ANEURYSMA BONE CYST
I.
PENDAHULUAN
Aneurisma Bone Cyst (ABC) adalah kondisi seperti tumor jinak pada pembuluh darah yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya yang dapat menimbulkan sekitar 1,5% gangguan dari tulang primer. Penyakit ini akan tampak multilokulasi, terlihat radiolusen, dan lesi eksentrik yang mengekspansi tulang, sehingga tampak gambaran kerusakan tulang. Secara histologis, penyakit ini tampak pada jaringan mesenkimal dengan kista yang berjajar dan mengandung banyak darah. Lesi pada ABC diyakini dapat menjadi reaktif yang disebabkan oleh berberapa gangguan hemodinamik pada jaringan yang kaya akan kapiler pada tulang yang utama dan mengakibatkan mengakibatkan proses destruktif yang luas. luas .1 ABC adalah lesi kistik yang bersifat ekspansif yang paling sering mengenai setiap individu dalam dekade kedua kehidupan dan kemungkinan terjadi pada setiap tulang pada tubuh. Meskipun jinak, ABC dapat bersifat lokal agresif dan dapat menyebabkan kelemahan yang luas pada struktur tulang dan mengenai jaringan sekitar. Jaffe dan Lichtenstein pertama kali menjelaskan ABC pada tahun 1942, ketika mereka mencatat kelainan pada darah yang mengandung kista yang berukuran besar. Dua kasus dilaporkan dimana tampak lesi seperti gelembung sabun pada foto polos tulang yang ditemukan pada ramus superior pubis pada pasien laki-laki yang berumur 17 dan pada tulang vertebra pasien laki-laki 18 tahun. Dengan tampak lesi yang meluas dan menunjukkan bukti erosi tulang sekitar dan pertambahan jaringan disekitar. Setelah dilakukan pembedahan, ditemukan dinding tulang yang tipis yang ternyata mengandung cairan bercampur darah. Kista aneurismal dapat timbul pada tulang sebagai proses degeneratif sekunder dari lesi di pembuluh darah dengan penyakit lain yang bersifat jinak atau tumor ganas pada tulang, seperti pada Giant Cell Tumor dan Chondroblastoma. Chondroblastoma .2, 3 Aneurysma Bone Cyst (ABC) adalah tumor jinak, biasanya muncul sebelum kematangan dari tulang. Penyakit ini tidak pernah menjadi ganas. ABC sering terjadi melibatkan daerah metafisis tulang panjang atau vertebra. Secara radiografis, ABC akan tampak gambaran eksentris, litik, dan ekspansif, dengan
1
karakteristik destruksi kortikal dan elevasi periosteal. Penyakit ABC bisa tumbuh secara cepat dan muncul sangat agresif, membedakan ABC dengan penyakit tumor primer ganas mungkin akan sulit. Dengan pemeriksaan seksama akan mengungkapkan perjalanan penyakit ini. ABC terdiri dari beberapa osteoid, namun dengan pemeriksaan seksama, mengungkapkan penyakit ini dapat menjadi reaktif dan tidak neoplastik, sekitar sepertiga dapat timbul bersama dengan neoplasma pada tulang .4
II.
EPIDEMIOLOGI
Secara umum ABC merupakan penyakit yang dianggap langka, dari perhitungan persentase hanya 1-6% kejadian dari semua kasus tumor primer pada tulang. Kelompok peneliti dari Austria melaporkan kejadian tahunan sebesar 0,14 ABC terjadi per 100.000 orang. Namun kejadian yang sebenarnya sulit untuk dihitung secara pasti karena adanya regresi spontan dan secara klinis kasus ini jarang terekspose. Dari bukti biopsi ditemukan insiden studi dari Belanda menunjukkan bahwa ABC merupakan tumor yang paling umum kedua atau lesi yang mirip dengan tumor yang ditemukan pada anak-anak. Kebanyakan peneliti juga menemukan kejadian yang sedikit meningkat pada wanita.2 Meskipun ABC dapat muncul pada orang dari segala usia, umumnya penyakit ini diderita oleh orang yang muda (tapi jarang pada orang yang sangat muda). Sekitar 50-70% ABC muncul pada dua dekade kehidupan, dengan 70-86% muncul pada pasien lebih muda 20 tahun. Rata-rata umur pasien berkisar antara 13-17 tahun.2, 5
III.
ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG DAN SENDI
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat. Komponen-komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium
2
dan fosfat membentuk suatu garam Kristal yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memempatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang juga disebut suatu osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan daya rentang tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.6 Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur demikian memaksimalkan kekuatan structural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau ringan. Kekuatan tambahan diperolehdari susunan kolagen dan mineral dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamellar. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lamellar. Pada orang dewasa, tulang anyaman ditemukan pada insersi ligamentum atau tendon. Tulang lamellar tersusun dari lempengan-lempengan mineral yang sangat padat, dan bukan merupakan suatu massa Kristal yang padat. Pola susunan semacam ini melengkapi tulang dengan kekuatan yang besar .6 Pada tulang panjang terdapat bagian-bagian khas yang terdiri dari tiga bagian yaitu diafisis atau batang, adalah sebuah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini tersusun terutama oleh tulang tuberkular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoietik. Sumsum merah terdapat juga di bagian epifisis dan diafisis tulang. Pada anak-anak, sumsum merah mengisi sebagian besar bagian dalam tulang panjang, tetapi kemudian diganti oleh sumsum kuning sejalan dengan semakin dewasanya anak tersebut. Pada orang dewasa, aktivitas hematopoietic menjadi terbatas hanya pada sternum dan Krista iliaka, walaupun tulang-tulang yang lain masih berpotensi untuk aktif lagi bila diperlukan.6 Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan
3
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar alkali fosfatase, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari alkali fosfatase akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar alkali fosfatase di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang.6 Osteosit dalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklast adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Tidak seperti osteoblast dan osteosit, osteoklast mengikis tulang. Selsel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.6 Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon. Suatu peningkatan kadar hormon paratiroid (PTH) mempunyai efek langsung dan segera pada mineral tulang, menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorpsi dan bergerak memasuki serum.
Disamping
itu,
peningkatan
kadar
PTH
secara
perlahan-lahan
menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoclast, sehingga terjadi demineralisasi. Selain itu vitamin D juga berperan dalam metabolism tulang. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar PTH yang tinggi. Bila tidak ada vitamin D, PTH tidak akan menyebabkan absorpsi tulang. Vitamin D dalam jumlah sedikit membantu kalsifikasi
tulang,
antara
lain dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat oleh usus halus.6 Gambar 1. Gambar bagianbagian tulang panjang .7
4
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon, fasia, atau otot. Terdapat tiga tipe sendi:6 1. Sendi fibrosa (siartrodial), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Sendi fibrosa tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan loeh jaringan ikat fibrosa. 2. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial), merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak. Sendi kartilaginosa adalah sendi yang ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak. 3. Sendi sinovial (diartrodial), merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi-sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi kartilago hialin. Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah sekitarnya terutama adalah jaringan ikat yang tersusun dari sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yang ditemukan pada jaringan ikat adalah sel-sel yang tetap atau tidak berkembang pada jaringan ikat, seperti sel mast, sel plasma, limfosit, monosit, dan leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini memegang peranan penting pada reaksireaksi imunitas dan peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit reumatik .6
Gambar 2. Gambar lapisan-lapisan pada tulang .8
5
IV.
ETIOLOGI
Etiologi yang sebenarnya dari ABC tidak diketahui. Kebanyakan peneliti percaya bahwa ABC adalah hasil dari suatu kelainan pembuluh darah dalam tulang, namun, penyebab utama dari kelainan ini menjadi topik kontroversi. Namun, hampir 1/2 terlihat terjadi sehubungan dengan tumor jinak yang lain dan mungkin merupakan gangguan dalam reaksi tubuh terhadap tumor lainn ya.2, 5 Tiga teori umum diusulkan adalah sebagai berikut:2
ABC mungkin disebabkan oleh reaksi sekunder lain lesi tulang. Teori ini telah diusulkan karena tingginya insiden yang menyertai tumor pada 2332% dari ABC. Tumor giant cell yang paling sering hadir. Namun banyak tumor jinak dan ganas lainnya yang ditemukan, termasuk displasia fibrosa, osteoblastoma,
chondromyxoid
fibroma,
fibroma
nonossifying,
chondroblastoma, osteosarcoma, chondrosarcoma, unikameral atau kista tulang soliter, hemangioendothelioma, dan karsinoma metastasis. ABC dengan adanya lesi lainnya disebut ABC sekunder. Pengobatan ABC sekunder berdasarkan apa yang sesuai dengan jenis tumor yang mendasarinya. ABC diperkirakan timbul de novo (pembentukan proses awal penyakit),
dimana muncul tanpa tanda lesi lain yang diklasifikasikan sebagai ABC primer.
V.
ABC mungkin timbul di daerah trauma sebelumnya.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi sebenarnya dari ABC tidak diketahui secara pasti. Ada dua teori yang berbeda mengenai patofisiologi ABC yaitu berkaitan tentang munculnya
malformasi vascular yang berat, ini termasuk dengan fistula
arteriovena dan oklusi vena. Lesi vaskular kemudian menyebabkan peningkatan tekanan, ekspansi, erosi, dan resorpsi pada sekitar tulang. Malformasi ini juga dipercaya menyebabkan perdarahan lokal yang memulai formasi jaringan reaktif osteolitik. Temuan dari studi di mana tekanan manometri dalam ABC diukur mendukung perubahan teori hemodinamik .2
6
Sifat dan asal dari aneurysma bone cyst tetap tidak diketahui, meskipun semua studi menunjukkan kondisinya jinak. Menurut Jaffe dan Lichenstein 1950, dan Donaldson 1962, ABC terjadi karena terbentuknya oklusi vena yang terjadi mendadak atau terbentuknya suatu shunt atau hubungan dari arteri-vena. Selain itu teori lain menyebutkan trauma sebagai faktor penyebab yang menimbulkan cedera yang bisa memicu terjadinya perubahan pada tulang, sehingga dapat juga timbul proses soliter dysfibroplasia tulang yang akan menunjukkan gejala pada ABC. Teori lain yang menimbulkan ABC adalah terjadinya kesalahan dalam proses pengembangan lempeng epifisis dari tulang dan hal ini juga dapat terjadi pada Unicameral (Simple) Bone Cyst namun berbeda dengan kejadiannya Giant Cell Tumor .9 ABC muncul dengan keadaan hemoragik dan menetap pada kombinasi jaringan yang berisi cairan dan tidak terjadinya pembekuan darah. Jaringannya sering berwarna kecoklatan karena deposisi dari hemosiderin. Secara normal, lesi pada perifer bentuknya seperti sebuah lapisan “eggshell” dari periosteal tulang disekitar lesi. Secara mikroskopik, ada yang timbul menjadi ruang cavernous diisi oleh darah. Dinding dari ruang tersebut terdiri dari sel-sel fibroblastik, sel-sel giant multinukleat, dan bagian strands dari tulang.5
VI.
DIAGNOSIS 6.1. Gejala Klinis
Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri, dari inspeksi akan tampak massa, swelling (tampak bengkak), fraktur patofisologis, atau kombinasi dari gejala tersebut pada area yang terkena. Gejalanya biasanya datang dalam beberapa minggu hingga berbulan-bulan sebelum diagnosis ditegakkan, dan pasien kadang juga mempunyai riwayat benjolannya secara cepat membesar. Gejala neurologis yang berhubungan dengan ABC mungkin berkembang secara sekunder pada tekanan atau desakan dari saraf di atas lesi dan biasanya mengenai tulang belakang.2, 10 Gejala yang muncul kadang terbatasnya gerakan dari pasien karena obstruksi sendi. Bila terjadi lesi tulang belakang dapat menyebabkan gejala
7
neurologis sekunder. Fraktur patologis yang terjadi pada pasien tergantung pada lokasi sendi yang terkena.11 Fraktur patologis muncul kira-kira 8% dari kasus ABC, tetapi rasio akuratnya mungkin setinggi sekitar 21% pada kasus ABC yang mempunyai gejala pada tulang belakang.2, 10 Penemuan klinis secara fisis yang mungkin terlihat yaitu tampak deformitas, penurunan dari luas gerakan, kelemahan atau kaku. Dapat terjadi reaktif tortikolis. Kadang-kadang bruit di daerah yang terkena. Dan panas pada derah yang terkena.2, 10
6.2. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan radiologi X-ray, akan tampak gambaran
balloon
expansion yang mengenai tulang. Mineralisasi matriks tidak tampak pada lesi. Lesi paling sering muncul dan terlihat di region metafisis dari femur dan tibia serta elemen posterior dari tulang belakang. Yang sering akan terlihat adanya sebuah pinggiran sklerotik atau cangkang tulang yang halus di periosteal sekitar lesi.5
Gambar 3. Gambaran ekspansi lesi yang radiolusen pada metafisis di distal kanan Os tibia. Periosteum dan pinggir tulang tampak intak .1
8
Melalui pemeriksaan CT-Scan dapat digunakan untuk menilai lesi di panggul atau tulang punggung dan lebih akurat dibanding radiografi. Penggunaan CT-Scan memungkinkan kita untuk menilai secara cermat keberadaan tepi periosteal tulang disekitar lesi. CT-Scan sering menunjukkan tingkat cairan dalam lesi.5
Gambar. 4. CT-Scan dari ABC pre surgery. Tampak lesi hipodens pada Os Talus Kanan.12
Pemeriksaan MRI lebih akurat lagi dibanding penilaian dengan CT-Scan atau radiologi dari sejauh mana kista tulang aneurisma. MRI dapat memungkinkan kita mengetahui berapa banyak ekspansi dari jaringan dan keterlibatan kecil dari lesi yang menekankan sejauh mana lesinya.5
Gambar 5. MRI pada ABC, tampak lesi “fluid level” pada distal Os tibia Kanan.1
Secara patologis, kista tulang aneurismal biasanya tampak sebagai lesi destruktif besar yang menyebabkan ekspansi tulang. Kista ini biasanya multikistik dan hemoragik, dengan batas tipis pada tulang dan permukaan luarnya. Pemeriksaan mikroskopik patologi menunjukkan adanya ruang hemoragik yang luas, dibatasi endotel, dikelilingi sel-sel yang mengalami proliferasi yang sangat
9
menyerupai tumor sel raksasa pada tulang. Terdapat banyak sel-sel raksasa seperti osteoklas dan sel-sel kumparan yang lebih kecil.13 A
B
Gambar 6. Gambaran PA ABC, (A) sel spindle yang reaktif, osteoclast-l ike giant cells, dan makrofag yang terdiri dari degradasi sebagian produk eritrosit. (B) sebuah septum fibrous yang terdiri dari sel-sel stroma yang reaktif .14
A
B
C
Gambar 7. (A)Sebuah contoh kasus melalui jurnal case report di India, seorang wanita 40 tahun datang dengan keluhan bengkak pada rahang bawah kanan dan tampak sakit ringan disertai keluhan nyeri yang tidak terus menerus selama satu bulan. tidak ada riwayat trauma sebelumnya dari pemeriksaan fisis massa tumor konsistensi padat kenyal, mudah digerakkan. (B) Gambaran foto Xray menunjukkan massa di mandibula kanan stelah 1 bulan gejala muncul. (C)Gambaran CT-Scan dari pasien, menunjukkan lesi pada ramus mandibula dengan korteks yang menipis.15
10
VII. DIAGNOSIS BANDING 7.1. Unicameral Bone Cyst (Simple Bone Cyst)
Unicameral Bone Cyst (UBC) adalah lesi yang penyababnya tidak diketahui yang menyerang pada dekade kedua kehidupan. Kista tulang ini gejalanya asimptomatik dan terdapat fraktur. UBC adalah lesi jinak yang terjadi selama masa pertumbuhan. Penyakit ini menyerang metafisis atau diafisis dari tulang panjang.1, 4 UBC merupakan tumor jinak berlapis membran, berisi cairan pada lesi di tulang yang berkembang mulai dari masa kanak-kanak dan mulai tampak pada saat usia mulai dewasa. 80% muncul di proksimal humerus dan femur. Penyakit ini termasuk jarang dijumpai yang melintasi dari lapisan physe ke epifisis tulang juga dapat muncul pada tulang pipih.5
Gambar 8. (A) Lesi UBC pada proximal humerus dengan gambaran radiolusen dan korteksnya menipis. (B) melalui MRI tampak cairan mengisi lesi seperti gambaran kista.1 7.2. Giant Cell Tumor
Tumor ini muncul pada bagian epifisis tulang pada dewasa muda, paling sering muncul di proximal tibia, distal femur, proximal femur, dan distal radius. Secara karakteristik lesinya dapat dilihat melalui gambaran radiologi foto polos tulang dengan gambaran lesi yang litik, berbatas tegas, kadang meluas dengan merusak korteks tulang. Meskipun jinak, varian ganas penyakit ini bisa terjdi pada sebagian kecil kasus, bahkan dengan lesi jinak tumor stadium III dengan agresif lokal. Gejala yang dapat timbul pasien datang dengan rasa nyeri, kadang disertai fraktur patologis.3
11
Gambar 9. (A) lesi Giant Cell Tumor pada tulang yang tampak radiolusen pada distal lateral Os femur mengisi epifisis dan metafisis. (B) gambaran lesi tumor yang menekan distal subkondral tulang ke bawah. (C) tampilan lateral. (D) post operasi ekstensi kuretase.1
7.3. Fibrous Dysplasia
Fibrous Dysplasia dapat muncul dengan berberapa kemungkinan, dapat terlihat monostotic, polyostotic, dengan atau tanpa sindrom yang terkait. Kebanyakan kasus terdiagnosis pada dekade ketiga awal dan cenderung pada wanita. Kemunculan jenis monostotic lebih umum daripada polystotic. Kondisi ini merupakan anomaly dysplasia tulang pembentuk jaringan mesenkim dengan ketidakmampuan tulang menghasilkan jaringan lamellar yang matang.16
12
Gambar 10. (A) Gambaran polyostotic fibrous dysplasia yang tampak deformitas dari kedua tulang femur. Rongga medulla pada kedua femur bagian proksimal telah bergeser yang tampak pada gambaran radiolusen, dengan ground glass lesion. (B) X-Ray Pelvis AP dengan Polyostotic Fibrous Dysplasia, tampak distorsi yang luas dan pelebaran dari kedua tulang pelvis dengan proximal Os femur .1
VIII. PENATALAKSANAAN
Tindakan secara umum, setelah evaluasi yang tepat dari lesi dengan studi radiologis, biopsy jarum atau biopsi terbuka dapat dilakukan, diikuti dengan eksisi, kuretase, dan cangkok tulang. Setelah cacat tulang sembuh, pasien kembali ke fungsi normal. Lesi dapat kambuh secara lokal, maka pengobatannya adalah mengulang eksisi bedah.5 Kebanyakan pasien perlu membatasi aktivitas berat tubuh pada daerah yang terlibat sementara penyembuhan tulang terjadi. Setelah tulang telah sembuh, tidak ada batasan pada aktivitas diperlukan.5 Terapi Fisik mungkin diperlukan untuk mendapatkan kembali gerakan sendi atau
untuk
membantu
dalam
pelatihan
13
gaya
berjalan
setelah
operasi.
Pengobatan operasi pada kista tulang aneurismal melibatkan eksisi kuretase, Korteks menggelembung dengan kauterisasi kimia dari dinding kista, dan cangkok tulang. Jika kista dalam tulang dibuang (tulang rusuk atau fibula), reseksi lesi dapat dilakukan.5 Terapi radiasi harus digunakan hanya ketika ada pilihan bedah. Embolisasi mungkin efektif sebagai tambahan untuk mengontrol perdarahan atau mengontrol lesi di lokasi sulit seperti panggul, sakrum, atau corpus vertebra.5
IX.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari terapi operasi sangat besar, tetapi masalah yang terbesar setelah terapi yang terencana adalah terjadinya rekurensi dari tumor. Komplikasi yang lain dari terapi operasi yang biasa terjadi secara umum adalah infeksi, gangguan neurologis atau trauma vascular, yang bisa muncul juga tidak .5
X.
PROGNOSIS
Dengan terapi modern, 95% pasien dapat diperkirakan sembuh dari lesi tersebut. Sebuah Aneurysma Bone Cyst tidak harus diharapkan untuk tidak bermetastasis, tetapi juga jarang muncul perubahan jinak ke ganas. Jika pasien telah mengalami rekurensi lokal, operasi eksisi kembali dapat dilakukan.5
14
DAFTAR PUSTAKA
1.
Carol D.M, Francis Y.L, Mark C.G. Benign Bone Tumors. In: Chapman MW, Szabo RM, Marder R, Kelly G. Vince et al, editors. Chapman's Orthopaedic Surgery. 3 ed. University of California Davis, Sacramento, California: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. p. 3382-3409.
2.
Eastwood
B.
Aneurysmal
Bone
Cyst
Available
at:
URL:
www.emedicine.medscape.com. [Accessed 16, 2013]. 3.
Springfield D. Skeletal Growth And Physiology. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR, David L. Dunn et al, editors. Schwartz's Manual Of Surgery. 8 ed. United State Of America: McGraw-Hill; 2006. p. 115541.
4.
Malewer M, Kellar-Graney K. Tumors of The Musculosceletal System. In: Wiesel SW, Delahay JN, editors. Essentials of Orthopaedic Surgery. 3 ed. USA: Springer; 2007. p. 106-65.
5.
Frassica FJ. Aneurysmal Bone Cyst . In: Frassica FJ, Sponsoller PD, Wilckens JH, editors. The 5-Minute Orthopaedic Consult. 2 ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 14-15.
6.
Carter MA. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. In: Price S, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta: EGC; 2005. p. 1357-64.
7.
BBC. Bone Growth, The Skeleton Bones and Joints. Available at: URL: http://bbc.co.uk . [Accessed 22, 2013].
8.
Cummings
B.
Bone
Tissue
&
Anatomy.
Available
at:
URL:
www.personal.psu.edu. [Accessed 22, 2013]. 9.
Clough JR, Price. CHG. ANEURYSMAL BONE CYSTS. Bristol, England 2010:1-12.
10.
McKean
J.
Aneurysmal
Bone
Cyst.
Available
at:
URL:
Available
at:
URL:
www.orthobullets.com. [Accessed 17, 2013]. 11.
Hosalkar
H.
Aneurysmal
Bone
Cyst.
www.bonetumour.org. [Accessed 16, 2013].
15
12.
David A. Yeager BRG. Aneurysmal Bone Cyst Case Study. Journal American Society Of Pediatric Surgeons 2013:1-6.
13.
Chandrasoma P. Penyakit Tulang. In: Chandrasoma P, Taylor CR, editors. Concise Pathology (Ringkasan Patologi Anatomi). 2 ed. Jakarta: EGC; 2005. p. 877-79.
14.
Creager AJ, Madden CR, Bergman S. Aneurysmal Bone Cyst FNA Findings With Clinical and Radiologic Correlation. American Society for Clinical Pathology 2007:740-45.
15.
Behal SV. Evolution of An Aneurysmal Bone Cyst. Journal of Oral Science, Panchkula, India 2011:529-32.
16.
Skinner HB. Musculoskeletal Oncology. In: Skinner HB, Agudelo JF, Bednar MS, Nitin N. Bhatia ea, editors. Current Diagnosis and Treatment in Orthopaedic. 4 ed. USA: McGraw-Hill; 2006. p. 1-27
16