Interaksi antara warfarin dan amiodaron Interaksi yang terjadi antara warfarin dan amiodaron ini termasuk dalam interaksi Major yang efeknya dapat meningkatkan efek dari warfarin. Peningkatan warfarin. Peningkatan efek antikoagulan yang diamati ketika amiodarone dan warfarin yang bersamaan disebabkan oleh penghambatan CYP2C9, isozim P-450 terutama bertanggung jawab untuk konversi (S) warfarin ke metabolit utama, (S) -7-hydroxywarfarin. -7-hydroxywarfarin. CYP2C9 merupakan enzim P450 mayor yang memetabolisme S-warfarin membentuk metabolit inaktif. Secara umum Swarfarin pada konsentrasi terapeutik dimetabolisme terutama oleh CYP2C9, yang mengubah obat menjadi metabolit 7-hidroksiwarfarin inaktif yang dikeluarkan dalam urin. Mekanisme interaksi farmakokinetik yang terajadi antara warfarin dan amiodaron adalah dengan amiodaron menghambat proses metabolisme dari warfarin. Penelitian yang dilakukan oleh Heimark,dkk (1992) diketahui bahwa amiodaron dan beberapa metabolitnya menghambat reduksi dari S-warfarin alkohol-1 dan oksidasi kedua S-warfarin ke fenolik metabolit. Potensi interaksi ini warfarin tergantung pada penghambatan P450 2C9, pada isoenzim P450 terutama bertanggung jawab untuk konversi S-warfarin untuk metabolit utama (S)-7-hydroxywarfarin (Heimark,dkk.,1992).
Dari data penelitian Hiemarki et al . (1992) diatas dapat dilihat bahwa 7hidroksiwarfarin yang merupakan hasil metabolit utama dari warfarin mengalami penurunan kadarnya saat diekresikan melalui urin. Hal ini dikarenakan adanya hambatan proses metabolisme warfarin karena adanya amiodaron yang dapat menginhibisi atau menghambat CYP450 2C9 yang berfungsi untuk metabolisme warfarin di hepar. Sehingga tidak dapat menghasilkan metabolit inaktif yang akan diekskresikan melalui urin. Menurut Fajriansyah dkk (2015) Amiodaron dapat meningkatkan efek warfarin dengan cara inhibisi CYP450 2C9 yang berfungsi untuk metabolisme warfarin di hepar. Pengambatan oksidasi sitokrom P4 P450 ini lebih kuat pada S-warfarin dari pada R-warfarin. Seperti yang kita tahu bahwa S-warfarin ini merupakan bentuk obat yang paling umum di indonesia, sehingga penggunaannya bersama amiodaron ini perlu mendapat perhatian.
Adanya penghambatan warfarin oleh amiodaron ini menyebabkan eliminasi dari warfarin terhambat. Sehingga kadar warfarin dalam darah meningkat dan t 1/2 warfarin semakin panjang sehingga meningkatkan efek warfarin dan bisa menjadi toksik.
Dari data penelitian Hiemarki et al . (1992) diatas dapat di ketahui karena ada inhibisi CYP450 2C9 yang berfungsi untuk metabolisme warfarin di hepar, maka proses metabolisme warfarin dihati terhambat yang dapat pula berpengaruh terhadap eliminasi dari warfarin. Pada hasil data diatas maka dapat dilihat bahwa ketika warfarin dikombinasi amiodaron maka nilai AUC dari warfarin meningkat sehingga dapat dikatakan bahwa kadar obat dalam plasma tinggi sehingga t 1/2 dari warfarin lebih panjang, sedangkan untuk c learance warfarin sendiri turun dengan adanya amiodaron hal tersebut dikarenakan terhambatnya proses metabolisme. Keadaan tersebut dapat menyebabkan hipoprotrombinemia dan perdarahan.
Peningkatan
efek antikoagulan terjadi setelah pemberian amiodaron satu minggu atau lebih dan bertahan beberapa bulan setelah amiodaron dihentikan (Fajriansyah dkk , 2015). Menurut Cheung dkk (1992), manifestasi dari interaksi tersebut yaitu terjadinya risiko pendarahan pada pasien. Terdapat laporan kasus yang terjadi yaitu seorang pria berusia 72 tahun mengalami fibrilasi atrium setelah operasi bypass graft arteri koroner, pasien tersebut diberikan pengobatan dengan amiodaron (600 mg/hari). Dua minggu kemudian dia mengalami dua serangan iskemik transien. Saat itu, 18 hari setelah memulai amiodaron, dosis amiodaron dikurangi menjadi 400 mg/hari dan diberikan kombinasi dengan antikoagulan lain yaitu warfarin. Ketika setelah pelaksanaan terapi terlihat protrombin pasien tampaknya telah stabil dan dia keluar dari rumah sakit dengan mengambil warfarin dosis 2 mg dan 2-5 mg. Delapan belas hari kemudian dia dirawat kembali di rumah sakit dengan gross hematuria dan International Normalized Ratio
(INR) yang menunjukkan indikator kecenderungan
pembekuan darah mencapai 4-7 (tinggi), sehingga untuk menormalkan kembali kondisinya, pasien tersebut diberikan transfusi plasma beku segar dan penarikan warfarin, sehingga INR menjadi normal yaitu berdasarkan Chrisholm-Burns et al. (2016), target INR pasien yang menggunakan warfarin yaitu sebesar 2,5 (2-3). Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Shirolkar (2010), penurunan dosis dari warfarin diperlukan ketika warfarin dikombinasikan dengan amiodaron. Penurunan dosis warfarin pada paisen dengan BB 70 kg yang mengambil amiodaron 200 mg/hari dilakukan penurunan dosis warfarin hingga 35%, sedangkan pada pasien yang mengambil amiodaron 400-600 mg/hari diperlukan penurunan dosis warfarin hingga 50-65%.
Daftar pustaka Fajriansyah, Tahir, H., Kombong, A. 2016. Kajian Drug Relation Problem (DRPs) Kategori Interaksi Obat, Over Dosis, dan Dosis Sub terapi pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUP Universitas Hasanuddin. Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(1): 91-102. Heimark, L.D., Wienkers, L., Kunze, M.S.K., Gibaldi, M., Eddy, C., Trager, W.F., O’Reilly, R.A., Goulart, D.A. 1992. The Mechanism of the Interaction Between Amiodarone and Warfarin in Humans. Clin Pharmacol Ther , 51 (4): 398-407. Shirolkar, S.C., Fluzat, M., Becker, R.C. 2010. Dronedarone and Vitamin K antagonist: A Review of Drug-Drug Interactions. American Heart Journal ,160 (4): 577-582. Chrisholm-Burns, M., Schwinghammer, T.L., Wells., B.G., Malone, P.M., Kolesar, J.M., Dipiro, J.T. 2016. Pharmacotherapy Principles & Practice. New York: McGraw-Hill Education Inc. Cheung 1992