ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian a. Identitas klien b. Alasan Dirawat di Rumah Sakit:
Biasanya klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala hebat yang progresif, mual muntah , dan kejang (Siti Rochani, 2007). c. Riwayat Kesehatan 1)
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan nyeri kepala yang biasanya lama, mual muntah secara progresif, kejang, penurunan nafsu makan, BB menurun, pasien juga mengalami gangguan kesadaran, kebingungan, hilang keseimbangan, inkoordinasi, pucat, gangguan menelan, gangguan pada penglihatan, bau dan rasa, perubahan pada tekanan darah, perubahan frekuensi jantung (bradikardi atau tachicardi). Klien juga mengatakan badannya terasa lemah, letih, dan kaku. Pasien juga mengatakan susah untuk tidur karena nyeri yang dirasakan (Siti Rochani, 2007). 2)
Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien pernah memiliki riwayat cidera kepala, pernah terpapar zat-zat kimia tertentu seperti pestisida, nitro-ethil-urea, nitro-ethil-urea, pernah terkena sinar radiasi yang berlebihan, dan terinfeksi oleh virus yang menyerang sistem syaraf pusat. Selain itu pasien juga memiliki riwayat nyeri kepala yang sudah belangsung lama (Hendro Susilo, 2000). 3)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien memiliki riwayat tumor pada keluarga, dan penyakit yang mendahului dari Space Occupying Lesion Lesion ini yaitu sklerosis TB, dan penyakit neurofibromatosis (Hendro Susilo, 2000). 2000). a. 11 Pola Fungsi Gordon 1. Pola Persepsi dan Managemen kesehatan
a. Pada pasien dengan Space Occupying Lesion, Lesion, terjadi perubahan persepsi dan penanganan kesehatan karena kurangnya pengetahuan
tentang dampak dari SOL ini sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap dirinya, stress, perubahan tingkah laku, kepribadian, mudah tersinggung dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan yang lama, untuk itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien. b. Pada pasien ini biasanya akan mengalami nyeri kepala yang progresif, mual-muntah yang merupakan gambaran umum klien. Dengan kondisi seperti di atas klien akan mengatasi nyeri kepalanya dengan membeli obat anti nyeri di warung. Setelah nyeri sembuh klien kemungkinan tidak akan mengonsumsi obat lagi. Klien atau keluarga akan pergi ke pelayanan kesehatan setelah masalah kesehatan dari klien tidak teratasi lagi di rumah. 2. Pola Nutrisi dan Metabolik
a. Pada pasien dengan Space Occupying Lesion terjadi nafsu makan menurun, adanya mual muntah selama fase akut (muntah bisa saja proyektil) yang disebabkan oleh kompresi pada medulla oblongata, kehilangan sensasi pada lidah, pipi, dan tenggorokan, dan disertai dengan gejala kesulitan menelan (disfagia) yang disebabkan oleh gangguan pada reflek palatum dan faringeal. b. Pada pasien ini biasanya juga terjadi penurunan berat badan yang signifikan, penurunan lemak sub kutan, penurunan masa otot, karena intake yang tidak adekuat. Dari pemeriksaan konjungtiva tampak anemis, Hb turun, klien bisa mengalami anemia. c. Sedangkan, intake cairannya juga bisa berkurang disebabkan klien malas untuk minum yang akan menyebabkan demam yang lebih tinggi yaitu hipertermi mencapai 40 0C, turgor kulit tidak elastis, konsentrasi urin pekat. Pada fase demam denyut nadi perifer kuat dan cepat, kulit hangat, pucat dan lembab, terjadi hipovolemia. 3. Pola Eliminasi
a. Pada pasien ini biasanya terjadi perubahan pola berkemih, dan buang air besar, inkotinensia kandung kemih dan usus mengalami gangguan fungsi.
Dan bising usus negatif yang disebabkan oleh tumor mengenai area di enchepalon yaitu pada bagian hipotalamus. 4. Pola Latihan dan Aktifitas
Kelelahan, keletihan, kaku, inkoordinasi, dan kehilangan keseimbangan mengakibatkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal. Pasien juga mengalami gangguan tonus otot sehingga terjadi kelemahan otot/penurunan kekuatan otot, gangguan tingkat kesadaran, letargi, Hemiparise, quadriplegi, ataxia yang menyebabkan gangguan koordinasi. Dan pasien sering mengeluh nyeri kepala pada saat berkativitas yang dipicu oleh peningkatan tekanan darah. Klien juga mengeluh nafas pendek pada istirahat dan aktivitas yang ditandai dengan penurunan ke dalaman pernapasan. 5. Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien dengan Space Occupying Lesion biasanya mengalami gejala pusing, sakit kepala, kelemahan, tinitus, afasia motorik, amnesia, vertigo, synkop, kehilangan pendengaran, tingling dan baal pada ekstremitas, sert a gangguan pengecapan dan penghidu. Dan tanda dari perubahan pola kognitif dan persepsi adalah perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti, kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese, quadriplegi, kejang, sensitif terhadap gerakan. 6. Pola Istirahat dan tidur
Terdapat perubahan istirahat dan tidur, yang disebabkan oleh adanya faktorfaktor yang mempengaruhi tidur seperti cemas, sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda-beda dan biasanya lama. Dan pada pasien ini bisa terjadi susah untuk tidur atau malah sebaliknya mudak tertidur, hal ini disebabkan oleh tumor mengenai area dienchepalon (otak tengah) yang mengakibatkan impuls dari aras ke korteks serebri terganggu dan dapat terjadi penurunan aktifitas sehingga pasien mudah untuk tertidur, dan peningkatan aktifitas sehingga pasien susah untuk tidur.
7. Pola Konsep diri-Persepsi Diri
Adanya perubahan pada fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri: rasa terisolasi, harga diri: harga diri rendah, dan mekanisme koping yang destruktif : kurang percaya diri, perasaan tidak berdaya, dan putus asa, disertai dengan emosi labil dan kesulitan untuk mengungkapkannnya. Selain itu, adanya kecemasan, ketakutan, bersifat passive, sering mengeluh, ekspresi wajah meringis, merasa tak berdaya 8. Pola Peran dan Hubungan
Biasanya pasien mengalami masalah dalam bicara, dan ketidakmampuan dalam berbicara sehingga hubungan teman tetangga dan orang lain merasa terasing, dan tidak dapat melakukan aktifitas sosial. Dan klien merasa dengan orang terdekat sering merasa jauh dan ketidakadekuatan sistem pendukung. Namun demikian, untuk hubungan dengan keluarga dan masyarakat sangat diperlukan klien untuk dukungan psikologis bagi klien sehingga klien bisa cepat sembuh, terutama dukungan keluarga atau orang terdekat. 9. Pola Seksualitas/Reproduksi
Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas sehingga dampak pada hubungan perubahan tingkat kepuasan. Selain i tu pada wanita, haid sering terganggu karena Hb Menurun. 10. Pola Pertahanan diri ( Coping-Toleransi Stres )
Lamanya perawatan, perjalanan penyakit yang kronis, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa perasaan marah, cemas, takut, tidak sabaran, dan mudah tersinggung. 11. Pola Keyakinan dan Nilai
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibada penderita (Arif Muttaqin, 2008 ; Smeltzer & Suzanne, 2001).
b. Pengkajian fisik 1. Pemeriksaan Vital Signs
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan Space Occupying Lesion biasanya terjadi perubahan jika terjadi kompresi pada medulla oblongata (TD akan meningkat, dan Pernafasan akan terjadi penurunan frekuensi). Nadi menurun berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pda Vasomotor, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika tumor mengenai area hipotalamus. 2. Pemeriksaan Kulit
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. 3. Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP ( Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH 20 4. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pernafasan terdapat perubahan irama pernafasan, dyspnea, dan potensial obstruksi jalan nafas. Pada keadaan lanjut yang disebabkan oleh adanya kompresi medulla oblongata didapatkan adanya penurunan pernafasan, dan kegagalan pernafasan (apnea). Pada pasien dengan penurunan kesadaran, pada auskultasi ditemukan suara nafas ronchi (+). 5. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. Tekanan darah biasanya meningkat dan heart rate turun yang disebabkan oleh peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor. 6. Pemeriksaan Abdomen
Diadapatkan bising usus klien biasanya menurun atau bisa negatif yang disebabkan oleh tumor mengenai area dienchepalon yaitu pada bagian hipotalamus. 7. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine 8. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Adanya kerusakan untuk beraktivitas karena kelemahan, kelumpuhan, kehilangan sensori, kehilangan keseimbangan, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. Pada klien dengan dengan Space Occupying Lesion akan terjadi penurunan gerakan rentang sendi. 9. Pemeriksaan Ekstremitas
Terjadi penurunan kekuatan otot yang disertai dengan kekakuan baik pada ekstremitas superior maupun ekstremitas inferior (Smeltze & Suzanne, 2001). 10. Pemeriksaan Neurologi a. GCS (Tingkat Kesadaran)
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting
yang membutuhkan pengkajian. Tingkat
kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitive untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran (Arif Muttaqin, 2008). Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tumor intracranial biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantuan pemberian asuhan keperawatan (Widagdo Wahyu, 2008). Pemeriksaan Tingkat Kesadaran dengan menggunakan GCS: EYE (RESPON MEMBUKA MATA) :
(4) : Spontan (3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) :Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : Tidak ada respon VERBAL (RESPON VERBAL) :
(5)
: Orientasi baik
(4)
: Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”) (2)
: Suara tanpa arti (mengerang)
(1)
: Tidak ada respon
MOTOR (RESPON MOTORIK) :
(6)
: Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri) (4) : With draws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : Tidak ada respon (Widagdo Wahyu, 2008). Nilai GCS : 15
1) Compos mentis
:E4 M6V5
2) Apatis
: E 4 M 6 V 4 14
3) Somnolen
:E4M5V3
4) Soporos
: E 2 M5 V 2
5) Coma
: E 2 M 2 V 1 5
6) Coma dalam
:E1M1V1
(Widagdo Wahyu, 2008). b. Fungsi Serebri
12 9
3
1) Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah klien, aktivitas klien, aktivitas motorik pada klien tumor intracranial tahap lanjut biasanya st atus mental klien mengalami perubahan (Arif Muttaqin, 2008). 2) Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage, yaitu kesukaran mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata (Arif Muttaqin, 2008). 3) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas , memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi (Arif Muttaqin, 2008). c. Pemeriksaan Saraf Cranial
1) Nervus I (N. Olfactorius) Pada klien Space Occupying Lesion yang tidak mengompresi saraf ini tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. 2) Nervus II (N. Optikus) Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari lintasan visual. 3) Nervus III, IV, VI (N. Okulomotorius, Trochlearis, Abdusen) Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf IV memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiforme 4) Nervus V (N. Trigeminus) Pada keadaan tumor intracranial yang tdak mengompresi saraf trigeminus maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada neurolema yang mengganggu saraf ini akan didapatkan adanya parali sis wajah unilateral. 5) Nervus VII (N. Fasialis)
Persepsi penngecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. 6) Nervus VIII (N. Auditorius) Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau korteks yang berbatasan. 7) Nervus IX dan X (N. Glossopharingeus dan Vagus) Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut 8) Nervus XI (N. Accesorius) Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoid dan trapezius 9) Nervus XII (N. Hipoglosus) Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra pengecapan normal (Widagdo Wahyu, 2008). d. Pemeriksaan Sistem motorik
Lesi serebelum mengakibatkan gangguan pergerakan (keseimbangan dan koordinasi). Gangguan ini bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi spesifik tumor dalam serebelum. Gangguan yang paling sering dijumpai kurang menyolok tapi memiliki karakteristik yang sama dengan tumor serebelum yaitu hipotonia (tidak adanya resistensi normal terhadap regangan atau perpindahan anggota tubuh dari sikap aslinya) dan hiperekstensibilitas sendi. Gangguan dalam koordinasi berpakaian merupakan ciri khas pada klien dengan tumor pada lobus temporalis (Widagdo Wahyu, 2008). Penilaian status motorik dilakukan dengan melihat :
1. Fungsi motoris dengan menilai : Besar dan bentuk otot, tonus otot dan kekuatan otot ekstremitas (skala 0 – 5) a. 0 = tidak ada gerakan b. 1 = kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak c. 2 = otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan d. 3 = gerakan otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa thd tahanan pemeriksa
e. 4 = gerakan otot dg tahanan ringan pemeriksa dan dapat melawan gaya berat f.
5 = gerakan otot dg tahanan maksimal pemeriksa (Hendri Budi, 2010).
e. Pemeriksaan Sistem Sensori
Mungkin nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai pada pasien dengan Space Occupying Lesion. Nyeri dapat digambarkan bersifat dalam, terus-menerus, tumpul, dan kadang-kadang hebat sekali. Lokasi nyeri kepala cukup bernilai oleh karena sepertiga dari nyeri kepala ini terjadi pada tempat tumor sedangkan dua pertiga lainnya terjadi didekat atau di atas tumor. Nyeri kepala oksipital merupakan gejala pertama pada tumor fosa posterior. Kira-kira sepertiga lesi supratentorial menyebabkan nyeri kepala yang terjadi men yeluruh maka nilai lokasinya kecil dan pada umumnya menunjukkan pergeseran ekstensif kadungan intracranial yang meningkatkan intracranial. Tumor pada lobus parietal korteks sensori perietalis mengakibatkan hilangnya fungsi sensorik kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, diskriminasi dua-titik, grafestasia, kesan posisi, dan stereognosis (Arif Muttaqin, 2008). f. Pemeriksaan Tanda Meningeal
Bila ada peradangan selaput otak atau di rongga sub arachnoid terdapat benda asing seperti darah, maka dapat merangsang selaput otak Tanda Rangsang Meningeal pada pasien Space Occupying Lesion : Kaku kuduk
(+)
(Arif Muttaqin, 2008). Pemeriksaan Tanda Rangsang Meningeal yaitu: 1. Kaku kuduk Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan dengan cara : a. Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring
b. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada. c. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. d. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak
mencapai dada. e. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang
berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang. f.
Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.
2. Tanda laseque Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut : a. Pasien berbaring lurus, b. Lakukan ekstensi pada kedua tungkai. c. Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fl eksikan pada sendi
panggul. d. Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus. e. Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul
rasa sakit atau tahanan. f.
Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70 o
3. Tanda Kerniq Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut : a. Pasien berbaring lurus di tempat tidur. b. Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut
90o, c. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. d. Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai
bawah dan tungkai atas. e. Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri seb elum tercapai
sudut 135o 4. Tanda Brudzinsky I
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut : a. Pasien berbaring di tempat tidur. b. Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. c. Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. d. Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai. 5. Tanda Brudzinsky II Pemeriksaan dilakukan seagai berikut : a. Pasien berbaring di tempat tidur. b. Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu
lagi berada dalam keadaan lurus. c. Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi
perhatikan
g.
apakah
ada
kelumpuhan
pada
tungkai.
Pemeriksaan Refleks 1) Pemeriksaan Reflek Patologis
a) Babinsky Telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari, timbul dorso fleksi ibu jari dan pemekaran jari-jari lainnya. b) Chadock Tanda babinsky akan timbul dengan menggores punggung kaki dari arah lateral ke depan c) Openheim Mengurut tibia dengan ibu jari, jario telunjuk, jari tengah dari lutut menyusur kebawah (+ = babinsky) d) Gordon Otot gastroknemius ditekan (+ sama dengan Babinski) e) Scahaefer Tanda babinski timbul dengan memijit tendon Achiles
f) Rosollimo Mengetok bagian basis telapak jari kaki (+) fleksi jari-jari kaki g) Mendel Rechterew Mengetok bagian dorsal basis jari kaki. (+) fleksi jari kaki h) Hoffman – Trommer Positif timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari telunjuk atau jari tengah (Hendri Budi, 2010) 1) Reflek fisiologis Terdapat perubahan pada reflek tendon : hiporefleksia atau hiperefleksia (Arif Muttaqin, 2008). Cara menilai reflex fisiologis : Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0-4 0 = tidak ada respon 1 = Berkurang 2 = Normal 3 = Hiperreflek 4 = Hiperreflek dengan klonus Minta klien untuk rileks, menarik nafas panjang sebelum memulai pemeriksaan a. Refleks Biceps o
Minta klien duduk dengan rileks dan meletakkan kedua lengan di atas paha
o
Dukung lengan bagian bawah klien dengan tangan non dominan
o
Letakkan ibu jari lengan non dominan di atas tendon bicep
o
Pukulkan refleks Hammer ibu jari pemeriksa
o
Observasi kontraksi otot bicep (fleksi siku)
b. Refleks triceps o
Dukung siku klien dengan tangan non dominan
o
Pukulkan reflex hammer pada prosesus olecranon
o
Observasi kontraksi otot tricep (ekstensi siku)
c. Reflek Patella o
Minta klien duduk dengan kaki fleksi
o
Palpasi lokasi patella
o
Ketuk refluks patella dengan reflek hammer
o
Observasi ekstensi tungkai bawah dan kontraksi otot quadrisep
d. Refleks brachioradialis o
Minta klien duduk dan meletakkan tangan di atas paha dengan posisi pronasi
o
Pukulkan reflex hammer di atas tendon (kira-kira 2-3 inci dari pergelangan tangan)
o
Observasi fleksi dan supinasi telapak tangan (Hendri Budi, 2010).
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektroensefalogram (EEG) Kanker otak, tumor intracranial, Space Occupying Lesion (SOL) maupun oklusio vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkan kerusakan barier darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif. (Arif Muttaqin, 2008) Elektroensefalogram (EEG) mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati lesi dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang (Aru w. Sudoyo, 2006). 2) Ekoensefalogram Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral (Aru w. Sudoyo, 2006). 3) Foto rontgen polos Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan untuk mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas tulang lainnya, terutama dalam penatalaksanaan trauma akut. Selain itu, foto rontgen polos mungkin menjadi diagnostik bila kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan letak terlihat pada hasil foto rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang adanya SOL ( space occupying lesion). (Arif Muttaqin, 2008). 4) Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pemindaian MRI membarikan gambaran grafik dari struktur tulang, cairan, dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang
detail anatomi dan dapat membantu seseorang mendiagnosis tumor kecil, ganas, atau sindrom infrak dini. (Arif Muttaqin, 2008) 5) Computerized Tomografi (CT Scan) CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang diduga menderita Space Occupying Lesion (SOL). Sensitifitas CT Scan untuk mendeteksi lesi yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada Space Occupying Lesion (SOL), umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya SOL dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis SOL akan terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras. Penilaian CT Scan pada Space Occupying Lesion (SOL): a. Tanda proses desak ruang: -
Pendorongan struktur garis tengah otak
-
Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel (Aru w. Sudoyo, 2006).
6) Angiografi serebral Angiografi serebral merupakan pilihan terakhir jika dengan pemeriksaan CT scan dan MRI, diagnosis masih belum bisa ditegakkan. (Hacke W. dan Kramer H., 1991). Angiografi memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor. Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukkan kateter melalui arteri femoralis di antara sela paha dan masuk menuju pembuluh darah bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan dengan tusukan langsung pada arteri karotis atau arteri vertebral atau dengan suntikan mundur ke dalam arteri brakialis dengan zat kontras. (Arif Muttaqin, 2008) 7) Radiogram Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan posisi selatursika (Arif Muttaqin, 2008).
8) Sidik otak radioaktif Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Space Occupying Lesion (SOL) mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif (Arif Muttaqin, 2008) 9) Biopsi stereotaktik bantuan-komputer (tiga dimensi) Biopsi stereotaktik digunakan untuk mendiagnosis kedudukan lesi yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis. (Suzanne C. Smeltzer, 2001).