ADSORPSI DAN PEMBENTUKAN EMULSI FOAM
I. Emulsi 2.1 Definisi Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Emulsi E mulsi merupakan merupakan suatu system yang tidaka stabil,sehingga dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan.Tujuan dari penstabilan adalah untuk mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase terdispersi dengan pendispersinnya.Dengan penambahan emulgator berarti telah menurunkan tegangan permukaan secara bertahap sehingga akan menurunkan energy bebas pembentukan emulsi, artinya dengan semakin rendah energy bebas pembentukan emulsi akan semakin mudah. 2.2 Dasar Teori Masing ± masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga mempunyai nama yang berbeda,yaitu sebagai berikut: a) Emulsi gas (aerosol cair ) Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan medium pendispersinnya berupa gas.Salah satu contohnya hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas yang diingikan karena adannya bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol b) Emulsi cair Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terd ispersinya maupun pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena k arena kedua fase bersifat polar dan non polar.Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu yaitu emulsi e mulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase terdispersi dalam air jadi but iran minyak didalam air atau emulsi air dalam minyak contoh margarine terdispersi dalam minyak jadi but iran air dalam minyak. c) Emulsi padat Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan fase pendispersinnya berupa fase padat.Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan partikelnya tidak kuat sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang kuat. (http://www.freewebs.com/leosylvi/koloidemulsi.htm) Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak t idak stabil secara termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit dua fase cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan±tetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan dengan emulgator/surfaktan yang cocok. coco k. Inversi yaitu peristiwa berubahnya tipe emulsi W/O menjadi O/W atau sebaliknya dan sifatnya irreversible. Tipe emulsi dapat dibedakan menjadi 1) Emulsi A/M ( water in oil atau W/O )yaitu butiran ± butiran air terdispersi dalam minyak.Pada emulsi ini butiran ± butiran air yang hidrofilik stabil dalam minyak yang hidrofobik. 2) Emulsi M/A ( oil in water / O/W) yaitu yaitu butiran ± butiran minyak terdispersi dalam air. Minyak
yang hidrofobik stabil dalam air yang hidrofilik ( Soesilo, 1994 ) Namun kesetabilan emulsi juga dipengaruhi beberapa factor lain yaitu, ditentukan gaya ± gaya: Gaya tarik ± menarik yang dikenal gaya Van der walss.Gaya ini menyebabkan partikel ± partikel koloid membentuk gumpalan lalu mengendap
Gaya tolak ± menolak yang terjadi karena adanya lapisan ganda elektrik yang muatannya sama saling bertumpukan. Sedangkan bentuk ± bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa macam: Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak tertutupi oleh lapisa pelindung sehingga terbentuklah flok ±flok atau sebuah agregat Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga terjadi pencampuran Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada daerah permukaan dan dasar Inversi massa (pembalikan massa ) yang terjadi karena ada nnya perubahan viskositas Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga hilang karena pengaruh suhu. (Ladytulipe, 2009) Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami kerusakan (Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan factor suhu, rusaknya emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk krim.Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit guna pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam asetat (Nuranimahabah,2009)
Mekanisme emulsi dapat dibedakan menjadi a) Mekanisme secara kimia Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan minyak. Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi ditambahkan, karena kebanyakan emulsi adalah disperse air dalam minyak dan dispersi minyak dalam air, sehingga emulgator yang digunakan harus dapat larut dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organic yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan berinteraksi dengan minyak sedangkan yang hidrofilik dengan air sehingga terbentuklah emulsi yang stabil.
b) Mekanisme secara fisika Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan tenaga misalnya dengan cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan maka fase terdispersinya akan tersebar merata ke dalam medium pendispersinya. (Ian, 2009) Satu variable penting dalam uraian e mulsi - emulsi adalah fraksi volum dalam dan luar fase.Untuk tetesan bentuk bola radius , fraksi volume diberikan sejumlah densitas n, waktu untuk volum bentuk bola = 43 n/3 .Banyak sifat ± sifat emulsi ditandai oleh jumlah volumnya. Tetesan emulsi karena lemah atau tidak stabil nilai fraksi volume bisa diantara 3- 6 untuk kebanyakan system emulsi. Konduktivitas dari emulsi sendiri dapat ditentukan dengan t eori klasik (Maxwell)
Dimana K, Km dan Kd ada lah konduktivitas spesifik dari emulsi,medium pendispersi dan fase terdispersi. Dalam system koloid akan terjadi peningkatan dielektrika, salah satu model untuk menentukan konstanta dieletrika tipe emulsi adalah: Tipe M/A
Tipe A/M
Dimana ¼ dan ¼s adalah permitivitas dengan frekuensi tinggi dan statis.T waktu tenggang dan luas pendistribusian, serta adalah komponen polarisasi. 2.3 Aplikasi Emulsi Sistem emulsi dapat digunakan diantaranya : a. Penerapan dalam kehidupan sehari-hari Salah satu contoh penerapan emulsi dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan detergen untuk mencuci pakaian, dimana detergen merupakan suatu emulgator yang akan menstabilkan emulsi minyak (pada kotoran) dan air. Detergen terdiri dari bagian hidrofobik dan hidro filik, minyak akan terikat pada bagian hidrofobik dari detergen sehingga bagian luar dari minyak akan menjadi hidrofilik secara keseluruhan, sehingga terbentuk emulsi minyak dan air, dimana kotoran akan terbawa lebih mudah oleh air.
b. Penerapan dalam bidang industri Dalam bidang industri salah satu sistem emulsi yang digunaka n adalah industry saus salad yang terbuat dari larutan asam cuka dan minyak. Dimana asam cuka bersifat hidrofilik dan minyak yang bersifat hidrofobik, dengan mengocok minyak dan cuka. Pada awalnya akan mengandung butiran minyak yang terdispersi dalam larutan asam cuka setelah pengocokan dihentikan, maka butiran-butiran akan bergabung kembali membentuk partikel yang lebih besar sehingga asam cuka dan minyak akan terpisah lagi. Agar saus salad ini kembali stabil maka dapat ditambahkan emulagator misalnya kuning telur yang mengandung lesitin. Sistem koloid ini dikenal sebagai mayonnaise. II. Foam 2.1 Definisi Foam merupakan jenis koloid dari gelembung gas sebagai fase terdispersinya yang terperangkap dalam medium pendispersinya. Untuk menghasilkan foam yang stabil diperlukan beberapa sifat tertentu dari medium pendispersi tersebut. Sebagai co ntoh cairan dengan viskositas tinggi akan memfasilitasi terperangkapnya gelembung gas. Medium pendispersi pada foam ini b isa berupa zat cair dan zat padat. Foam dibedakan menjadi : a. Foam cair Foam cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat ca ir. Fase terdispersi gas biasanya berupa udara atau CO2 yang terbentuk dari fermentasi. Kestabilan buih diperoleh dari adanya zat pembuih (surfaktan). Zat pembuih ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung -gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan. Ukuran koloid buih bukanlah ukuran gelembung gas, seperti sistem koloid lainnya, melainkan ketebalan film (lapisan tipis) pada daerah antar - fase di mana zat pembuih teradsorpsi.
b. Foam padat Foam padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat padat. Kestabilan foam padat juga diperoleh dar i zat pembuih (surfaktan). Kestabilan buih ini dapat diperoleh dari zat pembuih juga (surfaktan). 2.2 Teori Pembentukan Foam Pembentukan foam dibagi dua, yaitu secara kimia dan fisika. a. Secara Kimia Mekanisme pembentukan foam secara kimia adalah penambahan larutan surfaktan pada medium pendispersi baik itu padat maupun cair dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Dalam orde 10 ppm, larutan surfaktan sudah cukup untuk membentuk busa. Kemampuan tertinggi pembentukan busa diperoleh setelah larutan surfaktan mencapai CMC. Umumnya surfaktan mempunyai daya busa yang tinggi pada konsentrasi diatas 0.0001 M atau 0.01-0.1%. b. Secara Fisika Foam akan terbentuk jika larutan surfaktan diaduk atau dialiri udara. Busa ada lah gas yang terjebak oleh lapisan tipis cairan yang mengandung sejumlah molekul surfaktan yang terad sorpsi pada lapisan tipis tersebut. Dalam gelembung, gugus hidrofobik surfaktan akan mengarah ke gas, sedang bagian hidrofiliknya akan mengarah ke larutan. Pada saat gelembung keluar dari badan cairan, gelembung akan dilapisi oleh lapisan tipis cairan yang mengandung sejumlah molekul surfaktan dengan orientasi face to face.
Surfaktan sebagai foaming agent, berperan melalui aksinya dengan teradsorpsi ke permukaan. Karena tekanan udara didalam busa lebih besar (persamaan Laplace), maka busa akan membesar dan kemudian pecah. Stabilitas suatu busa akan ditentukan o leh tingkat elastisitas lapisan tipisnya.
Pada umumnya surfaktan yang mempunyai daya bersih yang besar juga akan mempunyai daya busa yang tinggi. Tetapi surfaktan nonionik yang mempunyai daya busa rendah, ternyata mempunyai daya bersih yang lebih kuat dibanding surfaktan anionik yang daya busanya kuat. Beberapa surfaktan nonionik khusus yang daya busanya rendah, juga mempunyai daya stabilitas emulsi yang tinggi. Foam selalu dibentuk melalui proses pencampuran, cairan yang murni tidak pernah bisa menjadi foam. Terdapat dua kondisi yang harus diperhatikan pada saat pembentukan foam. Kondisi pertama, salah satu komponen harus menjadi permukaan yang aktif ( active surface ). Tegangan permukaan yang rendah, setelah penambahan komponen yang kedua disebut sebagai permukaan yang aktif. Komponen organic mempunyai tegangan permukaan yang relative rendah jika dibandingkan dengan air, tidak mengherankan jika larutan dengan penambahan komponen organic dapat membentuk foam dengan lebih cepat. Kondisi kedua, pada foam film, harus mempunyai permukaan yang elastisitas, harus menjadi gaya tarik kembali untuk foam film jika telah meregang. Elastisitas permukaan, E, didefinisikan sebagai penambahan permukaan energy bebas, , sebagai area permukaan, A, berikut persamaanKatau tegangan permukaan, untuk menentukan besarnya elastisitas permukaan, E: E = A ««««««««««««««««««« ( 1 ) Kondisi pada elastisitas permukaan harus menjadi valid di periode wakt u selama elastisitas lapisan cairan film antar foam ( lamella ) meregang dan memugar. Hal itu adalah persyaratan utama untuk pembentukan foam supaya difusi komponen permukaan aktif dari sebagian besar larutan untuk membentuk permukaan baru terbentuk cukup lambat. Jika keadaan ini tidak terjadi, adsorpsi pada permukaan akan berkurang tegangan permukaanya dan sementara elastisitas lapisan cairan film antar foam ( lamella ) meregang yang akan terbentuk permanen dengan hasil elastisitas lapisan cairan film antar foam ( lamella ) yang rendah.
2.3 Aplikasi foam Dalam kehidupan sehari ± hari system foam banyak digunakan dalam : a. Di bidang industri pada pengemas makanan Styrofoam yang terbuat dari polystyrene yanga tersusun dari banyak mnomer styrene. Untuk menjadi Styrofoam, maka ke dalam po lystyrene tadi ditiupkan udara dengan menggunakan blowing agents yang disebut chlorofluorocarbon (CFC) sehingga membentuk buih (foam) b. Bidang kosmetika, banyak sediaan kecantikan yang dapat ditemui dengan bentuk foam