ANALISIS KAPASITAS PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING (RCCP) TERHADAP PRODUK LAMPU HEMAT ENERGI DI PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS BANDUNG
TUGAS AKHIR
Karya tulis yang disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri
Disusun Oleh: Agung Setiawan 103.07.009
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG 2011
ABSTRAK Analisi Kapasitas Produksi Dengan Menggunakan Metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP) Terhadap Produk Lampu Hemat Energi di PT NIKKATSU ELECTRIC WORKS Bandung
Oleh Agung Setiawan 1.03.07.009 PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS adalah perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur yaitu produk alat-alat listrik. Produk yang dihasilkan oleh NIKKATSU ELECTRIC WORKS adalah Lampu Hemat Energy, Ballast, Core dan Transformer. Kapasitas adalah jumlah dari keluaran maksimum yang bisa dihasilkan oleh suatu fasilitas dalam satu periode waktu tertentu. Seiring dengan kebutuhan, PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS pada kenyataannya melakukan perencanaan produksi, tetapi pelaksanaanya tersebut hanya berdasarkan hasil penjualan periode sebelumnya, sehingga memungkinkan terjadinya waktu produksi yang tidak optimal dan mengharuskan adanya penambahan waktu produksi (jam lembur). Maka kendala yang di hadapi adalah apakah kapasitas waktu produksi sudah dapat memenuhi permintaan konsumen
Dari persoalan tersebut, maka penulis melakukan penelitian tentang analisis perancangan kapasitas produksi yang bertujuan untuk memenuhi kapasitas yang di perlukan untuk pembuatan produk sesuai permintaan dengan melihat alternatif yang ada seperti menggunakan metode hibrid dan transportasi yang menghasilkan ongkos terkecil, membuat Master Schedule dan Rough Cut Capacity Planing yang sesuai dengan yang digunakan perusahaan.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa perancangan dari kedua metode sama baiknya dan PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS bisa memilih salah satu metode tersebut dalam melakukan rencana produksi. Master Production Schedule yang menghasilkan Project Availale Balance, Available To
ii
Promise dan Plan Order yang merupakan input untuk pembuatan Rough Cut Capacity Planing. Dari pengolahan data yang terjadi kebutuhan jam kerja pada jadwal induk cukup besar dan sulit untuk diterapkan kedalam lantai produksi apabila perusahaan tidak meningkatkan kapasitas sesuai dengan tuntutan jadwal, perusahaan akan mengalami keterlambatan penyelesaian order.
Usulan perancangan kapasitas dapat dilakukan dengan cara penambahan waktu kerja ataupun dengan cara penambahan tenaga kerja. Penambahan waktu kerja sebanyak 4 jam per hari dan penambahan tenaga kerja sebanyak 17 orang.
Kata Kunci: Forecasting, Master Production Schedule (MPS), kapasitas, Rough Cut Capacity Planing (RCCP)
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir. Laporan tugas akhir yang berjudul ““Analisis Kapasitas Produksi
Dengan
Menggunakan Metode Rought Cut Capacity Planning ( RCCP ) Terhadap Produk Lampu Hemat Energi di PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS Bandung” ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan untuk mata kuliah tuugas akhir.
Penulis menyadari bahwa laporan yang disusun ini masih jauh untuk dikatakan sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan masukan, saran dan kritikan yang bersifat membangun sehingga dalam penyusunan laporan dimasa yang akan datang diharapkan akan menjadi lebih baik.
Alhamdullilah selama proses pembuatan laporan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Tanpa itu semua, penulis yakin laporan ini tidak akan terlaksana. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Orang tua serta saudara kami dan segenap keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa.
2.
Pihak perusahaan PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian tugas akhir ini.
3.
Ibu Julian Robecca, M.T selaku koordinator tugas akhir serta selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu dan dukungan sehingga selesainya tugas akhir ini.
4.
Ibu Henny Wiyanti, SE yang telah memberikan bimbingan di lapangan kepada penulis .
5.
Seluruh staff dan dosen jurusan teknik industri di Universitas Komputer Indonesia.
6.
Seseorang yang spesial dihati yang selalu mendukung dan memberikan semangat sehingga selesainya tgas akhir ini.
7.
Teman-teman dan semua pihak yang telah banyak memberikan doa, dukungan moril dan materil tentunya kepada penulis selama ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Wassalam, Bandung, Juli 2011
Agung Setiawan
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini suatu perusahaan industri yang menghasilkan suatu produk sebaiknya memiliki strategi yang baik dalam pemenuhan kebutuhan konsumen. Konsumen merupakan faktor penting dalam target pemasaran produk dalam artian pendapatan keuntungan. Sedangkan didalam perusahaan sumber daya manusia merupakan faktor pentingnya. Setiap produk diproduksi melalui input – proses – output, hal itu dioperasikan oleh sumber daya manusia. Kapasitas adalah jumlah dari keluaran maksimum yang bisa dihasilkan oleh suatu fasilitas dalam satu periode waktu tertentu dan dinyatakan dalam jumlah keluaran per satuan waktu. Dalam pemenuhan kebutuhan akan produk oleh konsumen, perusahaan perlu memperhatikan perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi yang harus dilakukan dalam pemenuhan order di pasar. Karena tanpa adanya perencanaan kapasitas dan pengendalian aktivitas produksi yang tepat maka bukan tidak mungkin akan terjadi low produksi (kekurangan produksi) dalam proses produksinya.
PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS adalah perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur yaitu produk alat-alat listrik. Produk yang dihasilkan oleh NIKKATSU ELECTRIC WORKS adalah Lampu Hemat Energy, Ballast, Core dan Transformer. Seiring dengan kebutuhan, PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS
pada
kenyataannya
melakukan
perencanaan
produksi,
tetapi
pelaksanaanya tersebut hanya berdasarkan hasil penjualan periode sebelumnya, sehingga memungkinkan terjadinya waktu produksi yang tidak optimal dan mengharuskan adanya penambahan waktu produksi (jam lembur). Maka kendala yang di hadapi adalah apakah kapasitas waktu produksi yang tidak optimal sudah dapat memenuhi target produksi yang ingin dicapai ?
1
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut diterapkan metode Rought Cut Capacity Planning (RCCP). Rought Cut Capacity Planning merupakan “analisis untuk menguji ketersediaan kapasitas fasilitas produksi yang tersedia didalam memenuhi jadwal induk produksi (Master Production Schedule) yang telah ditetapkan”. Dengan kata lain, proses ini akan menghasilkan jadwal induk produksi yang telah disesuaikan, karena telah memberikan gambaran tentang ketersediaan kapasitas untuk memenuhi target produksi yang disusun dalam jadwal induk produksi. Dengan menggunakan metode Rought Cut Capaciy Planning tersebut diharapkan perusahaan mampu membuat perencanaan produksi yang tepat sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kapasitas Produksi Dengan Menggunakan Metode ROUGHT CUT CAPACITY PLANNING ( RCCP ) Terhadap Produk Lampu Hemat Energi di PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS Bandung”.
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS bandung ini, identifikasi masalahnya adalah target produksi yang tidak tercapai. Hal tersebut diduga karena produksi perusahaan masih belum dapat memenuhi pencapaian dari produksi yang direncanakan, sehingga perlu dilakukan produksi tambahan untuk dapat memenuhi target produksi tersebut. Permasalahan ini akan berhubungan dengan jumlah jam kerja dan jumlah tenaga kerja untuk memenuhi kapasitas produksi yang direncanakan.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1.
Menentukan metode perencanaan produksi aggregate.
2.
Membuat Jadwal Induk Produksi.
3.
Membuat Rough Cut Capacity Planning dengan metode BOLA (Bill Of Labour Approach).
4.
Melakukan Perencanaan Kapasitas Produksi.
1.4. Pembatasan Masalah dan Asumsi Agar persoalan tidak terlalu luas dan menyimpang dari masalah yang di teliti, maka perlu di lakukan pembatasan masalah sehingga hasilnya lebih terarah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Adapun batasan-batasan masalah tersebut yaitu: 1. Pembahasan yang dilakukan pada perencanaan produksi pembuatan Produk lampu Hemat Energi 10 watt. 2. Kegiatan perencanaan dan pengendalian produksi yang dibahas hanya perencanaan waktu produksi menggunakan Rought Cut Capacity Planning (RCCP). 3. Pada pembahasan ini menggunakan Rought Cut Capacity Planning (RCCP) dan hanya mengunakn metode BOLA ((Bill Of Labour Approach) Asumsi yang digunakan: 1. Tidak adanya perubahan komposisi produk selama periode perencanaan. 2. Material dan bahan – bahan penunjang lainnya selalu tersedia. 3. Fasilitas produksi berjalan pada kondisi normal dan lancar.
1.5.
Sistematika Pembahasan
Adapun sistimatika pembahasan dalam pembuatan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan Bab ini merupakan pengantar yang menerangkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian,
pembatasan masalah dan
sistematika pembahasan. Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab ini mencakup tentang teori-teori yang penulis hadapi. Bab 3 Metodologi Pemecahan Masalah Bab ini berisikan tentang model atau cara pemecahan masalah serta langkah-langkah pemecahan masalah yang digambarkan dalam flow chart pemecahan masalah. Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data Bab ini berisikan pengumpulan data dan pengolahan data. Bab 5 Analisis Bab ini berisikan tentang analisis terhadap pengolahan data. Bab 6 Kesimpulan dan Saran Berisikan kesimpulan yang didapat dari pembahasan bab-bab sebelumnya yang mencerminkan jawaban atau permasalahan yang telah dirumuskan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1. Pendahuluan Sistem produksi merupakan suatu mata kuliah yang menggambarkan mengenai aktivitas-aktivitas dalam perencanaan produksi dan suatu ilmu khusus yang ada dalam jurusan Teknik Industri.
Manufaktur (Bedworth, 1991) dapat didefinisikan sebagai “Sekumpulan aktivitas fisik dan intelektual yang digabungkan dengan perancangan dan pembuatan produk nyata, sehingga memberikan nilai tambah pada item, baik secara manual atau menggunakan mesin”.
Pengendalian manufacturing melibatkan seluruh aktifitas mulai dari pemasukan bahan mentah sampai menjadi produk jadi. Termasuk diantaranya accounting, order entry, pelayanan pelanggan, logistik, budgeting, dan perencanaan strategi dalam manufacturing. Keterpaduan semua hal ini sering disebut dengan MRP II (Manufacturing Resource Planning), yang keterkaitannya dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
Gambar 2.1. Keterkaitan MRP II
5
Aktivitas-aktivitas dalam perencanaan produksi meliputi perencanaan proses, jadwal induk produksi, perencanaan kebutuhan material, perencanaan kapasitas, dan pengendalian aktivitas produksi (shop floor). Dalam penjabaran lebih lanjut, maka perencanaan manufacturing diuraikan menjadi proses apa saja yang harus dikerjakan, siapa pelaksananya, kapan, dimana dan perkiraan ongkos yang ditimbulkan. Fungsi-Fungsi Sistem Produksi Fungsi-fungsi sistem produksi meliputi: Bussiness planning. Product design and Engineering. Manufacturing Engineering. Supervision. Production Planning. Material Planning. Purchasing. Production. Production Control. Quality Control. Receiving, Shipping dan Inventory Control. Faktor Penentu Keberhasilan Sistem Produksi Kedekatan hubungan antara pekerja dan sistemnya. Adanya sistem perencanaan dan pengendalian yang baik. Aspek Perusahaan Dalam Perencanaan dan Pengendalian Produksi Perkembangan industri dewasa ini ditandai dengan terjadinya perubahanperubahan yang sangat cepat. Implikasi dari perubahan-perubahan ini adalah di satu pihak masyarakat sebagai konsumen mempunyai pilihan yang semakin banyak dan di lain pihak perusahaan industri sebagai produsen didorong secara terus menerus untuk mengikuti arah perubahan kebutuhan masyarakat tersebut.
Secara umum misi perusahaan industri adalah memenuhi kebutuhan masyarakat (konsumen) dengan memproduksi barang-barang yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Untuk dapat memerankan misi tersebut, perusahaan industri perlu mengintegrasikan setiap aktivitas baik kegiatan produksi maupun pendukung.
Kunci keberhasilan perusahaan industri terletak pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kepuasan konsumen (customer satisfaction). Apabila kepuasan konsumen dapat dijabarkan lebih lanjut, maka faktor kunci keberhasilan perusahaan industri pada dasarnya mencakup: Kualitas (Quality). Biaya atau Ongkos (Cost). Waktu Penyerahan (Delivery Time). Faktor keberhasilan ini lebih dikenal dengan istilah QCD. Dalam sistem produksi terdapat ruang lingkup yang terdiri dari: 1. Production and Inventory Management (PIM) Merupakan suatu aktivitas yang meliputi design, operation dan control suatu system manufaktur sampai dengan distribusi produk jadi. Dalam arti lain PIM adalah serangkaian rantai logistic yang meliputi: Tingkat retail. Tingkat warehouse. Tingkat manufacturing.
2. Strategi Product Positioning Terdapat empat tipe industri jika dilihat dari Product Positioning yaitu: Make to Stock Merupakan tipe industri yang membuat produk akhir untuk disimpan. Kebutuhan konsumen diambil dari persediaan digudang. Ciri–ciri dari tipe Make to Stock yaitu: Standard item, high volume. Terus menerus dibuat, lalu disimpan.
Make to Order Merupakan tipe industri yang membuat produk hanya untuk memenuhi pesanan. Ciri–ciri dari Make to Order yaitu: Inputnya bahan baku. Biasanya untuk item dengan banyak jenis. Harga cukup mahal. Lead Time ditetapkan oleh konsumen atau pesaing. Perlu keahlian khusus. Komponen biasa dibeli untuk persediaan. Assemble to Order Merupakan tipe industri yang membuat produk dengan cara assembling hanya untuk memenuhi pesanan. Ciri–ciri dari Assembly to Order yaitu: Inputnya komponen. Untuk suplly item dengan banyak jenis. Harga cukup mahal. Lead Time ditetapkan oleh konsumen. Enginnering to Order Merupakan tipe industri yang membuat produk untuk memenuhi pesanan khusus dimulai dari perancangan produksi sampai pengiriman produk. Ciri–cirinya yaitu: Produk sangat spesifik. Lead Time panjang. Harganya mahal.
3. Strategi Process Positioning Merupakan strategi yang dipilih suatu industri untuk menentukan jenis proses yang akan digunakan untuk menghasilkan produk. Tipe industri ditinjau dari strategi Process Design yaitu: Flow Shop. Continuous Flow.
Dedicated Repetitive. Batch Flow. Mixed Model Repetitive Flow. Job Shop. Fixed Site / Project.
Manufacturing Layout
ProductionPlanning
Desiner
M aterialPlanning
Enginnering
Vendor
Procurem ent
Purchasing
M aterialControl Production Receiving
Q C/Q A
Shipping
IQ C
Gambar 2.2. Manufacturing Layout
2.2. Proses Perakitan Produk Dalam menganalisis suatu sistem atau cara kerja berarti mencatat secara sistematis, meneliti seluruh kegiatan/operasi, serta menyajikan berbagai fakta dan spesifikasi kerja yang ada pada sistem kerja tersebut.
Assembling Process Chart (APC) Assembly Process Chart (APC) adalah suatu peta kerja yang menggambarkan langkah-langkah proses perakitan yang akan dialami oleh komponen (produk), berikut pemeriksaan (inspeksi) dari awal sampai produk jadi selesai dan juga memuat informasi- informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, komponen yang digunakan, dan alat- alat yan dipakai. Tujuan dari Assembly Process Chart terutama untuk menunjukkan keterkaitan antara komponen, yang dapat juga digambarkan oleh sebuah “ gambar terurai “ yang digunakan untuk mengajar pekerja yang tidak ahli untuk mengetahui urutan suatu rakitan yang rumit.
Dengan adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui peta proses operasi, kita bisa memperoleh banyak kegunaan dan manfaat dari APC, antara lain: Untuk menentukan kebutuhan operator. Untuk mengetahui kebutuhan tiap komponen. Alat untuk menentukan tata letak fasilitas. Alat untuk melakukan perbaikan cara kerja. Alat untuk latihan kerja.
Untuk bisa menggambarkan peta proses operasi dengan baik, ada beberapa prinsip-prinsip pembuatan peta proses operasi yang perlu diikuti sebagai berikut: Pertama-tama, pada baris yang paling atas dinyatakan sebagai kepalanya “(Peta Proses Operasi)” yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama obyek, nomor peta (nomor gambar), diptakan oleh siapa, tanggal dipetakan, cara lama atau cara sekarang dan usulan. Material yang akan diproses diletakkan diatas garis horizontal, yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk kedalam proses. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal yang menunjukkan terjadinya perubahan proses. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.
Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
Agar diperoleh gambar peta proses operasi yang baik, produk biasanya paling banyak memerlukan operasi, harus dipetakan terlebih dahulu, berarti dipetakan dengan garis vertikal disebelah kanan halaman kertas. Dengan peta perakitan akan lebih mudah untuk memahami tentang: Komponen- komponen yang membentuk produk. Bagaimana komponen- komponen ini bergabung bersama. Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan- bagian. Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan. Gambaran menyeluruh dari proses rakitan. Kebutuhan operator. Tata letak fasilitas. Perbaikan tata cara kerja.
Operation Process Chart (OPC) Operation Process Chart (OPC) adalah suatu diagram yang menggambarkan langkah- langkah proses yang dialami oleh bahan baku yang meliputi urutan proses operasi dan pemeriksaan. Lambang-lambang dari OPC yang akan digunakan, yaitu seperti yang tertera sebagai berikut:
Operasi adalah kegiatan dimana komponen mengalami perubahan karena dirakit dengan komponen lain. Pemeriksaan adalah kegiatan memeriksa benda atau objek baik-baik dari segi kualitas maupun kuantitas
Aktivitas Gabungan adalah kegiatan dimana antara assembling dan pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dalam selang waktu yang relative singkat Penyimpanan adalah seandainya benda kerja disimpan dalam waktu yang lama dan jika mau diambil kembali biasanya harus berdasarkan rekomendasi atau izin terlebih dahulu.
2.3.
Peramalan (Forecasting).
Forecasting atau peramalan diartikan sebagai upaya untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Analisa kebutuhan adalah suatu usaha untuk melihat atau memperkirakan prospek ekonomi atau kegiatan usaha sejauh mana pengaruh lingkungan terhadap kelangsungan kegiatan usaha tersebut. Salah satu tugas pengendalian produksi adalah meramalkan permintaan konsumen akan produk yang dihasilkan perusahaan. Peramalan adalah perkiraan tingkat permintaan satu atau lebih produk selama beberapa periode mendatang. Peramalan pada dasarnya merupakan suatu taksiran. Namun demikian dengan menggunakan teknik-teknik tertentu maka peramalan akan menjadi bukan hanya sekedar taksiran.
Peramalan diperlukan disamping untuk memperkirakan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang juga para pengambil keputusan perlu untuk membuat planning, disamping itu didalam suatu manufacturing ada yang dinamakan dengan Lead time atau pembagian waktu dalam membuat suatu rencana produksi. Oleh sebab itu pembahasan peramalan dalam suatu manufacturing banyak berkisar dalam konteks peramalan kebutuhan, peramalan penjualan dan lain–lain.
Dalam suatu manufakturing peramalan merupakan langkah awal dalam penyusunan Production Inventory Management, Manufacturing and Planning Control dan Manufacturing Resource Planning, dimana objek yang diramalkan adalah kebutuhan. Pada industri yang menganut sistem Make To Stock peramalan
merupakan input utama, sedangkan pada industri yang menganut Make To Order peramalan hanya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan kebutuhan mesin. Selain itu ada beberapa informasi yang penting yang bisa didapat dari peramalan yaitu informasi penjadwalan produksi, transportasi, personal, maupun inforamsi tentang rencana perluasan usaha baik jumlah atau sumber daya. Ditinjau dari segi proyeksi, peramalan secara teknis di kualifikasikan dalam dua cara yaitu peramalan kualitatif dan kuantitatif.
2.3.1. Peranan dan Kegunaan Peramalan. Beberapa bagian organisasi dimana peramalan kini memainkan peranan yang penting antara lain: (Makridakis, 1988) a. Penjadwalan sumber daya yang tersedia penggunaan sumber daya yang efisien memelukan penjadwalan produksi, tranportasi, kas, personalia dan sebagainya. b. Penyediaan sumber daya tambahan. Waktu tenggang (lead time) untuk memperoleh bahan baku, menerima pekerja baru, atau membeli mesin dan peralatan dapat berkisar antara beberapa hari sampai beberapa tahun. Peramalan diperlukan untuk menentukan kebutuhan sumber daya di masa mendatang. c. Penentuan sumber daya yang diinginkan. Setiap organisasi harus menentukan sumber daya yang ingin dimiliki dalam jangka panjang. Keputusan semacam itu bergantung pada kesempatan pasar, faktor-faktor lingkungan dan pengembangan internal dari sumber daya finansial, manusia, produk dan teknologis. Semua penentuan ini memerlukan ramalan yang baik dan manajer dapat menafsirkan perkiraan serta membuat keputusan yang tepat.
Walaupun terdapat banyak bidang lain yang memerlukan peramalan namun tiga kelompok di atas merupakan bentuk khas dari keperluan peramalan jangka pendek, menengah dan panjang dari organisasi saat ini. Dengan adanya serangkaian kebutuhan itu, maka perusahaan perlu mengembangkan pendekatan
berganda untuk memperkirakan peristiwa yang tiak tentu dan membangun suatu sistem peramalan. Pada gilirannya, organisasi perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang meliputi paling sedikit empat bidang yaitu identifikasi dan definisi masalah peramalan, aplikasi serangkaian metode peramalan, prosedur pemilihan metode yang tepat untuk situasi tertentu dan dukungan organisasi untuk menerapkan dan menggunakan metode peramalan secara formal.
Tiga kegunaan peramalan antara lain adalah: 1. Menentukan apa yang dibutuhkan untuk perluasan pabrik. 2. Menentukan perencanaan lanjutan bagi produk-produk yang ada untuk dikerjakan dengan fasilitas yang ada. 3. Menentukan penjadwalan jangka pendek produk-produk yang ada untuk dikerjakan berdasarkan peralatan yang ada.
2.3.2. Jenis-jenis Peramalan. Situasi peramalan sangat beragam dalam horizon waktu peramalan, faktor yang menentukan hasil sebenarnya, tipe pola dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapi penggunaan yang luas seperti itu, beberapa teknik telah dikembangkan. Peramalan pada umumya dapat dibedakan dari berbagai segi tergantung dalam cara melihatnya.
Dilihat dari jangka waktu ramalan yang disusun, peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: a. Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang jangka waktunya lebih dari satu setengah tahun atau tiga semester. Lebih tegasnya peramalan jangka panjang ini berorientasi pada dasar atau perencanaan. b. Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan yang dilakukan kurang dari satu setengah tahun atau tiga semester.
Penetapan jadwal induk produksi untuk bulan yang akan datang atau periode kurang dari satu tahun sangat tergantung pada peramalan jangka pendek. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya, maka peramalan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Peramalan subjektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang menyusunnya. 2. Peramalan objektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu dengan menggunakan teknik-teknik dan metode-metode dalam penganalisaan data tersebut.
Dilihat dari sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu: 1. Peramalan kualitatif atau teknologis, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kualitatif masa lalu. Hasil peramalan yang ada tergantung pada orang yang menyusunnya, karena peramalan tersebut sangat ditentukan oleh pemikiran yang bersifat intuisi, judgement (pendapat) dan pengetahuan serta pengalaman dari penyusunnya.
Metoda kualitatif dibagi menjadi dua metode, yaitu: a. Metode eksploratif. Pada metoda ini dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai awal dan bergerak ke arah masa depan secara heuristik, sering kali dengan melihat semua kemungkinan yang ada. b. Metode normatif. Pada metode ini dimulai dengan menetapkan sasaran tujuan yang akan datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat dicapai berdasarkan kendala, sumber daya dan teknologi yang tersedia.
2. Peramalan kuantitatif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat tergantung pada metode yang digunakan dalam peramalan tersebut. Metode yang baik adalah metode yang memberikan nilai-nilai perbedaan atau penyimpangan yang mungkin.
Peramalan kuantitatif hanya dapat digunakan apabila terdapat tiga kondisi sebagai berikut: (Makridakis, 1988) 1. Informasi tentang keadaan masa lalu. 2. Informasi tersebut dapat dikuantifikasikan dalam bentuk data numerik. 3. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berkelanjutan pada masa yang akan datang.
Metode peramalan kuantitatif terbagi atas dua jenis model peramalan yang utama, yaitu: 1. Model deret berkala (time series), yaitu: Metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu, yang merupakan deret waktu. 2. Model kausal, yaitu metode peramalan yang didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variabel lain yang mempengaruhinya, yang bukan waktu yang disebut metode korelasi atau sebab akibat. Model kausal terdiri dari: a. Metode regresi dan korelasi. b. Metode ekonometri.. c. Metode input dan output.
2.3.3. Karakteristik Peramalan Yang Baik. Karakteristik dari peramalan yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu dari hal-hal sebagai berikut: a. Ketelitian/ Keakuratan. Tujuan utama peramalan adalah menghasilkan prediksi yang akurat. Peramalan yang terlalu rendah mengakibatkan kekurangan persediaan (inventory). Peramalan yang terlalu tinggi akan menyebabkan inventory yang berlebihan dan biaya operasi tambahan. b. Biaya. Biaya untuk mengembangkan model peramalan dan melakukan peramalan akan menjadi signifikan jika jumlah produk dan data lainnya semakin besar.
c. Responsif. Ramalan harus stabil dan tidak terpengaruhi oleh fluktuasi demand. d. Sederhana. Keuntungan utama menggunakan peramalan yang sederhana yaitu kemudahan untuk melakukan peramalan. Jika kesulitan terjadi pada metode sederhana, diagnosa dilakukan lebih mudah. Secara umum, lebih baik menggunakan metode paling sederhana yang sesuai dengan kebutuhan peramalan. 2.3.4. Prinsip – Prinsip Peramalan Plossi mengemukakan lima prinsip peramalan yang perlu dipertimbangkan: Peramalan yang melibatkan kesalahan (error). Peramalan hanya mengurangi ketidakpastian tetapi tidak menghilangkannya, ini memungkinkan adanya kesalahan peramalan Peramalan sebaiknya memakai tolak ukur kesalahan peramalan. Besar kesalahan dapat dinyatakan dalam satu unit atau persentase permintaan aktual akan jatuh dalam interval peramalan. Peramalan family produk lebih akurat dari peramalan produk individu (item). Jika satu family produk tertentu diramalkan sebagai satu kesatuan, persentase kesalahan cenderung lebih kecil daripada persentase kesalahan peramalan produk–produk individu penyusunan family. Peramalan jangka pendek lebih akurat dari pada peramalan jangka panjang. Dalam waktu jangka pendek, kondisi yang mempengaruhi permintaan cenderung tetap atau berubah lambat, sehingga peramalan jangka pendek cenderung lebih akurat Jika dimungkinkan, hitung permintaan dari pada meramal permintaan. Untuk produk yang bersifat memproduksi untuk disimpan (make to stock), jumlah permintaan belum diketahui sehingga jadwal produksi harus dibuat berdasarkan peramalan. Pada saat jadwal produksi telah disusun, kebutuhan komponen dan bahan baku untuk mendukung jadwal produksi dapat dihitung dan peramalan tidak perlu dilakukan.
2.3.5. Prosedur Peramalan Dalam melakukan peramalan perlu diikuti prosedur yang benar untuk mendapatkan hasil yang baik. Prosedur peramalan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Urutkan data untuk random sampling sekitar tiga puluh item dengan interval waktu harian, mingguan, atau bulanan tergantung dari kebutuhan perusahaan. Jika data termasuk kedalam jenis trend dan season, lebih baik menggunakan model winters. Tentukan konstanta smoothing dengan cara eksperimen atau coba-coba. Inisialisasi sistem dengan faktor smoothing yang terpilih. Perbaharui sistem secara periodik. Lakukan verifikasi peramalan.
Beberapa metode peramalan yang dikembangkan yaitu: Metode Brown’s Metode ini dikembangkan oleh Brown untuk mengatasi adanya perbedaan yang muncul antara data actual dan nilai peramalan apabila terdapat trend pada plot data. Metode Holts-Winter Metode ini sebenarnya adanya penggabunngan dari dua metode yaitu metode double exponential smoothing dengan dua parameter yang dikembangkan oleh Holt dan metode Triple exponential smoothing dengan tiga parameter yang dikembangkan oleh Winter. Metode Linier Regresi Untuk pola data yang memperlihatkan fluktuasi random di sekitar garis lurus yang menunjuk atau menurun terhadap waktu.
2.3.6. Jenis-jenis Pola Data. Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala (time series) yang tepat adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang paling tepat dengan pola tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu: (Makridakis, 1988) 1. Pola Horizontal (H) atau Horizontal Data Pattern. Pola data ini terjadi bilamana data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata. Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Bentuk pola horizontal ditunjukan seperti gambar 2.2..
Gambar 2.3. Pola Data Horizontal. 2. Pola Trend (T) atau Trend Data Pattern. Pola data ini terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Contohnya penjualan perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya, selama perubahan sepanjang waktu. Bentuk pola trend ditunjukan seperti gambar 2.3..
Gambar 2.4. Pola Data Trend.
3. Pola Musiman (S) atau Seasional Data Pattern. Pola data ini terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulan atau hari-hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim dan bahan bakar pemanas ruang semuanya menunjukan jenis pola ini. Bentuk pola trend ditunjukan seperti gambar 2.4..
Gambar 2.5. Pola Data Musiman.
4. Pola Siklis (S) atau Cyclied Data Pattern. Pola data ini terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Contohnya penjualan produk seperti mobil, baja. Bentuk pola siklis ditunjukan seperti gambar 2.5.
Gambar 2.6. Pola Data Siklis.
2.3.7. Teknik Peramalan. Teknik peramalan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu: A. Metode Time Series (Deret Waktu). Secara garis besar metode time series dapat dikelompokkan menjadi: 1. Metode Averaging.. Dipakai untuk kondisi dimana setiap data pada waktu yang berbeda mempunyai bobot yang sama sehingga fluktasi random data dapat direndam dengan rataratanya, biasanya dipakai untuk peramalan jangka pendek.
Adapun metode-metode yang termasuk didalamnya, antara lain: a. Simple Average. Rumus yang digunakan:
FT n X
T (n 1)
in
Xi T
……..………..…….……(2.1)
dimana: X = F = Hasil ramalan
T = Periode Xi = Demand pada periode t b. Single Moving Average. Apabila diperoleh data yang stasioner, metode ini cukup baik untuk meramalkan keadaan. Rumus yang digunakan:
FT n X
dimana: X = F = Hasil ramalan
T = Periode Xi = Demand pada periode t
X 1 X 2 ........ X n …………….(2.2) T
c. Double Moving Average. Jika data tidak stasioner serta mengandung pole trend, maka dilakukan moving average terhadap hasil single moving average. Rumus yang digunakan:
S' t
X X .. X t t 1 t 1 …………….……..(2.3) N
S' S' .. S' " t t 1 t 1 …………..…………(2.4) S t N
a 2S' S" …………..………………….……(2.5) t t t
Ft+m = at + btm…………..………………….……(2.6)
2. Metode Smoothing (Pemulusan). Dipakai pada kondisi dimana bobot data pada periode yang satu berbeda dengan data pada periode sebelumnya dan membentuk fungsi Exponential yang biasa disebut Exponential smoothing.
Adapun metode-metode yang termasuk didalamnya, antara lain: a. Single Exponential Smoothing. Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpangan data karena tidak perlu lagi menyimpan data historis. Pengaruh besar kecilnya α berlawanan arah dengan pengaruh memasukan jumlah pengamatan. Metode ini selalu mengikuti setiap trend dalam data sebenarnya karena yang dapat dilakukannya tidak lebih dari mengatur ramalan mendatang dengan suatu persentase dari kesalahan terakhir. Untuk menentukan α mendekati optimal memerlukan beberapa kali percobaan. Rumus yang digunakan:
Ft 1 Ft (X t Ft ) ..………………….……(2.7) Dimana:
Ft+1
= Hasil peramalan untuk periode t + 1
α
= Konstanta pemulusan
Xt
= Data demand pada periode t
Ft
= Periode sebelumnya
b. Double Exponential Smoothing satu parameter dari Browns. Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari Browns adalah serupa dengan rata-rata bergerak linier, karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend. Persamaan yang dipakai dari metode ini adalah sebagai berikut:
S’t = αXt + (1-α)S’t-1.………………….…….…(2.8) S”t = αS’ + (1-α)S”t-1.……………….…….……(2.9) αt = S’ + (S’t - S”t) = 2S’t – S”t.…...…….……(2.10)
bt =
(S’t – S”t) .………………...………(2.11) 1
Ft+m = at + btm.……………….………...………(2.12)
dimana: Xt
= Data demand pada periode t
S’t
= Nilai pemulusan I periode t
S”t
= Nilai pemulusan II periode t
S’t-1 = Nilai pemulusan pertama sebelumnya (t-1) S”t-1 = Nilai pemulusan kedua sebelumnya (t-1) α
= Konstanta pemulusan
at
= Intersepsi pada periode t
bt
= Nilai trend periode t
Ft+1
= Hasil peramalan untuk periode t+1
m
= Jumlah periode waktu kedepan yang diramalkan
c. Double Exponential Smoothing Dua Parameter dari Holt. Metode pemulusan eksponensial linier dari Holt pada prinsipnya serupa dengan Browns kecuali bahwa Holt tidak menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memutuskan nilai trend dengan parameter yang berbeda dari dua parameter yang digunakan pada deret yang asli.
Ramalan
dari
pemulusan
eksponensial
linier
Holt
didapat
dengan
menggunakan dua konstanta pemulusan dan tiga persamaan, yaitu: St
= αXt + (1-α)(St-1 + bt-1) .………………(2.13)
b = β(St – St-1)+(1-β)bt-1.……….……………(2.14) Ft+m = St + btm.……………..…….……………(2.15)
d. Regresi Linier. Regresi linier digunakan untuk peramalan apabila set data yang ada linier, artinya hubungan antara variabel waktu dan permintaan berbentuk garis (linier). Metode regresi linier didasarkan atas perhitungan least square error, yaitu dengan memperhitungkan jarak terkecil kesuatu titik pada data untuk ditarik garis. Adapun untuk persamaan peramalan regresi linier dipakai tiga konstanta, yaitu a, b dan Y. Dengan masing-masing formulasinya adalah sebagai berikut: b=
n X i Yi X i Yi n X i X i 2
2
.…………..………(2.15)
a=
Y
b X i
i
n
n
………………………..……(2.16)
y = a + b(t) ………………………………..……(2.17)
Dimana: y
= Variabel yang diprediksi
a,b = Parameter peramalan t
= Variabel independen
2.3.8. Ukuran Statistik Standar. Jika Xi merupakan data aktual untuk periode i dan Fi merupakan ramalan (atau nilai kecocokan/fitted value) untuk periode yang sama, maka kesalahan didefinisikan sebagai: ei = Xi-Fi…………………………………..……(2.18) Dimana: Ei : kesalahan pada periode ke i Xi : data aktual periode ke i Fi : nilai peramalan periode ke i
Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu, maka akan terdapat n buah kesalahan. Ada 2 macam ukuran kesalahan yaitu ukuran statistik dan Ukuran relatif. Dalam menentukan ukuran kesalahan secara statistik ada 4 cara, yaitu: a. Mean Error (ME). n
ME
e t 1
t
………………………………..……(2.19)
n
b. Mean Absolute Deviation (MAD). n
MAD
e t 1
n
t
………………………..…..……(2.20)
c. Mean Squared Error (MSE). MSE memperkuat pengaruh angka-angka kesalahan besar, tetapi memperkecil angka kesalahan peramalan yang lebih kecil dari satu unit. Adapun rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut: n
MSE
et
2
t 1
……………..………..…..……(2.21)
n
d. Standard Deviation Error (SDE).
n
et
2
t 1
SDE
……………..……....…..……(2.22)
n 1
Sedangkan dalam menentukan kesalahan secara relatif ada 3 macam cara, yaitu: a. Percentage Error (PE).
X Ft PE t t .100 ……………..……....……(2.23) Xt
b. Mean Percentage Error (MPE).
n
MPE
PE t 1
t
……………..…………....……(2.24)
n
c. Mean Absolute Percentage error (MAPE). n
MAPE
PE t 1
n
t
…………..…………....……(2.25)
2.3.9. Tracking Signal. Untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model yang dipilih, seyogianya kita membangun peta kontrol tracking signal. Suatu tracking signal yang baik memiliki RSFE (running sum of the forecast errors) yang rendah dan mempunyai positif error yang sama banyak atau seimbang dengan negatif error sehingga pusat dari tracking signal mendekati nol. Apabila tracking signal telah dihitung, kita dapat membangun peta kontrol tracking signal sebagaimana halnya dengan peta-peta kontrol dalam pengendalian proses statistikal (statistical process control = SPG), yang memiliki batas kontrol atas (upper control limit) dan batas kontrol bawah (lower control limit).
Beberapa ahli dalam sistem peramalan seperti George Plossl dan Oliver Wright, dua pakar production and inventory control, menyarankan untuk menggunakan nilai tracking signal maksimum ± 4 sebagai batas-batas pengendalian untuk tracking signal. Dengan demikian apabila tracking signal telah berada di luar batas-batas pengendalian, modelramalan perlu ditinjau kembali, karena akurasi peramalan tidak dapat diterima.
2.4. Perencanaan Produksi. Perencanaan produksi merupakan pernyataan rencana produksi kedalam bentuk agregat. Perencanaan produksi ini merupakan alat komunikasi antara manajemen teras (top management) dan manufaktur. Disamping itu juga, perencanaan produksi merupakan pegangan untuk merancang jadwal induk produksi. 2.4.1. Rencana Produksi Agregrat (RPA) Dalam suatu organisasi yang sehat, para perencana terus menerus merencanakan jadwal terinci aktivitas untuk beberapa periode mendatang, merencanakan bagaimana kondisi optimal ketersediaan sumber daya dengan ekspektasi permintaan produk, serta mengembangkan strategi penggunaan sumber daya itu. Dalam bab ini akan dibahas rencana jangka menengah yang ditujukan bagi periode perencanaan antara satu bulan sampai dengan satu tahun kedepan.
Dalam kurun waktu ini fasilitas fisik diasumsikan tetap selama periode perencanaan. Perencanaan agregate mencari kombinasi terbaik untuk meminimasi ongkos atas beberapa pilihan yang dihadapi untuk memenuhi permintaan produk. Tujuan perencanaan agregate adalah merencanakan jadwal induk produksi untuk beberapa periode mendatang, merencanakan kondisi optimal ketersediaan sumber daya terhadap ekspektasi permintaan produk, serta pengembangan strategi penggunaan sumber daya itu.
Pada dasarnya terdapat empat tingkat dalam hierarki perencanaan prioritas dan kapasitas yang terintegrasi, antara lain: 1. Perencanaan produksi dan perencanaan kebutuhan sumber daya, 2. Penjadwalan produk induk (MPS) dan Rought Cut Capacity Planning (RCCP), 3. Perencanaan kebutuhan material (MRP) dan perencanaan kebutuhan kapasitas (CRP), 4. Pengendalian aktivitas produksi (PAC) dan pengendalian input/output.
Langkah pelaksanaan dalam rencana produksi agregat: a. Tentukan batasan perencanaan produksi yang akan dilakukan. Cari informasi mengenai data yang dibutuhkan, b. Tentukan standar satuan yang akan digunakan dalam perencanaan produksi, c. Tentukan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kurun perencanaan dengan kriteria ongkos minimum, dengan menggunakan mix strategi dan strategi transportasi, d. Rencana jumlah produksi dalam agregat, e. Jika item > 1, lakukan proses disagregasi sesuai dengan faktor konversi.
Tujuan perencanaan produksi yaitu untuk: 1. Mengatur strategi produksi. a) Memproduksi sesuai demand, b) Memproduksi pada kegiatan konstan.
2. Menentukan kebutuhan sumber daya yang meliputi: tenaga kerja, material, fasilitas, peralatan dan dana. 3. Menjadi langkah awal bagi seluruh kegiatan produksi.
Dalam menghadapi demand yang berfluktuasi, strategi metode perencanaan produksi agregat yang menghadapi meliputi: 1. Produksi bervariasi mengikuti tingkat demand yang terjadi, yaitu: a. Dengan menambah atau mengurangi tenaga kerja, atau mengubah jumlah shift, b. Dengan melakukan lembur atau mengurangi jumlah waktu kerja. 2. Produksi pada tingkat konstan, yaitu: a. Dengan menumpuk jumlah tenaga kerja, tetapi melakukan lembur atau mengurangi jumlah waktu kerja, b. Dengan menambah atau mengurangi sub-kontrak. 3. Kombinasi strategi-strategi di atas. 4. Metode program linier (Transprotasi).
Ongkos-ongkos dalam perencanaan aggregat: 1. Ongkos Penambahan tenaga kerja, 2. Ongkos pengurangan tenaga kerja, 3. Ongkos lembur dan pengurangan waktu kerja, 4. Ongkos persediaan dan kekurangan persediaan, 5. Ongkos subkontrak.
2.4.2. Metode-metode Perencanaan Agregat. Metode yang digunakan perencanaan agregat yaitu sebagai berikut: 1. Metode trial and error, 2. Metode Hibrid Menggunakan aturan-aturan tertentu untuk memperoleh solusi yang baik tidak ada jaminan bahwa solusi itu optimum. Yang termasuk ke dalam metode ini adalah: a. Model Koefisien Manajemen,
b. Model Grafik, c. Model Parameterik, d. Search Decision Rules. 3. Metode matematis: a. Model Programa Linier, b. Model Transportasi, c. Model Programa Integer Campuran, d. Linier Decision Rule. 4. Metode simulasi.
2.4.2.1. Perencanaan Produksi dengan Metoda Hibrid Metode hibrid ini Menggunakan aturan-aturan tertentu untuk memperoleh solusi yang baik tetapi tidak ada jaminan bahwa solusi itu optimum. Tenaga Kerja Tetap. Langkah-langkahnya: 1. Tentukan rencana produksi untuk periode waktu tertentu. Ramalan Demand + InventoriAkhir - InventoriAwal 2. Tentukan Kebutuhan Jam-orang untuk periode waktu tertentu. Rencana Produksi * Jam.orang/unit 3. Tentukan Kebutuhan Tenaga Kerja untuk periode waktu tertentu. Kebutuhan jam.orang Waktu kerja pada periode waktu tertentu (satuan jam) =
Kebutuhan jam.orang ( hari kerja * jam kerja/hari)
4. Lakukan Perencanaan untuk periode waktu tertentu (lakukan perhitungan secara rinci untuk tiap periode/bulan). a. Hitung jumlah unit yang dapat diproduksi pada Reguler Time.
(∑ Tenaga Kerja)t * (Hari Kerja)t * (Jam Kerja)t Waktu baku
b. Hitung jumlah unit yang dapat diproduksi pada Over Time (jika diperlukan). Hari kerjat x Maks Output Lembur/hari c. Hitung jumlah unit yang dapat diproduksi pada Sub kontrak (jika diperlukan).
d. Hitung Inventori Akhir pada tiap periode/bulan. Inventori Akhir = Inventori Awal + Produksit – Demandt 5. Hitung semua Ongkos yang terjadi.
Tenaga Kerja Berubah Sesuai Dengan Demand. Langkah-langkahnya: 1. Tentukan rencana produksi untuk setiap periode Rencana produksi(t) + inventoryakhir - inventoryawal 2. Tentukan kebutuhan tenaga kerja untuk tiap periode.
Rencana produksi (t) * WB ( Hari kerja (t) * jam kerja/hari) 3. Lakukan Perencanaan untuk periode waktu tertentu (lakukan perhitungan secara rinci untuk tiap periode/bulan). a. Hitung jumlah unit yang diproduksi pada waktu normal (UPRT). Tenaga Kerja(t) * Hari Kerja(t) * Jam Kerja Waktu baku
b. Hitung jumlah unit yang dapat diproduksi pada Over Time.
Hari kerja t * Maks Output lembur/hari c. Hitung jumlah unit yang dapat diproduksi pada Sub kontrak (jika diperlukan).
d. Hitung Inventori Akhir pada tiap periode/bulan Inventori Akhir = Inventori Awal + Produksi t – Demand t
Contoh tabel Metode Hibrid table 2.1. Metode Hibrid Periode
HK
Demand
UPRT
UPOT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
2.4.2.2. Perencanaan Produksi dengan Metoda Matematis. Model Transportasi. Untuk pengerjaan dengan metode transportasi digunakan metode Least Cost Method (metode ongkos terkecil), dimana demand harus terpenuhi, sebaliknya kapasitas tidak mesti terpenuhi. Format dari tabel transportasi dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 2.2. metode Trasportasi
2.4.3. Jadwal Induk Produksi Pada dasarnya jadwal induk (master production schedule) merupakan suatu pernyataan tentang produksi akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri menufaktur yang merencanakan memperoduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Dengan kata lain jadwal induk produksi adalah suatu set perencanaan yang mengidentifikasikan kuantitas dari item tetentu yang dapat dan akan dibuat oleh suatu perusahaan manufaktur (dalam satuan waktu) (Vincent Gaspersz,2002). Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama berikut : a. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaankebutuhan material dan kapasitas (material and capacity requirements planning). b. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase orders) untuk item-item MPS. c. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas.
d. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery promises) kepada pelanggan.
Adapun beberapa yang menjadi tujuan penjadwalan produksi induk diantaranya yaitu: : a. Memenuhi target tingkat pelayanan terhadap konsumen. b. Efisiensi dalam penggunaan sumber daya produksi. c. Mencapai target tingkat produksi.
Dalam penjadwalan produksi induk terdapat kriteria-kriteria dasar sebagai berikut: a. Jenis item tidak terlalu banyak b. Dapat diramalkan kebutuhannya c. Mempunyai Bill of Material (BOM) sehingga dapat ditentukan komponen dan bahan bakunya. d. Dapat diperhitungkan dalam menentukan kebutuhan kapasitas. e. Menyatakan konfigurasi produk yang dapat dikirim (Produk akhir tertentu atau koponen berlevel tinggi dari produk akhir tertentu)
Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS) membutuhkan lima input utama diantaranya yaitu : a. Data Permintaan Total merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk yang berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (order). b. Status Inventori berkaitan dengan informasi tentang on-hand inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesananpesanan produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and purchase orders), dan firm planned order.
c. Rencana Produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS. MPS harus menjumlahkan untuk menentukan tingkat produksi, inventori, dan sumbersumber daya lain dalam rencana produksi itu. d. Data Perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time). e. Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS.
Gambar 2.7. Aktivitas Operasi Maslah Jadwal Induk Produksi
Berikut ini akan dikemukakan penjelasan singkat berkaitan dengan informasi yang ada dalam MPS seperti di bawah ini : a. Lead Time adalah waktu (banyaknya periode) yang dibutuhkan untuk memproduksi atau membeli suatu item. b. On Hand adalah posisi inventori awal yang secara fisik tersedia dalam stock, yang merupakan kuantitas dari item yang ada dalam stock. c. Lot Size adalah kuantitas dari item yang biasanya dipesan dari pabrik atau pemasok.
d. Safety Stock adalah stock tambahan dari item yang direncanakan untuk berada dalam inventori yang dijadikan sebagai stock pengaman guna mengatasi fluktuasi dalam ramalan penjualan, pesanan-pesanan pelanggan dalam waktu singkat, penyerahan item untuk pengisian kembali inventori. e. Time Bucket pembagian planning periode yang digunakan dalam MPS atau MRP. f. Time Phase Plan adalah penyajian perencanaan, dimana demand, order, inventory disajikan dalam time bucket. g. Time Fences adalah batas waktu penyesuaian pesanan. h. Demand Time fence (DTF) adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-perbahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacuan jadwal. i. Planning Time Fence (PTF) adalah periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau kekacuan jadwal yang akan menimbulkan kerugian. j. Time Periods For Display adalah banyaknya periode waktu yang ditampilkan dalam format MPS. k. Sales Plan (sales Forecast) merupakan rencana penjualan atau peramalan penjualan untuk item yang dijadwalkan itu. l. Actual Orders merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat pasti (certain). m. Profected Available Balances (PAB) merupakan informasi proyeksi on-hand inventory dari waktu ke waktu selama horizon perencanaan MPS. n. Available-To-Promise (ATP) merupakan informasi yang sangat berguna bagi departemen pemasaran untuk mampu memberikan jawaban yang tepat terhadap pernyataan pelanggan. o. Master Production Schedule (MPS) merupakan jadwal produksi atau manufacturing yang diantisipasi untuk item tertentu.
p. Planning Horizon adalah jangka waktu perencanaan yang digunakan.
Dalam MPS ada tiga jenis order yaitu: a. Planned Order yaitu order yang rencananya akan di-released dan dibuat setelah mempertimbangkan demand-supply. b. Firm Planned Order yaitu order yang direncanakan akan dibuat diperusahaan tesebut tetapi belum di-released (masih perkiraan). c. Orders yaitu order yang telah dibuat dan diperintahkan untuk dibuat atau dikerjakan. Tabel 2.3. Jadwal induk Produksi Description :
DTF :
Order Qty :
PTF :
SS : DTF Periode
1
2
3
PTF 4
5
6
7
8
9
10
11
12
Forecast Act.order PAB ATP MS PO
2.5. Proses Disagregasi. Proses disagregasi adalah proses penyamaan (generalisasi) dari satuan aggregate kedalam satuan end item berdasarkan factor konversi. Proses disagregasi sebagai proses merubah hasil rencana agregate menjadi jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau item, hasil disagregasi ini berupa jadwal induk produksi/MPS. Tujuan dari proses disagregasi adalah untuk menyusun jadwal induk produksi (MPS), setelah diketahui jadwal produksi aggregate-nya. Dengan kata lain proses disagregasi adalah proses perencanaan yang dibuat untuk seluruh
produk yang menggunakan unsur yang sama dan dirinci kedalam masing-masing produk yang berbeda.
Menggunakan aturan-aturan tertentu untuk memperoleh solusi yang baik tidak ada jaminan bahwa solusi itu optimum. Yang termasuk kedalam metode ini adalah: Model koefisien manajemen. Model parametric. Searth decision rules. Model programa linier. Model transportasi. Model programa integer campuran. Linier decision rule.
Hasil yang diperoleh dari proses disagregasi adalah: a. Demand tiap end item. b. On hand tiap end item. c. Master Production Schedule.
Metode yang digunakan dalam proses disagregasi, adalah: Metode Heuristik. Metode Analitik. Linier Programming method. Integer Programming method. Family Set Up Method. Metode yang digunakan untuk melakukan proses disagregasi baik yang bersifat analitis atau heuritis, antara lain: 1.
Pendekatan Hax dan Meal,
2.
Pendekatan Britan dan Hax,
3.
Rencana yang lebih tinggi menjadi pembatas atau kendala bagi rencana tingkat rendah,
4.
Agregat taktis (operasional),
e.
Metode Analitik.
2.5.1. Pendekatan “Britan dan Hax”. Langkah-langkah proses disagregasi adalah sebagai berikut : 1. Langkah pertama pada prosedur ini menentukan family yang akan diproduksi, dengan mempertimbangkan jumlah permintaan dan jumlah produk yang tersedia untuk setiap produk dalam family. Suatu family atau produk akan diproduksi bila salah satu item dari suatu family tersebut memenuhi syarat berikut: qij,t = Iij,t-1 – Dij,t ≤ SSij…………………....……(2.26) Dimana: Iij,t-1 = Tingkat persedian pada akhir perioda t-1dari item j family I, Dij,t = Permintaan item j family I pada perioda t, SSij = Cadangan pengaman item dalam family i dan item yang berjumlah kurang dari safety stock I SSij harus segera dibuat supaya tidak terjadi kekurangan.
2. Menentukan jumlah yang akan diproduksi dari family yang terpilih, dengan model knapsack. Min
h i . x i Si . k ij . D ij 2 x i j
Holding Cost Set up Konversi
Subjek to:
Min x i x
x i LB i x i UB i
Dimana: hi
= Holding cost untuk item dalam family I,
xi
= Jumlah unit family i yang diproduksi,
Si
= Ongkos set up untuk family I,
Demand
Kij = Faktor konversi
untuk unit item j dalam family i terhadap
unit
produk agregat, Dij = Demand untuk item j dalam family i selama masa produksi, x
= Jumlah produksi menurut perencanaan agregat,
LBi = Batas bawah untuk memproduksi family, UBi = Batas atas untuk memproduksi family, Z
= Kumpulan dari family yang akan diproduksi.
3. Menentukan batas atas dan batas bawah. Batas bawah ditentukan oleh kebutuhan untuk memenuhi persediaan cadangan berikutnya. Perhitungan dilakukan dengan: LBi =
max [ 0,Kij ( Dij – I ijt-1 + SSij ) .……(2.27)
vji
Batas atas diperlukan untuk menjamin persediaan tidak terakumulasi atau dengan kata lain bila tidak diinginkan akumulasi inventory terlalu banyak sebagai contoh, suatu kebijaksanaan menentukan tidak lebih dari n periode persediaan. Perhitungan batas atas adalah: UBi =
vji
n 1
Kij [(
Dijt+k ) – Iijt-1 + SSij ] .……(2.29)
k 0
4. Ongkos setup untuk tiap item.
SC * Dij * K ij .……………………………(2.30)
5. Algoritma pertama yaitu melakukan disagregasi family. Langkah-langkah algoritma, yaitu: Buat: = 1, P1 = X* dan Z1 = Z untuk iterasi 1
Langkah 1: Menghitung jumlah produk untuk setiap family dengan mempertimbangkan ongkos set up untuk setiap family.
SC * Dij * K ij
Y’ =
SC * Dij * K ij
* P …………………(2.31)
Langkah 2: Untuk setiap i z’ Jika LBi ≤ maka buat Y1* = Y1B Untuk family lain teruskan ke langkah ke-3
Langkah 3: Bagi family lain kedalam dua kelompok Z+B ={i ZB : Y1B>UBi} set dari semua family dimana Y1B > LBi Z -B ={i ZB : Y1B>UBi} set dari semua family dimana Y1B < LBi Hitung: +
=
(Y1B – UB1)
iZ B
-
=
(LBi - Y1B) ……………..…………(2.32)
iZ B
Langkah 4: Bila
+
>
-
, buat Yi* = UBi untuk semua i Z+B
Bila
+
<
-
, buat Yi* = LBi untuk semua i Z -B
Buat : β = β + 1 Zβ+1 = Zβ– {Semua family yang Yi* telah diperoleh} Pβ+1 = Pβ – Yi* {Untuk semua i yang dijadwalkan dalam iterasi β} Bila Zβ+1 = 0 stop Bila 0 kembali ke langkah 1 (iterasi 2)
6. Membagi produksi family menjadi produk individu, algoritma disagregasi item adalah sebagai berikut: Langkah 1: Untuk setiap family i yang diproduksi, tentukan jumlah periode N, dimana: N
Yi’ < Σ Kij { D ijn SS ij I ij, t 1 } .…………(2.32) n 1
Langkah 2: Hitung error dengan rumus: Ei
=
N K ij Dij .n I ij .t 1 SS ij …………(2.33) ji n 1
Langkah 3: Untuk semua item di dalam family I, hitung jumlah produksi dengan rumus: N
Yi* = ( D ij.n I ij.t 1 SS ij ) n 1
E i .D ijN
K ji
ij
.D ijN
…(2.34)
Bila y’ij < 0 untuk setiap item, misalnya: j = g, maka buat y’ig = 0. Hilangkan item g dari family dan persamaan di atas. Ulangi langkah 3.
Tabel-tabel yang digunakan: Tabel 2.4. Tabel Disagregasi Family
Item
Inv.Akhir
Demand
SS
EQ
Konversi
(i)
(j)
(Iij.t-1)
(Dij.t-1)
(Sij)
(Iij.t-1 – Dij.t-1)
(Kij)
T*ij
Q*ij
mi
q*ij(Adj)
Q*ij(Adj)
qij*.mij
Status
Kij * Dij
Iij(Adj)
2.5.2. Biaya Pilihan menyangkut produksi agregate, tenaga kerja, dan tingkat persediaan mempengaruhi beberapa biaya relevan. Biaya-biaya ini perlu diidentifikasikan dan diukur sehingga beberapa alternatif biaya agregate dapat didefaluasi berdasarkan kriteria biaya total. Beberapa dari mata biaya yang mungkin relevan adalah:
Biaya gaji.
Biaya lembur, shif kerja ke dua, dan sub kontrak.
Biaya merekrut dan memberhentikan perkerja.
Biaya kelebihan persediaan dan tunggakan pesanan.
Biaya perubahan tingkat produksi.
Sering kali, aproksimasi dilakukan dengan mengasumsikan biaya sebagai fungsi linear atau fungsi quadratik dari variabel keputusan. Asumsi penyederhanaan ini memungkinkan penggunaan beberapa model sederhana, seperti pemrograman linear, dalam penentuan rencana agregat biaya minimum.
2.5.3. Proses Keputusan untuk Perencanaan Agregate Persoalan perencanaan agregate merupakan perencanaan produksi dari suatu organisasi yang berusaha melayani berbagai pola permintaan sepanjang rentang waktu yang tidak terlalu panjang (misalnya, setahun). Jelasnya, keputusan menajerial dalam persoalan perencanaan agregate adalah menetapkan tingkat produksi dan jumlah tenaga kerja untuk setiap periode dalam cakupan waktu perencanaan.
2.5.4. Sediaan Penyangga dan Kebutuhan Maksimum Sediaan penyangga, yang merupakan stock minimum yang diharuskan. Sediaan penyangga ini ditentukan melalui proses pertimbangan (judgement). Tujuannya adalah menjaga terhadap kemungkinan permintaan pasar lebih besar daripada yang diperkirakan bila kita menambah sediaan penyangga untuk setiap bulan kepada kebutuhan produksi kumulatif .
2.5.5. Klasifikasi Metode Perencanaan Agregate Tabel 2.5. Klasifikasi Metode Perencanaan Agregate Optimalisasi Solusi
Struktur Biaya Model Biaya Model Linear Model
Solusi optimal
distribusi, program linear
Biaya Model
Kuadratik Kaidah keputusan linear
Ancangan
Program
Solusi
dekoposisi
tujuan,
aproksimasi
untuk
Relaksasi dan
heuristic
persoalan
aproksimasi
besar
Lagrange
Biaya Model
Biaya
Tetap
Umum
Program
Programan
bilangan
bulat, dinamik,
pemrograman
programan
dinamik
non-linear Kaidah
Ancangan dekomposisi
keputusan penelusuran, analisis simulasi
2.5.6. Ramalan Kebutuhan Produksi dan Sediaan Penyangga Berikut ini adalah rencana-rencana alternatif: Produksi Merata Rencana produksi yang paling sedehana adalah menetapkan tingkat keluaran rata-rata yang memenuhi kebutuhan tahunan. Strategi yang digunakan adalah akumulasi sediaan musiman selama bulan-bulan produksi puncak. Memanfaatkan Perekrutan, Pemberhentian, dan Kerja Lembur Rencana ini merupakan rencana yang agak lebih ekonomis, tetapi rencana ini mengharuskan fluktuasi yang cukup besar dalam jumlah tenaga kerja. Apakah konsekuensi sosial dan hubungan kekaryawanan dapat ditoleransi merupakan hal yang perlu dipertimbangkan oleh manager. Jika fluktuasi kayawan lebih besar dari pada yang menurut manager dapat ditoleransi, alternatif lain yang melibatkan fluktuasi karyawan yang lebih kecil dapat dihitung. Barangkali beberapa variasi dapat diserap dengan memperbanyak kerja lembur, dan dibeberapa industri, sub kontrak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan puncak.
Menambah Sub Kontrak Sebagai Sumber Rencana ini mengurangi sediaan musiman lebih banyak, fluktuasi jumlah pekerja lebih moderat, biaya-biaya yang lebih ekonomis. Sediaan penyangga hampir sama untuk semua rencana, sehingga biaya mereka tidak dimasukan sebagai biaya inkremental. Meskipun rencana 3 ini menyebabkan fluktuasi jumlah pekerja yang lebih ringan ketimbang rencana 2, rencana ini mungkin masih dianggap terlalu berat. Rencana lain yang mencakup fluktuasi yang lebih ringan dapat dikembangkan dan biaya inkremental mereka ditentukan dengan cara yang sama.
2.5.7. Master Production Schedule (MPS). 2.5.7.1. Konsep dasar tentang Aktivitas Jadwal Induk Produksi (JIP). Pada dasarnya Jadwal Induk Produksi (MPS/JIP) merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk parts pengganti dan suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. JIP mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencana produksi (aktivitas pada level 1 dalam hierarki perencanaan prioritas) dinyatakan dalam konfigurasi spesifik dengan nomornomor item yang ada dalam Item Master and BOM (Bills Of Material) file.
Aktivitas JIP pada dasarnya berkaitan dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui JIP, memproses transaksi dari JIP, memelihara catatan-catatan, mengevaluasi efektivitas dari JIP dan memberikan laporan evaluasi dalam waktu yang teratur untuk keperluan umpan balik dan tinjauan ulang. JIP pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama berikut: 1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material (material requirements planning/MRP), 2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (production and purchase orders) untuk item-item MPS, 3. Menentukan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan kapasitas, 4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahan produk (delivery promises) kepada pelanggan.
Sebagai suatu aktifitas proses, jadwal induk produksi membutuhkan lima input utama seperti ditunjukan dalam Gambar 2.6..
Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
INPUT: 1. Data permintaan total 2. Status Inventori 3. Rencana Produksi, 4. Data Perencanaan, 5. Informasi dari RCCP
PROSES: Penjadwalan Induk Produksi (MPS)
OUTPUT: Jadwal Induk Produksi (MPS)
Umpan-balik
Gambar 2.8. Proses Penjadwalan Induk Produksi.
Dari Gambar 2.6. dapat dijelaskan beberapa hal berikut: a.
Data permintaan total, Merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan induk produksi. Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan (sales forecasts) dan pesanan-pesanan (order).
b.
Status Inventori, Berkaitan dengan
informasi tentang on-hand inventory, stok yang
dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan menentukan berapa banyak yang harus dipesan. c.
Rencana Produksi, Memberikan
sekumpulan
batasan
kepada
MPS.
MPS
harus
menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi, inventori, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu.
d.
Data perencanaan, Berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan, shrinkage factor, stok pengaman (safety stock), dan waktu tunggu (lead time) dari masing-masing item yang biasanya tersedia dalam file induk dari item (item master file).
e.
Informasi dari RCCP. Berupa kebutuhan kapasitas untuk mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS.
Tugas dan tanggung jawab dari penyusun JIP/MPS adalah membuat perubahanperubahan pada catatan MPS, mendisagregasikan rencana produksi untuk menciptakan MPS, menjamin bahwa keputusan-keputusan produksi yang ada dalam MPS itu telah sesuai dengan rencana produksi dan yang terpenting adalah mengkomunikasikan hal-hal utama dalam MPS itu kepada bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan. Selanjutnya sebagai bagian dari proses umpan balik secara umum, penyusun jadwal induk produksi harus memantau performansi aktual terhadap MPS dan rencana produksi dan hasil-hasil operasional untuk diberikan kepada manajemen puncak. Berdasarkan pemantauan ini, penyusun MPS akan mampu melakukan analisis sebab akibat yang memberikan dampak pada MPS apabila terjadi perubahan-perubahan dalam rencana.
Jadwal induk produksi (MPS) dikembangkan agak sedikit berbeda, tergantung jenis industri make to order (MTO) atau make to stock (MTS) dan jumlah item yang diproduksi (sedikit atau banyak). JIP pada industri MTS menggunakan data peramalan permintaan bersih (peramalan bersih dikurangi persediaan ditangan). Jika hanya ada beberapa macam produk akhir yang dibuat, maka JIP-nya merupakan suatu pernyataan tentang kebutuhan-kebutuhan akan produk individu. Bila produk akhir yang dibuat banyak, misalkan lebih dari 500 macam, maka tidak praktis bila kita membuat JIP berdasarkan produk. Dalam hal ini, biasanya dikelompokan menjadi kelompok-kelompok sejenis kemudian perencanaan tersebut didetailkan secara proporsional menjadi satu jadwal untuk satu item individu untuk masing-masing kelompok produk sejenis.
Untuk industri bertipe make to order (MTO), pesanan yang belum terpenuhi merupakan data permintaan yang dibutuhkan, sehingga pesanan-pesanan dari konsumen akan menentukan JIP-nya. Pada industri dimana ada sedikit komponenkomponen dasar tersebut dan bukan untuk produk-produk akhirnya sebagai contohnya adalah mobil, dimana komponen-komponen dasarnya adalah mesin, transmisi, komponen body dan lain-lain.
2.5.7.2. Tugas dan Tanggung Jawab Penyusun Jadwal Induk Produksi. Tugas dan tanggung jawab professional dari penyusun jadwal induk produksi (MPS)
adalah
membuat
perubahan-perubahan
pada
catatan
MPS,
mendisagregasikan rencana produksi untuk menciptakan MPS, menjamin bahwa keputusan-keputusan produksi yang ada dalam MPS itu telah sesuai dengan rencana produksi, dan yang terpenting adalah mengkomunikasikan hal-hal utama dalam MPS itu kepada bagian-bagian lain yang terkait dalam perusahaan. Seperti telah dikemukakan, MPS membangun jalinan komunikasi dengan bagian manufacturing, sehingga dalam hal ini bagian manufacturing (PPIC) yang menyusun MPS harus mengkomunikasikan outputnya kepada bagian-bagian lain, seperti: bagian pemasaran, bagian inventori atau pembelian material, bagian rekayasa, R&D, produksi, dll.
2.5.7.3. Beberapa Pertimbangan Dalam Desain MPS. Ketika akan mendesain MPS, perlu diperhatikan beberapa factor utama yang menentukan proses Penjadwalan Induk Produksi (MPS). Beberapa factor utama itu adalah: 1. Lingkungan Manufakturing, Lingkungan manufacturing menentukan proses penjadwalan induk produksi. Lingkungan manufacturing yang umum dipertimbangkan ketika akan mendesain MPS adalah: make-to-stock, make-to-order, assemble-to-order. Produk-produk dari lingkungan make-to-stock biasanya dikirim secara langsung dari gudang produk akhir, dank arena itu harus ada stok sebelum pesanan pelanggan (customer order) tiba.
Produk-produk dari lingkungan make-to-order biasanya baru dikerjakan atau diselesaikan setelah menerima pesanan pelanggan. Sering kali komponenkomponen yang mempunyai waktu tunggu panjang (long lead time) direncanakan atau dibuat lebih awal guna mengurangi waktu tunggu penyerahan kepada pelanggan, apabila pelanggan memesan produk.
Pada dasarnya produk-produk dari lingkungan assemble-to-order adalah maketo-order product, dimana semua komponen (semifinished, intermediate, subassemble, fabricated, purchased, dll) yang digunakan dalam assemble, pengepakan, atau proses akhir, direncanakan atau dibuat lebih awal, kemudian disimpan dalam stok guna mengantisipasi pesanan pelanggan.
2. Struktur Produk, Struktur produk atau bill of materials (BOM) didefinisikan sebagai cara komponen-komponen itu bergabung kedalam suatu produk selama proses manufakturing.
3. Horizon Perencanaan, waktu tunggu produk (product lead time) dan production time fences. Berikut adalah aspek yang berkaitan dengan manajemen waktu dalam proses desain MPS: a. Panjang horizon perencanaan, Horizon perencanaan didefinisikan sebagai periode waktu mendatang terjauh dari jadwal produksi. Biasanya ditetapkan dengan memperhatikan waktu tunggu kumulatif (cumulative lead time) ditambah waktu untuk lot sizing. b. Waktu tunggu produksi, Waktu tunggu didefinisikan sebagai lama waktu menunggu sejak penempatan pesanan sampai memperoleh pesanan itu. Dalam sistem produksi, waktu tunggu berkaitan dengan waktu menunggu diproses, bergerak atau berpindah, setup untuk setiap komponen yang diproduksi.
c. Time fences, Perubahan-perubahan dalam MPS akan menjadi sulit dan mahal (costly) apabila dibuat pada saat mendekati waktu penyelesaian produk. Untuk menstabilkan jadwal dan memberikan keyakinan bahwa perubahan-perubahan telah dipertimbangkan secara tepat sebelum perubahan-perubahan itu disetujui. MPS dapat dibagi ke dalam beberapa zona waktu dengan menetapkan prosedur berbeda dalam mengatur perubahan-perubahan jadwal dalam setiap zona waktu (time zone), time fences memisahkan zona waktu itu. Dengan demikian time fences dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan atau petunjuk yang ditetapkan untuk mencatat dimana (dalam zona waktu) terdapat berbagai keterbatasan atau perubahan dalam prosedur operasi manufaktur. Perubahan-perubahan terhadap MPS dapat dilakukan dengan relatif lebih mudah apabila mereka terjadi melewati waktu tunggu kumulatif. Time fences yang paling umum dikenal adalah demand time fences (DTF) dan planning time fences (PTF), dimana DTF diterapkan pada waktu final assemble sedangkan PTF diterapkan pada waktu tunggu kumulatif.
Demand time fences (DTF) didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak diijinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal. Sedangkan planning time fences (PTF) didefinisikan sebagai periode mendatang dari MPS di mana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal yang akan menimbulkan kerugian dalam biaya. Dalam bentuk yang lebih sederhana, MPS time fences dapat diilustrasikan seperti Gambar 2.7. berikut ini:
Gambar 2.9. MPS Time Fences.
2.5.7..4. Pemilihan Item-item MPS. Faktor utama lain yang perlu diperhatikan dalam mendesain MPS adalah pemilihan item-item MPS. Pemilihan item-item yang dijadwalkan melalui MPS juga perlu mendapat perhatian khusus. Pemilihan item-item ini penting, karena tidak
hanya
mempengaruhi
bagaimana
MPS
beroperasi,
tetapi
juga
mempengaruhi bagaimana sistem perencanaan dan pengendalian manufakturing secara keseluruhan beroperasi. Terdapat beberapa kriteria dasar yang mengatur pemilihan item-item dalam MPS, yaitu: 1.
Item-item yang dijadwalkan seharusnya merupakan produk akhir, kecuali ada pertimbangan yang jelas menguntungkan untuk menjadwalkan item-item yang lebih kecil daripada produk akhir,
2. Jumlah item-item MPS seharusnya sedikit, karena manajemen tidak dapat membuat keputusan yang efektif terhadap MPS apabila jumlah item-item MPS terlalu banyak, 3. Seharusnya memungkinkan untuk meramalkan permintaan dari item-item MPS. Item yang dijadwalkan harus berkaitan erat dengan item yang dijual. 4. Item-item yang dipilih harus dimasukan dalam perhitungan kapasitas produksi yang dibutuhkan, 5. Item-item MPS harus memudahkan dalam penterjemahan pesanan-pesanan pelanggan ke dalam pembuatan produk yang akan dikirim.
2.5.7.5. Teknik Penyusunan MPS. Bentuk umum dari Master Production Schedule (MPS):
Tabel 2.6. Bentuk Umum dari Master Production Schedule (MPS). Item : Description : Lead Time : Safety Stock : Order Quantity : DTF : Lot size : PTF : Past due 1 2 n Periode Forecast Actual Order Project Available Balance Available to Promise (ATP) Master Schedule Berikut ini akan dikemukakan penjelasan singkat berkaitan dengan informasi yang ada dalam MPS seperti yang tampak dalam Tabel 2.2.: a. Lead Time adalah waktu (banyaknya periode) yang dibutuhkan untuk memproduksi atau membeli suatu item. b. Order Quantity adalah banyaknya/jumlah pemesanan. c. Safety Stock adalah stok tambahan dari item yang direncanakan untuk berada dalam inventory yang dijadikan sebagai cadangan pengaman guna mengatasi fluktuasi dalam ramalan penjualan, pesanan-pesanan pelanggan dalam waktu singkat. Safety stock merupakan kebijaksanaan manajemen berkaitan dengan stabilisasi dari sistem manufaktur, dimana apabila sistem manufaktur semakin stabil kebijaksanaan stok pengaman ini dapat diminimumkan. d. Forecast. 1. Berupa estimasi terhadap kuantitas end item yang akan terjual pada setiap periodenya, 2. Informasi datang dari bagian pemasaran. e. Actual Order, berupa pesanan konsumen yang sudah diterima sehingga statusnya pasti. f. Project Available Balance (proyeksi persediaan/ on hand). 1. Digunakan untuk merencanakan jumlah yang harus diproduksi, 2. Dihitung dengan anggapan bahwa penjualan akan sesuai dengan ramalan. g. Available to Promise (ATP). 1. Merupakan alat yang digunakan untuk menjanjikan jumlah yang bisa dipesan konsumen,
2. Merupakan bagian dari persediaan yang belum dijanjikan, 3. Digunakan oleh bagian pemasaran untuk membuat janji penjualan di masa yang akan datang. h. Master Schedule (jadwal produksi). 1. Berupa keputusan tentang kuantitas yang akan diproduksi dan saat produksi itu memasuki stock, 2. Ditentukan dengan memperhatikan ketersediaan material dan kapasitas, 3. Total dari master schedule untuk setiap individual part harus sama dengan total yang dinyatakan dalam rencana produksi. i. DTF (Demand Time Fences) dan PTF (Planning Time Fences), time fences merupakan perencanaan ke dalam beberapa zona dimana setiap zona mempunyai aturan yang berbeda.
Rumus-rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut: 1. PAB (Project Available Balance). Pada daerah DTF: PABt = PABt-1 + MSt - AOt……………..……(2.35) Pada daerah PTF: PABt = PABt-1 + MSt – max (AOt,Ft) …...……(2.36)
Pada daerah setelah PTF: PABt = PABt-1 + MSt - Ft………………...……(2.37)
2. ATP (Available to Promise). Pada periode 1: ATPt = PABnow + MSt - ∑AOsebelum ada MS berikutnya Pada periode selanjutnya: ATPt = MSt - ∑AOsebelum ada MS berikutnya
3. PO (Planned Order). Dihitung apabila PAB minus (negatif), perhitungan kebutuhan tergantung pada periode net requirement.
2.5. Rought Cut Capacity Planning (RCCP). Pada dasarnya Rought Cut Capacity Planning (RCCP) didefinisikan sebagai proses konversi dari rencana produksi dan atau MPS ke dalam kebutuhan kapasitas yang berkaitan dengan sumber-sumber daya kritis seperti: a. Tenaga kerja b. Mesin dan peralatan c. Kapasitas gudang d. Kapabilitas pemasok material dan parts e. Sumber daya keuangan
Rought Cut Capacity Planning (RCCP) atau perencanaan kapasitas kasar ini termasuk dalam perencanaan kapasitas jangka panjang. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan kebutuhan kapasitas yang diperlukan untuk melaksanakan MPS. Horizon
waktu sama dengan MPS, biasanya 1 sampai
dengan 3 tahun.
Rought Cut Capacity Planning (RCCP) merupakan urutan kedua dari hierarki perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam mengembangkan MPS. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) melakukan validasi terhadap MPS yang juga menempati urutan kedua dalam hierarki perencanaan prioritas produksi.
Guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu, khusunya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial (potential bottlenecks) adalah cukup untuk melaksanakan MPS. Dengan demikian kita dapat membantu manajemen untuk melaksanakan Rought Cut Capacity Planning (RCCP), dengan memberikan informasi tentang tingkat produksi di masa mendatang yang akan memenuhi permintaan total itu.
Rought Cut Capacity Planning (RCCP) adalah serupa dengan perencanaan kebutuhan sumber daya (Resource Requirement Planning = RRP), kecuali bahwa Rought Cut Capacity Planning (RCCP) adalah lebih terperinci daripada RRP dalam beberapa hal, seperti: a) Rought Cut Capacity Planning (RCCP) didisagregasikan ke dalam level item. b) Rought Cut Capacity Planning (RCCP) didisagregasikan berdasarkan periode waktu harian atau mingguan. c) Rought Cut Capacity Planning (RCCP) mempertimbangkan lebih banyak sumber daya produksi.
Pada dasarnya terdapat empat langkah yang diperlukan untuk melaksanakan Rought Cut Capacity Planning (RCCP), yaitu: 1. Memperoleh informasi tentang rencana produksi dari MPS. Misalkan bahwa informasi yang berkaitan dengan rencana produksi untuk satu bulan tertentu (katakanlah dalam minggu-minggu:32, 33, 34, dan 35). 2. Memperoleh informasi tentang struktur produk dan waktu tunggu (lead time). Informasi tentang struktur produk biasanya telah ditetapkan pada perencanaan kebutuhan sumber daya RRP, yang berada pada level lebih tinggi (level 1) dalam hierarki perencanaan kapasitas. 3.
Menentukan bill of resources. Perhitungan terhadap waktu assembly rata-rata untuk setiap produk dalam kelompok produk A menggunakan formula berikut: Waktu assembly rata-rata = unit produk yang diproduksi x (jam standar assembly/unit).
4.
Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP Perhitungan terhadap waktu assembly rata-rata untuk setiap produk dalam kelompok produk A menggunakan formula berikut: Waktu assembly rata-rata = unit produk yang diproduksi x (jam standar assembly/unit).
Selanjutnya Menghitung kebutuhan sumber daya spesifik dan membuat laporan RCCP Perhitungan kebutuhan sumber daya spesifik, dalam kasus di atas adalah
penggunaan jam mesin, perlu mempertimbangkan kondisi actual dari perusahaan seperti : tingkat efisiensi yang ada, dan lain-lain.
Hasil Rought Cut Capacity Planning (RCCP) ditampilkan dalam suatu diagram yang dikenal sebagai load capacity profile. Load capacity profile merupakan metode yang umum dipergunakan untuk menggambarkan kapasitas yang dibutuhkan versus kapasitas yang tersedia. Dengan demikian load capacity profile didefinisikan sebagai tampilan dari kebutuhan kapasitas di waktu mendatang berdasarkan pesanan-pesanan yang direncanakan dan dikeluarkan sepanjang suatu periode waktu tertentu.
Gambar 2.10. Load Profil
Kapasitas diartikan jumlah output maksimum yang dihasilkan oleh suatu fasilitas selama periode / selang waktu tertentu. biasanya dinyatakan dalam unit produk yang dihasilkan per satuan waktu. misalnya; 100 unit produk / hari, 5 pasien / jam, dsb.
Tujuan perencanaan kapasitas adalah Menerjemahkan jadwal induk produksi ke dalam kebutuhan sumber daya fasilitas dan jam kerja untuk menghindari lack maupun over capacity agar menjaga market-share guna minimasi resiko rugi.
Perencanaan kapasitas (capacity planning) merupakan salah satu aktivitas manajemen kapasitas. Perencanaan kapasitas adalah proses menentukan tingkat kapasitas
yang
diperlukan
untuk
melakukan
jadwal
produksi
(MPS),
dibandingkan terhadap kapasitas yang tersedia dan tindakan-tindakan penyesuaian yang diperlukan terhadap tingkat kapasitas atau jadwal produksi.
Jika terjadi kekurangan kapasitas, hasilnya berupa kekurangan pencapaian target produksi, pengiriman produk ke konsumen terlambat dan kehilangan kepercayaan sistem manajemen. Sebaliknya, jika kapasitas berlebihan, mengakibatkan utilitasi sumber rendah, operasi pabrik tidak efisien, biaya tinggi dan berkurangnya margin keuntungan.
Jenis perencanaan kapasitas ditinjau dari horizon waktu perencanaan: 1. Perencanaan kapasitas jangka panjang. Ukuran waktu 1-5 tahun ke depan. Isi perencanaan ini adalah: a. Fasilitas yang akan dibangun. b. Mesin yang akan dibeli. c. Produk yang akan dibuat. 2. Perencanaan kapasitas jangka menengah. Untuk kurun waktu bulanan sampai dengan satu tahun ke depan. Tingkat perencanaan sudah rinci. Isi dalam perencanaan ini adalah: a. Tambahan tooling b. Lembur, tambah shift c. Sub kontrak d. Alternative routing. 3. Perencanaan kapasitas jangka pendek. Untuk kurun waktu harian sampai satu bulan
ke
depan.
Titik
beratnya
lebih
pada
pengendalian;
sudah
melihat/mengevaluasi apakah pelaksanaan sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat,
Pengendalian kapasitas adalah monitoring baik work input maupun production input untuk menjamin perencanaan kapasitas dapat tercapai.
Berikut salah satu teknik Rought Cut Capacity Planning (RCCP) yaitu: CPOF (Capacity Planning Overall Factor). CPOF (Capacity Planning Overall Factor) membutuhkan tiga masukan yaitu MPS, waktu total yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan sumber.
2.6.1. CPOF (Capacity Planning Overall Factor) CPOF membutuhkan tiga masukan yaitu MPS, waktu total yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk dan proporsi waktu penggunaan sumber. CPOF mengalikan waktu total tiap family terhadap jumlah MPS untuk memperoleh total waktu yang diperlukan pabrik untuk mencapai MPS. Total waktu ini kemudian dibagi menjadi waktu penggunaan masing-masing sumber dengan mengalikan total waktu terhadap proporsi penggunaan sumber.
2.6.2. BOLA (Bill Of Labour Approach) Jumlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan diperoleh dengan mengkalikan waktu tiap komponen yang tercantum pada daftar tenaga kerja dengan jumlah produk dari MPS.
Jika perusahaan mempunyai lebih dari satu produk, lead time tiap bagian harus ditentukan. Secara umum, jika n adalah jumlah produk, aik adalah jumlah produk k di stasiun kerja i, bjk adalah jumlah produk k (MPS) pada periode j, maka formula kebutuhan kapasitas stasiun kerja kerja pada periode j adalah: n
Kebutuhan kapasitas =
a k 1
ik
b kj
untuk semua ij
CPOF (Capacity Planning Overall Factor) dan BOLA (Bill of Labour Approach) tidak mempertimbangkan lead time. Kedua pendekatan ini mengasumsikan bahwa seluruh komponen dibuat bersamaan dengan perakitan.
2.6.3. RPA (esource Profile Approach) Merupakan teknik perencanaan kapasitas kasar yang paling rinci tetapi tidak serinci perencanaan kebutuhan kapasitas CRP (Capacity Requirement Planning).
2.6.4. CRP (Capacity Requirement Planning) CRP adalah merupakan fungsi untuk menentukan, mengukur, dan menyesuaikan tingkat kapasitas atau proses untuk menentukan jumlah tenaga kerja dan sumber daya mesin yang diperlukan untuk melaksanakan produksi. CRP merupakan teknik perhitungan kapasitas rinci yang dibutuhkan oleh MRP. CRP memverifikasi apakah kapasitas yang tersaedia mencukupi selama rentang perencanaan. Berikut ini adalah data-data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan CRP:
BOM.
Data induk setiap komponen.
MPS untuk setiap komponen.
Routing setiap komponen.
Work center master file.
Bab III Metodologi Pemecahan Masalah
3.1.
Flowchart Pemecahan Masalah
Agar penelitian ini berjalan dengan sistematis, maka sebelumnya penulis membuat perencanaan tentang langkah-langkah pemecahan masalah yang akan dilalui seperti tersaji pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Gambar Flowchart Pemecahan Masalah
3.2.
Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Dalam melakukan penelitian ini terlebih dahulu harus menentukan metodologi yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah yang ada di dalam tugas akhir. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
3.2.1. Mulai Memulai penelitian tugas akhir di PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS Bandung.
3.2.2. Latar Belakang Masalah Adanya hambatan dalam perencanaan produksi menjadi salah satu faktor kerugian perusahaan. Keterlambatan dalam penyelesaian order, lamanya waktu baku menimbulkan tidak terpenuhinya kebutuhan konsumen sehingga menimbulkan kerugian yang besar.
3.2.3. Identifikasi Masalah Masalah perencanaan kapasitas produksi akan berhubungan dengan jumlah jam kerja yang di butuhkan untuk seluruh periode perancangan yang akan di buat, persediaan bahan baku dan jumlah mesin. Dengan demikian diharapkan perusahaan mampu membuat perencanaan produksi yang tepat sehingga dapat memenuhi permintaan konsumen.
3.2.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
Menentukan metode perencanaan produksi aggregate.
Membuat Jadwal Induk Produksi.
Membuat Rough Cut Capacity Planning dengan metode BOLA (Bill Of Labour Approach).
Melakukan Perencanaan Kapasitas Produksi
3.2.5. Pengumpulan Data A. Data Umum 1. Data umum perusahaan yang berisi sejarah perusahaan, tujuan dan struktur organisasi. 2. Data Proses Produksi yaitu mengenai kegiatan produksi lampu Hemat Energi di PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS Bandung.
B. Data Khusus Data-data yang bersifat khusus dan langsung digunakan dalam pengolahan data untuk memperoleh suatu hasil akhir yaitu data peramalan 12 periode kebelakang, serta mengenai jam kerja/hari, maksimal overtime, waktu baku, tenaga kerja awal, tenaga kerja maksimal, inventory awal, dan data-data mengenai ongkos produksi.
3.2.6. Pengolahan Data 1. Peramalan untuk 12 periode kedepan => dari Plot data maka akan ditentukan metode mana yang akan terpilih 2. RencanaProduksi Agregat dengan menggunakan dua alternatif, yaitu: 1. Metode Hibrid. 2. Metode Transportasi. 3. Penjadwalan Produksi Induk. 4. Membuat Rough Cut Capacity Planning dengan metode BOLA (Bill Of Labour Approach). 5. Perancangan Usulan Kapasitas.
3.2.7. Analisis Metode peramalan yang terbaik, analisis dari masing-masin alternatif tentang apa yang terjadi pada alternatif tersebut, mengevaluasi perencanaan dari MPS dan RCCP lalu melakukan analisis keseluruhan yang berisi tentang jadwal produksi dan pengendalian kapasitas mesin.
3.2.8. Kesimpulan dan Saran 3.2.8.1. Kesimpulan Peramalan yang terbaik, Alternatif yang sesuai untuk perusahaan, tingkat produksi berdasarkan MPS dan perancangan kapasitas mesin sudah optimal atau belum.
3.2.8.2. Saran Memberikan saran saran untuk bahan pertimbangan pihak perusahaan maupun untuk pembaca atau penulis lain sebagai referensi.
Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.1. Pengumpulan Data 1.
Sejarah Perusahaan PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS
PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS adalah suatu Badan Usaha yang didirikan Seiring pasang surut perjalanan perekonomian nasional, Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (APERLINDO) yang didirikan dan diprakarsai oleh para pengusaha perlampuan pada tahun 1980 sampai dengan saat ini, masih tetap eksis dengan citacita semula yakni membangun masyarakat industri perlampuan menuju masa depan yang lebih baik.
PT. Nikkatsu Elekctric Works di dalam usianya 38 tahun telah ikut berperan serta dalam pembangunan ekonomi nasional di sektor riil,khusus industri manufaktur yang menghasilkan produk ekspor yang banyak menyerap tenaga serta melaksanakan program kemitraan dengan para industri kecil. Tujuan dari program tersebut merupakan suatu kepedulian perusahaan untuk turut mengembangkan usaha kecil serta melaksanakan program pemerintahan, yaitu meningkatkan kesempatan pengusahaan kecil dan golongan ekonomi lemah untuk memperluas usahanya.
Dari hasil pelaksanaan program keterkaitan dengan para pengusaha kecil ini, perusahaan telah mendapatkan “UPAKARTI” pada tahun 1992 dari Presidan Soeharto, sebagai jasa kepeloporan di dalam mengembangkan industri kecil melalui program kemitraan tersebut.
PT. Nikkatsu Elekctric Works sejalan dengan majunya pembangunan perlistrikan di Negara kita yang semakin pesat, perusahaan berupaya mengembangkan sayapnya diantaranya dengan melakukan perluasan pabrik dan pengembangan jenis produksinya yang diharapkan nantinya dapat memenuhi kebutuhan peralatan listrik bagi pemakai didalam maupun di luar negeri.
Tahap demi tahap perusahaan telah berhasil memperluas jaringan pemasaran sehingga produksinya tersebar dan sangat terkenal diseluaruh Indonesia dengan merek “Sinar”. Hal ini disebabkan oleh karena mutu yang diperhatikan sebelum dipasarkan. Hal di atas ditunjang pula dengan pengembangan karyawan kami, baik dalam jumlah maupun dalam mutu dan keahlianya. Oleh karena SDM merupakan hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan, apalagi dalam era perdagangan bebe (AFTA) ini, maka perusahaan giat melakukan pembinaan terhadap karyawan secara kontinyu, baik menyangkut managerial skill maupun teknikal. Dengan melalui lembaga khusus pelatihan yg bernama UP3 (unit pelayanan pelatihan produktifitas. Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas, kami telah memperoleh penghargaan diantaranya : 1. UPAKARTI, sebagai jasa kepeloporan di dalam pengembangan industri kecil pada tahun 1992. 2. SIDDHAKARYA dalam bidang produtivitas tingkat propinsi jawa barat, tahun 1995. 3. Perusahaan Teladan Pembina K3 tingkat kotamadya bandung, tahun 1996. 4. Pengusaha Teladan Penyelengara K3 tingkat kotamadya bandung, tahun 1996. 5. Perusahaan Teladan Pembina K3 tingkat kotamadya bandung, tahun 1997.
6. Pengusaha Teladan Penyelengara K3 tingkat kotamadya bandung, tahun 1997. 7. Karyawan Teladan tingkat Jawa Barat,tahun 1994. 8. PARAMAKARYA dalam bidang produktifitas tingkat nasional,Tahun 1996. 9. Sertifikat Audit Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) dengan katagori Bendera Emas tahun 2000. 10. Nominasi PRIMANIYARTA tahun 2008 kategori Pembangunan Merek Global. Dengan banyaknya penghargaan tersebut tentunya semakin besar pula tanggung jawab perusahaan, khususnya dalam menjaga mutu dan peningkatan produktivitas. Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas dan pelayanan maka perusahaan telah menerapkan Sistem manajemen Mutu melalui ISO 9001:2008 dan standar produk Internasional yaitu JIS (jepang), SASO (Arab saudi), TUV (jerman), dan UL standard (Amerika) serta standard nasional yaitu SNI LHE NO.04-6504-2001 sertaSNI Ballast no 04-3561-1994 yang merupakan perusahaan pertama yang telah memiliki SNI ballast.
A. Frofil Perusahaan Berikut adalah frofil dari PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS : Nama perusahaan
: PT. NIKKATSU ELECTRIC WORKS
Pengurus Perseroan - Komisaris
: Brigjen TNI (Purn) H. Yoyo Kusnadi, SH
- Direktur Utama
: Drs. H Dicky Hidayat, B. SC
- Direktur Umum
: Drs. Oepeno Handoyo
- Direktur Teknik & Produksi
: A. Jamhur permana, S. Sos
Pemegang Saham
: Corry K. Djuwanta
Drs. H Dicky Hidayat, B. SC Sintarto Wijatman Tolip Tanaga Djoni B. Auning Didirikan
: 13 Oktober 1970
Akta Pendirian
: Nomor 11 Tanggal 13 Oktober 1970 Notaris Widyanto Pranamiharjda, SH.
Akta Perubahan
: No 03tgl 3 Nopember 2008 Notaris Lely Zulkarnaen, SH Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI No. AHU-01833.AH.01.10Tahun 2009 tgl 9 Januari 2009 Status
: PMDM (Penanaman Modal Dalam Negeri)
Alamat
: JL> Cimuncang 70 bandung – 40125 : Telp. (022) 7208088 – FAX : (022) 7206956, 7206990, 7276000,7279657
E-mail
:
[email protected]
Jenia Usaha
: industry manufaktur ala-alat listrik, core dan
lampu hemat Energy Jenis & Kapasitas Produksi
: Ballast 10W ~ 40W
:
3.951.520 Pcs/tahun Transformer 1VA ~ 35 KVA
: 118.000
Pcs/tahun
Lampu hemat energy 5W ~ 45 W : 10.080.000 Pcs/thun
Core
:
28.862.208 Pcs/thun
( 5.822 ton/tahun ) Merek Dagang
: Sinar
Jumlah Tenaga Kerja
: 391 orang
Visi :
menjadi perusahaan yang terkenal dan unggul dalam menghasilkan produk alat-alat listrik di Indonesia
yang
bertaraf
nasional
dan
internasional. Misi :
menjamin kepuasan terhadap : pelanggan, masyarakat
dan
karyawan
menghasilkan
suatu
mengutamakan
factor
dengan
produk :
Quality,
delivery,safety, moral dan environmental.
yang cost,
B. Produk Dari PT. Nikkatsu Electric Works Berikut adalah produk dari PT. Nikkatsu Electric Works seperti yang tertera di bawah ini: Produk – produk dari PT. Nikkatsu Electric Works
Gambar 4.1. Produk Dari PT. Nikkatsu Electric Works
C. Struktur Organisasi PT. Nikkatsu Elektric Works Berikut adalah Struktur Organisasi PT. Nikkatsu Electric Works :
Gambar 4.2. Struktur Organisasi PT. Nikkatsu Electric Works
71
Informas-informasi yang di dapat dari penelitian yang dilakukan di perusahaan menjadi bahan untuk melakukan pengolahan data adalah sebagai berikut:
2. Data Proses produksi dan Waktu baku Nama Produk : Lampu Hemat Energi Data Proses produksi dan waktu Baku Lampu Hemat Energi Tabel 4.1. Data Waktu Baku Proses
Waktu (Detik)
Assy Potong PCB
84’’
Pasang PCB
810’’
Pasang Lampu
1620’’
Test & Tutup
420’’
Packing Lhe Buat Master Box
300’’
Buat Inner Box Pasang Lot No
381’’ 163’’
Label QC Passed Pasang Sup & Nasukkan Lampu
256’’ 162’’
Test Lampu
91’’
Masukkan Lampu Ke Inner Box Packing
315’’ 268’’
Aging Test Lampu Total Waktu
405’’ 5275’’
72
3.
Data Demand 12 bulan ke belakang Tabel 4.2.Data demand 12 Bulan ke belakang
1
MEI
2010
DEMAND (UNIT) 3175
2
JUNI
2010
3275
23
3
JULI
2010
3650
23
4
AGUSTUS
2010
3150
22
5
SEPTEMBER
2010
3875
24
6
OKTOBER
2010
3650
23
7
NOVEMBER
2010
4250
21
8
DESEMBER
2010
4350
23
9
JANUARI
2011
4075
21
10
FEBRUARI
2011
3550
18
11
MARET
2011
3750
23
12
APRIL
2011
4550
20 260
PERIODE
BULAN
TAHUN
TOTAL
HARI KERJA 19
45300
4. Data Maksimal Jam kerja / hari
= 8 jam / hari
5. Data Tenaga kerja awal
= 29 orang
6. Inventori awal
= 5% X 58070 = 2903.5 = 2904 unit
7. Data-data Ongkos Produksi Ongkos kerja
= Rp 1.500.000 / bulan /orang
Kapasitas subkontrak
= 4500 unit
Kapasitas pada jam kerja lembur
= 20% dari jam kerja normal
Ongkos per unit pada jam kerja normal = Rp 5000, Ongkos per unit pada jam kerja lembur = Rp 6000, Ongkos per unit pada jam kerja subkontrak = Rp 7000, Ongkos persediaan per unit per periode = Rp 300, Ongkos per unit periode
= Rp 500,-
73
4.2. Pengolahan Data 4.2.1. Rencana Produksi Agregat Data Demand diambil dari dari hasil Permintaan order di PT.NIKKATSU ELECTRIC WORKS Bandung, data demandnya sebagai berikut:
Tabel 4.3. Data Demand dan Hari Kerja.
1
MEI
2010
DEMAND (UNIT) 3175
2
JUNI
2010
3275
23
3
JULI
2010
3650
23
4
AGUSTUS
2010
3150
22
5
SEPTEMBER
2010
3875
24
6
OKTOBER
2010
3650
23
7
NOVEMBER
2010
4250
21
8
DESEMBER
2010
4350
23
9
JANUARI
2011
4075
21
10
FEBRUARI
2011
3550
18
11
MARET
2011
3750
23
12
APRIL
2011
4550
20 260
PERIODE
BULAN
TAHUN
TOTAL
4.2.2.1. Metode Hibrid Jumlah unit yang dapat diproduksi selama 1 jam
u 3600 3600 0.68 unit j WB 5275 Jumlah unit yang dapat diproduksi selama 1 hari U
H
u 8 jam 0.68 8 5.45 6 unit j
Untuk 29 pekerja = 6 unit x 29 orang = 174 unit
45300
HARI KERJA 19
74
UPRT Pr oduksi jam normal HK U H
UPRT periode 1 = 19 x 174 = 3306 unit UPRT periode 12 = 20 x 174 = 3480 unit UPOT = Produksi lembur = 20% x UPRT UPOT periode 1 = 20 % x 3306 = 662 UPOT periode 12 = 20 % x 3480 = 696 Kebutuhan Tambahan (KT) KT = Dt – UPRTt – It-1 KT1 = 3175 – 3306 – 2904 = -3035 = 0 KT12 = 5327 – 3480 – 0= 1847 Kebutuhan Setelah Produksi Normal dan Lembur (Sub contrak) Sub contrak t = KTt - UPOTt Sub contrak 1 = 0 – 0 = 0 Sub contrak 12 = 1847 – 697 = 1150 Inventory It = It-1 + UPRT + UPOT + Sub contrak – Dt I1= 2904+ 3306 + 0 + 0 – 4352 = 1858 I12=0 + 3480 + 697 +1150–5327 = 0
75
Tabel 4.4. kapasitas produksi untuk metode Hibrid Periode
HK
Demand
UPRT
UPOT
1
19
3175
3306
662
2
23
3275
4002
801
3
23
3650
4002
801
4
22
3150
3828
766
5
24
3875
4176
836
6
23
3650
4002
801
7
21
4250
3654
731
8
23
4350
4002
801
9
21
4075
3654
731
10
18
3550
3132
627
11
23
3750
4002
801
12 Total
20 260
4550 45300
3480 45240
696 9054
Metode hibrid ini, satu metode dalam perencanaan produksi agregat yang memproduksi sesuai dengan kapasitas. Dibawah ini merupakan perhitungan dari metode hibrid untuk perencanaan produksi Lampu Hemat Energi, disajikan pada tabel di bawah ini.
76
Tabel 4.5. Metode Hibrid P
HK
Demand
UPRT
KT
UPOT
Sub contrak
I
1
19
3175
3306
0
0
0
3035
2
23
3275
4002
0
0
0
3762
3
23
3650
4002
0
0
0
4114
4
22
3150
3828
0
0
0
4067
5
24
3875
4176
0
0
0
4368
6
23
3650
4002
0
0
0
4720
7
21
4250
3654
0
0
0
4124
8
23
4350
4002
0
0
0
3776
9
21
4075
3654
0
0
0
3055
10
18
3550
3132
0
0
0
2637
11
23
3750
4002
0
0
0
2889
12
20
4550
3480
0
0
0
1819
Total
260
45300
45240
0
0
0
42366
Tabel 4.6. Total Ongkos Metode Hibrid UPRT
45240 x Rp 5.000,-
Rp 226.200.000,-
UPOT
0 x 6.000
Rp 0,-
Sub contrak
0 x 7.000
Rp 0,-
Inventory
42366 x Rp 300
Rp 12.709.800,-
Total Ongkos
Rp 238.909.800,-
77
4.2.2.2. Metode Transportasi Jumlah unit yang dapat diproduksi selama 1 jam
u 3600 3600 0.68 unit j WB 5275 Jumlah unit yang dapat diproduksi selama 1 hari U
H
u 8 jam 0.68 8 5.45 6 unit j
Untuk 29 pekerja = 6 unit x 29 orang = 174 unit
UPRT Pr oduksi jam normal HK U H
UPRT periode 1 = 19 x 174 = 3306 unit UPRT periode 12 = 20 x 174 = 3480 unit UPOT = Produksi lembur = 20% x UPRT UPOT periode 1 = 20 % x 3306 = 662 UPOT periode 12 = 20 % x 3480 = 696
78
Tabel 4.7. Kapasitas Produksi Untuk Metode Transportasi Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Total
HK 19 23 23 22 24 23 21 23 21 18 23 20 260
Demand 3175 3275 3650 3150 3875 3650 4250 4350 4075 3550 3750 4550 45300
UPRT
UPOT
3306 4002 4002 3828 4176 4002 3654 4002 3654 3132 4002 3480 45240
662 801 801 766 836 801 731 801 731 627 801 697 9054
SC 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 4500 54000
Dari metode Transportasi didapatkan ongkos-ongkos yang terjadi dan total supply produksi. Dibawah ini merupakan perhitungan dari metode hibrid untuk perencanaan produksi Lampu Hemat Energi, disajikan pada tabel di bawah ini.
79
Tabel 4.8. Transportasi
80
Tabel 4.9. Summary Untuk RPA Strategi Transportasi Periode
UPRT
UPOT
SC
Total Supply
Demand
Inventori Akhir
1
3306
0
0
3306
3175
3035
2
4002
0
0
4002
3275
3762
3
4002
0
0
4002
3650
4114
4
3828
0
0
3828
3150
4067
5
4176
0
0
4176
3875
4368
6
4002
0
0
4002
3650
4720
7
3654
0
0
3654
4250
4124
8
4002
0
0
4002
4350
3776
9
3654
0
0
3654
4075
3055
10
3132
0
0
3132
3550
2637
11
4002
0
0
4002
3750
2889
12
3480
0
0
3480
4550
1819
Jumlah
45240
0
0
45240
45300
42366
Tabel 4.10. Total Cost Metode Transportasi UPRT
45240 x Rp 5.000,-
Rp 226.200.000,-
UPOT
0 x 6.000
Rp 0,-
Sub contrak
0 x 7.000
Rp 0,-
Inventory
42366 x Rp 300
Rp 12.709.800,-
Total Ongkos
Rp 238.909.800,-
81
Tabel 4.11. Tabel Perbandingan Tabel Perbandingan Metode Total Cost Hibrid
Rp 238.909.800,-
Transportasi
Rp 238.909.800,-
Dari tabel perbandingan antara metode hibrid dengan metode transportasi diatas diperoleh ongkos yang sama yaitu dengan total cost Rp 238.909.800. Karena total cost yang diperoleh sama, maka bisa memilih salah atu metode sesuai yang di inginkan. 4.2.2. Proses Disagregasi Dikarenakan Jumlah family dan jumlah item yang terdapat dalam produk ini hanya ada 1 maka data MPS di ambil dari data alternatif yang terpilih.
Total Supply yang terdapat dari RPA pada tabel 4.9
Master Schedule Tabel 4.12. Master Schedule
item Lampu Hemat Energi
Periode 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
3306
4002
4002
3828
4176
4002
3654
4002
3654
3132
4002
3480
82
4.2.3. Master Production Schedule (MPS) Adapun data-data yang di perlukan untuk perancangan MPS adalah Sebagai berikut:
Data Actual Order Merupakan data yang berupa pesanan konsumen yang sudah di terima sehingga statusnya pasti, di dapat dari perusahaan adalah sebanyak 1500 unit setiap periode.
Inventory Item Merupakan persediaan awal (inventory awal) yang di peroleh dari perusahaan yaitu sebesar 2904 unit.
Safety Stock = 0
Perencnaan Dalam Beberapa Zona waktu: DTF (Demand Time Fences) Menggunakan zona waktu 3 periode kebijaksanaan yang di tetapkan untuk mencatat dimana terdapat berbagai keterbatasan atau perubahan dalam prosedur produksi, yang di definisikan sebagai periode mendatang dimana dalam periode ini menggunakan data dari aktual order yang merupakan Final Assembly
PTF (Planing Time Fences) Menggunakan zona waktu 3 periode setelah perencanaan DTF di mana dalam periode ini perubahan – perubahan terhadap MPS dievaluasi guna mencegah ketidak sesuaian yang akan menimbulkan kerugian yang di definisikan sebagai periode
mendatang dimana dalam periode ini menggunakan data jumlah terbesar antara aktual order dengan forecast yang merupakan komulatif lead time.
83
Tabel 4.13. Master Production Schedule (MPS) Description : Lampu Hemat Energi
DTF : 3 Periode
Order Qty : 1 periode
PTF : 6 Periode
SS : 0 Periode 1 3175 Forecast 1500 Act.order 2904 4710 PAB ATP 3210 MS 3306 PO 271
2 3275 1500
DTF 3 3650 1500
4 3150 1500
5 3875 1500
PTF 6 3650 1500
7 4250 1500
8 4350 1500
9 4075 1500
10 3550 1500
11 3750 1500
12 4550 1500
5406 1002 4002 1435
5406 1002 4002 1756
6084 828 3828 2256
6385 1176 4176 2209
6737 1002 4002 2735
6141 654 3654 2487
5793 1002 4002 1791
5372 654 3654 1718
4954 132 3132 1822
5206 1002 4002 1204
4136 480 3480 656
Contoh perhitungan: Untuk Daerah DTF: PABt = PAB(t-1) + MSt – AOt PABt = 2904 + 3306 – 1500 = 4710 Untuk Perhitungan periode 2 dan 3 sama dengan perhitungan Periode 1 untuk daerah DTF, dan daerah PTF untuk perhitungan periode 4 – 6 yaitu:
PABt = PAB(t-1) + MSt – max (AOt,Ft) PABt = 5406 + 3828 – 3150 = 6084
Sedangkan Untuk Periode 7 dan seterusnya perhitungan menggunakan data Forecast PABt = PAB(t-1) + MS1 – Ft PABt = 6737 + 3654 – 4250 = 6141
Perhitungan untuk ATP (Available to Promise) pada periode 1 ATPt = PAB(t-1) + MS1 – AOt ATPt = 2904 + 3306 – 1500 = 3210
84
Perhitungan untuk PO pada periode 1 PO = F + SS - PAB(t-1) PO = 3175 + 0 – 2904 = 271
4.2.3. Rought Cut Capacity Planning (RCCP) Dalam Rought Cut Capacity Planning (RCCP) menggunakan metoda Bill of Labour Approach (BOLA) karena metoda ini dapat melihat jumlah kebutuhan kapasitas yang diperlukan dengan mengkalikan waktu tiap komponen dengan jumlah produk dari MPS
Jadwal Induk Produksi Tabel 4.14. Jadwal Induk Produksi
item
Periode 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
4710
5406
5406
6084
6385
6737
6141
5793
5372
4954
5206
4136
Lampu Hemat Energi
Rought Cut Capacity Planning (RCCP) Dperoleh dengan mengkalikan waktu standar hour tiap Work Station dengan banyaknya unit yang terdapat dalam jadwal induk Produksi (MPS)
85
Tabel 4.15. Kapasitas Dibutuhkan (jam) Periode WS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Potong PCB
109.90
126.14
126.14
107.71
105.30
105.30
105.30
105.30
105.30
105.30
105.30
105.30
Pasang PCB
1059.75
1216.35
1216.35
1038.60
1015.43
1015.43
1015.43
1015.43
1015.43
1015.43
1015.43
1015.43
Pasang Lampu
2119.50
2432.70
2432.70
2077.20
2030.85
2030.85
2030.85
2030.85
2030.85
2030.85
2030.85
2030.85
Test & Tutup
549.50
630.70
630.70
538.53
526.52
526.52
526.52
526.52
526.52
526.52
526.52
526.52
Buat Master Box
392.50
450.50
450.50
384.67
376.08
376.08
376.08
376.08
376.08
376.08
376.08
376.08
Buat Inner Box
498.48
572.14
572.14
488.53
477.63
477.63
477.63
477.63
477.63
477.63
477.63
477.63
Pasang Lot No
213.26
244.77
244.77
209.00
204.34
204.34
204.34
204.34
204.34
204.34
204.34
204.34
Label QC Passed
334.93
384.43
384.43
328.25
320.92
320.92
320.92
320.92
320.92
320.92
320.92
320.92
211.95
243.27
243.27
207.72
203.09
203.09
203.09
203.09
203.09
203.09
203.09
203.09
119.06
136.65
136.65
116.68
114.08
114.08
114.08
114.08
114.08
114.08
114.08
114.08
412.13
473.03
473.03
403.90
394.89
394.89
394.89
394.89
394.89
394.89
394.89
394.89
350.63
402.45
402.45
343.64
335.97
335.97
335.97
335.97
335.97
335.97
335.97
335.97
Pasang Sup & Masukkan Lampu Test Lampu Masukkan Lampu Ke Inner Box Packing Test Lampu
529.88
608.18
608.18
519.30
507.71
507.71
507.71
507.71
507.71
507.71
507.71
507.71
Jumlah
6901.46
7921.29
7921.29
6763.72
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
Contoh Perhitungan: Periode 1 = Standar Hour x MPS1 = 0.023 x 4710 = 109,90
Kapasitas yang tersedia Tabel 4.16. Kapasitas yang Tersedia (jam)
Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
HK
19
23
23
22
24
23
21
23
21
18
23
20
JK TK
8 29
8 29
8 29
8 29
8 29
8 29
8 29
8 29
8 29
8 29
8 29
8 29
Jam Tersedia
4408
5336
5336
5104
5568
5336
4872
5336
4872
4176
5336
4640
Contoh Perhitungan: Periode 1 = HK x JK x TK = 19 x 8 x 29 = 4408
86
4.2.4.1. Perbandingan Kapasitas yang dibutuhkan dangan Kapasitas yang tersedia Tabel 4.17. Tabel Perbandingan (jam) Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jam Dibutuhkan
6901.46
7921.29
7921.29
6763.72
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
Jam Tersedia
4408
5336
5336
5104
5568
5336
4872
5336
4872
4176
5336
4640
Gambar 4.3. Diagram Perbandingan Kapasitas
Kebutuhan jam kerja pada jadwal induk cukup besar sehingga sulit untuk di terapkan pada
lantai produksi dalam keadaan sekarang ini, apabila perusahaan tidak
meningkatkan kapasitas sesuai dengan tuntutan jadwal perusahaan akan mengalami keterlambatan penyelesaian order konsumen. Peningkatan ini bisa dari jumlah pekerja, jumlah mesin yang di perlukan, waktu kerja tambahan (penambahan Shift), maupun dari proses produksinya sendiri seperti mempercepat waktu produksi jika memungkinkan ataupun membuat perusahaan baru sesuai kebijakan yang berlaku di perusahaan.
87
Bab 5 Analisis
5.1. Analisis Rencana Produksi Agregat Perencanaan agregate adalah mencari kombinasi terbaik untuk meminimasi ongkos atas beberapa pilihan yang dihadapi untuk memenuhi permintaan produk. Tujuan perencanaan agregate adalah merencanakan jadwal induk produksi untuk beberapa periode mendatang, merencanakan kondisi optimal ketersediaan sumber daya terhadap ekspektasi permintaan produk, serta pengembangan strategi penggunaan sumber daya itu.
Data yang digunakan dalam melakukan perhitungan ini adalah data peramalan yang terpilih dari data peramalan yang ada yaitu data peramalan dengan metode Regresi Linear. Serta data-data seperti jam kerja perhari, maksimal overtime, waktu baku, tenaga kerja awal, inventory awal, dan data-data mengenai ongkos produksi yang keseluruhanya di dapat dari perusahaan. Perhitungan rencana produksi ini menggunakan dua metode yaitu Hibrid dan metode Transprtaasi. Kedua metode tersebut digunakan dalam pencapaian minimasian biaya produksi.
5.1.1. Analisis Metode Hibrid Metode hibrid ini adalah satu metode dalam perencanaan produksi agregat yang memproduksi
sesuai dengan kapasitas. Pada metode ini tenaga kerja yang
dibutuhkan yaitu sebanyak 29 orang sesuai tenaga kerja tetap yang dimiliki perusahaan. Jumlah demand yang sebesar 45300 unit sudah bisa terpenuhi oleh produksi jam normal yang 45240 unit. Total cost yang dihasilkan pada metode ini adalah Rp 238.909.800.
88
5.1.2. Analsis Metode Transportasi Pada metode ini tenaga kerja yang dibutuhkan yaitu sebanyak 29 orang sesuai tenaga kerja tetap yang dimiliki perusahaan Pada metode ini kita harus dapat memenuhi demand dengan prioritas utama pada jam normal yang terjadi adalah 45240 unit. Total cost yang dihasilkan pada metode ini adalah Rp 238.909.800.
Dari kedua alternative metode diatas dengan penggunan sumber daya yang sama yaitu tenaga kerja 29 orang maka diperoleh ongkos yang sama pula dengan total cost Rp 238.909.800. Karena total cost yang diperoleh sama, maka bisa memilih salah satu metode sesuai yang di inginkan. Untuk lebih jelasnya dapat diihat pada tabel perbandingan total cost pada tabel 4.11.
5.2. Analisis Jadwal Induk Produksi (MPS) Proses disagregasi adalah proses merubah hasil rencana produksi agregat menjadi jumlah yang harus diproduksi untuk setiap produk atau item, hasil dari disagregasi ini berupa jadwal induk produksi. Dikarenakan Jumlah item yang digunakan haya satu saja sehingga tidak melakukan perhitungan disagrgasi maka jadwal induk produksi diperoleh dari hasil produksi agregat terpilih yaitu metode Transportasi. MPS akan sangat berguna bagi acuan dalam meningkatan kapasitas produksi sebah pabrik karena didalamnya terdapat beberapa persediaan yang harus terpenuhi, karena tujuan perencanaan ini mengetahui kapasitas produksi yang dimilik perusahaan sebagai acuan perusahaan dalam memenuhi permintaa konsumen.
5.3. Analisis RCCP Pada RCCP yang menggunakan metode dengan pendekatan BOLA dapat diketahui kebutuhan jam kerja tiap work station tergantung proporsinya dalam pembuatan produk. Dari pengolahan data yang terjadi kebutuhan jam kerja pada jadwal iduk cukup besar dan sulit untuk dterapkan kedalam lantai produksi apabila perusahaan tidak meningkatkan kapasitas sesuai dengan tuntutan jadwal, perusahaan akan
89
mengalami keterlambatan penyelesaian order. Peningkatan ini bisa dari jumlah pekerja, jumlah mesin, waktu kerja tambahan maupun dari proses produksinya sendiri, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 4.15.
5.4.
Usulan Perancangan Kapasitas
Usulan perancangan kapasitas dibuat untuk memenuhi kapasitas yang dibutuhkan terhadap kapsitas yang tersedia di perusahaan untuk memenuhi permintaan.
5.4.1. Perancangan Kapasitas dengan Penambahan Waktu Kerja (Alternatif 1) Perancangan Kapasitas ini dilakukan dengan penambahan waktu kerja setengah shift (4 jam) setiap bulanya.
Tabel 5.1. Kapasitas yang tersedia setelah penambahan jam kerja (jam) Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 HK 19 23 23 22 24 23 21 23 21 18 23 20 JK 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 TK 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 Jam Tersedia 6612 8004 8004 7656 8352 8004 7308 8004 7308 6264 8004 6960
Berikut ini adalah perbandingan antara kapasitas yang dibutuhkan dan kapasitas yang tersedia setelah penambahan waktu kerja (penambahan setengah shift) adalah sebagai berikut: Tabel 5.2. Perbandingan Setelah penambahan jam kerja (jam) Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jam Dibutuhkan
6901.46
7921.29
7921.29
6763.72
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
Jam Tersedia
6612
8004
8004
7656
8352
8004
7308
8004
7308
6264
8004
6960
90
Gambar 5.1. Grafik Perbandingan Kapasitas penambahan waktu kerja
Total Cost Penambahan Jam kerja (4jam) 4 jam x Rp. 9000/jam x 29orang x 260 hari
= Rp 271.440.000
Ket: Ongkos penambahan jam Kerja Termasuk kedalam ongkos lembur
5.4.2. Perancangan Kapasitas dengan Penambahan Tenaga Kerja (Alternatif 2) Perancangan Kapasitas ini di buat dengan menambahkan tenaga kerja sebanyak 17 orang setiap bulanya untuk memenuhi permintaan.
Tabel 5.3. Kapasitas yang tersedia setelah penambahan tenaga kerja (orang) Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
HK
19
23
23
22
24
23
21
23
21
18
23
20
JK
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
TK
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
46
Jam Tersedia
6992
8464
8464
8096
8832
8464
7728
8464
7728
6624
8464
7360
Berikut ini adalah perbandingan antara kapasitas yang dibutuhkan dan kapasitas yang tersedia setelah penambahan jumlah tenaga kerja (penambahan mesin) adalah sebagai berikut:
91
Tabel 5.4. Perbandingan Setelah penambahan tenaga kerja (orang) Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jam Dibutuhkan
6901.46
7921.29
7921.29
6763.72
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
6612.80
Jam Tersedia
6992
8464
8464
8096
8832
8464
7728
8464
7728
6624
8464
7360
Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Kapasitas penambahan tenaga kerja
Total Cost Produksi:
= Rp. 291.356.200
Total Cost Reguler = total cost/TK Rp. 291.356.200/29 orang
= Rp. 10.046.765
Total Cost: Total Cost Reguler (terpilih)
= Rp. 10.046.765
Total Rp. 10.046.765 x 17 orang
= Rp. 170.795.005
Ket: Penambahan jumlah pekerja berpengaruh pada penambahan jumlah mesin.
92
5.4.3. Analisis Perbandingan Usulan Perancangan Kapasitas Setelah melakukan perancangan kapsitas maka didapat dua alternative yang dapat di ambil yaitu dengan penambahan waktu kerja atau penambahan tenaga kerja, berikut adalah perbandingan total cost untuk masing-masing alternatif: Tabel 5.5. Perbandingan Ongkos Usulan Perancangan Kapasitas
Ongkos
Penambahan Waktu Kerja
Penambahan Pekerja /Mesin
Rp 271.440.000
Rp. 170.795.005
Dari perbandingan total cost tersebut dapat dilihat bahwa penambahan jumlah pekerja menghasilkan total cost yang lebih kecil dari pada penambahan waktu kerja. Perancangan kapasitas dengan penambahan tenaga kerja sebanyak 17 orang ini bertujuan untuk memenuhi kapasitas yang dibutuhkan terhadap kapasitas yang tersedia di perusahaan dengan total cost sebesar Rp. 170.795.005.
Bab 6 Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan Dari langkah langkah pengolahan data yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Rencana Produksi Aggregat dilakukan dengan dua alternatif yaitu metode hibrid dan transportasi, nilai total cost terkecil di jadikan alternatif yang terpilih dari alternatif yang ada. Dari dua alternative tersebut dengan penggunan sumber daya yang sama maka diperoleh ongkos yang sama pula. Karena total cost yang diperoleh sama, maka bisa memilih salah satu metode sesuai yang di inginkan. 2. Dalam MPS terdapat batas waktu penyesuaian pesanan yang dibagi kedalam Demand Time Fences (DTF) dan Planing Time Fences (PTF). Dalam perhitungan MPS, DTF ditentukan pada periode ke-3 dan PTF pada periode ke-6. Perhitungan PAB dibagi kedalam beberapa daerah yaitu daerah sebelum DTF menggunakan aktual order, pada daerah kedua yaitu PTF menggunakan maksimasi antara aktual order dan Forecast. PTF dan DTF sangat mempengarui jumlah PAB yang dibuat. 3. Rough Cut Capacity Planing
Perencanaan kapasitas kasar ini akan menjadi kerangka dasar untuk perencanaan
kebutuhan,
penjadwalan
dan
implementasi
selanjutnya.
Peningkatan kapasitas produksi sangat diperlukan untuk memenuhi Demand pasar.
Kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan relatif lebih sedikit jika di bandingkan dengan permintaan pasar, yang menjadikan
faktor penyebab sering terjadinya keterlambatan pesanan kepada konsumen.
Tahap penjadwalan dan implementasi sangat dibutuhkan untuk melakukan sebuah perancangan yang optimal.
4. Usulan perancangan kapasitas dapat dilakukan dengan cara penambahan waktu kerja ataupun dengan cara penambahan tenaga kerja. Penambahan waktu kerja sebanyak 4 jam per hari dan penambahan tenaga kerja sebanyak 17 orang. Dari perbandingan total cost tersebut dapat dilihat bahwa penambahan jumlah pekerja menghasilkan total cost yang lebih kecil dari pada penambahan waktu kerja sehingga usulan penambahan jumlah pekerja bisa digunakan untuk memenuhi kapasitas yang dibutuhkan.
6.2. Saran Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran atau referensi bagi perusahaan dalam meningkatkan produktifitas dan menambah kapasitasnya. Adapun saran yang mungkin menjadi bahan acuan bagi perusahaan, penulis cantumkan dalam point-point sebagai berikut:
Salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas produksi adalah dengan menambah jam kerja, hal ini bisa dilakukan dengan memberlakukan overtime atau menambah shift kerja, sehingga perusahaan bisa bekerja lebih dari 8 jam perhari, ataupun dengan melakukan penambahan tenaga kerja dan mesin.
Perusahaan harus memperhatikan tenaga kerja supaya tidak mengalami keterlambatan order.
Perusahaan harus mengetahui kapasitas yang dimiliki perusahaan agar tidak terjadi keterlambatan order.
DAFTAR PUSTAKA
1. Azhar, Ginanjar (2011), Tugas akhir teknik industri UNIKOM Bandung, Analisis Perancangan Kapasitas Produksi Produk Cover Oil Cooler Euro di PT. WIKA INTRADE, Bandung. 2. Ginting, Rosnani (2007), Sistem Produksi, Graha Ilmu, Yogyakarta. 3. Henny (2007), Buku Panduan Praktikum Sistem Produksi UNIKOM , Bandung. 4. Henny (2009), Hand Out
Kuliah UNIKOM, Perencanaan dan
Pengendalian Produksi, Bandung. 5. Herlambang, Dadan (2008), Tugas akhir teknik industri ITB Bandung Analisis Pengendalian Kapasitas Mesin di PT MULTI ABADI, Bandung. 6. Purnomo, Hari (2003), Pengantar teknik Industri, Graha Ilmu, Yogyakarta.
RIWAYAT HIDUP
NAMA
: AGUNG SETIAWAN
TGL LAHIR
: 27 SEPTRMBER 1988
TEMPAT LAHIR
: TULUNGAGUNG
TELEPON
: 085722664493
MAIL
:
[email protected]
PENDIDIKAN
SD NEGERI TULUNGREJO 2
SMP NEGRI 1 KARANGREJO
SMA PGRI 1TULUNGAGUNG
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA