UNIVERSITAS INDONESIA
PEMICU I & II : KONDUKSI TUNAK DAN KONDUKSI TAK-TUNAK Benarkah Memasak dengan Microwave itu Berbahaya? MAKALAH PERPINDAHAN KALOR
OLEH: KELOMPOK 5 AKIRA OSCAR O/1206251465 NORMAN PAMUNGKAS/1206240436 PANDU ERVAN N/1206240726 RAHGANDA/1206262216 ZULFA HUDAYA/1206261283
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, MARET 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan karena atas nikmat dan hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Dianursanti S.T., M.T. dan Dr. Tania Surya Utami S.T., M.T. selaku dosen perpindahan kalor yang telah setia membimbing dan mengarahkan kami. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada keluarga, asisten mata kuliah perpindahan kalor, dan semua pihak yang telah mendukung dan berkontribusi dalam proses pembuatan makalah ini. Makalah ini berisi tentang pembahasan pemicu konduksi tunakdan konduksi tak-tunak. Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat menambah wawasan pembaca mengenai konduksi tunak dan tak-tunak.
Depok, 19 Maret 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................................................. i KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................................................................iii PETA KONSEP....................................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1 I.1 LATAR BELAKANG ................................................................................................................. 1 I.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................................. 1 I.3 TUJUAN ...................................................................................................................................... 1 I.4 INFORMASI YANG DIPERLUKAN ........................................................................................ 1 BAB II ISI .................................................................................................................................................. 2 II.1 PEMICU I KONDUKSI TUNAK .............................................................................................. 2 II. 2 PEMICU II KONDUKSI TAK-TUNAK ................................................................................ 19 BAB III KESIMPULAN .......................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 31
iii
PETA KONSEP
Satu Dimensi
Tunak
Dinding Datar dan Sistem Radial Koefisien Perpindahan Kalor Sistem KonduksiKonveksi Tahanan Kontak Termal Analisis Matematik
Dimensi Rangkap
Analisis Grafik
Aliran Kalor Transien
Metode Analisis Numeris
Kondisi Batas Konveksi
Tak Tunak
Sistem Dimensi Rangkap
Perpindahan Kalor Konduksi
Analisis Grafis
Isolator Insulasi Karakterisiti k Material Manfaat Microwave
Prinsip kerja Perbedaan dengan oven iv
Angka Biot Angka Fourier Bagan Heisler
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Pada zaman yang serba modern saat ini, keberadaan oven microwave semakin mudah ditemui di rumah-rumah, apalagi harga microwave sudah terjangkau. Memasak memakai oven microwave menjadi pilihan karena gampang digunakan dan hemat energi. Sebelumnya para ibu rumah tangga lebih banyak menggunakan oven untuk pengerjaan memanggang masakan. Namun penggunaan microwave saat ini menimbulkan isu kesehatan yang kurang baik. Dalam sebuah artikel kesehatan dikatakan bahwa oven microwave secara signifikan mengurangi nilai gizi makanan 60 sampai 90 % dari tingkat normal. Seperti, vitamin B 12 yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah dan membangun sistem saraf, vitamin C, vitamin E, dan mineral penting. Kandungan flavonoid dari makanan berkurang hingga 97%. Flavonoid merupakan anti kanker. Kandungan glukosida, nitrilosides, alkaloid pada sayuran juga rusak. Namun benarkah demikian? I.2 RUMUSAN MASALAH 1. Fenomena perpindahan konduksi secara tunak atau tak-tunak pada microwave oven 2. Menanggapi isu negatif dari microwave dan kaitannya dengan perpindahan kalor 3. Penyelesaian permasalahan insulasi 4. Penyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tunak dalam sistem dimensi tunggal dan rangkap 5. Penyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak dalam sistem dimensi tunggal dan rangkap 6. Pengetahuan tentang batas konveksi, angka Biot, angka Fourier dan bagan Heisler I.3 TUJUAN 1. Memenuhi tugas mata kuliah perpindahan kalor 2. Mengetahui dan memahami moda-moda perpindahan kalor secara umum 3. Mengetahui dan memahami konduksi tunak dan tak-tunak I.4 INFORMASI YANG DIPERLUKAN 1. Moda-moda perpindahan kalor 2. Konduksi tunak dan konduksi tak-tunak 3. Prinsip kerja microwave 4. Sistem satu dimensi dan rangkap 5. Batas konveksi, angka Fourier, bagan Heisler 6. Insulasi
Universitas Indonesia
2 BAB II ISI II.1 PEMICU I KONDUKSI TUNAK 1. Bagaimana anda menjelaskan pendapat anda menanggapi isu kesehatan di atas? Pada dasarnya proses penurunan nilai gizi dari makanan sebenarnya terjadi pada pemanasan makanan dengan cara apapun. Hal ini karena saat molekul makanan menerima kalor, molekul makanan bervibrasi sehingga menyebabkan gaya gesek antar molekul menjadi intensif. Terlihat, pemanasan dengan oven microwave akan cenderung lebih merusak karena energi yang ditransfer untuk meningkatkan energi dalam dari makanan lebih besar. Akan tetapi, hal tersebut juga harus dibandingkan dengan bagaimana kondisi pemanasan makanan dengan cara lain, seperti suhu pemanasan, lamanya proses pemanasan, dan faktor lainnya Proses pemanasan makanan dengan menggunakan oven microwave dilakukan dengan cara pemanasan dari dalam. Hal ini disebabkan karena energi panas ditransfer melalui gelombang elektromagnetik yang dapat menembus hingga lapisan terdalam inti dari makanan. Ketika molekul dari makanan menerima energi dari gelombang elektromagnetik, molekul makanan akan mengalami peningkatan energi dalam. Peningkatan energi dalam ini kemudian akan menyebabkan molekul dari makanan mengalami pergerakan baik secara translasi, rotasi, maupun vibrasi. Umumnya, energi yang ditransfer melalui gelombang mikro berkisar pada frekuensi senilai ±300 MHz – 300 GHz. Peningkatan energi dalam kemudian akan menghasilkan gaya gesek antar molekul yang lebih intensif sehingga menyebabkan peningkatan suhu dari dalam makanan. Akan tetapi, gaya gesek yang dihasilkan ini bersifat destruktif. Molekul dari makanan menjadi rusak. Rusaknya molekul makanan kemudian menyebabkan rusak atau hilangnya beberapa sifat kimia dari makanan seperti penurunan nilai gizi. .2. Terlepas dari adanya isu negatif tentang penggunaan microwave, bagaimana menurut anda mengenai penggunaan microwave dalam pekerjaan rumah tangga? Mengapa dikatakan bahwa penggunaan microwave itu lebih hemat energi dibandingkan oven? Proses transfer panas pada oven microwave adalah secara radiasi gelombang elektromagnetik yang tidak membutuhkan medium apapun. Berbeda dengan oven konvensional. Pada pemanasan dengnan menggunakan oven konvensional, transfer panas dilakukan secara konveksi (ada medium transfer panas). Dengan adanya medium pemanasan, ada thermal heat loss karena tahanan termal dari medium sedangkan bila perpindahan kalor tanpa medium, tahanan termal dari sistem dapat diabaikan karena seluruh kalor yang diradiasi akan diserap oleh sistem. Pernyataan tersebut menandakan bahwa efisiensi ketika pemanasan dengan menggunakan oven microwave mempunyai efisiensi yang mendekati 1 (η ≈ Universitas Indonesia
3 1). Selain itu, pemanasan dengan menggunakan oven microwave juga lebih efektif dibandingkan dengna oven konvensional. Ini karena prinsip pemanasan merata yang terdapat pada pemanasan dengan oven microwave. Pada oven konvensional, perpindahan panas terjadi dari bagian luar makanan menuju dalam dengan gradien temparatur bagian luar lebih besar dibandingkan bagian dalam. Akan tetapi, pada microwave, pemanasan dilakukan secara merata sehingga gradien temperatur cenderung merata (pemanasan yang merata) 3. Dapatkah anda menjelaskan bagaimana fenomena perpindahan panas konduksi secara tunak pada kasus pemanasan makanan dalam oven dan microwave di atas? Fenomena perpindahan panas konduksi secara tunak pada kasus pemanasan makanan dalam oven dapat dirumuskan berdasarkan persamaan neraca energi sebagai berikut: [Energi yang ditransfer melalui radiasi elektromagnetik] = [energi yang ditransfer melalui konduksi] Sumber energi dalam transfer panas pada microwave terjadi umumnya secara radiasi gelombang elektromagnetik. Transfer energi tersebut terjadi dari lingkungan menuju makanan (sistem). Akan tetapi, dalam makanan itu sendiri, baru terjadi proses perpindahan kalor secara konduksi. Terdapat batasan-batasan tertentu untuk menyatakan bahwa perpindahan panas secara konduksi dapat dikatakan sebagai perpindahan secara tunak. Batasan-batasan tersebut adalah, •
Sifat dari benda tidak berubah terhadap waktu dan posisi
Sifat dari benda meliputi konstanta perpindahan kalor secara konduksi (k), densitas menda (ρ), kalor jenis dari benda (с), dan difusivitas termal (α). Nilai-nilai konstanta tersebut tidak akan berubah pada setiap posisi benda, waktu, dan temperatur. •
Laju perpindahan kalor konstan
Fluks panas yang masuk pada sistem dari lingkungan bernilai konstan, tidak berubah terhadap waktu dan hanya berarah 1 dimensi. Nilai fluks panas yang masuk pada sistem juga dianggap tidak berubah terhadap gradien temperatur pada sistem. Walaupun temperatur pada sistem meingkat, fluks panas yang masuk tetap bernilai sama. Apabila fluks panas dipengaruhi oleh sistem konvektif, maka koefisien perpindahan kalor konveksi (h) akan bernilai konstan juga terhadap waktu dan posisi. •
Temperatur di setiap permukaan benda adalah sama
Temperatur pada seluruh permukaan sistem terekspos pada nilai temperatur yang sama. Dalam pemanasan makanan dengan menggunakan microwave, fluks panas yang masuk ke dalam makanan merupakan fluks panas yang dihasilkan oleh vacuum tube. Energi yang diserap makanan dari radiasi vacuum tube akan didisipasikan menjadi bentuk panas dikarenakan sifat makanan yang mempunyai sifat dielektrik sehingga menyerap gelombang elektromagnetik untuk membuat molekul Universitas Indonesia
4 makanan bergetar dengan frekuensi tertentu. Selain itu, energi yang dihasilkan oleh vacuum tube juga dipengaruhi besarnya oleh frekuensi dari gelombang yang diradiasikan. Nilai tersebut merupakan energi panas yang ditransfer melalui radiasi elektromagnetik. Dengan asumsi bahwa nilai tersebut seluruhnya diserap oleh makanan, maka konduksi panas yang terjadi dalam makanan bernilai sejumlah dengan panas tersebut. Pada kondisi akhir pemanasan, distribusi temperatur makanan akan bersifat merata karena pada oven microwave, pemanasan makanan ditransfer tidak berasal dari luar makanan namun secara merata termasuk bagian terdalam dari makanan. 4. Bagaimana anda menjelaskan proses perpindahan kalor secara konduksi dalam dimensi tunggal dan dimensi rangkap ? Perpindahan kalor konduksi tunak satu dimensi adalah perpindahan kalor yang terjadi jika perbedaan suhu tidak dipengaruhi waktu dan proses peninjauan perpindahan kalor hanya pada satu arah saja (arah yang paling dominan). Proses perpindahan kalor pada dimensi tunggal sama seperti perpindahan kalor konduksi pada umumnya dimana kalor dipindahkan melalui suatu zat tanpa disertai perpindahan zat-zat tersebut untuk mencapai kesetimbangan temperatur. Jika proses perpindahan kalornya terjadi pada kondisi tunak, jumlah kalor yang masuk pada medium besarnya sama dengan jumlah kalor yang keluar dari medium sehingga tidak ada akumulasi dari energi sistem. Perpindahan kalor satu dimensi dapat dijelaskan dengan Hukum Fourier : 𝑞 = −𝑘𝐴
(𝑇2 − 𝑇1 ) ∆𝑥
Hukum Fourier digunakan untuk mengetahui aliran perpindahan kalor. Perpindahan kalor satu dimensi tidak selalu terjadi pada bidang datar, tetapi dapat juga terjadi pada geometri lain, seperti bola dan silinder sehingga perlu diperhatikan kondisi dari penampang penghantar. Penerapan Hukum Fourier disesuaikan dengan penampang yang digunakan dan dapat dilakukan diferensiasi ataupun integrasi dengan batas-batas yang sesuai dengan kondisi penampang yang diketahui. Perpindahan kalor konduksi tunak satu dimensi terbagi menjadi dua, yaitu sistem tanpa sumber kalor dan sistem dengan sumber kalor Perpindahan kalor dalam dimensi rangkap adalah proses perpindahan kalor dimana gradien temperatur terjadi pada dua koordinat (dua dimensi). Hal ini menyebabkan adanya variabel x dan y dalam penghitungan, mengingat ada dua arah perpindahan kalor. Total aliran kalor dalam perhitungannya didapat dari resultan aliran kalor pada arah x dan aliran kalor arah y dalam sistem dimensi rangkap. 𝑞 = 𝑞𝑥𝑖 + 𝑞𝑦𝑗
Meskipun demikian, tidak semua sistem berdimensi lebih dari 1, seperti sistem bola dan silindris, dapat dikatakan mengalami perpindahan kalor dimensi rangkap. Jika temperatur dari badan sitem hanya Universitas Indonesia
5 merupakan fungsi dari jarak radius dan bukan fungsi dari dimensi lainnya, maka sistem ini tetap sistem dimensi tunggal. 5. Bagaimana menetukan nilai koefsien perpindahan kalor menyeluruh dan tahanan kontak termal?. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh digunakan pada sistem dimana terdapat peristiwa konduksi dan konveksi. Salah satu contoh sistem yang menggunakan koefisien perpindahan kalor menyeluruh adalah sistem dinding datar dengan dua fluida yang berbeda di kedua sisinya. Pada sistem tersebut, perpindahan kalor dapat dinyatakan dengan: 𝑞 = ℎ1 𝐴(𝑇𝐴 − 𝑇1) =
𝑘𝐴 (𝑇 − 𝑇2 ) = ℎ2 𝐴(𝑇2 − 𝑇𝐵 ) ∆𝑥 1
dimana k adalah konduktivitas termal dan h adalah koefisien perpindahan kalor konduksi. TA dan TB menunjukkan suhu fluida, sedangkan T1 dan T2 menunjukkan suhu pada dinding. Perpindahan kalor kemudian dapat ditentukan dengan cara menganalogikan sistem dengan rangkaian sistem. Laju perpindahan kalor adalah arus, lalu perbedaan tegangan yang menyebabkan adanya aliran listrik adalah perbedaan suhu pada perpindahan kalor, sedangkan hambatan dalam perpindahan kalor adalah tahanan konveksi dan konduksi. Tahanan konveksi dan konduksi dapat dirumuskan dengan persamaan berikut yang juga didapatkan: Terdapat juga hambatan-hambatan pada diagram alir: ∆𝑥 𝑘𝐴 1 = ℎ𝐴
𝑅𝑘𝑜𝑛𝑑 = 𝑅𝑘𝑜𝑛𝑣
Selanjutnya, persamaan untuk menghitung perpindahan kalor akan menjadi: 𝑞=
𝑇𝐴 − 𝑇𝐵 1 ∆𝑥 1 + + ℎ1 𝐴 𝑘𝐴 ℎ2 𝐴
Bentuk persamaan di atas dapat disederhanakan kembali menjadi bentuk: 𝑞 = 𝑈𝐴∆𝑇𝑚𝑒𝑛𝑦𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ
dimana U adalah koefisien perpindahan kalor menyeluruh. Oleh karena itu, didapatkanlah persamaan untuk menghitung koefisien perpindahan kalor menyeluruh yakni: 𝑈=
1 1 ∆𝑥 1 ℎ1 + 𝑘 + ℎ2
Koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) pada silinder berongga terkena lingkungan konveksi di permukaan bagian dalam dan luar oleh fluida A dan fluida B. Suhu kedua fluida, TA danTB. Zat alir Universitas Indonesia
6 mengalir melalui pipa pada suhu TA. Perpindahan panas dari zat alir ke pipa secara konveksi diteruskan lewat pipa secara konduksi dan selanjutnya ke zat alir yang ada di luar pipa pada suhu TB secara konveksi. Perpindahan panas menyeluruh dari zat alir di dalam pipa ke zat alir di luar pipa : q=
1 ℎ1 𝐴1
𝑇𝐴 − 𝑇𝐵 ln (𝑟2/𝑟 ) 1 +1/h A + 2 2 2πkL
Luas permukaan untuk perpindahan panas zat alir dalam pipa (A1= 2πr1 L) dan luar pipa (A2= 2πr2L). Sehingga, q= a. Bidang dalam U1 = b. Bidang luar U2 =
𝑇𝐴 − 𝑇𝐵 𝑙𝑛 (𝑟2/𝑟 ) 1 1 1 + + ℎ1 2𝜋𝑟1 𝐿 ℎ2 2𝜋𝑟2 𝐿 2𝜋𝑘𝐿 𝟏 𝒉𝟏
𝒓𝟐 𝒉𝟏 𝒓𝟏
+
+
𝟏
𝒓 𝒓𝟏 𝒍𝒏( 𝟐) 𝒓𝟏 𝒌
𝟏
𝒓 𝒓𝟐 𝒍𝒏( 𝟐) 𝒓𝟏 𝒌
+ +
=
2𝜋𝐿 (𝑇𝐴 − 𝑇𝐵 )
1 ℎ1 𝑟1
𝑙𝑛 (𝑟2/𝑟 ) 1 + 1 ℎ2 𝑟2 𝑘
+
𝒓𝟏 𝒉𝟐 𝒓𝟐 𝟏 𝒉𝟐
Koefisien perpindahan panas menyeluruh (U) pada bola berongga Perpindahan panas menyeluruh dari zat alir di dalam pipa ke zat alir di luar pipa : q=
𝑇𝐴 − 𝑇𝐵
1 1 − 1 r r2 + 1 4πk ℎ1 𝐴1
+
1 h2 A2
Jadi, koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat dinyatakan dengan : q1 =
q2 =
4𝜋𝑟1 2 (𝑇𝐴 − 𝑇𝐵 )
U1 =
4𝜋𝑟2 2 (𝑇𝐴 − 𝑇𝐵 )
U2 =
1 1 𝑟1 2 ( − ) 1 r 2 r2 r1 + + 1 2 k ℎ1 h2 r2 r2 2 ℎ1 r1 2
+
𝑟2 2 (
1 1 − ) 1 r2 r1 + k h2
𝟏
(dalam)
𝟏
(luar)
𝟏 𝟏 𝒓𝟏 𝟐 ( − ) 𝐫 𝟐 𝐫𝟏 𝐫𝟐 𝟏 + + 𝟏 𝟐 𝐤 𝒉𝟏 𝐡𝟐 𝐫𝟐 𝐫𝟐 𝟐
𝒉𝟏 𝐫𝟏 𝟐
+
𝒓𝟐 𝟐 (
𝟏 𝟏 − ) 𝐫𝟏 𝐫𝟐 𝟏 + 𝐤 𝐡𝟐
Satu tahanan kontak termal dapat terjadi ketika kedua benda dihubungkan satu sama lain dimana temperatur satu lebih besar dari temperatur tiga sehingga terjadi aliran laju kalor dari material A ke material B. Pada penyambung antara material A dan material B terdapat suatu kontak termal dan terdapat suatu tahanan yang membuat distribusi suhu juga berubah. Profil temperatur untuk daerah sambungan A dan B akan mengalami penurunan temperatur secara tiba-tiba, peristiwa ini yang dinamakan sebagai tahanan kontak termal. Konduktivitas termal kedua bahan mungkin berbeda, tetapi jika sisinya diisolasi, maka fluks kalor yang melewati kedua bahan itu dalam keadaan tunak harus sama. Maka diperolehlah suatu rumus hubungan kalor: 𝑞 = 𝑘𝐴 𝐴
𝑇1 − 𝑇2𝐴 𝑇2𝐴 − 𝑇2𝐵 𝑇2𝐵 − 𝑇3 = = 𝑘𝐵 𝐴 ∆𝑥𝐴 1⁄ℎ𝑐 𝐴 ∆𝑥𝐵 Universitas Indonesia
7 𝑞=
𝑇1 − 𝑇3 ∆ 𝑥𝐴 ⁄𝑘𝐴 𝐴 + 1⁄ℎ𝑐 𝐴 + ∆𝑥𝐵 ⁄𝑘𝐵 𝐴
Sehingga diperoleh nilai 1�ℎ 𝐴 yang dimana nilai tersebut merupakan nilai tahanan kontak termal pada 𝑐 sistem tersebut. Tahanan kontak termal diperkirakan dapat terjadi karena pada daerah sambungan
permukaan lebih kasar, sehingga terdapat ruang kosong yang terisi oleh fluida seperti udara. Nilai konduktivitas dari udara jauh lebih kecil dari zat padat, hal ini yang menyebabkan penurunan temperatur secara tiba-tiba di daerah sambungan material. Aliran kalor yang melintasi daerah 𝑇2𝐴 −𝑇2𝐵 𝐿𝑔 𝐿𝑔 + 2𝐾𝐴𝐴𝑐 2𝐾𝑩 𝐴𝑐
𝑞=
sambungan sehingga diperoleh:
ℎ𝑐 =
+ 𝐾𝑓 𝐴𝑣
𝑇2𝐴 −𝑇2𝐵 𝐿𝑔
=
𝑇2𝐴 −𝑇2𝐵 1/ℎ𝑐 𝐴
1 𝐴𝑐 2𝐾𝐴 𝐾𝐵 𝐴𝑣 ( ) + 𝐾𝑓 𝐴 𝐿𝑔 𝐴 𝐾𝐴 + 𝐾𝐵
dimana Ac bidang kontak, Av bidang ruang kosong, Lg lebar ruang kosong, Kf konduktivitas yang mengisi ruang kosong, A luas penampang total 6. Bagaimana menentukan nilai laju perpindahan kalor konduksi tunak pada sistem dengan penampang yang berbeda dan sistem dengan sumber kalor? Laju perpindahan kalor konduksi tunak pada sistem penampang tertentu dapat ditentukan dengan menurunkan hukum Fourier yang disesuaikan dengan luas penampang yang dilewati kalor, kondisi batas yang sesuai dengan bentuk penampang, dan keberadaan sumber kalor. Untuk sistem penampang yang berbeda tanpa sumber kalor : • Dinding Datar Jika Hukum Fourier diintegrasikan untuk konduksi ke arah x dengan konduktivitas termal (k) dianggap konstan akan menghasilkan : 𝒒𝒙 = −
𝒌𝑨 ∆𝒙
(𝑻𝟐 − 𝑻𝟏 )
dimana ∆𝑥 adalah ketebalan dinding, T1,T2 adalah temperatur pada kedua sisinya.
Jika konduktivitas termal tidak konstan terhadap temperatur sesuai hubungan linear 𝑘 = 𝑘0 (1 + 𝛽𝑇) maka persamaan diatas dapat dituliskan : 𝒒𝒙 = −
𝒌𝟎 𝑨 ∆𝒙
𝜷
�(𝑻𝟐 − 𝑻𝟏 ) − (𝑻𝟐𝟐 − 𝑻𝟐𝟏 )� 𝟐
Jika terdapat lebih dari satu material pada dinding dan membentuk dinding berlapis maka laju perpindahan kalor adalah : 𝑞𝑥 = −
𝑘𝐴 𝐴 ∆𝑥𝐴
(𝑇2 − 𝑇1) = −
𝑘𝐵 𝐴 ∆𝑥𝐵
(𝑇3 − 𝑇2 ) = −
𝑘𝐶 𝐴 ∆𝑥𝐶
(𝑇4 − 𝑇3 ) Universitas Indonesia
8 Jika digabungkan akan menghasilkan: 𝒒𝒙 = ∆𝒙
• Sistem Radial Silinder
𝑻𝟏 −𝑻𝟒
𝑨⁄𝒌𝑨 𝑨+∆𝒙𝑩 ⁄𝒌𝑩 𝑨+∆𝒙𝑪 ⁄𝒌𝑪 𝑨
Untuk silinder yang memiliki panjang jauh lebih besar dari diameter, dengan jari-jari dalam r1, jari-jari luar r0, panjang L, dan perbedaan temperatur (T1 – T0) dapat dianggap bahwa aliran kalor hanya terjadi pada arah radial sehingga koordinat ruang yang diperlukan untuk menentukan sistem hanya r. Luas permukaannya adalah : 𝐴𝑟 = 2𝜋𝑟𝐿
Hukum Fourier untuk perpindahan kalor konduksi ke arah r dapat dituliskan : 𝑞𝑟 = −𝑘𝐴𝑟
𝑑𝑇 𝑑𝑟
= −2𝜋𝑘𝑟𝐿
Persamaan ini dapat diselesaikan dengan kondisi batas : T = T1
saat r = r1
T = T0
saat r = r0
𝑑𝑇 𝑑𝑟
Integrasi Persamaan Hukum Fourier diatas dengan memasukkan kondisi batas didapat : 𝒒𝒓 =
𝟐𝝅𝒌𝑳(𝑻𝟏 −𝑻𝟎) 𝐥𝐧(𝒓𝟎 ⁄𝒓𝟏 )
Untuk silinder dengan beberapa material, laju perpindahan kalor dapat dituliskan: 𝒒𝒓 =
• Bola
𝟐𝝅𝑳(𝑻𝟏−𝑻𝟒)
𝐥𝐧(𝒓𝟐 ⁄𝒓𝟏 )⁄𝒌𝑨 +𝐥𝐧(𝒓𝟑 ⁄𝒓𝟐 )⁄𝒌𝑩 +𝐥𝐧(𝒓𝟒 ⁄𝒓𝟑)⁄𝒌𝑪
Sistem berbentuk bola dengan jari-jari dalam r1, jari-jari luar r0, panjang L, dan perbedaan temperatur T1 – T0, dapat dianggap sebagai satu dimensi bila suhu merupakan fungsi r (jari-jari) saja. Luas bidang permukaan bola adalah : 𝐴𝑟 = 4𝜋𝑟 2
Hukum Fourier untuk perpindahan kalor konduksi ke arah r dapat dituliskan sebagai : 𝑞𝒓 = −𝑘𝐴𝑟
𝑑𝑇 𝑑𝑟
= −4𝜋𝑘𝑟 2
Persamaan ini diselesaikan dengan kondisi batas: T = T1
saat r = r1
T = T0
saat r = r0
𝑑𝑇 𝑑𝑟
Integrasi Persamaan Hukum Fourier diatas dengan memasukkan kondisi batas didapat : 𝒒𝒓 =
𝟒𝝅𝒌(𝑻𝟏 −𝑻𝟎) 𝟏⁄𝒓𝟏 −𝟏⁄𝒓𝟎
Untuk bola dengan beberapa material yang tersusun seri, laju perpindahan kalor adalah : Universitas Indonesia
9 𝒒=
𝟒𝝅(𝑻𝟏 −𝑻𝟒 ) ⁄ ⁄ ⁄ ⁄ (𝟏 𝒓𝟐 −𝟏 𝒓𝟏 ) 𝒌𝑨 +(𝟏 𝒓𝟑 −𝟏⁄𝒓𝟐)⁄𝒌𝑩 +(𝟏⁄𝒓𝟒 −𝟏⁄𝒓𝟑 )⁄𝒌𝑪
Untuk sistem penampang yang berbeda dengan sumber kalor :
Sistem sumber kalor merupakan penerapan prinsip perpindahan kalor dimana sumber kalor berada di dalam sistem. Laju perpindahan kalor dapat dihitung dari persamaan distribusi temperatur. Pada sistem sumber kalor, suhu tertinggi berada di dalam sistem sehingga kondisi batas dan perlakuannya juga berbeda sistem tanpa sumber kalor. • Dinding Datar Untuk bidang datar yang menghasilkan energi per satuan volume seragam 𝑞̇ , ketebalan dinding dalam arah x adalah 2L, dan perpindahan kalor dalam arah x maka persamaan differensial aliran kalornya
adalah : 𝑑2 𝑇 𝑑𝑥 2
𝑞̇
+ =0 𝑘
Jika suhu pada kedua sisi dinding ditetapkan Tw maka kondisi batas integrasi adalah : T = Tw saat x = ±L , T = T0 saat x = 0
Penyelesaian umumnya adalah :
𝒒̇
𝑻 = − 𝟐𝒌 𝒙𝟐 + 𝑪𝟏 𝒙 + 𝑪𝟐
Substitusikan kondisi batas sehingga menghasilkan C1 = 0 dan C2 = T0. 𝑻 − 𝑻𝟎 = −
• Silinder
𝒒̇
𝟐𝒌
𝒙𝟐
𝑻−𝑻𝟎
atau
𝑻𝒘 −𝑻𝟎
𝒙 𝟐
=� � 𝑳
Untuk silinder dengan energi per satuan volume seragam 𝑞̇ , radius R, dan perpindahan kalor dapat diasumsikan hanya ke arah r maka persamaan differensial aliran kalornya adalah : 𝑑2 𝑇 𝑑𝑟 2
+
1 𝑑𝑇 𝑟 𝑑𝑟
𝑞̇
+𝑘=0
dengan keadaan batas integrasi : T = Tw saat r = R dan fungsi suhu harus kontinu di pusat silinder sehingga :
𝑑𝑇 𝑑𝑟
= 0 pada r = 0
Panas yang dihasilkan sama dengan yang keluar di permukaan : −𝑘2𝜋𝑟𝐿
𝑑𝑇
�
𝑑𝑟 𝑟=𝑅
Integrasi Persamaan differensial menghasilkan:
𝑻=−
𝒒̇ 𝒓𝟐 𝟒𝒌
= 𝑞̇ 𝜋𝑟 2 𝐿 + 𝑪𝟏 𝐥𝐧 𝒓 + 𝑪𝟐
Substitusi kondisi batas sehingga didapat distribusi temperatur :
Universitas Indonesia
10 𝒒̇
𝑻 − 𝑻𝒘 = 𝟒𝒌 (𝑹𝟐 − 𝒓𝟐 ) atau
𝑻−𝑻𝒘
𝑻𝟎 −𝑻𝒘
𝒓 𝟐
=𝟏−� � 𝑹
Untuk silinder berlubang dengan sumber kalor terbagi rata, kondisi batas yang tepat adalah : T = Ti pada r = ri (muka dalam) T = T0 pada r = r0 (muka luar)
T − To =
sehingga didapat :
q 2 r (ro − r 2 ) + C ln 4k ro
• Bola Untuk bola dengan energi per satuan volume seragam 𝑞̇ , radius R, dan konduktivitas termal konstan, perpindahan kalor hanya ke arah r, Persamaan differensial aliran kalornya adalah: 𝟏 𝒅𝟐
𝒓 𝒅𝒓𝟐
𝒒̇
(𝒓𝑻) + = 𝟎 𝒌
dengan keadaan batas integrasi : T = Tw saat r = R dan dan fungsi suhu harus kontinu di pusat silinder sehingga :
𝑑𝑇 𝑑𝑟
= 0 pada r = 0
Panas yang dihasilkan sama dengan yang keluar di permukaan : −4𝑘𝜋𝑟 2
𝑑𝑇
Integrasi Persamaan differensial menghasilkan:
𝑻=−
Subsitusi kondisi batas yang ada didapat : 𝒒̇
𝑻 − 𝑻𝒘 = 𝟔𝒌 (𝑹𝟐 − 𝒓𝟐 )
�
𝑑𝑟 𝑟=𝑅 𝒒̇ 𝒓𝟐 𝟔𝒌
= 𝑞̇
4 3
𝜋𝑟 3
+ 𝑪𝟏 + 𝑻−𝑻𝒘
atau
𝑻𝟎 −𝑻𝒘
𝑪𝟐 𝒓
𝒓 𝟐
=𝟏−� � 𝑹
7. Bagaimana anda menentukan laju perpindahan kalor dalam sistem yang melibatkan perpindahan kalor konduksi dan konveksi ? Sirip merupakan salah satu conton penerapan sistem konduksi-konveksi. Sirip diterapkan dalam alat penukar kalor karena kalor yang dihantarkan melalui benda ( kerugian kalor akibat konduksi ) sering kali harus dibuang melalui proses konveksi. Kalor dihantarkan melalui bahan dan akhirnya dilepaskan ke lingkungan melalui konveksi. Untuk mengetahui laju perpindahan kalor pada sistem konduksikonveksi, diperlukan neraca energi dari sirip, yaitu : 𝑑2 𝜃 𝑑𝑥 2
−
ℎ𝑃 𝑘𝐴
(𝑇0 − 𝑇∞) = 0
Neraca energi yang diperoleh kemudian didiferensialkan sesuai dengan kondisi batas sistem sehingga didapat laju perpindahan kalornya, yaitu : 1. Untuk sirip sangat panjang dan suhu di ujung sirip sama dengan suhu fluida sekitar. Universitas Indonesia
11 𝑞 = √ℎ𝑃𝑘𝐴 ((𝑇0 − 𝑇∞ )
2. Untuk sirip yang mempunyai panjang tertentu dan melepaskan kalor dari ujungnya. 𝑞 = √ℎ𝑃𝑘𝐴 ((𝑇0 − 𝑇∞ ) 3. Untuk ujung sirip diisolasi
sinh(𝑚𝐿) + (ℎ⁄𝑚𝑘 )cosh (𝑚𝐿) cosh(𝑚𝐿) + (ℎ⁄𝑚𝑘 )sinh (𝑚𝐿)
dimana : 𝑚 = √ℎ𝑃𝑘𝐴
𝑞 = √ℎ𝑃𝑘𝐴 ((𝑇0 − 𝑇∞ )tanh (𝑚𝐿)
8. Jelaskan bagaimana penyelesaian masalah dalam perpindahan kalor konduksi tunak dimensi rangkap baik secara analitis matematik, grafik maupun numerik, serta apliaksi faktor bentuk konduksi. Penyelesaian secara analitis matematik
Gambar 1. Garis aliran kalor pada pelat segiempat dan isotherm (Sumber: Holman, J.P. Heat Transfer 10th Edition. 2010) Pada gambar diatas ketiga sisi dijaga pada temperatur konstan T1, sedangkan pada sisi atas terdapat distribusi temperatur. Selanjutnya diperlukan pemecahan terhadap persamaan Laplace dengan menggunakan metode pemisahan variabel. T = XY dimana X = X (x) dan Y = Y (y) Selanjutnya ditentukan kondisi batas dimasukkan, agar dapat menentukan fungsi X dan Y. Kondisi batas pertama : Distribusi temperatur gelombang sinus, dimana akan didapat berbagai temperatur untuk keempat sisi pada pelat T =T1
pada y=0
T =T1
pada x=0
T =T1
pada x=W
T = Tm sin
𝜋𝑥 𝑊
+ T1
pada y=H Universitas Indonesia
12 Dengan substitusi persamaan 1 kedalam persamaan Laplace akan didapat persamaan baru : −
1 d2X 1 𝑑2𝑌 = 𝑋 𝑑𝑥2 𝑌 𝑑𝑦2
Selanjutnya dengan berbagai penurunan termasuk melewati konstanta separasi, didapat solusi akhir sebagai berikut :
Untuk Cn = 0 dan n > 1, maka solusi akhirnya akan menjadi
Untuk pemecahan masalah perpindahan kalor dengan cara analitis matematik, sangat dibutuhkan pemahaman yang kuat terhadap teori fungsi ortogonal. Deret Fourier adalah salah satu aplikasi dari fungsi ortogonal. Penyelesaian secara analisis grafik Gambar dibawah ini adalah ilustrasi dari analisis grafik pada sistem dua dimensi. Terlebih dahulu kita membuat jalur-jalur kecil dalam gambar kurvalinear tersebut. Aliran kalor pada bagian kurvalinear tersebut dapat dihitung sesuai Hukum Fourier : 𝑞 = −𝑘 ∆x
∆T ∆y
Jika diasumsikan ∆x = ∆y, aliran kalor berbanding lurus terhadap ∆T sepanjang elemen. Nilai ∆T akan sama di setiap jalurnya, yaitu : ∆T =
∆Toverall N
.
N = jumlah jenjang temperatur antara permukaan luar dan dalam. Persamaan laju perpindahan kalor menjadi : 𝑞=
M 𝑀 𝑘 ∆Toverall = k (T2 − T1) N 𝑁
M = jumlah jalur pada elemen kurvalinear yang diperhitungkan
N = jumlah jenjang temperatur antara permukaan luar dan dalam. Jadi, untuk analisis grafik ini yang diperlukan antara lain : -
Membuat plot segiempat kurvalinear
-
Menghitung jumlah jenjang energi dan jalur aliran kalor Universitas Indonesia
13 -
Mengasumsikan ∆x = ∆y
Untuk gambar bagian (a) nilai M = 32,8 dan nilai N = 4 Perbandingan M/N disebut juga sebagai faktor bentuk konduksi. Faktor bentuk konduksi untuk setiap bentuk sudah ada dan dibuat dalam suatu tabel yang memuat database penghitungan laju alir kalor untuk berbagai bentuk dan berbagai tempat penghitungan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3-1 Buku Heat Transfer karangan J.P Holman Edisi 10 (Halaman 84). Dengan demikian, maka persamaan laju perpindahan kalor disederhanakan menjadi : 𝑞 = 𝑘 𝑆 ∆Toverall
S = faktor bentuk konduksi (tergantung bentuk benda dan bagian yang diukur laju alir kalornya) Penyelesaian Secara Metode Numerik Pendekatan ini juga menggunakan sketsa, dimana suatu badan dibagi-bagi menjadi beberapa jenjang pada arah x maupun arah y. Tentunya semakin banyak jenjang yang dibuat maka akan semakin teliti hasil yang didapat. Ilustrasinya terdapat pada gambar berikut :
Gambar 2. Sketsa analisis numerik pada konduksi dua dimensi (Sumber: Holman, J.P. Heat Transfer 10th Edition. 2010)
Gradien temperatur dapat dihitung setelah melalui penurunan berikut :
Universitas Indonesia
14
Pendekatan tersebut dapat dimasukkan ke persamaan Laplace menjadi :
Atau jika ada sumber kalor, akan menjadi :
Dengan asumsi ∆x = ∆y , maka persamaan tersebut menjadi atau (dengan kalor)
9. Dapatkah anda menjelaskan bilamana insulasi dalam diperlukan dalam suatu sistem penghantaran panas? Insulasi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya perpindahan panas. Insulasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu insulasi terhadap konduksi, konveksi, dan radiasi. a. Mekanisme insulasi pada konduksi Pada konduksi, misalnya pada logam, bagian logam yang dipanaskan akan mendapatkan energi dari sumber panas. Energi yang didapat dari sumber pemanas akan menyebabkan atom logam tersebut Universitas Indonesia
15 bergetar. Ketika suatu atom bergetar maka ia akan menggetarkan atom disekelilingnya dengan memberikan energi getarnya. Atom yang bergetar akan menghantarkan energi panas. Bahan yang susunan atomnya lebih rapat akan mudah mengalami konduksi karena lebih mudah dalam menghantarkan energi getaran. Untuk bahan yang sama, fasa padat akan lebih mudah menghantarkan konduksi dibanding fasa gas. Mekanisme insulasi yaitu suatu cara yang dilakukan dengan meredam energi vibrasi pada atom. Cara lain yang dapat dilakukan diantaranya mempertebal bahan karena dengan begitu akan semakin banyak pula energi panas yang digunakan oleh atom tersebut sehingga panas yang dihantarkan akan berkurang. b. Mekanisme insulasi pada konveksi Mekanisme pada insulasi salah satunya dilakukan dengan memotong atau menghambat arus konveksi ini. Arus konveksi dihambat dengan cara menghambat pergerakan fluida. c. Mekanisme insulasi pada radiasi Hal yang dilakukan untuk insulasi terhadap radiasi yaitu dengan perlindungan melalui bahan reflektif. Contoh perlindungan terhadap radiasi yaitu cat yang berwarna perak pada sistem perpipaan dan atau alat industri lainnya 10. Bagaimana anda memilih suatu bahan/material yang akan dimanfaatkan sebagaiisolator? Dalam memilih suatu bahan/material yang akan dimanfaatkan sebagai isolator perlu diperhatikan faktor-faktor berikut yaitu : a) Stabilitas volume, pengembangan, dan penyusutan pada suhu tinggi Kontraksi atau ekspansi isolator dapat berlangsung selama umur pakai. Perubahan yang permanen dalam ukurannya dapat disebabkan oleh perubahan dalam bentuk allotropic, yang dapat menyebabkan perubahan dalam specific gravity, reaksi kimia, yang menghasilkan bahan baru dari specific gravity yang berubah, pembentukan fase cair, reaksi sintering, penggabungan debu dan terak atau karena adanya alkali pada isolator semen tahan api, membentuk basa alumina silikat. Hal ini biasanya teramati pada blast furnace. b) Konduktivitas panas Konduktivitas panas tergantung pada komposisi kimia dan mineral dan kandungan silika pada isolator dan pada suhu penggunaan. Konduktivitas panas isolator yang tinggi dikehendaki bila diperlukan perpindahan panas yang melalui bata, sebagai contoh dalam recuperators, regenerators, muffles, dll. Konduktivitas panas yang rendah dikehendaki untuk penghematan panas seperti isolator yang digunakan sebagai isolator. Isolasi tambahan dapat menghemat panas namun pada saat yang sama akan meningkatkan suhu panas permukaan, sesampai diperlukan isolator yang berkualitas Universitas Indonesia
16 lebih baik. Oleh sebab itu, atap bagian luar dari isolasi dengan perapian terbuka/isolasiopen hearth biasanya tidak diisolasi, karena akan menyebabkan runtuhnya atap. c) Bulk density Bulk density merupakan sifat isolator yang penting, yakni jumlah bahan isolator dalam suatu volum (kg/m3). Kenaikan dalam bulk density isolator akan menaikan stabilitas volum, kapasitas panas dan tahanannya terhadap penetrasi terak. d) Porositas Porositas merupakan volume pori-pori yang terbuka, dimana cairan dapat menembus, sebagai persentase volum total isolator. Sifat ini penting ketika isolator melakukan kontak dengan terak dan isian yang leleh. Porositas yang nampak rendah mencegah bahan leleh menembus isolator. e) Jembatan termal f) Efek kelembaban Material yang lembab dapat kehilangan sebagian besar sifat isolasinya karena terkandung air yang merupakan penghantar listrik. g) Ketebalan isolasi optimal Dalam aplikasinya isolasi dibuat dengan pemanfaatan udara yang seefisien mungkin (airtightness). Setelah itu ketebalan isolator ditentukan berdasarkan rule of thumb mengenai biaya, iklim, dan kenyamanan h) Jenis material pembentuk isolator Karena setiap isolator mempunyai perbedaan fungsi dan keadaan. i) Jenis bahan isolator Jenis ini menunjukkan konduktivitas termal dari bahan tesebut. Semakin kecil konduktivitas termalnya maka proses isolasi makin baik. j) Bentuk isolator k) Suhu lingkungan Semakin kecil beda suhu lingkungan dan suhu sistem, maka proses isolasi akan semakin baik. l) Temperatur maksimum yang dapat dicapai isolator m) Pengaruh mekanis / kimia lain yang merugikan 11. Bagaimana anda menilai kinerja isolator yang baik? Berdasarkan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan suatu bahan/material sebagai isolator, isolator yang baik adalah isolator yang dapat meminimalisir terjadinya perpindahan panas dari
Universitas Indonesia
17 sistem ke lingkungan sampai pada nilai yang sangat kecil. Isolator tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut : Konduktivitas termal yang rendah Tahanan termal yang tinggi Bulk density yang tinggi Porositas yang kecil Temperatur maksimum yang dapat dicapai yang tinggi Kemampuan mengatur kelembapan
12. Usulkan suatu sistem insulasi untuk sebuah oven pemanas yang beroperasi pada suhu 200oC. Sistem insulasi tersebut diharapkan dapat menahan laju kalor sebesar 225 W/m2 dan menjadikan suhu di bagian luar oven menjadi 400C. Untuk memilih desai sebuah sistem insulasi pada oven. Hal pertama yang perlu dihitung adalah mengetahui besar nilai tahanan termal (R) untuk mengetahui jenis bahan yang cocok sebagai isolator oven.
𝑅=
𝑅=
∆𝑇 𝑞/𝐴
1600 𝐶 ∆𝑇 = = 0,71 𝐶. 𝑚2 /𝑊 225 𝑊/𝑚2 𝑞/𝐴
Material insulasi yang memiliki nilai tahanan termal (R) = 0,71 𝐶. 𝑚2 /𝑊 adalah high density fiber
glass batts dengan R = 0,63 – 0,88 0C.m2/W dan dengan k = 0,035 W/m0C q
= h A (T2 – T1)
h
= (q/A) / ΔT = 225 / (200 – 40) = 1,40625 W/m2 0C
Ketebalan kritis dari bahan tersebut adalah 𝑟𝑜 =
𝑘
ℎ
=
0,035 W/mC
1,40625 𝑊/𝑚2𝐶
= 0,0249 m
13. Sebuah pipa uap ditanam di dalam tanah tanpa isolasi. Diameter pipa 4 inci, panjang 100 yard, dan di dalamnya mengalir uap pada suhu tidak kurang dari 300oF. Pipa ditanam pada kedalaman 9 inci diukur dari sumbu pipa. Asumsi : konduktivitas termal tanah = 1,2 W/m2.oC. Menurut anda amankah instalasi pipa tersebut?
Universitas Indonesia
18
Gambar 3. Ilustrasi soal instalasi pipa Keadaan pemasangan pipa dalam soal di atas merupakan sistem dua dimensi, di mana hanya terlibat dua batas suhu. Oleh karena itu, perhitungan besar rugi kalor menyeluruh dapat dihitung dengan menggunakan faktor bentuk konduksi (S) dengan persamaan sebagai berikut:
q = k . S . ∆Tmenyeluruh
Dalam soal di atas, yang menjadi sistem fisis adalah silinder isotermal jari-jari r, dalam medium semitak-berhingga dan mempunyai permukaan isotemal. Dengan demikian, faktor bentuk untuk sistem fisis tersebut adalah: S=
2πL = ln(2 D / r )
2π .91,44m = 261,48m 2.0,2286m ln( ) 0,0508m
q = k . S . ∆T = 1,2 W/m.oC . 261,48 m . (148,89oC – 15,56oC) = 41.836,06 W Dengan demikian, besar rugi kalor menyeluruh = 41.836,06 W. Selanjutnya untuk mengetahui apakah suatu pipa perlu diisolasi atau tidak, maka kita dapat menggunakan 2 metode: I. Menghitung tebal kritis isolasi Tebal kritis isolasi (ro) =
k tan ah 1,2 W / m oC = = 0,08m hudara 15W / m oC
Jari-jari isolator (jarak dari tanah ke pipa) = 0,2286 m
Universitas Indonesia
19 Berdasarkan hasil di atas, diketahui bahwa jari-jari isolator > tebal kritis isolasi, maka dapat dikatakan bahwa tanah telah mengisolasi pipa dengan baik. Oleh karena itu, pipa tidak perlu diisolasi lagi. II. Menghitung % penambahan atau pengurangan rugi kalor menyeluruh Asumsi bahwa Tudara = 25oC. Bila dianggap bahwa pipa berada di atas tanah atau dengan kata lain tidak ada tanah yang mengisolasi pipa, maka besar rugi kalor menyeluruh untuk pipa di atas tanah adalah: qperm. tanah = h . S . ∆T = 15 W/m.oC . 261,48 m . (148,89oC – 25oC) = 485.921,36 W Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa qdalam tanah = 41.836,06 W. q perm. tan ah − q dalam tan ah q perm. tan ah
=
485921,36 W − 41836,06 W = 0,914 485921,36 W
Dengan demikian, besar rugi kalor menyeluruh berkurang 91,4% daripada jika tidak dibenamkan di dalam tanah. Nilai persentase tersebut menunjukkan bahwa tanah dengan kedalaman 9 inch merupakan isolator yang sudah cukup baik, sehingga pipa tidak perlu diisolasi lagi. Berdasarkan perhitungan menggunakan kedua metode di atas dapat disimpulkan bahwa sistem instalasi pipa uap tersebut dikategorikan aman karena tanah sudah menjadi isolator yang baik bagi perpindahan panas dari pipa uap ke lingkungan. II.2 PEMICU II KONDUKSI TAK-TUNAK 1.Perpindahan Panas Konduksi Tak Tunak pada Pemanasan Makanan dalam Oven dan Microwave dan Letak Perbedaannya dengan Perpindahan Kalor Konduksi Tunak Apabila kita memanaskan suatu benda, misalnya logam pada suhu 100°C, logam yang kita panaskan tersebut tidak akan langsung mencapai suhu 100°C secara instan. Pada saat logam mencapai suhu 100°C, logam tersebut berada dalam keadaan tunak (steady-state), sedangkan keadaan logam ketika hendak mencapai suhu 100°C disebut keadaan tak tunak (unsteady-state). Perbedaan waktu kejadian menyebabkan analisis keadaan tak tunak sedikit berbeda dengan analisis untuk keadaan tunak. Jadi, yang dimaksud dengan keadaan tak-tunak (unsteady state) adalah keadaan dimana terjadi proses pemanasan atau pendinginan yang bersifat transient (fana) dan peka terhadap waktu yang berlangsung sebelum tercapainya kesetimbangan, sehingga analisisnya harus disesuaikan untuk memperhitungkan perubahan energi dalam benda menurut waktu. Demikian pula kondisi atau syarat-syarat batas (boundary conditions) harus disesuaikan agar sesuai dengan situasi fisis yang terdapat dalam masalah perpindahan-kalor keadaan tak tunak (unsteady-state heat-transfer). Akan tetapi, pada keadaan tunak analisis tidak perlu diperhitungkan perubahan energi dalam benda menurut waktu
Universitas Indonesia
20 Tabel 1. Perbedaan Perpindahan Kalor Konduksi Tunak Dengan Tak Tunak No
Konduksi Tunak
Konduksi Tak Tunak
1.
Keadaan sistem tidak berubah dengan Terjadi perubahan dalam sistem terhadap waktu, waktu
baik berupa perubahan laju, komposisi, massa maupun suhu.
2.
Akumulasi
massa
tidak
harus Karena adanya perubahan laju maka terdapat
diperhitungkan (tidak ada perubahan perubahan akumulasi di dalam sistem sehingga akumulasi masa) 3.
4.
akumulasi massa harus diperhitungkan
Tidak perlu dibuat terlebih dahulu neraca Terdapat sumber kalor di dalam benda sehingga energinya.
perlu dibuat terlebih dahulu neraca energinya.
Persamaan perpindahan kalornya :
Persamaannya :
∇ 2T =
∂T ∂ ∂T + q = ρc k ∂t ∂x ∂x
∂ 2T ∂ 2T ∂ 2T 1 ∂T + + = ∂x 2 ∂y 2 ∂z 2 α ∂t
Karena perlu dibuat terlebih dahulu neraca energinya
2. Bagaimana peranan jenis material, bentuk, dan ukuran wadah makanan yang digunakan dalam proses pemanasan menggunakan oven atau microwave tersebut? Jenis material berhubungan dengan nilai konduktivitas termal (k) wadah tersebut, ukuran wadah berhubungan dengan ketebalan (L) wadah tersebut, dan bentuk wadah berhubungan dengan perpindahan panas pada wadah tersebut. Ketiga parameter ini berhubungan dengan nilai angka Biot (Bi) yang menentukan besarnya fraksi kenaikan suhu wadah terhadap suhu yang dihasilkan oleh panas microwave. (T0 − T∞ / T𝑖 − T∞).
Angka Biot (Bi) 1
Bi
=
k
hL
Besarnya nilai angka Biot (Bi) diplot pada Grafik 4.13 Buku Perpindahan Panas Cengel sehingga didapatkan nilai fraksi kenaikan suhu wadah terhadap suhu yang dihasilkan oleh panas microwave. (T0 − T∞ / T𝑖 − T∞ ).
3. Batasan-batasan apa saja yang harus dipenuhi jika anda ingin menerapkan analisis kapasitas kalor tergabung dalam menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak ?
Batasan-batasan yang harus dipenuhi jika ingin menerapkan analisis kapasitas kalor tergabung dalam menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak adalah: Universitas Indonesia
21 •
Distribusi suhu yang seragam di dalam sistem.
•
Tahanan terhadap perpindahan kalor konduksi lebih kecil dibandingkan dengan tahanan konveksi pada permukaan sehingga gradien suhu hanya terdapat pada lapisan fluida yang merupakan lingkungan bagi sistem tersebut dan tahanan benda dapat diabaikan terhadap tahanan luar.
•
Rasio antara koefisien perpindahan kalor konveksi dengan konduktivitas termal benda harus mengasilkan nilai yang lebih kecil dari 0,1 agar dapat menghasilkan bilangan Biot yang bernilai lebih kecil dari 0,1. Bilangan biot dicari dengan menggunakan persamaan :
Semakin rendah nilai modulus Biot mengindikasikan tahanan konduksi-dalam dapat
diabaikan
terhadap tahanan konveksi permukaan. Hal ini berarti suhu pada seluruh bagian benda akan mendekati seragam pada setiap bagiannya. 4.Bagaimana Anda menerapkan analisis aliran kalor transien dalam menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak? •
Aliran Kalor Transien dalam Benda Padat Semi Tak Berhingga
Aliran kalor transien/unsteady merupakan aliran kalor yang berubah menurut waktu yang dalam proses pemanasan atau pendinginan berlangsung sebelum terjadinya keseimbangan. Pada gambar 1, suatu benda yang bersuhu awal Ti tiba-tiba diturunkan suhunya hingga menjadi T0. Untuk itu, persamaan yang dibuat akan menunjukkan distribusi suhu pada benda tersebut sebagai fungsi waktu. Distribusi ini dapat digunakan untuk menghitung aliran kalor pada setiap posisi x pada benda padat tersebut sebagai fungsi waktu.
Gambar 4. Aliran transien dalam benda padat semi-tak-berhingga (Sumber: Holman, J.P. Heat Transfer 10th Edition. 2010) Dengan mengandaikan sifat-sifat tetap, persamaan diferensial untuk distribusi suhu T(x,τ) :
Universitas Indonesia
22 ∂ 2T 1 ∂T = ∂x 2 α ∂τ Kondisi awal dan kondisi batasnya adalah : T(x,0) = Ti T(0,τ) = T0 untuk τ > 0. dengan menggunakan teknik transform-Laplace, distribusi suhu pada posisi x terhadap fungsi waktu (τ) adalah : ∂2 𝑇 ∂𝑥 2
1∂ 𝑇
= α∂𝜏
𝑇 (𝑥, 𝜏) − 𝑇0 𝑥 = 𝑒𝑟𝑓 𝑇1 − 𝑇0 2√α𝜏
dimana T(x, τ) adalah distribusi suhu pada posisi x terhadap waktu (τ); T0 adalah konveksi akhir (°C); T1 adalah suhu lingkungan konveksi awal (°C); erf
suhu
lingkungan
adalah error fungsi Gauss; x
adalah posisi pada benda padat; α adalah difusivitas termal (m2/s); dan τ = waktu (s) Aliran kalor pada setiap posisi bisa didapatkan dari : q x = −kA Dengan melaksanakan diferensial parsial didapatkan :
∂T ∂x
∂T Ti − T0 − x 2 / 4ατ = e ∂x πατ
sehingga persamaannya menjadi : q x = −kA
Ti − T0
πατ
e −x
2
/ 4ατ
Pada permukaan (x=0), aliran kalor akan menjadi : qo =
kA(T0 − Ti )
πατ
Analisis ini juga bisa digunakan untuk kasus berikut : •
Fluks kalor tetap pada benda padat semi-tak-berhingga
Jika permukaan diberi fluks konstan qo/A, kondisi awal dan kondisi batasnya adalah : T(x,0) = Ti
q0 ∂T untuk 𝜏 > 0 = −k A ∂x x =0
sehingga penyelesaian untuk aliran ini adalah : T - Ti =
2q 0 ατ / π − x2 exp kA 4ατ
x q0 x − 1 − erf 2 ατ kA
Universitas Indonesia
23 •
Aliran Kalor Transien dalam Benda Padat Berhingga
Jika suhu pada suatu posisi x dalam suatu benda berhingga yang memiliki ketebalan tertentu tidak terpengaruh oleh perpindahan kalor, distribusi suhu pada bagian yang terpengaruh perpindahan kalor akan sama dengan bagian pada benda semi tak-berhingga. Syarat agar penyelesaian semi tak-berhingga berlaku untuk benda yang mempunyai ketebalan berhingga yang mengalami perpindahan kalor satu dimensi adalah : 2𝐿
2√𝛼𝜏
≥ 0,5
Jika syarat tersebut tidak dapat dipenuhi, harus digunakan penyelesaian dengan metode yang lain untuk mengetahui aliran kalornya, seperti metode numerik transien dan analisis grafik Schmidt. 5. Apa yang anda ketahui tentang batas konveksi, angka Biot, angka Fourier dan bagan Heisler, serta bagaimana menerapkannya dalam menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak? A. Batas Konveksi Masalah perpindahan kalor transien tentunya tidak selalu murni konduksi, akan tetapi bisa juga secara konveksi. Contohnya adalah perpindahan panas yang terjadi pada permukaan tembok rumah dengan lingkungan sekitarnya pada musim panas (Tlingkungan > Ttembok). Tentunya kondisi batas yang digunakan tidak sama seperti konduksi, melainkan kondisi batas konveksi. Perpindahan kalor konveksi pada permukaan dinyatakan dengan persamaan: kalor yang dikonveksi ke permukaan = kalor yang dikonduksi ke permukaan
Hasil penurunan persamaan di atas adalah
dengan 𝑋 = 𝑥/(2√𝛼𝜏)
𝑇𝑖 = 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 𝑇∞ = 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑙𝑖𝑛𝑔𝑘𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛
Penyelesaian persamaan di atas dibentuk dalam grafik yaitu
Universitas Indonesia
24
Grafik 1. Distribusi suhu pada benda padat semi tak hingga dengan kondisi batas konveksi (Sumber: Holman, J.P. Heat Transfer 10th Edition. 2010) Cara menggunakan grafik 1 adalah pertama kita menentukan nilai
ℎ√𝛼𝜏 𝑘
dan
𝑥
(4𝛼𝜏)1/2
. Kedua nilai
tersebut kita plot dalam grafik 1 sehingga akan terbentuk titik perpotongannya. Dari titik perpotongan tersebut kita tarik garis lurus menuju sumbu Y. Nilai yang ditunjukan pada sumbu Y adalah distribusi suhu yang diinginkan. Untuk sistem dalam bentuk lain tentunya memerlukan grafik lain yang sesuai. Dalam pengerjaan sistem batas konveksi suhu lingkungan selalu dinotasikan 𝑇∞ dan suhu pusat benda dinotasikan 𝑇0 . Sedangkan suhu benda padat saat 𝜏 = 0 dinotasikan 𝑇𝑖. Sehingga berlaku definisi 𝜃 = 𝑇(𝑥, 𝜏) − 𝑇∞ 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑇(𝑟, 𝜏) − 𝑇∞ 𝜃𝑖 = 𝑇𝑖 − 𝑇∞
𝜃0 = 𝑇0 − 𝑇∞
(7)
(6)
(8)
Jika hanya suhu pada bagian pusat yang dicari maka hanya satu grafik yang diperlukan untuk mendapatkan 𝜃0 dan 𝑇0, sedangkan untuk suhu di luar pusat diperlukan dua grafik untuk menghitung 𝜃 𝜃0 𝜃 = 𝜃𝑖 𝜃𝑖 𝜃0
(9)
Misal apabila kita ingin menghitung suhu diluar pusat dari suatu silinder tak hingga dengan radius 𝑟0 maka untuk mendapatkan nilai
𝜃0 𝜃𝑖
kita gunakan grafik 2, sedangkan untuk
𝜃
𝜃0
kita gunakan grafik 3.
Universitas Indonesia
25
Grafik 2. Suhu axis pada silinder tak hingga dengan radius 𝒓𝟎 (Sumber: Holman, J.P. Heat Transfer 10th Edition. 2010)
Grafik 3. Suhu sebagai fungsi suhu axis pada silinder tak hingga dengan radius 𝒓𝟎 (Sumber: Holman, J.P. Heat Transfer 10th Edition. 2010)
Cara penggunaan grafik 2 dan 3 mirip dengan grafik 1. Untuk grafik 2 pertama kita perlu mencari nilai dari fourier dan 𝑘�ℎ𝑟 kemudian kita cari titik perpotongannya, dan dihubungkan ke arah sumbu Y. 0
Untuk grafik 3 kita perlu mencari nilai 1�𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑏𝑖𝑜𝑡 dan 𝑟�𝑟0 , lalu hasil perpotongannya akan dihubungkan ke arah sumbu Y. B. Angka Biot dan Fourier
Universitas Indonesia
26 Angka Biot dan Fourier merupakan parameter tanpa dimensi yang berguna untuk menggambarkan distribusi suhu dan laju alir kalor. Angka Biot dan Fourier ini merupakan bagian dari bagan Heisler seperti yang ditunjukan pada grafik 2 dan 3. ℎ𝑠 (10) 𝑘 𝛼𝜏 𝑘𝜏 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐹𝑜𝑢𝑟𝑖𝑒𝑟 = 𝐹𝑜 = 2 = (11) 𝑠 𝜌𝑐𝑠 2 𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐵𝑖𝑜𝑡 = 𝐵𝑖 =
variabel s menunjukan setengah tebal untuk plat atau jari-jari untuk silinder dan bola. Semakin rendah angka Biot berarti tahanan konduksi-dalam dapat diabaikan terhadap tahan konveksi-permukaan. Hal ini berarti pula bahwa suhu akan mendekati seragam di seluruh benda, dan tingkah laku ini dapat didekati dengan metode analisis kapasitas tergabung. Jika perbandingan V/A dianggap sebagai dimensi karakteristik s, maka
C. Bagan Heisler
ℎ𝜏 ℎ𝑠 𝑘𝜏 ℎ𝐴 𝜏= = = 𝐵𝑖 𝐹𝑜 𝜌𝑐𝑠 𝑘 𝜌𝑐𝑠 2 𝜌𝑐𝑉
(12)
Bagan Heisler merupakan grafik yang menggambarkan distribusi suhu pada sistem yang memperhitungkan batas konveksi. Di dalam bagan ini terdapat parameter tanpa dimensi yang disebut angka Biot dan Fourier. Grafik 2 dan 3 merupakan contoh dari bagan Heisler. Namun apabila kita perhatikan lebih seksama bagan Heisler ini tidak bisa menggambarkan distribusi suhu sistem yang mempunyai angka Fourier lebih rendah dari 0,2 (Fo < 0,2). Seperti yang bisa dilihat pada grafik 2, garis 1/Bi terputus pada titik tertentu (tidak berlanjut sampai daerah sumbu x = 0). Nilai sumbu x ini disebut dengan angka Fourier. Terputusnya garis 1/Bi ini terletak ketika Fo = 0,2. Untuk menghitung distribusi suhu sistem yang nilai Fo < 0,2 harus menggunakan metode lain, seperti metode numerik transien atau analisis grafik. 6.Bagaimana pula menyelesaikan permasalahan perpindahan kalor konduksi tak tunak pada sistem dimensi rangkap? Kita dapat menyelesaikan benda siku empat takberhingga yang dibentuk oleh dua plat tak berhingga yang tebalnya 2L1 dan 2L2. Persamaan diferensial yang mengatur situasi ini adalah 𝜕 2 𝑇1 1 𝜕𝑇1 = 𝜕𝑥 2 𝛼 𝜕𝜏
𝜕2𝑇 1 𝜕𝑇2 = 2 𝜕𝑧 𝛼 𝜕𝜏
dan agar dapat menggunakan metode pemisahan variabel untuk penyelesainnya, kita harus mengandalkan penyelesaian produk perkalian dengan bentuk 𝑇(𝑥, 𝑧, 𝜏) = 𝑋 (𝑥 )𝑍(𝑧)𝛩(𝜏) Universitas Indonesia
27 Pada dua plat tak hingga penyelesaian produk perkaliannya menjadi
Sehingga didapatkan penyelesaiannya 𝑇2
𝑇1 = 𝑇1 (𝑥, 𝜏)
𝑇2 = 𝑇2 (𝑧, 𝜏)
𝜕 2 𝑇1 𝜕 2 𝑇2 1 𝜕 2 𝑇2 𝜕 2 𝑇1 + 𝑇 = �𝛼𝑇 + 𝛼𝑇 � 1 1 2 𝜕𝑥 2 𝜕𝑧 2 𝜕𝑧 2 𝜕𝑥 2 𝛼
Hal ini berarti bahwa distribusi suhu tak berdimensi untuk batangan siku-empat tak-berhingga dapat dinyatakan sebagai produk perkalian dari penyelesaian dua soal yang masing-masing tebalnya 2L1 dan 2L2 sebagaimana yang ditunjukkan oleh persamaan …. Penyelesaian untuk bentuk lain (gambar 4), seperti balok tiga dimensi dan silinder yang memiliki panjang berhingga, dapat ditentukan dengan mengombinasikan beberapa bentuk. Beberapa kombinasi tersebut antara lain : C(𝛩) = penyelesaian untuk silinder tak berhingga P(X) = penyelesaian untuk plat tak berhingga S(X) = penyelesaian untuk benda padat semi tak berhingga Dengan demikian 𝜃 � � 𝜃𝑖
𝑔𝑎𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡
𝜃 𝜃 𝜃 � � � � = � � 𝜃𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜃𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝜃𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑜𝑡𝑜𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 1
𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 2
Hasil analisis kalor untuk perpotongan antara dua benda adalah �
𝑏𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡 3
𝑄 𝑄 𝑄 𝑄 � = � � + � � �1 − � � � 𝑄0 1 𝑄0 2 𝑄0 1 𝑄0 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Sedangkan untuk benda berdimensi rangkap yang terbentuk oleh perpotongan tiga sistem satu-dimensi, rugi kalor diberikan oleh �
𝑄 𝑄 𝑄 𝑄 𝑄 𝑄 𝑄 � = � � + � � �1 − � � � + � � �1 − � � � �1 − � � � 𝑄0 1 𝑄0 2 𝑄0 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑄0 1 𝑄0 3 𝑄0 1 𝑄0 2
Untuk mengetahui rugi kalor sesudah waktu tertentu, perhitungan cukup mudah. Akan tetapi, sebaliknya jika waktu untuk mendapatkan rugi kalor tertentu yang ingin diketahui, perhitungannya harus dengan iterasi atau cara coba-coba. 8. Dalam proses pembuatan bakso, adonan bola daging berdiameter 5 cm dan suhu awal 25oC dimasukkan ke dalam air mendidih. Berapakah waktu yang dibutuhkan agar bola daging tersebut matang dengan baik ? Bola daging dapat dikatakan matang dengan baik jika suhu bagian tengah tidak kurang dari 60oC.
Universitas Indonesia
28 Pertama-tama, untuk memperoleh nilai 𝜏, kita harus memahami terlebih dahulu grafik 4.7 yang ada di Buku Perpindahan Kalor J.P Holman. Di grafik ini, kita harus mencari terlebih dahulu nilai 𝑘
ℎ.𝑟𝑜
𝜃𝑜 𝜃𝑖
dan nilai
𝑇𝑜 − 𝑇∞ 60 ℃ − 100 ℃ 𝜃𝑜 = = = 0.53 𝜃𝑖 𝑇𝑖 − 𝑇∞ 25 ℃ − 100 ℃
Dari Grafik 4.7, berdasarkan
𝑊 0.48 𝑚 𝐾 𝑘 = = 0.0768 ℎ. 𝑟𝑜 2500 𝑊 . 0.0025 𝑚 𝑚2 𝐾
𝜃𝑜 𝜃𝑖
dan
𝑘
ℎ.𝑟𝑜
dari data-data bakso pada soal, didapat nilai Fo-nya kurang
lebih pada nilai 0.40. Sedangkan nilai Fo sendiri adalah persamaan 𝑘
adalah
𝜌.𝑐
=
0.48 𝑘𝑔
𝑊 𝑚𝐾
𝑘𝐽
1144.7 3 .3.60 𝑘𝑔.𝐾 𝑚
maka nilai 𝜏 berdasarkan persamaan Fo adalah
0.40 =
𝐹𝑜 =
𝛼.𝜏 𝑟𝑜2
= 1.17 𝑥 10−4
dengan nilai 𝛼 untuk bakso
𝛼. 𝜏 𝑟𝑜2
1.17 𝑥 10−4 . 𝜏 0.00252
𝜏 = 0.021 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
Jadi, waktu yang dibutuhkan agar bakso ini matang dengan baik adalah 0.021 detik 9. Sebuah panci yang baru saja digunakan untuk mendidihkan air, didinginkan dengan cara mencelupkannya ke dalam bak air bersuhu 250C. setelah dicelupkan selama 10 detik, apakah menurut anda panci sudah aman untuk digunakan kembali? Asumsi : •
Terjadi persebaran temperatur secara seragam
• •
Panci terbuat dari besi (c = 0.46kJ/kg; k = 35W/m; 𝜌 = 7800kg/m3)
•
Koefisien konveksi (h = 10W/m2)
•
Panci yang baru saja digunakan T = 1000C
•
Panci aman digunakan pada T = 400C
Panci berbentuk silinder (d = 0.20m, t = 0.25m)
Mengetes bahwa Bi harus lebih kecil 0.1
Universitas Indonesia
29 𝑉 ℎ(𝐴 ) 𝑘
=
(10)(𝜋 𝑥 0.102 𝑥 0.25) = 0.0714 < 0.1 (35)(𝜋 𝑥 0.102 )
Bi < 0.1 jadi kita dapat mengunakan analisis kalor tergabung T = 400C T∞ = 250C T0 = 1000C
ℎ𝐴 (10)(𝜋 𝑥 0.102 ) = = 1.115 𝑥 10−5 𝑠 −1 𝜌𝑐𝑉 (7800)(460)(𝜋 𝑥 0.102 𝑥 0.25) ℎ𝐴 𝑇 − 𝑇∞ −� �𝑡 = 𝑒 𝜌𝑐𝑉 𝑇0 − 𝑇∞
40 − 25 −5 = 𝑒 −�1.115 𝑥 10 �𝑡 100 − 25 𝑡 = 144344𝑠
Jadi panci dengan keadaan dan asumsi di atas masih belum aman digunakan, panci akan aman digunakan setelah dicelupkan selama 144344s
Universitas Indonesia
30 BAB III KESIMPULAN a. Perpindahan kalor terjadi akibat perbedaan suhu antara satu objek dengan objek lain. b. Mekanisme perpindahan kalor ada tiga, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. c. Konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari objek bersuhu tinggi ke objek bersuhu rendah dengan media perambatnya tidak ikut berpindah (tetap). d. Persamaan laju perpindahan kalor dirumuskan oleh hukum Fourier yaitu : 𝑞 = −𝑘𝐴
𝑑𝑇 𝑑𝑥
e. Salah satu aplikasi konduksi tunak adalah sistem insulasi pipa. f. Sistem insulasi pipa merupakan sistem yang dapat meminimalisir panas yang hilang (heat loss) atau panas yang masuk pada fluida yang bergerak dalam suatu pipa. g. Konduksi dibagi menjadi dua jenis yaitu konduksi tunak dan konduksi tak tunak. Pada konduksi tunak sistem tidak berubah terhadap waktu. Pada konduksi tak tunak terjadi perubahan sistem terhadap waktu, mulai dari laju panas, suhu, dan komposisi. h. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mendesain sistem insulasi adalah tebal sistem insulasinya, batas toleransi laju panas, batas toleransi perubahan suhu, luas permukaan sistem insulasi. i. Karakteristik insulator antara lain konduktivitas termal, jenis material insulator, temperatur maksimum insulator, tebal kritis insulasi, kemampuan terhadap kelembaban, dan kehalusan insulator. j. Banyak metode yang dapat digunakan dalam analisis aliran kalor transien mulai dari kapasitas kalor tergabung, analisis dalam benda padat semi-tak-berhingga, bagan Heisler, grafik Schmidt, dan metode numerik. k. Metode kapasitas kalor tergabung mengasumsikan suhu dalam sistem seragam. l. Konduksi batas konveksi mengasumsikan laju konduksi sama dengan laju konveksi. m. Untuk menggunakan bagan Heisler kita harus mencari nilai angka Biot dan bilangan Fourier terlebih dahulu.
Universitas Indonesia
31 DAFTAR PUSTAKA Holman, J.P. “Heat Transfer 10th Edition”. 2010. New York : McGraw-Hill Incropera, Frank P. “Fundamentals of Heat and Mass Transfer 6th Edition”. 2006. New York:John Wiley White, Frank M. Heat Transfer. 1984. Canada : Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
Universitas Indonesia