BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Pada era globalisasi sekarang ini, banyak sekali perubahan baik ilmu pengetahuan,
teknologi maupun perubahan pola pikir masyarakat. Tuntutan masyarakat terhadap kualitas dan profesionalisme pemberian pelayanan kesehatan semakin meningkat. Kebidanan sebagai profesi dan bidan sebagai tenaga profesional juga dituntut untuk bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kebidananan sesuai kompetensi dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya. Tenaga bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Bahkan WHO menyatakan bahwa bidan merupakan “back bone” untuk mencapai target-target global, nasional maupun daerah. Hal ini disebabkan karena bidan merupakan tenaga kesehatan yang melayani pasien selama 24 jam secara terus menerus dan berkesinambungan serta berada pada garis terdepan dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan membantu memberikan informasi tentang kesehatan. Atresia adalah tidak terbentukknya atau tersumbatnya suatu saluran dari organ-organ. Atresia Duodenal adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus. Atresia duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa didalam ahli bedah pediatric. Atresia duodenal ini dijumpai satu diantara 300 - 4.500 kelahiran hidup. Lebih dari 40% dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom down.
B.
Rumusan masalah Untuk memudahkan dalam pembuatan makalah ini penulis mencoba untuk merumuskan
masalah diantaranya : 1. Apa pengertian dari Atresia Duodeni? 2. Jelaskan etiologi dari Atresia Duodeni! 3. Sebutkan Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni! 4. Jelaskan Komplikasi Atresia Duodeni!
5. Jelaskan Penatalaksanaan dan Pengobatan dari Atresia Duodeni! 6. Jelaskan Pemeriksaan Penunjang! 7. Sebutkan Diagnose Banding Dari Atresia Duodeni!
C.
Tujuan Masalah Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan kemampuan kepada mahasiswi
untuk memahami kelainan kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir a.
Untuk mengetahui pengertian dari Atresia Duodeni.
b. Untuk mengetahui etiologi dari Atresia Duodeni. c.
Untuk mengetahui Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni.
d. Untuk mengetahui Komplikasi Atresia Duodeni. e.
Untuk mengetahui Penatalaksanaan dan Pengobatan dari Atresia Duodeni.
f.
Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang.
g. Untuk mengetahui diagnose dari atresia duodeni.
D.
Manfaat Masalah Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat
pada umumnya, dan dapat menambah pengetahuan tentang Asuhan Neonatus pada Bayi dan Balita dengan Atresia Duodeni kususnya pada mahasiswa kesehatan.
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Atresia duodeni Atresia duodeni merupakan suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus
halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus. Atresia Duodeni adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus. Atresia Duodeni adalah obstruksi lumen usus oleh membran utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung. Atresia Duodeni adalah buntunya saluran pada duedenum yang biasanya terjadi pada ampula arteri.
B.
Etiologi Atresia Duodeni
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, tapi ada beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum : a.
Gangguan perkembangan pada awal masa kehamilan (minggu ke-4 dan ke-5 ).
b. Gangguan pembuluh darah. c.
Banyak terjadi pada bayi prematur.
d. Banyak ditemukan pada bayi sindrom down. e.
Suplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum mengalami penyempitan dan menjadi obstruksi.
C. a.
Tanda dan Gejala Atresia Duodeni
Perutnya menggelembung (kembung) di daerah epigastrum pada 24 jam atau sesudahnya.
b. Muntah segera setelah lahir berwarna kehijau - hijauan karena empedu(biliosa). c.
Muntah terus - menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam.
d. Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen. e.
Tidak kencing setelah disusui.
f.
Tidak ada gerakan usus setelah pengeluaran mekonium.
g. Pembengkakan abdomen pada bagian atas. h. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium. i.
Berat badan menurun atau sukar bertambah.
j.
Polihidramnion terlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.
k. Ikterik.
D.
Komplikasi Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi, terutama bila
tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti pembengkakan gastroesofageal.
duodenum
(megaduodenum),
gangguan
motilitas
usus,
atau
refluks
E.
Penatalaksanaan atau Pengobatan Pada penderita atresia duodeni ini belum ditemukan obatnya. Jalan satu-satunya hanya
dengan pembedahan.Prinsip terapi : 1. Perawatan pra bedah : a) Perawatan prabedah neonatus rutin b) Koreksi dehidrasi yang biasanya tidak pearah karena diagnosa dibuat secara dini. c) Tuba naso gastric dengan drainase bebas dan penyedotan setiap jam 2. Pembedahan Pembedahan suatu duodena-duodenostomi mengurangi penyempitan obstruksi dan sisa ususdiperiksa karena sering kali ditemukan obstruksi lanjut. 3. Perawatan pasca bedah. a) Perawatan pasca bedah neonatorum rutin. b) Aspirasi setiap jam dari tuba gastrostomi yang mengalami drainase bebas c) Cairan intravena dilanjutkan sampai diberikan makanan melalui tuba.
Pemberian makanan transa nastomik yang berlanjut dengan kecepatan maksimun 1 ml per menit dimulai dalam 24 jam pasca bedah dimulai dengan dektrose dan secara berangsurangsur diubahdalam jumlah dan konsistensinya hingga pada sekitar 7 hari pasca bedah dimana diberikan susudengan kekuatan penuh. Untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit aspirat lambungdapat diganti melalui transanastomik dan ini dapat meniadakan kebutuhan untuk melanjutkan terapi intravena. Tidak jarang diperoleh volume aspirat yang besar dalam beberapa waktu pasca bedah, sampai beberapa minggu dalam beberapa kasus. Karena lambung yang berdilatasi danduodenum bagian proksimal membutuhkan waktu untuk kembali pada fungsi yang normal. Jika hal ini menurun maka penyedotan gastromi tidak dilakukan terlalu sering dan makanan alternatif diberikan kedalam lambung selama 24 jam. Pemberian makanan peroral dapat dilakukan secara berangsur-angsur sebelum pengangkatan tuba gastromi berat badan bayi dimonitor secaraseksama Persiapan operasi a) Prinsip umum persiapan terapi pada neonatus. b) Koreksi cairan dan elektrolit.
c)
Pertimbangan khusus diberikan pada atresia duodenum : koreksi emergensi tidak dibutuhkan kecuali diduga ada malrotasi- pada obstruksi parsial yang lama, malnutrisi biasanya berat. Koreksi melalui TPN selama seminggu atau lebih sebelum operasi.
Perawatan Operasi a) End-to-end anastomosis, juga bisa side-to-side b) Annulare pancreas terbaik dilakukan by pass anastomosis dari duodenum ke jejunum.Pankreas sendiri tidak diincisi. c)
Eksisi merupakan pilihan tepat bagi atresia duodenum yang berbentuk diafragmatik, setelah identifikasi ampula vateri.
d)
Deformitas “windsock” harus disangkakan dan dicari bagi semua pasien dengan atresia duodenum yang berkelanjutan. Kateter dimasukkan dari proksimal sampai distal untuk memastikan patensinya.
e) Gastrostomy dilakukan jika gejalanya menetap serta perbaikan dini tidak terjadi. f)
Akses pada vena sentral tatau transanastomosis tube ke dalam jejunum diindikasikan baginutrisi pasca operasi pada pasien yang berat.
Perawatan pasca operasi a)
Dekompresi gaster dilakukan sampai duodenum benar-benar kosong, selanjutnya dimulai feeding. Sebagian pasien dapat diberi makan dalam seminggu setelah operasi.
b) TPN atau makanan melalui jejunum terkadang dibutuhkan. c) Antibiotik tidak diindikasikan jika operasi dilakukan steril dan tidak ada gangguan vaskuler.
F. a.
Pemeriksaan Penunjang
Dengan X-ray abdomen (USG prenatal) memperlihatkan pola gelembung ganda yang berisi udara dalam usus bagian bawah.
b. Suatu enema barium dapat diperlihatkan berasosiasi dengan keadaan malrotasi.
G.
Diagnosis Banding
Atresia esophagus Malrotasi dengan volvulus midgut Stenosis pylorus Pankreas anular
Vena portal preduodenal Atresia usus Duplikasi duodenal Obstruksi benda asing Penyakit Hirschsprung Refluks gastroesofageal
TINJAUANKASUS Hari / Tanggal, Jam
kk
DATA OBYEKTIF
ASSESEMENT
PLANING
DATA SUBYEKTIF Jum’at, 13 KU : Muntah hijau KU : Tampak sakit Bayi A usia 1 Pre operasi Jan 2012 Riwayat ANC : sedang hari dengan Puasa Jam 08.00 Ibu rutin memeriksakan Kesadaran : Atresia duodeni Dekompresi ( WIB kehamilannya di RS Komposmentis pemasangan “Gambiran” Kediri. BB : 2300 gram OGT) Ibu melakukan USG PB : 45 cm pada usia kehamilannya TTV : Medicamentosa 32 minggu dengan hasil N : 115x/menit IUVD D10% terdapat cairan amnion S : 36,2 0C 10 gtt mikro dalam jumlah besar. RR : 50x/menit Injeksi Riwayat INC : Inspeksi : cefotaxime 2 x Bayi lahir kurang bulan Kepala : Oksiput 125 mg (32 minggu), di tolong Datar Antrain 3 x oleh dokter spesialis Mata : 300 mg kebidanan melalui Konjungtiva tidak Ranitidin 2x20 operasi seksio sasarea anemis, mata tidak mg atas indikasi CPD dan cekung Metronidazol langsung menangis. Hidung : Tidak 2 x 15 mg. APGAR score 9/10, air ada secret, Operasi ketuban berwarna hipoplastik Duodenostomi kuning keruh. Mulut : Bibir di lakukan pada Riwayat Sosial : kering,tidak tanggal 24 Jan Pasien adalah anak cianosis, terpasang 2012 pada pertama, orang tua OGT dengan pukul 10.00 – pasien bekerja sebagai residu berwarna 12.00 WIB ibu rumah tangga, biaya hijau 5 cc perawatan ditanggung Leher : Simetris, oleh pemerintah tidak ada (Jamkesmas) pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada deviasi tracea Dada : Normal Jantung : Ictus cordis tidak tampak Paru paru : Simetris, dinamis kanan kiri,suara dasar vesikuler +,
suara tambahan -. Bayi A usia 1 hari dengan Abdomen : Atresia duodeni Abdomen lebih tinggi dari dinding di lakukan Rabu, 25 Demam ( + ), menangis duodenostomi dada,Bising usus Jan 2012 kurang kuat, gerak +,Supel,hepar dan hari ke 1 kurap aktif, kembung lien teraba, bagian atas timpani, IUVD D10% Lab : 300cc + Nacl 3 Hb : 17,2 g/dl % 8 cc + KCL Leu : 8,4/m3 4 cc=16 cc/jam Tromb : 55/m3 Injeksi Gula darah Metrodenazole sewaktu : 56g/dl 3x15 mg Ureum : 26 mg / Bayi A usia 1 hari dengan Injeksi dl Atresia duodeni cefotaxime di lakukan 2x125 mgr IV duodenostomi Monitor tanda hari ke 2 vital tiap 15-30 menit KU : Tampak sakit Kamis, 26 Kembung berkurang, Puasa sedikit Jan 2012 menangis kurang kuat, Kesadaran : Cek lab rutin gerak tidak aktif, Composmentis gruting -, luka bekas TTV : operasi basah dan N : 158x/menit berbau (+), pus (+) P : 63x/menit Bayi A usia 1 S : 37,4 0C Mata : pupil isokor, hari dengan IUVD D10% bulat, konjungtiva Atresia duodeni 300cc + Nacl 3 di lakukan % 8 cc + KCL tidak anemis, duodenostomi 4 cc=16 cc/jam sclera tidak ikterik hari ke 3 sepsis Injeksi Jantung : Reguler, Metrodenazole irama teratur 3x15 mg Paru : Veshikuler Injeksi rhonci (-/-), cefotaxime wheezing (-/-) Jum’at, 27 Demam +,kembung 2x125 mgr IV Abdomen : distensi Jan 2012 berkurang,menangis Ranitidine 2x2,5 (+), Bising usus ( merintih,gerak tidak mg + ) normal. aktif,gruting -, luka Kalnex 2x10mg bekas operasi basah dan Ganti perban berbau +, pus -. dan wound care KU : Tampak sakit berat Kesadaran : Samnolen
TTV : N : 167x/menit P : 69x/menit S : 37,4 0C Mata : pupil isokor, bulat, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Jantung : Reguler, irama teratur Paru : Veshikuler rhonci (-/-), wheezing (-/-) Abdomen : distensi berkurang, Bising usus ( + ) normal. KU : Tampak sakit berat Kesadaran : Apatis TTV : N : 92x/menit P : 24x/menit S : 35,3 0C Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Jantung : Reguler, irama teratur Paru : Veshikuler rhonci (-/-), wheezing (-/-) Abdomen : distensi -, Bising usus ( + ) normal.
Terapi lanjut Puasa Observasi ketat TTV
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan yang terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa : Atresia duodeni adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus. a.
Penyebab atresia duodeni : Gangguan perkembangan pada awal masa kehamilan (minggu ke-4 dan ke-5 ).
b. Gangguan pembuluh darah. c.
Banyak terjadi pada bayi prematur.
d. Banyak ditemukan pada bayi sindrom down. e.
Suplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum mengalami penyempitan dan menjadi obstruksi.
a.
Tanda dan Gejala Atresia Duodeni: Perutnya menggelembung (kembung) di daerah epigastrum pada 24 jam atau sesudahnya.
b. BBL muntah segera setelah lahir berwarna kehijau - hijauan karena empedu (biliosa). c.
Muntah terus - menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam.
d. Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen. e.
Tidak kencing setelah disusui.
f.
Tidak ada gerakan usus setelah pengeluaran mekonium.
g. Pembengkakan abdomen pada bagian atas. h. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium. i.
Berat badan menurun atau sukar bertambah
j.
Polihidramnion terlihat pada 50% dengan atresia duodenal
k. Ikterik.
a.
Masalah Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
b. Prematuritas. c.
Anomaly yang berhubungan : trisomi 21 ( 33 % ), jantung, ginjal, CNS, dan musculoskeletal.
a.
Penatalaksanaan Perbaiki keadaan umum dengan cara memberikan cairan elektrolit melalui intravena untuk mengatasi defisit cairan tubuh yang ditimbulkan oleh muntah - muntah.
b. Pemasangan tuba orogastrik untuk mendekompresi lambung. c.
Dilakukan pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum(duodenoduodenostomi).
B. Saran Sebaiknya kita sebagai mahasiswa kebidanan harus mempelajari tentang kelaianan bawaan dan penatalaksanannya khususnya atresia duodenum sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan bekal kita apabila sudah mengabdi dimasyarakat atau di tempat pelayanan kesehatan, demi kesejahteraan neonatus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jong, Wim D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. ECG: Jakarta. 2. Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : TIM 3. Sudarti, M.KES, Khoirunnisa Endang, SST. Keb, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. 4. Betz, Cecily, dkk. 2000. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta :EGC 5. Hidayat,Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika. 6. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta : Fajar Interpratama.