BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi sumber daya alam umumnya memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu biasanya sebelum melakuka kegiatan eksplorasi dilakukan survey awal, survey awal ini memakan biaya lebih murah dibandingkan biaya melakukan kegiatan eksplorasi. Tujuan dilakukannya survey awal adalah untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan bumi, menentukan lokasi terget, dan beberapa faktor lain yang nantinya akan mempengaruhi nilai ekonomis sumber daya alam tersebut. Metode gravity merupakan metode geofisika yang sering diaplikasikan untuk survey awal dalam eksplorasi karena metode ini relatif murah dan sangat baik untuk mengetahui kondisi geologi di bawah permukaan bumi dengan skala yang cukup luas. Dalam metode gravity, perlu dilakukan filter pada peta anomali gravitasi yang telah dihasilkan. Tujuan dari filter tersebut adalah untuk memisahkan anomali gravitasi regional dan anomali gravitasi lokal. Filter tersebut dapat dilakukan menggunakan software Oasis Montaj. Selain itu, metode gravity juga dapat digunakan untuk menganalisa struktur bawah permukaan dengan menggunakan analisa derivative. Ada dua macam analisa derivative, yaitu first horizontal derivative (FHD) dan second vertical derivative (SVD). Analisa derivative dilakukan dengan memperhatikan grafik FHD dan grafik SVD hasil dari sebuah sayatan pada peta gravity. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dari praktikum ini yaitu dapat mengerti dan memahami cara melakukan analisa derivative pada sayatan yang dibuat dengan menggunakan Oasis Montaj untuk mendapatkan gambaran struktur bawah permukaan. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menghasilkan Grafik Analisa Derivative, Model Analisa Derivative dan juga untuk mengetahui struktur geologi bawah permukaan pada daerah pengukuran berdasarkan hasil interpretasi.
1
BAB II DASAR TEORI 2.1. Metode Gravity Metode gravity merupakan metode geofisika yang didasarkan pada pengukuran variasi medan gravitasi bumi. Pengukuran ini dapat dilakukan dipermukaan bumi, dikapal maupun diudara. Dalam metode ini yang dipelajari adalah variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan dibawah permukaan, sehingga dalam pelaksanaanya yang diselidiki adalah perbedaan medan gravitasi dari satu titik observasi terhadap titik observasi lainnya. Karena perbedaan medan gravitasi ini relatif kecil maka alat yang digunakan harus mempunyai ketelitian yang tinggi. Tujuan utama dari studi mendetil data gravitasi adalah untuk memberikan suatu pemahaman yang lebih baik mengenai lapisan bawah geologi. Metoda gravitasi ini secara relatif lebih murah, tidak mencemari dan tidak merusak (uji tidak merusak) dan termasuk dalam metoda jarak jauh yang sudah pula digunakan untuk mengamati permukaan bulan. Metoda ini tergolong pasif, dalam arti tidak perlu ada energi yang dimasukkan ke dalam tanah untuk mendapatkan data sebagaimana umumnya pengukuran. Pengukuran metoda gravity dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: penentuan titik ikat dan pengukuran titik-titik gaya berat. Sebelum survey dilakukan perlu menentukan terlebih dahulu base station, biasanya dipilih pada lokasi yang cukup stabil, mudah dikenal dan dijangkau. Base station jumlahnya bisa lebih dari satu tergantung dari keadaan lapangan. Masing-masing base station sebaiknya dijelaskan secara cermat dan terperinci meliputi posisi, nama tempat, skala dan petunjuk arah. Base station yang baru akan diturunkan dari nilai gaya berat yang mengacu dan terikat pada Titik Tinggi Geodesi (TTG) yang terletak di daerah penelitian. TTG tersebut pada dasarnya telah terikat dengan jaringan Gayaberat Internasional atau ”International Gravity Standardization Net”. Pada pekerjaan lapangan, peralatan yang akan dipakai dikalibrasi lebih dulu. Hal ini dilakukan supaya dihindari “kesalahan alat”. Secara teoritis kalibrasi dapat dilakukan dengan tilting, sementara sistem geometri yang presisi dilibatkan.
2
Tetapi cara ini bukan cara yang biasa. Secara umum kalibrasi dilakukan dengn mengukur harga suatu tempat yang telah diketahui harga percepatan gravitasinya sehingga diperoleh harga skalanya (mGal/skala). Setelah kalibrasi alat dilakukan kemudian ditentukan lintasan pengukuran dan stasiun yang harga percepatan gravitasinya diketahui (diikatkan dengan titik yang telah diketahui percepatan gravitasinya). Selanjutnya ditentukan loop lintasan pengukuran dan titik ikat tiap loop pengukuran. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan titik pengamatan adalah:
Letak titik pengkuran harus jelas dan mudah dikenal misal pada titik triangulasi, penunjuk kilometer, persimpangan jalan dsb.
Lokasi titik harus dapat dibaca di peta.
Titik pengamatan harus bersifat tetap (permanen), mudah dijangkau, bebas dari ganguan seperti getaran mesin dsb.
Setelah data diperoleh kemudian dilakukan koreksi-koreksi terhadapnya untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya. 2.2. Anomali Bouguer Lengkap Anomali Bouguer absolut (anomali Bouguer lengkap) dapat dirumuskan sebagai berikut : ABL= ABS + Koreksi Topografi Sebenarnya
(2.1)
Harga anomali Bouguer relatif (anomali Bouguer sederhana) sering digunakan untuk keperluan-keperluan tertentu yang bersifat lokal, sehingga tidak perlu mengetahui harga G absolutnya (tidak memerlukan pengikatan pada RGBS). Pada anomali Bouguer relatif dan absolut (anomali Bouger lengkap) hanya berbeda dalam hal magnitude anomali sebesar suatu faktor yang relatif konstan. Sedangkan anomali yang akan diinterpretasikan sebagai efek kondisi geologi adalah anomali Bouguer yang telah dikurangi dengan efek regional yang ditentunkan dari kecenderungan anomali Bouguer, sehingga dapat dianggap bahwa anomali Bouguer absolut dan relatif akan menghasilkan pola dan magnitude yang sama.
3
2.4. Kontinuitas ke Atas (Upward Continuation) Dalam penelitian ini proses pemisahan dilakukan dengan
metode
kontinuasi ke atas dan ke bawah. Metode ini pada dasarnya dipakai untuk menghilangkan efek lokal sehingga yang didapatkan hanyalah kecenderungan regionalnya. Hasil yang diperoleh kemudian dikurangkan terhadap anomali medan gravitasi Bouguer lengkap yang sudah terpapar pada bidang datar sehingga diperoleh anomali medan gravitasi Bouguer lengkap lokal yang siap diinterpretasi. Persamaan yang digunakan dalam melakukan kontinuasi ke atas (Blakely, 1995) adalah
:
U ( x , y , z O z )
z 2
( x x' )
U ( x ' , y ' , zO ) 2
( y y ' ) 2 z 2
3/ 2
dx ' dy '
(2.1)
Persamaan ini menunjukkan cara penghitungan harga medan potensial pada sembarang titik di atas permukaan dimana harga-harga medan yang diketahui berada. Prosedur perhitungan persamaan diatas akan lebih efisien jika dibuat dalam domain Fourier. Secara sederhana persamaan diatas merupakan konvolusi dua dimensi:
U ( x , y , z O z )
U ( x' , y ' , z
O
) u ( x x ' , y y ' , z ) dx ' dy '
(2.2)
Dimana :
u ( x, y, z )
z 1 2 2 2 ( x y z 2 )3 / 2
(2.3)
Transformasi Fourier dari persamaan dinyatakan oleh persamaan di bawah
F u
k z 1 e 1 z k F e 2 z r z k
, z 0.
(2.4)
dengan r x 2 y 2 z 2 . Sehingga transformasi Fourier dari medan kontinuasi ke atas adalah :
F U u F U F u
(2.5)
4
2.5. Analisa Derivative Analisa Derivative digunakan untuk menentukan batas dan mengetahui jenis patahan. Untuk mendapatkan hal tersebut maka dilakukan First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) dari lintasan yang dibuat dalam peta anomali bouger atau peta anomali regional atau peta anomali residual yang selanjutnya dibuat penampangnya. 2.4.1. First Horizontal Derivative (FHD) First Horizontal Derivative (FHD) atau Turunan Mendatar Pertama mempunyai nama lain yaitu Horizontal Gradient. Horizontal gradient dari anomali gayaberat yang disebabkan oleh suatu body cenderung untuk menunjukkan tepian dari body-nya tersebut (Zaenudin, A., et al., 2013). Jadi metode horizontal gradient dapat digunakan untuk menentukan lokasi batas kontak kontras densitas horisontal dari data gaya berat (Cordell, 1979 dalam Zaenudin, A, et al.,2013). Untuk menghitung nilai FHD dapat dilakukan dengan persamaan :
FHD
g (i 1) g (i ) x
(2.6)
dengan : g
= nilai anomali (mgal)
Δx
= Selisih antara jarak pada lintasan (m)
FHD
= First Horizontal Derivative
Gambar 2.1. Nilai Gradien Horizontal Pada Model Tabular (Blakely, 1996)
5
2.4.2. Second Vertical Derivative (SVD) SVD bersifat sebagai high pass filter, sehingga dapat menggambarkan anomali residual yang berasosiasi dengan struktur dangkal yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis patahan turun atau patahan naik (Hartati, A., 2012). Dalam penentuan nilai SVD maka digunakan turunan kedua atau dilakukan dengan persamaan :
SVD
g (i 1) 2 g (i ) g (i 1) x 2
(2.7)
dengan : g
= nilai anomali (mgal)
Δx
= Selisih antara jarak pada lintasan (m)
SVD
= Second Vertical Derivative
Dalam penentuan patahan normal ataupun patahan naik, maka dapat dilihat pada harga mutlak nilai SVDmin dan harga mutlak SVDmax. Dalam penentuannya dapat dilihat pada ketentuan berikut: |SVD|min < |SVD|max = Patahan Normal |SVD|min > |SVD|max = Patahan Naik |SVD|min = |SVD|max = Patahan Mendatar
6
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Pengolahan Data Mulai Data X, Y, ABL Geosoft Oasis Montaj Peta ABL Peta Upward Regional Peta Upward Lokal
Sayatan A-A’
Sayatan B-B’
Perhitungan FHD & SVD
Perhitungan FHD & SVD
Grafik FHD & SVD
Grafik FHD & SVD
Analisa Derivative Pembahasan Kesimpulan Selesai Gambar 3.1. Diagram Alir Pengolahan Data
7
3.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data Diagram alir pengolahan data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : ●
Menyiapkan data percepatan gravitasi yang telah diolah hingga memperoleh nilai ABL dan juga memiliki nilai koordinat.
●
Kemudian membuat peta ABL dengan menggunakan Oasis Montaj, setelah itu lakukan filter upward continuation pada peta ABL hingga bentuk konturnya relatif konstan.
●
Kemudian membuat peta Upward Lokal dari peta ABL dan peta upward regional yang telah dihasilkan sebelumnya dengan menggunakan menu Grid Math.
●
Setealah itu melakukan sayatan pada peta upward lokal, kemudian melakukan perhitungan FHD dan SVD menggunakan Microsoft Excel.
●
Lalu membuat grafik analisa derivative (grafik FHD dan grafik SVD) berdasarkan data hasil perhitungan.
●
Kemudian melakukan analisa pada grafik yang telah dihasilkan.
●
Lalu melakukan interpretai struktur geologi berdasarkan hasil analisa derivative pada grafik FHD dan grafik SVD dengan mengacu pada Peta Geologi daerah pengukuran.
●
Kemudian melakukan pembahasan secara rinci pada grafik yang dihasilkan..
●
Setelah itu menarik kesimpulan dari hasil pembahasan.
●
Selesai
8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Peta Anomali Bouguer Lengkap
Gambar 4.1. Peta Anomali Bouguer Lengkap
Peta diatas adalah Peta Anomali Bouguer Lengkap. Peta Anomali Bouguer Lengkap adalah peta anomali gravitasi hasil perhitungan nilai percepatan gravitasi yang telah melalui semua koreksi. Pada peta tersebut, nilai ABL pada daerah pengukuran dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori. Pertama ada daerah dengan nilai ABL tinggi yang ditunjukkan oleh warna pink - merah dengan nilai ABL berkisar antara 90,5 mGal sampai 87,4 mGal. Lalu daerah dengan nilai ABL
9
sedang yang ditunjukkan oleh warna jingga - kuning dengan nilai ABL berkisar antara 87,4 mGal sampai 84,7 mGal. Yang terakhir ada daerah dengan nilai ABL rendah yang ditunjukkan oleh warna hijau - biru dengan nilai ABL berkisar antara 84,7 mGal sampai 66,6 mGal. Pada peta tersebut nilai anomali tertinggi berada pada lintasan 5 dengan nilai 91,944 mGal dan nilai anomali terrendah adalah 65,066 mGal yang berada pada lintasan 13. Sedangkan pada lintasan 1, nilai anomali tertinggi adalah 83,18 mGal dan nilai anomali terrendah adalah 69,847 mGal. Pada peta tersebut dapat dilihat bahwa sekitar setengah daerah pengukuran yang berada di bagian utara memiliki nilai ABL yang tinggi. Nilai ABL sedang membentang dari timur sampai barat. Sedangkan nilai ABL rendah terdapat pada bagian tenggara daerah pengukuran.
Gambar 4.2. Peta Geologi Regional
Berdasarkan peta ABL, juga mengacu pada peta geologi regional daerah pengukuran, dapat diperkirakan batuan pada wilayah dengan nilai ABL tinggi yaitu pada lintasan 2, 3, 4, 5, 6, 8, dan 9 adalah basement rock pra-tersier, sedangkan pada lintasan 10, 11, dan 12 adalah intrusi gabro. Untuk wilayah dengan nilai ABL rendah yaitu pada lintasan 13, 15, dan bagian selatan lintasan 1 dan 7 adalah batuan sedimen yang termasuk dalam Formasi Kebo-Butak. Sedangkan untuk wilayah dengan nilai ABL sedang yaitu pada lintasan 14 dan bagian utara lintasan 1 dan 7, diperkirakan adalah endapan alluvial.
10
4.2. Peta Sayatan Analisa Derivative
Gambar 4.3. Peta Sayatan Analisa Derivative
Peta diatas adalah Sayatan Analisa Derivative. Peta tersebut adalah peta Upward Continuation Lokal dengan kenaikan 500 yang telah dilakukan sayatan pada dua posisi yang berbeda. Kedua sayatan tersebut terletak pada posisi X antara 458800 sampai 469000, dan pada posisi Y antara 9140000 sampai 9191000. Sayatan pertama adalah sayatan A-A’ dengan arah azimuth N027OE, sayatan ini memiliki panjang 225 meter dengan interval 15 meter. Lalu sayatan kedua adalah sayatan B-B’ dengan arah azimuth N165OE, sayatan ini memiliki panjang 210 meter dengan interval 15 meter.
11
4.3. Analisa Derivative 4.3.1. Grafik Analisa Derivative Sayatan A-A’
Gambar 4.4. Grafik Analisa Derivative Sayatan A-A’
Grafik diatas adalah Grafik Analisa Derivative pada sayatan A-A’. Pada grafik tersebut nilai FHD tertinggi adalah 0, sedangkan nilai FHD terrendah adalah -0,0675 yang terdapat pada interval 210. Lalu nilai SVD tertinggi adalah 0,00032 yang terdapat pada 5 interval yaitu interval 105, 120, 135, 150, dan 165, sedangkan nilai SVD terrendah adalah -0,002555 yang terdapat pada interval 90. Dari grafik analisa derivative diatas, dapat diperkirakan pada sayatan A-A’ tersebut terdapat 2 (dua) sesar minor naik yang teridentifikasi. Hal tersebut dapat diketahui dari bentuk grafik diatas pada interval 90 dan interval 180. Pada grafik SVD, nilai kedua interval itu jauh lebih rendah daripada titik interval sebelum dan sesudahnya, lalu pada grafik FHD nilai kedua interval itu tiba-tiba turun secara drastis. Jenis sesar naik tersebut dapat ditentukan dari perbandingan nilai absolut SVD minimal dan nilai absolut SVD maksimal, dimana nilai absolut SVD minimal lebih besar dibandingkan nilai absolut SVD maksimal sehingga dapat diketahui kedua sesar tersebut adalah sesar naik.
12
4.3.2. Model Analisa Derivative Sayatan A-A’
Gambar 4.5. Model Analisa Derivative Sayatan A-A’
Gambar diatas adalah Model Analisa Derivative dari sayatan A-A’. Model diatas dibuat berdasarkan hasil analisa derivative pada grafik FHD dan grafik SVD yang hasinya adalah pada sayatan A-A’ terdapat sesar naik. Jenis sesar naik tersebut dapat ditentukan dari perbandingan nilai absolut SVD minimal dan nilai absolut SVD maksimal, dimana nilai absolut SVD minimal lebih besar dibandingkan nilai absolut SVD maksimal sehingga dapat diketahui kedua sesar tersebut adalah sesar naik.
13
4.3.3. Grafik Analisa Derivative Sayatan B-B’
Gambar 4.6. Grafik Analisa Derivative Sayatan B-B’
Grafik diatas adalah Grafik Analisa Derivative pada sayatan B-B’. Pada grafik tersebut nilai FHD tertinggi adalah 0,0144 yang terdapat pada interval 15, sedangkan nilai FHD terrendah adalah -0,0256 yang terdapat pada interval 150. Lalu nilai SVD tertinggi adalah 0,00008 yang terdapat pada 4 interval yaitu interval 150, 165, 180, dan 195, sedangkan nilai SVD terrendah adalah -0,001476 yang terdapat pada interval 135. Dari grafik analisa derivative diatas, dapat diperkirakan pada sayatan B-B’ tersebut terdapat intrusi batuan beku yang teridentifikasi. Hal tersebut dapat diketahui dari bentuk grafik diatas pada interval 120 dan interval 135. Pada grafik SVD, nilai kedua interval itu jauh lebih rendah daripada titik interval sebelum dan sesudahnya, lalu pada grafik FHD nilai kedua interval itu tiba-tiba turun secara drastis, sedangkan pada ledua interval tersebut nilai ABL-nya merupakan nilai tertinggi. Kontak intrusi tersebut dapat ditentukan dari grafik diatas, yaitu terdapat pada interval 105 sampai interval 150.
14
4.3.4. Model Analisa Derivative Sayatan B-B’
Gambar 4.7. Model Analisa Derivative Sayatan B-B’
Gambar diatas adalah Model Analisa Derivative dari sayatan B-B’. Model diatas dibuat berdasarkan hasil analisa derivative pada grafik FHD dan grafik SVD yang hasinya adalah pada sayatan B-B’ terdapat sesar naik. Jenis sesar naik tersebut dapat ditentukan dari perbandingan nilai absolut SVD minimal dan nilai absolut SVD maksimal, dimana nilai absolut SVD minimal lebih besar dibandingkan nilai absolut SVD maksimal sehingga dapat diketahui kedua sesar tersebut adalah sesar naik.
15
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari pengolahan data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : ●
Pada Peta Anomali Bouguer Lengkap, nilai anomali tertinggi berada pada lintasan 5 dengan nilai 91,944 mGal dan nilai anomali terrendah adalah 65,066 mGal yang berada pada lintasan 13. Sedangkan pada lintasan 1, nilai anomali tertinggi adalah 83,18 mGal dan nilai anomali terrendah adalah 69,847 mGal.
●
Pada Peta Sayatan Analisa Derivative, dilakukan dua sayatan yaitu sayatan A-A’ dengan arah azimuth N027OE, sayatan ini memiliki panjang 225 meter dengan interval 15 meter dan sayatan B-B’ dengan arah azimuth N165OE, sayatan ini memiliki panjang 210 meter dengan interval 15 meter.
●
Pada Grafik Analisa Derivative Sayatan A-A’, diperkirakan terdapat 2 (dua) sesar minor naik yang teridentifikasi. Hal tersebut dapat diketahui dari bentuk grafik diatas pada interval 90 dan interval 180. Jenis sesar naik tersebut dapat ditentukan dari perbandingan nilai absolut SVD minimal dan nilai absolut SVD maksimal, dimana nilai absolut SVD minimal lebih besar dibandingkan nilai absolut SVD maksimal sehingga dapat diketahui kedua sesar tersebut adalah sesat naik.
●
Pada Grafik Analisa Derivative Sayatan B-B’, diperkirakan terdapat intrusi batuan beku yang teridentifikasi. Kontak intrusi tersebut dapat ditentukan dari grafik diatas, yaitu terdapat pada interval 105 sampai interval 150.
●
Hasil interpretasi menunjukkan, batuan pada wilayah dengan nilai ABL tinggi yaitu pada lintasan 2, 3, 4, 5, 6, 8, dan 9 adalah basement rock pra-tersier, pada lintasan 10, 11, dan 12 adalah intrusi gabro. Untuk wilayah dengan nilai ABL rendah yaitu pada lintasan 13, 15, dan bagian selatan lintasan 1 dan 7 adalah batuan sedimen yang termasuk dalam Formasi Kebo-Butak. Sedangkan untuk wilayah dengan nilai ABL sedang yaitu pada lintasan 14 dan bagian utara lintasan 1 dan 7, diperkirakan adalah endapan alluvial
16
5.2. Saran Selama proses pengolahan data gravity ini, masih sering dilakukan kesalahan-kesalahan yang tentunya tidak disengaja dalam pembuatan peta menggunakan Oasis Montaj. Oleh karena, diperlukan pemahaman mengenai dasar-dasar Oasis Montaj, serta memperhatikan dengan teliti tahap demi tahap dalam pembuatan peta sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan.
17