PUKAT KANTONG
ALAT DAN KAPAL PENANGKAPAN IKAN
PERIKANAN B MUHAMMAD MUHAMMAD DONNY ERICSON
230110150130 230110150130
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR 2016
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pukat Pantai 2.1.1 Deskripsi dan Nama Daerah Alat Tangkap
Pukat pantai (beach (beach seine) seine) merupakan alat penangkapan ikan yang termasuk dalam penggolongan Seine net (pukat kantong), yaitu jaring yang memiliki kantong dan dua buah sayap serta memiliki tali yang panjang. Sepintas alat ini mirip dengan alat tangkap trawl, namun banyak sekali perbedaan-perbedaannya (Subani, 1988). Pukat pantai merupakan alat penangkapan ikan yang masih tergolong tradisional dan sampai saat ini masih bertahan di tengah perkembangan teknologi penangkapan ikan. Menurut Sudirman dan Mallawa (2000) beach seine adalah seine adalah salah satu jenis pukat kantong yang digunakan untuk menangkap ikan, baik pelagis maupun ikan demersal yang berada di tepi pantai. Biasa juga disebut pukat tepi, karena pengoperasiannya hanya terbatas pada tepi pantai. Saat ini penggunaan pukat pantai menurun jumlahnya. Namun di beberapa negara seperti Jepang, alat tangkap
ini
masih
banyak
digunakan,
namun
hasilnya
tidak
terlalu
menggembirakan. Pukat pantai juga disebut dengan beach siene, dan siene, dan juga krakat. Beberapa daerah di Jawa juga dikenal dengan nama “puket”, “krikit”, dan atau “kikis”. Alat tangkap pukat pantai termasuk jenis pukat yang berukuran besar. Banyak dikenal di daerah pantai utara Jawa, Madura, Cilacap, Pangandaran, Labuhan, Pelabukan Ratu, Maringge (Sumatra Selatan). Bentuknya seperti payang dan bersayap. Prinsip pengoperasiannya adalah menelusuri dasar perairan dan pada akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai. Dalam pengoperasiannya pukat pantai yang berukuran besar memerlukan tenaga sampai puluhan orang lebih. Kantong pada pukat pantai biasanya berbentuk kerucut dan terbuat dari katun maupun bahan sintetis lain. Hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap pukat pantai biasanya jenis-jenis ikan pantai yang hidup di dasar dan termasuk juga jenis udang. Dalam pengoperasiannya kapal atau perahu yang
digunakan bervariasi. Sampai sekarang penggunaan alat tangkap pukat pantai ini terus menerus mengalami perkembangan baik dalam hal perubahan model maupun penyebaran atau distribusinya.
2.1.2 Kontruksi dan Bagian Alat Tangkap
Pukat pantai terdiri dari tiga bagian penting yaitu kantong (bag), badan (shoulder) dan sayap (wings). Masing-masing bagian masih terdiri atas beberapa sub bagian lagi. 1) Sayap (Wings) Sayap merupakan perpanjangan dari bahan jaring, berjumlah sepasang terletak pada masing-masing sisi jarring. Masing-masing sayap terdiri atas:
Ajuk-ajuk, yang berada di ujung depan dan biasanya t erbuat dari polyethyline
Gembungan, yang terdapat di tengah dan biasanya juga terbuat dari polyethyline.
Clangap, yang berada di dekat badan dan biasanya juga terbuat dari polyethyline atau bahan sintetis lainnya.
2) Kantong (Bag) Kantong berfungsi sebagai tampat ikan hasil tangkapan, berbentuk kerucut pada ujungnya diikat sebuah tali sehingga ikan-ikan tidak lolos. Biasanya masih dibantu dengan kebo kaos untuk membantu menampung hasil tangkapan. Kantong terdiri atas bagian-bagian yang mempunyai ukuran mata yang berbeda-beda. Kantong terdiri dari dua bagian, pada umumnya bagian depan berukuran mata sekitar 14 mm, berjumlah sekitar 290 dan panjang sekitar 2,20 m. Bagian belakang kira kira memiliki memil iki ukuran mata 13 mm, dengan jumlah sekitar 770, dan panjang sekitar 4 m. 3) Badan (Shoulder) Bagian badan jarring terletak di tengah-tengah antara kantong dan kedua sayap. Berbentuk bulat panjang berfungsi untuk melingkupi ikan yang sudah terperangkap agar masuk ke kantong. Badan terdiri atas bagian depan yang
mempunyai ukuran mata yang lebih kecil daripada bagian belakang dan dengan panjang serta jumlah mata yang lebih banyak daripada bagian belakang. Kedudukan pukat pantai di perairan sangat ditentukan oleh keberadaan pelampung dan pemberat pukat pantai.
Pemberat (Sinker)
Pemasangan pemberat pada umumnya ditempatkan pada bagian bawah alat tangkap. Fungsinya agar bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap pada posisinya meskipun mendapat pengaruh dari arus serta membantu membuka mulut jaring kearah bawah.
Pelampung (Floats)
Sesuai dengan namanya fungsi pelampung digunakan untuk memberi daya apung atau untuk mengapungkan dan merentangkan sayap serta membuka mulut jarring ke atas pada alat tangkap pukat pantai. Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas pukat pantai juga menggunakan tali temali. Tali tamali yang terdapat dalam pukat pantai ada tiga jenis, yaitu: a)
Tali Penarik (Warps) dan Tali Goci (Bridles)
Terletak pada dua ujung sayap, berfungsi untuk menarik jaring pukat pantai pada setiap operasi penangkapan. Tali ini ditarik dari pantai oleh nelayan dengan masing-masing sayap ditarik oleh sekitar 13 nelayan atau tergantung dengan panjang dan besarnya pukat pantai. b) Tali Ris Atas (Lines) Berfungsi sebagai tempat untuk melekatnya jaring pada bagian atas dan pelampung. Tali ini terletak pada kedua sayap c) Tali Ris Bawah (Ground Rope) Tali ini berfungsi sebagai tempat melekatnya jaring pada bagian bawah dan pemberat. Tali ini terletak pada kedua sayap jaring.
2.1.3 Gambar Kontruksi
Gambar 1. Cara Pengoprasian Pukat Pantai
C
A B
Gambar 2. Kontruksi Jaring Pukat Pantai (sumber : http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id)
Keterangan: A. Kantong B. Sayap / kaki a. Kayu perentang ( spreder ), pj. 1 m; b. Tali Kendali ( Bridle), pj. 3 m; c. Slamber ( Haul line), pj. 150 – 200 m.
2.1.4 Bahan yang Digunakan
Pada prinsipnya pukat pantai terdiri dari bagian-bagian kantong yang berbentuk kerucut yang bisa dibuat dari bahan waring, katun maupun bahan sintetis lain seperti waring karuna, nilon bahan dari plastic maupun polyethylene (PE). Bagian kaki atau sayap dibuat dari bahan benang katun atau bahan sintetis lainnya. Pada bagian atas mulut dan kaki diikatkan pelampung. Pelampung ini kebanyakan terbuat dari bahan sintetis yang bersifat mudah mengapung atau tidak tenggelam dan biasanya berbentuk silinder. Sedangkan pada ris bawah diikatkat pemberat yang bisa terbuat dari timah atau dapat pula digunakan rantai besi. Pada masa dahulu masih digunakan pemberat yang terbuat dari bahan liat maupun batu. Namun sekarang sudah jarang digunakan karena daya awetnya rendah.
Gambar 3. Komposisi Jaring Pukat Pantai
2.1.5 Jumlah Nelayan dan Pembagian Tugas
Jumlah nelayan dan pembagian tugas menggunakan alat tangkap pukat pantai ini terbagi dalam empat tahapan pengoprasian alat tangkap, yaitu:
1) Tahap Persiapan Enam orang nelayan naik ke perahu yang ditambat di dekat pantai untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan bagi operasional penangkapan. Jaring dan tali disusun sedemikian rupa dengan dibantu para nelayan penarik untuk mempermudah operasi penangkapan terutama pada waktu penawuran ( setting ) (Ayodhyoa, 1975). 2) Tahap Penawuran (Setting ) Perahu dikayuh menjauhi pantai sambil menurunkan tali hela II yang ujungnya telah diikatkan pada patok di daratan pantai. Apabila syarat-syarat fishing ground telah ditemukan dan jarak sudah mencapai sekitar 700 m (sepanjang tali hela) dari pantai, perahu mulai bergerak ke kanan sambil menurunkan jaring. Penurunan jaring diusahakan agar membentuk setengah lingkaran menghadap garis pantai. Urutan penurunan dari perahu sebelah kiri berturut-turut sayap II, badan dan kantong serta sayap I, kemudian tali hela diulur sambil mengayuh perahu mendekati pantai dan pada saat mendekati pantai ujung tali penarik yang lain dilempar ke pantai dan diterima oleh sekelompok nelayan yang lain. Setelah kedua ujung tali penarik berada di pantai, masing-masing ujung ditarik oleh sekelompok nelayan yang berjumlah sekitar 13 orang per kelompok. Pada saat itu perahu kembali kelaut untuk mengambil tali kantong dan mengikuti jaring hingga ke pantai selama penarikan jaring. Kecepatan perahu dalam menebarkan jaring dapat dihitung dengan mengetahui jarak yang telah ditempuh perahu dan lamanya waktu penebaran. Sedangkan kecepatan penawuran dapat diperoleh dengan menghitung panjang pukat pantai dibagi dengan lama penawuran (Ayodhyoa, 1975). 3) Tahap Penarikan ( Hauling ) Ketika ujung tali hela I telah sampai di pantai, penarikan jaribng dimulai. Jarak antara ujung tali penarik I dan II kurang lebih 500 m, masing-masing ditarik oleh nelayan berjumlah sekitar 13 orang. Sambil secara bertahap saling mendekat bersamaan dengan mendekatnya jarring ke pantai. Perpindahan dilakukan kirakira sebanyak 4 kali dengan perpindahan ke 4 pergeseran dilakukan terus menerus
hingga akhirnya bersatu. Ketika sayap mulai terangkat di bibir pantai, penarikan di komando oleh seorang mandor untuk mengatur posisi jarring agar ikan tidak banyak yang lepas. Bersamaan dengan itu perahu dikayuh menuju ujung kantong yang diberi tanda dengan bendera yang terpasang pada pelampung. Salah s atu dari crew penebar mengikatkan kebo kaos pada bagian ujung kantong. Kebo kantong tersebut dimaksudkan sebagai tempat ikan hasil tangkapan agar jarring tidak rusak akibat terlalu banyak muatan. Sambil memegang kebo kaos tersebut nelayan berenang mengikuti jarring sampai ke pinggir pantai. Kecepatan penarikan dapat dihitung dengan cara membagi panjang keseluruhan dengan lamanya penarikan (Ayodhyoa, 1975). 4) Tahap Pengambilan Hasil Tangkap Sayap dan badan pukat pantai terus ditarik hingga ke pantai, kantong ditarik dan hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong. Selanjutnya ikan yang jenisnya bermacam-macam tersebut disortir dengan memisahkan dan memasukkanya ke dalam keranjang tempat yang telah disediakan. Selain itu sebagian nelayan ada yang menaikkan tali penarik dan jating ke daratan untuk dirawat atau mempersiapkan pengoperasian tahap berikutnya (Ayodhyoa, 1975).
2.1.6 Ukuran Kapal
Perahu yang dipergunakan dalam pengoperasian pukat pantai ini bervariasi. Akan tetapi biasanya berukuran panjang 5-6 m, lebar 0.6 m dan dalam atau tinggi 0.7 m. Perahu ini ada yang dilengkapi dengan katir/sema ( outriggers) maupun tidak. Ada yang dilengkapi dengan motor dan ada juga yang tanpa motor (perahu dayung). Untuk perahu dayung biasanya terbuat dari bahan kayu. Kelebihan dari material kayu selain harganya lebih murah, tehnologinya sederhana, material mudah didapat, pembentukannya mudah ringan dan perawatanya juga mudah.
Tabel 1. Kategori dan ukuran perahu/ kapal
No 1
Kategori Perahu/Kapal Kapal Tanpa Motor
Jukung Perahu Papan
2
Perahu/Kapal
Kecil, sedang, besar
Motor tempel Kapal Motor
< 5 GT, 5 – 10 GT, 10-20 GT, 20-30 GT, 30-50 GT, 50-100 GT, 100-200 GT, 200-300 GT, 300-500 GT, 500-1000 GT, >=1000 GT
2.1.7
Alat Bantu Penangkapan
a. Pelampung Berbendera Pelampung berbendera ini berfungsi sebagai tanda posisi kantang pukat pantai di perairan dan sebagai
petunjuk bagi mandor tentang
keseimbangan posisi jarring antara kiri dan kanan. Sehingga dengan melihat bendera, mandor dapat dengan mudah mengetahui kapan posisi penarik harus bergeser dan seberapa jauhnya jarak pergeseran. b.
Kayu Gardan Kayu garden ditancapkan dengan kokoh di pantai. Fungsi dari kayu
ini adalah sebagai penggulung tali penarik dan sebagai tempat untuk menambatkan tali penarik. Kayu ini terbuat dari kayu pohon yang kuat misalnya kayu kopi, kayu waru dan sebagainya.
2.1.8 Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama dari pengoperasian pukat pantai adalah jenis ikan layur. Penelitian Nasoetion (1987) di Prigi, menunjukan bahwa hasil tangkapan berupa ikan layur mencapai 67,8 - 100 persen dari total hasil tangkapan. Salah satu keuntungan pukat pantai adalah pengoperasiannya dapat dilaksanakan sepanjang tahun sehingga bermanfaat bagi nelayan atau masyarakat desa pantai di
Indonesia baik dalam kaitannya dengan penyediaan lapangan kerja maupun penyediaan bahan pangan. Hasil tangkapan sampingan yang diperoleh dengan alat tangkap pukat pantai antara lain yaitu; pari (rays), cucut ( shark ),teri ( stolepharus spp), bulu ayam ( setipinna spp), beloso ( saurida spp), manyung (arius spp), sembilang ( plotosus spp), krepa (epinephelus spp), kerong-kerong (therapon spp), gerot-gerot ( pristipoma spp), biji nangka ( parupeneus spp), kapas-kapas ( gerres spp), petek (leiognathus spp), ikan lidah dan sebelah ( psettodidae), dan jenis jenis udang (shrimp). Sedangkan untuk pembagian hasil tangkapan, hal ini sudah diatur sesuai dengan Undang-Undang No. 16 tahun 1964 tentang pembagian hasil usaha perikanan tangkap untuk operasi penangkapan ikan di laut dengan menggunakan perahu layar, nelayan penggarap minimal mendapat 75% dari hasil usaha bersih.
2.2 Pukat Payang 2.2.1 Deskripsi dan Nama Daerah Alat Tangkap
Payang adalah pukat kantong lingkar yang secara garis besar terdiri dari bagian kantong (bag ), badan/ perut (body/belly) dan kaki/ sayap (leg/wing ). Ayodhya (1981) menyatakan bahwa alat tangkap jaring payang terdiri dari tali, kaki, badan dan kantong. Menurut Sudirman dan Mallawa (2004) alat tangkap payang terbuat dari bahan serat sintetis jenis nylon multifilament . Panjang jaring keseluruhan bervariasi dari puluhan meter sampai ratusan meter. Berdasarkan klasifikasi dari FAO, alat tangkap ini digolongkan sebagai jaring lingkar. Alat tangkap ini banyak digunakan di perairan Indonesia, di Sulawesi Selatan alat tangkap ini banyak digunakan di perairan selat Makasar, terutama di Teluk Mandar. Pukat payang hampir dikenal di seluruh daerah perikanan laut Indonesia dengan nama yang berbeda-beda, antara lain: payang (Jakarta, Tegal, Pekalongan, Batang dan daerah lain di pantai utara Jawa), payang uras (Selat Bali dan sekitarnya), payang ronggeng (Bali Utara), payang gerut (Bawean), payang puger (daerah Puger), payang jabur (Padelengan/ Madura, Lampung), pukat nike
(Gorontalo), pukat banting Aceh (Sumatera Utara, Aceh), pukat tengah (Sumatera Barat: Pariaman, Sungai Limau, Perairan Tiku), jala lompo (Kaltim, Sulsel), panja/pajala (Muna, Buton, Luwuk, Banggai), pukat buton (Air Tembaga, Gorontalo, Manokwari, Kupang, Kalabai, Kendari, Flores), jala uras (Sumbawa, Manggarai/Flores). Payang adalah termasuk alat penangkap ikan yang sudah lama dikenal nelayan Indonesia. Munculnya Payang mungkin bersamaan atau jauh sebelumnya dengan
berdirinya
organisasi-organisasi
“Perkumpulan
Penangkapan
Ikan
Laut“ di pantai utara Jawa, seperti: Misoyo Mino (1912) di Tegal, Soyo Sari (1916) di Brebes, Upoyo Mino (1916) di Batang, Mino Soyo (1918) di Pekalongan, Soyo Sumitro (1918) di Indramayu, dan masih banyak lagi perkumpulan-perkumpulan perikanan lain yang tumbuh sekitar tahun 19201930an. Selama kurun waktu tahun 1920 hingga sekarang, alat tangkap Payang telah mengalami perkembangan hingga menjadi Payang yang kita kenal sekarang ini. Di Sendang Biru, Payang mulai dikenal sekitar tahun 1974. Alat tangkap ini diperkenalkan oleh nelayan-nelayan andon dari Puger. Mereka beroperasi disekitar perairan Sendang Biru, dan kemudian menjual ikan hasil tangkapannya di daerah tersebut. Karena hasil tangkap Payang ini rata-rata lebih banyak, nelayan Sendang Biru tertarik untuk menggunakannya. A. Prinsip Pengoprasian Pukat Payang Prinsip operasi penangkapan ikan dengan payang adalah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring. Mempunyai sayap yang panjang yang fungsinya untuk menakut-nakuti (frightening) gerombolan ikan agar lari ke bagian tengah jaring. Bagian badan jaring hanya berfungsi sebagai penghalang pergerakan ikan. Payang merupakan alat tangkap jaring tradisional di Indonesia. penggunaan alat tangkap ini oleh nelayan skala kecil sudah dilakukan jauh sebelum Indonesia merdeka. Tak heran bahwa alat tangkap ini ada di hampir seluruh daerah pantai yang dihuni oleh nelayan tradisional. Sasaran akhir yang dituju dalam studi payang adalah pengungkapan dan pemahaman pengoperasian salah satu alat tangkap yang terbuat dari jaring. Ini adalah landasan dasar dari upaya optimalisasi penguasaan materi tentang metode penangkapan ikan.
Sesuai dengan fungsinya, pukat payang digunakan untuk menangkap ikan pelagis yang bergerombol yang nampak diatas perairan, baik yang tidak menggunakan alat bantu pengumpul ikan maupun yang menggunakan alat bantu pengumpul ikan berupa lampu ataupun rumpon, maka bagian bawah mulut jaring lebih menonjol ke depan, sehingga dapat menghadang ikan yang melarikan diri ke bawah. Agar gerombolan ikan dapat masuk ke dalam kantong, maka mulut jaring harus dapat membuka dengan baik mulai dari permukaan perairan sampai kedalaman tertentu, sehingga ikan-ikan yang berada dalam area lingkaran tidak dapat meloloskan diri melebihi kedalaman mulut jaring bagian bawah. Membukanya mulut jaring disebabkan oleh adanya dua buah gaya yang berlawanan, yaitu gaya apung dari pelampung yang terdapat pada tali ris dan gaya berat (tenggelam) dari pemberat yang terdapat pada tali ris bawah. Untuk menghadang gerombolan ikan yang terdapat pada area lingkaran agar masuk ke dalam kantong maka digunakan dua buah sayap. B. Daerah dan Musim Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan di Indonesia hampir seluruhnya merupakan daerah operasi jaring Payang. Namun yang paling banyak dipakai di pantai utara Jawa, termasuk Madura, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Hasil penangkapan dengan Payang dapat dipengaruhi oleh kecepatan membukanya jaring, timing pelepasan jaring, dan kondisi / keadaan laut pada saat pelepasan jaring. Jaring Payang harus dapat membuka dengan cepat agar ikan tidak mempunyai kesempatan untuk lolos. Waktu membukanya jaring secara maksimal juga harus tepat pada saat jaring dekat dengan gerombolan ikan, jika terlalu lambat jaring belum membuka maksimal pada saat melewati gerombolan ikan dan jika terlalu cepat, jaring akan butuh waktu lebih lama untuk sampai pada gerombolan ikan, hal ini akan menyebabkan ikan dapat lebih mudah untuk lolos. Kondisi alam seringkali berubah-ubah, terutama di lautan yang sering berubah dalam waktu yang relatif singkat. Pada waktu pengoperasian Payang, keadaan ombak, arah dan kecepatan arus air laut, angin, hujan dan bulan sangat
berpengaruh terhadap keberadaan ikan, jauh-dekatnya ikan dari permukaan dan teknis pengoperasian jaring.
2.2.2 Kontruksi dan Bagian Alat Tangkap
Payang adalah alat tangkap yang terbuat dari beberapa helai jaring yang digabung menjadi satu. Terdiri dari sayap (wing), badan (body), dan kantong (bag). Mempunyai lebar mata jaring yang sangat bervariasi. Bagian sayap yang berfungsi untuk menakut-nakuti ikan mempunyai mesh size yang paling besar, yaitu sekitar 20 cm. Sedangkan bagian badan mempunyai mesh size yang bervariasi mulai dari mesh size besar di ujung dekat bagian sayap sampai mesh size kecil di dekat bagian kantong. Adapun bagian kantong mempunyai mesh size yang paling kecil yaitu 2 cm dan 1 cm. Menurut Diktat Manajemen Penangkapan Ikan (2004), alat tangkap payang terbuat
dari
berbagai
bahan,
jaring
berbahan
PVC
( Polyvinileclorine),
pelampungnya adalah plastik berbentuk bola dan pemberatnya adalah batu. Struktur alat tangkap ini adalah sebagai berikut : a.
Bagian Kantong. Kantong (cod end ) adalah merupakan tempat berkumpulnya
ikan yang terjaring. Dengan :
b.
c.
Panjang : 5-6 meter
Mesh size : 0,3-0,6 cm
Bahan : PVC ( Polyvinileclorine)
Warna : Hijau
Bagian Badan. Badan terdiri atas 6 bagian Dengan :
Panjang : 25 meter
Mesh size : 1,6-8 cm
Bahan : PE (Polyethilene)
Warna : Coklat
Bagian Sayap. Payang mempunyai dua bagian sayap yaitu bagian sayap kiri
dan bagian sayap kanan. Konstruksi bagian atas dan bawah dari sayap berbeda ukuran dan bahan dari sayap .
Panjang : bisa mencapai 90 meter
Mesh size : 10-30 cm
Bahan : PE ( Polyethilene) atau PA
d.
Nomor benang : 400 D/15
Tali ris atas ( Head Rope) berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap
jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan pelampung. e.
Tali ris bawah (Ground Rope) berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian
sayap jaring, bagian badan jaring (bagian bibir bawah) jaring dan pemberat. f.
Tari penarik (selambar) Berfungsi untuk menarik jaring selama di operasikan.
g.
Pelampung ( float ): tujuan umum penggunan pelampung adalah untuk
memberikan daya apung pada alat tangkap yang dipasang pada bagian tali ris atas (bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka.
h.
Berat : 2 ons
Diameter : 15 cm
Bahan : Plastik berbentuk bola
Jumlah : 12 buah per sayap
Jarak antar pelampung : 1,5 meter
Pemberat (Sinker): dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar
bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada posisinya (dasar perairan) walaupun mendapat pengaruh dari arus.
Bahan : Batu
Berat : 2 kg
Jumlah : 10 buah per sayap
Jarak antar pemberat : 8 meter Secara umum payang yang paling banyak digunakan adalah payang Tegal
yang terdiri dari sebuah kantong panjang dan dua buah sayap kiri dan kanan. Selanjutnya bagian-bagian tersebut dirinci lagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan ukuran.
2.2.3 Gambar Kontruksi
A. Kontruksi Umum Konstruksi Alat Tangkap Payang
Keterangan: 1. : Kantong 2. : Kantong 3. : Badan 4. : Badan 5. : Badan 6. : Badan 7. : Badan 8. : Sayap ada 3 bagian dari ujung badan 9, 10. : Selambar 11, 12, 13, 14, 15. : Pelampung bola 16. : Tali ris atas 17. : Tali ris bawah 18. : Pemberat
B. Kontruksi Khusus
Keterangan :
A. Kantong B. Perut C. Kaki / Sayap
i. Kantong, bahan dari karuna ii. Ranggamanis, # 1 cm, 700 mata iii. Rang tetik, # 1,5 cm, 700 mata iv. Rang petak, # 2 cm, 700 mata v. Rang bagat, # 7,5 cm, 700 mata vi. Rang halam, # 4,5 cm, 700 mata vii. Rang alet, # 6,5 cm, 600 mata viii. Empat nyare, # 7,5 cm, 500 mata ix. Klobang, # 8,5 cm, 500 mata x. Sulam, # 10 cm, 400 mata xi. Dasar: - dasar, # 13 cm, 300 mata - dasar, # 18 cm, 300 mata
C. Gambar Teknis
Gambar 4. Teknis penggunaan pukat kantong (sumber : http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id) 2.2.4 Bahan yang Digunakan
Alat tangkap Payang terbuat dari berbagai bahan, jaring berbahan PVC ( Polyvinileclorine ), pelampungnya adalah plastik berbentuk bola dan pemberatnya adalah batu. a) Bagian Kantong o
Panjang : 5-6 meter
o
Mesh size : 0,3-0,6 cm
o
Bahan : PVC ( Polyvinileclorine )
o
Warna : Hijau
b) Bagian Badan o
Panjang : 25 meter
o
Mesh size : 1,6-8 cm
o
Bahan : PE (Polyethilene)
o
Warna : Coklat
c) Bagian Sayap o
Panjang : 90 meter
o
Mesh size : 10-30 cm
o
Bahan : PE (Polyethilene)
o
Nomor benang : 400 D/15
d) Pelampung o
Berat : 2 ons
o
Diameter : 15 cm
o
Bahan : Plastik berbentuk bola
o
Jumlah : 12 buah per sayap
o
Jarak antar pelampung : 1,5 meter
e) Pemberat o
Bahan : Batu
o
Berat : 2 kg
o
Jumlah : 10 buah per sayap
o
Jarak antar pemberat : 8 meter
2.2.5 Jumlah Nelayan dan Pembagian Tugas
Penangkapan dengan Payang dapat dilakukan demgan kapal layar maupun dengan kapal motor, tapi pada masa sekarang pada umumnya menggunakan kapal bermotor. Penggunaan tenaga berkisar antara 6 orang untuk Payang berukuran kecil, dan 16 orang untuk Payang berukuran besar. Jumlah nelayan untuk tiap unit penangkapan bergantung pada kebutuhan operasional penangkapan. Biasanya
nelayan ini telah membentuk satu kesatuan kerja yang tetap dan dipimpin oleh juru mudi yang sekaligus bertindak sebagai fishing master (Ayodhyoa, 1981). Nelayan payang yang mengoperasikan unit penangkapan payang berjumlah 8 – 12 orang. Nelayan payang terdiri atas nelayan pemilik perahu dan nelayan buruh. Nelayan pemilik perahu ada yang ikut dalam operasi penangkapan ikan dan ada juga yang menunggu di darat. Setiap nelayan atau ABK mempunyai tugas dalam operasi penangkapan ikan. (Irnawati, 2004). Pembagian tugas nelayan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Posisi dan Pembagian Tugas Nelayan Payang (sumber: Irnawati, 2004) Jumlah No. Posisi Tugas (orang)
1.
Juru Mudi
1
- Memegang kemudi yang membawa perahu dari fishing base ke fishing ground dan kembali ke fishing base - Membantu menarik jaring
2.
Pawang
1
- Mencari dan menentukan daerah penangkapan ikan - Menjaga posisi perahu sewaktu hauling
3.
Tukang
1
Menabur dan menarik jaring
1
- Mengulur jaring waktu operasi
Lepas 4.
Tukang Lomba
5.
Tukang
- Menarik jaring 1
Memperbaiki posisi jaring di dalam air
Benen 6.
Anak Payang
3-7
- Menarik jaring payang - Menjemur dan mengangkat jaring
Posisi juru mudi biasanya ditempati oleh pemilik perahu atau jika pemilik perahu tidak ikut melaut, maka sebagai juru mudi adalah orang kepercayaan pemilik perahu. Untuk menjadi “pawang” dibutuhkan keahlian khusus dan
biasanya didapat dari pengalaman dalam menentukan lokasi keberadaan gerombolan ikan (Irnawati, 2004).
2.2.6 Ukuran Kapal
Kapal yang umum digunakan pada pengoperasian payang adalah kapal tradisional, dengan menggunakan motor temple atau outboard engine. Kapal ini memiliki konstruksi khusus, yaitu memiliki tiang pengamat yang disebut kakapa (Irnawati, 2004). Kapal paying yang sering dioperasikan umumnya berupa kapalkapal kecil ukuran 2-20 GT (Gross Tonase). Kekuatan mesin sebesar 16 HP ini dapat dilakukan operasi penangkapan selama satu hari penangkapan ( one day fishing ). Mesin yang digunakan adalah mesin tempel berbahan solar, dengan panjang kapal 10 m.
Tabel 3. Spesifikasi Kapal Pukat Payang (sumber: Febriantoni dkk, 2014)
No. 1.
Spesifikasi Tonase Kapal (GT)
Keterangan
Jumlah
2-3 GT
1
Dimensi Utama -
Panjang Kapal
7,5 m
-
Lebar Kapal
1,5 m
-
Kapasitas Muatan
1 ton
2.
Materi konstruksi
3.
Mesin Utama
4.
Kayu
1
-
Merek
-
Kekuatan
40 PK
-
Bahan Bakar
Bensin
Mariner
Alat Bantu
Pelapah
-
Kelapa
Rumpon
1
1
2.2.7 Alat Bantu Penangkapan
Penangkapan dengan jaring payang dapat dilakukan baik pada malam maupun siang hari. Untuk malam hari terutama pada hari-hari gelap (tidak dalam
keadaan terang bulan) dengan menggunakan alat bantu lampu petromaks (kerosene pressure lamp). Sedang penangkapan yang dilakukan pada siang hari menggunakan alat bantu rumpon/payaos ( fish aggregating device) atau tanpa alat bantu rumpon, yaitu dengan cara menduga-duga ditempat yang dikira banyak ikan atau mencari gerombolan ikan. Gerombolan ikan yang diburu didapat adalah ikan tongkol dalam penangkapan ini disebut oyokan tongkol. Penggunaan rumpon untuk alat bantu penangkapan dengan payang meliputi 95% lebih.
2.2.8 Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap payang adalah ikanikan pelagic yang berenang di dekat permukaan air dengan cara berkelompok (schooling) seperti; cakalang (katsuwonus pelamis), tongkol (euthinnus), petek (leiognathus spp), sebelah (psettodidae), dan jenis-jenis udang (shrimp). (Ayodhyoa 1981). Hasil tangkapan Payang untuk tahun 1986 berjumlah 152.782 ton, sedang produksi perikanan laut secara nasional sebanyak 1.922.781 ton (1986). Kemudian juga terdiri dari ikan-ikan yg bisa digunakan sebagai umpan seperti; ikan layang (decapterus sp), ikan kawalinya/ikan kembung (rastrelliger sp), ikan sarden (sardinella sp), ikan teri (stelophorus sp), dan ikan lolosi/ikan ekor kuning (caesio sp) (subani barus 1989).
2.3 Pukat Dogol 2.3.1 Deskripsi dan Nama Daerah Alat Tangkap
Dogol atau pukat dogol adalah pukat kantong yang dioperasikan di dasar perairan, terutama untuk menangkap ikan-ikan demersal dan hewan-hewan dasar lainnya. Dogol pada dasarnya mirip, dan biasanya disamakan, dengan Danish seine yang dipakai di dunia barat. Pukat dogol berbeda dengan pukat harimau (trawl), karena dogol tidak ditarik kecuali sepanjang tali utamanya saja. Dogol adalah alat penangkapan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dibentuk berkantong untuk menampung hasil tangkapan dengan konstruksi tali selambar dan sayap yang panjang, bentuknya hampir menyerupai payang namun
ukurannya lebih kecil. Alat ini termasuk dalam kelompok alat penangkapan ikan jenis pukat kantong (George et al,1953 dalam Subani dan Barus 1989).
2.3.2 Konstruksi dan Bagian Alat Tangkap
Secara umum dogol terdiri dari bagian-bagian yaitu kantong, kaki, talitemali, pelampung dan pemberat. Parameter utama dari alat ini adalah ketepatan penggunaan bahan pembuat alat, ukuran mata jaring dan ukuran alat tersebut (Subani dan Barus, 1989). Konstruksi dari bagian-bagian tersebut yaitu sebagai berikut a) Kantong (Cod End ) Kantong merupakan bagian dari jaring yang berfungsi sebagai tempat terkumpulnya hasil tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga hasil tangkapan agar tidak mudah lolos (terlepas). Bahan terbuat dari polyethylene. Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inchi. b) Badan ( Body) Merupakan bagian terbesar dari jaring, terletak antara sayap dan kantong. Bagian ini berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan kantong serta menampung jenis ikan-ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan terdiri atas bagian-bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-beda. Terbuat dari polyethylene dan ukuran mata jaring minimum 1,5 inchi. c) Sayap (Wing ). Sayap atau kaki adalah bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan badan sampai tali salambar. Fungsi sayap adalah untuk menghadang dan mengarahkan ikan supaya masuk ke dalam kantong. Sayap terbuat dari polyethylene dengan ukuran mata jaring sebesar 5 inchi. d) Mulut ( Mouth) Alat dogol memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama. Pada mulut jaring terdapat pelampung ( float ) yang tujuan umum penggunan pelampung adalah untuk memberikan daya apung pada alat tangkap dogol yang dipasang pada bagian tali ris atas (bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka. Pemberat ( sinker ) dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar
bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada posisinya (dasar perairan) walaupun mendapat pengaruh dari arus.
Tali Ris Atas (head rope) berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan pelampung.
Tali Ris Bawah ( ground rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap jaring, bagian badan jaring (bagian bibir bawah) jaring dan pemberat.
e) Tali penarik (warp) yang berfungsi untuk menarik jaring selama di operasikan.
2.3.3 Gambar Konstruksi
Gambar 4. Pukat Dogol dengan Tali Ris Tinggi
Bridle 20-25 m 45-55 m
Ris atas 35 m 45-m
2.3.4 Bahan yang Digunakan
Bahan jaring pada dogol yaitu bahan sintetis fibre polyethylene. Ukuran mata jaring pada dogol berbeda-beda. Panjang sayap dapat mencapai 12 m dengan mesh size 12 cm. Bagian badan dapat mencapai 15 m dengan mesh size 5 cm. Sedangkan bagian kantong memiliki mesh size yang kecil dibandingkan yang lain yaitu 2 cm dengan panjang sekitar 12 m. pada bagian ujung kantong terdapat bagian yang dapat dibuka dan ditutup sebagai tempat keluarnya hasil tangkapan. Tali selambar pada alat tangkap ini mencapai panjang 400 m dengan diameter 3 cm berbahan campuran serat alami dan sintetis. Tali ris atas pada dogol lebih pendek dibandingkan tali ris bawah yang bertujuan untuk mencegak ikan menghindari jaring secara vertikal ke atas.
2.3.5 Jumlah Nelayan dan Pembagian Tugas
Pengoperasian dogol dibutuhkan awak buah kapal (ABK) atau nelayan antara 4-5 orang. Tugas masing-masing adalah 1 orang sebagai pengemudi kapal, 1 orang sebagai navigator dan sisanya untuk pengoperasian alat tangkap tersebut (Subani dan Barus, 1989).
2.3.6 Ukuran Kapal
Alat tangkap dogol umumnya menggunakan kapal yang terbuat dari kayu dengan panjang total 13 m dan lebar 2,8 m. Untuk penangkapan dengan alat tangkap dogol biasanya menggunakan perahu layar atau perahu motor yang disebut “perahu kolek”, “perahu rakul”, atau “perahu jukung”. Tiap perahu mempunyai ukuran-ukurannya masing-masing yaitu antara : panjang 8-9 m, lebar 2-2,5 m dalam 0,70-0,90 m.daya muat kurang lebih 2-2,75 ton (Ayodyoa, 1972)
2.3.7 Alat Bantu Penangkapan
Alat bantu penangkapan dogol adalah gardan (Mohammad et al. 1997) dengan alat bantu gardan berfungsi untuk menarik warp memungkinkan penarikan jaring lebih cepat. Penggunaan garden tersebut dimaksudkan agar
pekerjaan anak buah kapal (ABK) lebih ringan, disamping lebih banyak ikan yang terjaring sebagai hasil tangkapan dapat lebih ditingkatkan. Gardanisasi alat tangkap dogol telah membuka peluang baru bagi perkembangan penangkapan ikan, yaitu dengan pemakaian mesin kapal dan ukuran jaring yang lebih besar untuk di operasikan di perairan yang lebih luas dan lebih dalam. Alat tangkap dogol dalam pengoperasiannya tidak menggunakan umpan, karena sasaran utama dogol yaitu ikan-ikan demersal dan dogol merupakan alat tangkap yang menyapu dasar perairan secara aktif (Sudirman 2008).
2.3.8 Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama dan yang menjadi sasaran utama tangkapan dari alat tangkap dogol ini adalah udang dogol ( Metapenaeus ensis) dan ikan pepetek ( Leiognathus sp.) . Namun ada pula hasil sampingan dari penangkapan dengan jaring dogol yaitu jenis ikan dasar (demersal) antara lain ikan tetet (Otolithes argenteus), cumi-cumi ( Loligo sp), tigajawa ( Johnius dssumieri), julung-julung ( Hemirhamphus far ), sotong (Sephia sp), gurita (Octopus sp), bawal hitam ( Formio niger ), teri (Stolephorus spp), bawal putih ( Pampus argentus), gulamah ( Argyrosomus amoyensis), sembilang ( Plotosus canius), kepiting (Scylla serrata), patik ( Drepane punctata), pari (Trygon sephen), kembung ( Rastrelliger sp), gerot (Therapon therap), dan lain - lain. (Subani dan Barus, 1989).
2.4 Inovasi Alat Tangkap 2.4.1 Penilaian Keberlanjutan Alat Tangkap di Indonesia
Suatu inovasi, termasuk teknologi penangkapan ikan sudah seharusn ya memenuhi 3 (tiga) ketentuan dasar (triple bottom line), yaitu: 1) Ecologically sound; 2) Economically viable; 3) Socially acceptable
No.
Tabel 5. Pra-Kiraan Dampak Ekologi, Ekonomi Jangka Pendek dan Sosial yang Ditimbulkan dari Operasi Alat Penangkapan Ikan yang Dilarang mennurut Ketentuan PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015 (penilaian dilakukan melalui expert judgement ) (sumber : Faud dkk, 2015) Jenis Nama Alat Nilai Nilai Nilai Total Ekologi Ekonomi Sosial Nilai
1.
Pukat Hela Dasar
Pukat Hela Dasar Berpalang Pukat Hela Dasar Berpapan Pukat Hela Dasar Dua Kapal
-2
1
-1
-2
2.
Pukat Hela Dasar
-2
2
-1
-1
3.
Pukat Hela Dasar
-2
2
-1
-1
4. 5.
Pukat Hela Dasar Pukat Hela Dasar
Nephrops Trawl Pukat Hela Dasar Udang
-2 -2
1 2
0 -1
-1 -1
6.
Pukat Hela Pertengahan Pukat Hela Pertengahan
Pukat Helat Pertengahan Berpapan Pukat Hela Pertengahan Dua Kapal
-1
2
0
1
-1
1
0
0
2
-1
0
-2
1
0
-1
10. 11.
Pukat Hela Kembar Pukat Tarik (seine net)
Pukat Hela Pertengahan Udang Pukat Hela Kembar Berpapan Pukat Dorong Pukat Tarik Pantai
-1
9.
Pukat Hela Pertengahan Pukat Hela Kembar
-1 -1
2 2
-1 0
0 1
12. 13.
Pukat Tarik (seine net) Pukat Tarik (seine net)
Pukat Tarik Kapal Scottish Seines
-2 -2
2 1
-1 0
-1 -1
14. 15.
Pukat Tarik (seine net) Pukat Tarik (seine net)
Pair Seines Payang
-1 -1
1 2
-1 -1
-1 0
16. 17.
Pukat Tarik (seine net) Pukat Tarik (seine net)
Cantrang Lamparan Dasar
-2 -1
2 2
-2 -2
-2 -1
7. 8.
Keterangan penilaian: Nilai Ekologi: + 2 = operasi alat tangkap telah menyebabkan dampak positif berupa perbaikan
habitat (lebih sehat) dan perbaikan stok sumberdaya +1 = operasi alat tangkap menyebabkan perbaikan habitat sumberdaya ikan saja atau stok sumberdaya ikan saja 0 = operasi alat tangkap berdampak netral, baik terhadap habitat maupun sumberdaya ikan -1 = operasi alat tangkap menyebabkan kerusakan ekologi karena kerusakan habitat saja atau penurunan sumber daya (stok ikan) saja
-2 = operasi alat tangkap telah menyebabkan dampak negatif, berupa kerusakan habitat dan penurunan stok sumberdaya ikan Nilai Ekonomi: + 2 = operasi alat tangkap telah menyebabkan dampak positif yang sangat nyata bagi rumah tangga perikanan maupun nelayan
+1 = operasi alat tangkap menyebabkan dampak positif namun tidak begitu nyata bagi rumah tangga perikanan maupun nelayan 0 = operasi alat tangkap berdampak netral, bagi penghasilan rumah tangga perikanan maupun nelayan (tidak ada perubahan) -1 = operasi alat tangkap kadang menyebabkan kerugian bagi rumah tangga perikanan maupun nelayan -2 = operasi alat tangkap sering kali menyebabkan kerugian ekonomi bagi rumah tangga perikanan maupun nelayan Nilai Sosial: + 2 = operasi alat tangkap tidak pernah menimbulkan kecemburuan sosial dari komunitas yang menggunaakan alat lainnya, bahkan penggunakan alat didukung oleh nelayan lain
+ 1 = operasi alat tangkap tidak menimbulkan kecemburuan sosial dari komunitas nelauan yang menggunakan alat lainnya, namun tidak disertai dengan dukungan oleh nelayan lain 0 = operasi alat tangkap berdampak netral secara sosial, bagi rumah tangga perikanan ataupun nelayan lainnya -1 = operasi alat tangkap dirasakan merugikan sebagian nelayan atau rumah tangga perikanan lainnya, sehingga kadang-kadang menimbulkan kecemburuan sosial walaupun tidak pernah diungkapkan -2 = operasi alat tangkap sering dirasakan merugikan sebagian besar nelayan lainnya sehingga sering terjadi konflik antar nelayan ke permukaan
Penilaian pakar (expert judgement ) menunjukkan bahwa tidak semua alat penangkapan ikan yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia memenuhi kriteria tersebut. Masalah klasik yang paling sering terjadi ialah bahwa alat tangkap yang ramah lingkungan tidak bisa menghasilkan keuntungan ekonomi jangka pendek yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar pengguna (nelayan). Sebaliknya, alat tangkap yang menguntungkan secara ekonomis (jangka pendek) sering kali tidak ramah lingkungan dan menimbulkan kecemburuan dari pengguna alat tangkap lain yang kurang efisien. Selain itu, alat tangkap yang menguntungkan secara ekonomis sering termasuk dalam kategori atau ranah “abu-abu” diantara alat tangkap yang legal dan tidak legal secara
hukum. Peluang abu-abu ini terjadi karena sebagian besar alat penangkapan ikan di Indonesia merupakan modifikasi dari ketentuan SNI (Standar Nasional Indonesia). Kemampuan adaptasi nelayan terhadap teknologi alat penangkapan ikan sudah berkembang jauh lebih di depan dibandingkan dengan kemampuan pemerintah untuk mengatur jenis alat tangkap melalui ketentuan SNI (Faud dkk, 2015).
2.4.2 Kriteria Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan
Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan pada prinsipnya yaitu teknologi yang dipergunakan dalam menangkap ikan tanpa mempengaruhi kualitas
lingkungan
hidup
(Martasuganda,
2002).
Sejalan
dengan
itu,
pengembangan teknologi penangkapan ikan perlu diarahkan menuju ke arah terciptanya teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan sehingga pada akhirnya akan terwujud pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan ( sustainable fisheries). Oleh karena itu, perlu adanya kriteria-kriteria tentang teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (Ramdhan, 2008). Menurut Monintja (2000) teknologi penangkapan ikan dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memiliki kriteria sebagai berikut: 1) Memiliki selektivitas yang tinggi. Suatu alat tangkap dikatakan mempunyai selektivitas yang tinggi apabila alat tersebut dalam operasionalnya hanya menangkap sedikit spesies dengan ukuran yang relatif seragam. Selektivitas alat tangkap ada dua macam, yaitu selektif terhadap spesies dan selektif terhadap ukuran. 2) Tidak destruktif terhadap habitat. Habitat terumbu karang memiliki ciri sangat rentan terhadap gangguan baik dari dalam maupun dari luar, seperti aktivitas penangkapan ikan. 3) Tidak membahayakan nelayan atau operator. Tingkat bahaya atau resiko yang diterima oleh nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat tangkap dan keterampilan yang dimiliki oleh nelayan.
4) Menghasilkan ikan dengan kualitas baik. Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. 5) Produk yang dihasilkan tidak membahayakan konsumen. Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkann tergantung dari ikan yang diperoleh dari proses penangkapan. Apabila dalam proses penangkapan nelayan menggunakan bahan-bahan beracun atau bahan bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada ti ngkat keamanan konsumsi pada konsumen. 6) Hasil tangkapan sampingan (by-catch) dan discard minimum. Suatu spesies dikatakan hasil tangkapan sampingan apabila spesies tersebut tidak termasuk dalam target penangkapan. Hasil tangkapan yang didapat ada yang dimanfaatkan dan ada yang dibuang ke laut (discard ). 7) Dampak ke biodiversity rendah. Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut, hal ini tergantung dari bahan yang digunakan dan metode penangkapan
ikan.
Pengaruh
pengoperasian
alat
tangkap
terhadap
biodiversity yang ada adalah:
Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat.
Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat.
Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.
Aman bagi biodiversity.
8) Tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah. Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk menangkap spesies yang dilindungi. 9) Dapat diterima secara social. Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap yang digunakan tergantung pada kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila; o
biaya investasi murah;
o
menguntungkan;
o
tidak bertentangan dengan budaya setempat;
o
tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
2.4.3 Alat Tangkap Gill Net Millenium
Gillnet millenium merupakan jenis alat tangkap gillnet yang telah dimodifikasi dari gillnet pada umumnya, perbedaanya terdapat pada bahan jaring yang memiliki serat pilinan monofilament serta warna jaringnya. Jaring insang millenium muncul pada tahun 1999 menjelang era millenium tahun 2000 abad ke 21 dari modifikasi gil net multy filament dan mono filament. Jaring millenium dengan bahan nylon multy filament twine (Benang nylon multifilament ) untuk menangkap ikan dengan prinsip penangkapan ikan melalui tersangkutnya insang ikan pada jaring. Gillnet dapat dipasang menghadang atau sejalan arah arus, dimana posisi ini dapat mengubah bentuk alat oleh karena tekanan dinamika air yang kemudian dapat mempengaruhi kapasitas hasil tangkapan.
Gambar 5. Konstruksi Jaring Gill Net Millenium
No. 1.
Tabel 6. Hasil Penilaian Alat Tangkap Gill Net Millenium terhadap Tingkat Keramahan Lingkungan (sumber: Ramdhan, 2008) Keterangan Pengamatan Kriteria Hasil Penilitian Penilaian
Hasil Tangkapan
(1) Proporsi ≥ 60 %
Sasaran Utama
(2) Proporsi < 60 %
(HTSU)
(1) Ramah Lingkungan (2) Tidak Ramah Lingkungan
2.
Pemanfaatan
(1) ≥ 60 %
Hasil Tangkapan Sampingan
3.
dimanfaatkan (2) < 60 %
(HTS)
(1) Ramah Lingkungan (2) Tidak Ramah
dimanfaatkan
Ikan Layak
(1) Proporsi ≥ 60 %
Tangkap
(2) Proporsi < 60 %
Lingkungan (1) Ramah Lingkungan (2) Tidak Ramah Lingkungan
Berdasarkan bobot 78 % Berdasarkan jumlah 41 % Berdasarkan bobot 99,8 % Berdasarkan jumlah 98,8 % Ikan Tenggiri 61 % Ikan Kembung 14 % Ikan Pepetek 100 % Ikan Tetengek 71 %
Berdasarkan tabel di atas, dari segi bobot hasil tangkapan dan pemanfaatan hasil tangkapan alat tangkap ini dikategorikan ramah lingkungan. Berikut adalah kelebihan alat tangkap gill net millennium dibandingkan dengan alat tangkap pukat maupun alat tangkap gill net sejenis:
Jaring lebih tahan lama dibandingkan Jaring insang lain
Pada saat melakukan hauling jaring lebih ringan karena tidak menyimpan air
Hasil tangkapan lebih maksimal karena peluang ikan untuk lepas lebih kecil
Dapat dipakai bahan untuk penangkapan ikan permukaan maupun ikan dasar
Ramah lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa. 1975. Fishing Method Diktat Kuliah Ilmu Teknik Penangkapan Ikan. Bagian Penangkapan. Bogor: Fakultas Perikanan, IPB. Bintoro, Dr. Ir. Gatut, M. Sc. dan Ir. Sukandar, MP. 2011. Metode Penangkapan Ikan : Alat Tangkap Jaring Berkantong. http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/4A_2-Alat-Tangkap.pdf Febriantoni, Penny, Ir. H. Bustari, M. Si, dan Ir. Alit Hindri Yani, M. Sc. 2014. The Case of Seine Net Fishing Gear Technologu in Korong Toboh Kanagarian Campago V Koto Kampung Dalam Village, Padan g Pariaman District, West Sumatra. Universitas Riau: Riau. http://download.portalgaruda.org/ Fuad, S.Pi, MT, Ir. Sukandar, MP, Ir. Dewa Gede Raka W., M.Sc, dkk. 2015. Tinjauan Akademis Terhadap Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 2/2015 Tentang Pelarangan Pengguanaan Beberapa alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Universitas Brawijaya: Malang. http://ledhyane.lecture.ub.ac.id/files/2015/11/Module-6-JaringBerkantong.doc Irnawati, Septia. 2004. Analisis Aspek Bio-Teknis Unit Penangkapan Payan di Perairan Ulak Karang, Sumatera Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor. http://www.eafm-indonesia.net/public/files/penelitian/b89e8Analisis-aspek-bio-teknis-unit-penangkapan-payang-di-perairan-ulakkarang-sumatera-barat.pdf Maruf, Syamsul Irsyad Fauzan. 2015. Gill Net Millenium. http://documents.tips/documents/gillnet-milenium-pagung.html Meirina, Bhekti. 2010. Analisis Konflik Rumpon di Desa Nelayan Puger. http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135771-T%2028009-Konflik%20rumponAnalisis.pdf Najjamuddin dan Yahya.2010. “ RANCANGBANGUN PUKAT PANTAI DI PERAIRAN BAROMBONG KOTA MAKASSAR”. Fakultas Ilmu Kelautandan Perikanan Universitas Hasanuddin. Panjaitan, Hotler, S.Ip. 2014. Merakit Jaring Insang Millenium. http://www.bpppbelawan.bpsdmkp.kkp.go.id/index.php/artikel/198-merakit jaring-insang-millenium.
DAFTAR PUSTAKA
Prado, J. dan P.Y. Dremiere. 1991. Petunjuk Praktis bagi Nelayan. Diterjemahkan oleh : Balai Pengembangan Penangkapan Ikan: Se marang. http://www.fao.org/docrep/010/ah827o/ah827id04.htm Ramdhan, Dimas. 2008. Keramahan Gillnet Millenium Indramayu terhadap Lingkungan: Analisis Hasil Tangkapan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor: Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/5081/C08dra.pdf?se quence=4 Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut . Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian: Jakarta. Sudirman. 2008. Deskripsi alat tangkap dogol, analisis By Catch dan komposisi ikan yang tertangkap di Perairan Takalar. Torani. hlm. 160-170 http://www.bappedakotasibolga.com/index.php/component/content/article/17artikel/43-permen-kp http://www.bpppbelawan.bpsdmkp.kkp.go.id/index.php/profil/maklumat pelayanan?id=138
https://www.scribd.com/doc/87631712/KONTUKSI-KAPAL-PERIKANANDAN-UKURAN-UTAMA-DALAM-PENENTUAN-KONTRUKSIKAPAL www.academia.edu http://pusluh.kkp.go.id/arsip/c/203 http://www.pokorny-site.cz/en/fishing_nets_beach_seine.html https://www.fao.org/docrep/010/ah827o/ah827id04.htm http://hkti.org/alat-tangkap-ikan-payang.html http://pusluh.kkp.go.id/arsip/c/203/?category_id=2 http://pusluh.kkp.go.id/arsip/file/203/bag-8._sni-01-7090-2005.pdf/