BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan persalinan atau segera setelah bayi lahir. Akibat kurangnya daya angkut oksigen untuk paru – paru, sehingga jantung neonatus tersebut tidak bekerja secara optimal yang akibatnya aliran darah tidak dapat disalurkan ke otak yang kemudian menimbulkan kerusakan otak karena otak tidak dapat melakukan metabolisme sel dan jaringan. Sehingga tidak terjadi pembentukan sel dan jaringan dalam tubuh neonatus karena tidak ada bahan (oksigen) untuk melakukan metabolisme. Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi, sekitar 56% kematianterjadi pada periode yang sangat dini yaitu di masa neonatal. Sebagian besarkematian neonatal terjadi pada 0-6 hari (78,5%) dan asfiksia merupakansalah satu penyebab utama kematian. Target MDG 2015 adalah menurunkanAngka Kematian Bayi (AKB) kelahiran hidup menjadi 23 per 1000 kelahiranhidup. Sedangkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKB masih 32/1.000 kelahiran hidup. (SDKI, 2012) Periode setelah lahir merupakan awal kehidupan yang tidak menyenangkan bagi bayi. Hal itu disebabkan oleh lingkungan kehidupan sebelumnya (intra uterine) dengan kehidupan sekarang (ekstra uterine) yang sangat berbeda. Bayi yang
dilahirkan
prematur
ataupun
bayi 1
yang
dilahirkan
dengan
penyulit/komplikasi, tentu proses adaptasi kehidupan tersebut menjadi lebih sulit untuk dilaluinya. Bahkan sering kali menjadi pemicu timbulnya komplikasi lain yang menyebabkan bayi tersebut tidak mampu melanjutkan kehidupan. Bayi seperti ini yang disebut dengan istilah bayi resiko tinggi (Surasmi, 2003) Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir dan penanganan segera , meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan. Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir. Karena resusitasi ini adalah penanganan yang pertama kali dilakukan saat bayi baru lahir tersebut mengalami asfiksia. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pariaman merupakan salah satu rumah sakit rujukan peserta BPJS dan gawat darurat khususnya pada bayi baru lahir, adapun kasus yang sering terjadi di RSUD Pariaman adalah asfiksia neonaturum baik disebabkan oleh komplikasi selama kehamilan ataupun karena komplikasi persalinan. Berdasarkan uraian diatas, maka pada penulis akan membahas Laporan Kasus tentang Kajian asuhan neonatus pada bayi Ny.R dengan Asfiksia Neonaturum di ruangan Perinatologi RSUD Pariaman Tahun 2016.
2
1.2
Rumusan Masalah Bagaimanakah Kajian Asuhan Neonatuspada bayi Ny.J dengan Asfiksia Neonaturum di ruangan Perinatologi RSUD Pariaman Tahun 2016?
1.3
Tujuan Penulisan Untuk mengetahui tentang : 1. AsfiksiaNeonaturum 2. Kajian Asuhan Neonatus dengan AsfiksiaNeonaturum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Pengertian Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda : a. Ikatan Dokter Anak Indonesia Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saatlahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. b. WHO Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segerasetelah lahir. c. ACOG dan AAP Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut:
Nilai Apgar menit kelima 0-3 Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0) Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma) Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi, pulmoner, atau sistem renal).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir setelah persalinan tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Akibat kurangnya daya angkut oksigen untuk paru – paru
sehingga jantung neonatus tersebut tidak bekerja secara
optimal yang akibatnya aliran darah tidak dapat disalurkan ke otak yang kemudian menimbulkan kerusakan otak karena otak tidak dapat melakukan metabolisme sel dan jaringan. Sehingga tidak terjadi pembentukan sel dan jaringan dalam tubuh neonatus karena tidak ada bahan (oksigen) untuk melakukan metabolisme. 4
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 dalam paru karena pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janinyang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut setelah dilahirkan misalnya kematian bayi karena tubuh bayi akan mengeluarkan zat arang dari tubuh bayi akibat banyaknya CO2 dalam tubuh bayi. Bila janin kekurangan O 2 dan kadar CO2 bertambah timbullah rangsangan terhadap nesofagus sehingga jantung janin menjadi lambat. Bola kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka nesofagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari nefo simfatikus. Detak jantung janin menjadi lebih cepat akhirnya irregular dan menghilang.
2.2 Penyebab Terjadinya Asfiksia Bayi Baru Lahir Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir.Janin sangat bergantung pada pertukaranplasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia. Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.Beberapa faktor tertentu diketahui
5
dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat dan bayi berikut ini: 1. Faktor Ibu a. Preeklamsia dan eklamsia mengakibatkan gangguan aliran darah pada tubuh, seperti contohnya ibu mengalami anemia berat sehingga aliran darah pada uterus berkurang akan menyebabkan berkurangnya pengaliran darah yang membawa oksigen ke plasenta dan janin. b. Perdarahan abnormal (plasenta previaatausolutio plasenta). Hal ini menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan zat asam arang sehingga turunnya tekanan secara mendadak. Karena bayi kelebihan zat asam arang maka bayi akan kesulitan dalam bernafas c. Partus lama atau partus macet. Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap gangguan paru-paru karena gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin d. Demam selama persalinan. Demam ini bisa diakibatkan karena infeksi yang terjadi selama proses persalinan. Infeksi yang yang terjadi tidak hanya bersifat lokal tetapi juga sistemik. Artinya kuman masuk peredaran darah ibu dan mengganggu metabolisme tubuh ibu secara umum. Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan terganggunya pasokan oksigen dari ibu ke janin. e. Infeksi
berat
(malaria,
sifilis, TBC,
HIV). Akibat
infeksi
berat,penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih
6
cepat dari pembuatan sel darah merah tersebut sehingga apabila ibu mengalami perdarahan saat persalinan maka pada akan terjadi anemia pada ibu yang menyebabkan ibu kekurangan sel darah merah yang membawa oksigen untuk janin yang menyebabkan asfiksia. f. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Karena pada usia ibu yang seperti ini akan beresiko mengakibatkan gawat janin , ini terjadi karena rahim ibu tidak siap diisi janin. Gawat janin ini seperti asfiksia pada bayi. g. Gravida empat atau lebih. Untuk kehamilan keempat atau lebih ini merupakan kehamilan yang rawan. Sehingga besar kemungkinan terjadi sesuatu yang buruk pada janin. Yang juga menyebabkan gawat janin
karena gangguan sirkulasi darah uteroplasenter
sehingga pasokan oksigen ke janin berkurang yang kemudian terjadi gawat janin sehingga janin mengalami asfiksia. 2. Faktor Bayi a. BayiPrematur (Sebelum 37 minggu kehamilan). b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, porsef) c. Kelainan
kongenital.
Cacat
bawaan
dalam
kandungan
akan
mengakibatkan asfiksia bayi karena dengan adanya cacat bawaan ini akan menimbulkan gangguan pertumbuhan janin seperti organ janin sehingga organ paru janin akan berfungsi abnormal. d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). Bila janin kekurangan oksigen dan kadar karbondioksida bertambah timbullah
7
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga denyut jantung janin menjadi lambat. Jika ini terus berlanjut maka timbullah rangsangan dari nervus simpatikus sehingga denyut jantung janin menjadi lebih cepat akhirnya
janin akan mengadakan pernafasan intrauterin
sehingga banyak mekonium dalam air ketuban pada paru yang mengakibatkan denyut jantung janin menurun dan bayi tidak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. 3. Faktor Tali Pusat a. Lilitan tali pusat. Menyebabkan gangguan aliran darah pada tali pusat. Yang kita ketahui bahwa darah dalam tubuh membawa oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh b. Tali
pusat
pendek.
Tali
pusat
pendekakan
menyebabkan
terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin c. Simpul tali pusat. Karena tekanan tali pusat yang kuat menyebabkan pernafasan pada janin terhambat. 2.3 Gejala klinis Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer.Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, dan nadi cepat. Gejala lanjut pada asfiksia :
8
1. Pernafasan megap-magap dalam 2. Denyut jantung terus menurun 3. Tekanan darah mulai menurun 4. Bayi terlihat lemas (flaccid) 5. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular 6. Pernafasan terganggu 7. Detak jantung berkurang
8.
Reflek / respon bayi melemah 9. Tonus otot menurun 10. Warna kulit biru atau pucat
1. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3) Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.
Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit. Tidak ada usaha panas. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan. 2. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6) Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah: a. b. c. d. e.
Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit. Usaha panas lambat. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan. Bayi tampak sianosis.
9
f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan. 3. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10) Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.
Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit. Bayi tampak sianosis. Adanya retraksi sela iga. Bayi merintih (grunting). Adanya pernapasan kuping hidung. Bayi kurang aktivitas.(Dewi ,2011)
Kemungkinan komplikasi yang muncul
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : a. Edema otak & Perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat b.
menimbulkan perdarahan otak. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh
c.
darah
mesentrium
dan
ginjal
yang
menyebabkan
pengeluaran urine sedikit dan terjadilah asfiksia pada neonatus. Kejang
10
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak d.
efektif. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. Koma terjadi karena gangguan pengaliran darah menuju otak sehingga otak tidak mendapatkan asupan oksigen untuk melakukan metabolisme.
2.4. Patofisiologi Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan
11
kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan Tekanan Darah.Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
12
Pathway Asfiksia 2.5 Diagnosis Asfiksia yang terjadi pada bayi
merupakan kelanjutan dari anoksia /
hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang
13
perlu mendapat perhatian karena faktor – faktor ini dapat dilihat , yang berperan sebagai indikator asfiksia pada bayi yaitu : 1. Denyut jantung janin Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapiapabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. 2. Mekonium dalam air ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasikepala menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3. Pemeriksaan pH darah janin Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia. 2.6 Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan
14
tindakan lanjutan.Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu : 1.
Penafasan
2.
Denyut jantung
3. Warna kulit Karena ketiga tanda ini yang dapat diamati ketika bayi mengalami asfiksia. Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP). Tabel Skor Apgar Jumlah Tanda
0
1
2 Nilai
Frekuensi jantung
Tidak ada
Kurang dari 100/menit
Lebih dari 100/menit
Usaha bernafas
Tidak ada
Lambat, tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot
Lumpuh
Ekstreimat fleksi sedikit
Gerakan aktif
Refleks
Tidak ada
Gerakan sedikit
Menangis
Warna
Biru/pucat
Tubuh kemerahan,
Tubuh dan ekstremitas
ekstremitas biru
kemerahan
15
Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinis yang cukup. Pada tahun lima puluhan digunakan kriteria ‘breathing time’ dan ‘crying time’ untuk menilai keadaan bayi. Kriteria ini kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat memberikan informasi yang tepat pada keadaan tertentu sehingga sekarang menggunakan skor apgar. Skor apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah melakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan secara resusitasi. Apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korolasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Drage, 1966). 2.7 Dampak Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir 1. Otak :Ensepalo hipoksis iskemik (EHI) / kerusakan otak karena kekurangan kadar oksigen dan penimbunan karbondioksida sehingga otak tidak dapat mekukan metabolisme untuk sel dan jaringan pada tubuh bayi. 2. Ginjal : Gagal ginjal akut karena tidak terjadi metabolisme dalam tubuh sehingga
fungsi
ginjal
menjadi
abnormal.
Perinatal
hipoksemia
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat vasokonstriksi renal dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Selain itu juga terjadi aktivitasi sistem renin angiotensin-aldosteron dan sistem adenosin intrarenal yang menstimulasi pelepasan katekolamin dan vasopresin. Semua faktor ini akan mengganggu hemodinamik glomeruler.
16
3. Jantung : Gagal jantung akibat gangguan aliran darah sehingga jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh . Disfungsi miokard dan penurunan kontraktilitas, syok kardiogenik, gagal jantung. Bayi dengan hipotensi dan curah jantung yang rendah akan mengalami gangguan autoregulasi otak sehingga risiko kerusakan otak karena hipoksi-iskemi meningkat. 4. Saluran cerna : EKN = Entero kolitis Nekrotikans/ NEC= Nekrotizing entero. Hal ini disebabkan proliferasi bakteri ke dalam mukosa usus yang mengalami asfiksia dan iskemia 5. Paru :faktor penyebab keluarnya mekonium adalah stress intrauterin seperti hipoksia, asfiksia, dan asidosis.Asfiksia meyebabkan peningkatan peristaltikgastrointestinal dan relaksasi tonus otot spinkter ani, sehingga terjadi pengeluaran mekonium. Apabila fetus mengalami gasping intrauterine, maka terjadilah aspirasi mekonium. 2.8 Pencegahan dan penanganan asfiksia neonatorum Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa : a)
Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan untuk mendeteksi secaradini kelainan pada ibu hamil dan janin dan ibu mendapat rujukan ke rumah sakit secara segera.
b) Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia neonatorum untuk penangan segera agar tidak terjadi kematian ibu dan bayi.
17
c) Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu. d) Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiotokografi untuk mengontrol pernafasan bayi. e) Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan. f) Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan penanganan persalinan. g)
Melakukan Perawatan Neonatal Esensial untuk meminimalisir resiko saat persalinan berlangsung yang terdiri dari : Persalinan yang bersih dan aman Stabilisasi suhu Inisiasi pernapasan spontan Inisiasi menyusu dini Pencegahan infeksi dan pemberian imunisasi.
2.9 Penatalaksanaan Prinsip Resusitasi Menurut Manuaba (2010) a.
Kepala bayi diletakkan pada posisi yang lebih rendah.
b.
Bersihkan jalan napas dari lendir, mulut dan hidung
c.
Mengurangi kehilangan panas badan bayi dengan kain hangat. d. Memberikan rangsangan menangis: menepuk telapak kaki, atau menekan tendon pada tumit bayi.
18
Lahir Cukup bulan Bernafas/menangis?
ya, tinggal bersama
Perawatan rutin - Memeberikan kehangatan - Membersihkan jalan nafas - Mengeringkan Evaluasi tujuan
ibu
Tonus otot baik?
19
tidak Berikan kehangatan Bersihkan jalan nafas Keringkan, stimulasi ya Tidak 30 detik
Kesulitan bernafas atau sianosis persisten
DJ < 100, merintih atau apneu
ya Bersihkan jalan nafas
60 detik
Berikan ventilasi tekanan
Monitoring SPO2
positif, monitoring SPO2 Tidak DJ < 100
Pertimbangkan CPAP Perawatan pasca resusitasi
Ambil langkah ventilasi
Target SpO2 preduktal post lahir
korektif
Ya DJ < 60 Ya Intubasi, kompresi dada, dan ventilasi tekanan positif
1 min
60-65%
2 min
65-70%
3 min
70-75%
4 min
75-80%
5 min
80-85%
10 min
85-90%
Langkah korektif ventilasi intubasi jika tidak ada gerakan dada DJ < 60 ya
Pertimbangkan : hipovolemia, pneumothoraks Berikan epinefrin IV
Gambar 2. Algoritma Resusitasi Asfiksia Neonatorum
2.10. Pemeriksaan Laboratorium a. Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit b. Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi. 20
1. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct) 2. Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi. 3. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari : a. pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi b.
asidosis metabolik. PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia
c.
cenderung naik sering terjadi hiperapnea. PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia
d. e.
cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif. HCO3 (normal 24-28 mEq/L) Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari : a. b. c. d. e.
Natrium (normal 134-150 mEq/L) Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L) Photo thorax Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal BAB III TINJAUAN KASUS
Pasien datang tanggal 07 Agustus 2016, pukul 12.05 Pasien dikaji Hari/ Tanggal : Senin, 8 Agustus 2016, Pukul : 14. 45 wib No. MR
: 103466
Data Subjektif A. Identitas Pasien Biodata Bayi Nama Tempat/Tanggal lahir bayi Pukul Jenis kelamin Berat badan lahir Panjang Badan B. Identitas Orang Tua Bayi
: : : : : :
By. Ny. J Pariaman/ 07 Agustus 2016 12.05 wib Perempuan 2900 gr 49 cm
21
-
Nama ibu
:
Ny. J
-
Umur Pekerjaan Pendidikan Nama ayah Umur Pekerjaan Pendidikan Alamat
: : : : : : : :
30 tahun IRT SMA Tn. R 31 tahun wiraswasta SMA Kp Gadang Padusunan
C. Keluhan :
Bayi Baru Lahir tidak segera menangis, menangis kurang, warna kulit merah, tonus otot kurang baik A/S 4/5, jenis kelamin perempuan, BB 2900, PB 49 cm. D. Riwayat Obstetri 1. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu Anak 1 lahir tanggal 15 September 2011, jenis kelamin perempuan dengan BBL : 3000 gram,spontan ditolong oleh bidan. 2. Riwayat kehamilam sekarang Usia kehamilan aterm 38-39 minggu, selama hamil ibu tidak mengalami masalah. 3. Riwayat persalinan Bayi lahir spontan di rumah Bidan tangga 07 Agustus 2016 jam 12.05 WIB E. Riwayat penyakit menular dan sistemik Ibu tidak menderita penyakit menular dan sistemik F. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit sistemik, keturunan dan penyakit menular. Data Objektif a. Pemeriksaan Umum 22
Tanda – tanda vital - Keadaan umum - Denyut jantung/menit - Respirasi - Temperatur aksila b. Pemeriksaan fisik ( head toe-toe ) 1. Kepala
: Baik : 151x /menit : 64 x/menit : 36,7oC
: Bayi caput succedaneum
2.Mata
: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, tidak ada secret dan kelainan pada mata 3.Hidung :Normal, Tidak terdapat secret, ada lobang hidung 4.Telinga : Simetris, ada lubang telinga, tidak ada kelainan 5.Mulut : Sianosis, Bibir basah, tidak ada kelainan 6.Leher : Massa ( - ), Trauma lahir ( -),tidak ada kelainan 7.Dada : Tidak ada kelainan, tidak ada retraksi 8.Abdomen : Bising usus ( - ), tali pusat kering, 9.Anus : . Karena telah BAB dalam 24 jam pertama 10. Genitalia : Tidak ada kelainan 11. Ekstremitas : Tidak terdapat edema dan akral dingin 12. Kulit :Turgor kulit Normal, kulit hangat dan tidak keriput c. Pengukuran Atropometri a. Lingkar kepala : 35 cm b. Lingkar dada : 30 cm d. Refleks 1. Reflek Morro : Normal 2. Reflek Rooting : Normal 3. Reflek Walking : Normal 4. Reflek Graphs : Normal 5. Reflek Sucking : Normal 6. Reflek Tonic Neck : Tidak dilakukan e. Pemeriksaan Laboratorium : GDR : 91 mg/dl Assessment -
Diagnosa Masalah
: Bayi Baru Lahir aterm dengan Asfiksia Neonatorum : Sesak (+)
Planning 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Berikan informasi kepada keluarga mengenai keadaan bayinya Stabilisasi pernafasan, suhu, dan jaga bayi tetap hangat. Rawat bayi dalam inkubator. Jaga jalan nafas tetap bersih, lancar dan terbuka. Mengontrol TTV, warna kulit dan aktifitas bayi. Jaga hygiene tubuh bayi dan perawatan tali pusat. 23
7. Kolaborasi dengan dokter spesialis anak, advis dokter : - Pasang O2 - IVFD D10% + 20 cc ca glukonas 6 tetes/menit (mikro) - Cefotaxine 150 mg/12 jam - Injeksi Gentamicin 7,5 mg / 12 jam - Neo K 2 gr IM / 24 jam - Aminopilin 0,22/8 jam - NGT dan Sementara puasa
CATATAN PERKEMBANGAN Tanggal/Waktu S 08 Agustus 2016 - Sesak sudah
O - KU sedang
A BBL usia 1 hari
Pukul 09.00WIB
- TTV
dengan Asfiksia
berkurang. - Residu dari
DJ 150 x/mnt
Neonatorum
NGT
P 1.
Menje laskan hasil
pemeriksaan 2. Mengobser
P 56 x/mnt kecoklatan
vasi KU bayi 3. Melaksana
0
S 36,9 C
kan perawatan bayi 4.
dengan hati-hati Kalaborasi dengan dokter : lanjutkan terapi spesialis O2 coba
5.
distop 09 Agustus 2016 - Bayi selesai
- KU sedang
BBL usia 1 hari
24
1.
Menjelask
Pukul : 09.00 wib
dimandikan - Demam + - Perut kembung
- TTV
dengan Asfiksia 2.
DJ 141 x/mnt
+ - Residu NGT
an hasil pemeriksaan Mengobse
Neonatorum rvasi KU bayi 3. Melaksana
P 55 x/mnt S 37,6 0C
kan perawatan bayi
sudah mulai - Konjungtiva tidak jernih - Bayi masih
dengan hati-hati 4. Kalaborasi
Sesak - Abdomen
anemis - Sklera tidak ikterik - Irama jantung teratur - Tali pusat tidak ada
distensi +
perdarahan dan tanda
10 Agustus 2016 - Sesak (-) - Perut kembung Pukul 09.00WIB sudah
dengan dokter : lanjutkan terapi spesialis
infeksi - KU sedang
BBL usia 1 hari
- TTV
dengan Asfiksia
DJ 144 x/mnt berkurang - Demam (-)
1.
Menjelask an hasil
Neonatorum 2.
pemeriksaan Mengobse
3.
rvasi KU bayi Melaksana
P 48 x/mnt 0
S 37,6 C -
kan perawatan bayi 4.
dengan hati-hati Kalaborasi dengan dokter : lanjutkan terapi spesialis
11 Agustus 2016
- Sesak (-) - Perut kembung
Pukul 09.00WIB
- KU sedang
BBL usia 1 hari
- TTV
dengan Asfiksia
5.
Menjelask an hasil
sudah DJ 144 x/mnt berkurang - Demam (-)
Neonatorum 6.
pemeriksaan Mengobse
7.
rvasi KU bayi Melaksana
P 48 x/mnt 0
S 37,6 C
25
-
kan perawatan bayi 8.
dengan hati-hati Kalaborasi dengan dokter : lanjutkan terapi spesialis
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengertian Bayi Ny J lahir tanggal 07 Agustus 2016 jam 12.05 Wib, lahir dengan persalinan vakum ekstrasi di rumah sakit, namun tidak segera menangis. Hasil pemeriksaan bayi menangis kurang, kulit merah, A/S 4/5, berat badan 2900 gr, panjang badan 49 cm, pasien masuk perinatologi dengan diagnosa asfiksia neonatorum. Pada kasus ini sudah sesuai dengan pengertian asfiksia yang mana, asfikasi adalah : 1.
Ikatan Dokter Anak Indonesia Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai
dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis. 2. WHO Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Pada kasus ini asfiksia yang di derita oleh Bayi Ny J termasuk kategori Asfiksia Sedang, karena Apgar Score 4/5. 26
Berdasarkan teori Asfiksia dibagi menjadi 3 kategori : Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3) Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut: g. h. i. j. k. l.
Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit. Tidak ada usaha panas. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6) Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah: g. h. i. j. k. l.
Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit. Usaha panas lambat. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan. Bayi tampak sianosis. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses
persalinan. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10) Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut: g. h. i. j. k. l.
Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit. Bayi tampak sianosis. Adanya retraksi sela iga. Bayi merintih (grunting). Adanya pernapasan kuping hidung. Bayi kurang aktivitas.(Dewi ,2011)
Kemungkinan komplikasi yang muncul B. Penyebab Terjadinya Asfiksia Bayi Baru Lahir
27
Ditinjau dari Riwayat kehamilam sekarang tidak ada komplikasi selama kehamilan serta riwayat penyakit yang menyertai ibu. Usia kehamilan aterm 38-39 minggu, selama hamil ibu tidak mengalami demam dan infeksi selama kehamilan. Berdasarkan analisa penulis riwayat kehamilan yang sekarang tidak berhubungan dengan asfiksia yang terjadi pada bayi Ny. J. Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri dari : Faktor Ibu Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam. Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan: (a) gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipertoni atau tetani uterus akibat penyakit atau obat (b) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan (c) hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain.
Faktor plasenta
28
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta Faktor fetus Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir. Faktor Neonatus Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu : (a) pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, (b) trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial, (c) kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, 1985). C.
Gejala klinis Jika dikaji dari gejala klinis, terdapat 4 dari 10 gejala klinis yang muncul pada bayi Ny. J adalah : 1. Pernafasan megap-magap dalam 2. Bayi terlihat lemas (flaccid) 3. Pernafasan terganggu
29
4. Warna kulit biru atau pucat Berdasarkan Tanda dan gejala didapat nilai apgar score 5/6 dan tergolong asfiksia sedang. Ini sesuai dengan literature yang menyatakan Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6) Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah: 1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60 – 80 kali per menit. Tetapi pada kasus ini Frekuensi jantung 151 x/i, 2) Pernafasan cepat 64 x / menit 3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik. 4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan. 5) Bayi tampak sianosis. 6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan. D. Patofisiologi Pada kasus bayi Ny. J terjadi hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Menurut Wiknjosastro (2008), asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran gas dan pengangkutan O2 dari ibu ke janin, sehingga terdapat gangguan dalam persedian O2 dan dalam menghilangkan CO2 dan berakibat hipoksia yaitu tidak cukupnya O2 dalam darah dan hiperapnoe (CO2 tertimbun dalam darah),sehingga menyebabkan asidosis respiratorik atau campur dengan asidosis metabolic anaerob serta dapat terjadi hipoglikemia. Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen
30
(pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli (Fraser, 2009). Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang. Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
31
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan
pengembangan
paru
merupakan
rangsang
utama
relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan (Fraser, 2009) Bila terdapat gangguan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan dan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (primany apnea) disertai dengan
penurunan
frekuensi
jantung
selanjutnya
bayi
akan
memperlihatkan usaha bernafas yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary apnea). Pada tingkat ini ditemukan bra dikardi dan penurunan tekanan darah (Varney, 2008). Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidoris respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga 32
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang, akibat metabolisme ini menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya (Morales, at. al. 2011) Pada kasus ini tidak terjadi mekanisme penekanan paru paru oleh mekanisme persalinan normal, Paru Paru Janin di dalam intrauterine diselungi oleh cairan pleura, sewaktu persalinan pervaginam cairan pleura akan keluar dan tertekan oleh panggul. Ketika bayi lahir cairan pleura keluar, paru paru kosong dan disi oleh oksigen (O2). Sehingga sisa cairan pleura yang ada di paru paru akan diserap. Peristiwa ini tidak terjadi pada persalinan dengan sectiocaesaria, sehingga bayi dengan SC beresiko terjadinya hipoksia. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan
33
atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. E. Diagnosis Pada kasus bayi Ny. J diagnosis awal adalah asfiksia neonaturum, berdasarkan catatan perkembangan bahwa : -
Bayi tanggal 07 Agustus 2016 bayi mengalami perbaikan keadaan umum
-
setelah diberikan O2, infus dan obat obatan Tanggal 08 Agustus 2016 keadaan umum bayi sudah mulai baik tetapi bayi
-
masih mengalami sesak. Tanggal 09 Agustus 2016 bayi masih sesak dengan pernafasan 55
kali/menit, - Tanggal 10 Agustus 2016 keadaan bayi demam (+), sesak (-) - Tanggal 11 Agustus 2016 keadaan bayi demam (+), sesak (-) Pada bayi Ny J, walaupun kondisi bayi sudah mulai membaik, namun bayi, demam jika ini tidak ditangani dengan tepat, maka akan memperburuk kondisi bayi. Beberapa komplikasi yang mungki akan timbul jika bayi tidak mendapat penanganan dengan tepat adalah : a. Edema otak & Perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. b. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat 34
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit dan terjadilah asfiksia pada neonatus. c. Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif. d. Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia
35
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Bayi Ny J lahir tanggal 07 Agustus 2016 jam 12.05 Wib, lahir dengan persalinan vakum ekstrasi di rumah sakit, namun tidak segera menangis. Hasil pemeriksaan bayi menangis kurang, kulit merah, A/S 4/5, berat badan 2900 gr, panjang badan 49 cm, pasien masuk perinatologi dengan diagnosa asfiksia neonatorum. 5.2 Saran 5.2.1
Bagi Keluarga Penderita dan Masyarakat Perlunya perawatan dan melakukan pemeriksaan yang rutin saat hamil untuk menghindari penyebab dan deteksi dini adanya penyulit dan kelainan pada ibu hamil, terutama untuk melakukan pencegahan terhadap
5.2.2
komplikasi dan penyulit. Bagi Tenaga Kesehatan Terutama kepada bidan untuk dapat melakukan pemeriksaan hamil kepada ibu atau klien minimal program 14 T sebagai salah satu upaya untuk menghasilkan kondisi ibu dan janin sehat serta menjelaskan pada keluarga tentang perawatan bayi asfiksia neonatorum.
36
37