LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I ANALGESIK PADA MENCIT
Oleh: 1. Sherina W 2. Tiara Sukmawati 3. Amelia Virginia W 4. Kemal Alif A 5. Eksa Arinda P 6. Putri Dea A 7. Anggita Devina A 8. Radinda G W 9. Ajeng Dyah R 10. Brenda Regina C S 11. Muhammad Kemal 12. Agata Nadia S
021611133058 021611133058 021611133059 021611133059 021611133060 021611133060 021611133061 021611133061 021611133062 021611133062 021611133063 021611133063 021611133064 021611133064 021611133065 021611133065 021611133066 021611133066 021611133067 021611133067 021611133068 021611133068 021611133069 021611133069
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyeri merupakan suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan dikaitkan dengan rasa sakit. Nyeri dapat timbul di bagian tubuh manapun sebagai respon terhadap stimulus yang berbahaya bagi tubuh, seperti suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin, tertusuk benda tajam, patah tulang, dan lain-lain. Rasa nyeri timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka, terbentur, terbakar, dan lain sebagainya. Pada prinsipnya, yang menyebabkan terjadinya rasa nyeri adalah terlepasnya mediator nyeri sehingga reseptor menerima hal tersebut dan dipersepsikan sebagai rasa nyeri. Pada dasarnya, nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam kondisi tertentu, rasa n yeri dianggap sebagai suatu rasa yang begitu mengganggu sehingga diperlukan suatu zat untuk mengurasi rasa nyeri tersebut. Obat yang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran disebut sebagai obat analgesik. Efek analgesik dapat dicapai dengan berbagai cara antara lain, menekan kepekaan reseptor nyeri terhadap rangsangan mekanik, termik, listrik, atau kimiawi pada saraf pusat ataupun perifer, atau dengan cara menghambat pelepasan mediator nyeri seperti prostaglandin. Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan menilai kemampuan zat uji untuk menekan atau menghilangkan rasa nyeri yang diinduksikan ke hewan coba seperti mencit. Uji aktivitas analgesik meliputi induksi secara maknik, termik, elektrik, dan kimia. Metode pengujian dengan induksi termik atau mekanik lebih sesuai untuk mengevaluasi obat analgesik kuat. Pada umumnya daya kerja obat analgesik dinilai pada hewan dengan mengukur besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulasi nyeri dan juga peranan frekuensi respon nyeri.
1.2 Tujuan
1. Mengamati respon nyeri mencit yang ditimbulkan oleh bahan kimia 2. Mengamati respon nyeri mencit yang ditimbulkan akibat rangsangan suhu tinggi 3. Mengamati hambatan respon nyeri pada mencit yang diberi obat analgesik 4. Menjelaskan mekanisme obat analgesi
BAB II ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA 2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat 1. Hot Plate
2.1.2 Bahan
1. Hewan coba : Mencit 2. Obat-obat yang digunakan : a.
Metampiron
100 mg/cc
b.
Asam asetat
0,6%
c.
Larutan CMC
d.
Kodein
e.
Larutan PZ
1%
2.2 Cara Kerja
1. Mencit ditimbang dan dikelompokkan sesuai jumlah obat yang dipergunakan. 2. Kelompok I sebagai kontrol diberi CMC 1%, kelompok II diberi Metampiron 100mg/cc per oral. Ditunggu selama 30 menit. 3. Setelah 30 menit diberi asam asetat 0,6% intraperiotenal, ditunggu selama 5 menit. Setelah 5 menit diamati dan dicatatlah jumlah liukan setiap 5 menit selama 30 menit. 4. Membandingkan hasil yang diperoleh dari kelompok I dan kelompok II 5. Untuk rasa nyeri yang diinduksi dengan Hot Plate (thermis), respon nyeri akan diperlihatkan oleh mencit dengan menjilat telapak kaki atau melompat. 6. Perlakuan pada binatang coba sama dengan di atas, tapi obat yang digunakan adalah kodein per oral. Ditunggu 30- 45 menit, kemudian diletakkan pada Hot Plate dengan suhu tertentu (51C) 7. Mencatat waktu(mulai saat diletakkan sampai menjilat telapak kaki) yang tertera pada Hot Plate.
BAB III HASIL PRAKTIKUM
Kelompok
Hot Plate
Jumlah liukan
(-) tanda
Hijau
Biru
Merah
I
51,3 detik
13 detik
52 kali
24 kali
II
27,2 detik
15,6 detik
89 kali
6 kali
III
18,9 detik
15 detik
38 kali
29 kali
IV
16,5 detik
16,1 detik
70 kali
11 kali
V
22 detik
14 detik
74 kali
7 kali
VI
20,3 detik
13,1 detik
28 kali
0
VII
33,9 detik
29,3 detik
123 kali
0
Rata-rata
27,1 detik
16,5 detik
68 kali
11 kali
Pada percobaan hot plate, mencit yang tidak diberi tanda adalah mencit yang diberi kodein. Pada mencit ini membutuhkan waktu 20,3 detik menurut kelompok kami, namun setelah dirata-rata dengan kelompok lain hasilnya adalah 27,1 detik. Pada percobaan hot plate, mencit yang diberi warna hijau adalah mencit kontrol. Pada mencit ini membutuhkan waktu 13,1 detik menurut kelompok kami, namun setelah dirata-rata dengan kelompok lain hasilnya adalah 16,5 detik. Pada percobaan untuk melihat jumlah liukan, mencit yang diberi warna biru adalah mencit kontrol. Pada mencit ini terdapat 28 kali liukan menurut kelompok kami, namun setelah dirata-rata dengan kelompok lain hasilnya adalah 68 kali liukan. Pada percobaan untuk melihat jumlah liukan, mencit yang diberi warna merah adalah mencit yang diberi metampiron. Pada mencit ini tidak terdapat liukan menurut kelompok kami, namun setelah dirata-rata dengan kelompok lain hasilnya adalah 11 kali liukan.
BAB IV PEMBAHASAN
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan halhanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau kejang otot (Tjay, 2007). Pada percobaan kali ini, kita dapat melihat efek dari penggunaan obat analgesik pada hewan coba mencit dengan menggunakan metode geliat, yaitu mencit akan menggeliat ( writhing ) karena sedang menahan nyeri pada perut akibat nyeri dari rangsangan kimiawi yaitu diberi asetat intra peritoneal dimana frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya dan dengan menjilat telapak kakinya akibat nyeri dari rangsangan thermal yaitu dengan menggunakan Hot Plate. Sudah disediakan masing-masing 2 mencit disetiap percobaan, pada percobaan kimiawi salah satu mencit diberi Metampiron, dan pada percobaan thermal salah satu mencit diberikan Kodein. Pemberian obat analgetik tersebut akan mengurangi respon nyeri. 1, Metode Geliat ( Pemberian Asam Asetat )
Analgetik yang digunakan pada percobaan ini adalah Metampiron. sebagai analgetika, Obat ini hanya efektif untuk meredakan nyeri dengan tingkat yang rendah dan sedang, misalnya sakit kepala, juga efektif dalam meredakan nyeri akibat inflamasi. Larutan asam asetat diberikan setelah 30 menit, ini bertujuan agar obat yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama beberapa menit kemudian, setelah diberi larutan asam asetat 1% mencit akan menggeliat dengan ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke belakang. Penggunaan asam asetat sebagai induktor dalam percobaan ini karena asam asetat merupakan asam lemah yang tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asetat terhadap hewan percobaan akan merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan atau inflamasi. Prostaglandin meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan
histamin merangsangnya dan menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga mencit akan menggeliatkan kaki belakang saat efek dari penginduksi ini bekerja. Pada mencit kontrol merasakan nyeri yang lebih kuat dibandingkan dengan mencit yang diberi metampiron. Hal ini dapat dilihat dari jumlah liukan yang dilakukan oleh mencit. semakin banyak liukan yang dilakukan, makan semakin tinggi nyeri yang dirasakan oleh mencit tersebut. Pada kelompok VII, mencit yang diberi metampiron tidak melakukan liukan. hal ini menandakan bahwa ia tidak merasakan nyeri. Metampiron termasuk derivat metasulfonat dari amidopiryn yang mudah larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. metampiron merupakan inhibitor selektif dari prostaglandin F2α yaitu: suatu mediator inflamasi yang menyebabkan reaksi radang seperti panas, merah, nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi yang biasa terlihat pada penderita demam rheumatik dan rheumatik arthritis.
Metampiron mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensifitas
reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986) 2. Metode Hot Plate ( Thermal )
Pada pengujian dengan induksi thermal, mencit diberi kodein peroral, ditunggu 30-45 menit dan diletakkan di atas hot plate dengan suhu 51 C. Mencit pun memberi respon nyeri o
dengan menjilat kaki. Mencit yang memiliki tanda hijau tidak diberi kodein (kontrol) dan mencit yang tidak memiliki tanda diberi kodein (perlakuan). Kodein (3-metoksimorfin) merupakan opioid fenantren yang memiliki afinitas yang sangat rendah pada reseptor. Aktivitas analgesiknya (yang lemah) muncul sebagai akibat dari konversinya menjadi morfin saat dimetabolisme. Walaupun efek analgesiknya lebih rendah daripada morfin, kodein memiliki kemanjuran peroral yang lebih baik. Opioid memperlihatkan efek utamanya saat berinteraksi dengan reseptor opioid pada SSP dan saluran cerna. Opioid menyebabkan hiperpolarisasi sel saraf, penghambatan eksitasi saraf, dan penghambatan presinaptik rilis transmiter. Kodein bekerja pada reseptor µ dalam lamina I dan lamina II dan substansia gelatinosa medula spinalis, dan dapat menurunkan pelepasan substansi P, yang memodulasi persepsi nyeri dalam medula spinalis. Reseptor µ berperan dalam analgesia supraspinal, depresi respirasi, euforia, dan ketergantungan. Hasil pada praktikum yang kami lakukan menunjukan bahwa mencit dengan tanda hijau pada ekornya mulai merasakan nyeri dan menjilat kakinya pada detik ke 13,1, sedangkan mencit tanpa tanda pada ekornya mulai merasakan nyeri dan menjilat kakinya pada detik ke 20,3
Bila dirata-ratakan hasilnya dengan kelompok lain, mencit-mencit tanda hijau merasakan nyeri pada detik 16,5 dan mencit-mencit tanpa tanda merasakan nyeri pada detik 27,1. Sehingga, mencit tanda hijau berperan sebagai kontrol dan mencit dengan tanpa tanda sebagai pembanding yang diujikan untuk melihat pengaruh pemberian kodein terhadap hambatan respon nyeri. Mencit dengan tanda hijau memiliki waktu lebih cepat untuk merasakan nyeri dibandingkan mencit tanpa tanda yang diberi kodein. Hal ini membuktikan kodein memiliki peran sebagai obat analgesik. Kodein bila dikombinasi dengan obat nonopioid mempunyai keuntungan mengurangi jumlah opioid yang dibutuhkan untuk meringankan rasa nyeri dan penghapusan nyeri melalui mekasime yang berbeda, inhibisi sistesis prostanoid, dan inhibisi opioid dari transmisi nociceptive. Ketika diberikan sendiri, secara oral kodein mempunyai sekitar satu sampai lima kali potensi inhibisi nyeri dibanding morfin.
PERTANYAAN
1. Rangsang rusak (naksus) apa saja yang dapat menimbulkan rasa nyeri? Rangsang rusak (naksus) yang dapat menimbulkan rasa nyeri adalah rangsangan kimiawi, mekanis, kalor dan listrik, yang dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan mediator-mediator nyeri. Mediator-mediator penting yang terlibat pada proses terjadinya nyeri adalah histamin, serotonin (5-HT), plasmakinin (antara lain bradikinin) dan prostaglandin. Senyawa-senyawa ini kemudian akan merangsang reseptor nyeri (nosiseptor) yang terletak pada ujung-ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, dan jaringan-jaringan (organ-organ) lain. 2. Rasa nyeri yang diamati sebenarnya adalah respon nyeri. Respon nyeri apa saja yang dapat terlihat? Respon nyeri dari percobaan terhadap mencit dapat dilihat dengan adanya liukan mencit. Sedangkan respon nyeri akibat rangsangan thermal dari hot plate ditunjukkan oleh mencit dengan menjilat kakinya.
3. Bagaimana hasil percobaan dengan metampiron? Berikanlah penjelasannya! Apakah ada perbedaan rasa nyeri pada kelompok I dibandingkan kelompok II? Pada percobaan rasa nyeri yang diinduksi secara kimia, mencit yang diberi warna merah adalah mencit yang diberi metampiron. Pada mencit ini tidak terdapat liukan saat kami observasi. Hal ini berbanding terbalik dengan mencit kontrol (tidak diberi apa-apa). Pada mencit kontrol jumlah liukan lebih banyak dibandingkan dengan mencit yang diberi metampiron yaitu sebanyak 28 liukan.
4. Apakah kegunaan khusus metampiron? Bagaimana cara kerjanya? Apakah efek sampingnya? Apakah kontra indikasinya? Metampiron (dipyrone) secara luas digunakan sebagai resep obat untuk nyeri akut dan kronis. Pada penggunaan pasca bedah, metampiron merupakan obat analgesik non opioid paling kuat. Cara kerja dari metampiron yaitu dengan mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa.Efek samping dari obat ini adalah pada saluran pencernaan (GI tract ). Selain itu Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka waktu yang lama penggunaan obat yang mengandung metampiron kadang-kadang dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Efek samping lain yang mungkin terjadi ialah urtikaria, leukopenia, trombopenia.
5. Jelaskan mekanisme kerja metampiron! Cara kerja Metampiron atau lebih dikenal dengan nama Antalgin yaitu dengan meminumnya maka dapat mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri serta mengatur suhu tubuh. Dengan begitu jika merasakan rasa nyeri maka rasa nyeri te rsebut dapat berkurang begitu juga apabila sedang demam tinggi maka secara perlahan suhu tubuh akan kembali normal. Tiga efek utama yaitu analgesik, antipiretik, anti inflamas i sangat bermanfaat untuk tubuh. Yang perlu diketahui yaitu obat ini dapat larut ke dalam air sehingga dapat dengan mudah diserap oleh jaringan tubuh. Hal ini dapat menimbulkan reaksi pada tubuh lebih cepat.
6. Jelaskan mekanisme kerja kodein! Kodein merangsang reseptor susunan saraf pusat (SSP) yang dapat menyebabkan depresi pernafasan, vasodilatasi perifer, inhibisi gerak perilistatik usus, stimulasi kremoreseptor dan penekanan reflek batuk.
Kodein juga merupakan analgesik agonis
opioid. Efek kodein terjadi apabila kodein berikatan secara agonis dengan reseptor opioid di berbagai tempat di susunan saraf pusat. Efek analgesik kodein tergantung afinitas kodein terhadap reseptor opioid tersebut. Kodein merupakan antitusif yang bekerja pada susunan saraf pusat dengan menekan pusat batuk.
BAB V KESIMPULAN
Analgetika merupakan obat yang digunakan untuk menghambat atau mengurangi r asa nyeri. Metampiron merupakan obat analgesik golongan NSAID yang mengurangi rasa nyeri dengan mengambat secara revesible enzim siklooksigenase 1 dan 2. Sedangkan kodein merupakan analgesik golongan opioid yang memodulasi transmisi nyeri dan menurunkan persepsi nyeri dengan cara menyekat nyeri pada berbagai tingkat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lukmanto, H., 1986, I nformasi Akurat Produk F armasi di I ndonesia, Edisi II, Jakarta. 2. Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting , PT Gramedia, Jakarta.