Analisis Asam – Asam – Basa Basa Danny E J luhulima,dr.,SpPK FK – FK – UKI, UKI, Jakarta +
Asam adalah senyawa yang dapat mendonorkan ion hydrogen (H )/proton, sedangkan basa adalah senyawa yang dapat melepaskan ion hydroxyl (OH ) atau sebagai penerima proton. Buffer /penyangga /penyangga adalah kombinasi ko mbinasi dari asam lemah atau basa lemah dan gara mnya. Pengaturan asam basa diatur oleh konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam tubuh. Perubahan kecil + konsentrasi ion H sudah dapat merubah kecepatan reaksi kimia sel. +
+
Peningkatan konsentrasi ion H disebut “asidosis”, sedangkan penurunan konsentrasi H disebut + + “alkalosis”. Ph adalah konsentrasi ion H dan dinyatakan dengan persamaan pH persamaan pH = - log [H ], + + dimana [H ] adalah kadar ion H dalam satuan mol/l. Berdasarkan rumus ini maka asidosis diartikan sebagai pH yang rendah, sebaliknya alkalosis adalah pH yang tinggi. pH dalam arteri berkisar 7,35 – 7,45. Keadaan ini harus dipertahankan oleh tubuh, antara lain dengan sistem penyangga asam bicarbonatebicarbonate-carbonic (H2CO3 (asam carbonic) ↔ HCO3 (bicarbonate) + + H ) yang yang memiliki memiliki pH 6,1. Beberapa penyangga yang penting antara lain: lain: bikarbonat bikarbonat (ektraseluler), fosfat (intraseluler, (intraseluler, urine), protein (intraseluler, (intraseluler, plasma), p lasma), dan hemoglobin. hemoglobin .
Pengaturan Asam – Basa di paru Paru berfungsi melepaskan CO2 dan mengambil O2 dari udara. Dalam darah sebagian besar CO2 (70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat dengan bantuan enzim carbonic anhydrase (c anhydrase (c .a). .a). Pelepasan CO2 terjadi dengan reaksi kimia sebagai b erikut: +
CO + H O 2
2
H CO 2
3
c.a
H +
-
HCO
3
Pada hiperventilasi reaksi akan bergeser ke kiri, sebaliknya hipoventilasi reaksi bergeser ke kanan. Pergeseran ini dipengaruhi oleh tekanan CO2, O2 dan pH darah. Peningkatan kadar pCO2 + akan menghasilkan peningkatan H sehingga pH akan menurun dan terjadi asidosis, disamping itu kadar O2 akan menurun sehingga merangsang kemoreseptor di perifer dan pusat yang selanjutnya memberi sinyal ke pusat pernapasan dimedulla oblongata sehingga kompensasi yang terjadi adalah peningkatan frekuensi napas (hiperventilasi), efek keadaan ini akan menurunkan + ion H dan diharapkan pH akan kembali mendekati normal. Hal yang sebaliknya bila pCO2 menurun, O2 meningkat, maka kompensasi ko mpensasi yang terjadi adalah hipoventilasi.
Pengaturan Asam – Basa di Ginjal Fungsi ginjal dalam mengatur keseimbangan asam – basa adalah dengan jalan mengatur konsentrasi ion H+ melalui peningkatan atau penurunan konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-).
Proses yang terjadi di ginjal dalam mengatur kesembangan ion H+ melewati suatu mekanisme + + yang sangat kompleks dan melibatkan reaksi sekresi ion H , reabsorbsi Na , ekskresi ion bikarbonat ke urine, dan sekresi amonia ke dalam tubulus. Dalam tubulus ginjal (proksimal, distal, koligentes, dan bagian tebal ansa henle) terjadi sekresi + + ion H kedalam cairan tubulus, disertai reabsorbsi ion bikarbonat. Pengaturan sekresi ion H dipengaruhi kadar CO2 di dalam cairan ektra sel. Makin besar kadar CO2 maka prosesnya akan semakin cepat pula.
Persamaan Henderson - Hasselbalch Persamaan ini digunakan untuk menghitung pH suatu larutan. Untuk sistem buffer bikarbonat, Pk (konstanta) adalah 6,1 sehingga persamaan ini menjadi: -
[ HCO ] 3
pH = 6,1 + log ————— [ H CO ] 2
3
Kadar H CO sangat sulit diukur karena selalu berada dalam keseimbangan reversibel dgn CO , 2
3
2
sedangkan kadar CO2 dapat di ukur dengan alat. H2CO3 dapat diganti dengan persamaan sebagai berikut: H2CO3 = 0,03 x pCO2. Nilai 0,03 adalah suatu konstanta faktor kelarutan CO2 di plasma, sedangkan pCO2 adalah tekanan gas CO2 di plasma. Persamaannya berubah menjadi : -
[ HCO ] 3
pH = 6,1 + log —————
HCO3-
komponen metabolik
pCO2
komponen respiratorik
0,03 x pCO2
-
Konsentrasi HCO3 merupakan komponen non respiratorik (metabolik) yang nilainya dipengaruhi oleh ion H+ dan faktor ginjal, sedangkan pCO2 merupakan komponen respiratorik dimana nilainya dipengaruhi oleh hiperventilasi maupun hipoventilasi. Pada hiperventilasi terjadi karena kadar pCO2 meningkat, demikian sebaliknya pada hipoventilasi karena kadar pCO2 menurun. Contoh penghitungan pH: kadar pCO2 normal plasma adalah 35 – 45 mmHg, sedangkan HCO3adalah 22 – 26 mmol/L, maka pH plasma adalah
[ 24 ] pH = 6,1 + log ————— = 7,4 [0,03 x 40]
Kompensasi Kompensasi adalah proses tubuh mengatasi gangguan asam- basa primer dan sekunder, yang bertujuan membawa pH darah mendekati pH normal. Kompensasi dilakukan oleh: buffer , respirasi, dan ginjal. Gangguan keseimbangan asam basa karena proses respiratorik akan dikompensasi oleh proses metabolik, demikian juga sebaliknya, sehingga dalam proses keseimbangan asam basa dikenal adanya:
Asidosis metabolik dengan kompensasi alkalosis respiratorik
Alkalosis metabolik dengan kompensasi asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik dengan kompensasi alkalosis metabolik
Alkalosis respiratorik dengan kompensasi asidosis metabolik
Proses kompensasi respiratorik akan terjadi dalam beberapa jam, sedang proses kompensasi metabolik akan terjadi dalam beberapa hari. Proses kompensasi tidak pernah membawa pH ke rentang normal.
Anion Gap Anion gap (AG) adalah selisih antara elektrolit, ion positif (kation) dan ion negatif (anion) yang terukur dengan yang tidak terukur untuk memastikan apakah ada ketidak seimbangan asam basa. Anion gap digunakan untuk mengetahui peningkatan/penurunan ion yang tidak diperiksa. Anion gap seringkali digunakan untuk mengetahui penyebab asidosis metabolik.
2-
2-
Dalam tubuh terjadi keseimbangan antara kation dan anion, namun kadar HPO4 , SO4 , protein (albumin), anion organik adalah anion yang jarang diukur saat kita ingin mengetahui status elektrolit tubuh, sehingga perlu ada koreksi terhadapnya. Formula yang sering digunakan ada lah: +
-
-
AG = [Na ] – ([HCO ] + [ Cl ]) 3
Nilai normal anion gap adalah 8 – 16 mmol/L. Gangguan anion gap digunakan pada asidosis metabolik. Asidosis metabolik dengan AG normal dapat ditemukan pada: -
Penyakit Ginjal seperti renal tubular acidosis, renal insuffiency ( kehilangan bikarbonas), hipoaldosteronisme/ diuretik spironolakton,
-
kehilangan alkali seperti diare, uterosigmoidostomi, atau
-
minum obat carbonic anhydrase inhibitor (diamox).
Asidosis metabolik dengan AG tinggi dapat terjadi pada: -
Ketosis seperti diabetic ketoacidosis/DKA, alkoholik, kelaparan,
-
Asidosis laktat : hipoperfusi
-
Obat seperti etilenglikol, metanol, salisilat, pengencer cat, penisilin, diuretika (tiazid, diuretic loop)
-
Insufisiensi ginjal : gangguan ekskresi asam
Penurunan AG dapat terjadi pada nilai elektrolit tinggi (misalnya natrium, kalsium, magnesium), keadaan ini ditemukan pada mieloma multipel, nefrosis atau pengaruh obat seperti lithium, diuretik dan klorpropamid. Keadaan lain seperti hipoalbuminemia.
Delta Gap dan Delta Rasio Delta gap adalah anion gap pasien dikurangi anion gap normal, sedangkan Rasio Delta digunakan untuk menilai peningkatan anion gap pada asidosis metabolik dan menilai apakah ada gangguan asam basa campuran (mix). Formula Delta Rasio: = Measured anion gap – Normal anion gap DeNormal [HCO3-] – Measured [HCO3-] = (AG – 12) D(24 - [HCO3-])
Pada tabel berikut merupakan interpretasi delta rasio: < 0,4
asidosis metabolik, anion gap (AG) normal atau hiperkloremik
0,4 – 0,8
asidosis metabolik, AG normal/tinggi asidosis metabolik pada gagal ginjal
1–2
asidosis metabolik dengan AG tinggi asidosis asam laktat (biasanya 1,6) Diabetik ketoasidosis (nilainya mendekati 1 karena ketonuria)
-
>2
HCO meningkat 3
alkalosis metabolik atau kompensasi asidosis respiratorik.
Winter’s formula Adalah suatu formula yang digunakan untuk menilai kompensasi respiratorik ketika hasil evaluasi analisis gas darah menunjukkan kelainan asidosis metabolik. Setiap penurunan 1,2 mmHg pCO2 sebanding dengan 1 mmol HCO3-, atau dapat juga dihitung dengan formula Winter :
pCO2 = (1,5 x HCO3 )+8( ± 2) Jika hasil pCO2 terukur sama dengan hasil penghitungan formula Winter maka kompensasi yang terjadi adekuat. Asidosis respiratorik primer jika hasil pCO2 terukur lebih tinggi dari nilai hitung. Alkalosis respiratorik primer jika pCO2 terukur lebih rendah dari pCO2 hitung.
Penyebab Gangguan Asam - Basa Alkalosis metabolik dapat terjadi pada kelainan: Muntah-muntah / gastric suction, buang air kecil berlebihan, contraction alkalosis, Post hypercapnic alkalosis, hiperreninisme, hipokalemia, sirosis dengan asites, ekses kortikosteroid dan massive blood transfusion. Alkalosis respiratorik dapat terjadi pada: ketegangan/nyeri, Aspirin, febris, sepsis, hipoksemia, kehamilan, insufisiensi hepar, penggunaan ventilator, diffuse interstitial fibrosis. Asidosis Respiratorik dapat terjadi pada: Penyakit paru obstruktif, depresi pusat nafas (obat2an, anestesi), Pickwickian / sleep apnea syndrome, kyphoscoliosis, end state restrictive pulmonary disease.
Analisis Gas Darah Analisa gas darah merupakan salah satu cara mendiagnosis dan penatalaksanaan status oksigenasi dan keseimbangan asam basa. Hal yang di nilai pada analisa gas darah adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
pH darah, Tekanan parsial Karbon Dioksida (PCO2), Bikarbonat (HCO3 ) Base excess (BE) Tekanan Oksigen (PO2) Kandungan Oksigen (O2)
7. Saturasi Oksigen (SO2) 1. pH darah. Kadar HCO3 dan pCO2 merupakan hal penting dalam perhitungan pH, yang dirumuskan dalam persamaan Henderson-Hasselbalch, yang merupakan dasar interpretasi ini. pH tubuh normal berada pada rentang nilai 7,35-7,45
Bila terjadi penurunan pH< 7,35 disebut asidosis
Bila terjadi kenaikan pH > 7,45 disebut alkalosis
2. pCO2 pCO2 darah merupakan komponen respiratorik. Kadar normal pCO2 adalah 35 – 45 mmHg. Asidosis respiratorik terjadi bila kadar pCO 2 > 45 mmHg dan alkalosis respiratorik akan terjadi bila kadar pCO2 < 35 mmHg. -
3. Kadar HCO3 Kadar HCO3 merupakan indikator untuk gangguan karena proses metabolik. Kadar normal HCO3- adalah 22 – 28 mmol/l. Pada asidosis metabolik akan terjadi penurunan kadar HCO3sedang pada alkalosis metabolik akan terjadi kenaikan kadar HCO3 . 4. Base excess (BE) Adalah jumlah asam atau basa yang ditambahkan kedalam 1 liter darah/cairan ekstraseluler o pada suhu 37 C, pCO 40 mmHg dan SO 100%, tujuannya agar pH kembali ke 7,4. Nilai 2
2
BE dapat “+” atau “ ̶“. Nilai rujukan : ̶ 2 sampai + 2. Nilai BE > 2 menunjukkan suatu alkalosis metabolik, sedangkan BE < –2 mengindikasikan asidosis metabolik. 5. Tekanan oksigen (pO2) pO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan hipoksemia sehingga pasien tidak bernafas dengan adekuat. pO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal pO2 adalah 80-100 mmHg. 6. Kadar O2 Merupakan kadar ukuran relatif suatu oksigen yang terlarut dalam suatu media. Di dalam darah kadar oksigen normal adalah > 90%. Kurangnya kadar oksigen dalam darah disebut hipoksemia.
7. Saturasi oksigen (SO2), Adalah ukuran seberapa banyak prosentase oksigen yang mampu dibawa oleh hemoglobin. Satuannya dinyatakan dalam persen. Nilai normal saturasi oksigen adalah > 95 %.
Penentuan parameter ini dapat dilakukan dengan alat “ Blood Gas Analyzer “. pH, pCO2, dan pO2 dapat di ukur secara langsung dengan elektroda, sedang kadar bikarbonat, CO2 total, base excess dan saturasi oksigen dihitung dari formula Henderson-Hasselbalch.
Pengambilan dan penanganan sampel
Jenis Sampel Sampel darah dapat diambil dari: 1. Kapiler Pengambilan darah kapiler sering dilakukan kepada bayi. Pembuluh darah kapiler harus diperlebar sebelum dilakukan penusukan dengan cara menghangatkan tempat o o pengambilan pada suhu 45 C sampai 47 C menggunakan kain basah (arterilisasi). Tempat Pengambilan bisa pada ibu jari kaki, tumit, ujung daun telinga. Pengambilannya menggunakan tabung kapiler yang telah terlapisi heparin. 2. Vena Sampel darah vena sudah ditinggalkan karena tidak mencerminkan status pertukaran gas dalam tubuh secara keseluruhan. 3. Arteri Darah arteri merupakan specimen yang paling baik. Beberapa kelebihan darah arteri dibanding dengan darah vena:
Mewakili keadaan metabolisme tubuh secara keseluruhan, kalau darah vena hanya mencerminkan keadaan metabolisme di lokasi pengambilan. Darah arteri mengidikasikan seberapa baik paru-paru memberikan oksigen kepada darah.
Sampel darah arteri dapat memberikan informasi mengenai kemampuan paru untuk meregulasi atau mengatur keseimbangan asam basa melalui pelepasan atau penyimpanan CO2 serta dapat mengukur efektivitas dari ginjal untuk mempertahankan level bicarbonat yang cukup. Tempat pilihan pengambilan adalah arteri radialis, walaupun arteri brakialis dan femoralis juga dapat digunakan.
Prosedur pemeriksaan 1. Berikan penjelasan kepada pasien atau keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan. 2. Angkatlah pergelangan tangan pasien dengan bantal kecil, dan perintahkan pasien untuk meluruskan jari-jari ke bawah.
3. Rabalah arteri dan gerakkan bagian belakang tangan pasien hingga teraba denyut nadi yang memuaskan. 4. Lakukan desinfeksi pada area tersebut. 5. Siapkan jarum 20/21 G pada siring yang telah diisi heparin.Lakukan pungsi arteri dan ambil darah sebanyak 3-5 ml. 6. Setelah menarik jarum kemudian tutuplah lokasi tersebut dan pertahankan tekanan diatas lokasi penusukan dengan 2 jari selama 2 menit hingga tidak ditemukan perdarahan. 7. Pastikan udara yang ada pada sampel darah telah dikeluarkan secepatnya.Tutuplah syringe dan gulung untuk mencampur darah dan heparin. 8. Berilah label pada sampel tersebut. 9. Letakkan syringe pada es dan kirim ke laboratorium. Untuk menjaga keadaan anaerob, begitu semprit penuh terisi darah, jarum dilepas dan diganti dengan penutup ujung semprit. Adanya gelembung udara harus segera dikeluarkan karena dapat membuat kesalahan. Tidak dianjurkan menusukkan jarum pada karet penutup botol atau membengkokkan jarum. Spesimen harus segera dianalisis, apabila diletakkan di atas es, specimen bisa bertahan hingga 2 jam.
Gambar metode pengukuran analisis gas darah
Nomogram Sigaard – Andersen -
Salah satu cara untuk mendapatkan
nilai
HCO , CO total, base excess 3
2
adalah dengan -
Nomogram Sigaard – Andersen. pH dan pCO2 diukur secara langsung, sedangkan HCO3 , CO2 total, BE didapat dengan cara menarik garis lurus yang melewati nilai pH dan pCO2 terukur. Titik singgung yang terjadi adalah nilai kadar senyawa tersebut.
contoh :
pH : 7,1 pCO2 : 30 mmHg terhitung: HCO - : 17 mmol
tCO2 BE
3
Base excess : - 19 mmol/l ( Hb = 15 g/dl ) pH 7,1
.pCO2 =30 mmHg
HCO3
Jenis Gangguan Asam – Basa 1. Gangguan asam basa sederhana (simple acid -base disorder ) Pada jenis ini, gangguan asam – basa yang terjadi disebabkan oleh satu gangguan primer. 2. Gangguan asam basa campuran ( mixed acid -base disorders) Jenis ini disebabkan oleh lebih dari satu gangguan primer yang terjadi secara serentak. Gangguan ini sering terjadi pada pasien kritis. Perlu diingat bahwa gangguan asam- basa campuran tidak pernah terjadi secara bersama pada asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik. Ciri asam basa campuran adalah: 1. Jarang terjadi kompensasi, 2. pH dalam rentang normal, namun pCO dan HCO - abnormal 2
3
3. Pada asidosis metabolik, perubahan anion gap tidak sesuai dengan perubahan kadar bikarbonas, 4. Bila ada, maka respon kompensasi yang terjadi membawa pH ke rentang normal, sedangkan pada gangguan sederhana, respon kompensasi tidak pernah mencapai pH normal.
Interpretasi Analisis Gas darah Hasil pemeriksaan analisis gas darah harus diinterpretasikan dengan benar. Kesalahan interpretasi dapat berakibat fatal. Salah satu cara menginterpretasikan gas darah de ngan algoritme interpretasi berikut ini: 1. Tentukan pH, pH < 7,35 berarti asidosis pH > 7,35 berarti alkalosis 2. Tentukan pCO2, pCO2 merupakan komponen respirasi, a. pH menurun, pCO2 meningkat artinya asidosis respiratorik b. pH meningkat, pCO2 menurun artinya alkalosis respiratorik -
3. Tentukan HCO3 HCO3 merupakan komponen metabolik, a. pH menurun, HCO3- menurun artinya asidosis metabolik b. pH meningkat, HCO3 meningkat artinya alkalosis metabolik. 4. Tentukan primer dan sekunder Lihat nilai pCO2 dan HCO3-, yang sama interpretasi dengan pH adalah yang primer. Contoh pH 7,56 (alkalosis), pCO2 18 (alkalosis), HCO3 20 (asidosis), maka interpretasi adalah alkalosis respiratorik. -
5. Nilai pCO2 atau HCO3 yang berlawanan dengan pH adalah komponen kompensasi. Contoh pH 7,56 (alkalosis), pCO2 18 (alkalosis), HCO3- 20 (asidosis), maka interpretasi adalah alkalosis respiratorik dengan kompensasi asidosis metabolik.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel interpretasi gas darah
Untuk mekanisme kompensasi dapat di lihat pada tabel berikut ini: No 1 2 3 4
Kelainan Asidosis metabolic Alkalosis metabolik Asidosis respiratorik Alkalosis Respiratorik
Perubahan Primer ↓ HCO3 HCO3 ↑ ↑ pCO2 pCO2 ↓
Kompensasi ↓ pCO2 pCO2 ↑ ↑ HCO3 HCO3 ↓
Cara lain menginterpretasi gas darah telah diusulkan oleh Prof.DR. Eddy Rahardjo dr.,SpAn(K) dan Prof. SP Edijanto,dr., SpPK(K). Mereka mengusulkan suatu algoritme interpretasi analisis gas darah yang dikenal dengan nama algoritme ‘ERS’. Metode tersebut adalah sebagai berikut: pCO2 (Respiratorik)
45
PH “Asidosis”
7.35
BE (Metabolik)
-2
35
7.45 “Alkalosis” 2
Tabel algoritme interpretasi analisis gas darah “ERS”
1. Tetapkan pH, jika pH <7.35, maka berada di posisi kiri, berarti “Asidosis”, dan jika pH >7.45 maka berada di sebelah kanan t abel dan disebut “Alkalosis” 2. Tetapkan pCO2, bila posisinya sejajar dgn pH, penyebabnya adalah “respiratorik” 3. Tetapkan BE, bila sejajar dgn pH, penyebabnya adalah “metabolik” 4. Bila pCO2 & BE sesisi kemungkinan terjadi “Mix”. Bila saling berseberangan maka yang berseberangan dengan pH adalah komponen “kompensasi”
Catatan: a. Bila <7.25 pH atau > 7.55 biasanya telah terjadi “Uncompensated” yaitu kompensasi tubuh sudah tidak adekuat terhadap kelainan pH yang terjadi. b. pH 7.25 – 7.34 adalah Asidosis dengan kompensasi c. 7.46 – 7.55 adalah Alkalosis dengan kompensasi d. 7.35 – 7.45 biasanya Mix atau normal
Contoh kasus 1.
Seorang pecandu morfin datang ke UGD, kemudian diperiksa analisis gas darah dengan hasil: pH 7,24, pCO2 70 mmHg, BE 1 mEq/L dan HCO3- 24 mEq/L, maka status asam – basa penderita tersebut adalah: pCO2 ** (Respiratorik)
45
PH * (Asidosis)
7.35
BE (Metabolik)
-2
35
7.45
***
(Alkalosis)
2
Ph 7,24 terletak sebelah “kiri”, artinya penderita “asidosis” (tanda *) pCO2 70 mmHg terletak di sebelah “kiri” artinya asidosis respiratorik (tanda **) BE 1 mEq/L terletak di tengah (rentang normal), artinya tidak ada gangguan metabolik, tidak ada kompensasi (tanda ***). pH dan pCO2 berada pada sisi yang sama maka primer asidosis respiratorik dan karena pH < 7,25 maka kemungkinan tidak ada kompensasi. Kesimpulan: asidosis respiratorik tanpa kompensasi. Kasus 2. -
pH 7,25, pCO2 25 mmHg, BE -6 mEq/l, HCO3 18 mEq/l pCO2 (Respiratorik)
45
PH * (Asidosis)
7.35
BE *** (Metabolik)
-2
35
**
7.45 (Alkalosis) 2
pH dan BE berada pada sisi yang sama maka asidosis metabolik, pCO2 berada pada posisi alkalosis (berseberangan dengan pH) artinya kompensasi alkalosis respiratorik, karena pH < 7,25 maka kemungkinan kompensasi tidak adekuat (uncompensated )
Kesimpulan: asidosis metabolik dengan kompensasi alkalosis respiratorik yang tidak adekuat. Kasus 3.
Seorang ibu datang ke UGD dengan keluhan sesak dan kesadaran cenderung menurun. Dari hasil laboratorium : Hb 11,9 g/dL, lekosit 9.900/uL, HT 33 %, Na 129 mmol/L, K 5 mmol/L, Cl 105 mmol/L, Ur 87 mg/dL (normal 15 – 39), Cr 1,7 (normal 0,6 – 1,0) g/dL, SGOT 72 IU/L ( normal < 35), SGPT 65 (normal <45), AGD Ph 7,30/ PO2 99 mmHg/ pCO2 26 mmHg/ HCO3 12 meq/L/ BE -12 meq/L/ SO2 99,7 %. Tentukan jenis gangguan asam – basa dan kemungkinan penyakit penyebabnya ! Jawab: AGD : pCO2 (Respiratorik)
45
PH * (Asidosis)
7.35
BE *** (Metabolik)
-2
**
35
7.45 (Alkalosis) 2
pH sebelah kiri tabel, artinya asidosis pCO2 sebelah kanan tabel, artinya alkalosis respiratorik (komponen kompensasi karena berlawanan dengan pH). BE sebelah kiri tabel, artinya asidosis metabolik (komponen primer karena sejajar dengan pH). Karena asidosis metabolic, hitung formula winter: pCO2 = (1,5 x HCO3- )+8( ± 2) 26 = (1,5 x 12)+8 (±2) = 22 kompensasi alkalosis respiratorik tidak adekuat/ primer paru alkalosis respiratorik Karena asidosis metabolik maka kita harus menghitung anion gap (normal 8 – 16): +
-
AG = Na - (HCO3 + Cl ) = 129 – (12 + 105) = 12 AG normal. Asidosis metabolik dengan AG normal dapat ditemukan pada: -
Penyakit Ginjal seperti renal tubular acidosis, renal insuffiency ( kehilangan bikarbonas), hipoaldosteronisme/ diuretik spironolakton,
-
kehilangan alkali seperti diare, uterosigmoidostomi, atau minum obat carbonic anhydrase inhibitor (diamox).
Dari data ditemukan Ur dan Cr meningkat yang merupakan penanda gangguan fungsi ginjal, sehingga gangguan fungsi ginjal merupakan penyebab asidosis metabolik. Delta Rasio: AG – 12
-
24 – HCO
3
= 12 – 12
=0
24 – 12
Delta rasio < 0,4 ditemukan pada asidosis metabolik, AG normal atau hiperkloremik Kesimpulan: Asidosis metabolic, alkalosis metabolik, dan penyebabnya adalah gangguan fungsi ginjal.
Kasus 4 Wanita,55 th datang di IRD dgn keluhan muntah berat. Pemeriksaan fisik : postural hipotensi, takikardia, turgor kulit menurun. Laboratorium: Na 140 K 3,4 Cl 77, Cr 3, AGD Ph 7,23/ PO 99/pCO 22/ HCO 9 / BE -12/ 2
2
3
SO 99,7 %. 2
Tentukan status asam – basa penderita! Jawab. pH 7,23,
asidosis
pCO2 22,
alkalosis
respiratorik
asidosis
metabolik
HCO3-
Kesimpulan: asidosis metabolik dengan kompensasi alkalosis respiratorik yang t idak adekuat? Karena asidosis metabolik maka hitung formula Winter: pCO2 = (1,5 x HCO3 )+8( ± 2) 22 = (1,5 x 9)+ 8 (±2)= 21,5 (±2) kompensasi adekuat. Karena asidosis metabolik maka dihitung AG dan rasio delta AG = Na – ( Cl + HCO ) = 134 – (77+9) = 48 (meningkat) 3
Pada kasus ini AG meningkat disebabkan karena insufiensi ginjal karena Ur = 3 mg/dL Hitung delta rasio karena untuk menilai peningkatan anion gap pada asidosis metabolik dan menilai apakah ada gangguan asam basa campuran (mix).
Delta ratio :
delta AG 48 – 12 36 -------------- = ----------- = ------ = delta HCO 24 - 9 14
2,6
3
> 2 artinya ada primer alkalosis metabolik Pada kasus ini penderita muntah hebat, sehingga ini merupakan penyebab alkalosis metabolik. Kesan : Gangguan asam basa campuran, yaitu “asidosis metabolik” karena insufiensi ginjal, disertai “alkalosis metabolik” karena muntah.
PUSTAKA
1. Edijanto SP, Gangguan Keseimbangan Air, Elektrolit dan Asam Basa Laboratorium Patologi Klinik FK Unair/ RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 2000. 2. Fischbach FT, Dunning MB, Pulmonary Function, Arterial Blood Gases (ABGs ), and Electrolyte Studies, in A Manual of Laboratory and Diagnosis Test, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004, p. 901-970. 3. Guyton A C, fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, alih bahasa Petrus Andrianto, 1995, EGC Jakarta. 4. Interpretation of the Arterial Blood Gas, Orlando Regional Healthcare, Education & Development, 2004. 5. Pengaturan Asam Basa dan Elektrolit, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 2002, Hal 331-340. 6. Pranawa, Panduan Praktis Interpretasi Analisa Gas Darah, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unair/ RSU Dr. Soetomo, Surabaya 2005. 7. Rahardjo E, Pengantar Asam – Basa, MKDU, FK UNAIR, Surabaya, 2008. 8. Scott MG, Heusel JW, et all. Electrolyte and Blood Gas, in Tietz Fundamental of Clinical Chemistry, Fifth Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia 2001, p 494-517. 9. Steven A, Acid base online tutorial, university of connectitut http://fitsweb.uchc.edu/ student/selectives/TimurGraham/Delta_Ratio.html.