AGAMA MESIR KUNO
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
"Agama-agama di Dunia"
Dosen Pengampu :
Tasmin, MA
NIP: 19720615 200003 1 004
Disusun Oleh :
1. Amilatul Farihah (9331.102.13)
2. Elfreda Rasyid (9331.007.13)
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpahan Rahmat, Taufik
dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Agama-agama di
Dunia ini dengan judul Agama Mesir Kuno, Meskipun dengan bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Shalawat serta salam semoga tetap
terlimpahkan kepada Rasulullah saw yang telah membimbing dan mengarahkan
umatnya kejalan kehidupan yang penuh dengan cahaya terang ini.
Semoga Makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam kehidupan
sehari-hari. Harapan penulis semoga Makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca. Namun dalam pembuatan Makalah ini tentu
masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Maka dari itu penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Tiada gading yang tak retak. Begitu pula dengan pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan karena kurangnya pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena
itu, penulis berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Kediri, 11 Maret 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebudayaan Mesir adalah kebudayaan tertua di dunia dan sudah
berkembang semenjak ± 4000 tahun SM.[1] Hal ini bisa dibuktikan dari
peninggalan-peninggalannya seperti piramida-piramida, sphinx, cara
mengawetkan mayat dan sebagainya. Selama itu pula pasti sudah banyak
manusia berkembang dari peradabannya. Baik dari segi budaya, sosial maupun
kepercayaannya. Bangsa Mesir sangatlah kental dengan berbagai
kepercayaannya tehadap hal-hal gaib yang kemudian disebutnya sebagai
pemujaan. Mereka mengenal dewa-dewi yang dalam sekian abad mencari
kebenaran kepercayaan mereka.
Secara naluriah, manusia memang membutuhkan sesuatu "Yang Tunggal"
untuk diibadahi. Namun, Tuhan tidak membiarkan manusia untuk menyembah apa
saja sesuai keinginannya sendiri. Lantas bagaimana dengan penduduk Mesir
Kuno yang "mengibadahi" roh nenek moyang atau mengklaim Fir'aun sebagai
sesuatu yang Tunggal itu? Apa konsekuensi yang mereka dapat dari Dia Yang
Tunggal sesungguhnya?
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah perkembangan kepercayaan bangsa Mesir Kuno?
2. Ajaran apa saja yang dianut bangsa Mesir Kuno?
3. Kitab apa yang dipakai oleh bangsa Mesir Kuno sebagai pedoman?
4. Bagaimana pendapat mereka tentang jiwa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. AJARAN AGAMA MESIR KUNO
Mesir terletak di lembah sungai Nil dan delta sungai itu.[2]
Kebudayaan mesir adalah kebudayaan yang tertua di dunia dan sudah
berkembang semenjak ± 4000 tahun SM. Pemikiran ketuhanan beraneka macam dan
sangat berbelit-belit. Tuhan mereka dapat timbul tenggelam dengan berubah
dan berganti menurut situasi dalam negeri. Bangsa Mesir lama menyembah
beberapa Tuhan. Kita lihat di sana ada dewa peperangan, dewa perdamaian dan
dewa kecantikan.[3]
Pemujaan-pemujaan yang begitu banyak di Mesir dapat disimpulkan
kepada[4]:
1. Pemujaan Hewan
Pemujaan hewan-hewan di Mesir pada zaman dahulu, berasal dari adat
memberi makan kepada hewan-hewan di samping mereka memuja manusia. Hewan-
hewan itu ada yang diberi makan untuk menghindari bahayanya seperti
singa, abulhaul (Sphinx – singa berkepala manusia) dan ada pula yang
diberi makan karena banyak faedah dan gunanya seperti kambing, lembu dan
sebagainya.
Lama kelamaan keyakinan kepada manusia itu berubah dan terbitlah
keyakinan baru yaitu bahwa hewan-hewan itu dianggap penjelmaan dari dewa-
dewa kalau mereka turun ke bumi ini. Mereka mengatakan bahwa burung
rajawali adalah penjelmaan dari Dewa Horus, dan lembu dari Dewa Ptah.
Mula-mula mereka berkeyakinan bahwa hewan yang dijelmakan dewa atau
Tuhan hanya terbatas pada suatu hewan tertentu, tetapi kemudian meluas
kepada jenis-jenis hewan tersebut. Segala lembu jadinya dianggap suci,
segala buaya dihormati, begitu juga segala kucing. Para pendeta mereka
berkeyakinan pula bahwa binatang-binatang itu mengetahui rahasia-rahasia
gaib, yang telah dan akan terjadi.
Negeri-negeri diperintah oleh beberapa raja. Mereka satu sama lain
sering berperang. Yang menang lalu mengambil sebagai lambangnya binatang
yang ganas-ganas dan garang seperti singa dan sebaginya. Yang kalah
dipaksa supaya mengambil lambangnya hewan-hewan yang patuh sperti lembu,
kambing dan sebagainya. Lama-lama pokok pangkal ini dilupakan saja,
sehingga kedua macam lambang ini dipuja bersama, sebab dianggap mempunyai
kekuatan gaib.[5]
2. Pemujaan Tenaga Alam
Orang Mesir kuno memandang matahari dan sungai Nil sebagai Tuhan
mereka. Matahari dipandang sebagai Tuhan bangsa Mesir yang pertama,
sebelum adanya Tuhan yang lain.
Kemudian datanglah Tuhan lainnya dan disembah bersama-sama dengan
Tuhan Matahari dan Nil seperti penyembahan terhadap bumi, langit, bulan,
bintang dan sebagainya. Tapi Matahari adalah Tuhan mereka yang terbesar
dan dibei nama dewa "Ra".
Pengabdian kepada Nil, dasar pokonya adalah manfaat lahir yang
dirasakan oleh manusia, atau kerusakan-kerusakan yang ditakuti akan
timbul daripadanya, kemudian Nil dipujanya pula dengan dewanya Osiris.
3. Pemujaan Terhadap Manusia dan Arwah
Semenjak ± 3400 SM seluruh Mesir telah dikuasai oleh seorang Fir'aun
atau Pharao. Ia adalah raja yang terbesar dan dipuja sebagai dewa.
Rakyatnya harus taat sepenuhnya kepadanya dan diwajibkan membayar pajak
yang seberat-beratnya serta menjalankan kewajiban bagi dia. Di beberapa
daerah diangkatnya pegawai-pegawai tinggi untuk mewakilinya. Mereka
merupakan kaum ningrat yang besar pengaruhnya.
Semenjak dia mendakwakan dirinya sebagai Tuhan, istrinya merasa senang
karena menganggap dirinya dapat bergaul dengan dewa. Para pendeta
mendapat jabatan sebagai perantara antara dewa dengan rakyat. Demikianlah
penyembahan terhadap manusia berlangsung.
Setelah Fir'aun meninggal, timbullah pertanyaan dalam hati mereka,
mengapa Tuhan Fir'aun mati juga seperti manusia biasa, padahal sebenarnya
ia itu Tuhan. Dalam hal ini para pendetalah yang menjadi sasaran. Pendeta-
pendeta itu lalu memberi jawaban untuk menenangkan mereka, bahwa Fir'aun
itu sebenarnya bukan mati, hanya rohnya saja yang berpindah tempat.
Rohnya akan pindah ke tubuh anaknya dengan daya dan kekuatan yang lebih
dari pada sebelumnya. Jadi Horus tetapa ada dan tetap berkuasa[6].
Keterangan yang diberikan pendeta itu tidak dapat menenangkan orang,
rakyat belum puas dan masih ragu-ragu. Keraguan mereka itu membuat
pendeta memberikan keterangan lain, yaitu fir'aun itu sebenarnya
mempunyai tiga roh, yakni:
1. Rohnya menjelma menjadi Menes di dunia ini dan seterusnya akan
pindah menjelma kepada keturunannya.
2. Rohnya lebih tinggi yang naik ke alam. Osiris sesudah matinya yaitu
ke alam akhirat.
3. Rohnya tetap bersama jasadnya sesudah ia meninggal.
Karena itulah sebenarnya Fir'aun tidak mati, dia selalu dapat membantu
anaknya dengan sesuatu yang tinggal padanya. Selama tubuh Fir'aun belum
hancur, dia tetap bersama anaknya. Untuk itu maka mayat Fir'aun diberi
obat-obatan supaya jangan rusak hingga menjadi mummi kemudian kuburan
Fir'aun itu diberi lubang untuk tempat lalu lintas rohnya, kuburan
Fir'aun itulah yang berbentuk pyramide.
Kemudian mereka tahu juga bahwa mummi itu tidak akan tahan selama-
lamanya, lalu mereka buatlah patung Fir'aun yang sama betul dengan
orangnya. Dan anggapan mereka bahwa rohnya akan tetap menempati patung
itu. Patung ini pun mereka sembah, seperti menyembah Fir'aun waktu
hidupnya. Dan karenanya maka timbullah penyembahan yang lain, yaitu
penyembahan berhala.
4. Pemujaan Terhadap Berhala.
Karena masih ragu-ragu, bahwa patung yang sudah dibuat itu tidak
serupa betul dengan Fir'aun, maka mereka membuat beberapa patung lagi,
karena beranggapan bila tidak sama betul dengan Fir'aun, maka rohnya
tidak akan menempati patung itu. Kemudian mereka melakukan ibadahnya
terhadap patung-patung semuanya. Lama-lama timbul pula kepercayaan bahwa
Tuhan mereka selainnya Fir'aun, tentu bisa pula bertempat atau menjelma
pada patung-patung yang berbagai macam, ada yang berbentuk manusia dan
ada yang berbentuk binatang berkepala manusia seperti abulhaul dan
sebagainya.
Macam-macam bentuk itu menurut khayalan mereka masing-masing, dan di
antara patung itu ada yang dipuja bersama dan ada yang dipuja khusus
untuk masing-masing kampung atau keluarga.
5. Dewa-dewa dalam Agama Mesir Kuno
Menurut mereka alam ini diperintah oleh beberapa dewa yang tergabung
dalam satu Pantheon Tanries (majlis dewa-dewa) yang terdiri dari
sembilan dewa dan diketuai oleh dewa Ra.
Dewa sembilan itu ialah:
a. Ra: dewa matahari f. Osiris: dewa Nil
b. Su: dewa angin g. Isis: dewa kesuburan
c. Tifnit: dewa udara h. Sit: dewa kemarau
d. Jib: dewa bumi i. Niftis: dewa tanah tandus
e. Nut: dewa langit
Yang sembilan ini menurut mereka lahir-melahirkan, jadi tidak timbul
sekaligus. Unsur yang mula-mula ada dari azal ialah air. Dari air ini
timbullah pertama-tama Ra dan daripadanya terbit matahari. Dari matahari
timbul Su dan Tifnit menimbulkan Jib dan Nut. Dari keduanya lahirlah dua
pasangan yang bertentangan yaitu Osiris dan Isis disatu pihak serta Sit
dan Niftis di lain pihak. Masing-masing dewa yang sembilan ini
mengandung jiwa yang disebut Mat yaitu putra Ra. Mat itu adalah dewa
hakikat, dewa kebenaran dan keadilan.[7]
Selain dari dewa-dewa pokok tersebut diatas, mereka juga menuju dewa-
dewa kecil yang bersifat individual atau bersifat lokal (setempat). Dewa-
dewa kecil dipuja oleh kelompok suku-suku, dinasti dari raja-raja
tertentu pada masa tertentu, masyarakat Mesir tertentu dan sebagainya.
Dengan kepercayaan terhadap adanya dewa-dewa kecil itu maka muncullah 42
orang dewa-dewa yang terdiri dari 9 dewa besar dan 33 dewa kecil lainnya
yang mendapatkan pemujaan sepanjang masa.
Dewa-dewa kecil ini merupakan lambang kekuatan alam dan juga terdiri
dari binatang-binatang yang dipandang suci dan dipuja oleh mereka,
seperti:
a. Dewa Aton : dewa matahari di ufuk timur ( pada waktu pagi
hari)
b. Dewa horus : dewa di musim semi
c. Dewa Funix : dewa burung bangau
d. Dewa Ibis : dewa ranggung (burung air)
e. Dewa Hator : dewa sapi
f. Dewa Apis : dewa lembu jantan yang sangat disucikan oleh
pendeta-pendeta
Amon di kuil memphis[8]
g. Anubis : dewa untuk melindungi dari kematian dan
membawa mereka ke
alam baka.
h. Sobek :digambarkan sebagai buaya lengkap, atau
sebagai manusia berkepala buaya bersama salibnya
yang menggambarkan kemampuannya untuk membatalkan
kejahatan dan menyembuhkan penyakit
i. Thoth :digambarkan dengan kepala dari suatu
Iblis dimana dia memimpin masyarakat setempat.
j. Sekhmet :Sekhmet digambarkan sebagai singa
betina, pemburu paling sengit yang diidentifikasi
sebagai pelindung dari Fir'aun dan memimpin mereka
dalam peperangan.
k. Khnum :dianggap sebagai pencipta tubuh anak-
anak manusia, yang dilakukan di roda tembikar, dari
tanah liat, dan ditempatkan pada ibu mereka
(rahim)[9]
Binatang-binatang lain yang dipandang suci adalah kucing, anjing,
buaya dan sebagainya. Dalam hubungan inilah ada benarnya teori totemisme
yang dikemukakan oleh Sigmund freud dalam bukunya "The Future of An
Illusion" p.41 bahwa totemisme mempunyai hubungan yang erat dengan agama
di kemudian hari. Totem merupakan jenis binatang suci dari dewa-dewa.
Pembatasan moral yang dalam, larangan membunuh, serta menyakiti rang
lain adalah berasal dari paham totemisme ini.
Jika bangsa Mesir memuja binatang-binatang baik secara simbolis maupun
secara langsung, maka hal tersebut disebabkan oleh karena watak dan
jalan pikirannya terpengaruh oleh kesederhanaannya dalam memahami gejala
alam sekitarnya. Watak primitif tersebut berada dalam arti bahwa mereka
banyak terpengaruh alam sekitar serta masih dalam taraf berpikir
pralogis (tingkat permulaan) dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana
halnya dengan suku-suku terasing di negara kita.[10]
6. Bertuhan Satu
Pada abad 16 SM, telah mulai ada gerakan untuk menghapuskan
penyembahan terhadap beberapa Tuhan atau dewa di Mesir. Pada pertengahan
abad ini di waktu kebesaran Kota Thebe, seorang raja bernama Amenhotep
IV dari dinasti XVIII, mengadakan perubahan dalam lapangan agama.[11]
Pertama-tama tindakannya sebagai raja yang berkuasa ialah menentang
pengaruh para pendeta. Dia ingin mengadakan pembaharuan dalam segala
lapangan, termasuk lapangan ketuhanan. Amon yang sekarang ini disembah
oleh raja-raja dan rakyat sebelumnya, digantinya dengan Aton (dewa
matahari), kemudian nama raja itu sendiri digantinya pula dengan nama
Ekhnaton untuk menyesuaikan dirinya dengan dewa Aton.
Dihapuskannya segala Tuhan banyak, dan segala Tuhan binatang, kemudian
diharuskannya rakyat menyembah Aton, Tuhan alam semesta yang menjadikan
alam ini seluruhnya. Untuk mengagungkan kebesaran Aton, Ekhnaton
mendirikan sebuah kota yang dinamainya Arkhot Aton, khusus untuk
menyembah dan memuja dewa Aton.
Sepeninggal Ekhnaton orang kembali bertumbuhan dewa-dewa lainnya lagi,
seperti Amon dan sebagainya. Ajaran-ajarannya tidak mendarah daging bagi
rakyatnya. Hal ini mungkin sekali disebabkan oleh:
a. Paksaan yang dilakukan Ekhnaton untuk mengikuti pahamnya, bukan
karena kesadaran mereka.
b. Maksud atau niat yang tidak bersih dari Ekhnaton sendiri, yaitu
sekedar untuk mendapatkan kebesaran duniawi saja. Ada di antar para
ahli yang mengatakan, bahwa tujuan Ekhnaton menyatukan agama dan
kepercayaan rakyat Mesir, hanya untuk kepentingan siasat negara dan
kedudukan saja.[12]
Agar mereka tidak terlarut-larut dalam jurang kesesatan, tahayul-
tahayul serta hufarat-hufarat, maka Allah Swt. segera mengutus Nabi Musa
pada masa Pharao Ramses II pada abad ke 13 S.M. untuk meluruskan sistem
kepercayaan mereka yang tidak benar itu.
Walaupun Pharao Ramses II saat itu tidak mau mengikuti ajaran Nabi
Musa, namun akhirnya ajaran Nabi Musa yang berdasarkan monotheisme
mutlak dapat mendobrak polytheisme bangsa tersebut termasuk tradisi-
tradisi kepercayaan paganistis (keberhalaan) mereka. Akhirnya riwayat
paganisme dan polytheisme Mesir Kuno mengalami kehancuran totalbersama
dengan runtuhnya kerajaan Pharao pada abad ke 6 S.M.[13]
B. KITAB KEMATIAN BANGSA MESIR
Agama Mesir merupakan kepercayaan politeistik, ratusan dewa dan dewi
disembah di sepanjang lembah Nil. Para Dewa diyakini menampakkan diri dalam
gambar tertentu dan seniman menggambarkannya dalam bentuk patung.
Mereka menganggap akhirat sebagai bagian dari perjalanan untuk
mencapai surga, perjalanan yang berbahaya sehingga memerlukan magis
sepanjang perjalanan. Mereka percaya bahwa setiap orang memiliki, selain
tubuh fisik, yang bersifat rohani ganda. Menganggap nama dan bayangan
seseorang sebagai entitas yang hidup, bagian dari eksistensi spiritual,
bukan hanya bahasa dan fenomena alam. Anggapan bahwa kematian hanya sebagai
gangguan sementara, bukan penghentian hidup yang lengkap, dan percaya bahwa
setelah kematian mereka akan menghadapi pengadilan di dunia bawah sebelum
dewa Osiris dan 42 hakim di Aula Pengadilan.
Kitab Kematian biasanya menggunakan gulungan papyrus dengan berbagai
mantra tertulis di atasnya, dalam naskah hieroglif. Biasanya memiliki
ilustrasi berwarna yang indah, sangat mahal sehingga hanya digunakan bagi
mereka yang kaya dan berstatus tinggi. Hal ini bergantung pada pada
kekayaan masing-masing, bisa membeli papirus yang sudah diisi mantra atau
bisa menghabiskan banyak uang untuk memilih mantra yang diinginkan.
Beberapa mantra memastikan mereka untuk mengontrol tubuh setelah
kematian. Orang Mesir kuno percaya bahwa seseorang terdiri dari elemen
berbeda yaitu tubuh, roh, nama, hati, semua itu perwujudan seseorang, dan
mereka takut bahwa elemen-elemen tersebut akan menghilang setelah kematian.
Ada banyak mantra untuk memastikan mereka agar tidak kehilangan kepala atau
hati dan tidak membusuk, serta mantra lain tentang menjaga hidup dengan
menghirup udara, memiliki air minum dan makanan.
Ada juga mantra yang melindungi diri sendiri karena menurut orang
Mesir kuno, mereka akan diserang dalam perjalanan ke akhirat melalui
berbagai media seperti binatang buas, diserang oleh dewa atau setan yang
melayani dewa. Dalam dunia berikutnya ada banyak dewa yang menjaga gerbang
yang harus dilewati, dan jika tidak memberikan jawaban yang benar atas
pertanyaan, dewa-dewa itu akan menyerang, mereka memiliki pisau dan ular di
tangan. Hal ini didasarkan pada ancaman yang mereka ketahui dalam kehidupan
nyata, hanya jauh lebih menakutkan dan jauh lebih berbahaya.
Tanpa mantra yang benar mereka bisa dihukum, seperti disimpan di blok
pembantaian, dipenggal kepalanya, atau bisa terbalik (proses pencernaan
juga terbalik, sehingga harus makan kotoran dan minum air kencing
selamanya).[14]
C. PENDAPAT TENTANG JIWA
Orang mesir kuno mempunyai kepercayaan, bahwa ruh manusia itu kekal,
tidak mati. Apabila sudah mati, ruhnya masuk ke dalam perut bumi dan di
situlah ia dihadapkan di muka pengadilan yang beranggotakan 42 hakim, yang
diketuai oleh dewa Osiris. Hatinya di timbang, dan sudah selesai ditimbang
lalu disiram dengan air hidup, kemudian ia melanjutkan perjalanan ke surga.
Pintu surga terbuka bila ia membaca mantra-mantra dari kitab kematian dan
ruh jahat pun menjauhkan diri.
Kekuatan dan pengetahuan selalu bertambah, akhirnya sampai pada
lapangan kebahagiaan, dimana dewa Ra bertahta. Jiwanya makin bersifat dewa,
oleh karenanya dapatlah ia berhadapan muka dengan dewa, dan akhirnya ia pun
menjadi dewa juga.Jika timbangan hatinya ringan, maka ia harus kembali ke
dunia dengan jalan menjelma, masuk ke dalam badan orang gila atau masuk
neraka, dimana ia disiksa oleh setan-setan.
Orang mesir kuno, mempunyai kepercayaan, bahwa orang mati itu hanya
sebagai orang tidur, ia tetap hidup di alam yang dikuasai oleh dewa
kematian. Mereka mempunyai kepercayaan bahwa manusia itu terdiri dari ruh
(badan halus) dan jasmani (tubuh besar). Jika manusia mati maka ruhnys
masih ada hubungan nya dengan tubuh kasar yang ia pakai waktu hidup. Jika
tubuh kasarnya rusak, maka mau tidak mau ruhnya menjelma kembali ke dunia
ini. Itulah sebabnya orang mesir kuno menjaga baik-baik tubuh orang mati,
yakni di jadikan mummi, agar tidak rusak. Karena itu mereka mempunyai cara
istimewa dalam mengubur mayat mereka. Mayat orang bisa di kubur dalam batu
di pegunungan, mayat raja-raja dikubur dalam pyramide dan disediakan
perkakas rumah tangga dan lain sebagainya.[15]
Kepercayaan tentang kekalnya ruh manusia itu timbul dari filsafat yang
mengandung teori spekulatif yang didasarkan atas perhitungan yang rasional
tentang kenyataan-kenyataan hidup alam ini yaitu dihubungkan dengan adanya
kekuatan yang berlawanan satu sama lain, seperti adanya sakit disamping
adanya sehat dan seterusnya. Oleh karena hidup adalah perpaduan antara
rohani dan jasmani, maka bila kedua unsur tersebut berpisah satu sama lain,
timbullah keadaan yang kontradiktif yaitu jasmani terdiri dari susunan zat-
zat yang mudah hancur, sedang rohani merupakan anasir yang bersifat kekal
abadi.
Oleh karena itu, kita yakin bahwa segala macam teori tentang jiwa
baikyang pernah atau yang akan dikemukakan para ahli ilmu pengetahuan tidak
lain hanyalah spekulatif belaka, sedang hakikat kebenarannya belum dapat
kita yakini; karena masing-masing teori hanyalah meninjau dari satu aspek
di antara beberapa aspek yang ada pada objek kebenaran itu sendiri. Oleh
karena itu hasilnya pun paling tinggi adalah hanya merupakan satu dari segi
kebenaran yang ada.[16]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebudayaan mesir adalah kebudayaan yang tertua di dunia dan sudah
berkembang semenjak ± 4000 tahun SM. Pemikiran ketuhanan beraneka macam dan
sangat berbelit-belit. Tuhan mereka dapat timbul tenggelam dengan berubah
dan berganti menurut situasi dalam negeri. Bangsa Mesir lama menyembah
beberapa Tuhan. Pemujaan yang mereka lakukan dapat disimpulkan menjadi:
1. Pemujaan Hewan.
2. Pemujaan Pemujaan tenaga Alam
3. Pemujaan terhadap manusia dan arwah
4. Pemujaan terhadap berhala
5. Pemujaan kepada dewa-dewi yang banyak
6. Bertuhan satu
Kitab Kematian biasanya berisi berbagai mantra dalam naskah hieroglif.
Beberapa mantra memastikan mereka untuk mengontrol tubuh setelah kematian.
Orang Mesir kuno percaya bahwa seseorang terdiri dari elemen berbeda yaitu
tubuh, roh, nama, hati, semua itu perwujudan seseorang, dan mereka takut
bahwa elemen-elemen tersebut akan menghilang setelah kematian. Ada banyak
mantra untuk memastikan mereka agar tidak kehilangan kepala atau hati dan
tidak membusuk, serta mantra lain tentang menjaga hidup dengan menghirup
udara, memiliki air minum dan makanan.
Orang mesir kuno mempunyai kepercayaan, bahwa ruh manusia itu kekal,
tidak mati. Apabila sudah mati, ruhnya masuk ke dalam perut bumi dan di
situlah ia dihadapkan di muka pengadilan yang beranggotakan 42 hakim, yang
diketuai oleh dewa Osiris. Hatinya di timbang, dan sudah selesai ditimbang
lalu disiram dengan air hidup, kemudian ia melanjutkan perjalanan ke surga.
Pintu surga terbuka bila ia membaca mantra-mantra dari kitab kematian dan
ruh jahat pun menjauhkan diri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmadi, Abu. Perbandingan Agama. 1990. Jakarta: Rineka Cipta
2. Rivai, Moh. Perbandingan Agama.Semarang: Wicaksana
3. Arifin, M.M. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama besar. 1986. Jakarta:
PT Golden Terayon Press
4. www.apakabardunia.com/2012/12/mengenal-kitab-kematian-bangsa-
mesir.html
5. gtheynova.wordpress.com/2012/06/26/agama-mesir-kuno-ilmu-perbandingan-
agama
-----------------------
[1] Rivai, Moh. Perbandingan Agama.Semarang: Wicaksana. Hal. 68
[2] Abu Ahmadi. Perbandingan Agama. Jakarta: Rineka Cipta. 1990. Hal. 47
[3] Moh. Rifai. Perbandingan ... hal. 68
[4] Ibid. 69
[5] Ibid.
[6]Ibid. 70-71
[7] Rifai, Moh. Perbandingan ... hal. 72
[8] Arifin, M.M. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama besar. 1986. Jakarta:
PT Golden Terayon Press. Hal. 12
[9] http://gtheynova.wordpress.com/2012/06/26/agama-mesir-kuno-ilmu-
perbandingan-agama retrieved on saturday, 21st Feb 2015
[10] Arifin, H.M. Menguak ... Hal. 12
[11] Moh. Rifai. Perbandingan ... hal. 72
[12] Ibid. 73
[13] Arifin, H.M. Menguak ... Hal. 14
[14] www.apakabardunia.com/2012/12/mengenal-kitab-kematian-bangsa-
mesir.html retrieved on Saturday, 21st February 2015
[15] Moh. Rifai. Perbandingan ... Hal. 73
[16] Arifin, H.M. Menguak ... Hal. 16-17