AKUNTANSI INTERNASIONAL DAN BUDAYA
A. Definisi Akuntansi Internasional Istilah akuntansi internasional digunakan dalam bermacam-macam pemikiran dan ini menyebabkan beberapa ambiguitas. Weirich, Avery, and Anderson (1971) menyajikan sebuah pandangan dari tiga cara yang berbeda tentang pengertian akuntansi internasional (Riahi-Belkaoui, 2000, p.480). Ini dapat dibedakan menjadi: 1. Universal atau akuntansi dunia. 2. Comparative atau akuntansi internasional. 3. Akuntansi perusahaan-pusat asing. Universal atau akuntansi dunia mempertimbangkan permasalahaan (seperti biaya, keuntungan,
yang merupakan hambatan)
yang berhubungan dengan
pelaksanaan dari sebuah penyeragaman perlengkapan dari peraturan-peraturan akuntansi yang akan digunakan diseluruh dunia. Weirich, Avery and Anderson (1971) menyatakan: 1.
Akuntansi dunia. Dalam lingkup dari konsep ini, akuntansi internasional dipertimbangkan untuk menjadi sebuah system yang umum dan bisa digunakan di seluruh dunia. Sebuah kumpulan keseluruhan dari dasar-dasar akuntansi yang biasa diterima (generally accepted accounting principle, GAAP), seperti pengembangan pemikiran di Amerika Serikat, akan ditingkatkan. Praktek-praktek dan dasardasar akan dikembangkan sehingga bisa diterima oleh semua negara. Konssep ini akan menjadi tujuan yang paling utama dari sebuah system inteernasional.
2.
Comparative atau Akuntansi Internasional Sebuah konsep utama yang kedua dari istilah ‘akuntansi internasional’ yang mempengaruhi pembelajaran deskriptif dan informatif. Berdasarkan konsep ini, ‘akuntansi internasional’ meliputi macam-macam dari semua prinsip, metode dan akuntansi standar dari seluruh negara. Konsep ini meliputi dasardasar akuntansi yang biasa diterimadan dikembangkan diseluruh negara, dengan cara meminta akuntan menjadi prinsip-prinsip yang komplek
ketika
mempelajari akuntansi internasional. . . tanpa keseluruhan, sebuah kumpulan dari semua prinsip-prinsip, metode-metode, dan standar-standar dari seluruh negara
akan
dipertimbangkan
sebagai 1
system
akuntansi
internasional.
Perbedaan hasil ini dikarenakan oleh perbedaan geografis, social, ekonomi, politik dan pengaruh- pengaruh lainya yang legal. 3.
Akuntansi untuk subsidi asing Konsep utama yang ketiga yang mungkin bisa diterapkan pada ‘akuntansi internasional’ mengarah pada praktek-praktek akuntansi dari sebuah induk perusahaan dan sebuah
subsidi asing.dibutuhkan referensi konsep-konsep
dasar untuk negara-negara tertentu agar laporan keuangan internal lebih efektif. Akuntan mengetahui pokok-pokok terjemahan dan penyesuaian dari pernyataan subsidi keuangan. Berbeda dengan permasalahan akuntansi yang semakin tinggi dan perbedaan prinsip-prinsip akuntansi tergantung dimana negara menggunakannya sebagai referensi untuk tujuan terjemahan dan penyesuaian. B. Penjelasan Perbedaan atas Penerapan Praktek-Praktek Akuntansi di Beberapa Negara Jika kita melihat aturan-aturan akuntansi di negara-negara lain akan ada perbedaan yang khas antara negara-negara tersebut. Penulis seperti Perera (1989) menyatakan bahwa praktek- praktek akuntansi di dalam negara-negara tertentu yang berkembang untuk menyamakan kondisi
sebuah
masyarakat
tertentu, pada waktu tertentu. Sementara itu, masih ada sebuah perbedaan besar dalam sistem akuntansi yang diterapkan di negara-negara berbeda, ini telah diterima secara umum bahwa ada dua model utama dari akuntansi keuangan yang telah dikembangkan di dalam bidang ekonomi di negara-negara berkembang: Anglo-American Model dan Continental European Model (Mueller, 1967; Nobes, 1984) Di dalam masyarakat, akuntansi memberikan sebuah fungsi pelayanan. Fungsi ini dletakkan pada kondisi yang sangat berbahaya kecuali ketika berlangsungnya proses akuntansi, sangatlah berguna. Ini harus ditanggapi untuk perubahan yangdibutuhkan dari masyrakat dan harus menggabarkan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dimanadioperasikan. Ini sangatlah berarti tergantung kemampuannya untuk memperkecil keadaan. Adapun alasan-alasan Perbedaan Akuntansi Internasional pada setiap negara yaitu : 1. Kepemilikan bisnis atau sistem keuangan 2. Warisan kolonial 2
3. Penyerbuan 4. Perpajakan 5. Inflasi 6. Tingkat pendidikan 7. Umur dan jumlah dari akuntan 8. Perkembangan tingkat ekonomi 9. Sistem yang legal 10. Budaya 11. Sejarah 12. Geografi 13. Bahasa 14. Pengaruh dari teori 15. Sistem politik, keadaan (iklim) sosial 16. Agama 17. Kebetulan C. Budaya Keterkaitan antara akuntansi dan budaya seperti yang diungkapkan oleh Violet (1983,p.8), yaitu: Akuntansi adalah sebuah institusi sosial yang dibentuk oleh budayabudaya untuk melaporkan dan menjelaskan fenomena sosial tertentu yang terjadi dalam transaksi ekonomi. Sebagai sebuah institusi sosial, akuntansi telah menyatukan kebudayaan adat dan elemen-elemen tertentu di dalam paksaan dari aturan-aturan budaya. Akuntansi tidak bisa dipisahkan dan di analisa sebagai sebuah komponen yang bebas dari sebuah budaya. Seperti umat manusia dan institusi sosial lainnya, sebuah produk dari budaya dan memberikan perubahan pada kebudayaan yang menerapkannya. Karena akuntansi ditetapkan secara budaya, adat istiadat, kepercayaan, dan instisusi mempengaruhinya. Empat Dimensi Nilai Sosial menurut Hofstede (Hofstede, 1984) a. Individualisme melawan Kolektifisme Individulisme berarti sebuah pilihan kerangka
sosial
di
dalam
sebuah
untuk melepaskan hubungan
masyarakat
dimana
perseorangan
diharuskan untuk menjaga dirinya sendiri dan keluarga terdekatnya saja. 3
Ini
berlawanan
mempertebal
dengan
hubungan
kolektifisme kerangka
yang berarti sebuah pilihan untuk
sosial
dimana
perseorangan
bisa
mengharapkan orang lain, kaum, atau kelompok lainnya untuk membantu secara ikhlas (ini akan jelas bahwa kata ’kolektifisme’ tidak digunakan di sini untuk mengartikan sistem sosial tertentu apapun itu). Pokok permasalahan yang ditujukan pada lingkup ini adalah tingkatan dari ketergantungan sebuah pemeliharaan masyarakat diantara perseorangan. Ini berdaarkan konsep orang itu sendiri: ‘Aku’ atau ‘kita’. b. Besar melawan Kecil, Jangkauan Jarak Jangkauan jarak adalah tingkatan dimana anggota masyarakat menerima kekuatan tersebut dalam institusi dan organisasi disalurkan secara tidak seimbang. Ini mengakibatkan tindakan dari kekuatan yang lemah sama bagusnya dengan aggota masyarakat yang memiliki kekutan lebih besar. Orang yang berada di dalam masyarakat jangkauan kekuatan yang besar menerima sebuah permintaan hirarki dimana setiap orang memiliki memiliki sebuah tempat yang tidak membutuhkan pembenaran lebih lanjut. Orangorang dengan masyarakat jangkauan usaha kecil berusaha untuk penyamaan kekuatan
dan
meminta
pembenaran
untuk
ketidakwajaran
kekuatan.
Permasalah pokok dalam lingkup ini adalah bagaimana sebuah masyarakat mengendalikan ketidakseimbangan antara satu sama lain ketika terjadi pada saat itu. Ini
telah
menjadi
konsekuensi
besar
untuk
mengapa
mengapa orang-orang membangun institusi and organisasi. c.
Kuat melawan Lemah, Pengalihan Ketidakpastian Pengalihan ketidakpastian adalah tingkatan dimana anggota masyarakat merasakan tidak nyaman dengan ketidakpastian dan kerancuan. Perasaan ini memimpin mereka untuk menopang
mempercayai
kepastian
yang
menjanjikan
dan
kenyamanan serta keamanan institusi. Masyarakat dalam konteks
pengaliahan ketidakpastian yang kuat menegakkan kode-kode yang kuat dari kepercayaan
dan
kebiasaan
dan
tidak
berkesinambungan
kearah
penyimpangan ide-ide. Masyarakat pengalihan lemah menjaga sebuah kondisi untuk lebih santai dimana praktek-praktek penghitungan lebih dari sekedar prinsip-prinsip dan penyimpangan lebih mudah ditolerir. Permasalahan utama ditujukan pada lingkup ini adalah bagaimana sebuah reaksi masyarakat terhadap fakta pada saat itu hanya berjalan searah dan tidak mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya apakah mencoba untuk mengantisipasi yang akan datang atau hanya membiarkan segalanya terjadi. Seperti jangkauan 4
kekuatan, pengalihan yang tidak pasti memiliki konsekuensi pada manusia yang membangun institusi atau organisasi. d. Sifat Maskulin melawan Sifat Feminim Sifat maskulin berarti sebuah pilihan di dalam masyarakat untuk pencapaian sukses, kepahlawanan, ketegasan dan sukses secara materi. Ini berlawanan dengan
sifat
feminism
yang
berarti
pilihan
untuk
berhubungan,
kesederhanaan, peduli terhadap kelemahan, dan kualitas hidup. Pokok permasalahan yang ditujukan dalam lingkup ini adalah cara dimana sebuah masyarakat menyediakan aturan-aturan kemasyarakatan (sebagai lawan untuk hal-hal yang bersifat biologis) yang berhubungan dengan jenis kelamin. Empat Nilai Akuntansi Menurut Gray’s (1988) a. Profesionalisme melawan Pengawasan Perundangan Sebuah pilihan untuk eksistensi dari keputusan individu secara professional dan pemelihararan kebalikan
dari
regulasi
mandiri
professional,
sebagai
untuk pemenuhan dengan pemberian permintaan legal dan
pengawasan perundangan. b. Keseragaman melawan Kebebasan Sebuah pilihan untuk penyelenggaraan praktek-praktek akuntansi seragam antara perusahaan dan kegunaan yang tetap dari praktek-praktek serupa sepanjang
waktu,
berkebalikan
dengan
kebebasan
dalam
kesesuaiannya dengan kondisi dari perusahaan perseorangan. c.
Konserfatisme melawan optimism Sebuah pilihan untuk sebuah pendekatan yang sangat hati-hati untuk mengatasi
ketidakpastian
dari
peristiwa-peristiwa
yang
akan
dating,
berkebalikan dengan optimisme, laissez-faire, pendekatan yang mengambil resiko. d. Kerahasiaan melawan Keterbukaan Sebuah pilihan untuk bekerja secara empat mata dan pembatasan dari penyampaian informasi tntang bisnis hanya dengan siapa yang ikut berperan di dalam manajemen dan
keuangan,
berlawanan
dengan
keterbukaan,
terbuka dan menggunakan pendekatan yang bisa diketahui oleh publik. Sistem nilai akuntansi lebih relevan digunakan oleh profesional atau kewenangan perundang-undangan untuk sistem akuntansi sedangkan dorongan mereka akan menjadi profesionalisme dan keseragaman dalam batasan-batasan, 5
sehingga mereka difokuskan dengan regulasi dan memperbesar dorongan dan penyesuaian. Berdasarkan nilai-nilai akuntansi yang lebih relevan digunakan ukuran praktek dan penjabaran dari informasi terbuka akan menjelaskan dengan sendirinya tentang koservatisme dan kerahasiaan ruang lingkup. Perera (1989, p.47) menyajikan diskusi tambahan sebagai hubungan yang telah di rangkum di figure 6.1. dia menyatakan: Tingkatan tertinggi dari profesionalisme tingkatan terbaik dari regulasi mandiri professional dan kebutuhan terendah untuk campur tangan pemerintah. Tingkatan dari keseragaman utama dalam sebuah akuntansi daerah akan menjadi sebuah penyebab diterapkan.
Tingkatan
tertinggi
dimana dari
sistem
keseragaman
akuntansi terendah
pengembangan keputusan secara professional dan yang paling kuat penerapan
aturan-aturan
dan
tatacara
akuntansi.
Jumlah
dari
konservatisme di dalam sebuah akuntansi daerah akan mempengaruhi praktek-
praktek
ukuran
yang
digunakan.
Tingkatan
tertinggi
dari
konservatisme yang paling kuat erat hubungannya dengan praktekpraktek ukuran tradisional. Tingkatan dari kerahasiaan di dalam akuntansi daerah akan berpengaruh pada penjabaran dari informasi terbuka dalam laporan akuntansi. Tingkatan paling tinggi dari kerahasiaan, penjabaran ternedah dari keterbukaan. Hubungan antara Nilai Kemasyarakatan, Nilai Akuntansi, dan Praktek Akuntansi Nilai Kemasyarakatan
Nilai Akuntansi
Praktek
Pengalihan
Profesionalisme
Akuntansi
Ketidakpastian Individualism
Keseragaman
Kekuasaan Dorongan dan
Jangkauan Usaha
Konservatisme
Ukuran dan
Maskulinitas
Kerahasiaan
Keterbukaan
Pasar global hanyalah sebuah ‘budaya’ yang berbeda dibandingkan satusatunya pemasaran yang kita jumpai saat ini. Ketika sebuah perusahaan melakukan bisnis di pasar global, ini dijalankan dengan ‘budaya’ yang berbeda dan munkin menggunakan ‘praktek yang berbeda’. Tingkatan tertinggi dari penyingkapan keuangan mungkin dibutuhkan untuk keselamatan internasional karena penyingkapan dari kualitas pengoperasian sebaiknya menghasilkan biaya 6
sumberdaya yang rendah. Ketika perusahaan dari negara- negara yang sangat menjaga kerahasiaan merasakan keuntungan di bidang ekonomi dari peingkatan keuangan
teerbuka
mereka,
peminjaman
kebudayaan
mungkin
terjadi.
Kebudayaan yang dipinjamkan akan menjadi sebuah ‘budaya pasar global’, daripada sebuah budaya tertentu suatu negara. Perera (1989) merumuskan kedua ukuran kebudayaan milik Hofstede dan nilai-nilai batasan untuk
akuntansi
daerah
milik
Grays
dan
menggunakannya
menjelaskan perbedaan nyata dalam praktek akuntansi yang diambil dari
negara-negara di benua eropa dan negara Anglo-America. Berdasarkan Parera (p. 51): Negara-negara benua eropa, Prancis dan Jerman Barat sangat menghidari ketidakpastian skala, mengingat negara-negara Anglo-Amerika sama-sama menggunakan skala yang rendah. Ini adalah sebuah pilihan untuk eksistensi dari keputusan professional perseorangan, pemeliharaan dari regulasi sendiri secara professional, dan kebebasan
dalam
kesesuaiannya
dengan
perusahan-perusahaan perseorangan negara-negara
kodisi
dalam
yang
dirasakan
dari
daerah
dari
akuntansi
Anglo-Amerika, mengingat
sebuah
pilihan
untuk
pemenuhan permintaan yang bersifat legal dan pengawasan perundangundangan, pemeliharaan praktek-praktek akuntansi keseragaman antara perusahaan, dan penerapan yang tetap dari praktek-praktek sepanjang waktu di dalam akuntansi daerah dari benua Eropa. D. Agama Sebuah keputusan dari penelitian yang didasarkan pada budaya, khususnya pada batasan dari Hofstede dan Gray, mencoba menjadikan sebuah negara memasukkan
dalam
satu
grup
pemikiran
mereka
komunitas dan akuntansi daerah ini dirasakan
tersebut
sebagai
dalam
sajian
istilah
pedoman di
dalam proses keharmonisasian khususnya pada pengidentifikasian batasanbatasan. Seperti yang mereka gambarkan, agama lebih penting dari sebuah batasan nasional. Mereka mengetahui bagaimana budaya Islam, yang telah ada di banyak negara, memiliki kecxenderungan gagal untuk menggabungkan praktek-praktek akuntansi ‘barat’ dan mereka menggambarkan bagaimana permaslahan agama
sebelumnya
telah
menempati
ruang
yang
terbatas
didalam kepustakaan akuuntansi. Mereka menyatakan (p. 134): Eksistensi kepustakaan berhubungan dengan interaksi aktifitas bisnis dan 7
Islam membutuhkan pengembangan untuk menangkap pengaruh-pengaruh khusus yang sesuai dengan kepercayaan Islam dalam struktur bisnis dan keuangan tak lebih dari lingkup-lingkup Islam. Berdasarkan Hamid, Craig, dan Clarke (1993) larangan pembayaran bunga ………………… . . . sejauh ini harmonisasi dirasa cukup penting untuk membawakan pelaksanaan dari prosedur standar akuntansi barat dimana penghitungan bunga tersambung. Banyak standar barat yang terdahulu dan sekarang membawakan prosedur yang tidak lengkap yang termasuk nilai waktu dari konsep uang, yang tidak diakuai oleh Islam. (p. 144) E. Kepemilikan Bisnis dan Sistem Keuangan Dalam naskah yang lainnya, dimana dicoba untuk menyajikan sebuah wawasan dalam penjelasan perbedaan internassional di laporan keuangan, Nobes (1998) mengemukakan bahwa alas an pertama untuk perbedaan internasional adlah perbedaan tujuan untuk laporan itu sendiri. Hipotesisnya memprediksikan sebuah korelasi antara style dari keuangan perusahaan dan disiapkan
dari
tipe
dari
system
akuntansi
yang
aturannya
dibuat
dan
laporan keuangan di negara-negara tetangga yang sangat
dipertimbangkan dengan pengguna luar. Kerangka pemikiran tersebut digunakan oleh pembuat aturan dari Amerika Serikat, Inggris, Australia dan tentu saja IASC. Pada khususnya, mereka menyatakan bahwa mereka dengan
penyajian
laporan
keuangan
dan
mempertimbangkan
menyediakan prediksi keuangan
yang mengalir untuk pengguna luar yang pada umumnya memiiliki pengalaman dari pernyataan keuangan dari perusahaan besar. Oleh perbedaan, berdasrkan kredit negara-negara akan lebih mempertimbangkan perlindungan dari kreditor oleh karena itu dengan penghitungan yang hati-hati dari keuntungan yang bisa didistrbusikan. Pengusaha (orang dalam) tidak akan dibutuhkan telah diaudit secara external, akun-akun yang dipublikasikan. Perbedaan dari tujuan akan memimpin kea rah perbedaan dipraktek- praktek akuntansi. F. Lembaga Internasional dan Dampaknya pada Praktek-Praktek Akuntansi Cabang dari akuntansi internasional mengacu pada universal atau akuntansi dunia oleh Weirich, Avery and Anderson (1971). 1.
Komisi Standar Akuntansi Internasional 8
(IASC) Berdaasrkan pada IASC (1998, p. 43), IASC adalah sebuah sector prifasi yang bebas didirikan pada tahun 1973 berdasarkan keputusan yang telah dibuat badan akuntansi internasional dari Australia, kanada, prancis, jerman, irlandia dan amerika serikat. Sejak tahun 1983, anggota IASC adalah semua badan akuntansi internasional dan juga anggota dari Internasional Federation of Accountants (IFAC). Pada tanggal 1 November 1998, IASC and IFAC 143anggota di 103 negara. IASC bermarkas di
London. Sejak didirikannya badan ini lebih dari 30
Standar Akuntansi Internasional (IASs) mengcover isu wide-cross-section dan telah dilaksanakan pada kerangka kerja konseptual yang berjudul Framework for the preparation dan presentasi of financial statements. 2.
Lembaga
atau
Organisasi
Lainnya IASC
memberikan
pengaruh
akuntansi di ruang lingkup Cooperation
and
yang
sangat
internasional.
dominan
Organisation
dalam for
praktek Economic
Development (OECD) telah berupaya menyelaraskan
akuntansi. The European Union (EU) pun telah melakukan perubahan untuk praktek akuntansi di level internasional, misalnya mendefinisikan ulang konsep akuntansi, peraturan, dan metodologi akuntansi yang berdampak pada pasar. The International Organization of Securities Commissions (IOSCO) telah mempublikasikan harmonisasi kebijakan internasional dan perdagangan
di
bursa
efek.
Organisasi
internasional
yang
juga
menyediakan masukan terhadap akuntansi pada level internasional, misalnya
OECD
Development),
(Organisation EEC
(European
for
Economic
Economic
Cooperation
Community),
and IOSCO
(International Organization of Securities Commissions). G. Harmonisasi Akuntansi Antara Manfaat dan Hambatannya Berbagai
upaya
dilakukan
untuk
mengharmonisasikan
standar
akuntansi.
Harmonisasi tidak menjadi standar yang absolut. Australia merupakan penyusun pertama
standar akuntansi
untuk mengharmonisasikan
Standar Akuntansi
dengan IASC. Ini menyebabkan arus investasi asing ke Australia semakin 9
meningkat. Standar ini direlease dalam bentuk exposure draft pada tahun 1997 dan sebanyak lebih dari 20 standar akuntansi yang telah direvisi direlease. Beberapa tantangan dalam penyusunan standar akuntansi Australia antara lain perbedaan lingkungan bisnis, sistem legal, budaya, dan lingkungan politik di beberapa negara. Standar
IASC
sangat
dipengaruhi
oleh
model
akuntansi
Anglo-American.
Oleh karena itu standar IASC fokus pada beberapa grup negara. Manfaat harmonisasi akuntansi, antara lain : 1. Lebih
murah
membentuk
untuk
mengembangkan
negara-negara
dalam
sistem akuntansi (bagaimanapun kita harus menyesuaikan
dengan relevansi budaya). 2. Bisa mengurangi biaya untuk perusahaan yang listing di bursa saham internasional- (biaya yang dimaksud adalah biaya untuk menyajikan kembali laporan keuangan ke dalam standar akuntansi yang diterima umum). 3. Meningkatkan komparabilitas antara perusahaan yang beroperasi di negara
yang berbeda (karena perbandingan merupakan karakteristik
kualitatif sebagai salah satu indikasi beberapa kerangka konseptual). 4. Memungkinkan perusahaan multinasional yang berlokasi di negara yang berbeda untuk mengkoordinasikan usaha mereka lebih efisien dan mengijinkan konsolidasi atas laporan keuangan entitas asing untuk bisa dilakukan pada biaya yang lebih rendah. REVIEW JURNAL Gray
Menuju Teori Pengaruh Budaya Pada Perkembangan Sistem Akuntansi Internasional (S.J. GRAY) Penelitian telah menunjukkan bahwa akuntansi mengikuti pola yang berbeda di berbagai belahan dunia. Ada pernyataan bahwa sistem nasional ditentukan oleh faktor lingkungan. Dalam konteks ini, faktor budaya belum sepenuhnya dipertimbangkan. Makalah ini mengusulkan empat hipotesis tentang hubungan antara karakteristik budaya diidentifikasi dan pengembangan sistem akuntansi, regulasi profesi akuntansi dan sikap terhadap manajemen keuangan dan pengungkapan. Hipotesis tidak dioperasionalkan, dan tes empiris belum dilakukan. Diusulkan sebagai langkah pertama dalam pengembangan teori pengaruh budaya pada pengembangan sistem akuntansi. 10
Kata kunci: Kebijakan akuntansi; Budaya; Pelaporan Keuangan.
Penelitian ini membahas sejauh mana perbedaan dalam akuntansi internasional dengan referensi khusus untuk sistem pelaporan keuangan perusahaan dapat dijelaskan dan diprediksi oleh perbedaan dalam faktor budaya. Walaupun penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ada pola yang berbeda dari akuntansi internasional dan pengembangan sistem nasional cenderung merupakan fungsi dari faktor lingkungan, masalah kontroversi mengenai pola-pola identifikasi dan faktor-faktor yang terlibat berpengaruh (Mueller, 1967; Zeff, 1971; Radebaugh, 1975; Nair dan Frank, 1980; Nobes, 1983). Dalam konteks ini budaya tampaknya tidak sepenuhnya dihargai dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengusulkan suatu kerangka yang menghubungkan budaya dengan pengembangan sistem akuntansi internasional. KLASIFIKASI INTERNASIONAL DAN FAKTOR LINGKUNGAN Penelitian ini telah berkontribusi pada realisasi yang berkembang bahwa pola akuntansi yang berbeda secara fundamental ada sebagai akibat dari perbedaan lingkungan dan klasifikasi internasional yang memiliki implikasi signifikan untuk harmonisasi internasional dan promosi integrasi ekonomi. Dalam hal ini juga disarankan bahwa pola identifikasi bergunadalam memahami perubahanuntuk faktor lingkungan dan para pembuat kebijakan untuk memprediksi masalahnegara yang akan dihadapi dan mengidentifikasi solusi yang layak, mengingat pengalaman negara dengan pola perkembangan yang sama (misalnya,Nobes, 1984). Penelitian dibidang ini cenderung mendekati klasifikasi internasional sistem akuntansidari dua arah.Pertama, ada pendekatan deduktif dimana faktor lingkungan yang relevan diidentifikasi dandihubungkan untuk praktik akuntansi nasional, klasifikasi internasional atau pola pengembangan yang diusulkan (misalnya Mueller,1967,1968; Nobes, 1983, 1984). Kedua, ada pendekatan induktif dimana praktek akuntansi dianalisis, pola pembangunan yang diidentifikasi, dan penjelasan yang diajukan dengan mengacu pada berbagai faktor ekonomi, sosial, politik, dan budaya (misalnya Frank, 1979; Nair dan Frank 1980). Mueller (1967) mengidentifikasikan empat pendekatan deduktif yang berbeda untuk pengembangan akuntansi di negara-negara barat dengan berorientasi pada pasar sistem ekonomi, diantaranya yaitu: 1. Pola ekonomi makro, dimana akuntansi bisnis interrelates erat dengan kebijakan ekonomi 11
nasional. 2. Pola ekonomi mikro, dimana akuntansi dipandang sebagai cabang ekonomi bisnis. 3. Pendekatan disiplin independen, dimana akuntansi dipandang sebagai fungsi pelayanan dan berasal dari praktek bisnis, dan 4. Pendekatan seragam akuntansi, dimana akuntansi dipandang sebagai cara yang efisien administrasi dan kontrol. Pendekatan induktif dilakukan untuk mengidentifikasi pola akuntansi dimulai dengan menganalisis praktek akuntansi. Kontribusi yang diberikan dengan melakukan analisis statistik praktek akuntansi di 44 negara (Nair dan Frank, 1980). Terlihat bahwa ada perbedaan antara kelompok pengukuran dan pengungkapan. Hasil empiris menggunakan analisis faktor diterapkan pada praktik individu, menunjukkan kemungkinan untuk mengidentifikasi 5 kelompok negara, dimana Chili sebagai kelompok tunggal dalam praktek pengukuran lalu meningkat menjadi 7 negara ketika dilakukan praktek pengungkapan. Pengukuran dikarakterisasi secara luas, mengikuti klasifikasi pengaruh lingkaran yang disarankan oleh Seidler (1967), sebagai model Persemakmuran Inggris, Amerika Latin / Eropa Selatan, Eropa Utara dan Tengah, dan Amerika Serikat. Pengelompokan pengungkapan, di sisi lain, tidak dapat dijelaskan secara logika karena pengaruh lingkaran beragam antar negara. Hipotesis yang dihasilkan (a) variabel budaya dan ekonomi mungkin akan lebih erat terkait dengan praktik pengungkapan, dan (b) variabel perdagangan mungkin akan lebih erat berhubungan dengan praktek pengukuran yang tidak didukung. Perlu dicatat bahwa variabel bahasa sebagai proxy untuk budaya dianggap menjadi sarana untuk menangkap kesamaan dalam sistem hukum yang sangat penting dalam penentuan pola pengungkapan tetapi dalam setiap peristiwa pembenaran bahasa tidak digunakan sebagai proxy untuk budaya. Budaya dalam penelitian masih kurang jelas, ini disebabkan pengaruh budaya umumnya digolongkan dalam faktor ekonomi tetapi belum dibuat lebih eksplisit. Dengan demikian, pengaruh budaya pada akuntansi tampaknya banyak diabaikan dalam pengembangan ide-ide tentang klasifikasi internasional. DIMENSI BUDAYA Budaya didefinisikan sebagai pemrograman kolektif dari pikiran yang membedakan anggota dari satu kelompok manusia dari yang lain (Hofstede, 1980, hal 25.). Kata budaya dicadangkan untuk masyarakat secara keseluruhan, atau negara, sedangkan subkultur digunakan untuk tingkat profesi, organisasi atau keluarga. Sementara tingkat integrasi budaya bervariasi antara masyarakat, subkultur yang paling dalam karakteristik masyarakat saham biasa dengan subkultur lain (Hofstede, 12
1980, hal. 26). Nilai didefinisikan sebagai kecenderungan untuk memilih negara-negara tertentu atas urusan orang lain (Hofstede, 1980, hal 19.). Nilai pada tingkat kolektif, sebagai lawan dari tingkat individu, mewakili budaya, sehingga budaya membahas sebuah sistem dari nilai-nilai sosial atau kolektif. Dalam literatur akuntansi, budaya dan akar sejarahnya mulai diakui meskipun dalam literatur klasifikasi internasional kurang mendapat perhatian.Harrison dan McKinnon (1986)dan McKinnon (1986) mengusulkan sebuah kerangka metodologi menggabungkan budaya untuk menganalisis perubahan pelaporan keuangan perusahaan di negara tertentu. tujuannya untuk menilai dampak budaya pada bentuk dan fungsi akuntansi, mengacu pada sistem di Jepang. Dimana budaya dianggap sebagai elemen penting dalam rangka untuk memahami bagaimana sistem sosial berubah karena pengaruh budaya: (1) norma-norma dan nilai-nilai dari sistem tersebut; dan (2) perilaku kelompok dalam interaksi mereka di dalam dan di sistem' (Harrison dan McKinnon, 1986, hal 239). Melengkapi pendekatan Harrison dan McKinnon bahwa saran untuk kerangka metodologis menggabungkan budaya dapat digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi perbedaan dalam sistem akuntansi internasional dan pola pengembangan akuntansi internasional. Lebih khusus, diusulkan untuk mengeksplorasi perbedaan budaya diidentifikasi oleh riset lintas budaya yang dapat menjelaskan perbedaan dalam sistem akuntansi internasional, Hofstede (1980, 1983). BUDAYA, NILAI-NILAI SOSIAL DAN SUBKULTUR AKUNTANSI Penelitian Hofstede bertujuan untuk mendeteksi elemen struktur budaya dan pengaruh perilaku dalam situasi kerja organisasi dan lembaga. Dalam survei lintas budaya yang dilakukan, psikolog mengumpulkan data tentang nilai karyawan perusahaan multinasional yang berlokasi lebih dari 50 negara. Dengan menggunakan analisis cluster dan mempertimbangkan faktor geografis dan historismengungkapkan empat dimensi nilai yang mendasari masyarakat, yaitu : individualisme, jarak power, penghindaran ketidakpastian, dan maskulinitas. Penelitian ini juga berorientasi nilai sosial terkait dengan pengembangan sistem akuntansi pada tingkat subkultur, maka dapat dihipotesiskan bahwa harus ada perbandingan antara budaya daerah dan sistem pola akuntansi internasional.Untuk mengeksplorasi lebih jauh hubungan antara budaya dan sistem akuntansi dalam konteks internasional perlu untuk mengidentifikasi mekanisme nilai-nilai ditingkat masyarakat terkait dengan nilai-nilai pada tingkat subkultur akuntansi karena berpengaruh langsung dalam praktek pengembangan sistem akuntansi. Dari analisis ini dapat dihipotesiskan bahwa: 13
1. H1 : Semakin tinggi peringkat suatu negara dalam hal individualisme dan semakin rendah peringkat dalam hal menghindari ketidakpastian dan jarak kekuasaan maka semakin besar kemungkinan untuk peringkat tinggi dalam hal profesionalisme. 2. H2 : Semakin tinggi peringkat suatu negara dalam hal menghindari ketidakpastian dan jarak
kekuasaan dan nilai yang lebih rendah peringkat dalam hal individualisme maka semakin besar kemungkinan untuk peringkat tinggi dalam hal keseragaman. 3. H3 : negara yang lebih tinggi peringkat dalam menghindari ketidakpastian dan semakin
rendah peringkat dalam hal individualisme dan maskulinitas maka peringkat lebih tinggi dalam hal konservatisme. 4. H4 : negara yang lebih tinggi peringkat dalam menghindari ketidakpastian dan jarak dan
peringkat nilai yang lebih rendah dalam hal individualisme dan maskulinitas maka semakin besar kemungkinan peringkat tinggi dalam hal kerahasiaan. NILAI AKUNTANSIDANKLASIFIKASIBUDAYADAERAH Setelah dirumuskan hipotesis berkaitan nilai-nilai sosial dengan nilai-nilai akuntansi internasional, jelas bahwa nilai-nilai sosial penting pada tingkat subkultur akuntansi tampaknya akan menjadi penghindaran ketidakpastian dan individualisme. Sementara daya jarak dan maskulinitas juga signifikan sampai batas tertentu, maskulinitas tampaknya lebih rendah dalam sistem nilai-nilai akuntansi. Usulan untuk hipotesis klasifikasi budaya daerah dalam konteks kombinasi nilai-nilai akuntansi, tujuannya untuk membedakan manfaat antara otoritas untuk sistem dimana satu sisi ditentukan dan ditegakkan oleh kontrol hukumatau cara profesional dan disisi lain ada karakteristik pengukuran dan pengungkapan sistem akuntansi. Akuntansi nilai paling relevan dengan otoritas profesional atau hukum untuk sistem akuntansi dan penegakannya tampaknya akan menjadi dimensi profesionalisme dan keseragaman dalam penegakan atau kesesuaian. Dari klasifikasi ini tampak jelas bahwa wilayah budaya Anglo dan Nordic mungkin berlawanan dengan daerah Jermanik lebih mengembangkan budaya Latin, dan Jepang kurang berkembang budaya Latin, daerah budaya yang kurang berkembang Asia dan Afrika daripada negara lainnya. Negara-negara Asia Kolonial diklasifikasikansecara terpisah mewakili pengaruh campuran. Nilai akuntansi paling relevan dalam praktek pengukuran yang digunakan adalah sejauh mana informasi yang diungkapkan adalah jelas dan terdapat dimensi kerahasiaan. Dalam membuat keputusan sehubungan dengan referensi klasifikasi juga telah dilakukan terhadap korelasi relevan 14
antara dimensi nilai dan cluster yang dihasilkan negara-negara diidentifikasi dari analisis statistik dilakukan oleh Hofstede (1980, hal 316, 324). Di sini ada akan muncul menjadi sebuah divisi yang lebih tajam dari pengelompokan wilayah budaya dengan kelompok Asia Kolonial berhubungan lebih dekat dengan kelompok Anglo dan Nordic kontras dengan pengelompokan Latin Jermanik tampaknya berhubungan lebih erat dengan Jepang Asia dan kurang berkembang di Afrika. RINGKASAN DAN KESIMPULAN Walaupun penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ada pola yang berbeda dari akuntansi dan bahwa pengembangan sistem nasional pelaporan keuangan perusahaan berkaitan dengan faktor lingkungan, identifikasi pola dan faktor-faktor yang terlibat berpengaruh masih kontroversial. Pentingnya budaya dalam konteks ini masih jauh dari jelas dan telah menjadi isu relatif diabaikan dalam pengembangan ide-ide tentang klasifikasi internasional. Dalam tulisan ini, kerangka kerja untuk menganalisa dampak budaya pada pengembangan sistem akuntansi internasional telah diusulkan. dimensi nilai pada tingkat subkultur akuntansi ini telah diidentifikasi, yaitu profesionalisme, keseragaman, konservatisme dan kerahasiaan. Ini telah dikaitkan dengan dimensi nilai budaya ditingkat masyarakat dan hipotesis telah dirumuskan untuk pengujian. Klasifikasi pengelompokan negara berdasarkan wilayah budaya juga telah dihipotesiskan sebagai dasar untuk menguji hubungan antara budaya dan sistem akuntansi dalam konteks kewenangan dan karakteristik sistem penegakan di satu sisi, dan pengukuran dan karakteristik pengungkapan di sisi lain. Setelah analisis ini, penelitian empiris sekarang perlu dilakukan untuk menilai sejauh mana sebenarnya ada pertandingan antara (a) nilai-nilai sosial dan nilai-nilai akuntansi, dan (b) klasifikasi diusulkan pengelompokan negara, berdasarkan pengaruh budaya, dan kelompok yang berasal dari analisis praktek akuntansi yang berhubungan dengan dimensi nilai subkultur akuntansi. Namun, pekerjaan lebih lanjut untuk mengoperasionalkan hubungan antara praktek akuntansi dan nilai-nilai akuntansi akan diperlukan, dan lintas-budaya yang relevan data disusun dan terorganisir. Dalam menafsirkan hasil penelitian empiris yang berkaitan dengan budaya, pengaruh faktorfaktor perubahan juga perlu diperhitungkan, mengingat adanya pengaruh eksternal yang timbul dari penjajahan, perang, dan investasi asing, termasuk kegiatan perusahaan multinasional dan perusahaan akuntansi internasional. Makalah ini ditawarkan sebagai kontribusi untuk teori pengaruh budaya pada pengembangan sistem akuntansi internasional. Dalam melakukan hal ini sepenuhnya diakui bahwa ide-ide maju 15
adalah eksplorasi dan tunduk pada pengujian empiris dan verifikasi.
REVIEW JURNAL MacArthur
An Investigation into the Influence of Cultural Factors in the International Lobbying of the International Accounting Standards Committee: The Case of E32, Comparability of Financial Statements Abstract Artikel ini menginvestigasi pengaruh factor budaya pada corporate comment letters yang dikirim kepada International Accounting Standards Committee’s mengenai exposure draft 32 (comparability financial statements). Topic yang terdapat pada E32 adalah: a. Inventory valuation and presentation b. Unusual and prior period items and changes in accounting policies c. R&D activities d. Construction contracts e. Property, plant, and equipment f. Leases g. Revenue recognition h. Retirement benefits in employer’s financial statements i. Changes in foreign exchange rates j. Business combination k. Capitalization of boeeowing cost l. Investment Background Artikel ini merupakan uji empiris teori dari Gray (1988) yang menyatakan kaitan antara 16
accounting value dan cultural value yang diidentifikasi oleh Hofstede (1980, 1983). Budaya bukan suatu fenomena yang mudah diukur. Kesulitan itu terjadi karena dalam suatu budaya, terdapat tingkat dan layer budaya yang berbeda, seperti budaya nasional, budaya professional (Fecher dan Kilfore, 1994), dan budaya organisasi. Tetapi, Hofstede (1980, 1983) menggunakan data dari IBM beserta anak perusahaannya untuk mencegah perbedaan sub-budaya organisasi (Hofstede, 1987, p. 4). Pada level budaya nasional, Riah-Belkaoui dan Picur (1991) menggunakan kuesioner untuk menginvestigasi pengaruh budaya pada persepsi manajer/partner The Big Six accounting firm mengenai 12 accounting concept. Pada lebel sub-culture, Thomas (1989) mengembangkan conceptual framework yang menggunakan kuesioner untuk mempelajari dampak budaya perusahaan terhadap pemilihan metode akuntansi. Metodologi Penelitian ini menggunakan content analysis. Comment letters mengenai E32 dibaca untuk mengidentifikasi pernyataan yang terkait dengan cultural value yang diidentifikasi oleh Hofstede (1980, 1983) dan accounting subcultural value yang diidentifikasi oleh Gray (1988). Comment letter juga dicopy ke floppy disk untuk content analysis lebih lanjut menggunakan software. Hipotesis Cultural value hypothesis Large versus Small Power Distance H1: the comments on E32 from More developed Latin (French) companies are consistent with a large power distance society and the comments of Anglo, Nordic, and Germanic sompanies are consistent with small power distance societies Individualism versus Collectivism H2: the comment on E32 from companies in all nine countries are consistent with individualism in their societies. H3: the comments on E32 from more develoed Latin (French) and Nordic companies are consistent with “femine” societies and the comments of Anglo and Germanic companies are consistent with “masculine” societies. Strong versus Weak Uncertanty Avoidance 17
H4: The comments on E32 from More developed Latin (French) and Germanic (German and Swiss) companies are consistent with strong uncertainty avoidance societies and the comments of Anglo (Australian, Canadian, South African, U.K., and U.S.A.), and Nordic (Netherlands) companies are consistent with weak uncertainty avoidance societies. Accounting Subcultural Value Hypothesis H5: The comments on E32 from Anglo (Australian, Canadian, South African,U.K., and U.S.A.) and Nordic (Netherlands) companies exhibit predominantly preference for professionalism and flexibility (in regards to authority and enforcement) and optimism and transparency (in regards to measurement and disclosure). H6: The comments on E32 from Germanic (German and Swiss) and More developed Latin (French) companies exhibit predominantly preference for professionalism and uniformity (in regards to authority and enforcement) and conservatism and secrecy (in regards to measurement and disclosure). Hasil Content Analysis Culture Value Result Large versus Small Power Distance
18
Hasil content analysis mendukung H1. Comment letters dari 3 French Lobbyists menggambarkan large power distance (LPD). Dari 44 comment letters sisanya, 21 membuktikan small power distance (SPD), 19 tidak menggambarkan LPD atau SPD, hanya 4 menggambarkan LPD. Individualism 19
Hasil content analysis mendukung H2. Secara umum, individualistic statetment teridentifikasi pada 39 (83%) comment letters. Feminity and Masculinity
Hasil content analysis mendukung H3. Seperti yang telah diperkirakan, comment letter dari perusahaan French dan Netherlands menunjukkan bukti yang jelas mengenai “feminity”. Pada kelompok “masculine”, lebih banyak perusahaan yang dapat diklasifikasikan sebagai “femine” (8 perusahaan) dan lebih sedikit yang dapat diklasifikasikan sebagai “masculine” (4 perusahaan). Strong versus Weak Uncertainty Avoidance 20
Hasil content analysis mendukung H4. Seperti yang telah dihipotesiskan, comment letters dari French dan Germanic companies menunjukkan strong uncertainty avoidance (SUA). Pada kelompok lain, lebih banyak perusahaan yang menunjukkan SUA (15 perusahaan) dan lebih sedikit (3 perusahaan) yang menunjukkan Weak Uncertainty Avoidance (WUA). Accounting Subculture Results Anglo and Nordic Companies
Hasil content analysis pada tabel 8 dan tabel 9 konsisten dengan H 5 untuk perusahaan Australia, Canada, Netherlands, South Africa, U. K., dan USA. Flexibility, professionalism, optimism, dan transparency muncul pada comment letter perusahaan yang berasal dari Anglo dan Nordic. 21
Germanic and More Developed Latin Countries
Hasil content analysis yang terdapat pada tabel 10 dan tabel 11 tidak mendukung H 6. H6 menyatakan bahwa uniformity akan lebih dipilih oleh perusahaan dari Germany dan More Developed Latin. Hal ini mungkin terjadi karena nature dari dunia internasional memberi kewenangan kepada para manajer untuk menggunakan world point of view yang lebih mengapresiasi flexibility. 22