LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI PEMERIKSAAN KEMURNIAN BAHAN BAKU ZnO SECARA TITRASI KOMPLEKSIOMETRI Rabu, 11 Oktober 2017
Disusun oleh: Sarah Syafira 260110160110 Shift C
LABORATORIUM KIMIA ANALISIS FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2017
I.
Tujuan 1.1.Menentukan kemurnian bahan baku ZnO dengan metode titrasi kompleksiometri
II.
Prinsip 2.1.Titrasi Kompleksiometri Titrasi yang didasarkan adanya pembentukan kompleks. Khelat dihasikan ketika ion logam berkoordinasi dengan dua atau lebih grup pendonor ligan untuk membentuk 5 atau 6 cincin heterosiklik. (Divya et al., 2014)
III.
Mekanisme Reaksi
Zn2+ akan membentuk kompleks terlebih dahulu dengan ammonia. Dengan penambahan di-Na-EDTA ke dalam campuran, ammonia akan tersubtitusi dengan ligan EDTA yang sebelumnya telah terionisasi dari bentuk
di-Na-EDTA.
Ionisasi
membuat
EDTA
bermuatan
dan
mensubtitusi ammonia.Dari reaksi di atas, Y merupakan simbol untuk EDTA, dan mengasumsikan bahwa di-Na-EDTA yang bereaksi telah terdeprotonasi (HY3-) (Skoog, 2013). IV.
Teori Dasar Titrasi adalah suatu proses atau prosedur dalam analisis volumetric di mana
suatu
titran
atau
larutan
standar
(yang
telah
diketahui
konsentrasinya) diteteskan melalui buret ke larutan lain yang dapat bereaksi dengannya (belum (bel um diketahui konsentrasinya) hingga tercapai titik ekuivalen atau titik akhir. Artinya, zat yang ditambahkan tepat bereaksi dengan zat yang ditambahi. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan
biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan (Ika, 2009). Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentukan kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilen diamin tetraasetat ( dinatrium EDTA) (Hidayanti,2010). Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam- garam logam. Etilendiamin tetraasetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna yang ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka komples indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain hitam eriokrom, mureksid, jingga pirokatenol, jingga xilenol, asam kalkon karbonat, kalmagit, dan biru hidroksi naftol (Gandjar, 2007). ZnO dikenal baik sebagai semikonduktor dengan band gap yang luas (3,3 eV), memiliki energi eksitasi yang luas (60 MeV), tersedia melimpah di alam, termasuk konduktivitas tipe-n natural dan ramah lingkungan (Nirmala dan Nair., 2010). Dalam kompleksometri titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi – reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks ada banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertamatama akan diterapkan pada titrasi (Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994). Teknik ini melibatkan titrasi ion logam dengan zat pengompleks atau pengkelat (Ligan) dan sering disebut titrasi kompleksometri sebagai. Metode ini merupakan aplikasi analitis reaksi kompleksasi. Dalam metode ini, ion sederhana berubah menjadi ion kompleks dan titik ekivalen ditentukan dengan menggunakan indikator logam atau electrometrically. Berbagai nama lain seperti titrasi chilometric, chilometry, titrasi chilatometric dan titrasi EDTA telah digunakan untuk menggambarkan metode ini. Semua istilah ini mengacu pada metode analisis yang sama dan mereka telah dihasilkan dari penggunaan EDTA (Ethylene diamine tetra acetic acid) dan chilons lainnya. Chilons ini bereaksi dengan ion logam untuk membentuk jenis khusus lex comp dikenal sebagai kelat (Husain, 2007). Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam- garam logam. Etilendiamin tetraasetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna yang ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasi dan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka komples indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain hitam eriokrom, mureksid, jingga pirokatenol, jingga xilenol,
asam kalkon karbonat, kalmagit, dan biru hidroksi naftol (Gandjar, 2007). Eriochrome Black T (EBT) merupakan salah satu zat warna azo yang berbahaya bagi lingkungan. Biasanya di laboratorium, EBT digunakan sebagai indikator untuk titrasi kompleksometri, sehingga memungkinkan EBT terdapat di dalam limbah. EBT beracun bagi makhluk hidup dalam air dengan dampak jangka panjang. Keracunan EBT untuk ikan dengan LC50 ( Lethal Concentration) sebesar 6 mg/L. Toksisitas oral akut pada tikus dengan LD50 ( Lethal Dose) 17,590 mg/kg dapat menimbulkan iritasi mata (Azhari, 2012). Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995). Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY – . Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993). Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar
titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2 piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue
(Khopkar,
2002).
V.
Alat dan Bahan 5.1.Alat a. Buret b. Erlenmeyer c. Gelas kimia d. Gelas ukur e. Labu ukur f.
Pipet
g. Statif h. Timbangan analitik 5.2. Bahan a. Amonium klorida (NH 4Cl) b. Aquades c. Indikator EBT d. Larutan NH4OH e. Larutan di-Na-EDTA f.
Larutan HCl 4 N
g. Larutan ZnSO4 0,05 N h. Larutan NaCl i. VI.
Larutan ZnO
Metode 6.1.Pembuatan reagen a. Larutan HCl 4 N HCl 36% 33,3 ml diambil ke dalam beaker glass dan di ad hingga 100 ml. b. Dapar amonia pH 10 Amonium klorida (NH 4Cl) 5,4 gr dalam 70 ml larutan amonium hidroksida (NaOH) 5 M. c. Larutan NH4OH 5 M NaOH 37 ml 25% diambil dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml.
d. Indikator EBT 1% b/b EBT ditimbang 0,5 mg dan 49,5 mg NaCl serbuk kering, kemudian dicampur keduanya hingga homogen. e. Larutan ZnSO4.7H2O ZnSO 4 ditimbang sebanyak 144 gr, dilarutkan di dalam 100 ml aquadest dalam labu ukur. 6.2. Pembakuan Larutan a.
Pembakuan di-Na-EDTA Larutan ZnSO4.7H2O sebanyak 100 ml 0,05 M dimasukkan ke dalam gelas kimia. Ditambahkan 5 ml buffer salmiak dan dilakukan pengecekan terhadap pH larutan. Diambil sebanyak 10 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan sesepora indikator EBT kemudian dilakukan titrasi dengan larutan di-Na-EDTA hingga terjadi perubahan warna dari merah menjadi violet (triplo).
6.3. Penentuan kadar ZnO ditimbang sebanyak 200 mg lalu dilarutkan di dalam 4 ml HCl 4 N. Ditambahkan aquadest hingga 100 ml kemudian tambahkan sedikit demi sedikit NH4OH agar larutan menjadi netral. Cek pH dengan indikator pH universal. Ditambahkan 5 ml buffer salmiak atau dapat amonia pH 10. Diambil 10 ml larutan sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeye. Ditambahkan 50 mg indikator EBT kemudian titrasi dengan di-Na-EDTA. Titrasi dilakukan secara triplo. VII.
Hasil 7.1. Tabel hasil
No.
Perlakuan
Hasil
Gambar
A. Pembuatan reagen 1. Larutan HCl 4 N -
Diambil 33,3 ml HCl 36% ke dalam beaker
-
Larutan
HCl
didapatkan.
4
N
bisa
glass dan ad hingga 100 ml. 2. Dapar amonia pH 10 -
Dilarutkan
5,4
amonium
gr
-
klorida
Didapatkan larutan dapar amonia pH 10.
(NH4Cl) dalam 70 ml larutan
amonium
hidroksida (NaOH) 5 M. -
Diencerkan
dengan
aquadest hingga 100 ml. 3. Larutan NH4OH 5 M -
Diambil 37 ml NaOH
-
Didap
-
Didapatkan indikator EBT
25% dan ditambahkan aquadest hingga 100 ml. 4. Indikator EBT 1% b/b -
EBT
ditimbang
sebanyak 0,5 mg dan
sebanyak 50 mg.
49,5 mg NaCl serbuk kering,
kemudian
keduanya
dicampur
hingga homogen. 5. Larutan ZnSO4.7H2O -
-
ZnSO4
ditimbang
-
Didapatkan
larutan
sebanyak 144 gr
ZnSO4.7H2O sebanyak 100
Dilarutkan dalam 100
ml.
ml
aquadest
labu ukur
dalam
6. Larutan di-Na-EDTA 0,05 M -
Di-Na-EDTA ditimbang 18,612
-
sebanyak gram
dilarutkan aquadest
Didapatkan
di Na EDTA
0,05 M 100 ml
lalu dalam
100
ml.
Kemudian ad hingga 100 ml dalam botol cokelat B. Pembakuan larutan 7.
Pembakuan di-Na-EDTA -
Dimasukkan 100 ml larutan
-
-
ZnSO4.7H2O
Terjadi perubahan warna larutan dari violet menjadi
0,05 M ke dalam gelas
biru pada saat TAT dengan
kimia.
volume Na EDTA :
Ditambahkan
ml
I = 9,2 ml
buffer salmiak dan pH
II= 9,4 ml
larutan dicek.
III= 10,3 ml
5
Diambil sebanyak 10 ml
larutan
tersebut
dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. -
-
Ditambahkan sesepora indikator
EBT
kemudian
titrasi
dengan larutan di-NaEDTA hingga terjadi perubahan warna dari nerah violet menjadi biru (triplo)
C. Penentuan kadar 8.
Penentuan kadar ZnO -
-
ZnO
ditimbang
-
sebanyak 200 mg lalu
larutan dari violet menjadi
dilarutkan di dalam 4
biru saat berada di TAT
ml HCl 4 N.
dengan volume di-Na-
Ditambahkan
EDTA
aquadest hingga 100
I = 5,2 ml
ml
kemudian
tambahkan
II = 4,9 ml
sedikit
demi sedikit NH4OH
III = 5,4 ml -
agar larutan menjadi
indikator
pH
universal. Ditambahkan buffer
salmiak
5
ml atau
dapat amonia pH 10. Diambil 10 ml larutan sampel
dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. -
Ditambahkan 50 mg indikator
EBT
kemudian
titrasi
dengan di-Na-EDTA. Titrasi
dilakukan
secara triplo.
Didapatkan kadar dari ZnO adalah 117, 03%
netral. Cek pH dengan
-
Terjadi perubahan warna
-
7.2. Perhitungan 7.2.1. Pembakuan di-Na-EDTA Titrasi 1
= 234,060 mg
0,05x10 = Nx9,2 0,5 = Nx9,2
% kadar =
234,060 200
x 100%
N = 0,054 Titrasi 2
= = 117,03 %
0,05x10 = Nx9,4 0,5 = Nx9,4 N = 0,053 Titrasi 3 0,05x10 = Nx9,4 0,5 = Nx9,4 N = 0,053
N rata-rata =
0,054+0,053+0,053 3
=0,053 N
7.2.2. Penentuan kadar Titrasi 1 = 5,2 ml Titrasi 2 = 4,9 ml Titrasi 3 = 5,4 ml Volume rata-rata =
5,2+4,9+5,4 3
= 5,167 ml
Mg
=
10
x 105 ml = ml
0,053 5,167 81,4 10
x 105
VIII.
Pembahasan Pada praktikum ini dilakukan pemeriksaan kemurnian terhadap bahan baku ZnO dengan metode titrasi kompleksometri. Tujuan dari penentuan kemurnian ini adalah untuk mengetahui kadar ZnO yang ada dalam sampel uji. Metode titrasi kompleksometri dipilih karena metode ini merupakan metode yang tepat untuk penentuan kandungan garam-garam logam.. Titrasi kompleksometri didasarkan pada pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion).Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.Selain titrasi kompleks biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. ZnO adalah suatu zat dengan bentuk serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih kekuningan, tidak berbau, tidak berasa, lambat laun menyerap CO2 di udara. ZnO memiliki kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), larut dalam asam mineral encer dan dalam larutan alkali hidroksida. Penentuan kadar ZnO dilakukan dengan menggunakan larutan baku sekunder Na2EDTA dengan indikator EBT. Di-Na-EDTA atau garam natrium EDTA merupakan salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri. Na2EDTA dipilih karena larut dalam air dan juga dapat membentuk kompleks yang sangat stabil. Pemilihan EBT sebagai indikator pada titrasi kompleksometri ini dikarenakan indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Dimana, titrasi umumnya dilakukan pada pH 10 karena pada pH 5 atau pH 12 perubahan warna akan sulit diamati. Pada pH yang terlalu asam,
proton
yang
dibebaskan
pada
reaksi
yang
terjadi
dapat
mempengaruhi pH, dimana jika H+ yang dilepaskan terlalu tinggi, maka hal tersebut dapat terdisosiasi sehingga kesetimbangan pembentukkan kompleks dapat bergeser ke kiri. Begitu pula jika pH terlalu basa, maka kemungkinan akan terbentuk endapan hidroksida dari logam yang bereaksi, sehingga reaksi kesetimbangan akan bergeser ke kanan, sehingga akan berkemungkinan terbentuk endapan. Na2EDTA atau di-Na-EDTA yang akan digunakan untuk penetapan kadar ZnO harus dibakukan terlebih dahulu. Hal ini disebabkan oleh sifat Na2EDTA yang merupakan larutan baku sekunder yang konsentrasinya baru didapat setelah dibakukan dengan larutan baku primer. Larutan baku primer adalah larutan yang sudah diketahui secara pasti konsentrasinya. Sedangkan larutan baku sekunder adalah larutan yang mengandung suatu zat yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak pernah murni. Larutan baku primer yang dipilih untuk membakukan Na2EDTA adalah larutan ZnSO4, karena ZnSO4 merupakan 2+
garam dari larutan Zn . Tanpa dilakukan pembakuan, maka konsentrasi sesungguhnya dari larutan baku sekunder tidak dapat diketahui dengan pasti. Pada proses pembakuan, larutan ZnSO4.7H2O berperan sebagai analit yang berada di dalam erlenmeyer sedangkan Na2EDTA berperan sebagai pentiter yang berada di dalam buret. Larutan ZnSO4.7H2O yang berada dalam erlenmeyer ditambahkan dengan buffer salmiak terlebih dahulu. Buffer salmiak adalah campuran dari larutan ammonia dan ammonium clorida. Buffer salmiak dipilih karena buffer ini bersifat basa. Fungsi dari penambahan buffer ini adalah untuk membuat suasana larutan menjadi basa dengan kisaran pH 8 – 10. Penetapan ini dilakukkan karena indikator EBT akan bereaksi dengan maksimal pada larutan yang memiliki rentang pH 8-10, sehingga penting untuk membuat larutan memiliki rentang pH
seperti indikator EBT agar ketika larutan direaksikan dengan titran maka titik akhir titrasi akan terlihat jelas karena perubahan warna yang terjadi. Setelah di tambah dengan buffer dan indikator, pembakuan di Natrium- EDTA pun dilakukan. Sebelum dilakukan titrasi, warna larutan adalah merah anggur, warna ini terbentuk karena kompleks indikator logam yang terjadi saat penambahan EBT. Pada hasil akhir didapatkan warna larutan berubah dari merah anggur menjadi berwarna biru muda. Warna biru ini muncul mendandakan terbentuknya khelat. Khelat adalah kompleks yang terbentuk dari pengikatan antara molekul polidentat dengan ion logam. Setelah pembakuan Na2EDTA, selanjutnya dapat dilakukan proses titrasi untuk menentukkan kadar ZnO. Pertama, serbuk ZnO dilarutkan terlebih dahulu menggunakan HCl encer. Hal ini karena kelarutannya yang kurang pada air dan etanol. Proses ini dilakukkan di dalam labu ukur 100 ml dikarenakan diharapkan pengukuran yang lebih akurat agar kadar yang didapatkan pun dapat akurat. Kemudian, setelah diencerkan dengan aquadest, larutan diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Pengambilan larutan harus menggunakan alat volumetric, agar jumlah zat yang diambil tetap. Kemudian di dalam erlenmeyer larutan ZnO ditambahkan NH4OH untuk menetralkan larutan dengan tujuan agar larutan tetap stabil pada pH yang sama. Penggunaan buffer amonia pH 10 merupakan salah satu yang harus diperhatikan dan merupakan salah satu hal yang penting, pH yang digunakan saat proses titrasi adalah pH dengan kisaran 8-10 agar indikator EBT dapat memberikan perubahan warna yang maksimal. Untuk mengetahui bahwa larutan memiliki pH 10 dapat digunakan indicator pH universal untuk mengeceknya.
Dalam penambahan buffer amonia pada larutan yang mengandung ion logam
sebaiknya
tidak
terlalu
banyak
karena
dikhawatirkan
dapat
menimbulkan kekeliruan karena hasil titik akhir titrasi yang buruk. Hal ini dapat terjadi disebabkan karena efek konsentrasi ammonia. Hal yang dilakukan selanjutnya yaitu melakukan penambahan indikator EBT kedalam larutan ZnO di dalam labu erlenmeyer sesepora sampai warna larutan berubah menjadi merah anggur. Reaksinya dengan indicator EBT dapat menyebabkan terbentuknya ikatan kovalen parsial dengan ligand diakibatkan oleh adanya interaksi antara ion logam pusat dengan ligand sehingga melibatkan pembagian pasangan electron bebas ion logam pada tiap molekul ligand. Ion kompleks seperti ini mempunyai warna gelap namun mencolok. Kemudian, dilakukan titrasi ZnO dengan Na2EDTA. Jenis titrasi yang dilakukan adalah titrasi langsung, dimana ion logam yang ada dalam larutan Zinc Oxide dititrasi langsung dengan larutan di-Na-EDTA. Etilendiamin tetraasetat (EDTA) berperan sebagai titran yang digunakan. EDTA akan membentuk kompleks 1:1 yang stabil dengan semua logam kecuali logam alkali seperti natrium dan kalium. Pada titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka komples indikator logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda yaitu dari merah anggur menjadi biru. Warna ini menandakan terbentuknya kompleks antara ZnO dengan Na2EDTA yang telah memecah kompleks indikator logam. Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan kadar dari ZnO yaitu 117, 03%. Kadar yang dihasilkan tidak memenuhi standar kemurnian ZnO. Jika menurut literatur Farmakope Indonesia, kadar ZnO yang seharusnya ialah
99-100,5%.
Ada
beberapa
faktor
yang
menjadi
penyebab
ketidaksesuaian antara kadar sampel uji dengan literatur. Diantaranya faktor penyimpanan atau faktor lingkungan yang akan mengurangi kestabilan ZnO seperti kandungan air, oksigen dan cahaya yang dapat menguraikan serta
mengkosidasi sampel. Selain itu ada juga faktor lain yang dapat menyebabkan berlebihnya kadar ZnO adalah faktor zat lainnya seperti pentiter, indikator, maupun buffer yang digunakan, kestabilan dan perubahan konsentrasi dari zat-zat yang digunakan pada metode analisis sangat berpengaruh terhadap perhitungan kadar bahan baku ZnO. Dan kesalahan pun dapat terjadi pada saat proses penimbagan bahan atau pada proses pembuatan reagen.
IX.
Kesimpulan Berdasarkan uji yang dilakukan didapatkan kadar ZnO yaitu 117,03%. Hal ini tidak sesuai dengan yang tertera pada Farmakope Indonesia yaitu 99-100,5%.
Daftar Pustaka Azhari, A. 2012. Penggunaan Komposit CuO-Fe2O3 untuk Antibakteri dan Fotokatalisis Degradasi Eriochrome Black-T dengan Radiasi Sinar Tampak. Jurnal Kimia. Vol 1(2). Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Divya, et al. 2014. Zinc Estimation in Herbal Formulation By Complexometric Method: An Alternative Atomic Absorption Spectrometry. Journal
of
Pharmaceutical
and
Scientific
Innovations, 3(3) 270-272 Gandjar,Ibnu Ghalib .2007. Kimia Farmasi Analisis . Yogyakarta : Pustaka Pelajar Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar . Jakarta : PT Gramedia. Hidayanti, A. 2010. Penetapan Kadar Senyawa Kalsium (Ca) pada Pasta Gigi. Jurnal Kimia. Vol 02. No 01. Hal 43-47. Husain, A. 2007. Pharmaceutical Analysis Theoritical Basis of Analysis : Complexometric Tersedia
Titrations. onlone
di
http://nsdl.niscai.res.in/jspui/bitstream/123456789/771/1/correct ed%20Theoret
ical%20Complexometric%20titrations.pdf.
[Diakses pada 20 Oktober 2017]
Ika, D. 2009. Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C Dengan Metode Titrasi Asam Basa. Jurnal Neutrino. Vol 1(2) 163 – 178 Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta : UI Press.
Michela, Maria. 2015. Understanding Complexometric Titrations of Metal Cations with Aminopolycarboxylic Acids (EDTA and Analogs) within the frame of the Notion of Reactions between Groups
of
Chemical
Species.
Tersedia
online
di
http://pubs.sciepub.com/wjce/3/1/2/wjce-3-1-2.pdf [Diakses tanggal 13 Oktober 2017].
Nirmala, M., dan Nair, G. 2010. Photocatalytic Activity of ZnO Nanopowders Synthesized by DC Thermal Plasma. Journal of Basic & Applied Sciences. Vol 1(2) hal. 161-166. Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press. Skoog, Douglas A. 2013. Fundamental of Analytical Chemistri.United Kingdom : Brook and Cole.
.