AKUNTANSI INTERNASIONAL INTERNASIONAL DAN BUDAYA
MAKALAH
Untuk memenuhi Tugas Matakuliah Teori Akuntansi Yang dibina oleh Dr. Endang Mardiati, S.E., M.Si., Ak
Prepared by: KEVIN LABBEIK
156020301111016
WIWIK MUKHOLAFATUL F 156020301111020 DINA ANTARISKASARI
156020304111025
PROGRAM MAGISTER-DOKTOR ILMU AKUNTANSI PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI & BISNIS UNIVERSITAS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
I.
Acco untin g in the Global Global Environm ent: Acco unting Theory, Research, Research, Regulation and Accou nting Practice
Joseph Stiglitz penerima Hadiah Nobel Ekonomi, telah mengemukakan bahwa dalam waktu semalam, globalisasi telah menjadi isu yang paling mendesak dari zaman kita' (2002, hal.4). Dewan standar akuntansi internasional (IASB) berkomitmen mengembangkan kepentingan publik untuk suatu seperangkat standar akuntansi global berkualitas tinggi yang dapat dipahami dan dilaksanakan dengan adanya kebutuhan untuk informasi yang transparan dan dapat diperbandingkan di dalam laporan keuangan bertujuan umum. (Foreword, Alfredson et al, 2005). Alasan utama untuk menyatakan standar akuntansi internasional ini telah menjadi kebutuhan untuk pergerakan dana melalui globalisasi pasar modal. Ketua US Federal Reserve Board of Trustees mengatakan: “Jika pasar berfungsi dengan baik dan modal harus dialokasikan secara efisien,
investor membutuhkan transparansi dan harus memiliki keyakinan bahwa informasi keuangan mencerminkan kinerja ekonomi secara akurat... Dalam globalisasi dunia yang cepat, masuk akal bahwa transaksi ekonomi yang sama dicatat dengan cara yang sama di berbagai yurisdiksi.” (Paul Volcker, dalam Alfredson et al, 2005, p.5). Kutipan terakhir tersebut sedikit ironis karena USA menjadi salah satu dari sedikit negara yang tidak sepenuh hati menerima International Financial Reporting Standards (IFRS).
1.1
Sejarah dari International Accounting Accounting Standards Standards Board (IASB)
Pada akhir tahun 1960, wakil-wakil dari badan-badan profesional akuntansi Inggris, Kanada dan Amerika Serikat membentuk The Accounting International Study Group (AISG). Niat mereka adalah untuk mencoba dan
mencari beberapa harmonisasi praktek akuntansi dan audit di negara mereka dengan pandangan jangka panjang bahwa beberapa standar akuntansi yang dikombinasikan bisa diterbitkan. AISG berdiri sekitar 10 tahun dan menerbitkan 20 penelitian sebelum dibubarkan pada tahun 1977. Pada tahun 1972, World Congress of Accountants di perwakilan Sydney Grup bertemu membahas proposal untuk membentuk International accounting Standards Committee (IASC). Dalam pertemuan tersebut terdapat kesepakatan dan perwakilan dari enam negara lainnya (Australia, Perancis, Jerman, Jepang, Belanda dan Meksiko) diundang untuk bergabung. Pada tahun 1973, IASC mulai beroperasi 1
I.
Acco untin g in the Global Global Environm ent: Acco unting Theory, Research, Research, Regulation and Accou nting Practice
Joseph Stiglitz penerima Hadiah Nobel Ekonomi, telah mengemukakan bahwa dalam waktu semalam, globalisasi telah menjadi isu yang paling mendesak dari zaman kita' (2002, hal.4). Dewan standar akuntansi internasional (IASB) berkomitmen mengembangkan kepentingan publik untuk suatu seperangkat standar akuntansi global berkualitas tinggi yang dapat dipahami dan dilaksanakan dengan adanya kebutuhan untuk informasi yang transparan dan dapat diperbandingkan di dalam laporan keuangan bertujuan umum. (Foreword, Alfredson et al, 2005). Alasan utama untuk menyatakan standar akuntansi internasional ini telah menjadi kebutuhan untuk pergerakan dana melalui globalisasi pasar modal. Ketua US Federal Reserve Board of Trustees mengatakan: “Jika pasar berfungsi dengan baik dan modal harus dialokasikan secara efisien,
investor membutuhkan transparansi dan harus memiliki keyakinan bahwa informasi keuangan mencerminkan kinerja ekonomi secara akurat... Dalam globalisasi dunia yang cepat, masuk akal bahwa transaksi ekonomi yang sama dicatat dengan cara yang sama di berbagai yurisdiksi.” (Paul Volcker, dalam Alfredson et al, 2005, p.5). Kutipan terakhir tersebut sedikit ironis karena USA menjadi salah satu dari sedikit negara yang tidak sepenuh hati menerima International Financial Reporting Standards (IFRS).
1.1
Sejarah dari International Accounting Accounting Standards Standards Board (IASB)
Pada akhir tahun 1960, wakil-wakil dari badan-badan profesional akuntansi Inggris, Kanada dan Amerika Serikat membentuk The Accounting International Study Group (AISG). Niat mereka adalah untuk mencoba dan
mencari beberapa harmonisasi praktek akuntansi dan audit di negara mereka dengan pandangan jangka panjang bahwa beberapa standar akuntansi yang dikombinasikan bisa diterbitkan. AISG berdiri sekitar 10 tahun dan menerbitkan 20 penelitian sebelum dibubarkan pada tahun 1977. Pada tahun 1972, World Congress of Accountants di perwakilan Sydney Grup bertemu membahas proposal untuk membentuk International accounting Standards Committee (IASC). Dalam pertemuan tersebut terdapat kesepakatan dan perwakilan dari enam negara lainnya (Australia, Perancis, Jerman, Jepang, Belanda dan Meksiko) diundang untuk bergabung. Pada tahun 1973, IASC mulai beroperasi 1
dengan pertemuan perdananya pada 29 Juni 1973 di kantor pusat di London. Masing-masing dari sembilan anggota memiliki perwakilan di Dewan IASC. Setahun kemudian beberapa negara diakui sebagai anggota asosiasi (Belgia, India, Israel, Selandia Baru, Pakistan dan Zimbabwe) dan selanjutnya, anggota asosiasi tambahan telah diakui. Sebelum pembentukan IASC, federasi badan akuntansi profesional dunia telah ada yaitu International Federation of Accountants (IFAC). IASC bertanggung jawab atas semua hal yang berkaitan dengan standar akuntansi internasional, sedangkan IFAC akan tetap sebagai 'federasi' dari badan akuntansi profesional dan akan berfokus dengan hal-hal lain yang mempengaruhi akuntansi. Semua anggota IFAC diundang untuk bergabung dengan IASC. Seperti akuntansi, regulator pasar sekuritas di dunia memiliki 'federasi' internasional, yang disebut International of Securities Commissions (IOSCO). Badan ini terbukti menjadi kelompok 'lobi' yang sangat penting untuk pembentukan standar akuntansi internasional. Parker dan Morris (2001) memperlihatkan:
tuntutan
kritis
atas
upaya
harmonisasi
IASC
'(p.298).
Keprihatinannya selama dua dekade terakhir abad ke-20 adalah standar akuntansi nasional yang diberlakukan konsisten menghambat aliran investasi keuangan internasional karena ketidakpastian yang dihadapi investor dalam membaca laporan keuangan yang berbeda. Ada yang berpendapat, inefisiensi antara pasar modal sebagai akibat dari kebijakan dan penegakan akuntansi yang berbeda. IOSCO bersama-sama dengan banyak lembaga keuangan ekonomi dunia yang signifikan lainnya (misalnya Bank Dunia), memiliki negara-negara anggota yang tertekan untuk penciptaan standar akuntansi internasional yang efektif. 1.2 Standar Akuntansi Internasional
IASC sejak berdirinya pada tahun 1973, telah mengeluarkan standar akuntansi internasional, dan negara-negara anggota diwajibkan untuk mematuhi standar tersebut. Hal tersebut mengambil bentuk standar akuntansi nasional yang konsisten dengan standar-standar internasional, atau indikasi yang jelas tentang perbedaan mereka. Pengakuan atas hal tersebut mengarahkan tekanan dari badan dunia yang dijelaskan di atas, sehingga menjelang akhir abad ke-20 penekanan telah bergeser ke harmonisasi dan kemudian konvergensi standar nasional dengan standar internasional. Proses penerbitan standar akuntansi oleh IASC memiliki persamaan di beberapa negara-negara anggota, yaitu: 2
1. Sebuah proyek yang diakui memerlukan memerlukan perhatian, dan komite pengarah terdiri dari ahli-ahli ditunjuk. 2. Biasanya makalah diskusi (atau permasalahan) diterbitkan, serta serta draft pernyataan prinsip-prinsip (Draft Statement of Principles Principles). 3. Exposure draft diterbitkan diterbitkan untuk meminta komentar publik. 4. Kemudian standar diterbitkan. Di beberapa negara anggota, IASC merasa perlu untuk menetapkan Standing Interpretations Comitte
(SIC) yang
bertanggungjawab untuk
menjawab
isu-isu
penerapan standar yang muncul. Selain itu, seperti di beberapa negara anggota, IASC mengembangkan pernyataan yang menjelaskan dasar konseptual untuk mengeluarkan standar akuntansi. Hal tersebut menghasilkan adopsi rerangka kerja untuk penyusunan laporan keuangan - rerangka konseptual IASC yang penting pada tahun 1989. Rerangka kerja ini mengisyaratkan niat IASC untuk mengembangkan standar berbasis prinsip ( principles-based principles-based standards) (seperti di AS) dan standar berbasis aturan (rules-based standards).
Perbedaan utama dalam dua pendekatan tersebut adalah bahwa
pendekatan berbasis prinsip dimulai dari prinsip-prinsip yang mendasari (seperti yang ditunjukkan dalam rerangka) sedangkan pendekatan ruled-based berusaha untuk mengatur setiap tindakan yaitu peraturan yang harus dipatuhi pada situasi tertentu. Pendekatan prinsip bergantung pada pertimbangan profesional dalam menerapkan prinsip-prinsip yang relevan dengan transaksi daripada menetapkan prosedur yang harus diikuti. Filosofi yang berbeda telah dikutip sebagai alasan utama untuk penerimaan standar akuntansi internasional oleh AS. Namun, mereka menjelaskan untuk menjadi standar akuntansi internasional jauh lebih sedikit daripada standar akuntansi AS. 1.3 Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standards/IFRS)
Pada awal abad ini, IASC digantikan oleh International Accounting Standards Board (IASB). IASB dibantu oleh badan penasihat yang disebut Standards Advisory Council (SAC). SIC yang lama diubah bentuknya menjadi International Financial Reporting Interpretation (IFRIC). IASB juga dibantu oleh anggota-anggota sebagai
penghubung. Anggota tersebut adalah Australia, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Selandia Baru, Inggris dan Amerika Serikat, dan tanggung jawab mereka untuk bertemu dengan anggota lain untuk memastikan bahwa kepentingan semua anggota 'sepenuhnya diwakili. IASC telah menerbitkan 41 standar akuntansi internasional dan SIC mengeluarkan 33 interpretasi. Meskipun standar baru diketahui sebagai IFRS, standar
yang
telah
diterbitkan
sebelumnya
tetap
sebagai
standar
akuntansi 3
internasional sampai mereka diubah atau diganti. Demikian pula, SIC juga akan tetap berlaku sampai diganti (seperti yang disebutkan di atas, standar yang dikeluarkan di bawah IASB disebut IFRS dan interpretasinya disebut IFRIC). 1.4
Adopsi IFRS
Tidak semua negara mengadopsi IFRS sebagai standar akuntansinya. Australia adalah salah satu negara yang telah mengadopsi IFRS. The European Union juga memintasemua perusahaan terdaftar di bursa menerapkan IFRS dalam
akun konsolidasi mereka. Masyarakat akuntansi dan bisnis telah lama mengemukakan kasus dan perlawanan harmonisasi standar akuntansi. Harmonisasi diperlukan, karena beberapa komentator berpendapat, dalam rangka meningkatkan 'alokasi barang, tenaga kerja dan modal di pasar internasional untuk mengurangi biaya modal, biaya operasi, dan untuk memudahkan kontrol sosial perusahaan multinasional '(Parker dan Morris 2001, p.299). Ide tentang harmonisasi juga menjadi subjek debat. Walaupun dapat dilihat sebagai proses untuk meningkatkan perbandingan praktek akuntansi yang bervariasi (Nobes, quoted in Parker and Morris 2001, p.302), terdapat perbedaan dengan apa yang diminta secara legal dalam peraturan (de jure formal harmony ) dan apa yang dilakukan perusahaan dalam prakteknya (de facto or material harmony ). Beberapa peneliti telah menyediakan tingkat pengukuran
beberapa standar akuntansi nasional yang selaras dengan IFRS (misalnya Fontes et al., 2005). Peter Agars yang merupakan mitra di sebuah perusahaan akuntansi utama internasional, berpendapat bahwa Australia memainkan peran penting dalam praktek akuntansi internasional. Ia mengklaim bahwa Australia membantu menjaga profesi internasional dalam keseimbangan dengan empat cara: 1. oleh pengaruh yang diberikannya dalam pengaturan standar; 2. oleh pengaruh yang diberikannya atas nama kawasan Asia-Pasifik; 3. dengan keseimbangan dengan keterlibatan di antara negara-negara besar 4. dengan sumber daya yang memberikan kontribusi (agars tahun 1996, p.362) IASB
telah
menyatakan
bahwa
ia
akan
mengadopsi
pendekatan
berdasarkan prinsip ( principles-based approach), tidak seperti pendekatan berbasis peraturan (rules-based approach ) yang digunakan di Amerika Serikat. Namun, pada saat yang sama, IASB memiliki kebijakan yang dinyatakan bergerak lebih dekat dengan standar FASB untuk mendorong konvergensi penuh. Agar adil, SEC dan FASB telah mulai diskusi tentang kesesuaian pendekatan berbasis prinsip 4
( principles-based approach), yang tidak diragukan lagi akan membuat konvergensi penuh lebih mudah. Hal ini cukup kompleks, terutama yang berkaitan dengan perusahaan terdaftar. Contoh: di Kanada, emiten sekuritas asing diizinkan untuk menggunakan IFRS dan dengan rekonsiliasi ke Canadian GAAP, tetapi perusahaan domestik tidak diizinkan melakukannya. Posisi di AS tidak begitu jelas dinyatakan dan rumit dengan penetapan Public Company Accounting Oversight Board ( PCAOB) oleh Undang-Undang Sarbanes-Oxley . Dan situasi terus berubah. Jelas bahwa pendukung regulasi akuntansi global akan menyambut penerimaan IFRS oleh negara terbesar dan terkuat di bidang ekonomi yaitu AS. Bahkan, IASB dan FASB pada tanggal 29 Oktober 2002 menandatangani nota kesepahaman (The Norwalk Agreement ) bahwa mereka akan bekerja sama menuju konvergensi lengkap antara
standar AS dengan standar internasional. Saat ini ada beberapa proyek bersama yang sedang berlangsung, misalnya: penyusunan rerangka konseptual yang merupakan proyek bersama dari IASB dan FASB. Selain rapat gabungan perwakilan dari dua badan tersebut, konferensi umum untuk kemajuan konvergensi juga diadakan. 1.5 Pertanyaan tentang Prinsip” “
Akibat dari runtuhnya perusahaan besar seperti Enron, Kongres AS memerintahkan SEC untuk mempelajari akuntansi berbasis prinsip ( principle based accounting ) sebagai bagian dari program reformasi korporat. Dengan demikian,
perdebatan regulasi akuntansi rule-based dan principle-based dihasilkan dari persepsi bahwa AS memiliki standar akuntansi berbasis aturan (rule-based ) dan harus pindah ke dasar peraturan berbasis prinsip (principle-based ). Hal ini penting bagi mereka yang berada di luar AS, karena keinginan untuk memiliki standar akuntansi
internasional
dengan
partisipasi
negara
AS
sepenuhnya
dalam
penyusunan. Saat ini AS tidak menerima IFRS, tetapi sebagai pendukung peraturan akuntansi global, sangat penting bahwa AS sebagai ekonomi terbesar dunia menjadi bagian dalam proses harmoniasi. IASC selalu mengklaim telah mengadopsi pendekatan berbasis prinsip ( principle based ) untuk IFRS. Hal ini ironis, mengingat sebagian besar peraturan akuntansi AS pada abad 20 didasari pada praktik akuntansi yang 'baik', bahwa peraturan akuntansi (GAAP) di AS belum berdasarkan prinsip. Namun, Schipper (2003) menyatakan bahwa US GAAP didasarkan pada prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam Kerangka Konseptual FASB, tapi ada unsur-unsur yang mengarahkan orang untuk percaya bahwa peraturan adalah dasar dari standar.
5
Meskipun beberapa orang mengemukakan bahwa perbedaan itu tidak penting, ada pertimbangan sangat penting dalam perdebatan, yaitu: 1. Pertanyaan tentang profesionalisme. West (2003) telah menunjukkan jika sesuai dengan standar, akuntansi hanyalah suatu proses teknis crossing the boxes, maka ada sedikit ruang untuk pertimbangan profesional. 2. Perbedaan ini penting karena dapat mengakibatkan perlakuan akuntansi yang berbeda dari transaksi yang sama. Contoh: ketika sebuah perusahaan masuk ke dalam sewa (leasing ), perusahaan harus memutuskan bagaimana untuk melaporkan sewa. Hal ini untuk memutuskan apakah sewa adalah modal (capital ) atau sewa operasi (operating lease). Perusahaan kemudian dapat mengikuti aturan akuntansi yang memungkinkan
untuk menghindari maksud di balik transaksi. Enron secara teknis dikatakan telah mengikuti GAAP tetapi mampu memainkan aturan tersebut dan hal ini tampaknya menjadi alasan mengapa pemerintah AS, dalam Undang-Undang Saarbanes-Oxley tahun 2002, mensyaratkan SEC untuk memeriksa kelayakan peraturan akuntansi berbasis prinsip ( principle-based accounting regulation). Suatu permasalahan dengan mencoba untuk menetapkan aturan untuk membimbing praktek adalah bahwa selalu ada potensi bahwa tidak semua situasi akan ditampung oleh peraturan. Hal ini secara dramatis dapat diilustrasikan dalam undang-undang perpajakan di mana legislator mencoba untuk menutupi semua kontinjensi, namun akuntan 'kreatif' dan pengacara tampaknya datang dengan skema untuk melewati legislator. Akibatnya, peraturan perpajakan telah menjadi semakin kompleks dan rinci. Hal ini juga berlaku dengan peraturan akuntansi berbasis aturan. Alexander dan Jermakowicz (2006) telah menyarankan bahwa meningkatnya detail dan kompleksitas US Generally Accepted Accounting Principles telah dikaitkan dengan penetapan standar dengan ruled-based
daripada principles-based . Pendekatan principles-based dimaksudkan
untuk
memberikan
dasar
konseptual untuk akuntan daripada mengikuti daftar aturan rinci atau seperti Alexander dan Jermakovicz yang menyatakan itu adalah 'upaya untuk memberitahu preparers dan auditor tidak melakukan sesuatu tapi bagaimana untuk memutuskan apa yang harus dilakukan'. Hal ini kadang-kadang disebut pendekatan objectives-oriented untuk pengaturan
standar
yang
menyoroti
perbedaan
penting,
yang
membangkitkan
pertanyaan tentang apa tujuan dari pelaporan keuangan. Tujuan ini biasanya dinyatakan dalam pelaporan substansi ekonomi yang mendasari (representative faithfulness) untuk entitas pelaporan bukan pada bentuk transaksi. Perdebatan pengaturan standar berbasis prinsip (principles-based ) dan berbasis peraturan (rules-based ) adalah kompleks dan memiliki banyak implikasi untuk 6
praktek akuntansi. IASC telah ditetapkan untuk menentukan standar berbasis prinsip ( principles-based ) tetapi kenyataannya hal itu harus menjelaskan beberapa persyaratan standar dalam bentuk 'aturan' untuk diikuti. Dari perspektif teoritis, pendekatan berbasis prinsip ( principles-based ) lebih baik. Hal ini dapat dirasakan sebagai suatu masalah dalam benak akuntan. Namun, pendekatan berbasis peraturan (rules-based ) akan tampak lebih aman untuk akuntan di lingkungan yang sadar hukum. Artinya, akuntan harus menunjukkan bahwa aturan telah diikuti untuk menghindari adanya klaim akibat dari adanya kemungkinan kelalaian. Pendekatan berbasis prinsip ( principles-based ) memerlukan pertimbangan profesional dengan penyaji (preparer) laporan keuangan dan auditor. Jika penilaian tersebut dihindari, maka betapa rapuhnya profesional akuntan? Ada banyak bukti menunjukkan standar akuntansi berbasis aturan (rules-based ) tampaknya menarik, tapi menyebabkan penyalahgunaan status profesional akuntan. 1.6 Dimensi Internasional dari Akuntansi
Dimensi internasional akuntansi dapat dipertimbangkan dari tiga perspektif, meskipun mereka semua tumpang tindih, yaitu: 1. Perusahaan Multinasional (Multinational Corporations - MNC). Perusahaan multinasional yaitu perusahaan individual yang telah terlibat untuk waktu yang lama dalam perdagangan internasional, tetapi secara bertahap mereka telah menjadi lebih besar sampai pendapatan untuk beberapa perusahaan meningkat melebihi produk domestik bruto dari banyak negara di mana mereka beroperasi. Masalah pertama dalam memeriksa perusahaan multinasional (juga disebut sebagai Transnasional Corporations -TNC) yang mendefinisikannya. Para ekonom belum
berhasil menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu ekonom internasional telah menyarankan bahwa MNC adalah perusahaan yang: a. Terlibat dalam produksi asing melalui afiliasinya yang terletak di beberapa negara. b. Kontrol langsung atas kebijakan afiliasinya. c. Mengimplementasikan strategi bisnis dalam produksi, pemasaran, keuangan dan kepegawaian yang melampaui batas-batas nasional (geosentris). Beberapa isu yang terlibat dalam transaksi pelaporan yang menyangkut standar akunting di perusahaan multinasional (MNC/TNC) yaitu: a. Melibatkan lebih dari satu mata uang. Satuan mata uang mana yang akan digunakan dalam pelaporan keuangan? b. Pengukuran aset dan kewajiban yang akan digunakan dalam menyusun laporan keuangan akhir c. Metode dan proses laporan keuangan konsolidasi yang akan digunakan. 7
d. Perhitungan benefit dan biaya yang muncul dari transaksi hedging. e. Perhitungan hasil penyelenggaraan aset tetap jangka panjang. f. Metode depresiasi yang digunakan. g. Keterlibatan isu-isu akuntansi manajemen termasuk prosedur costing . Contoh: di
negara berkembang memungkinkan perusahaan asing beroperasi di
negara ini karena manfaat yang akan diperoleh dari operasional MNC (seperti terbukanya lapangan pekerjaan dan pajak). Dalam hal ini, struktur biaya apa yang harus digunakan oleh MNC? Banyak perusahaan multinasional (MNC) yang dikritik karena pembebanan biaya operasional mereka di negara-negara berkembang sehingga tidak ada keuntungan yang diperoleh dan tidak ada pajak yang terhutang. Hal ini dikenal sebagai transfer pricing dan banyak penelitian telah dilakukan tentang masalah ini. Hal tersebut menjadi bagian dari masalah yang lebih besar terkait dengan manfaat globalisasi 2. Comparative accounting . Perbandingan faktor-faktor yang membentuk praktik akuntansi di berbagai negara disebut sebagai akuntansi komparatif (Comparative accounting) . Selama bertahun-tahun ada banyak studi penelitian tentang faktor-faktor yang dianggap menjadi penyebab perbedaan nasional dalam akuntansi disebut akuntansi sebagai perbandingan (Comparative accounting). Alasan perbedaan tersebut berasal dari banyak faktor seperti warisan kolonial, umur dan ukuran profesi akuntansi, sistem hukum, budaya, sejarah, bahasa dan agama (Nobes,1998,p.163). Namun, perbedaan yang mendominasi pada penelitian-penelitian tersebut adalah budaya (culture). Budaya dibangun secara sosial dan terus berubah sehingga tidak mungkin untuk mengklaim bahwa dimensi budaya tetap ada. Pengetahuan budaya diperoleh melalui pemahaman sosial yang kompleks. Budaya ditandai oleh alam sejarah mereka dan terus-menerus berubah dengan perubahan dalam organisasi sosial, ekonomi dan politik masyarakat. Ada sedikit keraguan bahwa praktik akuntansi, didefinisikan sebagai kegiatan sosial yang sangat dipengaruhi oleh budaya tetapi tidak mungkin untuk memformulasikan dimensi tetap tentang dampak budaya pada praktek-praktek akuntansi tersebut. Akuntansi komparatif tidak dapat mengandalkan dimensi budaya secara sederhana. Gray (1988) menjelaskan akuntansi komparatif harus melibatkan petunjuk yang lebih luas jika ingin memiliki arti. Gerakan konvergensi dari regulasi pelaporan dan praktek keuangan akan mengurangi dampak perbedaan budaya nasional. Hal tersebut merupakan karakteristik dari globalisasi. 8
3. Globalisasi (globalization ). Perspektif akuntansi dalam konteks ekonomi yang semakin global merupakan fenomena terbaru yang terbukti menjadi pertimbangan paling penting dalam memeriksa dimensi internasional akuntansi. Ini adalah motivasi utama untuk pendukung standar akuntansi internasional. Namun, ada dua kesalahpahaman umum globalisasi: pertama, bahwa globalisasi adalah fenomena baru. Kedua, yaitu kekhawatiran hanya pada faktor ekonomi. Menurut Steger (2003) empat karakteristik globalisasi, yaitu: a. Melibatkan penciptaan baru dan perbanyakan jaringan sosial serta kegiatan yang semakin melampaui batas-batas geografis politik, ekonomi, budaya tradisional yang ada (penekanan dalam aslinya, p.9). Karakteristik pertama jelas bahwa globalisasi melibatkan lebih dari sekadar pertimbangan ekonomi, meskipun sering orang berkonsentrasi pada aspek ini. b. Tercermin dalam ekspansi dan peregangan hubungan, aktivitas, sosial, dan saling ketergantungan. c. Mengacu pada intensifikasi dan percepatan pertukaran kegiatan sosial. d. Dengan masyarakat tumbuh kesadaran karakteristik kedua dan ketiga. Terdapat banyak keuntungan dari proses globalisasi, yaitu: a. Peningkatan komunikasi telah mengurangi rasa isolasi yang dirasakan di banyak negara-negara miskin di dunia. b. Telah ada perbaikan dalam sistem kesehatan yang mengarah ke harapan hidup lebih tinggi dan pengurangan penyebaran banyak penyakit (misalnya AIDS) dan penyakit. c. Ada perbaikan di tingkat lapangan kerja di banyak negara berkembang. d. Banyak pengurangan ketidakadilan sosial, seperti penggunaan pekerja anak. e. Telah terjadi peningkatan bantuan asing dan pengampunan utang (contoh: proyek Yobel) yang menguntungkan beberapa negara berkembang. Stigliz (2002, hal.5) menyatakan: 'mereka yang menjelekkan globalisasi terlalu sering mengabaikan manfaatnya' Namun, ia melanjutkan: para pendukung globalisasi ada, bahkan lebih seimbang. Globalisasi (yang biasanya dikaitkan dengan menerima kapitalisme gaya Amerika) merupakan suatu kemajuan dan negara-negara berkembang harus menerimanya jika mereka ingin tumbuh untuk memerangi kemiskinan secara efektif. Tapi bagi banyak orang di negara berkembang, globalisasi tidak membawa manfaat ekonomi yang dijanjikan.
9
1.7 International Econom ic Institution
Meskipun banyak dimensi globalisasi, hal itu adalah sebagian besar aspek ekonomi yang telah menjadi subyek kontroversi dan karena ini, akuntan harus menyadari peran yang mereka mainkan dalam proses globalisasi. Namun, tidak mungkin untuk membahas aspek ekonomi globalisasi tanpa juga mempertimbangkan proses politik dan lembaga-lembaga yang berperan penting seperti memajukan 'tujuan' dari globalisasi (International Economic Institution ). Banyak kecemasan atas aspek ekonomi globalisasi telah muncul dari tindakan tiga badan ekonomi internasional, yaitu International Monetary Fund ( IMF), International Bank for Reconstruction and Devvelopment (IBRD) atau yang lebih dikenal sebagai World Bank, dan World Trade Organization (WTO). Semua organisasi ini telah menjadi
alat penting sebagai promotor globalisasi untuk menggunakan kekuasaan politik yang besar. Pada tahun 1990 IMF, Bank Dunia, dan Departemen Keuangan AS menghasilkan Konsensus Washington, yang merupakan bagian utama dari „the free market mantra‟ (Stiglitz 2002 p.16). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu,
konsensus washington pada awalnya dirancang untuk ekonomi Amerika Latin yang tertekan namun kemudian digunakan untuk yang berhubungan dengan semua negara yang ingin meminjam dana dari IMF atau Bank Dunia. Kedua, meskipun lembagalembaga ini yang seharusnya global, kebijakan ini muncul dari AS. Ketiga, konsesus washington menandai pergeseran yang pasti dalam agenda IMF dan Bank Dunia untuk kepentingan neoliberal lebih lanjut untuk menderegulasi pasar di seluruh dunia. Sepuluh poin dari Konsensus Washington adalah: 1. Disiplin fiskal untuk mengekang defisit anggaran 2. Pengalihan prioritas pengeluaran publik terhadap bidang yang menawarkan keuntungan ekonomi yang tinggi dan potensi untuk meningkatkan distribusi pendapatan, seperti perawatan kesehatan primer, pendidikan dasar dan infrastruktur. 3. Reformasi pajak (untuk menurunkan tingkat marjinal dan memperluas basis pajak). 4. Liberalisasi keuangan dengan tingkat suku bunga ditentukan oleh pasar. 5. Nilai tukar uang (currency ) yang kompetitif, untuk membantu pertumbuhan ekspor. 6. Liberalisasi perdagangan (termasuk penghapusan lisensi impor dan penurunan tarif). 7. Liberalisasi (promosi) dari arus masuk investasi asing langsung. 8. Privatisasi BUMN. 9. Deregulasi ekonomi (untuk menghapuskan hambatan untuk masuk dan keluar). 10. Perlindungan hak milik.
10
Kondisi yang dikenakan oleh tiga lembaga keuangan tersebut adalah sebagai prasyarat pada bangsa yang mengajukan pinjaman. Pendukung dari arahan baru tersebut mengindikasikan secara statistik peningkatan kesejahteraan secara global di negara berkembang dan (ada sedikit keraguan) tentang indikator peningkatan ekonomi global. Bagaimanapun juga, hal tersebut merupakan pengukuran secara makro yang mengabaikan ketidaksamaan pada tingkat mikro dan dampak negatif lainnya yang disebut dengan perdagangan bebas. Ada kemunafikan yang cukup besar dalam penerapan ideologi Konsensus Washington. Negara debitur diwajibkan untuk menghilangkan hambatan perdagangan (untuk perdagangan global liberalisasi), namun dalam banyak kasus negara-negara maju (terutama AS) melindungi industri mereka sendiri dengan subsidi yang cukup besar. Hasilnya telah meningkatkan utang negara debitur daripada 'mengembangkan' penataan ekonomi menjadi kuat. Ada bukti empiris kuat yang tak terhitung mengenai jumlah ketidakadilan lain di negara-negara berkembang dan di banyak tempat tentang materi yang disampaikan orang-orang dari berbagai perspektif politik. Contoh: efek dari persyaratan yang dikenakan pada Indonesia selama krisis keuangan Asia akhir 1990-an yang dirinci oleh Graham dan Neu (2003). Stiglitz (2002, hal.75) menunjukkan bahwa ada satu masalah struktural dasar yang mendasari semua ini. Sementara sistem pasar dapat bekerja relatif baik di negara maju yang berada dekat informasi yang 'sempurna', tetapi tidak bisa diberlakukan di sebagian besar negara-negara berkembang karena banyak prasyarat untuk operasionalnya tidak ada. 1.8 Peran Akuntansi dalam Globalisasi
Globalisasi telah memunculkan banyak pertanyaan apakah terdapat dampak yang kuat terhadap akuntansi dan akuntan. Hal tersebut benar jika globalisasi berlaku terutama jika seseorang mengadopsi sudut pandang luasdari akuntansi transformatif yang bersifat lebih sosial. Contoh: masalah tata kelola perusahaan, langkah-langkah anti-korupsi, kode keuangan dan standar, standar umum akuntabilitas dan regulasi perusahaan internasional yang besar, serta banyak masalah lain yang semuanya melibatkan akuntansi. Globalisasi mendestabilkan pemahaman kita tentang akuntansi dengan efek asosiasi di lingkungan korporasi dan lingkungan sosial di mana akuntansi dilakukan. (Cooper et a.2003, p.359). Arnold and Sikka (2001) menunjukkan bahwa jika pandangan diambil dari pertumbuhan pasar keuangan global, paradoksnya, pasar keuangan menjadi semakin tergantung pada negara. Tanpa disadari, apa yang terjadi adalah kepentingan politik dalam negara yang mengerahkan kekuatan besar atas pasar keuangan dalam rangka 11
memajukan kepentingan mereka sendiri. Hal ini dapat digambarkan dengan memeriksa kasus Bank of Credit and Commerce International (BCCI), bank yang beroperasi di 73 negara sebelum keruntuhannya yang spektakuler karena tuduhan penipuan, kecurangan manajemen dan pencucian uang. Mereka berpendapat bahwa hubungan profesional negara dengan kantor akuntan besar telah memberdayakan pertumbuhan bank melalui regulasi perbankan dan teknologi audit. Hal ini juga menarik untuk dicatat bahwa Pemerintah Federal Australia telah memaksa Asosiasi Profesi Akuntansi Australia untuk terlibat dalam proses harmonisasi standar akuntansi. Akuntansi telah lama digunakan perusahaan-perusahaan internasional yang besar untuk menciptakan realitas ekonomi yang nyaman. Contoh: biaya dalam perusahaan tersebut dialokasikan untuk menunjukkan bahwa tidak ada keuntungan (no profit ) yang telah dibuat di negara-negara di mana mereka telah beroperasi, sehingga
tidak ada pajak yang disetorkan di negara-negara tersebut. Hal ini disebut sebagai masalah transfer pricing , dan itu telah menjadi perhatian selama bertahun-tahun. Sekarang hanya satu cara di mana TNC, dengan pendapatan lebih besar dari PDB di banyak negara, menghasilkan kekuatan ekonomi besar-besaran. Jumlah TNC tumbuh dengan pesat, dari sekitar 7.000 pada tahun 1970 menjadi lebih dari 50.000 pada pergantian abad. Akun mereka lebih dari 70% dari perdagangan dunia. Semua mempertahankan kantor pusat di Amerika Utara, Eropa, Jepang atau Korea Selatan. Perkembangan terbaru adalah bahwa TNCs ini menggunakan 'kekuatan monopsoni' (selain kekuatan tradisional monopoli atau oligopoli), yaitu mereka menetapkan harga yang akan mereka bayar dan ketidaksetujuan terhadap harga tersebut akan mengakibatkan pembatalan kontrak untuk pemasok dan mengacaukan perusahaan pemasok. Contoh: perusahaan ritel terbesar di dunia, WalMart Inc, telah menetapkan harga untuk produk yang berada di bawah biaya pemasok. Kegagalan untuk memenuhi harga ini mengakibatkan pemasok akan keluar dari bisnis, sehingga menyebabkan gangguan sosial besar-besaran, terutama di mana perusahaan pemasok adalah sumber lapangan kerja utama kota ini. Akhirnya dengan pengangguran yang besar hampir menghancurkan basis ekonomi kota. Akuntansi memainkan peran penting dalam praktek-praktek tersebut seperti keputusan yang didasarkan pada informasi akuntansi untuk menetapkan besarnya biaya. Selain itu, juga diketahui bahwa perusahaan mencari sumber biaya tenaga kerja yang semakin murah, sehingga tenaga kerja dan produksi bergeser ke daerah di mana hal ini dapat diperoleh. Akuntan harus sepenuhnya menyadari peran aktif mereka dalam keberlanjutan profit oriented dari TNC, yang telah menjadi agen sangat penting untuk mempengaruhi kesejahteraan ekonomi, politik dan sosial dari banyak negara.
12
1.9 Regulation, Globalisation and Ac coun ting
Tujuan Pemerintah Australia mengadopsi IFRS oleh profesi akuntansi adalah untuk memfasilitasi aliran gobal dana investasi. Diambil pada nilai nominal, motif ini mengagumkan. Namun, pemeriksaan lebih dalam mengungkapkan hal tersebut menjadi contoh lain dari suatu kesadaran palsu yaitu adanya implikasi serius yang tidak jelas pada
awal
memfasilitasi
gerakan
global
dana
investasi.
Regulator
akuntansi
memungkinkan banyak kesenjangan yang muncul di bidang sosial, politik dan ekonomi. Tampaknya ada sedikit keraguan bahwa globalisasi telah meningkatkan banyak keuntungan di negara-negara maju atau Barat. Sementara itu, beberapa negara berkembang
memiliki
manfaat
ekonomi
yang
cukup
besar,
tapi
tetap
ada
ketidakseimbangan besar di kekuasaan politik yang sering mengakibatkan manfaat ekonomi hanya mengalir untuk hegemoni politik yang korup dan beberapa individu dengan kekuasaan politik, sering didukung oleh kekuatan militer. Mereka terlalu sering memegang kekuasaan ekonomi di negara-negara maju dengan mengabaikan faktorfaktor untuk melestarikan lingkungan, tetapi demi kepentingan ekonomi mereka sendiri, termasuk TNC, lembaga keuangan internasional dan pemerintah yang memiliki hubungan dekat dengan lembaga-lembaga ini dan yang mendukung keputusan badan/lembaga ini adalah tindakan akuntansi.
13
II. Financial Acc oun ting Theory: International Accoun ting 2.1 Bukti dari Perbedaan Internasional Dalam Akuntansi
Perbedaan laba yang dilaporkan karena perbedaan kinerja ekonomi yang mendasari dan banyak alasan karena perbedaan akuntansi antara Prancis dan Italia. Sebaliknya cara yang efektif untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan internasional dalam akuntansi yang berdampak langsung pada akuntansi yang dilaporkan adalah untuk membandingkan hasil yang dilaporkan dari berbagai Negara sebagai satu set identik transaksi dan peristiwa yang mendasarinya. Mengingat suatu perusahaan memiliki seperangkat yang unik dari transaksi dan peristiwa setiap tahun, perbandingan ini tidak dapat secara efektif dilakukan dengan membandingkan hasil perusahaan berbeda yang terletak di Negara yang berbeda. Perbandingan bisa dilakukan dengan melihat hasil dari satu perusahaan yang menghasilkan account keuangan tersendiri sesuai dengan peraturan lebih dari satu Negara. Dalam beberapa tahun terakhir telah ada perusahaan multinasional besar yang telah menaikkan pembiayaan melalui bursa efek lebih dari satu Negara (misalnya dengan menjual saham melalui Frankurt, bursa saham London dan New York dimana sahamnya akan terus terdaftar). Untuk mendukung penjualan sahamnya dan terdaftar terus pada bursa saham, perusahaan harus menghasilkan laporan keuangan yang telah disusun sesuai dengan peraturan akuntansi yang telah diterima bursa. Ketika perusahaan multinasional memiliki saham yang diperdagangkan di bursa saham, biasanya menghasilkan lebih dari satu versi rekening yang dibuat satu set terpisah sesuai dengan peraturan akuntansi sesuai masing-masing bangsa dimana sahamnya diperdagangkan. Nober dan Parker (2004, hal 4) telah dilakukan perbandingan hasil sejumlah kecil perusahaan multinasional berbasis Eropa yang melaporkan hasil mereka. Sesuai dengan aturan akuntansi Negara asal mereka dan aturan akuntansi AS. Dalam neraca Astra Zeneca, pemegang saham pada 31 Desember 2003 adalah $ 13,178 juta ketika dilaporkan sesuai dengan aturan akuntansi Inggris menjadi $ 33,654 juta bila dihitung dengan aturan akuntansi AS. Meskipun persentae perbedaan ukuran ini mungkin tidak biasa, pemeriksaan rekening hampir setiap perusahaan yang melaporkan hasilnya sesuai dengan satu set peraturan akuntansi akan menunjukkan beberapa perbedaan baik dari keuntungan yang dilaporkan di bawah setiap set peraturan dan antara aktiva bersih yang dilaporkan. Menyoroti perbedaan antara AS dan Inggris dilakukan pendekatan yang menghasilkan penjelasan bahwa peraturan akuntansi Inggris tidak diberlakukan offbalance sheet sehingga berpotensi menghasilkan perbedaan yang signifikan antara neraca Enron di bawah praktik akuntansi Inggris dan AS. Setelah mnunjukkan 14
perbedaan, memang terdapat alasan dalam praktek antara peraturan praktik akuntansi yang berbeda. 2.2 Penjelasan dari Perbedaan Dalam Akuntansi
Perera (1989) berpendapat bahwa praktik akuntansi di Negara-negara tertentu berevolusi sesuai dengan keadaan masyarakat tertentu, pada waktu tertentu. Meskipun ada variasi besar secara umum bahwa terdapat dua model utama akuntansi keuangan yang telah berevolusi dalam Negara-negara maju secara ekonomi: model Anglo-Amerika dan model Eropa continental. Model Anglo-Amerika menekankan kepada pentingnya pasar modal (entitas Negara-negara yang menggunakan model akuntansi ini sangat bergantung terdapat sumber-sumber modal publik dan utang). Perbedaan Praktik Akuntansi di Negara Berbeda. Metode akuntansi cenderung berkaitan dengan peraturan pajak setempat dan informasi yang cenderung bersifat melindungi kepentingan kreditur, bukan investor (entitas dalam Negara-negara yang menggunakan model Eropa-kontinental). Seiring waktu, banyak alasan yang diberikan untuk perbedaan dalam metode akuntansi suatu Negara. Mueller (1986) menunjukkan bahwa perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan dasar hukum suatu Negara, sistem politik di suatu tmpat, atau pngembangan perspektif ekonomi suatu Negara. Dalam masyarakat, akuntansi merupakan suatu fungsi pelayanan. Dengan demikian, ia harus menanggapi kebutuhan yang selalu berubah dan harus mencrminkan kondisi sosial, politik, hukum, dan ekonomi dimana ia beroperasi. Kebermaknaan tergantung bagaimana kemampuannya mencerminkan suatu kondisi. Alasan seperti sistem pajak, tingkat pendidikan, dan tingkat pembangunan ekonomi juga telah menjelaskan perbedaan dalam praktik akuntansi (Doupnik dan Salter, 1995). 2.3 Budaya
Budaya adalah suatu konsep umum yang akan diharapkan berdampak kepada sistem hukum, sistem pajak, cara bisnis terbentuk dan dibiayai dan sebagainya. Selama bertahun-tahun budaya telah ada dalam psikologi, antropologi dan sosiologi sastra sebagai dasar untuk menjelaskan perbedaan sistem sosial (Hofsteda, 1980). Baru-baru ini dekade itu telah digunakan untuk menjelaskan perbedaan internasional dalam akuntansi. Violet (1983) berpendapat bahwa akuntansi adalah „aktivitas sosio teknis‟ yang melibatkan interaksi antara sumber daya manusia dan non -manusia.
Karena keduanya berinteraksi, Violet mengklaim bahwa akuntansi tidak dapat 15
dianggap budaya bebas. Berkaitan dengan budaya akuntansi, Violet (1983, p.8) mengklaim bahwa: akuntansi adalah lembaga sosial yang didirikan oleh sebagian budaya untuk melaporkan dan menjelaskan fenomena sosial tertentu yang terjadi di dalam transaksi ekonomi. 2.4 Agama
Hasil yang bagus dari penelitian berbasis budaya, faktanya berbasis terhadap kerja Hofstede dan Gray yang memimpin Negara untuk menjadi kelompok bersama dalam waktunya diantara komunitas dan sub-budaya akuntansi. Ini menyediakan pedoman dalam pengharmonisasian proses dan istimewanya, untuk mengidentifikasi batas.
Dalam
penelitian
berikutnya,
Hamid,
Craig
dan
Clarke
(1993)
mempertimbangkan dampak dari satu faktor budaya, agama dalam praktik akuntansi. Melebihi batasan dalam budaya. Mereka mempertimbangkan bagaimana budaya Islam, yang eksis di banyak Negara telah gagal untuk merangkul praktik akuntansi „Western‟ dan mereka merefleksikan bagaimana isu agama menempati
tempat yang minimal dalam literature akuntansi. 2.5 Sistem Hukum
Faktor institusional pertama yang akan diuji adalah sistem hukum yang beroperasi dalam suatu Negara. Ini dapat dibedakan menjadi dua kategori: Hukum umum dan Sistem Hukum Roman. Dalam sistem hukum, mereka mempunyai sejarah antara beberapa perspektif relative dengan banyak tempat dalam hidup. Dalam sistem hukum Roman, parlemen sangat detail dan melindungi banyak aspek dalam kehidupan. Sistem hukum dan praktek sangat dipengaruhi oleh Inggris yang cenderung memiliki sistem hukum umum. Negara-negara ini termasuk Inggris dan Wales, Irlandia, India,: Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Sebaliknya, sebagian besar Negara di benua Eropa, bersama dengan negaranegara yang sistem hukumnya dikembangkan di bawah pengaruh negara-negara ini, cenderung memiliki sistem hukum Romawi. Negara tersebut termasuk sebagian besar anggota Uni Eropa (selain Inggris, Wale ~ dan Irlandia) dan banyak negara di belahan dunia merupakan bekas koloni negara-negara Eropa kontinental. Oleh karena itu, di Uni Eropa, kita mengharapkan Inggris, Wales, Irlandia dan (sebagian) Skotlandia secara historis memiliki undang-undang akuntansi yang beberapa telah dikodifikasikan secara relatif, yang mana perkembangan praktik akuntansi diserahkan kepada pertimbangan (judgement) profesional akuntan. Dengan bekas Uni Eropa kita harapkan praktik akuntansi secara historis telah dikembangkan melalui kodifikasi rinci dari aturan (law) akuntansi (atau peraturan 16
yang diakui secara hukum) yang secara relative terdapat sedikit masukan dari akuntan professional. 2.6 Kepemilikan Bisnis Dan Sistem Pembiayaan
Faktor institusi utama yang didemonstrasikan dampak bentuk praktek akuntansi suatu negara adalah kepemilikan bisnis dan sistem pembiayaan. Mirip dengan sistem hukum, faktor ini secara luas dapat dibagi menjadi dua jenis yang berbeda, yaitu insider dan outsider. Dalam system outsider, pemegang saham eksternal (yaitu, mereka yang tidak terlibat dalam manajemen perusahaan) adalah sumber signifikan pembiayaan untuk kegiatan usaha. Pemegang saham eksternal ini tidak akan terlibat dalam pengelolaan rinci perusahaan, dan karena itu tidak akan memiliki akses informasi akuntansi manajemen perusahaan secara rinci, sehingga mereka perlu diberikan informasi akuntansi keuangan yang terpisah untuk membantu mereka membuat keputusan investasi. Mereka mungkin berinvestasi saham dibeberapa perusahaan, dan memerlukan dasar untuk mengevaluasi kinerja dari setiap perusahaan-misalnya dengan membandingkannya dengan kinerja perusahaan lain. Untuk membantu memastikan keefektifan dan efisien alokasi pendanaa untuk perusahaan yang berbeda dengan tipe pembiayaan yang sama yaitu outsider, penting bagi investor eksternal (dan calon investor) untuk diberikan informasi akuntansi keuangan yang mencerminkan kinerja ekonomi yang mendasari bisnis secara adil, seimbang dan tidak bias. Dengan demikian, mengingat pentingnya keuangan yang berasal dari outsider, akuntansi keuangan akan mengembangkan informasi historis dengan tujuan utama menyediakan informasi yang adil, seimbang, dan objektif (tidak bias) kepada para pemegang saham eksternal - "sebuah proses yang membutuhkan pertimbangan lebih luas mengenai pertimbangan profesional (Nobes, 1998), misalnya untuk menangani perkembangan reguler atau inovasi dalam praktek bisnis yang tidak dapat secara mudah diramalkan saat menulis kode akuntansi atau undang-undang. Sebaliknya, sistem pendanaan yang berasal dari insider, penyediaan pendanaan oleh pemegang saham eksternal jauh kurang signifikan. Meskipun tidak ada dominasi perusahaan atau bisnis keluarga, atau penyedia dominan untuk pendanaan keuangan jangka panjang, baik bank atau pemerintah (Zysman, 1983). Dengan bisnis milik keluarga, pemilik cenderung memiliki akses ke informasi akuntansi manajemen internal secara rinci dari bisnis, sehingga tidak ada kebutuhan terhadap akun-akun keuangan untuk memberikan informasi, membantu pengambilan keputusan investasi oleh pemegang saham. 17
Di beberapa negara (seperti Jerman) di mana bank menjadi sumber dominan keuangan jangka panjang bagi perusahaan besar, bank dan perusahaan cenderung untuk mengembangkan hubungan yang mendukung kebutuhan jangka panjang. Ini melibatkan bank sebagai perwakilan dewan pengawas perusahaan kepada siapa mereka merupakan kreditur utama, dan perwakilan yang disediakan dengan informasi akuntansi manajemen secara detail yang tersedia untuk semua anggota dewan pengawas. Dalam kasus kepemilikan bisnis keluarga, menunjukkan bahwa penyedia keuangan secara dominan adalah 'insider atau orang dalam' dan memiliki akses secara rinci ke informasi manajemen, terdapat sedikit penekanan akuntansi keuangan untuk dikembangkan dalam rangka menyediakan informasi untuk membantu keputusan investasi eksternal di negara-negara (Nobes, 1998). Nobes dan Parker (2004) menjelaskan bahwa dalam sistem di mana pemerintah menyediakan sejumlah besar pembiayaan bisnis jangka panjang, perwakilan pemerintah seringkali akan menjadi direktur dari perusahaan yang didanai negara, dan dengan demikian akan memiliki akses kedalam informasi manajemen. Dengan demikian, karakteristik pendanaan pada semua negara di mana sistem pendanaan insider mendominasi, yaitu peran utama akuntansi secara historis tidak memberikan informasi yang adil, seimbang dan tidak bias (objektif) dalam rangka membantu investor luar membuat keputusan investasi yang efisien dan efektif. Jadi, akuntansi keuangan di beberapa negara telah dikembangkan untuk memenuhi perbedaan peran dari negara yang pendanaannya menggunakan system outsider. Salah satu peran, yang akan dibahas dalam bagian berikutnya, adalah penyediaan informasi untuk menghitung kewajiban pajak. Negara-negara yang secara historis telah didominasi oleh sistem pendanaan keuangan dari insider juga cenderung negara dengan sistem hukum Romawi, sementara negara-negara yang system pendanaanya berasal dari outsider, biasanya memiliki sistem hukum umum (La Porta et al., 1997). Dengan demikian, sebagian besar negara-negara kontinental Eropa (dengan pengecualian dari Belanda yang memiliki sistem hukum Romawi, tetapi sejumlah besar keuangan berasal dari outsider) secara historis negara-negara ini mengandalkan bentuk pendanaan keuangan dari insider, dan dengan demikian akuntansi keuangan di negara-negara ini tidak berkembang untuk melayani kebutuhan dalam pembuatan keputusan investasi di pasar modal. Sebaliknya, Inggris dan Irlandia (dan, termasuk AS dan negara-negara non-Eropa lainnya) mengandalkan pendanaan dari outsider, dengan peran utama akuntansi untuk melayani kebutuhan informasi pasar modal dengan informasi yang adil, seimbang dan objektif. Sebagai contoh penelitian empiris yang menghubungkan sistem pendanaan dengan perbedaan dalam praktik akuntansi, 18
Pratt dan Behr (1987) membandingkan proses pengaturan standart yang diadopsi oleh di AS dan Swiss. Perbedaan standar dan proses adopsi dijelaskan oleh perbedaan 'ukuran, kompleksitas, dan keragaman transaksi modal, distribusi kepemilikan secara luas, dan sifat oportunistik para pelaku pasar modal. Sebelum meninggalkan diskusi tentang dampak system pendanaan yang berbeda
pada
praktek akuntansi,
kita
harus
menekankan
bahwa
dengan
meningkatnya skala bisnis global, perusahaan multinasional di negara manapun semakin mengandalkan pembiayaan dari lebih dari satu negara. Kebutuhan pendanaan
dari
banyak
perusahaan
di
negara-negara
secara
tradisional
mengandalkan bentuk pendanaan insider, yang mana system pendanaan ini telah tumbuh di luar kapasitas pendanaan dari sumber keuangan insider, beberapa perusahaan kini semakin mengandalkan pendanaan dari outsider-dari pemegang saham yang berasal dari Negara asal maupun Negara lain. Sehingga kebutuhan informasi yang terkait dengan sistem pendanaan outsider menjadi mudah untuk diaplikasikan untuk banyak perusahaan besar di negara-negara continental Eropa (Nobes dan Parker, 2004). 2.7 Sistem perpajakan
Seperti yang kita lihat di pembahasan sebelumnya, di negara-negara dengan mayoritas sistem pendanaan outsider, praktik akuntansi keuangan dikembangkan untuk memberikan representasi yang adil, seimbang dan objektif tentang kinerja ekonomi yang mendasari bisnis untuk membantu meningkatkan efektivitas keputusan alokasi investasi oleh pemegang saham eksternal. Sebuah sistem merefleksikan realitas ekonomi dengan, misalnya, setiap perusahaan memilih metode penyusutan paling mencerminkan penggunaan aset tetap. Sebaliknya, di negara-negara dengan sebagian besar pendanaan keuangan menggunakan system insider, penekanan pada laporan untuk merefleksikan secara adil beberapa bentuk realitas ekonomi tidak ditampilkan. Sebaliknya, laporan dikembangkan untuk tujuan yang berbeda, dan. satu tujuan penting adalah perhitungan pajak (Nobes dan Parker, 2004). Di sebagian besar negara kontinental Eropa yang secara tradisional bergantung pada sistem keuangan insider, bagi perusahaan mengklaim tunjangan pajak, tunjangan ini harus dimasukkan dalam rekening keuangan. Sebagai contoh, perusahaan ingin mengurangi kewajiban pajak dengan mengambil keuntungan dari tunjangan maksimum penyusutan pajak yang diijinkan, termasuk tunjangan penyusutan pajak tersebut dalam rekening keuangan. Tunjangan penyusutan pajak ini akan ditentukan oleh aturan perpajakan, dan tidak selalu berhubungan dengan jumlah aset tetap yang benar-benar telah digunakan 19
dalam tahun tertentu. Oleh karena itu akuntansi keuangan secara substansial dipengaruhi dan ditentukan oleh ketentuan hukum perpajakan di banyak negara Eropa kontinental yang mengandalkan system pendanaan insider. Di negara-negara dengan system pendanaan outsider, rekening pajak telah terpisah dari rekening keuangan. Jadi, jika sebuah perusahaan ingin mengklaim tunjangan pajak maksimum untuk metode penyusutan yang diizinkan oleh peraturan perpajakan, hal ini tidak akan mempengaruhi perhitungan keuntungan yang dilaporkan dalam rekening keuangan. Rekening keuangan dapat mencakup biaya penyusutan
yang
mempengaruhi
adil
sehingga
kemampuan
mencerminkan
perusahaan
untuk
pemanfaatan
mengklaim
aset
tanpa
tunjangan
pajak
maksimum untuk penyusutan dalam rekening pajak. Mengingat bahwa (dengan pengecualian Eropa terkenal dari Belanda) ada kecenderungan atau korelasi yang tinggi antara sistem pendanaan insider dan system hukum Roma (La Porta et al., 1997), hal ini mengakibatkan ketentuan rinci aturan perpajakan secara efektif menjadi bagian dari peraturan akuntansi secara rinci di banyak negara kontinental Eropa yang telah dikodifikasi oleh sistem hukum Romawi. Faktor kelembagaan cenderung dibedakan, dan juga memperkuat perbedaan antara negara-negara dengan system insider-hukum Romawi dan hukum umum- sistem pendanaan outsider. 2.8 Kekuatan Profesi Akuntansi
Nobes dan Parker (2004) menjelaskan bahwa kekuatan profesi akuntansi di negara manapun secara historis keduanya ditentukan oleh, dan dibantu untuk memperkuat, pengaruh pada sistem pendanaan akuntansi yang berasal dari faktor kelembagaan yang telah kita bahas di atas. Dalam sebuah negara hukum umum yang didominasi oleh sistem outsider untuk pendanaan jangka panjang, yang dimana undang-undang pajak memiliki sedikit pengaruh pada akuntansi keuangan, sehingga relatif sedikit hukum perundang-undangan yang menentukan isi rekening. Tujuan utama dari rekening tersebut memberikan representasi yang adil, seimbang dan objektif tentang kinerja ekonomi yang mendasari bisnis tersebut, dan ini diperlukan pertimbangan profesional untuk mengatasi setiap situasi yang berbeda. Dengan demikian, di negara-negara ini, secara historis akan ada permintaan untuk sejumlah besar
akuntan
yang
mampu
menerapkan
pertimbangan
profesional
untuk
menentukan cara yang paling cocok yang mencerminkan set unik dari transaksi dan peristiwa dalam laporan akuntansi keuangan pada banyak perusahaan. Kebutuhan akan akuntan yang mampu, dan memiliki ruang lingkup untuk melakukan penilaian
20
profesional telah menyebabkan perkembangan profesi akuntansi semakin besar dan kuat di negara-negara seperti Inggris, Irlandia, Amerika Serikat dan Australia. Profesi akuntansi yang kuat telah efektif dalam melobi pemerintah untuk memastikan bahwa sistem regulasi akuntansi memberikan ruang bagi pelaksanaan judgement profesional, sehingga dapat kekuatan dan pengaruh profesi akuntansi. Sebaliknya, dalam hukum Romawi negara yang memiliki sebagian besar sistem pendanaan insider dan hukum pajak memberikan pengaruh besar pada bentuk rekening keuangan, akan lebih sedikit kebutuhan atau ruang untuk penggunaan pertimbangan profesional ketika menyusun pernyataan akuntansi keuangan. Oleh karena itu terdapat jauh lebih sedikit dorongan untuk pengembangan profesi akuntansi daripada di system hukum umum. Profesi akuntansi di beberapa Negara continental Eropa menjadi semakin kecil dan lemah; (karena) daripada rekan-rekan mereka di Inggris, Irlandia atau Amerika Serikat. Nobes dan Parker (2004) menyatakan bahwa profesi akuntansi yang semakin lemah ini memiliki dampak dalam memperkuat praktik akuntansi yang membutuhkan sedikit latihan pertimbangan profesional di negara-negara ini, karena pelaksanaan yang efektif dari praktik akuntansi membutuhkan profesi akuntansi dalam jumlah yang besar, yang nyaman dengan (dan memiliki pengalaman yang cukup) menerapkan penilaian profesional untuk masalah akuntansi yang kompleks 2.9 Kecelakaan Sejarah
Seperti yang ditunjukkan di bagian awal, sistem akuntansi cenderung dianggap sebagai Anglo-Amerika atau model Eropa kontinental. Perbedaan budaya dan kelembagaan telah kita bahas sejauh ini dalam mendukung bab pandangan ini, dengan negara-negara yang mengikuti model Anglo-Amerika cenderung memiliki sistem hukum umum, system system pendanaan outsider, sedikit pengaruh hukum perpajakan pada akuntansi keuangan, dan profesi akuntansi yang kuat dan terbiasa untuk mempertimbangkan judgement profesional, dan sebaliknya berlaku di negara yang mengikuti model kontinental Eropa. Jika kita menerima bahwa pengaruh ini signifikan
dalam
membentuk
praktek
akuntansi
suatu
negara,
kita
harus
mengharapkan praktik akuntansi di negara-negara dengan sistem Anglo-Amerika menjadi luas dan serupa. Namun, hal ini tidak konsisten dengan bukti yang disajikan dalam bagian pertama dari bab ini ketika, misalnya, kita melihat bahwa kedua keuntungan dilaporkan dan aktiva bersih perusahaan farmasi multinasional AstraZeneca berbeda secara signifikan ketika dihitung sesuai dengan aturan akuntansi Inggris dan jika dihitung sesuai dengan aturan AS. Jika pengaruh budaya dan kelembagaan kami telah meneliti sejauh ini dalam bab ini, dan secara umum 21
terdapat kemiripan antara Inggris dan Amerika Serikat, yang signifikan dalam membentuk praktik akuntansi, maka harus ada faktor tambahan penting yang mempengaruhi variasi antara Inggris dan USA. Nobes
dan
Parker
(2004)
menunjukkan
pentingnya
faktor
tambahan
kecelakaan sejarah, yang pengaruhnya terbatas pada sistem akuntansi dari masingmasing negara yang terkena dampak kecelakaan. Misalnya, mengikuti Kecelakaan Wall Street tahun 1929, AS membuat undang-undang pasar modal ditujukan perlindungan investor, sementara tidak ada pembuatan undang-undang tersebut pada saat itu di Inggris. Undang-undang ini termasuk persyaratan akuntansi tertentu, yang diperuntukkan pada akuntansi sektor swasta, dan yang telah dihasilkan secara rinci oleh aturan akuntansi AS. Sebaliknya, menyusul serangkaian kegagalan akuntansi di Inggris pada akhir 1980-an, Inggris tmembentuk sistem yang lebih berbasis pada prinsip regulasi akuntansi sejak awal 1990-an. Unerman dan O'Dwyer (2004), setelah kegagalan akuntansi di Enron pada tahun 2001, itu diklaim oleh banyak orang di Inggris bahwa sistem peraturan yang berbeda seharusnya mencegah Enron menggunakan teknik akuntansi kreatif di Inggris dan hal tersebut diikuti Amerika Serikat. Kembali ke kasus AstraZeneca, mempelajari rekonsiliasi yang disediakan dalam rekening keuangan antara hasil yang dihitung dengan menggunakan aturan akuntansi Inggris dan Amerika Serikat, itu tersebut jelas menunjukkan perbedaan substansial antara dua set peraturan akuntansi (dalam kasus perusahaan ini) muncul dari perbedaan antara AS dan perlakuan akuntansi Inggris mengenai merger dan akuisisi (termasuk perhitungan goodwill). Tekanan yang berbeda di Inggris (mungkin termasuk upaya lobi yang berbeda dengan pihak yang berkepentingan di setiap negara) mengakibatkan aturan akuntansi Inggris dan AS untuk merger dan akuisisi yang agak berbeda. Kita dapat melihat bahwa sejumlah alasan, termasuk budaya, agama (yang merupakan bagian dari budaya) dan faktor kelembagaan (yang kita bisa juga membayangkan hal-hal yang dipengaruhi oleh budaya), telah mempercepat untuk menjelaskan sistem akuntansi pada setiap negara. Diskusi ini tidak berarti jika tidak mengidentifikasi secara mendalam faktor yang diusulkan untuk menjelaskan perbedaan sistem akuntansi internasional, namun demikian, penelitian menunjukkan bahwa satu pendekatan umum untuk akuntansi, seperti yang digunakan di Inggris, Irlandia, Belanda, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru atau Kanada, mungkin sesuai lingkungan tertentu, tetapi tidak pada lingkungan yang lain. Oleh karena itu, mungkin agak naif untuk mengklaim bahwa ada sistem 'terbaik' dari akuntansi. Meskipun demikian, ada upaya luas selama beberapa dekade untuk mengurangi 22
perbedaan antara sistem akuntansi di berbagai negara. Sebelum kita membahas beberapa upaya ini, atau yang disebut dengan harmonisasi internasional atau standardisasi akuntansi, sekarang kita akan mempertimbangkan alasan teoritis yang telah diusulkan untuk menjelaskan mengapa harmonisasi internasional atau standardisasi penting, dan alasan mengapa harmonisasi ini atau standardisasi mungkin tidak diinginkan atau tidak efektif. 2.10 Alasan untuk Harmonisasi Dan Standardisasi
Nobes dan Parker (2004, hal. 77) membedakan antara 'harmonisasi' dan 'standarisasi' akuntansi. Mereka mendefinisikan 'harmonisasi' sebagai: proses meningkatkan kompatibilitas praktik akuntansi dengan menetapkan batas untuk derajat variasi mereka. 'Standardisasi' akuntansi dijelaskan sebagai istilah yang 'tampaknya menyiratkan pembebanan yang lebih kaku dan sempit dari satu set peraturan [dari harmonisasi]' (hlm. 77). Oleh karena itu, harmonisasi muncul untuk memungkinkan fleksibilitas yang lebih dari standardisasi. tetapi Nobes dan Parker (2004) menunjukkan, dua istilah yang baru-baru ini telah digunakan sinonim dalam akuntansi internasional. Oleh karena itu kami akan menggunakan dua istilah bergantian dalam bab ini. Nobes dan Parker (2004) menjelaskan bahwa alasan untuk meningkatkan standardisasi akuntansi keuangan internasional serupa dengan alasan untuk standardisasi
akuntansi
keuangan
dalam
masing-masing
negara.
Dengan
meningkatnya globalisasi, alasan ini menunjukkan pentingnya standardisasi internasional. Jadi, misalnya, jika investor semakin melakukan investasi di perusahaan dari berbagai negara, dan investor menggunakan akun keuangan sebagai sumber informasi yang penting dan mendasari keputusan investasi mereka, penting bagi mereka untuk memahami akun atau rekening keuangan dan memiliki dasar memadai untuk membandingkan angka akuntansi keuangan perusahaan dari berbagai negara. Sama seperti halnya dalam negeri (lihat argumen dalam Bab 2 dan 3) baik dapat dimengerti dan diinterpretasi, informasi akuntansi keuangan harus lebih efektif jika semua akun disusun menggunakan set yang sama dari asumsi yang mendasari atau aturan akuntansi. Apabila investor internasional tunggal harus memahami berbagai set yang berbeda dari asumsi dan peraturan akuntansi, maka tugas untuk membuat keputusan investasi internasional yang efisien dan efektif adalah hal yang harus dipertimbangkan. Jika kebutuhan keuangan jangka panjang dari perusahaan multinasional terlalu besar bagi penyedia keuangan di satu negara, maka mungkin perlu untuk menaikkan pembiayaan di bursa efek pada lebih dari satu negara. Untuk alasan perlindungan 23
investor dalam negeri, regulator bursa di negara manapun cenderung enggan mengizinkan saham perusahaan yang diperdagangkan di bursa mereka jika perusahaan tersebut tidak menghasilkan akun keuangan yang mudah dibandingkan dengan semua akun perusahaan lain yang sahamnya diperdagangkan di bursa yang disusun dengan menggunakan asumsi yang dapat diperbandingkan (atau aturan). Dimana, seperti dalam kasus AstraZeneca, perusahaan harus menghasilkan hasil akuntansi keuangan sesuai dengan aturan akuntansi bursa saham dimana sahamnya diperdagangkan. Hal seperti ini sangat mirip dengan aturan akuntansi yang digunakan oleh semua perusahaan lain yang sahamnya diperdagangkan di masing-masing bursa efek, memanfaatkan satu set aturan akuntansi internsional untuk semua perusahaan yang terdaftar di bursa manapun bahkan jika saham perusahaan diperdagangkan hanya di bursa saham domestik mereka. Alasan lebih lanjut untuk standardisasi akuntansi internasional, menurut Nobes dan Parker (2004) adalah hal itu akan memudahkan fleksibilitas yang lebih besar dan efisiensi dalam penggunaan staf oleh perusahaan multinasional dari akuntan dan auditor, karena perbedaan aturan akuntansi di berbagai negara merupakan penghalang untuk transfer staf antar Negara. 2.11 Kendala Harmonisasi Dan Standardisasi Akuntansi
Ada alasan yang kuat mengapa akuntansi distandardisasi secara internasional. Namun, karena hal ini tidak terjadi maka harus ada upaya mencegah standardisasi akuntansi internasional secara lengkap. Beberapa penjelasan teoritis telah dikemukakan untuk menjelaskan kendala harmonisasi. Salah satu kendala utama untuk harmonisasi internasional atau standardisasi adalah perbedaan budaya dan kelembagaan yang disebabkan karena akuntansi keuangan bervariasi di tempat pertama. Seperti dikatakan sebelumnya, jika faktorfaktor penyebab terus bervariasi antara negara, maka sulit untuk melihat bagaimana satu set aturan akuntansi akan sesuai atau cocok untuk semua negara. Artinya, variasi akuntansi antara negara yang berbeda untuk alasan yang baik, rintangan utama standardisasi internasional adalah kenyataan bahwa alasan-alasan yang baik terus eksis. Sebagai contoh kendala untuk harmonisasi, Perera (1989, p. 52) menganggap potensi keberhasilan mentransfer keterampilan akuntansi dari negara Anglo-Amerika ke negara-negara berkembang. Dia mencatat: Keterampilan yang ditransfer dari negara-negara Anglo-Amerika mungkin tidak diterapkan karena mereka secara budaya tidak relevan atau disfungsional dalam konteks negara-negara penerima .
24
Perera (1989) juga berpendapat bahwa standar akuntansi internasional sendiri sangat dipengaruhi oleh model akuntansi Anglo-Amerika dan, dengan demikian, standar-standar internasional cenderung mencerminkan keadaan dan pola pikir dalam kelompok tertentu suatu negara. Dia berpendapat bahwa standar-standar ini cenderung mengalami masalah relevansi di negara-negara di mana lingkungan yang berbeda ditemukan di negara-negara Anglo-Amerika. Jadi, misalnya, jika sebagian besar perusahaan Jerman terus bergantung pada system pendanaan insider, dan Jerman terus menggunakan sistem hukum Romawi, maka peraturan akuntansi yang dikodifikasikan mungkin akan lebih tepat untuk sebagian besar perusahaan Jerman daripada pengenaan bentuk sistem akuntansi Anglo-Amerika. Nobes dan Parker (2004) menunjukkan bahwa dalam keadaan seperti itu, mungkin akan lebih tepat untuk memiliki sistem ganda, di mana semua perusahaan di masing-masing negara diminta untuk mempersiapkan akun keuangan sesuai dengan sistem domestik yang dikembangkan, dan perusahaan: yang meningkatkan dana melalui internasional dapat mempersiapkan paket tambahan akun {mungkin hanya rekening konsolidasi atau kelompok) sesuai dengan aturan akuntansi internasional gaya Anglo-Amerika. Sebuah kendala lebih lanjut untuk harmonisasi telah dijelaskan oleh Nobes dan Parker (2004) sebagai kurangnya profesi akuntansi yang dikembangkan di beberapa negara. Dengan demikian, seperti yang dibahas sebelumnya, di negara-negara di mana profesi akuntansi yang kuat belum dikembangkan ada kemungkinan ada masalah awal dalam melaksanakan peraturan akuntansi internasional yang didasarkan pada pertimbangan profesional model Anglo-Amerika. Selain itu, beberapa negara mungkin memiliki kesulitan nasionalistik dalam melaksanakan sistem standar akuntansi internasional yang dianggap berkaitan erat dengan sistem Anglo-Amerika. Sebuah potensi kendala akhir yang signifikan untuk standardisasi internasional adalah bahwa, yang kita lihat di Bab 2 dan 3, peraturan akuntansi dapat dan memiliki konsekuensi ekonomi (Nobes dan Parker, 2004). Pemerintah dari masing-masing negara mungkin tidak mau memberikan kontrol atas proses yang memiliki konsekuensi ekonomi nyata untuk sebuah badan internasional di mana mereka memiliki pengaruh kecil. Kita melihat bagaimana hal ini dapat berdampak pada proses standardisasi internasional dalam Bab 3, ketika kita meneliti kesulitan yang baru-baru ini yang telah mengalami penolakan oleh beberapa negara Uni Eropa untuk sepenuhnya mendukung ketentuan revisi IAS 39, karena dampak negatif ketentuan ekonomi ini mungkin pada bank-bank di negara-negara mereka.
25
2.12 Proses Dan Lembaga-Lembaga Internasional Standarisasi Akuntansi
Pemeriksaan proses dan institusi-institusi dari harmonisasi internasional dan standardisasi akuntansi jauh lebih erat kaitannya dengan praktik akuntansi, daripada teori
akuntansi.
Namun,
mengingat
pentingnya
perkembangan
terakhir
di
harmonisasi dan standardisasi akuntansi, baik di Uni Eropa dan global, pengetahuan dasar tentang proses saat "Harmonisasi akuntansi internasional, terutama karena mereka mempengaruhi peraturan akuntansi di Uni Eropa, harus membantu dalam memahami beberapa contoh empiris yang kita gunakan dalam buku ini. Bagian akhir dalam bab ini secara singkat memeriksa proses-proses dan lembaga-lembaga harmonisasi dan standardisasi. The
International
Accounting
Standards
Board
(Standar
Akuntansi
Internasional) Lembaga utama yang terlibat dalam standardisasi akuntansi keuangan internasional adalah Dewan Standar Akuntansi Internasional (lASB), dan Komite Standar Akuntansi Internasional (LASC). The LASC didirikan pada tahun 1973 dengan tujuan: merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi kepentingan publik yang harus diamati dalam penyajian laporan keuangan dan mempromosikan ketaatan mereka di seluruh dunia dan bekerja secara umum "untuk perbaikan serta harmonisasi peraturan, dan prosedur yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan. (LASC, 1998, hal. 6) Pendekatannya terhadap peraturan akuntansi pada dasarnya mengikuti model Anglo-Amerika, tapi awalnya banyak Standar Akuntansi Internasional (IASs) itu diterbitkan dengan berbagai macam pilihan akuntansi. Dengan demikian, mereka tidak bisa efektif dalam standardisasi praktik akuntansi internasional, seperti perusahaan yang berbeda (atau negara) bisa menggunakan substansial akuntansi yang berbeda dengan kebijakan sementara semua bisa menyatakan bahwa mereka mematuhi peraturan IAS. Oleh karena itu, IAS tidak bisa memastikan atau meningkatkan komparabilitas rekening keuangan untuk tujuan utama dari akuntansi. Pada akhir 1980-an International Organization of Securities Commission (IOSCO), sebuah badan yang mewakili regulator sekuritas pemerintah di seluruh dunia, mengakui bahwa untuk mendorong lebih banyak perusahaan multinasional meningkatkan pendanaan dari bursa saham di lebih dari satu negara, akan berguna untuk memiliki satu set standar akuntansi internasional yang dapat diterima oleh setiap bursa yang diatur oleh anggota IOSCO. Hal ini akan mengurangi biaya perusahaan yang harus menghasilkan satu set yang berbeda dari hasil akuntansi keuangan untuk masing-masing negara di mana sahamnya dicatatkan. Namun, IAS dapat diterima untuk tujuan ini, mereka harus jauh lebih efektif dalam standardisasi praktik akuntansi. 26
III. REVIEW ARTIKEL 3.1 Artikel Gray, S.J. (1988). Towards A Theory Of Cultural Influence On The Development Of Accounting Systems Internationally S.J. Gray
Pendahuluan
Paper ini membahas mengenai 4 hubungan antara karakteristik budaya dengan perkembangan sistem akuntansi, aturan mengenai profesi akuntansi, dan perlakukan
mengenai
pengungkapan
dan
manajemen
finansial.
Paper
ini
menganggap selama ini perkembangan akuntansi tidak mengakui adanya perbedaan budaya di mana sistem akuntansi tersebut diterapkan, sehingga paper ini mengajukan atau mengusulkan kerangka kerja yang ingin menyandingkan faktor lingkungan dan budaya lokal dengan perkembangan sistem akuntansi internasional. Klasifikasi Internasional dan Faktor Budaya
Pada
bagian
ini
membahas
tentang
penelitian
terdahulu
mengenai
pengglobalan sistem dan pengaruh faktor lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Mueller, 1967; Zeff, 1971; Radebaugh, 1975; Choi dan Mueller, 1984; Nobes, 1984; Arpan dan Radebaugh, 1985; Nobes dan Parker, 1985, menyadarkan dunia akuntansi mengenai pengaruh faktor lingkungan dalam perkembangan akuntansi. Penelitian di atas dapat digolongkan menjadi 2 golongan pendekatan yang berbeda, yang pertama adalah menggunakan pendekatan deduktif (Mueller, 1967, 1968; Nobes, 1983, 1984) yang mengidentifikasi faktor lingkungan dan dikaitkan dengan praktik akuntansi, aturan internasional, dan pola pengembangan akuntansi sendiri. Sedangkan yang kedua, melalui pendekatan induktif yang menganalisa praktik akuntansi, pola pengembangannya diidentifikasi, dan penjelasan mengenai hal tersebut dikaitkan dengan faktor lingkungan yang terdiri dari ekonomi, sosial, politik, dan budaya. (Frank, 1979; Nair dan Frank, 1980). Mueller (1967) mengungkapkan 4 pendekatan yang dilakukan oleh negara barat dalam pengembangan akuntansinya yang berbasis pada sistem ekonomi pasar: 1) Pola Makroekonomi, akuntansi bisnis berkaitan erat dengan kebijakan ekonomi nasional. 2) Pola makroekonomi, akuntansi dianggap sebagai salah satu cabang dalam ekonomi bisnis. 3) Pendekatan independen, akuntansi dianggap sebagai jasa dan merupakan turunan dari praktik bisnis. 27
4) Pendekatan
keseragaman
akuntansi,
akuntansi
dianggap
sebagai
administrasi dan pengendalian. Dari 4 pendekatan yang dibahas oleh Mueller di atas, faktor eksternal seperti sistem hukum dan politik serta sosial dapat mempengaruhi pengembangan akuntansi meskipun tidak secara langsung diungkapkan. Meskipun begitu, faktor eksternal lain terutama budaya tidak diungkapkan secara tegas dan eksplisit. Sedangkan pada penelitian menggunakan pendekatan induktif yang dilakukan oleh Nair dan Frank (1980) menghasilkan kesimpulan bahwa hipotesis: 1) Variabel budaya dan ekonomi berhubungan dengan praktik pengungkapan, dan 2) Variabel perdagangan berhubungan dengan praktik pengukuran. Kedua hipotesis di atas tidak dapat dibuktikan, artinya di antara 44 negara yang dikelompokkan menjadi 5 bagian tidak ada perbedaan yang berarti dalam penerapan praktik pengungkapan dan pengukuran akuntansinya. Dari kedua penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya budaya pada penelitian terdahulu belum didapatkan kejelasan. Mungkin dikarenakan pengaruh budaya sudah digolongkan kepada hal yang mempengaruhi atau merupakan faktor ekonomi itu sendiri, tetapi hal ini tidak pernah diungkapkan secara eksplisit. Oleh karena itu, pengaruh kebudayaan terhadap akuntansi telah dilupakan dalam pengglobalan akuntansi. Dimensi Budaya
Pada
bagian
ini
mengungkapkan
mengenai
pentingnya
budaya
dan
penerapannya pada akuntansi. Budaya merupakan hal yang mempengaruhi dan dapat menjelaskan perilaku pada sistem sosial. Berdasarkan Hofstede (1980), budaya merupakan sistem pemrograman pikiran yang membedakan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Hofstede mengklasifikasikan dimensi budaya menjadi 1) Individualisme, merupakan suatu kondisi sosial di mana individu hanya bertujuan untuk mengurus dirinya sendiri dan keluarga dekatnya saja. 2) Power Distance, merupakan kemampuan dari anggota masyarakat untuk menerima hierarki kekuasaan. 3) Uncertainty Avoidance, ukuran di mana anggota masyarakat merasa tidak nyaman atau adanya kekhawatiran mengenai ketidakpastian atas apa yang akan dihadapi. 4) Masculinitas, penilaian
masyarakat
didasarkan
kepada
penghargaan,
kepahlawanan, ketegasan, dan kesuksesan secara material. 28
Budaya, Nilai Sosial Dan Subkultur Akuntansi
Setelah mengidentifikasi nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat luas, kemudian dilakukan identifikasi nilai akuntansi yang selama ini dianut. Yaitu sebagai berikut: 1) Professionalism, penilaian mengenai tindakan profesional lebih diutamakan daripada ketaatan terhadap hukum. 2) Uniformity, diutamakannya keseragaman praktik akuntansi pada perusahaan dan kekonsistenan pelaksanaan praktik akuntansi tersebut dibandingkan dengan fleksibilitas perlakuan akuntansi disesuaikan dengan keadaan dari perusahaan tersebut. 3) Conservatism, diutamakannya tindakan hati-hati untuk mengantisipasi ketidakpastian masa depan dibandingkan dengan sikap optimis dan siap mengambil risiko. 4) Secrecy, diutamakannya kerahasiaan dan pembatasan pengungkapan informasi tentang bisnis hanya kepada mereka yang terlibat dekat dibandingkan dengan pengungkapan secara transparan kepada publik. Dari 2 pengelompokan di atas Gray menyimpulkan beberapa hipotesis, yaitu sebagai berikut: 1) Semakin tinggi tingkat individualisme, dan semakin rendah tingkat uncertainty avoidance dan power distance suatu negara maka besar kemungkinan
negara tersebut mempunyai tingkat profesionalisme yang tinggi. 2) Semakin tinggi tingkat uncertainty avoidance dan power distance. Serta semakin rendahnya tingkat individualisme suatu negara maka kemungkinan besar negara tersebut mempunyai tingkat keseragaman yang tinggi. 3) Semakin tinggi tingkat uncertainty avoidance, serta semakin rendahnya tingkat individualisme dan maskulinitas suatu negara maka kemungkinan besar negara tersebut mempunyai tingkat konservatisme yang tinggi. 4) Semakin tinggi tingkat uncertainty avoidance dan power distance. Serta semakin rendahnya tingkat individualisme dan maskulinitas suatu negara maka kemungkinan besar negara tersebut mempunyai tingkat kerahasiaan yang tinggi. Nilai Akuntansi dan Klasifikasi Area Budaya
Gray hanya mengungkapkan analisis dari hubungan kebudayaan dengan pengakuan dan pengukuran pada akuntansi, sehingga dia menyarankan agar diadakannya penelitian secara empiris mengenai hal ini, di antara lain yang bisa 29
dilakukan adalah menganalisa fakta mengenai hubungan antara nilai di masyarakat dengan nilai akuntansi, dan pengelompokan negara berdasarkan pengaruh budaya dan praktik akuntansi.
3.2 Artikel: McArthur (1996)
An Investigation into the influence of cultural factors in the international lobbying of the international accounting standards committee: the case of E32, Comparability of Financial Statements John B. MacArthure University of North Florida
Pendahuluan
Riset ini meneliti pengaruh faktor budaya dalam komentar yang disampaikan perusahaan sesuai dengan exposure draft 32, Comparability of Financial Statement (E32) yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Proposal dalam E32 terdiri dari 12 International Accounting Standards sehingga perlu dilihat oleh perusahaan multi nasional memiliki pengaruh yang far reaching. Topik yang tercakup dalam E32 adalah: inventory valuation dan presentation, unusual dan prior period items serta perubahan kebijakan akuntansi, aktivitas Research and Development, construction contract, property plant and equipment, leases, revenue recognition, retirement dan employee benefit, perubahan dalam
30
foreign exchange rates, business combination, capitalization biaya pinjaman dan terakhir investasi. Latar belakang
Penulisan ini melaporkan hasil penelitian Gray, S.J. 1988. "Towards a Theory of Cultural Influences on the Development of Accounting Systems Internationally," Abacus, 24(1): 1-15. Gray berhipotesis bahwa adanya hubungan antara nilai-nilai akuntansi dengan nilai-nilai sosial sebagaimana diidentifikasi oleh Hofstede. Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut: Societal Values Managerial/
Accounting Values
Accounting Practice
Individualism vs Collectivism
Professionalism
Authority
Large vs Small Power Distance
Uniformity
Application
Strong vs Weak Uncertainty
Conservatism
Measurement
Secrecy
disclosure
Work Related Values
Avoidance Masculinity vs Femininity
Isi dari E32 dianalisis untuk menguji hipotesis nilai kultur yang diidentifikasi oleh Hofstede dan nilai sub kultur akuntansi yang disarankan oleh Gray. Penelitian ini menggunakan data aktual dan studi kuesioner serta analisis konseptual yang menggali pertanyaan kultural. Kultur merupakan hal yang tidak terlihat dan tidak disadari, diperparah dengan adanya level atau lapisan kultur yang berbeda di dalam dan antar lapisan sosial seprti kultur nasional, kultur profesi dan kultur organisasi. Namun demikian kebanyakan sub-kultur di dalam masyarakat memiliki kesamaan dengan subkultur lain sehingga masih melihat pihak lain sebagai anggota masyarakat. Studi ini menggunakan beberapa pendekatan untuk mengevaluasi pengaruh kultur nasional dan bermacam-macam sub kultur di dalam masyarakat terhadap akuntansi. Pada level nasional penelitian Riah-Belkoui dan Picur menggunakan pendekatan kuesioner dimana hasil risetnya menunjukkan pengaruh signifikan kultur nasional terhadap persepsi konsep akuntansi pada dua atau tiga persepsi.Cohen, Pant dan Sharp meneliti pengaruh perbedaan kultur internasional terhadap persepsi etika auditor atas klien tertentu. Pada tingkat subkultur Thomas mengembangkan kerangka konseptual untuk meneliti pengaruh kultur organisasi pada pemilihan metode akuntansi dengan metode kuesioner. Lima dari tujuh kasus hasil kuesioner menunjukkan konsistensi 31
dengan hipotesis bahwa subkultur profesi akuntansi berpengaruh signifikan terhadap pemilihan praktik akuntansi, sedangkan menurut Ho dan Chang kultur profesional atau organisasi mendominasi kultur nasional dan atas isi dari komentas yang dikirimkan kepada IASC. Tang berpendapat bahwa harmonisasi standar akuntansi adalah suatu proses politik diantara bermacam-macam kepentingan kelompok dengan pengaruh unsur utama sosial, ekonomi dan kultur yang mendominasi pemilihan kebijakan akuntansi.
Fenomena kultur dan faktor ekonomi terlihat terjalin bersama
sebagaimana dikatakan Bloom dan Naciri bahwa lingkungan ekonomi, politik dan sosial menjadi komponen budaya dan tradisi suatu negara. Ray dan Gupta menemukan bahwa variable kultur berupa uncertainty avoidance dan professional accounting sebagai faktor lingkungan yang menentukan jumlah yang diinvestasikan untuk
mengurangi
transaction
cost.
Demikian
pula
Fechner
dan
Kilgore
menyarankan adanya keterkaitan antara variabel ekonomi dan kultur dalam menentukan praktik akuntansi sebagaimana gambar di bawah ini: ECONOMIC FACTORS Macro Economic EkkkEconomic Micro Economic FactorsECONOMIC FACTORS Macro Economics
ACCOUNTING SUBCULTURE Uniformity Professionalism Conservatism Secrecy
kACCOUNTING ACCOUNTINGPRACTICE PRACTICE Measurement Measurement Application Aplication Disclosure Disclosure Authority Authority
CULTURAL FACTORS Uncertainty Avoidance Power Distance Individualism Masculinity
Fechner dan Kilgore berpendapat bahwa faktor lingkungan (economic dan cultural ) menjadi moderating variables dan bukan intervening variables terhadap accounting practice yang dianut. Contoh pemilihan FIFO lebih diutamakan untuk
menurunkan pembayaran pajak dan bukan karena prinsip conservatism yang dianut. Di dalam riset pasar modal pengaruh keberagaman prktik akuntansi, Choi dan Levich 32
menyatakan
faktor-faktor
yang
memengaruhi
harmonisasi
akuntansi
adalah
makroekonomi nasional, pajak, peraturan dan perbedaan kultur. Metodologi
Penelitian dengan menggunakan content analysis memungkinkan peneliti melihat subyek yang dirasa penting, dengan metode ini kewajiban atas interpretasi bahasa berada pada peneliti dan bukan pada subyek seperti pada metode kuesioner. Pengertian content analysisi adalah: Content analysis has been defined as a systematic, replicable technique for compressing many words of text into fewer content categories based on explicit rules of coding , atau any technique for making inferences by objectively and systematically identifying specified characteristics of messages (text, drawing, videotape , dll). Dengan metodologi content analysis ini
corporate comment letters terhadap E32 dibaca untuk mengidentifikasi pernyataan yang terkait dengan kultur sebagaimana Hofstede dan accounting subculture sebagaimana Gray. Komentar yang terkait dengan economic consequences juga dicatat karena secara alami memengaruhi komentar tersebut. Comment letters disimpan dalam floppydisk untuk memudahkan analisis
misalnya mencari kata-kata tertentu dengan software pengolah kata. Komentar perusahaan yang dianalisis terdiri dari 47 perusahaan yang terdiri dari sembilan negara dengan komposisi: Australia (12), Canada (6), Perancis (3), Germany (1), Netherland (1), Netherland dan UK (2), South Africa (1), Switzerland (4), UK (7) dan USA (10). Jumlah 47 komentar ini terlihat kecil namun response yang rendah atas international exposure draft adalah hal yang biasa (Chandler), hal ini mungkin karena IASC tidak memiliki daya tekan atas penerapan standar, mungkin dapat dibantu dengan International Organization of Security Commission (IOSC). Hipotesis
Hipotesis dibagi menjadi dua bagian yaitu cultural values sebagaimana Hofstede dan accounting subculture oleh Gray.
1. Hipotesis Nilai Budaya a. Lerge Vs Small Power Distance Menurut Hofstede, power distance adalah „ the extent to which the less powerful members of institutions and organizations within a country expect and accept that power is distributed unequally .‟ Institution di sini adalah
elemen dasar masyarakat seperti family, school and community sedangkan organization adalah tempat masyarakat bekerja. Hasil penelitian Hofstede 33
menunjukkan dari 9 negara, France adalah satu-satunya negara yang konsisten memiliki large power distance (LPD), dengan ranking 15/16 dari 53. South Africa urutan berikutnya dengan ranking 35/36 dari 53. Hipotesisnya sebagai berikut: H1: The comments on E32 from More developed Latin (French) companies are consistent with a large power distance society and the comments of Anglo (Australian, Canadian, South African, U.K., and U.S.A), Nordic (Netherlands), and Germanic (German and Swiss) companies are consistent with small power distance societies. b. Individualism Vs Collectivisim
Individualism dan collectivism oleh Hofstede didefinisikan sebagai berikut: Individualism pertains to societies in which the ties between individuals are loose: everyone is expected to look after himself or herself and his or her immediate family. Collectivism as its opposite pertains to societies in which people from birth onwards are integrated into strong, cohesive ingroups, which throughout people' s lifetime continue to protect them in exchange for unquestioning loyalty. Contoh dari adanya indikasi individualistik dalam komentar E32 adalah penggunaan kata „in our opinion‟ dan „we believe‟. Oleh
karena itu hipotesis disusun sebagai berikut: H2: The comments on E32 from companies in all nine countries are consistent with individualism in their societies. c. Feminity dan Masculinity
Hofstede mendiefinisikan sebagai berikut: Masculinity pertains to societies in which social gender roles are clearly distinct (i.e., men are supposed to be assertive, tough, and focused on material success whereas women are supposed to be more modest, tender, and concerned with the quality of life); femininity pertains to societies in which social gender roles overlap (i.e., both men and women are supposed to be modest, tender, and concerned with the quality of life). Menurut penelitian
Hofstede France dan Netherland memiliki ciri feminism sedangkan sisanya masculinism sehingga hipotesis yang dibangun adalah: H3: The comments on E32 from More developed Latin (French) and Nordic (Netherlands) companies are consistent with "feminine" societies and the comments of Anglo (Australian, Canadian, South African, U.K., and U.S.A), and Germanic (German and Swiss) companies are consistent with "masculine" societies.
34
d. Strong Vs Weak Uncertainty Avoidence
Hofstede mendefinisikan uncertainty avoidance sebagai the extent to which the members of a culture feel threatened by uncertain or unknown situations. This feeling is, among other things, expressed through nervous stress and in a need for predictability: a need for written and unwritten rules .
Menurut
Hofstede Perancis, Germany dan Switzerland diidentifikasi sebagai strong uncertainty avoidance sedang sisanya weak, sehingga hipotesis yang dibangun: H4: The comments on E32 from More developed Latin (French) and Germanic (German and Swiss) companies are consistent with strong uncertainty avoidance societies and the comments of Anglo (Australian, Canadian, South African, U.K., and U.S.A.), and Nordic (Netherlands) companies are consistent with weak uncertainty avoidance societies.
2. Hipotesis Nilai Subkultural Akuntansi a. Profesionalism Vs Statutory Control Menurut Gray, professionalism vs statutory control adalah: „ a preference for the exercise of individual professional judgment and the maintenance of professional selfregulation as opposed to compliance with prescriptive legal requirements and statutory control.’
Negara dengan individualism tinggi, uncertainty avoidance rendah dan power distance rendah digolongkan sebagai professionally oriented. Seluruh sembilan negara masuk kategori ini. b. Uniformity Vs Flexibility Menurut Gray, uniformity vs flexibility adalah: „ preference for the enforcement of uniform accounting practices between companies and for the consistent use of such practices over time as opposed to flexibility in accordance with the perceived circumstances of individual companies.’ Negara dengan tingkat
uncertainty avoidance tinggi, power distance tinggi, dan individualism rendah digolongkan sebagai uniformity yaitu France, Germany, and Switzerland. Sisanya digolongkan sebagai flexibility category yaitu Australia,Canada, Netherlands, South Africa, U.K., and U.S.A. c. Conservatism Vs Optimism
Menurut Gray, conservatism versus optimism adalah:‘a preference for a cautious approach to measurement so as to cope with the uncertainty of future events as opposed to a more optimistic, laissez-faire, risk-taking approach. Negara dengan
high uncertainty avoidance, low individualism, dan low masculinity were 35
digolongkan sebagai conservative yang mencakup France, Germany, and Switzerland. Sisanya dimasukkan sebagai optimism category, yaitu Australia, Canada, Netherlands, South Africa, U.K., and U.S.A.. d. Secrecy Vs Transparency
Menurut
Gray,
secrecy
versus
transparency
adalah:‘a
preference
for
confidentiality and the restriction of disclosure of information about the business only to those who are closely involved with its management and financing as opposed to a more transparent, open and publicly accountable approach.’
Negara dengan high uncertainty avoidance, high power distance, low individualism, and low masculinity digolongkan sebagai secrecy category, yaitu France, Germany, dan Switzerland. Secrecy ini identik dengan ukuran conservatism. Sisanya dikategorikan sebagai transparency, yaitu Australia, Canada, Netherlands, South Africa, U.K., and U.S.A.. Dari uraian di atas maka hipotesis yang dibangun adalah: H5: The comments on E32 from Anglo (Australian, Canadian, South African, U.K., and U.S.A.) and Nordic (Netherlands) companies exhibit predominantly preference for professionalism and flexibility (in regards to authority and enforcement) and optimism and transparency (in regards to measurement and disclosure).
H6: The comments on E32 from Germanic (German and Swiss) and More developed Latin (French) companies exhibit predominantly preference for professionalism and uniformity (in regards to authority and enforcement) and conservatism and secrecy (in regards to measurement and disclosure).
Hasil Analisis 1. Hasil budaya
Surat komentar E32 dari 47 perusahaan yang terdiri dari 9 negara berisi 242 halaman dengan rata-rata lebih dari lima halaman. Culture Results
Large vs Small Power Distance Komentar dari 3 perusahaan France menunjukkan large power distance (LPD), seperti diperkiraka. Namun hasil lainnya beragam dan tidak secara konklusif menunjukkan sesuai dengan hipotesis. Individualism
36
Hasil content analysis mendukung individualism seperti hipotesis 2. Secara keseluruhan, pernyataan indivdualistik berjumlah 39 (83%) dari komentar. Femininity vs Masculinity Hasil content analysis sebagian mendukung femininity-masculinity H3. Seperti diduga, komentar dari French and Netherlands companies (termasuk satu perusahaan Dutch/U.K.) menunjukkan bukti jelas perhatian pada organisasi dan negara lain sebagai indikasi feminism. Pada negara dengan kelompok masculine delapan negara ternyata feminim dan 4 maskulin, lebih sedikit dari dugaan awal. Strong vs Weak Uncertainty Avoidance Hasil content analysis sebagian mendukung uncertainty avoidance H4. Seperti diduga, komentar dari French dan Germany menunjukkan strong uncertainty avoidance (SUA). Sedangkan 39 perusahaan lain menunjukkan SUA dalam komentar mereka (15 perusahaan) dan 3 perusahaan menunjukkan weak uncertainty avoidance (WUA). 2. Hasil Subkultur Akuntansi
Anglo and Nordic Companies Hasil penelitian konsisten dengan H5 untuk perusahaan-perusahaan Australian, Canadian, Netherlands, South African, U.K., dan U.S. Flexibility dan professionalism serta untuk jangkauan yang lebih rendah, optimism dan transparency seringkali terlihat pada perusahaan di negara Anglo and Nordic. Germanic and More Developed Latin Companies Hasil penelitian mendukung H6 untuk perusahaan di negara French, German dan Swiss. Pernyataan yang mendukung professionalism ada di hampir semua perusahaan seperti dugaan awal. Namun demikian untuk uniformity and flexibility tersebar merata. Hipotesis awal menyatakan bahwa uniformity akan dianut perusahaan dari negara Germanic dan More developed Latin. Mungkin sifat internasional banyak perusahaan memberi pandanagn para manajemennya lebih global, pandangan dunia yang menghargai flexibility visavis pandangan lokal yang mendukung uniformity dalam hal accounting. Ringkasan dan Kesimpulan
Penelitian ini menyelidiki pengaruh faktor cultural pada corporate comment letters yang dikirim sehubungan dengan IASC E32, Comparability of Financial Statements, untuk menguji hipotesis Gray's (1988) yang menghubungkan nilai
accounting dan nilai cultural yang diidentifikasi oleh Hofstede (1980, 1983). Secara keseluruhan hasil content analysis konsisten dengan dugaan bahwa 37
cultural,
accounting
subcultural,
and
economic
factors
memengaruhi
internationalaccounting preferences dari corporate management. Dalam hal cultural values, hasil content analyses konsisten dengan hipotesis power distance dan individualism namun hanya sebagian mendukung hipotesis femininity-masculinity dan uncertainty avoidance . Faktor kultur Femininitymasculinity tidak
diharapkan
menjadi
faktor
utama
yang
memengaruhi
accounting subcultural values namun uncertainty avoidance diduga menjadi
faktor yang menentukan. Dalam hal accounting subcultural values , ditemukan bukti kuat bagi perusahaan Anglo and Nordic namun bukti lemah untuk perusahaan Germanic dan More developed Latin. Secara khusus, uniformity dan secrecy memiliki bukti kurang dari yang diharapkan pada perusahaan Germanic and More developed Latin.
3.3 Artikel: Elok Heniati (2014) The Accounting Environment in Indonesia Elok Heniwati Studies in Business and Accounting Vol. 8. 2014 PhD accounting student of Kwansei Gakuin University Accounting Department of Tanjungpura University, Pontianak, Indonesia
Pendahuluan
Pada tanggal 23 Desember 2008, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai standar akuntansi setter di Indonesia mengeluarkan pernyataan resmi yaitu mengumumkan rencana untuk memiliki GAAP Indonesia. Selanjutnya GAAP tersebut disandingkan dengan International Financial Pelaporan Standar (IFRS) pada 1 Januari 2012. Pengumuman tersebut diperuntukkan bagi perusahaan yang terdaftar di Indonesia sesuai dengan PSAK berbasis IFRS dalam laporan keuangan masing-masing perusahaan. Hal ini menjadi motivasi dari penulisan artikel ini. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menyelidiki faktor yang mungkin mempengaruhi kepatuhan dengan persyaratan IFRS dan pengungkapan di Indonesia dan memberikan pemahaman tentang mengapa praktik kekuatan berada di Negara lain. Gray (1988) telah menulis laporan penelitiannya yang sampai sekarang tulisan tersebut telah banyak dirujuk. Tulisan tersebut menggambarkan hubungan natara budaya dan nilai akuntansi. Gray merupakan seseorang yang pertamakali membangun model 38
hubungan teoritis teoritis antara budaya dan nilai akuntansi. Dalam model tersebut ia menjelaskan bahwa kemungkinan ada hubungan timbal balik antara budaya dan nilai akuntansi, dia juga menyarankan bahwa nilai akuntansi merupakan bagian dari nilai sosial. Nilai akuntansi akan mencerminkan mikrosmos dari nilai-nilai sosial yang lebih luas. Pada gilirannya nilai-nilai ini akan diterapkan pada praktik laporan keuangan dan standar akuntansi (Sudarwan, 1995). Kemungkinan akuntansi akan dipengaruhi oleh faktor lain yang lebih luas ((Perera & Baydoun, 2007). Gernon & Wallace (1995) kemudian diperluas (1988) karya Gray menyebutkan bahwa taksonomi ekologi dirancang untuk menggambarkan hubungan antara akuntansi dan lingkungannya secara holistic. Konsep ekologi meliputi 5 risan yang terpisah dan berinteraksi dalam satuan lingkungan tersebut. 5 irisan tersebut antara lain: sosial, organisasi, professional, individu, da akuntansi. Perspektif tersebut berbeda dari pendapat Gray (1998) dimana Gray mengandalkan teori kausal yang melihat bahwa akuntansi tergantung pada lingkungan. Taksonomi Gernon & Wallace (1995) menggabungkan penyebab dan efek akuntansi. Gernon dan Wallace (1995) menambahkan faktor individu dan akuntansi. Lingkungan tidak hanya sebagai ide dan konsep, tetapi sebagai repository dari sebab akibat. Selain itu, di bawah organisasi, professional, dan nilai akuntansi Gernon & Wallace 91995) menyebutkan bahwa fokus regulasi pada penelitian internasional dewasa ini terdiri dari semua aspek yang meliputi peraturan, akreditasi, pembangunan hukum, kode etik professional dan sebagainya (aperera & Baydoun, 2007). Republik Indonesia
Secara astronomis, Indonesia terletak di antara 6 'Lintang Utara dan 11 ° 15' ° 08 Lintang Selatan, dan antara 94 ° 45 'dan 141 ° 05' Timur, melintasi garis khatulistiwa yang terletak pada 0 ° garis lintang. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau dengan luas laut 3,544,743.9 km 2 dan tanah 1,910,931.32 km 2. Dengan lebih dari 243.740.000 (BPS, 2012) orang penduduk dan sekitar 86 persen (KMPG, 2012) dari mereka adalah Muslim. Hal ini membuat Indonesia sebagai penduduk terbesar keempat di Dunia serta terbesar di dunia islam. Di bawah pengendalian kolonial Belanda selama hampir 350 tahun telah mempengaruhi pada sosio pembangunan ekonomi dan politik di Indonesia. Sistem hukum Indonesia didasarkan pada Sistem Belanda, karakteristik regulasi dengan sebagian besar dari cabang hukum dan hanya berusaha merumuskan aturan umum untuk masa depan daripada memberikan jawaban untuk kasus tertentu. Aturan cenderung lepas dari hukum dan penawaran dengan kasus yang tepat di negara-negara hukum umum (Nobes & Parker, 2012, hlm. 28-29). Saat ini, setelah mengalami krisis, ekonomi Indonesia stabil dengan GDP pada tahun 2012, dengan harga pasar saat ini, mencapai Rp 39
8,241,864.3 miliar, atau tumbuh sekitar 6,2 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya. Dengan
menggunakan
unik
Pendekatan
kapitalis,
pemerintah
terus
mereformasi
ekonominya bertujuan deregulasi itu. Kerangka Ekologi Akuntansi di Indonesia
Gernon & Wallace (1995) mendefinisikan konsep ekologi akuntansi sebagai berikut: Sebuah ekologi akuntansi nasional adalah sistem multidimensi di mana tidak ada satu faktor yang menempati posisi dominan dan di mana persepsi yang dimiliki oleh aktor di beberapa fenomena akuntansi berlangsung, serta akuntansi yang fenomena itu sendiri, adalah objek studi dan analisis. Sintesis seperti akan menekankan hubungan timbal balik dari faktor lingkungan, yang mempengaruh dan dipengaruhi oleh akuntansi dan akan fokus pada pentingnya perseptual serta faktor non-budaya seperti penduduk dan luas lahan.
Menurut Gernon & Wallace (1995), konsep ekologi akuntansi meliputi lima irisan yang terpisah namun berinteraksi dalam sebuah lingkungan. 5 irisan tersebut yaitu, sosial, organisasi, profesional, individu, dan akuntansi. Lingkungan sosial mengacu pada (sistem ekonomi, sistem politik, dan sistem hukum) struktural, budaya dan non-budaya (fitur geografis dan demografis) unsur-unsur dalam masyarakat.
Lingkungan
organisasi
mengacu
pada
ukuran
organisasi,
teknologi,
kompleksitas dan budaya, dan sumber daya manusia dan modal. Profesional lingkungan mengacu pada aspek-aspek seperti profesi pendidikan, pelatihan, pendaftaran, disiplin, dan etika. Lingkungan individu mengacu total pengaturan di mana pelaporan perusahaan, profesional, dan non-profesional lainnya anggota lobby masyarakat pembuat standar dan menggunakan angka akuntansi untuk mereka keuntungan masing-masing. Lingkungan akuntansi mengacu pengungkapan dan persyaratan pengukuran dan praktek, jenis dan frekuensi laporan akuntansi, dan infrastruktur akuntansi 1 (Perera & Baydoun, 2007). 1. Lingkungan Sosial
Indonesia adalah negara dengan jarak daya yang besar dan individualisme kecil (Hofstede, 1980, hal. 5). Nilai-nilai ini pada gilirannya memiliki efek pada perilaku sosial terutama yang berhubungan dengan sistem ekonomi, politik, dan hukum a. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia telah mengalami beberapa reformasi sejka kemerdekaan, termasuk infrastruktur akuntansi termasuk produsen dan pengguna informasi, perantara informasi, hukum dan peraturan yang mengatur produksi, pengguna informasi dan regulasi ((Lee, 1987, pp.75-86). Program reformasi ekonomi bertujuan untuk deregulasi ekonomi, yang terdiri dari investasi mkodal (domestic dan asing), sitem perpajakan, dan jasa pengambilan uang. Dalam dunia investasi, pasar modal didirikan dan investor asing diizinkan memiliki 10% kepemilikan di daerah 40
tertentu. Perkembangan saat ini menunjukkan perubahan yang signifikan disektor keuangan termasuk pajak, bea cukai, penggunaan treasure bills dan pengembangan serta pengawasan pasar modal. Namun, pemerintah tetap memiliki kendali utama dalam ekonomi yang meliputi barang pokok, bahan bakar dan listrik. Sebagai Negara dengan umat muslim terbesar di dunia (KMPG 2012; Perera & Baydoun, 2007), pengaruh agama pad perekonomian menunjukkan hasil yang signifikan. Bahkan bisnis islam menunjukkan peningkatan di Negara ini. Di sektor perbankan, pertumbuhan b isnis syariah, asset mencapai 38% melebihi perbankan nasional yang hanya 18% (Tempo, 2013). Melihat fenomena ini, maka dibutuhkan regulasi khusus yang mengatur usaha syariah, dimana praktik nisnis syariah berusmber pada hukum islam yang kadang berbeda dari aturan umum. Misalnya islam menganjurkan prilaku yang baik dalam berbisnis dimana pelaku kesulitan mengungkapkan hal ini. Hal yang seperti ini mungkin akan menyebabkan tantangan dalam emnegakkan persyaratan pengungkapan IFRS. b. Sistem Politik
Sistem politik di Indonesia didasarkan pada legislatif, eksekutif, dan yudikatif (Trias Politica). Yudikatif merupakan kekuatan supremasi dipegang oleh Rakyat Majelis Permusyawaratan, Presiden, dan Mahkamah Agung. Sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensial dengan karakteristik parlementer. Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih melalui pemilu langsung. presiden adalah kepala eksekutif, kepala negara, dan komandan-in-chief of angkatan bersenjata, serta menunjuk menteri kabinet yang bertanggung jawab untuk pemerintahan. c. Sistem Hukum
Indonesia adalah negara hukum Romawi-Belanda dengan sistem hukum yang rumit. Dalam ketentuan sumber hukum utama adalah pertemuan tiga sistem yang berbeda, syari'ah atau Islam hukum (suatu bentuk adat), adat (hukum adat tradisional banyak etnis dan kelompok agama di Indonesia), dan hukum kolonial Belanda dan Eropa yurisprudensi. Selain itu masih ada tambahan yaitu hukum anglo-saxon yang memungkinkan kecenderungan menyebabkan tantangan dalam meengakkan persyaratan pengungkapan IFRS. 2. Lingkungan Organisasi
Gotong royong dan musyawarah merupakan budaya Indonesia yang mendasari praktik organisasi. Rahardjo (1994) menyatakan bahwa Individualisme adalah aspek yang lebih disukai pada paktik organisaisi. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa patungan, 41
gotong royong merupakan prinsip dalam beroorganisasi. "Semua karya harus dilakukan dalam semangat kebersamaan" (Rahardjo, 1994, p. 495). Selain itu, McLennan (1980) melihat bahwa musyawarah untuk review mufakat (konsensus melalui pengambilan keputusan) merupakan pusat cara hidup bangsa Indonesia. Di dalam kasus, konsep ini berbeda dari pandangan mayoritas yang lazim di Anglo Negara Saxon (Perera & Baydoun, 2007). Terdapat berbagai bisnis yang berada di Indonesia baik swasta maupun sektor publik. Selain itu ada pula Perseroan terbatas yang mirip dengan perusahaan terbatas di Inggris. Penanaman Modal Asing No. 25/2007, asing investasi harus dalam bentuk Perusahaan Penanaman Modal Asing terbatas atau "PMA" didirikan di Indonesia, di mana investor masuk ke kemitraan dengan orang Indonesia atau badan sebagai pemegang saham. Selain itu, investor asing dapat terus hingga 100 persen, atau antara 45 95 persen kepemilikan di tertentu industri, tapi ini akan bervariasi dalam sektor-sektor dan bidang usaha. Sistem keuangan di Indonesia didominasi oleh bank. Pada tanggal 31 Desember, 2012, ada 120 bank komersial di Indonesia (yang empat adalah negara dimiliki), 1653 BPR, 401 bank syariah jaringan kantor dengan total aset semua bank adalah Rp 4.525.215 miliar (BI, 2012). Di antaranya, 37 bank umum memiliki terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), dan karena itu keuangan mereka Laporan ditinjau oleh Bapepam-LK. Selanjutnya, ada 140 asuransi perusahaan yang beroperasi di Indonesia, yang terdiri dari 46 perusahaan asuransi jiwa, 90 non perusahaan asuransi jiwa, dan 4 perusahaan reasuransi. Bursa Efek (BEI) Indonesia didirikan pada tahun 2007 setelah penggabungan antara Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). 3. Lingkungan Professional The Indonesian Institute of Accounting (IAI), didirikan pada tahun 1957, adalah
badan profesional akuntan di Indonesia. Profesional akuntan adalah seorang profesional didanai sendiri organisasi dan telah menjadi anggota dari Federasi Internasional Akuntan (IFAC) sejak tahun 1986; dan memiliki jawab untuk menetapkan akuntansi standar dan program
pengorganisasian
untuk
melanjutkan
pengembangan
profesional
untuk
perusahaan anggota. Menurut undang-undang Nomor 34 (1954), penggunaan title akuntan, seorang akuntan title hanya diberikan kepada mereka yang memiliki sertifikat akuntan. Dalam rangka untuk menjadi anggota dari profesi ini, anggota biasa wajib memiliki gelar Sarjana akuntansi dan berhasil menyelesaikan IAI disetujui akuntansi profesional Program (PPAk) dari universitas terakreditasi, dan kemudian mendaftar ke Departemen Keuangan (Depkeu).
42
4. Lingkungan Individu
IAI bertanggung jawab untuk menetapkan standar akuntansi untuk kedua kepentingan publik dan non entitas kepentingan umum. Untuk itu, IAI telah membentuk dewan setter standar yang disebut DSAK, yang anggotanya mewakili profesi akuntansi dan berbagai peraturan badan dalam negeri seperti akuntan publik, akuntan akademisi, sektor publik akuntan, dan manajemen akuntan. DSAK melakukan proses hukum yaitu sebuah mekanisme untuk mencari pandangan dari pihak-pihak yang tertarik sehubungan dengan usulan standar Akuntansi. Ada dua pembuat standar lainnya di Indonesia yaitu, DSAS dan KSAP. DSAS adalah tubuh di bawah struktur organisasi IAI yang bertanggung jawab untuk menetapkan syari'at (hukum agama Islam) standar akuntansi. KSAP adalah komite independen yang terdiri dari para ahli akuntansi dari IAI, akademisi, praktisi pemerintahan, yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan standar untuk organisasi pemerintah. Gambar berikut adalah empat pilar standar akuntansi di Indonesia. 5. Lingkungan Akuntansi a. Pengungkapan dan pengukuran persyaratan dan praktik
Pengungkapan persyaratan keuangan di Indonesia diatur oleh beberapa badan pengawas pemerintah yang berbeda seperti Bank Indonesia, Pertamina, Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Pajak, dan Bapepam. Sebagai tahun akuntansi, perusahaan Indonesia umumnya menggunakan periode 1 Januari - 31 Desember. Perusahaan industri yang diidentifikasi diwajibkan untuk menyerahkan laporan keuangan untuk diaudit. Emiten perusahaan wajib menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit tahunan mereka ke Bapepam-LK dan BEI dalam waktu 120 hari setelah akhir tahun fiskal, dan untuk Departemen Perdagangan dan Industri dalam waktu 180 hari setelah akhir tahun fiskal. Meskipun secara teknis tidak ada persyaratan peraturan untuk menyerahkan laporan ke Kantor Pelayanan Pajak, praktiknya beberapa pejabat pajak akan mengharapkan wajib pajak untuk melampirkan salinan laporan diaudit dengan SPT ketika diajukan (Worldbank, 2010). b. Infrastruktur akuntansi
Terdapat 3 tingkatan piagam untuk akuntansi dan pelaporan keuangan di Indonesia yaitu: - Keputusan Presiden Kode komersial 1847 merupakan keputusan presiden yang mengatur kegiatan usaha di Indonesia. Ini berlaku untuk perusahaan bisnis untuk menjaga catatan yang memadai sebagai dasar untuk menentukan hak dan kewajiban individu. Namun, kode ini hanya mengungkapkan syarta umum saja, tanpa menentukan cara 43
bagaimaan catatanm harus disimpan. Diberlakukannya Companies Act (UndangUndang Dasar Perseroan Terbatas Perusahaan Nomor 1 Tahun 1995 [Undangundang Perseroan Terbatas]) untuk efek Maret 1996 telah memberikan lebih rinci persyaratan untuk pelaporan keuangan. laporan tersebut harus disiapkan sesuai SAK. Untuk non kepatuhan telah disediakan pada pasal 58. Laporan keuangan harus diaudit oleh akuntan public (pasal 59). Aturan terbaru yaitu UUPT Nomor 40 (2007) juga diperlukan entitas perusahaan untuk menyiapkan laporan keuangan tahunan sesuai dengan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh organisasi akuntansi profesional yang diakui oleh Pemerintah Indonesia (World Bank, 2010).
- Peraturan yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah terkait
- Standar Akuntansi yang telah dikeluarkan oleh I AI
44
Kesimpulan
Artikel ini menyoroti faktor lingkungan yang mungkin mempeng aruhi penerapan IFRS dan pengungkapan di Indonesia, memberikan pemahaman tentang mengapa praktik penerapan yang berbeda dengan Negara lain. Dengan emnggunakan perspektif Gernon dan Wallace (1995) dapat dijelaskan sejumlah faktor lingkungan yang mempengaruhi penerapan dan implementasi IFRS di Indonesia. Karakteristik khusus budaya Indonesia digambarkan sebagai jarak kekuasaan terbesar, sedangkan individualism dapat menyebabkan tantangan dalam menegakkan pengungkapan IFRS. Selain itu, dominasi banmk sebagai sumber bisnis dapat mengakibatkan penerapan IFRS yang berbeda orientasinya. Pelaporan keuangan diterapkan untuk melindungi kreditur.
45