TEORI DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI (Karakteristik, Asas, Prinsip, Pendekatan dan Model) Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum PAI
MAKALAH
Dosen Pengampu: Dr. Marno Nurullah, M. Pd.
Oleh: Ahmad Rais (172770040)
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG Februari 2018
1
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian
Pendidikan Islam adalah salah satu bentuk aktivitas yang sengaja untuk mewujudkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Salah satu bentuk praktis penyelenggaraannya adalah pelaksanaan pendidikan agama Islam yang didesain untuk memproduk sikap dan perilaku moral peserta didik sesuai ajaran dan nilai-nilai Islam. Namun, hingga saat ini, pelaksanaan pendidikan Islam masih memiliki banyak kelemahan sehingga dipandang kurang berhasil, bahkan gagal, dalam mengembangkan sikap dan perilaku keberagamaan serta membangun moral peserta didik. Buchori1 menilai kegagalan pendidikan agama Islam disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pada pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yaitu kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilainilai ajaran agama. Karena itu, menurut Dhofir sebagaimana dikutip Sindhunata, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan PAI yaitu, meningkatkan kualitas guru, wibawa guru agama perlu sejajar dengan guru bidang studi lain, materi agama tidak hanya menekankan pada aspek kognitif tetapi perlu muatan materi pendidikan budi pekerti, meningkatkan kualitas dan mutu buku pegangan guru dan peserta didik. 2 Dalam perspektif lain Muhaimin menilai, kegagalan pendidikan agama Islam dalam membentuk sikap dan perilaku moral peserta didik dapat ditinjau dari aspek operasionalnya, yaitu baik aspek performa maupun etos kerja pendidiknya, atau aspek metodologinya, dan/atau aspek sarana penunjangnya. 3 Ditinjau dari segi performa dan etos kerja pendidiknya, para guru agama belum sepenuhnya mampu mempraktikkan proses pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan,
1
Mochtar Buchori, Posisi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Umum, Makalah Seminar Nasional Kurikulum Pendidikan Agama Islam, IKIP Malang, 24 Februari 1992. 2 Zamakhsyari Dhofeir dalam Sindhunata (ed.), Menggagas Paradigma Baru Pendidikan (Jakarta: Penerbit, Kanius, 2000), hlm. 223. 3 Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam (Bandung: Penerbit Nuansa, 2003), hlm. 8.
2
pendidikan agama Islam. Sedangkan, dari aspek metodologi, (1) penyampaian pengajaran agama Islam masih lebih berorientasi pada belajar tentang agama, sehingga hasilnya banyak orang yang mengetahui nilai-nilai ajaran agama, tetapi perilakunya tidak relevan dengan nilai-nilai ajaran agama yang diketahuinya; (2) kurang dapat berjalan bersama dan bekerjasama dengan program-program non agama; (3) isi pengajarannya kurang relevan terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.4 Selain itu, metodologi pendidikan agama kurang mendorong
penjiwaan
terhadap
nilai-nilai
keagamaan;
pendekatan
pembelajarannya masih cenderung menggunakan pendekatan normatif, dengan pengertian penyajian norma-norma sering kali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya, sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian. Selanjutnya ditinjau dari segi sarana penunjang, lembaga-lembaga pendidikan Islam umumnya hanya memiliki sarana penunjang yang serba terbatas, sehingga pengelolaannya cenderung seadanya. Pendidikan agama Islam sebagai aspek yang penting sering kali kurang diberi prioritas dalam urusan fasilitas. Selain itu, berbagai usaha peningkatan mutu pendidikan agama Islam masih dilakukan secara sepotong-sepotong atau tidak komprehensif. Ini disebabkan berbagai faktor penghambat, mulai dari persoalan dana sampai tenaga ahli.5 Munculnya berbagai kritik tentang kelemahan pendidikan agama Islam dan sekaligus merupakan kegagalan dalam pelaksanaannya, menurut hemat penulis, lebih didominasi oleh faktor adanya kekeliruan dalam hal pengembangan dan proses transformasi sistem pengembangan kurikukulum. Dengan demikian pengembangan
kurikulum
PAI
merupakan
aspek
yang
harus
dijadikan
perbincangan. Adapun dalam proses pengembangan kurikulum PAI paling tidak terlebih dahulu memperhatikan teori-teori dasar yang berupa karakteristik, asas, prinsip, pendekatan, dan model pengembangan kurikulum PAI yang dengannya diharapkan peroses pengembangan kurikulum dan transformasinya menghasilkan kurikulum yang baik dan bermartabat. 4
Muhaimin, Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam..., hlm. 27. Hujair Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani (Yogyakarta:Safiria Insania Press. 2003), hlm. 9. 5
3
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka fokus penelitannya sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik dalam pengembangan kurikulum PAI? 2. Apa saja asas-asas dalam pengembangan kurikulum PAI? 3. Bagaimana prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum PAI? 4. Bagaimana pendekatan-pendekatan dalam pengembangan Kurikulum PAI? 5. Bagaimana model-model dalam pengembangan kurikulum PAI? C. Tujuan Penulisan
Dari fokus penelitian tersebut, maka tujuan penulisan di sini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan karakteristik dalam pengembangan kurikulum PAI 2. Untuk mendeskripsikan asas-asas dalam pengembangan kurikulum PAI 3. Untuk mendeskripsikan prinsip dalam pengembangan kurikulum PAI 4. Untuk
menganalisa
pendekatan-pendekatan
dalam
pengembangan
kurikulum PAI 5. Untuk mendeskripsikan model-model dalam pengembangan kurikulum PAI
4
BAB II PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengembangan Kurikulum PAI
Segala sesuatu tentu
memiliki karakteristik atau sifat-sifat
yang
membedakan antara sesuatu itu dengan yang lain. Begitu juga, dengan pengembangan kurikulum PAI memiliki karakteristik yang bisa kita gunakan langkah dalam mengembangankan kurikulum PAI. Adapun karakteristik atau sifat-sifat dalam perencanaan atau pengembangan kurikulum meliputi:6 1. Bersifat strategis, karena merupakan instrumen yang sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 2. Bersifat
komprehensif,
yang
mencakup
keseluruhan
aspek-aspek
kehidupan dan penghidupan masyarakat. 3. Bersifat integratif, yang mengintegrasikan rencana yang luas, mencakup pengembangan dimensi kualitas dan kuantitas. 4. Bersifat realistis, bersarkan kebutuhan nyata peserta didik dan kebutuhan masyarakat. 5. Bersifat humanistik, menitik beratkan pada pengembangan sumber daya manusia, baik kuntitatif maupun kualitatif. 6. Bersifat futuralistik, mengacu jauh kedepan dalam merencanakan masyarakat yang maju. 7. Bersifat deversifikasi, melayani keragaman peserta didik. 8. Bersifat desentralistik, karena dikembangkan oleh daerah sesuai dengan kondisi dan potensi daerah. Berdasarkan paparan diatas penulis bisa menarik sebuah kesimpulan bahwasannya dalam mengambangkan kurikulum harus memiliki sifat-sifat atau karakteristik yang matang dan baik sesuai kondisi lingkungan peserta didik sehingga apa yang dihasilkan dari pengembangan kurikulum bisa maksimal dan baik.
6
Oemar Hamalik, manajemen pengembangan kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) hlm. 53
5
B. Asas-asas dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Dalam ensiklopedia Indonesia asas adalah pendirian atau yang dijadikan pokok suatu keterangan.7 Asas-asas dalam pengembangan Kurikulum maksudnya adalah dasar-dasar yang dijadikan pijakan dalam mengembangkan kurikulum. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sholeh Hidayat 8, dalam mengembangkan kurikulum perlu asas-asas yang kuat biar tujuan kurikulum tercapai sesuai dengan kebutuhan. Pada umumnya dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum dapat berpegang pada asas-asas berikut: 1. Asas Religius Menurut Muhammad al-Thaoumy al-Syaibany (1979) salah satu asas pengembangan kurikulum adalah asas religius / a gama. Kurikulum yang akan diterapkan dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai ilahiyah sehingga dengan adanya dasar ini kurikulum kurikulum dapat membimbing peserta didik untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, berakhlak mulia dan melengkapinya dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat di dunia dan akhirat. 2. Asas Filosofis Asas ini berhubungan dengan tujuan pendidikan, filsafat dan pendidikan berkenaan dengan sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandangan seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan dengan arti kehidupan. Pandangan ini lahir dari kajian sesuatu
masalah, norma-norma agama dan sosial yang
dianutnya. Perbedaan pandangan dapat menyebabkan timbulnya arah pendidikan yang diberikan kepada siswa. Pandangan hidup bangsa indosnesia adalah pancasila. Dengan sendirinya segala kegitan yang dilakukan termasuk dalam penyusunan kurikulum hendaknya tidak boleh keluar apalagi bertentangan dengan asas pancasila.9
7
Dakir, Perencanaan dan pengembangan kurikulum, (Jakarta: PT Renika Cipta, 2010) hlm.
77 8
Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012, hlm. 33-34 9 Dakir, Perencanaan dan pengembangan kurikulum..., hlm. 78
6
3. Asas psikologis Asas psikologis berkaitan dengan tingkah laku manusia. Sehubungan dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran, perilaku manusia menjadi landasan berkenaan dengan psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak. Hal ini meliputi teori-teori yang berhubungan dengan individu dalam proses belajar dan perkembangannya. 4. Asas sosial budaya Asas sosial budaya berkenaan dengan penyampain kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi masyarakat. Bentuk-bentuk kebudayaan mana yang patut disampaikan dan kearah mana proses sosialisasi tersebut ingin direkonstruksi sesuai dengan masyarakat. 5. Asas organisatoris Asas ini berkenaan dengan organisasi dan pendekatan kurikulum. Studi tentang kurikulum sering mempertanyakan tentang organisasi dan pendekatan apa yang digunakan dalam pembahasan atau penyusunan kurikulum tersebut. Penggunaan suatu jenis pendekatan pada umumnya menentukan bentuk pola yang dipergunakan oleh kurikulum tersebut. 6. Asas ilmu pengetahuan dan teknologi Dalam abad pertengahan ini, diperlukan masyarakat berpengetahuan melaui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan metakognisi dan kompetesi untuk berpikir dan belajar bagaimana belajar ( learning how to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai dan pengetahuan, serta mengatasi situasi yang tidak menentu dan antisipatif terhadap ketidak pastian perkembangan dalam bidang ilmu penegetahuan dan teknologi, terutama dalam bidang taransportasi dan komunikasi telah mampu mengubah tatanan kehidupan manusia, oleh karena itu, seyogyanya kurikulum mampu mengakomodasi dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
7
C. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum PAI
Ada beberapa prinsip umum pengembangan kurikulum,sebagaimana yang dikemukakan oleh Nana Syaodih Sukmadinata 10, sebagaimana berikut: 1. Prinsip Relevansi Prinsip relevansi, secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi, dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistemologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis), serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosiologis). 11 2. Prinsip fleksibilitas Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuain, yaitu berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan dan latar belakang anak. 3. Prinsip kontinuitas Yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal.oleh karena itu pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan oleh kurikulum hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat dengan tingkat lainnnya, antara satu jenjang pendidikan dengan pekerjaan. 4. Prinsip praktis / efisiensi Yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan sumber daya pendidikan yang ada secara optimal, cermat, dan tepat sehingga hasilnya memadai. 12
10
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek (Bandung: PT. Rosdakarya, 2009) hal 150-151 11 Fitroh, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Strategi Pencapaian, Studi Informatika: Jurnal Sistem Informasi , Vol. 4. No. 2. 2011) hlm. 3-5 12 Fitroh, Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Strategi Pencapaian..., hlm. 5
8
5. Prinsip efektivitas Prinsip ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana tujuan kurikulum dapat dicapai sesuai keinginan yang telah ditentukan. Efektivitas dapat dilihat dari dua segi, pertama; efektivitas mengajar pendidik sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik, kedua; efektifitas belajar anak didik sejauh mana tujuan-tujuan pelajaran telah dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.13
D. Pendekatan-pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Pendekatan dalam pengembangan kurikulum adalah adalah titik tolak atau sudut pandang dalam pengembangan kurikulum. 14 Dalam teori kurikulum setidaknya
terdapat
empat
pendekatan
yang
dapat
digunakan
dalam
pengembangan kurikulum, yaitu: pendekatan subjek akademis, pendekatan humanistis, pendekatan teknologis, dan pendekatan rekonstruksi sosial. Adapun penjelasannya sebagaimana yang dipaparkan Muhaimin15 berikut: 1. Pendekatan subjek akademis Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau progam pendidikan didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing. setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi tertentu yang berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari oleh peserta didik yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu. Misalnya, pendidikan agama di sekolah meliputi aspek al-Qur’an-Hadis, keimanan, akhlak, ibadah, tarikh dan sejarah kebudayaan Islam. Di madrasah, aspek-aspek tersebut dijadikan subsub mata pelajaran PAI yang meliputi: mata pelajaran al-Qur’an-Hadis, Fiqih,
13
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek (Jogjakarta:AR-RUZZ MEDIA 2009) hlm. 181 14 Umar, dkk, Pengembangan Kurikulum Agama Islam Transformatif . (Yogyakarta: Deepublish 2016) hlm. 46 15 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, Madrsah, dan perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2014) hlm. 139
9
Akidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam. 16 Masing-masing aspek/mata pelajaran tersebut memiliki karakteristik sendiri yang dapat digunakan untuk pengembangan disiplin ilmu lebih lanjut bagi para peserta didik yang memiliki minat di bidangnya. Namun demikian dalam pembinaannya harus memperhatikan kaitan antara aspek/mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. 2. Pendekatan Humanistis Humnistik adalah memandang manusia sebagai manusia, ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya dengan potensi-potensi yang dimilikinya.17 Pendekatan humanistik adalah sebuah pendekatan
yang
menitik
beratkan
nilai-nilai
manusiawi
dalam
pengembangan kurikulum. Pendekatan humanistis dalam pengembangan kurikulum PAI maka dalam prakteknya menekankan aktive laerning (pembelajaran aktiv). Oleh karena itu kegiatan pembelajaran harus dilandasi oleh prinsip-prinsip: (1) berpusat pada peserta didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menentangkan, (4) mengembangkan keragaman kemampuan yang bermuatan nilai, dan (5) menyediakan pengelaman belajar yang beragam serta belajar melalui berbuat. Prinsip prinsip tersebut sebenarnya sejalan dengan hadis Nabi: ”kun ‘aliman aw muta’alliman aw mustami’an aw muhibban wa la takun khamisan fa tahlak” . Yakni jadilah kamu orang yang alim, atau orang yang belajar, atau orang yang mendengar, atau orang yang cinta ilmu, janganlah kamu menjadi orang yang ke lima maka kamu akan hancur. Dari hadist tersebut dapat dipahami bahwa dalam kegiatan pembelajaran guru memposisikan peserta didik sebagai orang yang berpengetahuan atau berpengalaman sedangkan posisi guru sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran atau memposisikan peserta didik sebagai orang yang sedang belajar. 16
Siti Halimah: Strategi P engembangan Kurikulum dan Pembelajaran PAI, MIQOT Vol. XXXIII No. 1 Januari-Juni 2009. hlm. 127 17 Umar, dkk, Pengembangan Kurikulum Agama Islam Transformatif ..., hlm. 46
10
3. Pendekatan Teknologis Pendekatan
teknologis
dalam
menyusun
pendidikan bertolak dari analisis kompetensi
kurikulum
atau
progam
yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi sukses, dan strategi belajarnya ditetpkan dengan analisis tugas ( job analysis). Pembelajaran PAI dapat dikatakan menggunakan pendekatan teknologis, bilaman ia menggunakan pendekatan sistem dalam menganalisis masalah belajar, mengelola, merencanakan, melaksanakan, dan menilainya. Disamping itu pendekatan teknologis ingin mengejar kemanfaatan tertentu, dan menuntut peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu, sehingga proses dan rencana produknya (hasilnya) diprogam sedemikian rupa, agar pencapain hasil pembelajarannya (tujuan) dapat dievaluasi dan diukur dengan jelas dan terkontrol. Dari rancangan proses pembelajaran sampai mencapai hasil tersebut diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan memiliki daya tarik. 4. Pendekatan Rekonstruksi Sosial Pendek atan rekonstruksi sosial dalam menyusun kurikulum atau progam pendidikan keahlian bertolak dari problem yang dihadapi dalam masyarakat, untuk selanjutnya dengan memerankan ilmu-ilmu dan teknologi serta bekerja secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik. Karenanya, penyusunan dan pengembangan kurikulum PAI harus bertitik tolak dari problem yang dihadapi masyarakat. Pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial, selain menekankan pada isi pembelajaran, sekaligus juga menekankan pada proses pendidikan dan pengalaman belajar. Pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa manusia adalah sebagai makhluk sosial yang dalam kehidupannya selalu membutuhkan manusia yang lain. Tugas pendidikan adalah membantu agar peserta didik menjadi cakap dan selanjutnya mampu ikut
bertanggung jawab terhadap pengembangan
masyarakatnya. Dan itu bisa dilakukan salah satunya melalui pengembangan kurikulum dengan menggunakan pendekatan rekonstruksi sosial, begitu juga
11
dalam proses belajar mengajar harus menggunakan model pembelajaran PAI berwawasan rekonstruksi soial. Model pembelajaran PAI berwawasan rekonstruksi sosial bisa dilakukan dengan cara peserta didik terjun kemasyarakat dengan dilandasi oleh internalisasi ajaran dan nilai-nilai islam, yang mengandung makna bahwa setiap langkah dan tahap kegiatan yang hendak dilakukan di masyarakat selalu dilandasi dengan niat yang suci untuk menjunjung tinggi ajaran dan nilai-nilai fundamental Islam yang tertuang dan terkandung dalam Al qur’an dan sunnah/hadist Rasulullah Saw, serta berusaha membangun (kembali) masyarakat atas dasar komitmen, loyalitas dan dedikasi sebagai pelaku (actor) terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam tersebut. Mencermati keempat pendekatan pengembangan kurikulum di atas, maka pengembangan kurikulum PAI dapat mengunakan pendekatan eklektik, yaitu dengan cara memilih yang terbaik dari keempat pendekatan tersebut sesuai dengan
karakteristiknya.
dikembangkan
untuk
Selain
itu,
mewujudkan
kurikulum tujuan
PAI
disusun
pendidikan
dan
dengan
mempertimbangkan dan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan
kesesuaiannya
dengan
lingkungan,
kebutuhan
pembangunan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.
E. Model-model dalam Pengembangan Kurikulum PAI
Model adalah konstruksi yang bersifat teoritis dari konsep. Dalam kegiatan pengembangan kurikulum, model merupakan ulasan teoritis tentang proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya merupakan ulasan tentang salah satu komponen kurikulum. Menurut Robet S.Zain dalam bukunya: Curicculum Priciples and Foundation , berbagai model dalam pengembangan kurikulum secara garis besar diuatarakan sebagai berikut: 18
18
Dakir, Perencanaan dan pengembangan kurikulum, (Jakarta: PT Renika Cipta, 2010) hlm.105
12
1. Model Administratif Model administratif merupakan model pengembangan kurikulum paling awal dan sangat umum. Model ini juga diistilahkan model garis staf atau top down, dari atas kebawah artinya bahwa inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi lalu secara struktural dilaksanakan di tingkat bawah. Pengembangan kurikulum dengan model ini dilaksanakan sebagai berikut: a. Atas membentuk tim yang terdiri atas pejabat tersa yang berwenang (pengawas pendidikan, kepsek, dan pengajar inti) b. Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang dimiliki. c. Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri dari para spesealis kurikulum d. Hasil kerja tim 3 direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil dari try out, setelah try out dan revisi dilakukan, baru keurikulum itu diimplementasikan. 2. Model dari bawah (Grass-Roots) Berbeda dengan model administratif, inisiatif pada model ini berada pada staf pengejar yang sebagai pelaksana pada suatu sekolah atau pada beberapa sekolah sekaligus.Model ini bisa terlaksana secara maksimal jika pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan bahkan jika perlu diadakan lokakarya untuk mencari input yang berkompeten. 3. Model Demonstrasi Dalam model demonstrasi, sejumlah guru dalam satu sekolah dituntut untuk mengorganisasikan dirinya dalam menemukan ide pengembangan kurikulum dan tarnyata hasilnya dinilai baik. Dala m model ini pengembangan kurikulum dilaksanakan dalam suatu skala kecil dahulu yang kemudian diadopsikan pada pengajar lainnya. Yang diutamakan dalam model ini adalah pemberian contoh dan teladan yang baik dengan harapan apa yang didemonstrasikan akan disebarluaskan oleh guru/sekolah lain.
13
4. Model Beauchamp Model ini dikembangkan oleh G.A Beauchamp (1964). Adapun langkahlangkah pelaksanaan Model ini sebagai berikut: a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan dikelas, diperluas di sekolah, dan disebarkan di sekolah-sekolah tertentu baik berskala regional maupun nasional. b. Membentuk tim pengembangan yang terdiri atas ahli kurikulum,staf pengajar, petugas bimbingan, dan narasumber lain. c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi dan pelaksanaan proses belajar mengajar. d. Melaksanakan kurikulum disekolah dan mengevaluasi kurikulum yang telah berlaku. 5. Model terbalik Hilda Taba Model terbalik ini dikembangkan oleh hilda taba atas dasar data induktif yang disebut model terbalik, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang datangnya dari atas secara deduktif. Sebelum melaksanakan langkah lebih lanjut terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, baru setelah itu diadakan pelaksanaan. 6. Model Hubungan Interpersonal Rogers Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomuniskasi secara interpersonal. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: a. Diadakan kelompok untuk dapat melakukan hubungan interpersonal ditempat yang tidak sibuk b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman, dibawah pimpinan staf pengajar c. Kemudian diadakan hubungan yang lebih luas lagi antar guru dengan guru, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik dalam suasana yang akrab.
14
d. Kemudian diadakan pertemuan dengan melibatkan anggota yang lebih luas lagi, yaitu dengan mengikut sertakan pegawai administrasi dan orang tua peserta didik sehingga memudahkan berbagai pemecahan probelem seklah yang dihadapi. 7. Model Action Research yang sistematis Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum yaitu adanya hubungan antara manusia, keadaan organisasi sekolah, situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: a. Dirasa adanya problem proses belajar mengajar disekolah yang perlu diteliti. b. Mencari
sebab-sebab
terjadinya
problem
dan
sekaligus
dicari
pemecahannya, kemudia menentukan putusan yang diambil sehubungan dengan masalah tersebut c. Malaksanakan putusan yang telah diambil. Adanya model-model pengembangan kurikulum seperti ini memegang peranan
penting
dalam
kegiatan
pengembangna
kurikulum.
Dengan
mempelajari model-model pengembangan kurikulum, maka dalam kegiatan pengembangan kurikulum akan terasa mudah. Pada akhirnya nanti akan menghasilkan kurikulum yang baik yang endingnya diharapkan juga melahirkan lulusan yang baik pula yang sesuai dengan tujuan pendidikan, khususnya tujuan pendidikan Islam.
15
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa dalam masalah pengembangan kurikulum terdapat beberapa teori dasar yang harus dipahami secara mendasar agar proses pengembangannya menghasilkan kurikulum yang baik dan dapat diterapkan secara maksimal. Adapun teori-teori tersebut sebagaimana yang telah penulis paparkan sebelumnya yaitu: 1. Karakteristik karakteristik
Pengembangan strategis,
kurikulum
komprehensif,
PAI
yang
integratif,
meliputi
humanistik,
futuralistik, deversifikasi, dan desentralistik. 2. Asas Pengembangan Kurikulum PAI yaitu asas filosofis, psikologis, sosial budaya, organisatoris, dan asas ilmu pengetahuan dan teknologi. 3.
Prinsip pengembangan kurikulum PAI yang mencakup prinsip Relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, dan praktis / efisiensi.
4. Pendekatan
pengembangan
kurikulum
PAI
yang
mencakup
pendekatan humanistik, teknologis, subjek akademik, dan rekonstusi sosial. 5. Model pengembangan kurikulum PAI yang meliputi model GrassRoots, demonstarasi, Hilda Taba, Hubungan Interpersonal Rogers, administratif, dan Malaksanakan putusan yang telah diambil. Dengan mengetahui sekaligus memahami teori-teori dasar yang telah penulis
uraikan
diatas
dan
diimplementasikan
dengan
baik,
maka
pengembangan kurikulum akan mudah dilaksanakan sehingga pada akhirnya akan melahirkan kurikulum yang baik dan bermartabat sekaligus mampu merefleksi lahirnya lulusan yang memiliki daya saing di era globalisasi ini, tanpa harus menghilangkan nilai-nilai ajaran islam yang bersifat fundamental.
16
Daftar Pustaka
Buchori, Mochtar. (1992). Posisi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum Perguruan Tinggi Umum, Makalah Seminar Nasional Kurikulum Pendidikan Agama Islam, IKIP Malang. Dakir. (2010). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Dhofeir, Zamakhsyari. (2000). Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kanius. Fitroh. (2011). Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Strategi Pencapaian. Studi Informatika: Jurnal Sistem Informasi. Vol. 4. No. 2. Halimah, Siti. (2009). Strategi Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PAI. MIQOT. Vol. XXXIII No. 1. Hamalik, Oemar. (2000). Model-Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Yayasan Al Madani Terpadu. _____ (2006). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Idi, Abdullah. (2009). Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek . Jogjakarta:AR-RUZZ MEDIA Muhaimin. (2003). Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam. Bandung: Penerbit Nuansa. _____ (2014). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, Madrasah, dan perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Sanaky, Hujair. (2003). Paradigma Pendidikan Islam: Membangun Masyarakat Madani. Yogyakarta: Safiria Insania Press. Syaodih Sukmadinata, Nana. (2009). Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Umar, dkk. (2016). Pengembangan Kurikulum Agama Islam Transformatif . Yogyakarta: Deepublish.