PROFESIONALISASI TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN DI ERA OTONOMI DAERAH
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Profesi Kependidikan yang Diampu oleh Dr. Arfan Arsyad, M.Pd
Disusun oleh Sukmawati Gubali !M "##"#$%%& "##"#$%%& Kelas D
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO GORONTALO FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN MATEMATIKA MATEMATIKA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA OKTOBER 2018
Kata Pengantar
Pu'i syukur penulis pan'atkan kepada Tuhan (ang Maha )sa, berkat rahmat dan karunia*ya, makalah Profesionalisasi Tenaga Tenaga Pendidik dan Kependidikan di Era Otonomi Daerah dapat terselesaikan tanpa suatu halangan apapun. Makalah ini ditulis untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Profesi Kependidikan. Disamping itu penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pemba+anya Makalah Makalah ini terdiri dari tiga bab. ab ! yaitu pendahuluan, pendahuluan, ab !! yaitu ka'ian ka'ian teori, ab !!! pembahasan dan yang terakhir bab !- yaitu penutup. Seperti pepatah yang mengatakan Tak ada gading, yang tak retak/ penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih 'auh dari kata sempurna. 0leh karena itu, guna kesempurnaan makalah ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pemba+a.
Gorontalo, 0ktober 1%#2
Penulis
i
Datar I!"
Kata Pengantar.............................................................................................................................i Dafar Isi......................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................1 1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................2 1. !u"uan Penulisan............................................................................................................2 BAB II KA#IAN !E$RI!I%............................................................................................................... BAB III PEMBAHA%AN..................................................................................................................& .1 Penger'an (t(n(mi )aerah* tenaga +en)i)ik )an ke+en)i)ikan* )an +r(,esi(nalisasi )alam )unia +en)i)ikan..............................................................................................& .1.1 $t(n(mi Daerah..................................................................................................& .1.2 !enaga Pen)i)ik )an Ke+en)i)ikan.....................................................................& .1.2 Pr(,esi(nalisasi....................................................................................................2 !antangan Pr(,esi(nalisme tenaga +en)i)ik )an ke+en)i)ikan.....................................2.1 Perkemangan !ekn(l(gi In,(rmasi..................................................................... Pr(,esi(nalisasi !enaga Pen)i)ik )an Ke+en)i)ikan )i Era $t(n(mi Daerah...............1 BAB I/ PENU!UP.......................................................................................................................10 .1 %im+ulan......................................................................................................................10 .2 %aran............................................................................................................................10 DA!AR PU%!AKA......................................................................................................................1-
ii
BAB I PENDAHULUAN 1#1 Latar Be$a%ang Genderang otonomi daerah telah ditabuh dengan diberlakukannya 33 o. 1% Tahun #444 dan 33 o. Tahun 1%%" tentang Pemerintah Daerah dan 33 o. 15 Tahun #444 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 0tonomi daerah meletakkan kewenangan utama dalam pengelolaan pembangunan di daerah pada pemerintah kabupaten6kota, sehingga peran da fungsi para pelaku pembangunan stakeholders/ di daerah men'adi sangat penting. !mplikasi dari pergeseran sistem pemerintah ini adalah diperlukannya sumber daya manusia berkualitas, yang diharapkan dapat menggali dan mengelola potensi yang dimiliki daerah untuk dimanfaatkan sebesar*besarnya bagi kese'ahteraan rakyat di daerahnya. Sumber daya manusia berkualitas men'adi tumpuan berhasil tidaknya proses desentralisasi dan demokratisasi pembangunan menu'u masyarakat madani. Se'arah perkembangan bangsa * bangsa di dunia menun'ukkan bahwa kema'uan suatau negara baik dalam bidang !PT)K, ekonomi, politik, dan kebudayaan bukan semata * mata ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. erkenaan dengan tuntutan otonomi daerah dan arus global yang terus men+er+a, fungsi pendidikan sebagai pengembang sumber daya manusia sangat startegis. Dunia pendidikan ditantang untuk menghasilkan manusia*manusia berkualitas yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, sekaligus mampu bersaing dalam tataran global. Sistem pendidikan nasional kita diharapkan mampu menghasilkan manusia*manusia berkualitas yang mampu bersaing dalam masyarakat mega kompetisi, dengan menguasai !PT)K dan mampu mengembangkan diri se+ara maksimal, disamping mempunyai identitas sebagai banga !ndonesia yang kuat. 0tonomi daerah dilaksanakn dengan tu'uan untuk meningkatkan kese'ahteraan rakyat, pemerintah, keadilan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap nilai * nilai budaya lokal serta menggali potensi dan keanekaragaman daerah, adalah dalam kerangka egara Kesatuan 7epublik !ndonesia. 3ntuk itu sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, bukanlah manusia * manusia yang hanya memiliki
1
keunggulan se+ara indi8idualistik tetapi yang memiliki keunggulan se+ara partisipatorik. Proses pendidikan adalah sistem yang melibatkan se'umlah komponen untuk berinteraksi dan berfungsi se+ara integrafitf dalam kerangka men+apai tu'uan tertentu. Dengan demikian berhasil tidaknya proses pendidikan sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan menghadapi tantangan masa depan, sangat tergantung dari kualitas kompnen pembentuk sistem pendidikan itu sendiri, komponen sistem yang +ukup menentukan dan besar perannya dalam hal ini adalah Pendidik dan Tenaga Kependidikan/. Tenaga pendidik dan kependidikan merupakan u'ung tombak dari seluruh rangkain proses pendidikan. Dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah yang se+ara proses masih dalam rangka men+ari format dan era global yang semakin terasa dampaknya, profesi tenaga pendidik dan kependidikan sebagai pemegang kendali kema'uan sumber daya manusia dimasa yang terbuka akan tantangan sekaligus peluang bagi profesi tenaga pendidik dan kependidikan ke depan, sehingganya penulis merasa perlu adanya profesionalisasi tenaga pendidik dan kependidikan di era otonomi daerah 1#2 R&'&!an Ma!a$a( #. Apa pengertian otonomi daerah, pendidik, tenaga pendidik dan profesionalisasi dalam dunia pendidikan9 1. agaimana tantangan profesionalisasi tenaga pendidik dan kependidikan9 &. agaimana profesionalisasi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di era otonomi daerah9 1#) T&*&an Pen&$"!an #. Mendeskripsikan pengertian otonomi daerah, pendidik, tenaga kependidikan, dan profesionalisasi dalam dunia pendidikan 1. Mendeskripsikan tantangan profesionalisasi tenaga pendidik dan kependidikan &. Mendeskripsikan profesionalisasi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di era otonomi daerah
2
BAB II KAJIAN TEORITIS erakhirnya era orde baru di !ndonesia membawa banyak perubahan pada tatanan sosial*politik di negara ini. Perubahan tersebut tidak lepas dari semangat untuk terlepas dari se'arah uniformalisme orde baru. Dipahami bersama, bahwa pemerintah orde baru atas nama pembangunan mengedepankan tiga stabilitas negara, yaitu stabilitas politik, ekonomi dan keamanan. Demi mepertahankan tiga stabilitas tersebut pemerintah orde baru melakukan berbagai upaya yang dampaknya pada penyeragaman berbagai aspek kehidupan bangsa, t ermasuk pendidikan. Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung 'awab dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip*prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat,
pemerataan,
berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah, dengan titik sentral otonomi pada tingkat yang paling dekat dengan rakyat, yaitu kabupaten dan kota. 0tonomi daerah harus memilih kualitas keberdayaan, kemandirian, kreati8itas, dan wawasan yang unggul dalam mewu'udkan kiner'anya. Dalam hal ini, harus melibatkan pada sumber daya manusianya untuk mengembangkan kualitasnya, melalui proram : program ker'a yang di arahkan pada 8isi, dan misi pembangunan. Pelaksanaan otonomi daerah itu rumit dan kompleks sekali, karena kondisi ob'ektif daerah pada masa lampau masih lemah, terutama di badang kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, sebenarnya selama ini daerah telah melaksanakan tugas : tugas desentralisasi berdasarkan otonomi yang dimilikinya, akan tetapi kemandirian belum menon'ol. Desentralisasi merupakan simbol adanya keper+ayaan pemerintah pusat kepada daerah. !ni akan dengan sendirinya mengembalikan harga diri pemerintah dan masyarakat daerah. Penerapan kebi'akan otonomi daerah dan khususnya otonomi pendidikan, menawarkan konsep keseimbangan, yaitu antara pelimpahan kewenangan dan pertanggung'awaban akan mutu pendidikan. Dua sisi ini 'uga, sebenarnya tergantung dari kesiapan dan kemampuan kita untuk men'alankan semangat dan pola mana'erial otonomi daerah dan khususnya otonomi pendidikan. Kewenangan besar yang dimiliki oleh daerah dengan 3ndang*undang otonomi daerah tentu sa'a hanya akan bermanfaat apabila diikuti dengan kapasitas pemerintah Kabupaten6Kota untuk membuat kebi'akan*kebi'akan yang akurat yang diarahkan untuk meningkatkan input dan proses pembela'aran. 3paya untuk membuat kebi'akan yang akurat dalam bidang pendidikan, salah satunya akan sangat tergantung kepada
tersedianya informasi yang 8alid tentang berbagai persoalan pendidikan yang dihadapi oleh Kabupaten6Kota. erdasarkan PP omor 15 Tahun 1%%% tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, pada kelompok bidang pendidikan dan kebudayaan disebutkan bahwa kewenangan pemerintah meliputi; #<
Penetapan standar kompetensi siswa dan warga bela'ar, serta pengaturan kurikulum nasional data penilaian hasil bela'ar se+ara nasional, serta pedoman pelaksanaannya.
1<
Penetapan standar materi pela'aran pokok.
&<
Penetapan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik.
"<
Penetapan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
5<
Penetapan persayaratan penerimaan, perpindahan sertifikasi siswa, warga bela'ar dan mahasiswa.
$<
Penetapan
persayaratan
peningkatan6=oning,
pen+arian,
pemanfaatan,
pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda +agar budaya, serta persyaratan penelitian arkeologi . ><
Pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan museum nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, dan monumen yang diakui se+ara internasional.
2<
Penetapan kalender pendidikan dan 'umlah 'am bela'ar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah dan luar sekolah.
4<
Pengaturan dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan 'arak 'auh, serta pengaturan sekolah internasional.
#%< Pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra !ndonesia. Tuntutan terhadap lulusan dan layanan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan ker'a. Salah satu
implikasi
globalisasi
memungkinkan peluang
dalam
lembaga
pendidikan
yaitu
pendidikan asing
adanya
deregulasi
membuka
yang
sekolahnya di
!ndonesia. 0leh karena itu persaingan antar lembaga penyelenggara pendidikan dan pasar ker'a akan semakin berat. Mengantisipasi perubahan*perubahan yang begitu +epat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada 'alan lain bagi lembaga pendidikan ke+uali hanya mengupayakan segala +ara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk* produk akademik dan layanan lainnya, yang antara lain di+apai melalui peningkatan mutu pendidikan yang terlibat didalamnya tenaga pendidik dan kependidikan. 3ntuk
men+apai
terselenggaranya
pendidikan
bermutu,
dikenal
dengan
paradigma baru mana'emen pendidikan yang difokuskan pada otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan e8aluasi. Keempat pilar mana'emen ini diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan pendidikan bermutu. #. Mutu Mutu adalah suatu terminologi sub'ektif dan relatif yang dapat diartikan dengan berbagai +ara dimana setiap definisi bisa didukung oleh argumentasi yang sama baiknya. Se+ara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik
dari
produk
atau
'asa
yang
memuaskan
kebutuhan
konsumen6pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur se+ara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses dan hasil bela'ar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Pelanggan bisa berupa mereka yang langsung men'adi penerima produk dan 'asa tersebut atau mereka yang nantinya akan merasakan manfaat produk atau hasil dan 'asa tersebut. 1. 0tonomi Pengertian otonomi dalam pendidikan belum sepenuhnya mendapatkan kesepakatan pengertian dan implementasinya. Tetapi paling tidak, dapat dimengerti sebagai bentuk pendelegasian kewenangan seperti dalam penerimaan dan
pengelolaan
peserta
didik
dan
staf
penga'ar6staf
non
akademik,
pengembangan kurikulum dan materi a'ar, serta penentuan standar akademik. Dalam penerapannya di sekolah, misalnya, paling tidak bahwa guru6penga'ar semestinya diberikan hak*hak profesi yang mempunyai otoritas di kelas, dan tak sekedar sebagai bagian kepan'angan tangan birokrasi di atasnya.
3
&. Akuntabilitas Akuntabilitas diartikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan output dan out+ome yang memuaskan pelanggan. Akuntabilitas menuntut kesepadanan antara tu'uan lembaga pendidikan tersebut dengan kenyataan dalam hal norma, etika
dan
nilai
?8alues< termasuk
semua
program
dan
kegiatan yang
dilaksanakannya. @al ini memerlukan transparansi ?keterbukaan< dari semua pihak yang terlibat dan akuntabilitas untuk penggunaan semua sumberdayanya. ". Akreditasi Akreditasi merupakan suatu pengendalian dari luar melalui proses e8aluasi tentang pengembangan mutu lembaga pendidikan tersebut. @asil akreditasi tersebut perlu diketahui oleh masyarakat yang menun'ukkan posisi lembaga pendidikan yangbersangkutan dalam menghasilkan produk atau 'asa yang bermutu. Pelaksanaan akreditasi dilakukan oleh suatu badan independen yang berwenang. Di !ndonesia pelaksanaan akreditasi pendidikan untuk Perguruan Tinggi dilakukan oleh adan Akreditasi asional ?A< dan sekolah*sekolah menengah ke bawah oleh adan Akreditasi Sekolah ?AS<. 5. )8aluasi )8aluasi
adalah
suatu
upaya
sistematis
untuk
mengumpulkan
dan
memproses informasi yang menghasilkan kesimpulan tentang nilai, manfaat, serta kiner'a dari lembaga pendidikan atau unit ker'a yang die8aluasi, kemudian menggunakan hasil e8aluasi se+ara internal atau eksternal. Suatu e8aluasi akan lebih bermanfaat bila dilakukan se+ara berkesinambungan. Salah satu e8aluasi terpenting dalam pendidikan adalah e8aluasi diri ?self e8aluation< yang dilakukan bertahap dan terus menerus atas seluruh komponen * komponen pendidikan.
4
BAB III PEMBAHASAN )#1 Pengert"an +t+n+'" ,aera(- tenaga .en,","% ,an %e.en,","%an- ,an .r+e!"+na$"!a!" ,a$a' ,&n"a .en,","%an )#1#1 Ot+n+'" Daera( Se+ara etimologi ?harfiah<, otonomi daerah berasal dari 1 kata yaitu otonom dan daerah. Kata otonom dalam bahasa (unani berasal dari kata autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti aturan. Sehingga otonom dapat diartikan sebagai mengatur sendiri atau memerintah sendiri. Sedangkan daerah yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas*batas wilayah. Badi, otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan suatu masyarakat atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri. Se+ara umum, pengertian otonomi daerah yang biasa digunakan yaitu pengertian otonomi daerah menurut 33 o. &1 tahun 1%%" tentang Pemerintah Daerah. Dalam 33 tersebut berbunyi otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewa'iban daerah otonom guna mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakatnya sesuai dengan peraturan perundang*undangan yang berlaku. Menurut Kamus @ukum dan Glosarium, otonomi daerah merupakan kewenangan untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dari masyarakat sesuai dengan peraturan perundang*undangan. )#1#2 Tenaga Pen,","% ,an Ke.en,","%an #< Tenaga Pendidik Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas meren+anakan dan melaksanakan proses pembela'aran, menilai hasil pembela'aran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. ?33 o.1% T@ 1%%&, PSC &4 ?1<<
&
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin ata dari BS, Poerwadarminta
pengertian
pendidik
adalah
orang
yang
mendidik.
Pengertian ini memberikan kesan, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa !nggris disebut Tea+her, dalam bahasa Arab disebut 3stad=, Mudarris, MuEalim dan MuEadib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen, penga'ar, tutor, le+turer, edu+ator, trainer dan lain sebagainya. eberapa kata di atas se+ara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena keseluruhan kata tersebut menga+u kepada seorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata*kata yang ber8ariasi tersebut menun'ukan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan keterampilan diberikan. Dari istilah*istilah sinonim di atas, kata pendidik se+ara fungsional menun'ukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa sa'a dan dimana sa'a. Se+ara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru 'ika itu disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya. 1< Tenaga Kependidikan Tenaga Kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong bela'ar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai
dengan
kekhususannya,
serta
berpartisipasi
dalam
menyelenggarakan pendidikan. ?33 o. 1% tahun 1%%& pasal # ?A # F Ketentuan umum< Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menun'ang Penyelenggaraan Pendidikan. (ang termasuk ke dalam tenaga kependidikan adalah kepala satuan pendidikan; pendidik; dan tenaga kependidikan lainnya. Kepala Satuan Pendidikan yaitu orang yang diberi wewenang dan tanggung 'awab untuk memimpin satuan pendidikan tersebut. Kepala Satuan Pendidikan harus mampu melaksanakan peran dan tugasnya sebagai edukator, mana'er, administrator, super8isor, leader, ino8ator, moti8ator, figur
0
dan mediator ?)maslim*HM< !stilah lain untuk Kepala Satuan Pendidikan adalah Kepala Sekolah, 7ektor, Direktur, serta istilah lainnya. Tenaga Kependidikan lainnya ialah orang yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan, walaupun se+ara tidak langsung terlibat dalam proses pendidikan )#1#2 Pr+e!"+na$"!a!" Dari segi bahasa, profesionalisasi berasal dari kata professionali=ation yang berarti kemampuan profesional. Profesionalisasi sebagai pendidikan pra'abatan dan6atau dalam 'abatan. Proses pendidikan dan latihan ini biasanya lama dan intensif. Konsep profesionalisasi men+akup dua dimensi yaitu I..the impro8ement of status and the impro8ement of pra+ti+e/. Peningkatan status dan peningkatan pelatihan. Profesionalisasi adalah suatu proses kepada perwu'udan dan peningkatan profesi dalam men+apai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. )#2 Tantangan Pr+e!"+na$"!'e tenaga .en,"," % ,an %e.en,","%an )#2#1 Per%e'/angan Te%n+$+g" In+r'a!" Dalam
rangka
kependidikan, tantangan
meningkatkan
ter'adinya
yang
harus
profesionalisme
re8olusi
teknologi
mampu
dipe+ahkan
tenaga
pendidik
dan
informasi
merupakan
sebuah
se+ara
mendesak.
Adanya
perkembangan teknologi informasi yang demikian akan mengubah pola hubungan guru*murid, teknologi instruksional dan sistem pendidikan se+ara keseluruhan. Kemampuan tenaga pendidik dan kependidikan dituntut untuk menyesuaikan hal demikian itu. Adanya re8olusi informasi harus dapat dimanfaatkan oleh bidang pendidikan sebagai alat men+apai tu'uannya dan bukan sebaliknya 'ustru men'adi penghambat. 3ntuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para praktisi pendidikan di lapangan. Perkembangan teknologi ?terutama teknologi informasi<
menyebabkan
peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan men'adi satu*satunya pusat pembela'aran karena akti8itas bela'ar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran tenaga pendidik 'uga tidak akan
-
men'adi satu*satunya sumber bela'ar karena banyak sumber bela'ar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk bela'ar. Seorang usahawan teknologi mempunyai gagasan mereformasi sistem pendidikan masa depan. Menurutnya, apabila anak dia'arkan untuk mampu bela'ar sendiri, men+ipta, dan men'alani kehidupannya dengan berani dan per+aya diri atas fasilitasi lingkungannya ?keluarga dan masyarakat< serta peran sekolah tidak hanya menekankan untuk mendapatkan nilai*nilai u'ian yang baik sa'a, maka akan 'auh lebih baik dapat menghasilkan generasi masa depan. 0rientasi pendidikan yang terlupakan adalah bagaimana agar lulusan suatu sekolah dapat +ukup pengetahuannya dan kompeten dalam bidangnya, tapi 'uga matang dan sehat kepribadiannya. ahkan konsep tentang sekolah di masa yang akan datang, menurutnya akan berubah se+ara drastis. Se+ara f isik, sekolah tidak perlu lagi menyediakan sumber*sumber daya yang se+ara tradisional berisi bangunan*bangunan besar, tenaga yang banyak dan perangkat lainnya. Sekolah harus beker'a sama se+ara komplementer dengan sumber bela'ar lain terutama fasilitas internet yang telah men'adi sekolah maya/. agaimanapun kema'uan teknologi informasi di masa yang akan datang, keberadaan sekolah tetap akan diperlukan oleh masyarakat. Kita tidak dapat menghapus sekolah, karena dengan alasan telah ada teknologi informasi yang ma'u. Ada sisi*sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat tergantikan, misalnya hubungan guru*murid dalam fungsi mengembangkan kepribadian atau membina hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan lain*lain. Teknologi informasi hanya mungkin men'adi pengganti fungsi penyebaran informasi dan sumber bela'ar atau sumber bahan a'ar. ahan a'ar yang semula disampaikan di sekolah se+ara klasikal, lalu dapat diubah men'adi pembela'aran yang diindi8idualisasikan melalui 'aringan internet yang dapat diakses oleh siapapun dari manapun se+ara indi8idu.
!nilah tantangan profesi
pendidik dan kependidikan. Apakah perannya akan digantikan oleh teknologi informasi, atau guru yang memanfaatkan teknologi informasi untuk menun'ang peran profesinya. Dunia pendidikan harus menyiapkan seluruh unsur dalam sistim pendidikan agar tidak tertinggal atau ditinggalkan oleh perkembangan teknologi informasi tersebut. Melalui penerapan dan pemilihan teknologi informasi yang tepat ?sebagai bagian dari teknologi pendidikan<, maka perbaikan mutu yang
15
berkelan'utan dapat diharapkan. Perbaikan yang berlangsung terus menerus se+ara konsisten6konstan akan mendorong orientasi pada perubahan untuk memperbaiki se+ara terus menerus dunia pendidikan. Adanya re8olusi informasi dapat men'adi tantangan bagi lembaga pendidikan karena mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya, hal ini akan men'adi peluang yang baik bila lembaga pendidikan mampu menyikapi dengan penuh keterbukaan dan berusaha memilih 'enis teknologi informasi yang tepat, sebagai penun'ang pen+apaian mutu pendidikan. Pemilihan 'enis media sebagai bentuk aplikasi teknologi dalam pendidikan harus dipilih se+ara tepat, +ermat dan sesuai kebutuhan, serta bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan kita. &.1.1. 0tonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan Paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke paradigma desentralistik. Se'ak diundangkan 33 o.116#444 tentang Pemerintah Daerah maka menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang semula dikelola se+ara sentralistik. Menurut T'okroamid'oyo bahwa salah satu tu'uan dari desentralisasi adalah untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri. !ni artinya,
bahwa
kemauan
berpartisipasi
masyarakat dalam
pembangunan
?termasuk dalam pengembangan pendidikan< harus ditumbuhkan dan ruang partisipasi perlu dibuka selebar*lebarnya. ergesernya paradigma pembangunan yang sentralistik ke desentralistik telah mengubah +ara pandang penyelenggara negara dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan harus dipandang sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata kepentingan negara. Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses men+ari solusi dan meraih hasil pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang lebih luas. Dengan demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi masalah yang dihadapinya, baik se+ara indi8idual maupun se+ara kolektif.
11
ela'ar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan peran serta masyarakat hanya dipandang sebagai kewa'iban, maka masyarakat 'ustru akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi masyarakat haruslah men'adi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih*lebih dalam era globalisasi. Peranserta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewa'iban. Kontrol rakyat ?anggota masyarakat<
terhadap
isi
dan
prioritas
agenda
pengambilan
keputusan
pembangunan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas pembangunan bagi dirinya atau kelompoknya. Desentralisasi adalah penyerahan sebagian otoritas pemerintah pusat ke daerah, untuk mendistribusikan beban pemerintah pusat ke daerah sehingga daerah dan masyarakatnya ikut menanggung beban tersebut. Tu'uannya adalah a. Mengurangi beban pemerintah pusat dan +ampur tangan tentang masalah*
masalah ke+il di tingkat lokal, . Meningkatkan partisipasi masyarakat, 6. Menyusun program*program perbaikan pada tingkat lokal yang lebih realistik, ). Melatih rakyat mengatur urusannya sendiri, e. Membina
kesatuan
nasional
yang
merupakan
motor
penggerak
memberdayakan daerah. Dalam desentralisasi pendidikan, pemerintah pusat lebih berperan dalam menghasilkan kebi'aksanaan mendasar ?menetapkan standar mutu pendidikan se+ara nasional<, sementara kebi'aksanaan operasional yang menyangkut 8ariasi keadaan daerah didelegasikan kepada pe'abat daerah bahkan sekolah. Kurikulum dan proses pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, ada bagian yang perlu dibakukan se+ara nasional, tetapi hanya terbatas pada beberapa aspek pokok, yaitu ?#< Substansi pendidikan yang berada dibawah tanggung'awab pemerintah, seperti PK, Se'arah asional, Pendidikan Agama, dan ahasa !ndonesia; ?1< Pengendalian mutu pendidikan, berdasarkan standar kompetensi minimum; ?&< Kandungan minimal konten setiap bidang studi, khususnya yang menyangkut ilmu*ilmu dasar; ?"< Standar*standar teknis yang ditetapkan
berdasarkan
standar
mutu
12
pendidikan.
Program*program
pembela'aran di sekolah berupa desain kurikulum dan pelaksanaannya, kegiatan* kegiatan nonkurikuler sampai pada pengadaan kebutuhan sumber daya untuk suatu sekolah agar dapat ber'alan lan+ar, tampaknya harus sudah mulai diberikan ruang partisipasi bagi pihak*pihak yang berkepentingan. Demikian pula di lembaga*lembaga pendidikan lainnya nonsekolah, ruang partisipasi tersebut harus dibuka lebar agar tanggung 'awab pengembangan pendidikan tidak tertumpu pada lembaga pendidikan itu sendiri, lebih*lebih pada pemerintah sebagai penyelenggara negara. Jara untuk penyaluran partisipasi dapat di+iptakan dengan berbagai 8ariasi +ara sesuai dengan kondisi masing*masing wilayah atau komunitas tempat masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntut kesigapan para pemegang kebi'akan dan mana'er pendidikan untuk mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya, dari pihak masyarakat ?termasuk orang tua dan kelompok*kelompok masyarakat< 'uga harus bela'ar untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan. Sebagai +ontoh tentang partisipasi dunia usaha6industri pada era otonomi daerah. Mereka tidak bisa tinggal diam menunggu dari suatu lembaga pendidikan6sekolah sampai dapat meluluskan alumninya, lalu menggunakannya 'ika menghasilkan output yang baik dan mengkritiknya 'ika terdapat output yang tidak baik. Partisipasi dunia usaha6industri terhadap lembaga pendidikan harus ikut bertanggung 'awab untuk menghasilkan output yang baik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demikian 'uga kelompok*kelompok masyarakat lain, termasuk orang tua siswa. Dengan +ara seperti itu, maka mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan akan men'adi tanggung 'awab bersama antara lembaga pendidikan dan komponen*komponen lainnya di masyarakat. )#) Pr+e!"+na$"!a!" Tenaga Pen,","% ,an Ke.en,","%an ," Era Ot+n+'" Daera( Profesi diukur berdasarkan kepentingan dan tingkat kesulitan yang dimiliki. Dalam dunia keprofesian kita mengenal berbagai terminologi kualifikasi profesi yaitu profesi, semi profesi, terampil, tidak terampil, dan uasi profesi. Gilley dan )ggland ?#424< mendefinisikan profesi sebagai bidang usaha manusia berdasarkan pengetahuan, dimana keahlian dan pengalaman pelakunya diperlukan oleh masyarakat. Definisi ini meliputi aspek yaitu
1
#.
!lmu pengetahuan tertentu
1.
Aplikasi kemampuan6ke+akapan, dan
&.
erkaitan dengan kepentingan umum Aspek*aspek yang terkandung dalam profesi tersebut 'uga merupakan
standar pengukuran profesi guru. Proses profesional adalah proses e8olusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status professional ?peningkatan status<. Se+ara teoritis menurut Gilley dan )ggland ?#424<
pengertian
pendekatan
yaitu
professional orientasi
dapat
filosofis,
didekati
dengan
perkembangan
empat
bertahap,
prespektif orientasi
karakteristik, dan orientasi non*tradisonal. #. 0rientasi Hilosofi Ada tiga pendekatan dalam orientasi filosofi, yaitu pertama lambang keprofesionalan adalah adanya sertifikat, lissensi, dan akreditasi. Akan tetapi penggunaan lambang ini tidak diminati karena berkaitan dengan aturan*aturan formal. Pendekatan kedua yang digunakan untuk tingkat keprofesionalan adalah pendekatan sikap indi8idu, yaitu pengembangan sikap indi8idual, kebebasan personal, pelayanan umum dan aturan yang bersifat pribadi. (ang penting bahwa layanan
indi8idu
pemegang
profesi
diakui
oleh
dan
bermanfaat
bagi
penggunanya. Pendekatan ketiga ele+ti+, yaitu pendekatan yang menggunakan prosedur, teknik, metode dan konsep dari berbagai sumber, sistim, dan pemikiran akademis.
Proses
kemampuan,
hasil
profesionalisasi kesepakatan
dianggap
dan
standar
merupakan
kesatuan
tertentu.
Pendekatan
dari ini
berpandangan bahwa pandangan indi8idu tidak akan lebih baik dari pandangan kolektif yang disepakati bersama. Sertifikasi profesi memang diperlukan, tetapi tergantung pada tuntutan penggunanya. 1. 0rientasi Perkembangan 0rientasi perkembangan menekankan pada enam langkah pengembangan profesionalisasi, yaitu
1
a.
Dimulai dari adanya asosiasi informal indi8idu*indi8idu yang memiliki minat terhadap profesi.
b.
!dentifikasi dan adopsi pengetahuan tertentu.
+.
Para praktisi biasanya lalu terorganisasi se+ara formal pada suatu lembaga.
d.
Penyepakatan adanya persyaratan profesi berdasarkan pengalaman atau kualifikasi tertentu.
e.
Penetuan kode etik.
f.
7e8isi persyaratan
berdasarkan
kualifikasi
tertentu ?termasuk
syarat
akademis< dan pengalaman di lapangan. &. 0rientasi Karakteristik Profesionalisasi 'uga dapat ditin'au dari karakteristik profesi6peker'aan. Ada delapan karakteristik pengembangan profesionalisasi, satu dengan yang lain saling terkait a.
Kode etik
b.
Pengetahuan yang terorganisir
+.
Keahlian dan kompetensi yang bersifat khusus
d.
Tingkat pendidikan minimal yang dipersyaratkan
e.
Sertifikat keahlian
f.
Proses tertentu sebelum memangku profesi untuk bisa memangku tugas dan tanggung 'awab
g.
Kesempatan untuk penyebarluasan dan pertukaran ide di antara anggota profesi
h.
Adanya tindakan disiplin dan batasan tertentu 'ika ter'adi malpraktek oleh anggota profesi
". 0rientasi on*Tradisional
13
Perspektif pendekatan yang keempat yaitu prespektif non*tradisonal yang menyatakan bahwa seseorang dengan bidang ilmu tertentu diharapkan mampu melihat dan merumuskan karakteristik yang unik dan kebutuhan dari sebuah profesi. 0leh karena itu perlu dilakukan identifikasi elemen*elemen penting untuk sebuah profesi,
misalnya
termasuk
pentingnya
sertifikasi
professional
dan
perlunya
standarisasi profesi untuk mengu'i kelayakannya dengan kebutuhan lapangan. Tentu sa'a, peker'aan tenaga pendidik dan kependidikan tidak diragukan untuk dapat dikatakan sebagai profesi pendidikan dan penga'aran. amun, hingga kini peker'aan untuk melakukan pendidikan dan penga'aran/ ini masih sering dianggap dapat dilakukan oleh siapa sa'a. !nilah tantangan bagi profesi guru. Paling tidak hal ini masih sering ter'adi di lapangan. Profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan perlu didukung oleh suatu kode etik yang berfungsi sebagai norma hukum dan sekaligus sebagai norma kemasyarakatan. Kelembagaan profesi guru ?seperti PG7!< sangat diperlukan untuk menghindari terkotak*kotaknya guru karena alasan struktur birokratisasi atau kepentingan politik tertentu. Profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan harus didukung oleh kompetensi yang standar yang harus dikuasai oleh para profesional. Kompetensi tersebut adalah pemilikan kemampuan atau keahlian yang bersifat khusus, tingkat pendidikan minimal, dan sertifikasi keahlian haruslah dipandang perlu sebagai prasarat untuk men'adi guru profesional. Menurut Surya ?1%%&< tenaga pendidik yang profesional harus menguasai keahlian dalam kemampuan materi keilmuan dan ketrampilan metodologi. Tenaga pendidik atau kependidikan 'uga harus memiliki rasa tanggung 'awab yang tinggi atas peker'aannya baik terhadap Tuhan (ang Maha )sa, bangsa dan negara, lembaga dan organisasi profesi. Selain itu, tenaga pendidik 'uga harus mengembangkan rasa kese'awatan yang tinggi dengan sesama guru. Disinilah peran Perguruan Tinggi Pendidikan dan organisasi profesi guru ?seperti PG7!< sangat penting. Ker'asama antar keduanya men'adi sangat diperlukan. Cembaga Pendidikan dalam memproduk tenaga pendidikan yang profesional tidak dapat ber'alan sendiri, ke+uali selain harus beker'asama dengan lembaga profesi tenaga pendidik dan kependidikan, dan sebaliknya. 3ntuk
itu,
maka
pengembangan
profesionalisme
tenaga
pendidik
dan
kependidikan 'uga harus mempersyaratkan hidup dan berperanannya organisasi
14
profesi guru tenaga kependidikan lainnya yang mampu men'adi tempat ter'adinya penyebarluasan dan pertukaran ide diantara anggota dalam men'aga kode etik dan pengembangan profesi masing*masing. 0rientasi mutu, profesionalisme dan men'un'ung tinggi profesi tenaga pendidik dan kependidiakan harus mampu men'adi etos ker'a. 3ntuk itu maka, kode etik profesi harus pula ditegakkan oleh anggotanya dan organisasi profesi harus pula dikembangkan kearah memiliki otoritas yang tinggi agar dapat mengawal profesi tersebut.
1&
BAB IV PENUTUP #1 S"'.&$an Sebagai profesionalisasi tenaga pendidik dan kependidikan, para tenaga pendidi dan kependidikan harus men'adikan orientasi mutu dan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan sebagai etos ker'a mereka dan men'adikannya sebagai landasan orientasi berperilaku dalam tugas*tugas profesinya. Karenanya, maka kode etik profesi harus di'un'ung tinggi. Proses profesional atau profesionalisasi adalah proses e8olusi yang menggunakan pendekatan organisasi dan sistemastis untuk mengembangkan profesi ke arah status professional ?peningkatan status<. Se+ara teoritis menurut Gilley dan )ggland ?#424< pengertian professional dapat didekati dengan empat prespektif pendekatan yaitu orientasi filosofis, perkembangan bertahap, orientasi karakteristik, dan orientasi non*tradisonal. Dalam perkembangannya, disadari bahwa profesi tenaga pendidik dan kependidikan belum dalam posisi yang ideal seperti yang diharapkan, namun harus terus diper'uangkan menu'u yang terbaik. Pada saat diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan yang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya teknologi informasi yang sangat pesat, dipahami bahwa banyak tantangan
sekaligus
peluang
yang harus
dihadapi untuk
dapat
diselesaikan oleh para tenaga pendidik dan kependidikan dan lembaga penyelenggara pendidikan. Para tenaga pendidik dan kependidikan mempunyai tantangan untuk dapat beradaptasi dengan sebaik*baiknya dalam situasi transisi, agar dapat memperke+il dampak negatif dan memperbesar dampak positifnya. #2 Saran Menyikapi hal*hal diatas, para tenaga pendidik dan kependidikan haruslah dapat mengembangkan suatu perilaku adaptif agar berhasil mengemban profesinya di era otonomi daerah dan era global ini. Dengan +ara demikian, profesioonalisasi tenaga pendidik dan kependidikan di era otonomi daerah segera akan ter+apai
10
DAFTAR PUSTAKA
Gilley, Berri . Dan Ste8en A. )ggland. #424. Principles of Human Resouches Development (Terjemahan) ew (ork Addision esley Balal, Hasli dan Dedi Supriyadi ?ed<. 1%%#. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah (ogyakarta Adi+ipta en, Sayling. 1%%&. !uture of Education ("asa Depan Pendidikan) atam Cu+ky Publisher Tamin, . (endro. 1%##. Pendidik Profesional #ntara Harapan dan Tantangan Bakarta umi Aksara 3ndang * 3ndang 7epublik !ndonesia omor 1% Tahun 1%%& ; Sistem Pendidikan asional 3no, @am=ah . 1%%>. Profesi Kependidikan $ Pro%lema& 'olusi& dan Reformasi Pendidikan di ndonesia Bakarta umi Aksara
1-