ARSITEKTUR NUSANTARA PADA ERA Hindu dan Buddha A. Kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara Selama era kerajaan Hindu dan Buddha terdapat dua dinasti yang berkuasa sekitar abad ke-8 hingga ke-10 yaitu dinasti Sanjaya dan Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu aliran aliran Siwa, Siwa, sement sementara ara dinast dinastii Syail Syailend endra ra mengan menganut ut agama agama Buddha Buddha Mahaya Mahayana na atau atau Vajray Vajrayana ana.. Pening Peninggal galan an dari dari ketdua ketdua dinast dinastii ini berupa berupa prasas prasasti ti dan candi. candi. Keluar Keluarga ga Sanjaya memiliki kekuasaan di bagian utara Jawa Tengah, dan keluarga Syailendra di bagian Selatan Jawa Tengah. Sehingga dari abad ke-8 dan ke-9, candi yang ada di Jawa Tengah Utara bersifat Hindu, dan yang ada di Jawa Tengah Selatan bersifat Buddha Pembang Pembangunan unan candi candi terkai terkaitt dengan dengan keraja kerajaan an di Nusant Nusantara ara pada masa masa perkem perkemban bangan gan agama Buddha dan Hindu di Indonesia. Terdapat ratusan prasasti-prasasti yang ditanda tangani oleh raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Keberad Keberadaan aan keraja kerajaan-k an-kera erajaa jaan n Hindu Hindu Budha Budha dimasa dimasa lampau lampau diketa diketahui hui dari dari prasas prasasti ti- prasasti. Prasasti dari kerajan tertua di nusantara ditemukan di Kutei, Kalimantan Timur. Prasati Prasati ni berbentuk berbentuk ‘yupa’. Yaitu tugu peringatan peringatan upacara upacara kurban. kurban. Menurut Menurut bentuk dan tulisan yang digunakan, prasasti ini diperkirakan dibuat pada tahun 400 Masehi, prasasti ini menceritakan sebuah kerajaan di Kalimantan timur (Kutei) diperintah oleh seorang raja bernama Mulawarman. Mulawarman. Setelah prasasti Kutei ini, terdapat ratusan prasasti prasasti yang bercer bercerit itaa tentan tentang g keraja kerajaan-k an-kera erajaa jaan n Hindu Hindu dan Budha Budha di Nusant Nusantara ara sekali sekaligus gus juga juga bercerita tentang bangunan suci (candi), bahkan ada nama candi di prasasti yang tidak bisa ditelusuri namanya dengan candi yang dikenal. Umumnya prasasti tersebut dibuat pada abad ke-9. Selain peninggalan prasasti, terdapat pula candi-candi yang didalamnya terdapat arca yang menjadi bukti keberadaan kerajaan-kerajaan tersebut di masa lampau. Ada juga berita tentang keberadaan kerajaan tersebut berasal dari berita ekspedisi pada pendeta Buddha Tiongkok (Cina) ke nusantara misalnya berita dari pendeta I-Tsing yang menyebutkan keberadaan kerajaan Holing (Kaling), kerajaan-kerajaan di Sumatera : Tulang Bawang (Sumatera Selatan), Melayu (Jambi (Jambi), ), dan Sriwi Sriwijay jaya. a. Dari Dari I-Tsin I-Tsing g diketa diketahui hui bahwa bahwa Sriwij Sriwijaya aya merupak merupakan an pusat pusat kegiatan ilmiah agama Budha pada masa itu. Buku atau kitab kuno juga merupakan
sumber informasi keberadaan kerajaan-kerajaan di masa lampau, seperti kitab Pararaton dan juga kitab Negara kertagama.
B. Arsitektur Candi
Fungsi Candi Kata Candi pada umumnya dianggap berasal dari kata candikagrha, nama tempat tinggal tinggal Candika, Candika, Dewi Kematian Kematian dan Permaisuri Permaisuri Siwa. Maka, secara secara harfiah harfiah Candi bisa ditafsirkan sebagai bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau bahkan sebagai makam. 1. Dahulukala, diduga abu dari jenazah seorang raja dikubur dibawah bagian tengah candi (peripih). Sehingga seringkali dulu candi digunakan sebagai tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal. Akan tetapi, Candi dibangun bukan semata hanyalah sebagai makam atau tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal, lebih dari candi itu, candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa yang dilambangkan sebagai arca. Arca tersebut diletakan di ruang teng tengah ah cand candii dahu dahulu lu kala kala hany hanyaa Pende Pendeta ta yang yang memi memimp mpin in acar acaraa pemu pemuaj ajaan aan yang yang diperkenankan masuk kedalam ruang tersebut. Candi lebih diyakini sebagai kuil atau tempat pemujaan daripada sebagai makam.
Gambar 1 : Struktur Candi
Secara vertikal, struktur bangunan candi terdiri dari tiga bagian yang melambangkan kosmolo kosmologi gi atau atau keperca kepercayaa yaan n terhada terhadap p pembagi pembagian an dunia dunia sebaga sebagaii satu satu kesatu kesatuan an alam alam semesta yang sering disebut dengan ‘Triloka’ terdiri dari dunia manusia (bhurloka), dunia tengah untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka) kemudian dunia untuk para dewa (svarloka). Ketiga tingkatan ini, dalam struktur candi adalah digambarkan sebagai bagian kaki, kaki, bada badan n dan dan kepal kepala. a. Arsi Arsite tekt ktur ur cand candii seri sering ng juga juga diid diiden enti tika kan n denga dengan n makna makna perlambangan Gunung Meru. Dalam mitologi Hindu-Buddha, Gunung Meru adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi sebagai pusat bumi dan mencapai tingkat tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa gunung sebagai tempat tinggal para dewa. Pada bangunan candi di Indonesia, selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di ruang dalam candi, elemen atau bagian bangunan yang terdapat pada arsitektur candi baik candi Hindu dan Buddha yaitu kala-mekara, peripih, stupa, ratha (mahkota), lingga dan yoni. yoni. ¾ Kala Kala merupak merupakan an makhlu makhluk k legenda legenda yang yang dicipt diciptaka akan n Siwa Siwa untuk untuk membunu membunuh h seorang raksasa. Kala ini diwujudkan dalam berbagai variasi bentuk seperti mahkluk aneh tanpa rahang bawah atau hiasan dengan satu mata. Sedangkan Mekara adalah binatang mitologi berbelalai gajah, surai singa, paruh burung nuri, dan ekor seperti ikan, yang semuanya merupakan lambang air dan birahi.2 Hiasan mekara ini sering ditemukan baik pada candi Hindu dan Buddha. Biasanya patung makara ditemukan pada gapura sebagian besar candi klasik awal, makara jarang ditemukan pada jaman klasik akhir di Jawa, tetapi di Sumatra, sepert sepertii di komple kompleks ks candi candi Padang Padang Lawas, Lawas, dimana dimana didiri didirikan kan perkir perkiraan aan pada pada abad 10 mekara ini masih terus digunakan. ¾ Peripih adalah sebuah peti batu yang digunakan awalnya sebagai tempat abu jenazah seorang raja, kemudian pada kenyataan lain, peripih digunakan sebagai wadah untuk menaruh unsur-unsur yang melambangkan dunia materi : emas, emas, perak, perak, perungg perunggu, u, batu batu akik akik dan biji-b biji-biji ijian an yang yang diduga diduga sebaga sebagaii bendabenda-ben benda da upacara pemujaan. Di dalam peripih terdapat bagian-bagian yang diatur dalam pola seperti mandala, sembilan atau 25 titik. 3 ¾ Stupa merupakan unsur perlambang Buddha dengan bentuk setengah bulatan mempunyai pengertian falsafah melambangkan “kubah syurga” (Dome og Heaven) atau melambangkan struktur kosmik yang menetap. Biasanya diletakkan di
bagian atas candi. ¾ Lingga dan yoni adalah sepasang relief atau monumen yang terdapat pada candi Hindu Siwa. Lingga terdiri dari silinder terpadu atau berdiri diatas dasar yang disebut yoni.
Gambar 2 : Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi Bangunan candidi Indonesia umumnya dibangun dengan cara a joint vif, yaitu bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada bahan pengikat. Pada awalnya teknik penumpukan penumpukan batu dilakukan dilakukan dengan cara membuat perkuatan dengan memotong memotong bagian balok batu untuk membuat semacam lidah dan tekukan yang saling mengunci dengan balok-balok yang bersebelahan baik secara mendatar maupun ke atas. Pada awal abad ke9, ahli bangunan Jawa menggunakan teknik India mengenai dinding batu berdaun ganda. Jawa Jawa merupak merupakan an satu-s satu-satu atunya nya wilaya wilayah h di Asia Asia Tengga Tenggara ra yang yang menggu menggunaka nakan n cara cara konstruksi seperti ini. Teknik ini memerlukan pembuatan sepasang dinding sejajar dan pengisian rongga diantaranya dari puing atau dari batu dengan bentuk yang tidak beraturan direkatkan dengan lumpur, kadang-kadang ditambah sedikit kapur seperti di Loro Joggrang. Lapisan luar batu biasanya diarahkan ke bagian luar dalam serangkaian bebatuan menggantung berjarak tidak rata yang menghasilkan kesan bagian luar bagikan dipahat atau di sesak.
Setelah abad ke 9, teknik kontruksi candi agak sedikit berubah sejalan dengan peralihan pusat politik pada masa itu ke Jawa Timur.
Gambar 3 : Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi
Pemb Pemban angun gunan an candi candi memi memili liki ki tata tata cara cara dn upac upacar araa ritu ritual al.. Upaca Upacara ra yang yang dilaksanakan serigkali dicatat dalam tulisan batu (piagem) atau lempengan perak atau tembaga. Yang brinisiatif membangun candi pada pertama kalinya adalah bangsawan (orang (orang suci) suci) dengan dengan mengaj mengajak ak orangorang-ora orang ng di kampung kampungnya nya (sekel (sekelili ilingny ngnya) a) untuk untuk bergotong royong membangun candi. Pertama sekali bangsawan yang menyelenggarakan acara membagikan hadiahpada semua orang yang datang. Kemudian peserta menghiasi diri dengan bunga dan pewarna dan batu suci diletakkan ditengah halaman candi yang yang akan dibangun. Tata cara urutan pembangunan candi seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4 : Tata cara urutan pembangunan candi Pembagian kelompok arsitektur candi Melihat dari masa pembangunan candicandi di Nusantara, Nusantara, maka dibagi atas tiga periode1 yaitu masa Klasik Awal (600 M-900 M), dimana candi Prambanan dan Borobudur dibangun pada masa ini, kemudian masa Klasik Madya (900 M- 1250 M) yaitu candi-candi yang terdapat di Sumatera seperti candi-candi yang ada di Padang Lawas, Muara Takus, dan Muara Jambi. Candi-candi yang dibangun pada Masa Klasik Akhir (1250 M – 1500 M) umumnya terdiri dari konstru konstruksi ksi bata bata yang yang secara secara meluas meluas banyak banyak terdapa terdapatt di Jawa Jawa Timur Timur dimana dimana candi candi berundak di lereng gunung popular pada akhir periode ini. Jika dilihat dari sudut pengelompokkan langgam atau jenis serta agama yang mewakili keberadaan candi tersebut, Soekmono membagi menjadi tiga jenis yaitu jenis Jawa tengah Utara mewakili agama Hindu (Siwa jenis Jawa Tengah Selatan mewakili agama Budha (Mahayana) dan jenis Jawa Timur mewakili aliran Tantrayana (baik Siwa maup maupun un Budh Budha) a).. Dala Dalam m hal hal ini ini kell kellom ompo pok k cand candii Loro Loro Jong Jonggr gran ang g meru meruip ipak akan an perkecu perkecuali alian, an, karena karena berasa berasall dari dari jaman jaman setela setelah h berpad berpaduny unyaa keluar keluarga ga Sanjay Sanjayaa dan keluar keluarga ga Syail Syailendr endraa sehing sehingga ga susuna susunanny nnyaa terlih terlihat at sebagai sebagai kelomp kelompok ok candi candi di Jawa Jawa
Tengah Selatan akan tetapi keagamaannya mewakili agama Hindu. Pengelompokkan ini sejalan dengan pengelompokkan candi berdasarkan masa pembangunannya. CandiCandi-can candi di di Jawa Jawa Tengah Tengah Utara Utara merupa merupakan kan candi candi pada masa masa klasik klasik awal. awal. Candi di wilayah wilayah ini merupakan pemujaan pemujaan terhadap terhadap Siwa dengan bentuk mendekati tipe candi di India, sebagai contoh yaitu candi Arjuna yang merupakan kelompok candi Dieng. Dahulunya, Dahulunya, diperkirak diperkirakan an di candi tersebut pernah terdapat arca atau lingga lingga yang akan dimandikan dengan upacara khusus, dengan pengaturan bilik dan saluran air suci menembus tembok, upacara ini mirip dengan upacara Siwais dengan cara yang sama sepert sepertii candicandi-cand candii Palawa Palawa di India India selata selatan. n. Begitu Begitu pula pula halnya halnya dengan dengan candi candi Bima Bima dimana pada awalnya sama dengan bentuk candi dari provinsi Orissa di India, akan tetapi kemudi kemudian an banyak banyak mengal mengalami ami perubah perubahan an sekit sekitar ar tahun tahun 800 M disesu disesuaik aikan an dengan dengan penggunaannya oleh penganut Budha. Beberapa candi yang terpenting lain pada masa dan wilayah ini adalah Candi Gunung Wukir dekat Magelang (732 M), Candi Badut, dekat dekat Malang Malang (760 (760 M), M), kelomp kelompok ok candi candi Gedong Gedong Songo Songo di lereng lereng gunung gunung Ungaran Ungaran..
Gambar 1.5 : Candi Gunung Wukir dan Candi Badut