benarnya sec secara umum sedan sedan gkan premis (2 (2) “ Saya di J aw a Tengah” di sebe sebelah lah kan an menegaskan menegaskan konsekue konsekuen n sehingga sehingga konklusi konklusinya nya tidak va lid lid secara secara umum. J adi, untuk contoh sebel sebelah ah kana n, simpulan simpulan “ Saya di Semara Semara ng” ada lah tidak valid karena simpulan simpulan tidak mengikuti mengikuti premis ( does does no n ot follow fr om the pre pr emi ses) ses) . Kenyataan bahwa seseorang ada di J aw a Tengah Tengah tidak dengan dengan sendirinya sendirinya dia a da di Semar Semar ang. Dalam hal ini, penalar terkecoh karena menyamakan atau merancukan pernya ta an a ta u premis premis (1) (1) “J ika saya di Semar Semar an g, maka sa ya di J aw a Tengah” Tengah” dengan premis premis “J ika ika saya di J aw a Tengah, Tengah, maka saya di Semara Semara ng.” P remis terakhir ini menjadikan menjadikan konklusi konklusi di sebe sebelah lah ka na n (“ Saya di Semara ng” ) valid. valid. 26 Salah nala r terjadi terjadi karena premis premis “J “J ika ika A, A, maka B ” disamakan dengan premis premis “J “J ika ika B , maka A” padaha l kenyat kenyat aa nnya tidak selalu demiki demikian an . Kecohan Kecohan ini sering sering terjadi terjadi karena dalam beberapa hal memang benar bahwa kalau B mengikuti A maka benar pula bahwa A mengikuti B. Misalnya pernyataan “bila ada api, maka ada asap” dapat dinyatakan pula “bila ada asap, maka ada api” karena memang demikian adanya. Kedua pernyataan tersebut merupakan pernyataan fakta yang tidak dapat disangkal.
26
Walaupun demikian, demikian, makna ked kedua ua pernyat aa n tersebut berbeda. berbeda. “J ika saya di Semarang, ma ka s a y a d i J a w a Te n ga ga h ” m e r u pa pa k a n p e r n y a t a a n f a k t a s e d a n g ka ka n “ J i ka ka s a y a d i J a w a Te n ga ga h , m a k a s a y a di Semara Semara ng” merupakan pernya pernya ta an empiris empiris atau sekadar janji. janji.
82
Bab 2
M enyang k al A nteseden Kebalikan da ri salah n alar menegaskan konsekuen a dalah menyangkal a nteseden. Suatu argumen yang mengandung penyangkalan akan valid apabila konklusi ditarik mengikuti kaidah menyangkal konsekuen ( denyi ng the consequent a t a u modus tollens). B ila simpulan diam bil dengan struktur premis yang menyangkal ant eseden, simpulan a kan menjadi t idak valid. B erikut str uktur da n contoh ar gumen yang valid dan salah nalar. Valid:
Takvalid:
Menyangkal konsekuen (modus tollens)
Menyang kal anteseden
Premis (1): Premis (2): Konklusi:
J ika A, maka B . Tida k B.
Premis (1): Premis (2): Konklusi:
Tida k A.
J ika A, ma ka B Tida k A. Tida k B.
Contoh: Premis (1): Premis (2): Konklusi:
J ika s aya di Sema rang, maka sa ya d i J awa Tengah. Sa ya tida k di J aw a Tenga h. Saya tidak di Semarang.
Premis (1): Premis (2):
J ika s aya di Sema rang, maka sa ya d i J awa Tengah. Saya tidak di Semarang.
Konklusi:
Sa ya tida k di J aw a Tenga h.
Konklusi di sebelah kanan tidak valid karena premis (2) menyangkal anteseden (“J ika saya di Semara ng” ). Konklusi aka n va lid bila premis (1) diubah m enjadi “J ika saya di J aw a Tengah, maka saya di Semaran g” sehingga argumen mengikuti pola modus tollens . Akan teta pi, makna premis ini tidak lagi sama dengan ma kna premis semula. J adi, salah n alar akibat m enegaskan konsekuen a ta u menyangkal ant eseden dapat t erjadi karena makna “ jika A, maka B” disama kan a ta u dikacaukan dengan “ jika B , maka A.”
Pentak saan (Equivocation) Salah nalar dapat terjadi apabila ungkapan dalam premis yang satu mempunyai makna yang berbeda dengan makna ungkapan yang sama dalam premis lainnya. Da pat juga, salah nala r t erjadi karena konteks premis yang sat u berbeda dengan konteks premis lainnya. Argumen dalam bahasa Inggris berikut memberi ilustrasi sala h n a lar ini (Nickerson, 1986, hlm. 4). P remis ma jor: Premis minor: Konklusi:
Nothing is better than eternal happiness. A ham sandwhich is better than nothing.
A ham sandwhich is better than eternal happines.
83
Penalaran
Secara struktural, argumen di atas menjadi salah nalar karena kata nothing dalam premis major berbeda ma knanya dengan kata nothing da lam premis minor. Da lam premis major, nothing berma kna tidak ada satupun da ri himpuna n objek yang memenuhi syara t sehingga kebaha giaan a badi adalah sat u-satun ya yan g terbaik. 27 Sement ara itu, nothing dala m premis minor bermakna tidak tersedianya anggota lain da lam himpunan yang di dalamnya ham sandwhi ch merupakan salah satu anggota sehingga ham sandwhich bukan satu-satunya yang terbaik. 28 J a d i , nothing dalam premis major mensyiratkan kebahagiaan abadi sebagai sesuatu yang terbaik sedangkan nothing dalam premis minor mensyiratkan ham sandwhich sebagai sesuatu yang terjelek sehingga konklusi tidak masuk akal atau tidak va lid. Salah na lar seperti ini terjadi karena penalar berma ksud menerapkan kaidah transitivitas (transitivity) teta pi tidak memenuhi syarat . Tran sitivitas da n cont oh dapat dinya ta kan sebagai berikut: Kaidah:
Contoh:
Premis (1): Premis (2):
B > C. A > B.
Premis (1): Premis (2):
Konklusi:
A > C.
Konklusi:
Baroto lebih rajin daripada Candra. Anton lebih rajin daripada Baroto. Anton lebih rajin d aripa da Ca ndra.
Argumen dalam contoh di atas valid apabila unsur B atau Baroto mengacu pada ma kna a ta u objek yang sa ma sehingga tidak t erjadi penta ksaan.
Per ampatan-lebih (Overgeneralization) 29 Salah nalar yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah melekatkan (mengimputasi) kar akt eristik sebagian kecil an ggota ke seluruh a nggota h impunan, kelas, atau kelompok secara berlebihan. Bila seseorang menyimpulkan bahwa warga Kampung X adalah pencuri karena dia mendapati bahwa dua pencuri yang ba ru saja ditangkap berasal dari Ka mpung X maka dia t elah melakukan salah na lar. Perampatan atau generalisasi itu sendiri bukan merupakan salah nalar. Kemampuan merampatkan merupakan suatu kemampuan intelektual yang sangat penting da lam pengembangan ilmu. Masalahnya ada lah bila derajat peram patan begitu ekstrem (atas dasar sampel atau pengamatan terbatas) sehingga mengabaikan kemungkinan bahwa apa yang diamati merupakan peluar (outlier) atau pengecualian (exceptions to the r ule) . Dalam penelitian empiris, ukuran 27
D a l a m b a h a s a s t a t i s t i k a a t a u m a t e m a t i k a , nothing di sini bermakna himpunan kosong (tidak mempunyai anggota). 28 H am sandwhi ch merupakan salah satu anggota himpunan sandwhi ch y a n g d a p a t t e r d i r i a t a s beef, cheese, chi cken, ham, peanut-butter, d a n tuna sandwhi ch. Dalam ha l ini, dapat saja beef a t a u cheese sandwhi ch lebih baik daripada ham sandwhi ch. 29 Istilah perampatan digunakan oleh Anton M. Moeliono dalam K embara Bahasa: K umpulan K arang an Ter sebar (Ja kar ta : PT G ra media, 1989), hlm. 125.
84
Bab 2
sampel yang terlalu kecil dan kurangnya kerepresentatifan sampel dapat mengha silkan konklusi yan g keliru. Salah n alar yan g barta lian dengan peram pata n lebih adalah apa yan g dikena l dengan istilah penstereotipaan (stereotyping) . Salah nalar ini terjadi bila penalar mengkategori seseorang sebagai anggota suatu kelompok kemudian melekatkan semua sifat atau kualitas kelompok kepada orang tersebut. Misalnya, orang mengeta hui bahw a par a a kuntan publik umumnya ada lah kaya (sifat kelompok). Salah n alar da pat terjadi kalau penalar menyimpulkan ba hw a H arima n pasti kaya karena dia ada lah akunt an publik.
Parsialitas (Partiality) Penalar kadang-kadang terkecoh karena dia menarik konklusi hanya atas dasar sebagi an dari bukti yang tersedia yang kebetulan mendukung konklusi. Hal ini mirip dengan perampata n lebih lant ara n sa mpel kecil ata u ketakrepresentat ifan bukti. Kadang-kadang kita sengaja memilih dan melekatkan bobot yang tinggi pada bukti (argumen) yang cenderung mendukung konklusi at au keyakinan yan g kita sukai dengan mengabaikan bukti yang menentang konklusi tersebut. Kesalahan semacam ini tidak harus merupakan suatu stratagem karena penalar tidak bermaksud mengecoh atau menjatuhkan lawan tetapi karena semata-mata dia tida k objektif (bias) dala m pengguna an a ta u pengumpulan bukt i. Dalam penelitian, peneliti sering bias dalam pengumpulan data dengan membuat pertanyaan yang mengarahkan responden (disebut leading questions ). Bila peneliti berupaya unt uk mendukung t eori yan g disukainya dengan mengar ahka n bukti secara bia s, hal tersebut disebut memba ngun ka sus (buildi ng the case) .
Pembuk ti an dengan A nalogi Telah dibahas sebelumnya ba hw a ana logi bukan merupakan cara untuk m embuktikan (to prove) validitas atau kebenaran suatu asersi. Analogi lebih merupakan suatu sara na untuk m eyakinkan bahw a asersi konklusi mempunyai kebolehjadian (likelihood) untuk benar. Dengan kata lain, bila premis benar, konklusi atas dasar ana logi belum tentu benar. J adi, ana logi dapat m enghasilkan salah n alar. Menya ta kan ba hw a dua objek sama at au serupa dalam beberapa aspek (misaln y a a, b, d a n c) lebih dimaksudkan untuk menunjukkan kemiripan kedua objek tersebut. Na mun demikian , mengeta hui bahw a dua objek sama dalam aspek a, b, d a n c tidak menjadi bukti bahwa kedua objek tersebut juga sama dalam aspek d. Bila diketahui bahwa kedua objek tersebut serupa dalam aspek d maka analogi tidak diperlukan unt uk membuktikannya . B ila t idak diketa hui bahw a dua objek sama dalam aspek d, salah nalar dapat terjadi bila oran g mengat akan ba hw a karena X an alogus dengan Y dalam aspek a, b, d a n c, X juga past i punya d karena Y punya d. J adi, Y punya d bukan merupakan bukti bahwa X punya d meskipun X dan Y analogus. Kesalahan semacam ini dapat dicontohkan sebagai berikut:
85
Penalaran
P remis (1): P remis (2): Konklusi:
Komputer mempunya i CP U yang bekerja s eperti otak. Ota k be rpikir. Komputer berpikir.
Dalam pengembangan istilah, analogi sering diartikan sebagai mengikuti kaidah atau struktur ungkapan yang sama. Dengan makna ini, menggunakan analogi untuk menurunkan istilah bukan merupakan salah nalar tetapi merupakan sarana untuk mengaplikasi kaidah secara taat asas. Salah nalar justru akan terjadi kalau kaidah tidak diikuti. Berikut ini adalah contoh penurunan istilah (padan kata ) Indonesia at as da sar penerjemahan istilah Inggris dengan an alogi. P remis (1): P remis (2): P remis (3): Konklusi:
Real number diterjema hkan a tau diserap menjadi bilangan real. Real ass et diterjemahkan atau diserap menjadi aset real. Round table diterjema hkan a tau d ise rap me nja di meja bundar . Real estate diterjema hkan a tau d ise rap menjad i estat real.
Konklusi atas dasar analogi di atas valid karena konklusi mengikuti kaidah (struktur) yang m elekat pada t iap premis. Ba hasa Indonesia mengikuti kaidah D M (diterangkan-menerangkan) sedangkan bahasa Inggris mengikuti kaidah MD (menerangkan-diterangkan). Salah nalar terjadi justru kalau r eal estate diserap menjadi real estat sebagaimana terlihat dalam S tandar Akuntansi K euangan, P SAK No. 44. Salah na lar t erjadi karena kaidah penalaran pembent ukan istilah dilan ggar yaitu menggunakan ka idah MD untuk istilah ba hasa I ndonesia. 30
M er ancuk an U r uta n K ejadi an deng an P enyebaban Dalam percakapan sehari-hari atau diskusi, kesalahan yang sering dilakukan orang adalah merancukan urutan kejadian (tempor al successi on) dengan penyebaban (causation) . Bila kejadian B selalu mengikuti kejadian A, orang cenderung menyimpulkan bahwa B disebabkan oleh A. Karena malam selalu mengikuti siang, tidak berarti bahwa siang menyebabkan malam. Salah nalar terjadi bila urutan kejadian disimpulkan sebagai penyebaban. Kesalahan ini sering disebut dalam bahasa Latin post hoc er go propter hoc (setelah ini, maka karena ini). Telah dibahas sebelumnya bahwa urutan kejadian hanyalah merupakan salah satu syarat untuk menyatakan adanya penyebaban (lihat kembali subbahasan Argumen Sebab-Akibat di ha lama n 60). Sya ra t ini merupakan syar at perlu (neces sary condi tion) untuk penyebaban tetapi bukan syarat cukup (sufficient condition). Kalau A memang menyebabkan B maka perlu dipenuhi syarat bahwa A selalu mendahului B. Syarat ini makin kuat mendukung penyebaban bilamana 30
Penerjemahan atau penyerapan estate menjadi estat sudah sangat tepat mengikuti analogi penyerapan accur ate, senate, candi date, car bonate, a t a u variate menjadi akurat, senat, kandidat, karbonat, a t a u variat sebagaiman a ditentukan dalam Pedoman U mum Pembentukan I stilah (PU PI ) .
86
Bab 2
hubungan A dan B adalah asimetri. Artinya, kejadian “A mendahului B” tidak sama at au t idak berpasanga n dengan kejadian “ B m endahului A” (kejadian “ B mendahului A” tidak ada ). Dua sya rat lain yan g har us dipenuhi agar cukup untuk menyatakan adanya penyebaban adalah B bervariasi dengan A dan tidak ada faktor lain selain A yang menyebabkan B berubah. Dalam penelitian ekperimental yang bertujuan untuk menguji hubungan penyebaban, konklusi dapat salah atau meragukan karena terdapat faktor penyebab selain yan g diteliti yang ternyat a juga mempengaruh i faktor a kibat . B ila hal ini terjadi, maka dikatakan bahwa penelitian tersebut mempunyai validitas internal (i nter nal validi ty) yang rendah. 31
M enar i k S i mpulan P asang an Kemampuan seseorang untuk menyajikan argumen sering menjadikan argumen yang valid ata u benar m enjadi kuran g meyakinkan. Akibat nya , orang sering lalu menyimpulkan bahw a konklusinya t idak bena r a ta u valid. Hal penting ya ng perlu diingat adalah bahwa kemampuan seseorang untuk menyajikan argumen yang mendukung atau menyangkal suatu posisi tidak menentukan kebenaran (truth) atau ketakbenaran (falsity) konklusi (posisi). Kebenaran konklusi atau posisi memang ha rus didukung oleh a rgumen yang meyakinkan. Salah nalar terjadi kalau orang menyimpulkan bahwa suatu konklusi salah lanta ran argumen tidak disajikan dengan meyakinkan (tidak konklusif) sehingga dia lalu menyimpulkan bahwa konklusi atau posisi pasanganlah yang benar. Kecohan ini mirip dengan bentuk salah nalar menyangkal anteseden yang telah dibahas sebelumnya. Kecohan ini dapat dinyata kan sebagai berikut: P remis (1): P remis (2): Konklusi:
J ika ses eorang da pat menyajikan suatu argumen yang meyakinkan, maka konklusinya benar (valid). Pak Antoni menyajikan argumennya dengan tidak meyakinkan. Konklusi atau posisinya takbenar. Posisi pasa ngannya yang b enar.
J adi, mengambil konklusi pasan gan lant ara n konklusi yang diajukan t idak disajikan secara meyakinkan merupakan suatu salah nalar. Kalau suatu pernya ta an yang meman g valid disajikan dengan ar gumen ya ng kurang efektif, maka hal terbaik yang dapat disimpulkan adalah bahwa validitas atau kebenaran pernyataan tersebut belum terungkap atau ditunjukkan tetapi tidak berarti bahwa pernyataan tersebut takbenar. Dengan demikian, kurang meyakinkannya suatu konklusi tidak dengan sendirinya membenarkan konklusi yang lain (pasangan). Dalam pengembangan ilmu dikenal suatu pendekatan atau semangat untuk menguji suatu teori yang disebut penyanggahan atau refutasi ilmiah (scientific 31
Validitas interna l dapat menjadi renda h ka rena hal-hal ya ng dikenal sebagai: hi stor y, maturi ty, mor tality, pr etesti ng , i nstr umentati on, selection bi as, da n stati stical r egr essi on. Lihat pembaha san lebih l a n ju t d a l a m U m a S e k a r a n , R esearch Methods for B usiness: A S ki ll B ui lding Appr oach (New York: J ohn Wiley & Sons , In c., 2003), hlm. 151-156.
Penalaran
87
refutation). Semangat ini dilandasi oleh pikiran bahwa suatu teori ilmiah tidak harus dapat dibuktikan benar tetapi harus dapat disanggah (dibuktikan salah) kalau tia memang salah; misalnya dengan pengajuan teori baru yang lebih baik. Da sar pikiran ini sering disebut dengan prinsip ketersalaha n at au keterbuktisalahan (principle of falsifiability) . Bila ilmuwan tidak dapat menunjukkan dengan meyakinkan bahwa teori barunya lebih valid, maka ilmuwan terpaksa “menerima” teori yang disanggahnya. 32 P rosedur penyimpulan sema cam ini bukan m erupakan salah nalar tetapi lebih merupakan usaha untuk mencapai ketegaran ilmiah (sci enti fi c r i gor ). Hal ini penting agar oran g tidak dengan mudah m engganti teori dengan teori yang belum teruji secara meyakinkan. Namun, prosedur ini mengandung risiko yaitu ilmuwan tidak menolak teori yang disangkalnya padaha l teori tersebut sebenarnya salah. J adi, ilmuwan “ menerima” teori yang salah . Risiko ini disebut kesala ha n penyimpulan (er r or of i nfer ence) dan ha rus dihindari. Dalam penelitian ilmiah (empiris), konklusi atau teori biasanya dinyatakan dalam bent uk hipotesis. Konklusi pasan gan yang dibaha s di at as sering ditempatkan sebagai hipotesis nol (null a t a u default hypothesi s) sedangkan hipotesis (teori baru) yan g diajukan dan akan diuji ditempat kan sebagai h ipotesis alternatif (alternative hypothesi s) . Kalau peneliti tidak dapat menunjukkan bukti-bukti yang sangat kuat untuk mendukung teorinya (bukti-bukti empiris yang diajukan tidak mendukung secara statistis hipotesis alternatif), maka peneliti terpaksa menyimpulkan (tidak menolak) hipotesis nol. J adi, bila bukti empiris tidak cukup meyakinkan untuk menyimpulkan hipotesis alternatif, maka dikatakan bahwa peneliti gagal menolak hipotesis nol (to fail to reject the null or default hypothesi s) . Dalam hal ini, peneliti menghadapi dua jenis risiko kesalahan penyimpulan yaitu menyimpulkan hipotesis nol padahal sebenarnya tia salah atau menyimpulkan hipotesis alterna tif padaha l sebenar nya tia sa lah. Dalam bahasa statistika, kesalahan menyimpulkan hipotesis alternatif (atau menolak hipotesis nol) padahal kenyataannya hipotesis alternatif adalah salah disebut dengan kesalahan Tipa I a t a u ". Sebaliknya, kesalahan menyimpulkan hipotesis nol (tidak menolak hipotesis nol) padahal kenyataannya hipotesis nol ada lah salah disebut dengan kesalahan Tipa II a t a u $. P rosedur refuta si ilmiah juga diterapkan dalam sistem pengadilan dengan dianutnya asas praduga t akbersalah (presumption of i nnocence). Pengadilan ha rus memutuskan (menyimpulkan) bahw a seoran g terdakwa bersalah (guilty) a t a u t a k bersalah (i nnocent a t a u not guilty ) . Penyimpulan ini sejalan dengan pengujian hipotesis yang dibaha s di at as. Dengan asa s praduga t akbersalah, t erdakwa h arus dianggap takbersalah sampai terbukti memang bersalah (until proven guilty) sehingga posisi ta kbersalah ditempat kan sebagai hipotesis nol dan posisi bersalah sebagai hipotesis alt erna tif. Tugas jaksa lah at au penunt utla h unt uk menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan ba hw a t erdakwa bersalah. Dengan ka ta lain, beban 32
B a h w a i l m u w a n menerima teori yang disangkal t idak berarti bah wa teori tersebut benar. Makna menerima di sini harus diinterpretasi bahw a ilmuwan ti dak dapat menolak teori tersebut karena tidak dapat menunjukkan bukti yang meyakinkan untuk menyanggahnya. Jadi, masih ada kemungkinan teori yang disanggahnya tersebut salah. Itulah sebabnya buku-buku statistika menganjurkan menggunakan ungkapan “tidak menolak H 0” untuk menyimpulkan H 0 b u k a n “ m e n er i m a H 0.”
88
Bab 2
pembuktian (burden of proof) ada di tangan penuntut. Bila penuntut tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sangat meyakinkan, maka hakim atau juri harus memutuskan bahw a terdakw a ta kbersalah dengan risiko kesalaha n bahw a terdakwa sebenarnya memang bersalah (benar-benar melakukan kejahatan yang dituduhkan). Kesalahan ini dapat dipadankan dengan kesalahan Tipa II. Dapat juga terjadi risiko kesalaha n bahw a t erdakwa ya ng memang tidak bersalah dinyata kan salah. Risiko ini merupakan kesalahan Tipa I. Hal yang perlu diingat adalah bahwa, dengan bukti yang sama, mengecilkan risiko yang satu akan berakibat memperbesar risiko yang lain. Masalah bagi pengadilan a ta u negara a dalah man akah risiko yang akan ditekan sekecil-kecilnya. Asas praduga takbersalah pada umumnya diterapkan dengan harapan bahwa risiko kesalahan Tipa I adalah sekecil-kecilnya at au bah kan mendekati nol. 33
Aspek Manusia Dalam Penalaran Str at agem dan salah na lar yang dibaha s di at as belum mencakup semua str at agem dan kecohan ya ng mungkin terjadi. Masih banyak cara at au proses yang mengakibatkan kecohan. Uraian di atas juga belum menyinggung aspek manusia dalam penalaran. Namun, pembahasan di atas memberi gambaran bahwa penalaran untuk meyakinkan kebenaran atau validitas suatu pernyataan bukan merupakan proses yang sederhana. Telah disinggung sebelumnya bahwa mengubah keyakinan melalui argumen dapa t merupakan proses ya ng kompleks kar ena penguba ha n tersebut menya ngkut dua hal yang berkaitan yaitu manusia yang meyakini dan asersi yang menjadi objek keya kinan . Manusia t idak selalu ra siona l dan bersedia berar gumen sement ara itu tidak semua asersi dapat ditent ukan kebenar an nya secara objektif dan tuntas. Hal ini tidak hanya terjadi dalam kehidupan umum sehari-hari tetapi juga dalam dunia ilmiah dan akademik yang menuntut keobjektifan tinggi. Yang memprihat ikan dunia a kademik adalah kalau para pakar pun lebih suka berstra ta gem daripada berar gumen secara ilmiah. B erikut ini dibaha s beberapa aspek man usia yang dapat menjadi penghalang (impediments) penalaran dan pengembangan ilmu, khususnya dalam dun ia aka demik ata u ilmiah.
Penj elasan S eder han a Rasionalitas menuntut penjelasan yang sesuai dengan fakta. Kebutuhan akan penjelasan terhadap apa yang mengusik pikiran merupakan fundasi berkembangnya ilmu pengetahuan. Namun, keingingan yang kuat untuk memperoleh penjelasan sering menjadikan orang puas dengan penjelasan sederhana yan g perta ma 33
Untuk melindungi hak sipil warga negara, pengadilan di Amerika menetapkan bahwa risiko yang sekecil-kecilnya dinyatakan dalam ungkapan beyond r easonable doubt . Artinya, juri sangat dianjurkan un tuk tidak membuat keputusan (verdict) b a h w a t e r d a k w a b e r sa l a h k a l a u t e r d a p a t k er a g u a n sedikit pun akan bukti-bukti yang diajukan penuntut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya orang yang tidak bersalah masuk penjara. Namun akibatnya, akan sering terjadi bahwa orang yang bersalah dibebaskan (dinyat akan t ak bersalah) dan berkeliaran di masya raka t.
Penalaran
89
ditaw arka n sehingga dia t idak lagi berupaya un tuk mengevaluasi secara sa ksama kelayakan penjelasan dan membadingkannya dengan penjelasan alternatif. Dengan kata lain, orang menjadi tidak kritis dalam menerima penjelasan. Akibatnya, argumen dan pencarian kebenaran akan terhenti sehingga pengembangan ilmu pengeta huan a kan terha mbat .
K epentin gan Mengalahk an N alar Hambatan untuk bernalar sering muncul akibat orang mempunyai kepentingan tertentu (vested i nter est) yan g har us dipertaha nkan. Kepentinga n sering memaksa orang untuk memihak suatu posisi (keputusan) meskipun posisi tersebut sangat lema h dar i segi argumen. Dalam dunia akademik dan ilmiah, kepentingan untuk menjaga harga diri individual atau kelompok (walaupun semu) dapat menyebabkan orang (akademisi atau ilmuwan) berbuat yang tidak masuk akal. Hal ini terjadi umumnya pada mereka yan g sudah mendapat julukan pakar a ta u ilmuwa n yan g kebetulan m empunya i kekuasa an politis (baik forma l at au informa l). Nickerson (1986) menggam barkan ha l ini dengan mengatakan bahwa people wi th good reasoni ng abi li ty may . 34 fi nd themselves behaving i n an unr easonable way Kebebasan akademik merupakan suatu ciri penting lingkungan akademik yang kondusif untuk pengembangan pengetahua n dan profesi (khususnya akuntansi). Kebebasan akademik harus diartikan sebagai kebebasan untuk berbeda pendapat secara akademik dalam suatu forum yang memungkinkan akademisi berar gumen secara terbuka. Sikap a kademisi yang pat ut dihargai a dalah kebersediaan unt uk berargumen. Sikap ilmiah menuntut akademisi (termasuk pengelola suatu institusi) untuk berani membaca dan memahami gagasan alternatif dan, kalau gagasan tersebut valid dan menuju ke perbaikan, bersedia membawa gagasan tersebut ke kelas at au diskusi ilmiah dan bukan ma laha n mengisolasinya. Keberan ian da n kebersediaan seperti itu merupakan suatu ciri sikap ilmiah da n a kademik yang sa ngat terpuji (respected). In i tidak berart i bahw a ilmuw an /aka demisi ha rus selalu setuju dengan suat u gagasa n. Ketidaksetujuan dengan suat u gagasa n itu sendiri (setelah berani membaca) merupakan suatu sikap ilmiah asal dilandasi dengan argumen yang bernalar dan valid. Ketidakberanian dan ketidakbersediaan itulah yang merupakan sikap tidak ilmiah (akademik) dan justru hal ini sering terjadi dalam dunia akademik tidak hanya pada ma sa sekara ng teta pi juga ma sa lalu. Sikap pakar dan akademisi yan g tidak ma suk akal tersebut, ya ng sering disebut sebagai sikap ya ng insulting the intelligence, dikemukakan Hirshleifer (1988, hlm. 4) sebaga i berikut: 35
34
Pakar atau akademisi dapat dianggap mempunyai kemampuan penalaran yang baik karena pengetahua n ilmiah a ta u akademiknya umumnya ha rus dipaha mi dengan proses penalara n yang baik dan objektif.
90
Bab 2
A ll sci ences advan ce t hr oug h di sa g r eement. I n astr onomy the geocentr i c model of P tolemy was opposed by the new heli ocentr i c model of C oper ni cus; i n chemistr y Pr i estley suppor ted the phlogi ston theor y of combusti on whi le L avoi si er propounded the oxi dation theor y; and i n bi ology the cr eationi sme of ear li er natur alists was counter ed by D arwi n’s theor y of evoluti on. I t i s not uni ver sal agr eement but rather the wi lli ng ness to consi der evi dence that si gn als the sci enti fi c appr oach . For G ali leo’s opponents to di sagr ee wi th hi m about J upiter ’s moons was not unscientific of itself; what was unscientific was thei r r efusal to look thr oug h hi s telescope and see. Sikap kolega senior Galileo untuk tidak bersedia mempertimbangkan bukti yang diajukan Galileo melalui teleskopnya sebenarnya merupakan sikap tidak ilmiah. Apapun motifnya, sikap tersebut menjadi tidak masuk akal mengingat kolega G alileo tersebut a dalah para pakar dan ilmuw an (bahkan juga merupakan pemuka masyarakat dan penguasa). Sikap kurang terpuji ini akan menjadikan perbedaan pandangan (disagreement) tidak akan terbuka untuk didiskusi dan kebenaran ilmiah tidak akan dicapai. Keadaan ini dapat membingungkan masyar akat a kademik dan mengham bat pengembangan pengetahua n. Lingkungan a kademik seperti di a ta s biasanya berkembang akibat sikap aka demisi itu sendiri yang membentuk budaya akademik. Budaya akademik yang dapat menghambat kemajuan pengetahua n a dalah a pa yan g penulis sebut sebagai sindroma tes klinis ( k alau diinggriskan m enjad i clini cal test syndr om) dan mentalitas Djoko Tingkir (D joko T i ngk i r mentali ty).
S i ndr oma T es K li ni s Sindroma ini menggamba rkan seseorang yan g merasa (bahkan ya kin) bahwa terdapat ketidakberesan dalam tubuhnya dan dia juga tahu benar apa yang terjadi karena pengetahuannya tentang suatu penyakit. Akan tetapi, dia tidak berani untuk memeriksakan diri dan menjalani tes klinis karena takut bahwa dugaan tenta ng penyakitnya tersebut benar. Akhirnya orang ini t idak memeriksakan diri ke dokter dan mengat akan pada orang lain bahw a dirinya sehat . J adi, oran g ini ta kut mengeta hui kebenar an gagasan sehingga menghindarinya secara semu. Da lam dunia akademik, sindroma semacam ini dapat terjadi kalau seseorang mempunyai pandangan yang menurut dirinya sebenarnya keliru atau tidak valid lagi karena a danya pandangan a tau gagasan baru. G agasan baru dia peroleh karena dia sering mendengar dari kolega atau mahasiswa. Orang lain memperoleh gagasan baru tersebut dari artikel atau hasil penelitian ilmiah. Dalam kondisi 35
J ack Hirsh leifer, Price Theory and Applications (Englewoods Cliffs, NJ: P rent ice Hall, 1988), hlm. 4. Penebalan oleh penulis. Konon pada suatu petang, para lawan (para kolega senior) Galileo datang ke apartemen Galileo untuk mengejek dan mengancam Galileo agar tidak menyebarkan dan mengajarka n teorinya. Pada saat para senior akan meninggalkan apart emen G alileo, mereka berta nya tentang sikap Galileo. Galileo mengatakan bahwa dia tidak dapat mengatakan lain daripada apa yang telah dipikir dan ditulisnya dan kemudian meminta kepada para seniornya untuk membukt ikan sendiri apa yang diteorikannya dengan melihat teleskop di apartemennya. Ternyata tidak seorang kolega seniorpun bersedia melakukan ha l itu.
Penalaran
91
seperti ini, aka demisi sering tidak berani unt uk membaca sumber gaga san ka rena takut jangan-jangan pendapatnya yang telah telanjur disebarkan kepada mahasiswa benar-benar keliru. Dapat juga, akademisi tersebut memang berani membaca dan benar-benar dapat menerima argumen tetapi di muka umum (kelas) dia bersikap seolah-olah tida k perna h t ah u gaga san bar u tersebut (bersikap ta k peduli) apalagi membahasnya di kelas dengan cukup dalam. Manifestasi lain dari sindroma ini adalah akademisi (dosen) mengisolasi gagasan baru agar mahasiswa tidak pernah tahu semata-mata untuk menutupi kelemahan suatu gagasan lama yang dianutn ya. B ila sindroma semacam ini banya k diindap oleh a kademisi, dapat dipastikan kemajuan pengeta huan dan profesi akan terham bat dan rugilah dunia pendidikan.
M entali ta s D j ok o Ti ng k i r Bila kepentingan mengalahkan nalar sebagaimana digambarkan dalam kasus G alileo di atas, maka pengembangan ilmu pengeta huan da pat terha mbat da n pada gilirannya praktik kehidupan yang lebih baik juga ikut terhambat. Sayangnya, ilmuwan atau akademisi yang merasa ada di bawah kekuasaan kolega senior sering memihak seniornya dan mengajarkan apa yang sebenarnya salah dengan menyembunyikan apa yang sebenarnya valid semata-mata untuk menghormati kolega senior (at au kelompoknya ) at au un tuk melindungi diri dar i tekana n senior. Akibatn ya, timbul situa si yang di dalamnya argumen ya ng lemah har us dimena ngkan da n dilestar ikan semat a-mat a kar ena kekuasaa n. Ini berart i kekuasaan lebih unggul dari penalaran . Budaya Djoko Tingkir digunakan untuk menggambarkan lingkungan akademik atau profesi seperti ini karena konon perbuatan Djoko Tingkir yang tidak terpuji harus dibuat menjadi terpuji dengan cara mengubah skenario yang sebenar nya terjadi semat a-mat a un tuk menghorma tinya karena dia ba kal menjadi raja (kekuasaan). Dalam dunia akademik, status pakar merupakan kekuasaan atau autoritas akademik. Kepakaran merupakan kekuasaan karena orang dapat memperoleh kekuasaan dan kedudukan (baik politik, struktural, atau institusional) lantaran pengetahuan atau ilmunya. Namun, tidak semestinya kalau kekuasaan tersebut lalu menentukan ilmu. Dunia akademik harus mengembangkan ilmu at as da sar va liditas a rgumen dan bukan a ta s dasar kekuasaan politik/jabat an .
M er asi onalk an D ar i pa da M ena lar B ila karena keberpihakan , kepentingan, a ta u ketakkritisan, orang t elanjur mengambil posisi dan ternyata posisi tersebut salah atau lemah, orang ada kalanya berusaha unt uk mencari-cari justifikasi untuk membenar kan posisinya. Da lam ha l ini, tujuan diskusi bukan lagi untuk mencari kebenaran atau validitas tetapi untuk membela diri ata u menutupi rasa malu. B ila h al ini terjadi, orang t ersebut sebena rnya tidak lagi menalar (to r eason) t etapi merasionalkan (to rati onali ze). Sikap merasionalkan posisi dapat terjadi karena keterbatasan pengetahuan orang bersangkutan dalam topik yang dibahas tetapi orang tersebut tidak mau
92
Bab 2
mengakuinya. Agar argumen berjalan dengan baik, para penalar paling tidak har us mempunyai pengetahua n ya ng cukup dalam topik yang dibaha s. Kurangnya pengetahuan (topi cal knowledge) dapat menjebak orang untuk lari ke stratagem daripada ar gumen yan g laya k. Sikap merasionalkan da lam diskusi dapat menimbulkan pertengkara n m ulut, perselisihan pendapat (dispute), atau debat kusir. Dalam situasi ini, pihak yang terlibat dalam diskusi biasan ya t idak lagi mengajukan argumen ya ng sehat unt uk mendukung posisi teta pi mengajukan a rgumen kusir (pedestri an argument) untuk menyalahkan pihak lain da n memenan gi perselisihan. J adi, tujuan diskusi bukan lagi mencar i solusi tetapi mencari kemena nga n (kada ng-kada ng mena ngny a sendiri). Memenangi debat (selisih pendapat) dan meyakinkan suatu gagasan adalah dua h al ya ng san gat berbeda. Un tuk memenangi selisih pendapat, fa ktor emosional lebih banyak berperan daripada faktor rasional atau penalaran. Pakarpun kadang-kadang lebih suka berdebat daripada berargumen. Hal ini dikemukakan Nickerson (1986, hlm. 97) sebaga i berikut : 36
D i sputes often ar i se when each of the two people bui lds a case favori ng the oppo si te conclusi on and tri es to convi nce the other per son that he or she is wrong. Disputes can be very frustrating. E ven hi g hl y i ntelli gent people someti mes act chi ldi shly when eng aged i n them. ... “winning” a dispute and persuading someone to believe something are not necessar i ly the same thi ngs. I ndeed, wi nni ng a dispute may be the least li kely way of winning an opponent over your point of view. Disputes are rarely r esolved by r eason, because the di sputing par ti es typically are not seeki ng r esolution; r ather each i s seeki ng to wi n.
Per si stensi Karena kepentingan tertentu harus dipertahankan atau karena telah lama melekat dalam rerangka pikir, seseorang kadang-kadang sulit melepaskan suatu keyakinan dan menggantinya dengan yang baru. Dengan kata lain, orang sering berteguh at au persisten t erhadap keyakina nnya meskipun t erdapat a rgumen yang kuat bahwa keyakinan tersebut sebenarnya salah sehingga dia seharusnya melepaskan keyakinan tersebut. Sampai tingkat tertentu persistensi merupakan sikap yang penting agar orang t idak dengan mudahnya pindah dari keyakinan ata u paradigma yang sat u ke yang lain. Paradigma adalah satu atau beberapa capaian ilmu pengetahuan pada masa lalu (past scienti fi c achi evements) yan g diakui oleh ma syara kat ilmiah pada ma sa t ertentu sebagai basis ata u tra disi untuk mengemban gkan ilmu pengetahuan dan praktik selanjutnya. Capaian (achi evements) dalam ilmu pengetahua n (sciences) dapat berupa filosofi, postulat, konsep, teori, prosedur ilmiah, atau pendekatan ilmiah. Untuk menjadi paradigma, suatu capaian harus mempunyai penganut yang cukup teguh dan capaian tersebut bersaing dengan capaian atau kegiatan ilmiah lain yang juga mempunyai sekelompok penganut. Paradigma 36
Peneba lan oleh penulis.
Penalaran
93
harus terbuka untuk diperbaiki atau diganti oleh capaian pesaing atau baru sehingga dimungkinkan terjadi pergeseran a ta u pergant ian para digma dar i masa ke masa (conver si on of paradigm). Konversi dapat terjadi pada diri ilmuw an secara individual pada masa hidupnya at au pada generasi ilmuwa n ke generasi ilmuwa n berikutnya. Riwayat terjadinya konversi paradigma antargenerasi disebut oleh Thomas K uhn sebagai revolusi ilmiah (scientific revolution) . 37 Dalam dunia ilmiah, persistensi untuk tidak melepaskan suatu keyakinan dapat dimaklumi kalau tujuann ya a dalah un tuk memperoleh ar gumen a ta u bukti yang kuat untuk menunjukkan bahwa keyakinan yang dianut memang salah. Tidak selayaknyalah suatu keyakinan atau paradigma dipertahankan kalau memang terdapat bukti yang sangat meyakinkan bahw a t ia salah. Namun, manusia tidak selalu dapat bersikap objektif dan tidak memihak (impartial) . Karena kepentingan tertentu yang perlu dipertahankan, ilmuwan atau pakar pun sering bersikap demikian sehingga konversi keyakina n sulit terjadi. Thoma s Kuh n (1970) menunjukkan cont oh sebaga i berikut:
Pr i estley never accepted the oxygen theor y, nor L or d K elvi n the electr omagneti c theor y, and so on. T he diffi culti es of conversi on have often been noted by sci entists themselves. Darwin, in a particulary perceptive passage at the end of his Origin of Species , wrote: “Although I am fully convi nced of the truth of the vi ews gi ven i n this volume..., I by no means expect to convi nce exper i enced natur alists whose mind are stocked with a multitude of facts all viewed, during a long cour se of years, fr om a poi nt of vi ew di r ectly opposi te to mine. ... [B ]ut I look wi th confidence to the future, —to young and rising naturalists, who will be able to view both sides of the question with impartiality.” And Max Planck, ..., sadly remarked that “a new scientific truth does not triumph by convincing its opponents and maki ng them see the li ght, but r ather because i ts opponents eventually di e, and a new gener ati on gr ows up that i s fami li ar wi th it” (hlm . 151). Memang menyedihkan apa ya ng dikata kan P lanck bahwa gagasan baru ya ng benar (a new scientifi c tr uth) mengungguli at au menang a ta s gagasan ya ng keliru bukan lantaran pemegang gagasan lama sadar dan melihat sinar kebenaran melainkan lantaran generasi baru telah menggantinya. Mengapa hal ini terjadi? Kuhn menjelaska n ha l ini denga n meny at aka n (penebalan oleh penulis):
... sci entists, bei ng only hu man , cannot always admi t thei r er r or s, even when confr onted with str i ct proof. I would argue, r ather, that in these matter s nei ther proof nor er r or i s at i ssue. The transfer of allegi ence fr om par adig m to par adig m i s a conver si on exper i ence tha t cann ot be for ced (hlm . 151). Sebagai manusia, ilmuwan atau pakar tidak selalu dapat mengakui kesalahan nya m eskipun dihada pkan pada bukti yang sangat telak (strict proof) . Lagi pula, 37
Lihat pembaha san selanjutnya da lam Thomas S. Kuhn, T he S tructure of S cientifi c R evolutions (Chicago: The U niversity of Chicago P ress, 1970). Thomas K uhn m enyebut t ra disi kegiat an ilmuwa n yang mendasarkan diri pada capaian-capaian ilmiah pada masanya disebut ilmu normal (normal sciences) . Ilmu ini biasanya t erefleksi dalam buku-buku teks pada masa dianutnya paradigma.
94
Bab 2
konversi paradigma (at au keyakinan) bukanlah ha l yang da pat dipaksakan sehingga resistensi ada lah ta kterhindarkan da n sah-sah saja (legitimate) . Berkaitan dengan persistensi adalah gejala psikologis atau perilaku manusia untuk terpaku pada makna suatu simbol atau objek dan kemudian menjadikan orang tidak ma mpu melihat makna alternat if ata u objek alterna tif. Orang secara intuitif melekatkan makna pada suatu objek melalui pengalamannya dan sering tidak menyadari bahwa makna tersebut bersifat kontekstual di masa lalu dan tidak lagi relevan dengan situasi yang baru. Perilaku semacam ini dikenal dengan istilah keterpakuan atau fiksasi fungsional (functional fi xati on) . Dalam akunta nsi, keterpakuan ini digunakan untuk menjelaskan mengapa investor tidak mampu untuk mengubah keputusannya sebagai tanggapan atas perubahan proses akuntan si dalam m enyediakan data laba. Orang hanya melihat angka laba (bottom li ne) dalam st at emen laba-rugi tanpa memperha tikan ba gaimana laba t ersebut ditentukan atau terpengaruh oleh perubahan metoda (proses) akuntansi. Keterpakuan fungsional juga merupakan penghambat terjadinya argumen yan g sehat . 38 O r a n g yang sudah terpaku dengan istilah “harga pokok penjualan” akan sangat sulit untuk dapat menerima istilah “kos barang terjual” yang sebenarnya lebih tepat menggamba rkan makna istilah aslinya ya itu cost of goods sold . Da ri uraian di at as dapat disimpulkan ba hwa aspek manusia sanga t berperan dalam argumen yang bertujuan mencari kebenaran. Rasionalitas merupakan unsur pent ing da lam ar gumen. Wala upun demikian, fa ktor-fakt or psikologis dan emosiona l, kekuasa an , dan kepentinga n pribadi a ta u kelompok juga berperan d an dapat menghalan gi terjadinya a rgumen yang sehat .
Rangkuman Praktik yang sehat harus dilandasi oleh teori yang sehat pula. Teori yang sehat harus dilandasi oleh penalaran yang sehat karena teori akuntansi menuntut kemampuan penala ran yang memadai. P enalaran merupakan proses berpikir logis dan sistemat is untuk membent uk dan mengevaluasi suatu keyakinan a kan a sersi. Unsur-unsur penalaran adalah asersi, keyakinan, dan argumen. Interaksi ant ara ketiganya merupakan bukti rasional unt uk mengevaluasi kebenar an suatu pernya ta an t eori. Asersi merupakan pernyat aa n bahw a sesuat u adalah benar a ta u penegasan tentang suatu realitas. Keyakinan merupakan kebersediaan untuk menerima kebena ran suatu pernyat aa n. Argumen ada lah proses penuruna n simpulan at au konklusi at as da sar beberapa asersi yang berkaitan secara logis. Asersi dapat dinyatakan secara verbal atau struktural. Asumsi, hipotesis, dan pernya ta an fakta merupakan jenis tingkata n a sersi. J enis tingkata n konklusi tidak da pat m elebihi jenis tingkat an asersi yang t erendah . Keyakinan merupakan hal yang dituju oleh penalaran. Keyakinan mengandung beberapa sifat penting yaitu: keadabenaran, bukan pendapat, bertingkat, mengandung bias, memuat nilai, berkekuata n, veridikal, dan tertempa.
38
Lihat pembaha san lebih mendalam da lam B elkaoui, op. cit., hlm.117-118.
Penalaran
95
Argumen bertujuan untuk mengubah keyakinan kalau memang keyakinan tersebut lentuk untuk berubah. Argumen terdiri atas beberapa asersi yang berfungsi sebagai premis dan konklusi. Argumen dapat bersifat deduktif dan nondeduktif (induktif da n a na logi). Argumen deduktif beraw al dari pernya ta an umum dan berakhir dengan suat u pernyataan khusus berupa konklusi. Penalaran ini terdiri atas tiga tahap yaitu: penentuan premis, proses deduksi, dan penarikan konklusi. Kelengkapan, kejelasan, kesahihan, da n keterpercaya an merupakan kriteria va liditas konklusi yang diturunkan a ta s dasar pena laran deduktif. Argumen induktif berawal dari suatu keadaan khusus dan berakhir dengan pernyataan umum berupa konklusi sebagai hasil generalisasi. Berbeda dengan penalaran deduktif yang kebenaran konklusinya merupakan konsekuensi logis ( pasti benar a ta u ta kbena r), penalar an induktif menghasilkan konklusi yan g boleh jadi benar atau takbenar. Bila premis benar, konklusi penalaran deduktif harus (necessarily) benar sedangkan konklusi penalar an induktif tidak har us (not neces sari ly) benar a ta u boleh jadi bena r. Di samping argumen deduktif dan induktif, dikenal pula argumen dengan analogi dan argumen penyebaban. Kemiripan merupakan basis untuk menurunkan simpulan dengan analogi. Analogi bukan merupakan pembuktian tetapi lebih merupakan alat untuk menjelaskan at au klarifikasi. Argumen penyebaban bertujuan untuk meyakinkan bahwa suatu gejala timbul karena gejala yang lain atau perubahan suatu variabel diakibatkan oleh perubahaan variabel tertentu. Keyakinan tentang adanya penyebaban dapat dicapai kalau tiga kriteria penyebaban dipenuhi yaitu: adanya kovariasi, adanya urutan kejadian, dan tiadanya faktor lain selain faktor sebab ya ng diamat i. Karena tujuan argumen adalah untuk mengevaluasi dan mengubah keyakinan, ada kalanya argumen yang jelek dapat meyakinkan banyak orang. Orang sering terkecoh oleh at au mengecoh dengan a rgumen. Kecohan at au salah nalar adalah argumen yang dapat membujuk meskipun penalarannya mengandung cacat . Kecohan dapat terjadi akibat stra ta gem at au a kibat salah logika. Stra tagem adalah cara-cara untuk meyakinkan orang akan suatu pernyat aan, konklusi, at au posisi selain dengan menga jukan ar gumen ya ng valid. Car a-cara ini dapat berupa persuasi taklangsung, membidik orangnya, menyampingkan masa lah pokok, misrepresent asi, imbuan cacah, imbauan aut orita s, imbaua n t radisi, dilema semu, dan imbuan emosi. Pada umumnya stratagem digunakan dengan niat semata-mata untuk memenangkan posisi dan bukan untuk mencari solusi yang terbaik. Argumen yang valid tidak selalu dapat membujuk sehingga stra ta gem sering digunakan ta npa melibatkan sa lah na lar. Salah nalar adalah kesalahan konklusi akibat tidak diterapkannya kaidahkaidah penalaran yang valid. Beberapa bentuk salah nalar adalah menegaskan konsekuen, menyangkal anteseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas, pembuktian an alogis, perancuan uruta n kejadian dengan penyebaban , dan pengambilan konklusi pasanga n. Aspek manusia sangat berperan dalam argumen khususnya apabila suatu kepentingan pribadi atau kelompok terlibat dalam suatu perdebatan. Orang cen-
96
Bab 2
derung bersedia menerima penjelasan sederhana atau penjelasan yang pertama kali didengar. Sebagai manusia, oran g tidak selalu dapat mengakui kesalahan . Sindroma tes klinis dan mentalitas Djoko Tingkir dapat menghalangi terjadinya argumen ya ng sehat. B ila keputusan t elanjur diambil pada hal keputusan tersebut mengandung kesalahan, orang cenderung melakukan rasionalisasi bukan lagi argumen untuk mendukung keputusan. Karena tradisi atau kepentingan, orang sering bersikap persisten terhadap keyakinan yang terbukti salah. Sampai tingkat tertentu persistensi mempunyai justifikasi yang dapat dipertanggungjelaskan. Namun, bila sikap persisten menghalangi atau menutup diri untuk mempertimban gkan a rgumen-argumen baru ya ng kuat dan lebih mengarah untuk meninggalkan keyakinan at au paradigma ya ng t idak valid lagi, sikap persisten menjadi tidak layak lagi. Lebih-lebih, bila sikap tersebut dilandasi oleh motif untuk melindungi kepent ingan tertentu (vested i nter est) . Persistensi semacam ini akan menjadi resistensi terhadap perubahan yang pada gilirannya akan menghamba t pengembangan pengetahua n.
Diskusi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
J elaskan pengertian penalaran serta sebutkan unsur-unsur penalaran. Berilah beberapa contoh asersi. J elaskan pengertian argumen dan a pa bedanya dengan perselisihan pendapat (dispute). Apa yang dimaksud bahwa penalaran merupakan suatu bentuk bukti? Berilah suatu cont oh situasi yang menunjukkan bahw a penala ran m erupaka n suatu bukti. Apakah suatu pernyat aan at au asersi selalu benar apabila didukung oleh a rgumen yan g kuat? Berilah suat u cont oh. Dapat kah seseorang memegang keyakinan yang kuat terhadap suatu asersi yang salah at au sebaliknya menyangkal suat u asersi yan g benar ? Berilah contoh. Interpreta silah berbagai makna a sersi yang berbunyi “ Manajer perusahaan swasta lebih profesional da ripada man ajer perusahaa n n egara (B UMN).” Berilah beberapa contoh cara menyatakan a sersi dalam strukturnya bukan maknanya . B edakan an ta ra a sersi universal dan asersi spesifik serta berilah beberapa contoh unt uk ma sing-masing sifat asersi. B erilah contoh-cont oh asersi yang menunjukkan hubungan inklusi, eksklusi, dan saling-isi dan ga mbar kan dengan diagra m a sersi-asersi tersebut. G ambarkan dengan diagram asersi “B eberapa burung adalah karnivor.” B e da k a n m a kn a ni r d a n non sebagai proleksem serta berilah beberapa contoh penggunaa n kedua proleksem t ersebut secara benar dalam istilah akunt an si. Dapat kah rumah sakit dikatakan sebagai organisasi nirlaba? J elaskan apakah makna asersi-asersi berikut sama a ta u berbeda ant ara satu dan lainnya . Bila perlu gambar kan secara diagram at ik asersi tersebut. (1) Semua ma hasiswa a dalah a nggota Koperasi Serba U saha . (2) Semua anggota K operasi Serba U saha a dalah ma hasiswa . (3) Tidak satu pun ma hasiswa a dalah a nggota Koperasi Serba U saha . (4) Tidak satu pun an ggota Koperasi Serba U saha ada lah ma hasiswa . (5) B eberapa ma hasiswa a dalah a nggota Koperasi Serba U saha . (6) Tidak semua m aha siswa ada lah an ggota Koperasi Serba U saha .
97
Penalaran
15. Berilah suatu contoh situasi untuk menunjukkkan bahw a pernyat aan “ Beberapa A adalah B ” berbeda dengan “ Tidak semua A adalah B.” 16. Sebut dan jelaskan jenis tingkata n asersi dan berilah contoh unt uk masing-masing. 17. J elaskan pengertian keyakinan (beli ef) terhada p suat u asersi. 18. Sebut dan jelaskan sifat -sifat keyakinan . Mengapa mengubah suatu keyakinan melalui argumen merupakan suat u proses yang tidak muda h dan kompleks? 19. Apakah perbedaan karakteristik anta ra keyakinan dan opini? 20. J elaskan apakah pernyat aa n berikut merupakan keyakinan ata u pendapat: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Sepakbola lebih mengasyikkan daripada badminton. Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia. P isang lebih banyak mengandung potasium daripada pepaya. Merokok dapat menyebabkan kanker. Susu lebih banyak mengandung nutrisi daripada kopi. Teori akuntansi adalah pelajaran yang sangat sulit dan membosankan. Es krim rasa coklat lebih enak daripada rasa vanila. Informasi aliran kas bermanfaa t bagi investor. Kolesterol adalah penyebab uta ma gangguan jantung. Istilah estat real lebih tepat daripada real estat. Menjadi auditor lebih memberi ta nta ngan da ripada menjadi pengacara. Ada makluk hidup di Planet Mars.
21. Sebutkan komponen-komponen pembent uk ar gumen dan berilah beberapa contoh argumen dalam akunta nsi. 22. Apakah yan g dimaksud dengan prinsip interpreta si terdukung (principle of charitable interpretation) dalam sua tu a rgumen dan berilah beberapa contoh. 23. J elaskan secara umum pengertian a rgumen deduktif dan induktif sert a berilah contoh untu k tiap jenis argumen t ersebut. 24. Apakah syara t-syara t (kriteria) validita s suat u argumen deduktif? 25. Apakah perbedaan ant ara kebenara n/validita s logis da n kebenara n/validita s empiris? Berilah suat u contoh unt uk menjelaskan perbedaan at ara kedua konsep tersebut. 26. Da lam argumen deduktif, apaka h premis yan g benar da pat menghasilkan konklusi yang salah? 27. J elaskan pengertian a rgumen logis (logical argument) dan argumen ada benarnya (plausible arg ument) sebaga i pembeda a rgumen deduktif dan induktif. 28. Berilah beberapa contoh pernyat aa n dalam akunta nsi yang dapat dikata kan sebagai hasil pena laran induktif. 29. G ambarkan secara diagramat ik suatu proses penalara n induktif dalam akuntansi. 30. Berilah suat u contoh argumen dengan a nalogi dalam a kuntansi. 31. Apakah kelemaha n a rgumen dengan ana logi (ar gument by analogy)? 32. J elaskan kaidah Mill untuk mengidentifikasi adanya kausalitas ant ara dua faktor. 33. Sebutkan syara t-syarat yang harus dipenuhi untuk meyakinkan bahw a faktor X benarbenar merupakan penyebab fa ktor Y. Mengapa sya rat -syara t tersebut har us dipenuhi? 34. J elaskan pengertian kecohan (fallacy) dalam berargumen. Mengapa argumen yang tidak valid (cacat) kada ng-kada ng dapat m eyakinkan dan dianut orang bany ak? 35. J el a sk a n p er b ed a a n d a n per s a m a a n a n t a r a s t r a t a g em (stratagem) dan salah nalar (rea soni ng fallacy). 36. Sebut dan jelaskan serta berilah contoh berbaga i jenis stra ta gem (sedapat-dapat nya dalam bidang akuntansi).
98
Bab 2
37. Sebut dan jelaskan serta berilah contoh berbaga i jenis salah na lar (sedapat-dapat nya dalam bidang akuntansi). 38. Eva luasilah penyimpulan deduktif berikut ini: Premis major: Premis minor: Konklusi:
Semua burung me mpunyai bulu. Kucing mempunya i bulu. Kucing adalah burung.
39. Aspek-aspek apa saja yang har us anda perhatikan a gar an da tidak terjebak dalam stratagem? 40. B aga imana pendapat a nda tent an g prisip penilaian plausibilitas asersi yan g berbunyi: “ Serahka n saja pada a hlinya.” Apa kelemah an prinsip ini? 41. Seseorang yang cukup terpandang di bidang profesi dan penyusunan sta ndar akuntan si membuat pernyat aan dalam suatu seminar na sional di bawa h ini. Evaluasilah apakah pernyat aan tersebut merupakan stra ta gem at au salah nalar? “Kita tida k perlu ma ca m-ma ca m tentang istilah beb an. Istilah beb a n untuk expense adalah benar karena nyatanya semua kantor akuntan publik menggunakan istilah tersebut.”
42. Evaluasilah kecohan (fallacy) yang terkandung dalam pernyataan-pernyatan berikut: “Karena saya berada di Amerika, daging ayam yang disembelih tanpa mengikuti rukun ag ama ada lah halal.” “Dia pa sti kaya karena d ia s eorang pe jab at.” “Dia pasti rajin belajar Akuntansi Pengantar karena dia mendapat nilai A untuk mata kuliah tersebut.” “Dalam pembentukan istilah tidak perlu kita memperhatikan kaidah bahasa karena dalam komunikasi yang pe nting a da lah o rang tahu maksudnya .” “Sekarang ini adalah jaman globalisasi. Oleh karena itu, kita harus mampu berbahasa Inggris. Ta npa kema mpua n berba has a Ingg ris kita tida k aka n mamp u mengg lob a l.” “Wa laup un dia tela h terbukti se ba ga i koruptor, dia teta p d ap a t menja di pres iden karena tidak ada seorangpun yang sempurna.”
43. J elaskan pengertian beberapa konsep berikut ini dan bila perlu berilah cont oh situa si nya ta unt uk lebih m enjelaskan konsep tersebut.
put-downs r ed her r i ng deceptive use of tr uth slei ght of hand di luti on by gener alization appeal to i nappropri ate authority i nappr opri ate dechotomizing
appeal to pi ty appeal to force modus tollens modus ponens affirming the consequent denyi ng the antecedent pri nciple of falsi fi abi li ty false di lemma
leading question bui ldi ng the case ster eotypi ng er r or of i nfer ence pedi stri an arg uments functional fixati on clini cal test syndrom
44. Sebut dan jelaskan berbagai aspek manusia yan g dapat menjadi penghala ng terjadinya argumen yang sehat . !
99
Penalaran
B ah an ini diam bil dar i buku:
Teor i Akun t a n si P erekaya saa n P ela pora n Keuan gan
Suwardjono Fakulta s Ekonomika da n B usines U niversita s G adjah Mada
Penerbit:
BPFE Yogyakarta 2005
Wala upun bu ku Teori Akuntansi ditujukan untuk bidang akuntansi, Bab 2 membahas topik yang cukup umum dan relevan untuk bidang ilmu ya ng lain. B aha n ini khusus disediaka n oleh penulis untuk ba han diskusi terbatas dalam mata kuliah Filsafat Ilmu program pascasarjana. B aha n ini digunakan pula sebaga i pengganti baha n Logika Forma l (Formal L ogi cs) yang mendasari mata kuliah, kursus, atau pelatihan Negosiasi a ta u P elobian. P enggandaa n/penggunaa n untu k keperluan di luar pendidikan h ar us menda pat persetu jua n da ri penulis/penerbit.
100
Bab 2
Daftar Isi
Pengertian 41 Unsur dan Struktur Penalaran 42 Asersi 44 In terpreta si Asersi 48 Asersi unt uk Eva luasi Ist ilah 49 J enis Asersi (P ernya ta an ) 51 Fu ngsi Asersi 52 Keyakinan 52 P roperita s Keyakina n 52
K eadabenar an 53 B ukan Pendapat 53 B er ting kat 53 B er bi as 54 B er muatan ni lai 54 B er kekuatan 54 Ver i dikal 54 B er keter tempaan 55 Argumen 55 Anatomi Argumen 56 J enis Argumen 58 Argumen Deduktif 59 Eva luasi Pena laran Deduktif 60 Argumen Induktif 64 Argumen dengan Analogi 65 Argumen Sebab-akibat 66
K r i ter i a Penyebaban 67 Penalaran Induktif dalam Akunt an si 69
Kecohan (Fallacy) 71 Str at egem 72
Per suasi Taklangsung 73 Membi di k Or angnya 73 Menyampi ngkan Masalah 74 Mi sr epresentasi 75 I mbauan C acah 75 I mbauan A utor i tas 76 I mbauan T r adisi 77 D i lema S emu 78 I mbauan E mosi 79 Salah Nalar (R easoni ng Fallacy) 80 Menegaskan K onsekuen 81 Menyangk al Anteseden 82 Pentaksaan (Equivocation) 82 Perampatan-lebih (Overgeneralization) 83 Parsialitas (Partiality) 84 Pembuktian dengan Analogi 84 Mer ancukan Ur utan K ejadian deng an Penyebaban 85 Menari k S i mpulan Pasangan 86 Aspek Manusia dalam Penalaran 88
Penj elasan S eder hana 88 K epentingan Mengalahkan N alar 89 S i ndr oma Tes K li ni s 90 Mentalitas Djoko T i ngki r 91 Mer asionalkan D ari pada Menalar 91 Per si stensi 92 Rangkuman 94 Diskusi 96
Kontak:
[email protected]