LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II (REVISI)
: Penuangan Logam ( Casting) : C10 : 13 September 2012 : Sri Yogyarti, drg., MS
Topik Grup Tgl. Praktikum Pembimbing
1.
Penyusun : No. Nama Imam Mahmuda Silalahi
NIM 021111171
2.
Fitri Dwi Agus P.
021111373
3.
Muhammad Dimas R.
021111381
4.
Meyvia Rifka R.
021111382
5.
Jovita Dian M. H.
021111391
DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012
1. Tujuan
Setelah melakukan praktikum mahasiswa diharapkan: 1. Mampu melakukan penuangan logam campur dengan benar 2. Mampu menganalisa hasil penuangan berdasarkan hasil pengamatan
2.
Alat dan Bahan
Alat Lempeng kaca
Bahan Logam campur Cu Alloy
Kompor Oven Alat tuang sentrifugal dan crucible casting Blow torch
Penjepit bumbung tuang Pinset kecil Pisau model Pisau malam Kaliper Master die
Cara Kerja
Persiapan Alat : a. Menyiapkan kompor b. Menyiapkan lempeng kaca yang bersih c. Menyiapkan pinset besar dan kecil d. Menyalakan preheating furnface (oven) e. Menyiapkan alat casting sentrifugal yang siap (diputar sebanyak 3 putaran)
Burnout dan preheating
a. Melepas crucible former dari bumbung tuang yang berisi bahan tanam
b. Malam yang terdapat di dalam bumbung tuang dibuang dengan cara meletakkannya diatas kompor dengan posisi bagian datar dari bumbung tuang menghadap keatas, sedangkan bagian cekung menghadap ke bawah dengan kemiringan 45 derajat
Gambar 1. Posisi bumbung tuang diatas kompor
c. Kemudian kompor dinyalakan, bumbung tuang dibiarkan sampai malanm terbakar habis
Gambar 2. Buang malam d. Setelah malam diperkirakan habis, bumbung tuang tersebut diambil kemudian diletakkan terbalik dengan posisi yang cekung diatas. Kemudian dicek dengan
lempeng kaca jika kaca buram berarti masih ada uap air yang menempel pada kaca. Maka pembakaran dilanjutkan sampai uap air benar-benar habis.
Gambar 3. Pengecekkan uap malam
e. Setelah uap air habis bumbung tuang tersebut dimasukkan ke dalam oven yang sudah dinyalakan sebelumnya. Pintu oven tersebut ditutup kemudian ditunggu 0
sampai suhu oven mencapai 750 C
Gambar 4. Proses pemanasan dalam oven
Pengecoran (casting ) a. Sebagai langkah awal alat sentrifugal diputar sebanyak 3 kali puratan lalu ditahan dengan menaikkan kenop pemutar.
Gambar 5. Langkah awal dari casting
b. Setelah itu cawan tuang disiapkan dengan terlebih dahulu dipanaskan dengan blow torch, kemudian meletakkan logam yang akan dituang.
Gambar 6. Memanaskan cawang tuang dan meletakkan logam
c. Bumbung tuang dikeluarkan dari oven, kemudian logam yang akan dituang diletakkan pada cawan tuang.
Gambar 7. Bumbung tuang dikeluarkan dari oven
d. Logam dipanaskan dengan api dari blow torch sampai terlihat kisut bila diberi getaran akan bergoyang, kemudian kenop ditekan, alat setrifugal tersebut berputar.
Gambar 8. Pemanasan logam dengan blow torch
e. Setelah logam dipastikan masuk ke dalam bumbung tuang, kemudian putaran alat dihentikan dengan cara poros ditekan sampai alat tuang berhenti berputar.
Gambar 9. Putaran dari alat sentrifugal dihentikan
f. Bumbung tuang diambil, kemudian didiamkan diatas meja, baru setelah itu direndam di dalam air dengan tujuan agar bahan tanam tuang cracking sehingga logam mudah dilepaskan dari bumbung t uang.
Gambar 10. Proses pendinginan materi bumbung tuang
g. Setelah dipastikan bahwa hasil tuangan tersebut dingin, kemudian logam dikeluarkan dari dalam bumbung tuang dan dibersihkan dari bahan tanam dibawah air yang mengalir.
Gambar 11. Bahan tanam dibersihkan dibawah air yang mengalir h. Hasil tuangan diambil dan diberi tanda sesuai dengan waktu penanaman. Hasil tuangan dipasang pada master die. i.
Hasil tuang dikelompokkan berdasarkan w : p rasio bahan tanam dan apabila hasil tuangan mengalami kegagalan dipisahkan.
3. Hasil Praktikum
w/p rasio 1
sayap
Bintil
cekungan
warna
Encer 1
0,09 ml
Tidak ada
Ada di luar
ada
aling terang
Encer 2
0,05 ml
Tidak ada
Ada di luar
Ada
aling terang
Tidak ada
Ada di luar
Normal 1 2
3
Marginal gap
0,16 ml
dan di dalam
Ada
Kurang terang Kurang
Normal 2
0,18 ml
Tidak ada
Ada di luar
Kental 1
0,16 ml
Tidak ada
Ada di luar
Ada
terang
Kental 2
-
Tidak ada
Ada di luar
ada
terang
terang
4. Pembahasan Casting adalah proses dimana wax pattern dari restorasi dikonversi untuk
mereplikasikan dental alloy. Proses casting digunakan untuk membuat restorasi gigi seperti inlay, onlay , mahkota , jembatan, dan removable partial denture . (Craig,2002, pg.516). Langkah awal yang di lakukan setelah pengecoran model malam dengan bahan tanam tuang adalah pembuangan malam tersebut dengan cara memanaskan bumbung tuang. Pemanasan mould investment harus dilakukan sampai malam pada bumbung tuang benar-benar habis. Juga penting bahwa suhu cetakan yang dipanaskan cukup untuk memungkinkan terjadinya ekspansi termal dan inversi serta suhu ini tidak dibiarkan turun secara signifikan sebelum pengecoran dimulai. Ini menandakan bahwa cetakan harus dipanaskan sampai sekitar 750°C untuk memungkinkan pendinginan yang mungkin terjadi sebelum pengecoran dimulai.(Mc.cabe,2008, pg.80). Keseimbangan antara suhu logam cair dan suhu cetakan penting agar dapat memproduksi sebuah hasil tuangan yang lengkap dan akurat serta mempunyai struktur halus. Logam harus cukup panas untuk memastikan bahwa logam sepenuhnya cair dan tidak mendingin dahulu sebelum masuk ke dalam cetakan, tetapi tidak boleh terlalu panas karena dapat mengakibatkan logam mulai mengoksidasi atau tertundanya kristalisasi saat mencapai ujung-ujung cetakan atau dapat merusak interaksi dengan dinding cetakan. (Mc.cabe,2008, pg.80). Kemudian
alat
tuang
sentrifugal
diputar
2-5
kali.
(Annusavice,2003,pg.330). Kemudian logam dicairkan dengan blow torch di dalam cawan tuang ( crucible casting ) yang sudah dipanaskan dan dicekatkan pada lengan mesin. Sifat lengan ini akan mempercepat putaran awal dari crucible dan casting ring, sehingga meningkatkan kecepatan linear dari logam cair ketika
logam memasuki
cetakan. (Annusavice,2003,pg.330). Suhu pada blow torch
berkisar antara 870°C sampai 1000°C. (Craig,2002, pg.530). Logam paling baik dicairkan dengan menempatkannya pada bagian dalam dinding crucible . Dalam posisi ini, operator dapat mengawasi proses pencairan, dan ada kesempatan bagi gas-gas di dalam semburan api untuk dipantulkan dari permukaan
logam,
(Annusavice,2003,pg.333).
bukan
diserap
oleh
permukaan
logam.
Salah satu cara melihat pemanasan ini sudah sesuai maka logam yang dipanaskan akan menjadi terang dan jernih . Jika salah maka logam akan berwarna merah gelap maka itu telah terjadi oksidasi dan pemanasan tidak efektif dan kusam. Posisi blowtorch juga tidak boleh terlalu dekat, karena juga akan menyebabkan oksidasi.(Craig,2002, pg.531). Ada beberapa bagian dari api yang pada torch yaitu yang berwarna hijau dan paling dekat dengan inner cone adalah zona kombusi. Yang kedua adalah yang berwarna biru yang teletak tepat diluar zona kombusi disebut zona reduksi, pada zona ini merupakan nyala api yang paling panas. Yang ketiga adalah zona yang berada di outer cone,dimana pada zona ini terjadi pembakaran dengan oksigen di udara yang disebut zona oksidasi . Dalam praktikum ini kita menggunakan zona reduksi yang merupakan tempat nyala api yang paling panas yang digunakan untuk melelehkan logam. (Annusavice,2003,pg.334). Jika logam dipanaskan sampai temperatur yang terlalu tinggi ( over heating ) sebelum pengecoran, permukaan bahan tanam cenderung rusak dan
timbul permukaan kasar pada tuangan. (Annusavice,2003,pg.340). Setelah itu tekan porosnya hingga alat ini berhenti. Lalu angkat bumbung tuang. Setelah itu didiamkan sampai logam tidak berwarna merah membara. Lalu dilakukan proses quenching . Ada dua manfaat melakukan quenching yaitu logam dalam kondisi annealed untuk burnishing , polishing dan prosedur lain yang serupa. Dan ketika
air kontak langsung dengan bumbung tuang yang masih panas kemudian terjadi reaksi yang keras sehingga logam mudah dilepaskan. (Annusavice,2003,pg.335). Yang terakhir adalah mengukur marginal gap menggunakan jangka sorong. Adanya marginal gap adalah akibat adanya gelembung pada bahan tanam tuang yang menyebabkan udara terjebak.. Hal ini disebabkan oleh W/P rasio yang rendah menyebabkan bahan tanam lebih kecil sehingga tidak pas dengan shrinkage yang terjadi dan menyebabkan timbulnya marginal gap. Begitu juga
jika w/p rasio yang terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya marginal gap akibat adanya kekasaran dan bintil pada bagian dalam dari hasil casting . (Annusavice,2003,pg.306,316.) Kelompok C10 telah melakukan praktikum penuangan logam ( casting ) dengan enam kali pengecoran dalam mould di bumbung tuang dengan konsistensi
yang berbeda-beda. Konsistensi tersebut antara lain encer , normal dan kental. Pada semua hasil percobaan terdapat marginal gap atau sela marginal. Sela marginal yang paling besar terdapat pada percobaan II dengan w/p rasio normal. Sedangkan marginal gap yang lebih kecil didapat dari percobaan I dengan w/p rasio encer. Bintil pada mould II (w/p rasio normal) lebih banyak daripada bintil pada mould I (w/p rasio encer), sehingga ketika dipasangkan pada master die terdapat marginal gap. Selain itu terdapat bintil dan cekungan pada luar permukaan hasil cetakan. Pada mould III (w/p rasio kental) didapat hasil yang tidak sesuai yaitu cetakan tidak utuh. Kegagalan saat casting disebabkan oleh beberapa hal yaitu : 1. Ada/tidaknya porositas Rongga atau porositas dapat terjadi jika gas yang terbentuk saat alloy dipanaskan berkontak dengan sisa karbon (Annusavice, 2003, hal
340). Porositas berbentuk bulatan yang lebih besar dapat disebabkan oleh gas yang dikeluarkan oleh semburan api tidak diatur dengan baik, atau penggunaan zona oksidasi dari semburan api bukan zona reduksi(Annusavice, 2003, hal 346). Porositas karena udara yang terjebak pada permukaan dalam casting disebut sebagai porositas back pressure, yang dapat menghasilkan cekungan yang besar. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan udara di dalam mould untuk keluar melalui pori bahan tanam atau karena perbedaan tekanan yang memindahkan pocket udara ke ujung bahan tanam melalui sprue yang mencair (Annusavice, 2003, hal 346). Porositas dapat dikurangi dengan menghindari overheating pada alloy (McCabe & Walls, 2008, hal. 82)
2. Terdapat bintil Bulatan pada hasil casting ini disebabkan ol eh gel embung ud ara yang melekat pada model malam selama atau sesudah penanaman (Annusavice, 2003, hal 338). Jika melakukan metode manual, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengilangkan udara dari adon an bah an tan am sebe lum penanaman dilakukan. W e t t i n g
a g e n t da pa t m em ba n t u m en ce ga h pengumpulan gelembung
udara di permukaan model malam. Wetting agent hanya boleh dioleskan selapis tipis saja Selain penggunaan wetting agent , bintil pada hasil casting dapat dihindari apabila pada saat penanaman model malam tidak ada udara yang terjebak. (Annusavice, 2003, hal338-339).
3. Cetakan tidak utuh Penyebab dari keadaan ini adalah terhalangnya cairan alloy untuk mengisi mould secara utuh. Ada dua faktor yang dapat menghambat jalannya cairan logam, yaitu: a.Pemanasan yang kurang Hal ini berhubungan langsung dengan back pressure dari udara di dalam mould . Jika udara tidak dapat dikeluarkan dengan cepat, maka cairan alloy tidak dapat mengisi mould sebelum mengeras. Jika tekanan casting yang digunakan kurang benar, maka back pressure juga tidak
dapat diatasi. Tekanan casting harus ditahan sampai alloy benar-benar sudah masuk ke dalam mould , walaupun alloy masih cukup lunak pada tahap awal. Oleh karena itu, tekanan harus ditahan beberapa detik lagi.Kegagalan ini biasanya terlihat berupa tepi yang membulat dan tidak lengkap (Annusavice, 2003, hal 347). b.Pembuangan sisa malam yang tidak sempurna dari dalam mould. Jika terlalu banyak hasil pembakaran yang tertinggal di dalam mould , maka pori-pori dari bahan tanam tertutup malam sehingga udara tidak dapat keluar seutuhnya. Jika ada cairan atau partikel malam yang tertinggal,maka kontak dari alloy dengan sisa malam dapat menimbulkan back pressure untuk menghalangi masuknya alloy ke dalam mould .
Kegagalan ini terlihat berupa tepi yang membulat. (Annusavice, 2003,hal 347).
4. Distorsi Distorsi pada proses penuangan logam terjadi saat manipulasi malam inlay, sehingga pencegahan terjadinya distorsi tergantung pada proses
manipulasi malam inlay. Distorsi terjadi akibat stress release , yaitu tekanan yang sangat besar pada material akibat malam dicetak tanpa pemanasan yang cukup hingga diatas suhu transisi solid-solid. Distorsi dapat terjadi sewaktu membentuk dan melepas model malam dari mulut atau die. Keadaan ini terjadi karena perubahan suhu dan pelepasan stress yang muncul sewaktu terjadinya kontraksi saat pendinginan, udara yang terjebak, serta temperatur selama penyimpanan (Craig, 2002, pg.438).
5. Kesimpulan
1. Pembuatan restorasi dapat menggunakan proses casting untuk mendapatkan hasil yang akurat 2. W/P rasio yang rendah menyebabkan tidak pas dengan shrinkage yang terjadi dan menyebabkan ketidaksesuaian marginal fit (kemungkinan kebesaran) 3. w/p rasio terlalu besar akan menyebabkan marginal fit tidak pas (timbul marginal gap) akibat adanya kekasaran dan bintil pada bagian dalam dari
hasil casting
5. Daftar Pustaka
1. Anusavice, Kenneth J. 2003. Science of Dental Material. 11th ed. St. Louis : WB Saunders. pg.,306, 308,316,330,333-335,339-340,342344,346, 347 2. Craig RG, et al. 2002. Restorative Dental Material. 11th ed. Mosby Elsevier : Missouri.pg.34,438,516,530-531,542,545. 3. McCabe, JF., Walls, AWG. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed. Blackwell :Munksgaard.pg.80-83.