JUDUL MAKALAH
ANALIS KASUS SENGKETA TANAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI DESA SINAR KASIH
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
Disusun Oleh
Andika Sabilla/1206275660
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPOK
2014
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta'ala yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya karena hingga hari ini penulis bisa mengikuti mata
kuliah Hukum & Pembangunan di bawah bimbingan Dr. Ima Mayasari, SH, MH
dengan baik dan tertib, serta juga bisa diberi kesempatan untuk bisa
menyelesaikan makalah sebagai salah satu rangkaian tugas UAS Mata Kuliah
Hukum & Pembangunan. Dengan segenap hati, penulis mengerjakan makalah
dengan mengambil dari suatu permasalahan yang diambil dari suatu kasus yang
benar-benar terjadi di Indonesia sejak tahun 2012. Dan juga telah
terlampirkan suatu putusan yang telah dibuat oleh Mahkamah Agung sebagai
salah satu panduan tugas makalah yang dibuat oleh penulis tanpa ada unsur
plagiarisme yang merugikan pihak lain tertentu, karena seperti yang telah
diajarkan dalam Mata Kuliah Hukum & Pembangunan bahwasanya tindakan
plagiarisme merupakan suatu tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama
serta ideologi Pancasila yang telah menurun dari penulis, sebagaimana yang
telah diajarkan oleh keluarga sejak kecil hingga sekarang ini. Bila di
dalam suatu makalah yang dibuat oleh penulis terdapat kesamaan baik dari
konteks, isi, dan lampiran yang ada, penulis memohon maaf yang sebesar-
besarnya atas kesamaan yang tidak diharapkan.
Terkait dengan panduan tugas makalah, penulis juga akan mencari
referensi sumber-sumber dalam bentuk apapun sebagai landasan teori yang
bersangkutan sehingga dapat mempermudah penulis untuk menganalisis suatu
permasalahan baik dari awal hingga akhir proses hukum yang bersangkutan.
Makalah yang dibuat oleh penulis menyangkut suatu permasalahan yang
dihadapi oleh PT Soeloeng Laoet denan pihak masyarakat dan pemerintah
Kabupaten Serdang Bedagai terkait dengan sengketa lahan perkebunan dengan
luas tanah yang telah diukur sebagaimana seharusnya. Dalam persengketaan
tanah perkebunan yang terjadi, telah disebutkan dalam suatu berita
bahwasanya permasalahan sengketa tersebut sudah terjadi sejak tahun 2011.
Tanah yang disengketakan pada mulanya merupakan milik Saelan, mantan Kepala
Desa Sinah Kasih, Kec.Seirampah, Kab. Serdang Bedagai. Permasalahan
tersebut bermula saat tanah perkebunan kelapa sawit milik Saelan yang telah
diberi kuasa untuk menempati dan menggunakan tanah perkebunan kelapa sawit,
timbul penanaman pohon kelapa sawit tanpa seizing Saelan.
b. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disebutkan, maka sesuai yang telah
disebutkan kasusnya pada latar belakang penulis mencoba untuk menyebutkan
rumusan masalah dari latar belakang tersebut sebagai pertanyaan pokok dari
permasalahan yang disebutkan, sehingga dari pertanyaan tersebut akan
dibahas pada bab pembahasan sebagai intisari makalah yang dibuat. Salah
satu rumusan masalah dari latar belakang yang telah disebutkan adalah
bagaimana kronologis permasalahan hukum terkait dengan kasus sengketa lahan
perkebunan kelapa sawit antara PT Soeloeng Laoet dengan Saelan sebagai
masyarakat Kepala Desa Sinah Kasih, Kec.Seirampah, Kab. Serdang Bedagai.
Selain itu juga ada pembahasan bagaimana analisis penegakkan hukum terkait
kasus sengketa tanah perkebunan yang bersangkutan, serta bagaimana solusi
penyelesaian permasalahan secara hukum dan dalam bentuk lainnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
Definisi sengketa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
sesuatu yg menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan.
Sedangkan menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak
atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu
kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya. Dapat dikatakan bahwa sengketa adalah permasalahan antara dua
orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek
tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan
pendapat atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat
hukum bagi keduanya. Objek dari suatu sengketa sendiri cukup beragam.
Misalnya saja rumah, hak milik rumah atau tanah, tanah, uang, warisan,
bahkan bisa objek ini adalah hak asuh anak. Dalam permasalahan yang
disebutkan, yang menjadi obyek dari sengketa adalah tanah perkebunan kelapa
sawit, sehingga masuk ke dalam kategori sengketa tanah.
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar, hal
tersebut dapat dilihat bahwa manusia hidup beraktivitas di atas tanah
sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah dan dapat dikatakan hampir
semua kegiatan hidup manusia baik selalu berada di tanah. Saat meninggal
dunia juga, manusia masih memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu
pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, sehingga setiap orang akan selalu
berusaha memiliki dan menguasainya. Oleh karena itu juga perlu diketahui,
bahwasanya tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan,
di dalam UUD1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita
lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA.
Tanah sebagai suatu kebutuhan seringkali dicari dan dipergunakan oleh
masyarakat, namun pada mekanismenya seringkali terjadi sengketa tanah di
dalam masvarakat. Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan
sesuatu pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan
hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun
kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara
administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Menurut Rusmadi Murad, pengertian sengketa tanah atau dapat juga
dikatakan sebagai sengketa hak atas tanah, yaitu timbulnya sengketa hukum
yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang atau badan) yang berisi
keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status
tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh
penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku. Berdasarkan pengamatan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN),
setidaknya ada tiga hal utama yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah :
1. Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas.
2. Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata.
3. Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti
formal (sertifikat), tanpa memperhatikan produktivitas tanah.
Bila dilihat dari substansinya, maka sengketa tanah dapat meliputi suatu
pokok persoalan yang berkaitan dengan dengan empat hal, antara lain
peruntukan dan/atau penggunaan serta penguasaan hak atas tanah, keabsahan
suatu hak atas tanah, prosedur pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak
atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya.
Menurut Saidin (2002), bahwa pada catatan statistik pengadilan di
Indonesia, kasus-kasus sengketa pertanahan di peradilan formal menempati
urutan pertama bila dibandingkan dengan kasus-kasus lainnya. Masalah
sengketa tanah tidak akan ada habisnya karena tanah mempunyai arti sangat
penting bagi kehidupan manusia. Faktor penyebab dari konflik di bidang
pertanahan antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan
dalam struktur penguasaan tanah, ketiadaan persepsi yang sama antara sesama
pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh negara,
inkonsistensi, dan ketidaksinkronisasian antara undang-undang dengan
kenyataan dilapang seperti terjadinya manipulasi pada masa lalu yang
mengakibatkan pada era reformasisekarang ini muncul kembali gugatan,
dualisme kewenangan (pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta
ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan masyarakat hukum adatdalam
sistem perundang-undangan agraria.
BAB III
PEMBAHASAN
Seperti yang telah disebutkan di dalam latar belakang, sengketa tanah
perkebunan kelapa sawit yang dihadapikan oleh PT Soeloeng Laoet dan Saelan
berujung pada penyelesaian secara hukum atas tanah sengketa yang awalnya
dimiliki oleh Saelan atas pemberian dari PT Soeloeng Laoet sebagai ganti
uang pesangon setelah berhenti dari PT Soeloeng Laoet. Terkait dengan
permasalahan yang diselesaikan secara hukum, Pengadilan Tinggi Kota Medan,
telah memeriksa dan mengadili dalam peradilan tingkat banding, sehingga
menjatuhkan Putusan Pengadilan Tinggi Kota Medan No 325/PDT/2012/PT-MDN
tentang sengketa tanah perkebunan kelapa sawit antara PT Soeloeng Laoet
(Penggugat) yang beroposisi dengan Saelan (Tergugat I) sebagai pemilik
lahan tanah perkebunan kelapa sawit, Tengku Razali Hafaz (Tergugat II), dan
Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (Tergugat III). Dalam penyelesaian
secara, pastilah muncul suatu kronologi yang menyebabkan terjadinya suatu
kasus sehingga berujung pada proses hukum. Dalam bab pembahasan yang telah
disebutkan, penulis akan menjelaskan kronologi terkait dengan peristiwa
hukum tersebut :
KRONOLOGI
Saelan, mantan kepala desa Desa Sinar Kasih, Kec. Seirampah, Kab.
Serdang Bedagai, merupakan pemilik tanah perkebunan kelapa sawit yang
diberikan oleh PT Soeloeng Laoet sebagai ganti uang pesangon setelah
berhenti dari PT Soeloeng Laoet. Tanah yang diberikan pada seluas 2.849 Ha
berdasarkan HGU no. 1/Desa Sinah Kasih tanggal 22 Februari 1990, lalu tanpa
izin dari PT Soeloeng Laoet Saelan telah menggunakan tanah seluas 3.036 m2
yang sekarng menjadi objek sengketa yang diatasnya berdiri rumah kedai
ransum sampai sekarang atas izin Tengku Razali Hafaz dalam kapasitas
sebagai administrator / komisaris PT. Soeloeng Laoet yang tidak berhak
meminjam pakaikan tanah sengketa kepada Saelan berdasarkan surat izin /
penggunaan bengunan kedai ransum tanggal 10 Desember 1984.
Ketika menjabat sebagai kepala desa Sinah Kasih pada periode 1994
s/d 2002, tanah yang awalnya objek sengketa telah dibuat Surat Keterangan
Tanah no. 592.2/002/Sk.2002 yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Serdang
Bedagai. Dari persepektif PT Soeloeng Laoet sebagai penggugat, apa yang
dilakukan oleh oposisinya sebagai tergugat adalah perbuatan melawan hukum
yang menimbulkan kerugian yang harus dibayar Saelan, Tengku Razali Hafaz,
dan Pemerintah Serdang Bedagai kepada PT Soeloeng Laoet berdasarkan
ketentuan pasal 1365 KUH Perdata. Namun dalam persoalan yang dipertanyakan,
bagaimana bisa tindakan yang dilakukan oleh Saelan diangga sebagai tindakan
melawan hukum, sementara Saelan telah mendapat izin berdasarkan surat
izin/penggunaan bangunan kedai ransum tanggal 10 Desember 1984, yang
diberikan oleh Tengku Razali Hafaz sebagai komisaris/administratur PT.
Soeloeng Laoet.
Dari situ muncul persoalan yang menjadi perbedaan kesimpulan antara
Majelis Hakim Tinggi dengan kesimpulan Majelis Hakim Pengadilan Tingkat
Pertama yang menyatakan kepemilikan tanah sengketa masih merupakan pokok
sengketa. Walaupun disimpulkan bahwa tanah sengketa semula merupakan bagian
dari areal perkebunan milik PT. Soeloeng Laoet karenanya menurut pasal 311
RBG/ 174 HIR dianggap bukti yang sempurna, tapi kesimpulan Majelis Hakim
Tinggi ini perlu diuraikan untuk menjelaskan kepemilikan tanah, dengan
perlu adanya bukti lain yang dapat memperkuat fakta penggugat. Lalu setelah
muncul bukti kuat berupa sertifikan HGU yang menunjukkan bahwa tanah
sengketa semula adalah milik Penggugat. Terlebih lagi karena stelsel hukum
pertanahan di Indonesia menganut asas pemisahan antara tanah dengan benda-
benda yang ada di atasnya, walaupun kemudian tanah sengketa karena hukum
menjadi tanah yang di kuasai oleh negara, namun statusnya adalah tanah yang
dikuasai negara masih terikat karena diatasnya ada bangunan maupun tanaman
milik PT Soeleoeng Laoet, sehingga lebih berhak untuk memperoleh hak baru
diatasnya.
AKIBAT HUKUM
Dari penyelesaian hukum yang disebutkan pada kronologi, maka tanah
yang disengketakan dinyatakan milik Penggugat berdasarkan Sertifikat Hak
Guna Usaha (HGU) No 1 / Desa Sinah Kasih tertanggal 22 Pebruari 1990. Lalu,
pemberikan izin penggunaan tanah milik PT Soeleong Laoet kepada Saelan
sesuai dengan SURAT IDZIN/PENGGUNAAN TANAH KEDAI RANSUM bertanggal 10
Desember 1984 adalah merupakan perbuatan Tengku Razali Hafaz secara pribadi
dan bukan merupakan tanggung jawab PT Soeleong Laoet, sehingga perbuatan
Saelan, Tengku Razali Hafaz, dan Pemerintah Kab. Serdang Bedagai yang telah
meningkatkan status Surat Izin/Penggunaan Tanah Kedai Ransum bertanggal 10
Desember 1984 menjadi SK Tanah No 592.2/002/SK.2002 adalah merupakan
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dan serta merugikan PT
Soeleong Laoet. Surat Keterangan Tanah No 592.2/002/SK.2002 yang
dikeluarkan tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga Saelan harus
mengosongkan tanah serta bangunan rumah kedai ransum sekarang serta rumah
tempat tinggal yang ada diatasnya, dan bila perlu dengan menggunakan aparat
pemerintah yang berwenang.
ANALISIS PENYELESAIAN HUKUM
Dari penyelesaian hukum yang disebutkan, bahwasanya perlu kita ketahui
bahwa perbuatan melawan hukum adalah :
1. Perbuatan pelaku melanggar hak subjektif orang lain.
2. Perbuatan pelaku melanggar kewajiban hukum pelaku sendiri.
3. Perbuatan pelaku melanggar melanggar UU
4. Perbuatan pelaku melanggar kepatutan
Bila salah satu atau beberapa diantara kriteria ini terpenuhi maka
dapat disimpulkan bahwa pelaku telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Disebutkan bahwa, perilaku Tengku Razali Hafaz atas tindakannya dalam
memberikan izin kepada Saelan dianggap telah bertentangan dengan hak
subjektif PT.Soeloeng Laoet, sehingga perlaku Tengku Razali Hafaz dianggap
sebagai perbuatan melawan hukum Ketelibatan Pemerintah Kab. Serdang Bedagai
dalam menerbitkan surat tanah No. 592.2/001/SK/2002 yang telah dinyatakan
tidak sah, juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum karena
bertentangan dengan hak subyektif PT Soeleong Laoet.
Berkaitan dengan pengamatan dari Kepala BPN Pusat, salah satu
penyebab terjadinya sengketa tanah adalah persoalan administrasi
sertifikasi tanah yang tidak jelas. Maka dalam persoalan kasus yang
bersangkutan, awal permasalahan kasus tanah perkebunan kelapa sawit sangat
berkaitan dengan penyebab terjadinya sengketa tanah. Seperti yang
disebutkan, adanya keterlibatan Tengku Razali Hafaz dalam memberikan surat
izin kepada Saelan atas kepemilikan tanah yang disengketakan secara pribadi
kepada Saelan, lalu surat izin yang diberikan telah dinaikkan statusnya
menjadi Surat Keterangan Tanah oleh Pemerintah Kab. Serdang Bedagai sebagai
sertifikasi tanah sehingga muncul suatu perselisihan oleh PT Soeleong Laoet
sebagai pemilik surat HGU yang turut menggunakan lahan tersebut, sehingga
awal dari permasalahan adalah persoalan administrasi yang tidak jelas
karena masing-masing pihak telah memiliki surat yang sah.
Berkaitan dengan penyelesaian hukum, pastilah terdapat tujuan hukum
yang dibagi 3, antara lain : (1) tujuan keadilan, (2) tujuan kepastian
hukum, (3) dan tujuan kemanfaatan. Dari tujuan hukum yang disebutkan, maka
kita dapat melihat seberapa besar tujuan hukum tersebut dapat dicondongkan
ke pihak mana yang dilimpahkan suatu perkara. Bila melihat dari
penyelesaian hukum yang bersangkutan, maka kita bisa mengetahui apakan
mencerminkan ketiga tujuan hukum atau tidak.
Bila dilihat dari perspektif tujuan keadilan, penyelesaian hukum yang
disebutkan pada kronologi tidak mencerminkan tujuan keadilan.
Ketidaklarasan tujuan keadilan atas penyelesaian hukum yang ada dapat
dilihat dari keharusan Saelan sebagai tergugat 1 harus mengosongkan lahan
perkebunan kelapa sawit sengketa yang telah dimenangkan oleh PT Soeloeng
Laoet, tanpa memikirkan bagaimana nasib orang-orang yang berada di dalam
lahan sengketa tersebut. Pihak PT Soeleong laut seharusnya memberikan lahan
yang dapat digunakan sebagai kedai ransum dan properti lainnya oleh saelan
dan orang-orang di sekitar lahan sengketa setelah diusir.
Kemudian juga melihat dari perspektifk tujuan kepastian hukum,
penyelesaian hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Medan telah
menunjukkan sisi tujuan kepastian hukum. Hal tersebut dapat dilihat dari
bentuk penyelesaian hukum yang baik dan sesuai dengan prosedural yang ada,
meskipun sempat terjadi perbedaan pendapat dan kesimpulan antara hakim
majelis pengadilan tingkat Pertama dengan Hakim Majelis Pengadilan Tingkat
Tinggi. Dalam penyelesaian perkara hukum yang bersangkutan, majelis
Pengadilan Tinggi Medan telah menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh
pihak tergugat merupakan suatu bentuk perbuatan melanggar hukum sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan oleh pihak tergugat sehingga pernyataan
yang disampaikan oleh majelis Pengadilan Tinggi Medan merupakan bentuk
pernyataan yang obyektif atas tindakan yang dilakukan oleh pihak tergugat,
sehingga perlu ada penyelesaian secara hukum atas pernyataan yang telah
ditetapkan. Guna mencapai kepastian hukum yang diamanatkan UUPA, maka
terhadap kasus pertanahan dimaksud antara lain dapat diberikan
respons/reaksi/penyelesaian kepada yang berkepentingan (masyarakat dan
pemerintah) melalui badan yang berwenang
Juga melihat dari perspektif tujuan kemanfaatan, penyelesaian hukum
yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Medan menunjukkan sisi tujuan
kemanfaatan. Apa yang menunjukkan sisi tujuan kemanfaatan adalah,
penyelesaian hukum tersebut dapatlah menjadi suatu contoh bagi masyarakat
sekitar agar perlunya suatu kejelasan terkait dengan kepemilikan dan
penggunaan tanah, sehingga tidak terjadi suatu penyerobotan atau penggunaan
tanah tanpa ada izin yang jelas dari pemerintah serta perlunya ada
peninjauan kembali hak kepemilikan atau guna tanah sehingga tidak terjadi
suatu perselisihan yang dikarenakan adanya sengketa tanah.
SOLUSI PENYELESAIAN ALTERNATIF
Dalam penyelesaian sengketa tanah seperti yang telah disebutkan pada
kronologi, pastinya ada berbagai macam solusi yang dapat dipakai untuk
memecahkan suatu persoalan terkait dengan sengketa tanah sebagai suatu
masalah yang biasa terjadi di Indonesia, karena pada hakikatnya kasus
pertanahan merupakan benturan kepentingan (conflict of interest) di bidang
pertanahan antara siapa dengan siapa. Sebagai contoh konkret antara
perorangan dengan perorangan; perorangan dengan badan hukum; badan hukum
dengan badan hukum dan lain sebagainya.Sehubungan dengan hal tersebut di
atas, maka dapat digunakan solusi baik melalui Badan Pertanahan Nasional
dan solusi melalui Badan Peradilan. Solusi penyelesaian sengketa tanah
dapat ditempuh melalui cara berikut ini :
1. Arbitrase.
Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan oleh seseorang atau
lebih oleh dikenal sebagai seseorang yang harus memutuskan suatu
perkara menurut hukum yang berlaku di suatu masyarakat. Arbitrase
digunakan untuk mengantisipasi perselisihan yang mungkin terjadi
maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat
diselesaikan secara negoisasi. Fungsi dan kewenangan orang yang
ditunjuk sebagai pemberi keputusan sangatlah mutlak untuk
menyelesaiakn sengketa, mengambil putusan yang lazim dan atau final
kepada para pihak yang terkait pada suatu permasalahan.
2. Negoisasi
Merupakan keseharian seseorang melakukan persetujuan di dalam
kehidupan sehari-hari dengan memenuhi hal yang diinginkan orang lain.
Negoisasi merupakan sarana bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa
untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga
penengah yang tidak berwenang mengambil keputusan
3. Mediasi
Hampir sama dengan negoisasi, hanya saja melibatkan pihak ketiga yang
memiliki keahlian yang mengain prosedur mediasi yang efektif, dapat
membantu dalam situasi konflik untuk mengkoordinasikan aktivitas
mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar menawar. Dalam
mediasi, tidak dicapai siapa yang benar atau salah, tetapi lebih untuk
menjaga kepentingan masing-masing pihak, sehingga mediator hanya
berusaha membimbing kedua belah pihak yang bersengketa menuju suatu
kesepakatan.
4. Konsiliasi
Merupakan kelanjutan dari mediasi, di mana mediator berubah fungsi
menjadi konsilitator yang berwenang menyusun dan merumuskan
penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak. Solusi yang dibuat
oleh konsiliator dapat menjadi suatu resolusi atau keputusan yang
harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, karena kesepakatan ini bersifat
final dan mengikat para pihak.
5. Litigasi
Merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan, di mana semua
pihak yang bersengketa saling berhadapan satu sama lain untuk
mempertahankan hak-haknya sehingga akhir dari suatu penyelesaian
sengketa adalah putusan yang menyatakan pihak yang satu menang dan
pihak yang lain kalah. Penyelesaian sengketa tanah melalui litigasi
masih tetap eksis dan diperlukan hingga sekarang terkait dengan
kewenangan lembaga pengadilan untuk melakukan tindakan sementara atau
provisial, seperti permasalahan kasus sengketa tanah Perkebunan Kelapa
Sawit di bagian kronologi.
BAB IV
KESIMPULAN
Sengketa adalah permasalahan antara dua orang atau lebih dimana
keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi
dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara
keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. Tanah
sebagai obyek kehidupan masyarakat juga bisa menjadi obyek sengketa karena
adanya keterikatan antara kebutuhan dan hasrat untuk memiliki sehingga
orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya atas berbagai faktor
yang ada. Sengketa tanah merupakan suatu persoalan yang kerap mungkin
terjadi di dalam lingkungan masyarakat, baik pedesaan maupun perkotaan
karena menyangkut hak milik atau hak guna dalam suatu lahan pertanahan.
Dalam persoalan kasus sengketa lahan tanah perkebunan kelapa sawit
yang dihadapkan oleh PT Soeleoeng Laoet dan pihak oposisi seperti Saelan,
Tengku Razali Hafaz, dan Pemerintah Kab. Serdang Bedagai, langkah
penyelesaian yang dilakukan oleh mereka adalah melalui ligitasi yang di
mana merupakan bentuk penyelesaian persoalan secara hukum di badan
pengadilan sebagai lembaga atau badan yang berwenang mengurusi semua
persoalan hukum di Indonesia. Penyelesaian kasus sengketa lahan perkebunan
kelapa sawit telah dimenangkan oleh PT Soeleong Laoet berdasarkan keputusan
dari Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 325/PDT/2012/PT-MDN.
Permasalahan sengketa lahan perkebunan kelapa sawit di Kab. Serdang
Bedagai memang dapat dilihat sebagai suatu permasalahan yang kompleks dalam
hal sengketa tanah, karena perlu ada suatu bukti yang menunjukkan validitas
dan kebenaran dari hak kepemilikan dan kegunaan dari tanah yang
disengketakan sehingga dapat dijadikan sebagai bukti kuat dalam
menyelesaikan suatu persoalan kasus yang sangat kompleks. Serta juga di
dalam penyelesaian kasus sengketa tanah, hakim yang ditunjuk untuk
menyelesaikan masalah harus dapat bersikap cermat dan bijaksana dalam
mengambil keputusan atas persoalan kasus yang sangat kompleks.
Daftar Pustaka
o http://bengkuluekspress.com/mediasi-cara-efektif-penyelesaian-sengketa-
pertanahan/
o Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 325/PDT/2012/PT-MDN.
o M. Rainoer, " PENYELESAIAN KONFLIK AGRARIA MELALUI REFORMA HUKUM
AGRARIA DAN PENGADILAN AGRARIA",
(http://www.scribd.com/doc/164812604/Makalah-Teori-Hukum-Reforma-
Agraria)
o Nasution, Agussalam, "Teori Hukum Pertanahan yang pernah Berlaku di
Indonesia", (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan : 2012)
o Ali, Achmad, "Sosiologi Hukum: Kajian Empiris Terhadap
Pengadilan",(Jakarta, STIH IBLAM : 2004)
http://books.google.co.id/books/about/Sosiologi_hukum.html?id=9bqatgAAC
AAJ&redir_esc=y
o Utomo, Setyo, "Penyelesaian Sengketa Agraria dan Metode-metode
Penyelesaiannya", Fakultas Hukum Universita Panca Bhakti Pontianak.
(http://supremasihukumusahid.org/attachments/article/107/%5BFull%5D%20P
enyelesaian%20Sengketa%20Agraria%20Dan%20Model-
Model%20Penyelesaiannya%20-%20Setyo%20Utomo,%20SH,%20M.Hum.pdf)