1. ALASAN JEPANG MEMBENTUK BPUPKI DAN PPKI
Salah satu alasan jepang membentuk BPUPKI adalah karena pada tahun 1944 kedudukan jepang semakin terdesak. Hal tersebut merupakan tonggak awal jepang mulai memikirkan terbentuknya BPUPKI. Secara umum, BPUPKI merupakan kepanjangan dari Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, kerap juga disebut sebagai Dokuritsu Junbi Cosakai dalam sebutan bahasa Jepangnya. Pembentukan BPUPKI ini sesunggunya berawal juga setelah jepang kerap mengalami kekalahan dalam setiap pertempuran, salah satunya adalah dalam Perang Asia-Pasifik. Kemudian pada tanggal 7 September tahun 1944, pada sebuah sidang istimewa parlemen jepang di Tokyo, terdapat sebuah pengumuman dari seorang perdana Menteri yang bernama Koiso, ia mengumumkan bahwa daerah Hindia Timur, sebutan untuk Indonesia oleh orang orang jepang, bahwa negeri tersebut berhak untuk merdeka pada beberapa hari kemudain.
Selanjutnya, pada tahun 1944, Pulau Saipan direbut oleh sekutu. Hal ini membuat jepang harus mundur dari segala macam pertempuran. Seolah jepang telah mengalami kekalahan dari angkatan perang Amerika Serikat dari Papua Nugini, Kepualauan Solomon, serta Kepulauan Marshall. Hal inilah yang membuat seluruh garus pertahanan Jepang di Pasifik mulai hancur, yang mana hal ini menunjukkan bahwa kekalahan jepang telah berada di ambang pintu. Pada saat tersebut, terjadi pula berbagai macam penyerangan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah serbuan serbuan yang terjadi di Ambon, Makassar, Surabaya dan juga Manado. Hal tersebut membuat para tentara sekutu mendarat di kota penghasil minyak, yaitu Balikpapan dan juga Tarakan. Hal tersebutlah yang juga menjadi salah satu alasan jepang membentuk BPUPKI. Pembentukan BPUPKI juga bisa disebabkan oleh adanya situasi yang gawat tersebut. Pemerintah pendudukan jepang di Jawa di bawah pimpinan Letnan Jenderal Kumakici Harada yang berusaha meyakinkan bangsa Indonesia soal janji kemerdekaan. Dan pada akhirnya, pada tanggal 1 Maret 1945 BPUPKI resmi dibentuk untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan persiapan kemerdekaan. Alasan jepang membentuk BPUPKI adalah dengan maksud dan tujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal hal penting terkait dengan segala sesuatu yang menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. BPUPKI diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat.
Berikut ini adalah beberapa nama yang tergabung menjadi seorang pengurus BPUPKI, ada dua nama jepang yang turut membantu ketua dalam mengurus BPUPKI, mereka adalah Icibangase dan R.P.Suroso. Selain mereka juga ada kepala sekretariat yang dibantu oleh Toyohito Masuda dan Mr. A. G. Pringgodigdo. Pada awalnya, anggota BPUPKI berjumlah sekitar 60 orang. di dalamnya termasuk 4 orang golongan Arab serta golongan peranakan Belanda. Di dalamnya ada juga 7 orang Jepang yang mengurus istimewa namun tanpa hak suara. Itulah yang termasuk alasan jepang membentuk BPUPKI sebagai dasar untuk merencanakan kemerdekaan Indonesia Tujuan pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Apabila kita berbicara mengenai tujuan dibentuknya PPKI atau panitia persiapan kemerdekaan Indonesia, maka kita harus melihat sejarah mengapa PPKI ini bisa terbentuk. Jadi awal mulanya sebelum dibentuknya PPKI sudah ada BPUPKI yang mana kurang lebih memilikitujuan yang sama, akan tetapi karena dalam proses pembentukannya kurang matang, maka BPUPKI tersebut berhasil di bubarkan oleh Jepang sehingga pada saat itu juga BPUPKI diganti dengan PPKI. Pembentukan PPKI dilakukan pada tanggal 7 Agustus 1945 dengan menunjuk Ir. Soekarno sebagai ketua dan Moh. Hatta Sebagai wakilnya. Sementara itu di dalamnya terdapat sejumah nama yang juga memiliki pengaruh besar dalam upaya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Tujuan PPKI Secara Umum Berbicara mengenai tujuan dibentuknya PPKI pada umumnya untuk melanjutkan tugas dari BPUPKI. Jadi mereka memiliki tujuan utama yakni menyegerakan proklamasi kemerdekaan dan juga melakukan tata negara beserta membuat struktur kenegaraan. Jumlah Anggota Keseluruhan PPKI Seperti yang kita tahu bahwa anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara keseluruhan berjumlah 27 orang. Adapun 21 anggota di antaranya merupakan anggota resmi yang telah mendapatkan persetujuan dari Jepang, sementara 6 lainnya merupakan anggota tambahan yang dilantik tanpa sepengetahuan Jepang.
Adapun semua anggota PPKI berasal dari berbagai pulau di Indonesia seperti Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatera, dan Maluku. Akan tetapi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang paling banyak berasal dari Jawa yakni 12 orang, Kalimantan 1 orang, Sulawesi 2 orang, Sumatera 3 orang, Maluku 1 orang, Nusa Tenggara 1 orang dan perwakilan dari etnis Tionghoa 1 orang
2. Peranan BPUPKI dan PPKI dalam Perumusan Dasar Negara
Peranan BPUPKI dalam perumusan dasar negara Indonesia sangatlah penting, tidak hanya itu, BPUKPI juga berperan dalam persiapan kemerdekaan negara Indonesia. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan nama 独立準備調査会 Dokuritsu Junbii Chōsakai adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang. BPUKPI dibentuk bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito, yaitu pada tanggal 1 Maret 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia de ngan menjanjikan bahwa Jepang akan menolong proses kemerdekaan Indonesia. Anggoya BPUPKI berjumlah 62 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang J epang) dan Raden Pandji Soeroso. Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). BPUPKI sendiri bertugas untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspekaspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan lal u membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upa ya untuk mencerminkan perwakilan dari bermacam-macam etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
Awal persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI Saat kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.
BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekret ariat) ditolong Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak memiliki hak suara
(keanggotaan mereka adalah pasif, yang maknanya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja). Selama BPUPKI berdiri, sudah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tidak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu adalah sebagai berikut :
Sidang resmi pertama BPUPKI Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung itu adalah gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa se rta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI. Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan tentang bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), lalu agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kes atuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI wajib merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
mengusulkan rumusan dasar negara ? Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam mas a persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya mengenai dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut : 1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan tentang rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia,
yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”. 2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan tentang rumusan lima prinsip dasar negara Republik
Indonesia, yang ia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan;
2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan
Sosial”. 3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan tentang rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang ia namakan
"Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan
Yang Maha Esa”. 4. Gagasan tentang rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno itu lalu dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut ia bilamana diperlukan gagasan tentang rumusan Pancasila ini dapat diperas
menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila itu bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu adalah sila: “Gotong-Royong”, ini adalah adalah upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan tentang rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya itu adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI tentang dasar negara Republik Indonesia. Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua
Naskah Asli "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" itu di atas guna menggodok bermacam-macam masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang sudah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai berikut : 1.
Ir. Soekarno (ketua)
2.
Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3.
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4.
Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
5.
Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
6.
Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7.
Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
8.
Haji Agus Salim (anggota)
9.
Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Sesudah melaksanakan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada t anggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali berjumpa dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang lalu dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada saat itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan t ujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Bagaimana bunyi rumusan dasar negara dalam naskah piagam jakarta ? Menurut dokumen itu, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk pemeluknya, 2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.
Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, 5.
Keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.
Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945. Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tidak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tidak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas tentang rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang lalu dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).
Sidang resmi kedua BPUPKI
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 14 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, s erta pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno
Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta). Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut : 1.
Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil)
2.
Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
3.
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4.
Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
5.
Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
6.
Haji Agus Salim (anggota)
7.
Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang itu. Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan itu membahas tentang rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tertulis tiga masalah pokok yaitu : 1.
Pernyataan mengenai Indonesia Merdeka
2.
Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang lalu dinamakan sebagai "UndangUndang Dasar 1945", yang isinya meliputi : Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, TimorPortugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekit arnya,
Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan,
Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik,
Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih,
Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar nyaris seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI tentang penerapan ketentuan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" ata u "Jakarta Charter" pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.
Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI Persidangan resmi PPKI dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 1945. Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan sebab dianggap sudah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar untuk negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.
Tugas "PPKI" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan untuk negara Indonesia baru. Anggota "PPKI" sendiri terdiri atas 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari bermacam-macam etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal J awa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi s ebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam:
Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar di negara Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong. Pada saat "PPKI" terbentuk, harapan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya harapan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini adalah hanya adalah sebuah badan bentukan pihak pemeri ntah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" adalah sebuah badan yang ada saat itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu untuk terbentuknya suatu negara Indonesia baru. Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang adalah bergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi lalu akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana memperoleh tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" wajib bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan harapan atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Ir. Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah
diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik dan sudah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit sudah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang lalu diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter". Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik itu. Hasil perubahan yang lalu disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah :
Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata -kata “dan beragama Islam”.
Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula
berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam untuk pemeluk- pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. "PPKI" sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Wala upun kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga bikinan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan itu, peran serta jasa badan ini sama sekali tidak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" sudah menjalankan tugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya "PPKI" dapat meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat untuk negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.
Kronologis Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara Keterlibatan Jepang dalam perang dunia ke 2 membawa sejarah baru dalam kehidupan bangsa Indonesia yang di jajah Belanda ratusan tahun lamanya. Hal ini disebabkan bersamaan dengan masuknya tentara Jepang tahun 1942 di Nusantara, maka berakhir pula suatu sistem penjajahan bangsa Eropa dan kemudian digantikan dengan penjajahan baru yang secara khusus diharapkan dapat membantu mereka yang terlibat perang. Menjelang akhir tahun 1944 bala tentara Jepang secara terus menerus menderita kekalahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji kemerdekaan yang di umumkan Perdana Mentri Kaiso tanggal 7 september 1944 dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) ke 85. Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi Haroda tanggal 1 maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Pers iapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sebagai realisasi janji tersebut pada tanggal 29 April 1945 kepala pemerintahan Jepang untuk Jawa (Gunseikan) membentuk BPUPKI dengan Anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakill atau mencerminkan suku/golongan yang tersebar di wilaya Indonesia. BPUPKI diketuai oleh DR Radjiman Wedyodiningrat sedangkan wakil ketua R.P Suroso dan Penjabat yang mewakili pemerintahan Jepang “Tuan Hchibangase”. Dalam melaksanakan tugasnya di bentuk beberapa panitia kecil, antara lain panitia sembilan dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan pancasila sebagai dasar negara. Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah sebagai berikut. a. Sidang BPUPKI I : Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei - 1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan- bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
1. 2. 3. 4. 5.
b.
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yaitu : Peri Kebangsaan Peri Kemanusiaan Peri ke-Tuhanan Peri Kerakyatan Kesejahteraan Rakyat Setelah menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usul tertulis naskah Rancangan Undang-Undang Dasar. Di dalam Pembukaan Rancangan UUD itu, tercantum rumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kebangsaan Persatuan Indonesia 3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan 5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Mr . Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara lain dalam pidatonya menyampaikan usulan lima dasar negara, yaitu sebagai berikut : 1. Paham Negara Kesatuan
2. 3. 4. 5.
c.
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. d.
Perhubungan Negara dengan Agama Sistem Badan Permusyawaratan Sosialisasi Negara Hubungan antar Bangsa Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir. Soekarno . Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu l ima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Rumusan Pancasila. Kebangsaan Indonesia Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan Mufakat,-atau demokrasi Kesejahteraan sosial ke-Tuhanan yang berkebudayaan Rumusan Trisila Socio-nationalisme Socio-demokratie ke-Tuhanan Rumusan Ekasila Gotong-Royong Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah ma suk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama. Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan
tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini
1. 2. 3. 4. 5.
pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1 -3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini merupakan r umusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa". Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Catatan : Paniti kecil mempunyai tugas untuk menggolong-golongkan dan memeriksa catat an-catatan tertulis selama sidang. Rapat Panitia Kecil telah diadakan bersama-sama dengan 38 anggota BPUPKI di kantor Besar Jawa Hookookai dengan susunan sebagai berikut : Ketua : Ir. Soekarno Anggota : 1) K.H.A Wachid Hasjim, 2) Mr. Muhammad Yamin, 3) Mr. A.A. Maramis, 4) M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, 5) R. Otto Iskandar Dinata, 6) Drs. Mohammad Hatta, 7) K. Bagoes H. Hadikoesoemo. Selanjutnya, dalam sidang yang dihadiri oleh 38 orang tersebut telah membentuk lagi satu Panitia Kecil yang anggota-anggotanya terdiri dari : Drs. Mohammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. A. Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Ir. Soekarno, Kiai Abdul Kahar Moezakkir, K.H.A. Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso, dan H. Agus Salim. Panitia Kecil inilah yang sering disebut sebagai panita 9 (sembilan) yang pada akhirnya menghasilkan Piagam Jakarta ( Jakarta Charter ). e. Sidang BPUPKI II : Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17
Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi d ua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan
rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat 1. 2. 3. 4. 5. f.
terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia PPKI : Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sula wesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk - pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan , Mr. Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Sete lah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk - pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “ emergency exit ” yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI.
Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan fra sa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua da n nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945. Dalam sidang PPKI memberi rumusan Pancasila sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan 5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia · 16 Agustus 1945 Jam 04:30 WIB perumusan terakhir Pancasila disahkan olahPPKI sebagggai bagian dari pembukaan UUD 1945. Jam 23:30 WIB rombongan Mr. A. Soebardjo, Sudiro, dan Yusf Kunto tiba di Rengasdengklok untuk menjemput Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta kemabli ke jakarta, kemudian samapai jakrta lalu di bawa menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol no.1, kemudian disitulah tempat perumusan teks Proklamasi, teks versi akhir yang telah diketik oleh Sayuti Melik dan di tandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta. · 17 Agustus 1945 Pembacaan Teks Proklamaasi di Jl. Pegangsaan Timur no. 56 (sekarang gedung pola). ·
MASA SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN Pembentukan pemerintahan Indonesia: a. Sidang PPKI I (18 Agustus 1945) - Mengesahkan UUD 1945ü - Memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakilü - Membentuk sebuah Komite Nasional Indonesia Pusat untuk membantu presiden dan wakil sebelum terbentuknya MPR dan DPR. b. Sidang PPKI II (19 Agustus 1945) - Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) - Merancang pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para mentrinya - Menetapkan pembagian wilayah RI atas 8 provinsi yaitu : sumatra, jawa barat, jawa tengah, jawa timur, kalimantan, sulawesi, maluku, sera sunda kecil dan sekaligus menunjuk para gubernur-gubernurnya. c. Sidang PPKI III (23 Agustus 1945), dibentuknya 3 badan baru yaitu; - Komite Nasional Indonesia (KNI) - Partai Nasional Indonesia (PNI) - Badan Keamanan Rakyat (BKR) ROSES PEMBENTUKAN DASAR DAN KONSTITUSI UNTUK NEGARA INDONESIA YANG AKAN DIDIRIKAN. 1. Pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam bahasa
Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai dibentuk oleh Jepang dan diumumkan oleh Jenderal Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945. Pada tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri). Ketua BPUPKI ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat, wakilnya adalah Icibangase (Jepang), dan sebagai sekretarisnya adalah R.P. Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI adalah 63 orang yang mewakili hampir seluruh wilayah Indonesia ditambah 7 orang tanpa hak suara. a. Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei – 1 Juni 1945) Masa persidangan pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 untuk membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Pada persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka. Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.
1) Mr. M ohammad Yamin (29 Mei 1945)
Pemikirannya diberi judul ”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” dan mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut: a) peri kebangsaan; b) peri kemanusiaan; c) peri ketuhanan; d) peri kerakyatan; e) kesejahteraan rakyat.
2) Mr . Supomo (31 Mei 1945) Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka. Negara yang akan dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal berikut ini: a) persatuan; b) kekeluargaan; c) keseimbangan lahir dan batin; d) musyawarah; e) keadilan sosial.
3) I r. Soekarno (1 Juni 1945)
Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini: a) kebangsaan Indonesia; b) internasionalisme atau perikemanusiaan; c) mufakat atau demokrasi d) kesejahteraan sosial; e) Ketuhanan Yang Maha Esa. Kelima asas tersebut diberinya nama Pancasila sesuai saran teman yang ahli bahasa. Untuk selanjutnya, tanggal 1 Juni kita peringati sebagai hari Lahir Istilah Pancasila. b. Masa Persidangan Kedua (10 – 16 Juli 1945) Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia Sembilan bekerja cerdas sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Cha rter. Naskah Piagam Jakarta berbunyi, seperti berikut. Piagam Jakarta ( Jakarta Charter )
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Atas berkat Rahmat Allah Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan menyatakan kemerdekaanya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negar a Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang kedua. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu, dibentuk Panitia Perancang Undang- Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno. Panitia tersebut juga membentuk kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang yang khusus merumuskan rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo dengan anggota Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Hasil kerjanya kemudian disempurnakan kebahasaannya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr. Supomo. Ir. Sukarno melaporkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang pada sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya disebutkan tiga hal pokok, yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undangundang dasar, dan undang-undang dasar (batang tubuh). Pada tanggal 15 dan 16 Juli 1945 diadakan sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja penyusunan UUD. Laporan diterima sidang pleno BPUPKI