Drainase Perkotaan
VII. Debit Rancangan
BAB VII DEBIT RANCANGAN Pada bab-bab sebelumnya telah dipelajari aspek hidrologi terutama aliran limpasan permukaan (surface runoff) sebagai aliran yang akan diselesaikan menggunakan sistem drainase. Hujan rancangan digunakan untuk memperkirakan besaran intensitas hujan pada durasi tertentu terhadap periode ulang yang ditetapkan. Intensitas hujan tersebut digunakan sebagai parameter untuk menghitung besarnya debit limpasan. Sebelumnya juga telah dibahas mengenai aspek hidraulika terutama mengenai analisis dimensi saluran drainase yang dibutuhkan untuk mengalirkan debit limpasan tertentu. 7.1. Metode Rasional Metode rasional, yang mulai populer pada pertengahan abad ke-19, merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk perancangan drainase perkotaan karena sederhana dan mudah.
Ide dibalik metode rasional adalah jika intensitas hujan sebesar mulai terjadi, maka laju debit limpasan akan naik sampai dengan waktu konsentrasi t c , dimana ketika itu seluruh daerah tangkapan hujan (catchment area) atau luas drainase (drainage area) telah memberikan kontibusi aliran di outlet. Perkalian antara intensitas hujan dengan luas daerah tangkapan hujan menghasilkan laju aliran masuk (inflow rate) A , A , dan rasio laju inflow ini terhadap laju limpasan puncak Q (yang terjadi pada waktu konsentrasi t c ) disebut sebagai koefisien limpasan C (0 ≤ C ≤ 1) . Koefisien limpasan C tersebut juga dapat diartikan sebagai rasio antara hujan yang menjadi limpasan terhadap total hujan. Dengan demikian, koefisien C sangat tergantung pada kondisi daerah tangkapan hujan. Persamaan debit limpasan puncak untuk metode rasional dapat ditulis sebagai: Q = 0 ,278 C
(7.1)
dimana: : debit limpasan puncak (m 3/det) Q : koefisien limpasan (-) C : intensitas hujan (mm/jam) : luas daerah tangkapan hujan (km 2) A Pada persamaan di atas, intensitas hujan
M. Baitullah Al Amin
tergantung dari waktu konsentrasi tc .
VII - 1
Drainase Perkotaan
VII. Debit Rancangan
Untuk daerah perkotaan, daerah tangkapan hujan umumnya terdiri dari beberapa daerah tangkapan hujan yang lebih kecil (subcatchment area) dengan kondisi permukaan yang berbeda-beda sehingga menyebabkan koefisien C yang berbeda pula. Oleh karena itu, perlu analisis lebih teliti yang memperhitungkan perbedaan kondisi permukaan tersebut. Luas setiap daerah tangkapan hujan yang lebih kecil tersebut disimbolkan sebagai i dan koefisien limpasannya adalah
C i . Dengan demikian, debit limpasan puncak dapat dihitung
menggunakan persamaan rasional sebagai berikut: n
Q = 0 ,278 I ∑ C i Ai
(7.2)
i =1
dimana n adalah jumlah daerah tangkapan hujan yang lebih kecil. Asumsi yang mendasari metode rasional adalah: 1. Debit limpasan puncak pada titik outlet merupakan fungsi intensitas hujan rata-rata selama waktu konsentrasi, yang berarti debit limpasan belum terjadi ketika durasi hujan lebih singkat dibanding waktu konsentrasi. 2. Waktu konsentrasi diartikan sebagai waktu untuk limpasan mengalir dari titik terjauh suatu daerah tangkapan hujan ke titik outlet. 3. Intensitas hujan adalah konstan selama durasi hujan. 7.2. Koefisien Limpasan Penetapan atau pemilihan koefisien limpasan C membutuhkan pertimbangan dan pengalaman yang baik dari seorang ahli hidrologi. Proporsi total hujan yang akan menjadi limpasan tergantung dari persentase kekedapan air (imperviousness) , kemiringan, dan karakteristik tampungan cekungan (depression storage) dari permukaan. Permukaan yang kedap air, seperti perkerasan aspal, dan atap bangunan, akan menghasilkan hampir 100 persen limpasan setelah seluruh permukaan menjadi basah. Tinjauan lapangan dan foto permukaan lahan akan sangat membantu dalam memperkirakan kondisi permukaan suatu daerah tangkapan hujan.
Koefisien limpasan juga tergantung dari sifa dan kondisi tanah. Laju infiltrasi akan berkurang sebagaimana hujan yang terus berlangsung, dan juga dipengaruhi oleh kondisi kelembaban tanah. Faktor lain yang mempengaruhi koefisien limpasan adalah kepadatan tanah, porositas tanah, vegetasi penutup lahan (vegetation cover) , kemiringan lahan, dan tampungan cekungan. Koefisien limpasan yang tepat dipilih dengan memperhitungkan semua faktor di atas. Koefisien limpasan untuk berbagai jenis permukaan diberikan dalam Tabel 7.1. M. Baitullah Al Amin
VII - 2
Drainase Perkotaan
VII. Debit Rancangan
Tabel 7.1. Koefisien limpasan untuk metode rasional
7.3. Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah laju hujan rata-rata dalam satuan mm/jam untuk suatu daerah tangkapan hujan. Intensitas hujan dipilih berdasarkan durasi hujan rancangan dan periode ulang sebagaimana yang dijelaskan pada Bab V. Durasi hujan rancangan adalah sama dengan waktu konsentrasi untuk suatu daerah tangkapan hujan yang ditinjau. Periode ulang ditetapkan berdasarkan standar perancangan atau dipilih oleh ahli hidrologi sebagai parameter rancangan. Suripin (2004) memberikan standar perancangan saluran drainase seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 7.2 berikut.
M. Baitullah Al Amin
VII - 3
Drainase Perkotaan
VII. Debit Rancangan
Tabel 7.2. Kriteria perancangan hidrologi untuk sistem drainase perkotaan Luas daerah (ha) Periode ulang (tahun) < 10 2 10 – 100 2 s.d. 5 100 – 500 5 s.d. 20 10 s.d. 25 > 500 Chow, dkk (1988) memberikan kriteria perancangan hidrologi untuk drainase perkotaan, dimana untuk sistem drainase di kota kecil menggunakan periode ulang 2 sampai dengan 25 tahun, sedangkan untuk kota besar menggunakan periode ulang 25 sampai dengan 50 tahun. Debit limpasan diasumsikan mencapai puncak pada waktu konsentrasi t c , yaitu ketika seluruh dareh tangkapan hujan telah memberikan kontribusi aliran pada outlet. Waktu konsentrasi adalah waktu dimana air hujan jatuh dan mengalir dari titik terjauh dari daerah tangkapan hujan sampai pada titik yang ditinjau (outflow). Prosedur coba banding (trial and error) dapat digunakan untuk menentukan waktu konsentrasi dimana terdapat beberapa jalur aliran yang ditinjau. Waktu konsentrasi dalam sistem drainase perkotaan adalah jumlah dari waktu pemasukan (inlet time) t o , yaitu waktu dimana air mengalir dari titik terjauh daerah tangkapan hujan ke inlet saluran, dan waktu pengaliran (flow time) t f , yaitu waktu dimana air mengalir mulai dari hulu ke hilir saluran. Dengan demikian, waktu konsentrasi dapat ditulis sebagai: t c = t o + t f
(7.3)
Waktu pengaliran t f , dapat dihitung sebagai berikut: n
t f = ∑
j
j = 1 V j
Dimana
j
(7.4)
adalah panjang saluran ke- , dan V j adalah kecepatan aliran dalam
saluran ke- . Waktu pemasukan t o dapat diperoleh berdasarkan pengamatan lapangan, atau dapat diperkirakan menggunakan persamaan empiris, diantaranya adalah persamaan yang diberikan Kirpich (1940) berikut.
M. Baitullah Al Amin
VII - 4
Drainase Perkotaan
VII. Debit Rancangan
0 ,06628 tc = S 0 ,385
0 ,77
(7.5)
dengan: tc : waktu konsentrasi (jam) : panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (km) : kemiringan lahan rata-rata antara elevasi maksimum dan minimum (-)
S
Persamaan lainnya untuk menghitung waktu konsentrasi juga diberikan oleh Hathway sebagai berikut. 0 ,606( x n)0 , 467 tc = (7.6) S0 , 234 dengan n adalah koefisien kekasaran, sedangkan notasi lainnya sama dengan persamaan yang diberikan Kirpich. Nilai kekasaran n diberikan dalam Tabel 6.3. Tabel 7.3. Nilai koefisien kekasaran n No. 1 2 3 4 5 6
Tata guna lahan Kedap air Timbunan tanah Tanaman pangan/tegalan dengan sedikit rumput pada tanah gundul yang kasar dan lunak Padang rumput Tanah gundul yang kasar dengan runtuhan dedaunan Hutan dan sejumlah semak belukar
n 0,02 0,10 0,20 0,40 0,60 0,80
Sering suatu saluran untuk mengalirkan debit limpasan dari beberapa daerah tangkapan hujan. Misalnya terdapat dua daerah tangkapan hujan dimana masing-masing debit limpasan masuk pada suatu saluran. Dimungkinkan terjadi perbedaan waktu pemasukan dari setiap daerah tangkapan hujan tersebut yang dipengaruhi oleh kemiringan lahan, panjang lintasan, dan sebagainya. Dipilih waktu pemasukan yang paling lama dari keduanya. Waktu pemasukan tersebut disebut sebagai waktu pemasukan kritis. 7.4. Luas Daerah Tangkapan Hujan Ukuran dan bentuk suatu daerah tangkapan hujan yang ditinjau harus ditentukan. Luas daerah tersebut dapat ditentukan dari pengukuran peta topografi, atau dengan survei lapangan dimana data topografi telah berubah atau interval kontur topografi yang terlalu besar sehingga sulit untuk memperkirakan arah aliran. Luas daerah tangkapan hujan yang merupakan sistem yang ditinjau dan juga setiap luas daerah tangkapan hujan yang lebih kecil dimana memberikan kontibusi aliran untuk setiap inlet saluran harus ditentukan. Pembagian setiap daerah tangkapan hujan harus mengikuti batas
M. Baitullah Al Amin
VII - 5
Drainase Perkotaan
VII. Debit Rancangan
tangkapan (watershed boundary) dari daerah tersebut, bukan berdasarkan peruntukan lahan. 7.5. Kapasitas Saluran Dimensi saluran drainase harus ditentukan berdasarkan debit limpasan yang akan dialirkan. Kapasitas saluran adalah debit aliran maksimum yang dapat dialirkan oleh suatu saluran. Semakin kecil dimensi saluran, maka kapasitas saluran juga akan semakin kecil. Untuk saluran terbuka, apabila debit limpasan lebih besar dibandingkan dengan kapasitas saluran, maka air akan melimpas/meluap keluar dari saluran. Oleh karena itu, harus dirancang dimensi saluran sedemikian rupa sehingga dapat mengalirkan debit limpasan tanpa terjadi luapan. Perhitungan dimensi saluran drainase telah diberikan pada Bab VI Aspek Hidraulika. 7.6. Perancangan Jaringan Drainase Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa metode rasional merupakan metode yang sederhana dan mudah untuk digunakan. Chow, dkk (1988) menyebutkan bahwa perancangan sistem drainase dengan metode rasional digunakan sebagai perancangan awal (preliminary design) untuk memperoleh rancangan dimensi saluran. Sedangkan simulasi aliran yang lebih realistis dapat dilakukan dengan penelusuran hidrograf aliran untuk keseluruhan sistem menggunakan hasil rancangan dengan metode rasional. Contoh 7.1. Lakukan kajian dimensi saluran drainase eksisting AB, BE, BC, dan CD untuk periode ulang 5 tahun pada luasan drainase sebesar 1,08 km 2 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.1 dan Gambar 7.2. Luas, koefisien limpasan, dan waktu pemasukan untuk setiap daerah tangkapan hujan seperti yang diberikan dalam Tabel 7.4. Panjang, dan kemiringan dasar saluran diberikan Tabel 7.5. Semua saluran direncanakan saluran terbuka yang terbuat dari pasangan batu disemen dengan koefisien kekasaran Manning n = 0 ,025 . Persamaan intensitas hujan untuk periode ulang 5 tahun diberikan sebagai I T = 5 = 88 ,89 /( t + 0 ,029) ,
dimana t adalah durasi hujan dalam jam. Apakah kapasitas saluran drainase terlampaui?
M. Baitullah Al Amin
VII - 6
Drainase Perkotaan
VII. Debit Rancangan
Gambar 7.1. Jaringan drainase perkotaan
Saluran AB, dan BE
Saluran BC, dan CD
Gambar 7.2. Potongan melintang saluran drainase Tabel 7.4. Karakteristik daerah tangkapan hujan untuk Contoh 7.1 Daerah Luas Koefisien Limpasan Waktu Pemasukan to A C (km2) (-) (menit) I 0,08 0,70 15 II 0,12 0,70 20 III 0,16 0,60 30 IV 0,16 0,60 30 V 0,20 0,50 45 VI 0,18 0,50 45 VII 0,18 0,50 45 M. Baitullah Al Amin
VII - 7
Drainase Perkotaan
VII. Debit Rancangan
Tabel 7.5. Karakteristik saluran untuk Contoh 7.1 Saluran Panjang Kemiringan Dasar Koefisien Manning L So n (m) (-) (-) AB 550 0,0065 0,025 EB 450 0,0080 0,025 BC 400 0,0065 0,025 CD 450 0,0065 0,025 Penyelesaian 1. Saluran AB Saluran AB mengalirkan debit limpasan dari daerah I dan II. Dari Tabel 7.4 diperoleh AI = 0,08 km2 , C I = 0,70 dan waktu pemasukan t I = 15 menit. Sedangkan AII = 0,12 km2 , C II = 0,70 dan waktu pemasukan t II = 20 menit. Dengan demikian, total luasan drainase yang dilayani oleh saluran AB adalah 0,08 + 0,12 = 0,20 km 2 dan ΣCA = 0,70 x 0,08 + 0,70 x 0,12 = 0,14. Waktu pemasukan yang digunakan adalah 20 menit, yaitu yang terlama dari dua waktu pemasukan di atas. Pada kasus saluran AB ini, waktu konsentrasi sama dengan waktu pemasukan (t c = t o ), sehingga t c , AB = 20 menit. Dari persamaan intensitas hujan,
diperoleh
T = 5 , AB
= 146,59 mm/jam. Hasil hitungan ditunjukkan pada Tabel 7.6.
Diperoleh dimensi saluran AB, yaitu b = 1,5 m dan h = 1,8 m. Kapasitas saluran AB belum terlampaui. 2. Saluran EB Saluran EB hanya mengalirkan debit limpasan dari daerah III. Dari Tabel 7.4 diperoleh AIII = 0,16 km2 , C III = 0,60 dan waktu pemasukan t III = 30 menit. Waktu konsentrasi adalah sama dengan waktu pemasukan, sehingga t c , EB = 30 menit. Dari persamaan intensitas hujan diperoleh
T = 5 , EB
= 120,76 mm/jam. Dari
hasil perhitungan pada Tabel 7.6 diperoleh dimensi saluran EB, yaitu b = 1,5 m dan h = 1,04 m. Kapasitas saluran EB belum terlampaui. 3. Saluran BC Saluran BC mengalirkan debit limpasan dari daerah I sampai dengan V, dimana daerah I dan II melalui saluran AB, daerah III melalui pipa EB, dan daerah IV dan V secara langsung. Dengan demikian terdapat empat kemungkinan jalur air untuk mencapai titik B. Waktu konsentrasi adalah waktu pengaliran air yang paling lama. Waktu pengaliran air dari saluran AB adalah waktu pemasukan t o , AB = 20 menit ditambah waktu pengaliran t f , AB = 4,34 menit, atau 24,34 menit. Waktu pengaliran air dari saluran EB adalah waktu pemasukan t o , EB = 30 menit ditambah waktu pengaliran t f , EB = 3,63 menit, atau 33,63 menit. Waktu M. Baitullah Al Amin
VII - 8
Drainase Perkotaan
VII. Debit Rancangan
pemasukan ke titik B dari daerah IV dan V masing-masing adalah 30 menit dan 45 menit. Dengan demikian, waktu konsentrasi untuk saluran BC diambil sebesar 45 menit. Untuk daerah I dan II, ΣCA = 0,14. Untuk daerah III, ΣCA = 0,60 x 0,16 = 0,096. Untuk daerah IV dan V, ΣCA = 0,60 x 0,16 + 0,50 x 0,20 = 0,196. Dengan demikian, untuk daerah I sampai dengan V, ΣCA = 0,14 + 0,096 + 0,196 = 0,432. Intensitas hujan pada waktu konsentrasi tc , BC = 45 menit, T = 5 , BC = 99,32 mm/jam. Dari hasil perhitungan pada Tabel 7.6 diperoleh dimensi saluran BC, yaitu b = 3,0 m dan h = 1,50 m. Kapasitas saluran BC belum terlampaui. 4. Saluran CD Saluran CD mengalirkan limpasan untuk daerah I sampai dengan VII. Menggunakan metode yang sama seperti dijelaskan sebelumnya, diperoleh t c ,CD = 47,52 menit, dan ΣCA = 0,612. Diperoleh dimensi saluran CD, yaitu b = 3,0 m dan h = 1,91 m. Kapasitas saluran BC hampir terlampaui. Tabel 7.6. Hitungan dimensi saluran drainase untuk Contoh 7.1 Saluran
L (m)
So (-)
A (km2)
ΣCA
tc (menit)
I (mm/jam)
Q (m3/det)
b (m)
h (m)
V (m/det)
tf (menit)
AB EB BC CD
550 450 400 450
0,00650 0,00800 0,00650 0,00650
0,20 0,16 0,72 1,08
0,140 0,096 0,432 0,612
20 30 45 47,52
146,60 120,76 99,32 96,73
5,71 3,22 11,93 16,46
1,5 1,5 3,0 3,0
1,80 1,04 1,50 1,91
2,11 2,07 2,65 2,87
4,34 3,63 2,52 2,61
M. Baitullah Al Amin
VII - 9