MAKALAH IMUNOLOGI II “AUTOIMUN”
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Imunologi II Dosen : Opik Taupiqurrohman, S.Si., M.Biotek
Disusun : Tiara
[1511E1001]
Hendra Abdul Rojak
[1511E1006]
Putri Salsabilla
[1511E1013]
Achmad Gilman Harish
[1511E1022]
Rini Mulyati
[1511E1024]
Endah Kurniastuti
[1511E1026]
Lita Nur Indahsari
[1511E1029]
Kelompok 2 D3A-Analis Kesehatan
SEKOLAH TINGGI ANALIS BAKTI ASIH BANDUNG
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Imunologi II dan manfaatnya untuk masyarakat. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Imunologi II dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Bandung, Oktober 2017 Penyusun,
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 1.1
Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3
Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN .................................................................................................... 3 2.1
Sistem Imun ........................................................................................................ 3
2.2
Reaksi Autoimun ................................................................................................. 4
2.3
Penyebab Autoimun ........................................................................................... 9
2.4
Faktor yang Berperan Pada Automunitas ......................................................... 10
2.5
Macam-macam Penyakit Autoimun ................................................................. 11
2.6
Gejala Autoimunitas.......................................................................................... 14
2.7
Pengobatan ....................................................................................................... 15
2.8
Diagnosa Autoimun........................................................................................... 16
BAB III ................................................................................................................. 18 PENUTUP ............................................................................................................ 18 3.1
Kesimpulan........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit Autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, j aringan atau organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmune tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk. Jika tubuh dihadapkan sesuatu yang asing maka tubuh memerlukan ketahanan berupa respon immun untuk melawan substansi tersebut dalam upaya melindungi dirinya sendiri dari kondisi yang potensial menyebabkan penyakit. Untuk melakukana hal tersebut secara efektif maka diperlukan kemampuan untuk mengenali dirinya sendiri sehingga dapat memberikan respon pada kondisi asing atau bukan dirinya sendiri. Pada penyakit autoimmune terjadi karena kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Autoimun ? 2. Bagaimana cara pengobatan bila terinfeksi Autoimun ? 3. Faktor apa saja yang berperan dalam Autoimun ? 4. Bagaimana reaksi Autoimun ?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui Sistem imun 2. Untuk mengetahui Reaksi autoimun 3. Untuk mengetahui Autoimun 4. Untuk mengetahui Faktor yang Berperan pada Automunitas 5. Untuk mengetahui Macam macam penyakit autoimun 1
6. Untuk mengetahui Gejala Autoimunitas 7. Untuk mengetahui Pengobatan 8. Untuk mengetahui Diagnosa autoimun
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Sistem Imun
Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan terhadap benda asing dan patogen yang disebut sebagai sistem imun. Respon imun timbul karena adanya reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya. Sistem imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Baik sistem imun
non spesifik maupun spesifik memiliki peran masing-masing, keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangan namun sebenarnya ke dua sistem tersebutmemiliki kerja sama yang erat.
Sistem Imun non Spesifik Dalam mekanisme imunitas non spesifik memiliki sifat selalu siap
dan memiliki respon langsung serta cepat terhadap adanya patogen pada individu yang sehat. Sistem imun ini bertindak sebagai lini pertama dalam menghadapi infeksi dan tidak perlu menerima pajanan sebelumnya, bersifat tidak spesifik karena tidak ditunjukkan terhadap patogen atau mikroba tertentu, telah ada dan berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas dan mampu melindungi tubuh terhadap patogen yang potensial. Manifestasi respon imun alamiah dapat berupa kulit, epitel mukosa, selaput lendir, gerakan silia saluran nafas, batuk dan bersin, lisozim, IgA, pH asam lambung. Pertahanan humoral non spesifik berupa komplemen, interferon, protein fase akut dan kolektin. Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen juga berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis yang dapat menimbulkan lisis bakteri dan parasit. Tidak hanya komplemen, kolektin merupakan protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang pada permukaan kuman.
3
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. Peningkatan kadar Creactive protein dalam darah dan Mannan Binding Lectin yang berperan untuk mengaktifkan komplemen terjadi saat mengalami infeksi akut.Sel fagosit mononuklear dan polimorfonuklear serta sel Natural Killer dan sel mast berperan dalam sistem imun non spesifik selular. Neutrofil, salah satu fagosit polimorfonuklear dengan granula azurophilic yang mengandung enzyme hidrolitik serta substansi bakterisidal seperti defensins dan katelicidin. Mononuklear fagosit yang berasal dari sel primordial dan beredar di sel darah tepi disebut sebagai monosit. Makrofag di sistem saraf pusat disebut sebagai sel mikroglia, saat berada di sinusoid hepar disebut sel Kupffer, di saluran pernafasan disebut makrofag alveolar dan di tulang disebut sebagai osteoklas. Sel Natural Killer merupakan sel limfosit yang berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan imunitas terhadap parasit dalam usus serta invasi bakteri.
Sistem Imun Spesifik Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenali
benda yang dianggap asing. Benda asing yang pertama kali muncul akan segera dikenali dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang sama, bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Respon sistem imun spesifik lebih lambat karena dibutuhkan sensitisasi oleh antigen namun memiliki perlindungan lebih baik terhadap antigen yang sama. Sistem imun ini diperankan oleh Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari sel progenitor limfoid.
2.2
Reaksi Autoimun
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan
4
self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan. Setiap penyakit yang dihasilkan dari seperti respon imun yang menyimpang, kerusakan jaringan atau gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respon autoimun disebut penyakit autoimun. Penyakit Autoimune adalah penyakit dimana sistem kekebalan yang terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, j aringan atau organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmune tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk. Bahan yang bisa merangsang respon imunitas disebut antigen. Antigen adalah molekul yang mungkin terdapat dalam sel atau di ata s permukaan sel (seperti bakteri, virus, atau sel kanker). Sel sekalipun pada orang yang memiliki jaringan sendiri bisa mempunyai antigen. Tetapi, biasanya, sistem imunitas bereaksi hanya terhadap antigen dari bahan asing atau berbahaya, tidak terhadap antigen dari orang yang memiliki jaringan sendirii. Tetapi, sistem imunitas kadang-kadang rusak, menterjemahkan jaringan tubuh sendiri sebagai antibodi asing dan menghasilkan (disebut autoantibodi) atau sel imunitas menargetkan dan menyerang jaringan tubuh sendiri. Respon ini disebut reaksi autoimun. Hal tersebut menghasilkan radang dan kerusakan jaringan. Efek seperti itu mungkin merupakan gangguan autoimun, tetapi beberapa orang menghasilkan jumlah yang begitu kecil autoantibodi sehingga gangguan autoimun tidak terjadi. Sistem kekebalan pada keadaan tertentu tidak mampu bereaksi terhadap antigen yang lazimnya berpotensi menimbulkan respon imun. Keadaan disebut
5
toleransi kekebalan (immunological tolerance) dan terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu :
Deleksi klonal, yaitu eliminasi klon (kelompok sel yang berasal dari satu sel) limfosit, terutama limfosit T dan sebagian kecil lmfosit B, selama proses pematangan.
Anergi klon, yaitu ketidakmampuan klon limfosit menampilkan fungsinya.
Supresi klon, yaitu pengendalian fungsi “pembantu” limfosit T.
Pada umumnya, sistem kekebalan dapat membedakan antar antigen diri (self antigen) dan antigen asing atau bukan diri (non-self antigen). Dalam hal ini terjadi toleransi imunologik terhadap antigen diri (self tolerance). Apabila sistem kekebalan gagal membedakan antara antigen self dan non-self, maka terjadi pembentukan limfosit T dan B yang auto reaktif dan mengembangkan reaksi terhadap antigen diri (reaksi auto imun). Penyakit autoimun terdiri dari dua golongan, yaitu : 1. Khas organ (organ specific) dengan pembentukan antibodi yang khas organ. Contoh : Thiroiditis, dengan auto-antibodi terhadap tiroid; Diabetes Mellitus, dengan auto-antibodi terhadap pankreas; sclerosis multiple, dengan auto-antibodi terhadap susunan saraf; penyakit radang usus, dengan auto-antibodi terhadap usus. 2. Bukan khas organ (non-organ specific), dengan pembentukan auto antibodi yang tidak terbatas pada satu organ. Contoh : Systemic lupus erythemathosus (SLE), arthritis rheumatika, vaskulitis sistemik dan scleroderma, dengan auto-antibodi terhadap berbagai organ. Beberapa teori yang dianut mengenai mekanisme terjadinya penyakit ini: 1. Teori pemaparan antigen (sequestered antigen):
selama antigen ini tidak terpapar pada sistem imun, maka tidak akan terjadi respon imun terhadapnya.
6
setiap peristiwa yg menyebabkan antigen itu keluar dari organ dan terpapar pada sistem imun dapat mencetuskan terbentuknya antibodi, contoh: pembentukan antibodi terhadap sperma, atau pembentukan antibodi terhadap lensa mata.
namun beberapa penelitian membuktikan bahwa pemaparan saja tidak cukup untuk mencetuskan pembentukan antibodi dengan segera, hal ini terutama berlaku pada pengenalan antigen yg melibatkan sel T, dimana pemaparan antigen perlu disertai dgn ekspresi antigen melalui APC (antigen presenting cell) serta berbagai mediator yang terlibat dalam respon imun.
2. Teori gangguan mekanisme homeostatik Merupakan teori yang banyak dianut pada saat ini. Dalam teori ini, sel T dan sel B yang bersifat autoreaktif selalu berada dalam keadaan normal, dimana tubuh mempunyai mekanisme homeostatik melindunginya terhadap rangsangan olah jaringan tubuh sendiri yg tidak dikehendaki (self tolerance), melalui mekanisme sbb:
penyingkiran sel autoreaktif saat berkembang
penekanan respons yang tidak dikehendaki untuk terjadi
1) Reaksi silang dan molecular mimicry Reaksi yg sama dapat terjadi apabila ke dalam tubuh masuk antigen yg mempunyai struktur molekul yang mirip dengan autoantigen (molecular mimicry) sehingga terjadi reaksi silang, contoh: antigen streptokokus, diduga memiliki struktur molekul yang mirip dengan sel pada jaringan jantung, sehingga dapat merangsang pembentukan antibodi terhadap berbagai komponen miokard dan katup jantung yang kemudian menyebabkan kerusakan pada jarinngan tersebut.
7
2) Gangguan mekanisme jaringan idiotip Reaksi auto imun dapt terjadi bila epitop pada virus menunjukkan struktur yang sama dengan idiotip pada reseptor T atau B autoreaktif. Reaksi autoimun dapat terjadi bila antivirus merangsang terbentuknya antiidiotip yang bereaksi autoantibodi terhadap reseptor virus. Virus yang menginfeksi sel yang dapat memproduksi hormon, dapat menyulut pembentukan antihormon, yg dapat merusak sel yang bersangkutan. 3) Kesalahan ekspresi MHC kelas II Pemaparan autoantigen pada limfosit tidak cukup untuk menimbulkan reaksi. Perlu diiringi dengan penampilan MHC kelas II, tanpa MHC kelas II, autoantigen tidak dapat dideteksi oleh limfosit. Ekspresi antigen MHC kelas II dapat diinduksi oleh berbagai faktor, salah satunya: virus. 4) Stimulasi imunogenik Berbagai produk dari mikroba seperti: enzim proteolitik, virus (EBV), dapat merangsang limfosit membentuk antibodi
poliklonal secara langsung (tanpa
memerlukan bantuan sel T penolong. Stimulasi ini terjadi karena adanya interaksi langsung dengan sel B, atau dengan cara menginduksi sel T atau makrofag untuk mensekresi faktor non spesifik sehingga B terangsang untuk membentuk autoantibodi (IgM)
3. Teori genetic Faktor genetik berperan dan memudahkan terjadinya penyakit autoimun. Penyakit autoimun cenderung pada sejumlah anggota keluarga tertentu, contoh tirotoksikosis lebih sering dijumpai pada kembar identik dbanding nonidentik. Faktor genetik utama yang berkaitan dengan penyakit autoimun: MHC kelas II.
8
2.3
Penyebab Autoimun
Reaksi autoimun dapat dicetuskan oleh beberapa hal : 1. Senyawa yang ada di badan yang normalnya dibatasi di area tertentu (disembunyikan dari sistem kekebalan tubuh) dilepaskan ke dalam aliran darah. Misalnya, pukulan ke mata bisa membuat cairan di bola mata dilepaskan ke dalam aliran darah. Cairan merangsang sistem kekebalan tubuh untuk mengenali mata sebagai benda asing dan menyerangnya. 2. Senyawa normal di tubuh berubah, misalnya, oleh virus, obat, sinar matahari, atau radiasi. Bahan senyawa yang berubah mungkin kelihatannya asing bagi sistem kekebalan tubuh. Misalnya, virus bisa menulari dan demikian mengubah sel di badan. Sel yang ditulari oleh
virus
merangsang
sistem
kekebalan
tubuh
untuk
menyerangnya. 3. Senyawa asing yang menyerupai senyawa badan alami mungkin memasuki badan. Sistem kekebalan tubuh dengan kurang hati-hati dapat menjadikan senyawa badan mirip seperti bahan asing sebagai sasaran.
Misalnya,
bakteri
penyebab
sakit
kerongkongan
mempunyai beberapa antigen yang mirip dengan sel jantung manusia. Jarang terjadi, sistem kekebalan tubuh dapat menyerang jantung orang sesudah sakit kerongkongan (reaksi ini bagian dari demam rheumatik). 4. Sel yang mengontrol produksi antibodi misalnya, limfosit B (salah satu sel darah putih) mungkin rusak dan menghasilkan antibodi abnormal yang menyerang beberapa sel badan. Keturunan mungkin terlibat pada beberapa kekacauan autoimun. Kerentanan kekacauan, daripada kekacauan itu sendiri, mungkin diwarisi. Pada orang yang rentan, satu pemicu, seperti infeks virus atau kerusakan jaringan, dapat membuat kekacauan berkembang. Faktor hormonal juga mungkin dilibatkan, karena banyak kekacauan autoimun lebih sering terjadi pada wanita.
9
2.4
Faktor yang Berperan Pada Automunitas
Infeksi dan Kemiripan Molekular Banyak infeksi yang menunjukkan hubungan dengan penyakit
autoimun tertentu. Beberapa penyakit memiliki epitope yang sama dengan antigen sendiri. Respon imun yang timbul terhadap bakteri tersebut bermula pada rangsangan terhadap sel T yang selanjutnya merangsang sel B untuk membentuk autoantibodi. Infeksi virus dan bakteri dapat berkontribusi dalam terjadinya eksaserbasi autoimunitas. Pada kebanyakan hal, mikroorganisme tidak dapat ditemukan. Kerusakan tidak disebabkan oleh penyebab mikroba, tetapi merupakan akibat respon imun terhadap jaringan pejamu yang rusak. Contoh penyakit yang ditimbulkan oleh kemiripan dengan antigen sendiri adalah demam reuma pasca infeksi streptokok, disebabkan antibodi terhadap streptokok yang diikat jantung dan menimbulkan miokarditis.
Sequestered Antigen Sequestered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak
anatominya, tidak terpapar dengan sistem imun. Pada keadaan normal,sequestered antigen tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun. Perubahan anatomik dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi, kerusakan iskemia atau trauma), dapat memajankan sequestered antigen dengan sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan normal. Contohnya protein intraoktakular pada sperma.
Kegagalan Autoregulasi Regulasi imun berfungsi untuk mempertahankan homeostasis.
Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan respon MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF- β) dan gangguan respon terhadap IL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga bergantung pada sel Ts atau Tr. Bila terjadi kegagalan sel Ts atau Tr, maka sel Th dapat dirangsang sehingga menimbulkan autoimunitas.
10
Aktivasi Sel B Poliklonal Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh
virus (EBV), LPS dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secara langsung yang menimbulkan autoimunitas. Antibodi yang dibentuk terdiri atas berbagai autoantibodi.
Obat-obatan Antigen asing dapat diikat oleh permukaan sel dan menimbulkan
reaksi kimia dengan antigen permukaan sel tersebut yang dapat mengubah imunogenitasnya. Trombositopenia dan anemia merupakan contoh-contoh umum dari penyakit autoimun yang dicetuskan obat. Mekanisme terjadinya reaksi autoimun pada umumnya belum diketahui dengan jelas. Pada seseorang yang mendapat prokainamid dapat ditemukan antibodi antinuklear dan timbul sindroma berupa LES. Antibodi menghilang bila obat dihentikan.
Faktor Keturunan Penyakit autoimun mempunyai persamaan predisposisi genetic.
Meskipun sudah diketahui adanya kecendrungan terjadinya penyakit pada ke luarga, tetapi bagaimana hal tersebut diturunkan, pada umumnya adalah kompleks dan diduga terjadi atas pengaruh beberapa gen.
2.5
Macam-macam Penyakit Autoimun
Beberapa Gangguan Autoimun Gangguan
Jaringan Yang Terkena
Akibat
Anemia hemolitik autoimun
Sel darah merah
Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah) terjadi, menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Limpa mungkin membesar. Anemia bisa hebat dan bahkan fatal.
Bullous pemphigoid
Kulit
Lepuh besar, yang kelilingi oleh area bengkak yang merah, terbentuk di kulit. Gatal biasa. Dengan pengobatan, prognosis baik.
11
Sindrom Goodpasture
Paru-paru dan ginjal
Gejala, seperti pendeknya nafas, batuk darah, kepenatan, bengkak, dan gatal, mungkin berkembang. Prognosis baik jika pengobatan dilaukan sebelum kerusakan paru-paru atau ginjal hebat terjadi.
Penyakit Graves
Kelenjar tiroid
Kelenjar gondok dirangsang dan membesar, menghasilkan kadar tinggi hormon thyroid (hyperthyroidism). Gejala mungkin termasuk detak jantung cepat, tidak tahan panas, tremor, berat kehilangan, dan kecemasa. Dengan pengobatan, prognosis baik.
Tiroiditis Hashimoto
Kelenjar tiroid
Kelenjar gondok meradang dan rusak, menghasilkan kadar hormon thyroid rendah (hypothyroidism). Gejala seperti berat badan bertambah, kulit kasar, tidak tahan ke dingin, dan mengantuk. Pengobatan seumur hidup dengan hormon thyroid perlu dan biasanya mengurangi gejala secara sempurna.
Multiple sclerosis
Otak dan spinal cord
Seluruh sel syaraf yang terkena rusak. Akibatnya, sel tidak bisa meneruskan sinyal syaraf seperti biasanya. Gejala mungkin termasuk kelemahan, sensasi abnormal, kegamangan, masalah dengan pandangan, kekejangan otot, dan sukar menahan hajat. Gejala berubah-ubah tentang waktu dan mungkin datang dan pergi. Prognosis berubahubah.
Myasthenia gravis
Koneksi antara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Otot, teristimewa yang dipunyai mata, melemah dan lelah dengan mudah, tetapi kelemahan berbeda dalam hal intensitas. Pola progresivitas bervariasi secara luas. Obat biasanya bisa mengontrol gejala.
Pemphigus
Kulit
Lepuh besar terbentuk di kulit. Gangguan bisa mengancam hidup.
Pernicious anemia
Sel tertentu di sepanjang perut
Kerusakan pada sel sepanjang perut membuat kesulitan menyerap vitamin B12. (Vitamin B12 perlu untuk produksi sel darah tua dan pemeliharaan sel syaraf). Anemia adalah, sering akibatnya menyebabkan kepenatan, kelemahan, dan sakit kepala ringan. Syaraf bisa rusak, menghasilkan kelemahan dan kehilangan
12
sensasi. Tanpa pengobatan, tali tulang belakang mungkin rusak, akhirnya menyebabkan kehilangan sensasi, kelemahan, dan sukar menahan hajat. Risiko kanker perut bertambah. Juga, dengan pengobatan, prognosis baik. Rheumatoid arthritis
Systemic lupus erythematosus (lupus)
Sendi atau Banyak gejala mungkin terjadi. jaringan lain termasuk demam, kepenatan, rasa sakit sendi, seperti jaringan kekakuan sendi, merusak bentuk sendi, paru-paru, pendeknya nafas, kehilangan sensasi, saraf, kulit dan kelemahan, bercak, rasa sakit dada, dan bengkak jantung di bawah kulit. Progonosis bervariasi sendi, ginjal, kulit, paru paru, jantung, otak dan sel darah
Sendi, walaupun dikobarkan, tidak menjadi cacat. Gejala anemia, seperti kepenatan, kelemahan, dan ringan-headedness, dan yang dipunyai ginjal, paru-paru, atau jantung mengacaukan, seperti kepenatan, pendeknya nafas, gatal, dan rasa sakit dada, mungkin terjadi. Bercak mungkin timbul. Ramalan berubah-ubah secara luas, tetapi kebanyakan orang bisa menempuh hidup aktif meskipun ada gejolak kadang-kadang kekacauan.
Diabetes Sel beta dari Gejala mungkin termasuk kehausan berlebihan, mellitus tipe 1 pankreas (yang buang air kecil, dan selera makan, seperti memproduksi komplikasi bervariasi dengan jangka panjang. insulin) Pengobatan seumur hidup dengan insulin diperlukan, sekalipun perusakan sel pankreas berhenti, karena tidak cukup sel pankreas yang ada untuk memproduks iinsulin yang cukup. Prognosis bervariasi sekali dan cenderung menjadi lebih jelek kalau penyakitnya parah dan bertahan hingga waktu yang lama.
Vasculitis
Pembuluh darah
Vasculitis bisa mempengaruhi pembuluh darah di satu bagian badan (seperti syaraf, kepala, kulit, ginjal, paru-paru, atau usus) atau beberapa bagian. Ada beberapa macam. Gejala (seperti bercak, rasa sakit abdominal, kehilangan berat badan, kesukaran pernafasan, batuk, rasa sakit dada, sakit kepala, kehilangan pandangan, dan gejala kerusakan syaraf atau kegagalan ginjal) bergantung pada bagian badan mana yang
13
dipengaruhi. Prognosis bergantung pada sebab dan berapa banyak jaringan rusak. Biasanya, prognosis lebih baik dengan pengobatan
2.6
Gejala Autoimunitas
Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Tetapi, gejala bervariasi bergantung pada gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa gangguan autoimun mempengaruhi jenis tertentu jaringan di seluruh badan misalnya, pembuluh darah, tulang rawan, atau kulit. Gangguan autoimun lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ yang mana pun, termasuk ginjal, paru-paru, jantung, dan otak, bisa dipengaruhi. Hasil dari peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak bentuk sendi, kele mahan, penyakit kuning, gatal, kesukaran pernafasan, penumpukan cairan (edema), demam, bahkan kematian. Gangguan autoimun dapat mempengaruhi hampir setiap organ dan sistem tubuh. Beberapa gangguan autoimun meliputi: a. Diabetes Melitus (Tipe I) – mempengaruhi pankreas. Gejala termasuk haus, sering buang air kecil, berat badan turun dan lebih rentan terhadap infeksi. b. Penyakit Graves – mempengaruhi kelenjar tiroid. Gejala termasuk penurunan berat badan, detak jantung meningkat, kecemasan dan diare. c. Penyakit radang usus – termasuk ulcerative colitis dan mungkin, penyakit Crohn. Gejalanya meliputi diare dan sakit perut. d. Multiple sclerosis – mempengaruhi sistem saraf. Tergantung pada bagian mana dari sistem saraf yang dipengaruhi, gejala dapat termasuk mati rasa, kelumpuhan dan gangguan penglihatan. e. Psoriasis – mempengaruhi kulit. Fitur termasuk pengembangan, sisik kulit memerah tebal. Rheumatoid arthritis atau Rematik –
14
mempengaruhi sendi. Gejala termasuk sendi bengkak dan sakit. Mata, paru-paru dan jantung juga dapat terlibat. f.
Scleroderma – mempengaruhi kulit dan struktur lainnya, menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Fitur termasuk penebalan kulit, borok kulit dan sendi kaku.
g.
Sistemik lupus eritematosus atau SLE (Penyakit Lupus) – mempengaruhi jaringan ikat dan dapat menyerang sistem organ tubuh. Gejala termasuk peradangan sendi, demam, penurunan berat badan dan ruam wajah yang khas.
2.7
Pengobatan
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimmune dengan menekan sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimmune juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit, terutama infeksi. Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dengan jangka panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat. Sering, kortikosteroid, seperti prednison, diberikan, biasanya secara oral. Obat ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh. KortiKosteroid yang digunakan dlama jangka panjang memiliki banyak efek samping. Kalau mungkin, kortikosteroid dipakai untuk waktu yang pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi, kortikosteroid kadangkadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas. Gangguan autoimun tertentu (misalnya, multipel sklerosi s dan gangguan tiroid) juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan dan kortikosteroid. Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin diperlukan.
15
Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi faktor tumor necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid, tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk mengobati gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis. Obat ini juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu. Obat baru tertentu secara khusus membidik sel darah putih. Sel darah putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan. Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan autoimun. Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan kepada pasien. Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka mulai. Tetapi, kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi bergantung pada gangguan.
2.8
Diagnosa Autoimun
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga sebagai gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR) seringkali meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon radang mengganggu kemampuan sel darah merah (erythrocytes) untuk tetap ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena radang mengurangi produksi mereka. Tetapi, radang mempunyai banyak sebab, banyak diantaranya yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan autoimun khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang
16
biasanya ada di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anticyclic citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang sendi rheumatoid. Tetapi antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala orang untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.
17
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen tubuh sendiri yang disebabkan oleh menkanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun, menyerang bagian dari tubuh tersebut dan merupakan kegagalan fungsi sistem kekebalan tubuh yang membuat badan menyerang jaringannya sendiri. Sistem imunitas menjaga tubuh melawan pada apa yang terlihatnya sebagai bahan asing atau berbahaya. Bahan seperti itu termasuk mikro-jasad, parasit (seperti cacing), sel kanker, dan malah pencangkokkan organ dan jaringan. Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan), seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine, mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral dan seringkali dengan jangka panjang. Tetapi, obat ini menekan bukan hanya reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri terhadap senyawa asing, termasuk mikro jasad penyebab infeksi dan sel kanker. Kosekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.
3.2
Saran
Dan kami berharap makalah atau karya tulis ini dapat bermanfaat pagi pembaca. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan dan sarana yang kami miliki. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sesalu kami harapkan sehinga dimasa mendatang makalah ini dapat menjadi lebih baik.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2012. Autoimun. http://www.scribd.com/doc/53609677/1. Diakses tanggal 20 Oktober 2017. Murray, dkk. 2009. Imunologi II Harper Edisi 27. Editor Nanda Wulandari. EGC. Jakarta. Poedjiadi, Supryanti T. 2007. Dasar-dasar Imunologi (Edisi Revisi). UI Press. Jakarta. Wakhianto.
2007.
Imunologi
II
Autoimun.
http://www.scribd.com/doc/54933912/Autoimun. Diakses tanggal 20 Oktober 2017.
19