17
1
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
"Asuhan Keperawatan Syok Kardiogenik"
OLEH
KELOMPOK 10
II B KEPERAWATAN
Cornelius Arya D.P.A (14.1.067)
Emi Susanti (14.1.077)
Ersya Ferdian E.P (14.1.080)
Happy A Arina (14.1.088)
Zera Kusuma W (14.1.121)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN RS. Dr. SOEPRAOEN MALANG
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Medikal Bedah (KMB) yang berjudul "Asuhan Keperawatan Syok Kardiogenik" sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah (KMB) di Politeknik Kesehatan RS dr. Soepraoen. Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:
Mayor Ckm (K), Mustriwi, S.Kep., Ners, selaku Ka Prodi Keperawatan,
Ardhiles Wahyu K, S.Kep., Ners selaku pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB) yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis dapat termotivasi dan menyelesaikan tugas ini,
Keluarga dan rekan-rekan mahasiswa Prodi Keperawatan dan seluruh pihak yang telah membantu kelancaran penelitian ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan makalah ini, dengan sebaik-baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, demi kesempurnaan penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak untuk menyempurnakannya.
. Malang, November 2015
Kelompok 10
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar isi iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Manfaat Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori Syok Cardiogenik
2.1.1 Definisi Syok Cardiogenik
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Ptofisiologi
2.1.4 Manifestasi Klinis
2.1.5 Komplikasi Syok Cardiogenik
2.1.6 Penatalaksanaan
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.3 Intervensi
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................10
4.2 Saran ..................................................................................10
iiiiiiDAFTAR PUSTAKA
iii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tak dapat dipulihkan kembali (syok ireversibel), oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan-keadaan tertentu yang dapat mengakibatkan syok, gejala dini yang berguna untuk penegakan diagnosis yang cepat dan tepat untuk selanjutnya dilakukan suatu penatalaksanaan yang sesuai.
Satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa penderitanya adalah syok kardiogenik. Pada syok kardiogenik ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung. Hal ini merupakan suatu keadaan gawat yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat, bahkan dengan penanganan yang agresif pun angka kematiannya tetap tinggi yaitu antara 80-90%. Penanganan yang cepat dan tepat pada penderita syokkardiogenik ini mengambil peranan penting di dalam pengelolaan/penatalaksanaan pasien guna menyelamatkan jiwanya dari ancaman kematian.
Syok kardiogenik ini paling sering disebabkan oleh karena infark jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark akut 5-10%. Syok merupakan komplikasi infark yang paling ditakuti karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi. Walaupun akhir-akhir ini angka kematian dapat diturunkan sampai 56% (GUSTO), syok kardiogenik masih merupakan penyebab kematian yang terpenting pada pasien infark yang dirawat di rumah sakit.
1.2 Rumusan Masalah
Apa definisi syok kardiogenik?
Bagaimanakah etiologi syok kardiogenik?
Bagimanakah patofisiologi syok kardiogenik?
Bagimanakah manifestasi klinis syok kardiogenik?
Bagimanakah komplikasi syok kardiogenik?
Bagimanakah penatalaksanaan syok kardiogenik?
Bagaimana asuhan keperawatan syok kardiogenik?
1.3 Tujuan
Mengetahui definisi syok kardiogenik
Mengetahui etiologi syok kardiogenik
Mengetahui patofisiologi syok kardiogenik
Mengetahui manifestasi klinis syok kardiogenik
Mengetahui komplikasi syok kardiogenik
Mengetahui penatalaksanaan syok kardiogenik
Mengetahui asuhan keperawatan syok kardiogenik
1.4 Manfaat
Bagi Masyarakat
Masyarakat lebih tahu dan paham tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan syok kardiogenik.
Bagi Mahasiswa
Mahasiswa lebih mengetahui tentang pembuatan asuhan keperawatan pada pasien dengan syok kardiogenik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONSEP TEORI
2.1.1 Definisi Syock Kardiogenik
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003).
Shock kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik. (www.fkuii.org).
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung, manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998).
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001).
2.1.2 Etiologi
Terdapat beberapa penyebab dari terjadinya shock kardiogenik, diantaranya:
Gangguan kontraktilitas miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi iskemik
Infark miokard akut ( AMI)
Komplikasi dari infark miokard akut, seperti: ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark ventrikel kanan, dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien dengan infark-infark yang lebih kecil
Valvular stenosis
Myocarditis ( inflamasi miokardium, peradangan otot jantung)
Cardiomyopathy ( myocardiopathy, gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya )
Trauma jantung
Temponade jantung akut
Komplikasi bedah jantung
2.1.3 Manifestasi Klinis
Nyeri dada yang berkelanjutan, dyspnea (sesak/sulit bernafas), tampak pucat, dan apprehensive (anxious, discerning, gelisah, takut, cemas)
Hipoperfusi jaringan
Keadaan mental tertekan/depresi
Anggota gerak teraba dingin
Keluaran (output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
takikardi (detak jantung yang cepat,yakni > 100x/menit)
Nadi teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit
Hipotensi : tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg
Diaphoresis (diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis, perspirasi)
Distensi vena jugularis
Indeks jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
Tekanan pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
Suara nafas dapat terdengar jelas dari edem paru akut
Menurut Mubin (2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan :
a. Keluhan Pokok
Oliguri (urin < 20 mL/jam).
Mungkin ada hubungan dengan IMA (infark miokard akut).
Nyeri substernal seperti IMA.
b. Tanda Penting
Tensi turun < 80-90 mmHg
Takipneu dan dalam
Takikardi
Nadi cepat
Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua basal paru
Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III sering terdengar
Sianosis
Diaforesis (mandi keringat)
Ekstremitas dingin
Perubahan mental
c. Kriteria
Adanya disfungsi miokard disertai dengan:
Tekanan darah sistolis arteri < 80 mmHg.
Produksi urin < 20 mL/jam.
Tekanan vena sentral > 10 mmH2O
Ada tanda-tanda: gelisah, keringat dingin, akral dingin, takikardi
2.1.4 Patofisiologi
Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan jantung pada fase terminal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke aliran darah koroner berdampak pada supply O2 kejaringan khususnya pada otot jantung yang semakin berkurang, hal ini akan menyababkan iscemik miokard pada fase awal, namun bila berkelanjutan akan menimbulkan injuri sampai infark miokard. Bila kondisi tersebut tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan kondisi yang dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi syok, metabolisme yang pada fase awal sudah mengalami perubahan pada kondisi anaerob akan semakin memburuk sehingga produksi asam laktat terus meningkat dan memicu timbulnya nyeri hebat seperti terbakar maupun tertekan yang menjalar sampai leher dan lengan kiri, kelemahan fisik juga terjadi sebagai akibat dari penimbunan asam laktat yang tinggi pada darah. Semakin Menurunnya kondisi pada fase syok otot jantung semakin kehilangan kemampuan untuk berkontraksi utuk memompa darah. Penurunan jumlah strok volume mengakibatkan berkurangnnya cardiac output atau berhenti sama sekali. Hal tersebut menyebakkan suplay darah maupun O2 sangatlah menurun kejaringan, sehingga menimbulkan kondisi penurunan kesadaran dengan akral dinging pada ektrimitas, Kompensasi dari otot jantung dengan meningkatkan denyut nadi yang berdampak pada penurunan tekanan darah Juga tidak memperbaiki kondisi penurunan kesadaran. Aktifitas ginjal juga terganggu pada penurunan cardiac output,yang berdampak pada penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR ). Pada kondisi ini pengaktifan system rennin, angiotensin dan aldostreron akan , menambah retensi air dan natrium menyebabkan produksi urine berkurang( Oliguri < 30ml/ jam)
Penurunan kontraktilitas miokard pada fase syok yang menyebabkan adanya peningkatan residu darah di ventrikel, yang mana kondisi ini akan semakin memburuk pada keadaan regurgitasi maupun stenosis valvular .Hal tersebut dapat menyebabkan bendungan vena pulmonalis oleh akumulasi cairan maupun refluk aliran darah dan akhirnya memperberat kondisi edema paru.
2.1.5 Pathway
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis Syok Kardiogenik:
Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
Berikan oksigen 8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg.
Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi dengan pemberian morfin.
Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi.
Bila mungkin pasang CVP.
Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
2. Medikamentosa :
Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
Ansietas, bila cemas
Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak adekuat. Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.
ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi penyakit katub jantung.
Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulmonal.
Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,misalnya infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
2.1.8 Komplikasi
Cardiopulmonary arrest
Disritmi
Gagal multisistem organ
Stroke
Tromboemboli
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien dengan syok kardiogenik , dengan data fokus pada :
1. Aktivitas
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, dispnea pada istirahat atau aktivitas, perubahan warna kulit kelembaban, kelemahan umum
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat AMI sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, diabetes mellitus.
Tanda : tekanan darah turun <90 mmhg atau dibawah, perubahan
postural dicatat dari tidur sampai duduk berdiri, nadi cepat tidak kuat atau lemah, tidak teratur, BJ ekstra S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal jantung atau penurun an kontraktilitas ventrikel, Gejala hipoperfusi jaringan kulit ; dioforesis ( Kulit Lembab ), pucat, akral dingin, sianosis, vena – vena pada punggung tangan dan kaki kolaps
3. Eliminasi
Gejala : Produksi urine < 30 ml/ jam
Tanda : oliguri
4. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : nyeri dada yang timbulnya mendadak dan sangat hebat, tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin, lokasi tipikal pada dada anterio substernal, prekordial, dapat menyebar ketangan, rahang, wajah, tidak tentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,abdomen,punggung, leher, dengan kualitas chorusing, menyempit, berat,tertekan , dengan skala biasanya 10 pada skala 1- 10, mungkin dirasakan pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
Tanda : wajah meringis, perubahan postur tubuh, meregang, mengeliat, menarik diri, kehilangan kontak mata, perubahan frekuensi atau irama jantung, TD,pernafasan, warna kulit/ kelembaban ,bahkan penurunan kesadaran.
5. Pernafasan
Gejala : dyspnea dengan atau tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
dengan atau tanpa produksi sputum,penggunaan bantuan pernafasan oksigen atau medikasi,riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis
Tanda : takipnea, nafas dangkal, pernafasan laboret ; penggunaan otot aksesori pernafasan, nasal flaring, batuk ; kering/ nyaring/nonprodoktik/ batuk terus – menerus,dengan / tanpa pembentukan sputum: mungkin bersemu darah, merah muda/ berbuih ( edema pulmonal ). Bunyi nafas; mungkin tidak terdengar dengan crakles dari basilar dan mengi peningkatan frekuensi nafas, nafas sesak atau kuat, warna kulit; pucat atau sianosis, akral dingin.
2.2.2 DIAGNOSA
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena).
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supley oksigen dan kebutuhan (penurunan / terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat.
2.2.3 INTERVENSI
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas ditandai dengan sesak nafas, gangguan frekwensi pernafasan, batuk-batuk
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas efektif
kriteria hasil :
Klien tidak sesak nafas.
Frekueensi pernafasan normal.
Tidak ada batuk-batuk.
§
§
§
Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan, contoh adannya dispnea, penggunaan obat bantu nafas, pelebaran nasal.
Auskultasi bunyi nafas. Catat area yang menurun atau tidak adannya bunyi nafas dan adannya bunyi nafas tambahan, contoh krekels atau ronchi.
Kalaborasi dengan beriakan tambahan oksigen dengan kanula atau masker sesuai indikasi.
Respon pasien berfariasi. Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sikulasi (kehilangan darah atau cairan), akumulasi secret, hipoksia atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan kecepatan) dapat terjadi dari pengunaan analgesik berlebihan. Pengenalan disini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi.
Auskultasi bunyi napas ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas tambahan.
Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru-paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya adanya penurunan/ gangguan ventilasi.
2.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena)
Setelah diberikan askep 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer efektif dengan Kriteria hasil :
Klien tidak nyeri
Cardiac output normal
Tidak terdapat sianosis
Tidak ada edema (vena)
§
§
§
Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin, atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
- Dorong latihan kaki aktif atau pasif, hindari latihan isometrik.
Kalaborasi
- Pantau data laboratorium,contoh : GBA, BUN, creatinin, dan elektrolit
- Beri obat sesuai indikasi: heparin atau natrium warfarin (coumadin).
Vasokontriksi sistemik diakibatkan karena penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
- Menurunkan statis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan resiko tromboflebis.
- Indikator perfusi
atau fungsi
organ
- Dosis rendah heparin mungkin diberika secara profilaksis pada pasien resiko tinggi dapat untuk menurunkan resiko trombofleblitis atau pembentukan trombusmural. Coumadin obat pilihan untuk terapi anti koangulan jangka panjang/pasca pulang.
3.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme refleks otot sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea, gelisah, meringis.
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien merasa nyaman
Kriteria Hasil :
Tidak ada nyeri
Tidak ada dispnea
Klien tidak gelisah
Klien tidak meringis
Pantau atau catat karekteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non verbal dan repon hemodinamik ( contoh: meringis, menangis, gelisah, berkeringat, mengcengkram dada, napas cepat, TD/frekwensi jantung berubah).
Bantu melakukan teknik relaksasi, misalnya napas dalam perlahan, perilaku diskraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi.
Kalaborasi
Berikan obat sesuai indikasi, contoh: analgesik, misalnya morfin, meperidin (demerol).
Mengetahui tingkat nyeri agar dapat mengetahui perencanaan selanjutnya.
Membantu dalam menurunan persepsi atau respon nyeri. Memberikan kontrol situasi, meningkatkan perilaku positif.
Meskipun morfin IV adalah pilihan, suntikan narkotik lain dapat dipakai fase akut atau nyeri dada beulang yang tidak hilang dengan nitrogliserin untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan mengurangi kerja miokard. Hindari suntikan IM dapat menganggu indikator diagnostik dan tidak diabsorsi baik oleh jaringan kurang perfusi.
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay oksigen dengan kebutuhan (penurunan atau terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan, pucat
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan pasien dapat melakukan aktifitas dengan mandiri dengan
Kriteria Hasil:
Klien tidak mudah lelah
Klien tidak lemas
Klien tidak pucat
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasolidator, diuretik, penyekat beta.
Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.
Kaji presipitator atau penyebab kelemahan, contoh pengobatan, nyeri, obat.
Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi periode aktivitas dengan periode istirahat.
Kalaborasi
Adakan program rehabilitasi jantung atau aktivitas
Hipertensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan, (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung.
Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekwensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga meningkatkan kelelahan dan kelemahan.
Kelemahan adalah efek samping dari beberapah obat (beta bloker, Trakuiliser dan sedatif). Nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
Dapat menunjukkan meningkatan dekompensasi jantung dari pada kelebihan aktivitas.
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stress miokard atau kebutuhan oksigen berlebihan.
Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung atau komsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila disfusi jantung tidak dapat membaik kembali.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
3.3 INTERVENSI
3.4 IMPLEMENTASI
3.5 EVALUASI
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Syok kardiogenik adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. Etiologi syok kardiogenik antara lain: Penyakit jantung iskemik, obat-obatan yang mendepresi jantung, gangguan irama jantung.
Syok kardiogenik adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
4.2 Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang perawat profesional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera. Dengan dibuatnya asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa shock cardiogenik, mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syok.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. ( 1999),Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta
Guyton A.C., Hall J.E.(1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
Bakta I Made., Suastika I Ketut.( 1987), Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam . EGC: Jakarta
Bruner & Suddarth (2001), Keperwatan Medikal Bedah.EGC: Jakarta