TUBE BE RCULO RCULOSI SI S PARU PADA ANAK LAPORAN PENDAHULUAN TU
1.
Pengertian TBC Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh m ycobacterium tuberculusis dan micobacterium bovis( bovis( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC ) Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Sebagian Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya.( lainya. ( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ). Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman / bakteri Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru – paru paru dan sebagianlagi dapat menyerang di luar paru – paru – paru, paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya.( sebagianya. ( Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba medika ) 2.
Etiologi Tuberkulosis anak merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan. dibatukkan. Jika hanya bersin atau tukar-menukar piring atau gelas minum tidak akan terjadi penularan( penularan( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC ) Merokok pasif Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan penyerapan sel dan pembuluh darah. ( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC ) Faktor Risiko TBC anak
Resiko infeksi TBC Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat. Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas produksi sputum banyak banyak dan encer, batuk produktif dan kuat kuat serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien TBC anak jarang menularkan kuman kuman pada anak lain atau orang dewasa
disekitarnya, karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk. Walaupun terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum. Bahkan jika ada sputum pun, kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret endobrokial anak.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC ) Resiko Penyakit TBC Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi . Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis. Status sosial ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )
Berdasarkan tipe infeksi
Infeksi primer. TBC paru primer (infeksi pertama dengan bakteri TBC). Pada anak yang usianya lebih dewasa, biasanya tidak menimbulkan tanda atau gejala, dan hasil foto rontgen dada tidak terlihat adanya tanda infeksi. Sangat jarang terjadi pembengkakan kelenjar limfe dan kemungkinan sedikit batuk. Infeksi primer ini biasanya sembuh dengan sendirinya karena anak telah membentuk kekebalan tubuh selama periode waktu 6 hingga 10 minggu. Namun pada beberapa kasus, jika tidak ditangani dengan benar (biasanya antara 6 bulan hingga 2 tahun), infeksi ini dapat berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru paru (disebut TBC progresif) ( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ) .
Infeksi progresif (TBC progresif) Infeksi primer yang berkembang menjadi penyakit dan menyebar ke seluruh paru paru, atau ke organ tubuh lainnya. Hal ini ditandai dengan demam, kehilangan berat badan, kelelahan, kehilangan selera makan, kesulitan bernafas, dan batuk.( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ).
Infeksi reaktivasi ( TBC reaktivasi) Dalam hal ini infeksi primer sudah teratasi, namun bakteri TBC masih dalam keadaan tidur atau hibernasi. Ketika kondisi memungkinkan (misalnya kekebalan tubuh
menurun), bakteri menjadi aktif. TBC pada anak yang lebih tua dan orang dewasa mungkin saja termasuk tipe ini. Gejala yang paling jelas adalah demam terus-menerus, diiringi dengan keringat pada malam hari. Kelelahan dan kehilangan berat badan juga mungkin terjadi. Jika penyakit bertambah parah dan terbentuk lubang-lubang pada paru paru, penderita TBC akan mengalami batuk dan mungkin terdapat darah pada produksi air liur, dahak, atau phlegm. ( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ). 3. Patofisologi Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini yang biasanya terisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru paru.( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ). Proses penularan tuberculosis dapat melalui proses udara atau langsung, seperti saat batuk. Terdapat dua kelompok besar penyakit ini diantaranya adalah sebagai berikut: tuberculosis paru primer dan tuberculosis post primer. Tuberculosis primer sering terjadi pada anak, proses ini dapat dimulai dari proses yang disebut droplet nuklei, yaitu statu proses terinfeksinya partikel yang mengandung dua atau lebih kuman tuberculosis yang hidup dan terhirup serta diendapkan pada permukaan alveoli, yang akan terjadi eksudasi dan dilatasi pada kapiler, pembengkakan sel endotel dan alveolar, keluar fibrin serta makrofag ke dalam alveolar spase. Tuberculosis post primer, dimana penyakit ini terjadi pada pasien yang sebelumnya terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ). Sebagian besar infeksi tuberculosis menyebar melalui udara melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan mikroorganisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel dengan sel elector berupa makropag dan limfosit (biasanya sel T) sebagai sel imuniresponsif. Tipe imunitas ini melibatkan pengaktifan makrofag pada bagian yang terinfeksi oleh limfosit dan limfokin mereka, responya berupa reaksi hipersentifitas selular (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolar membangkitkan reaksi peradangan yaitu ketika leukosit digantikan oleh makropag. Alveoli yang terlibat mengalami konsolidasi dan timbal pneumobia akut, yang dapat sembuh sendiri sehingga tidak terdapat sisa, atau prosesn ya dapat berjalan terus dengan bakteri di dalam sel-sel (Price dan Wilson, 2006). Drainase limfatik basil tersebut juta masuk ke kelenjar getah bening regional dan infiltrasi makrofag membentuk tuberkel sel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis sel menyebabkan gambaran keju (nekrosis gaseosa), jeringan grabulasi yang disekitarnya pada sel-sel epitelloid dan fibroblas dapat lebih berserat, membentuk jatingan parut kolagenosa, menghasilkan kapsul yang mengeliligi tuberkel. Lesi primer
pada paru dinamakan fokus ghon, dan kombinasi antara kelenjar getah bening yang terlibat dengan lesi primer disebut kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami kalsifikasi dapat terlihat dalam pemeriksaan foto thorax rutin pada seseorang yang sehat Tuberculosis paru termasuk insidias. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anorexia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri dada dan batuk menetal. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberculosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada anak seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam , anorexia dan penurunan berat badan. Basil tuberkulosis dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman.
Patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri atas :
1. Infeksi Primer Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70% terletak subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau penyebaran lebih lanjut. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan r eaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC2. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. 2. TBC Pasca Primer (Post Primary TBC) TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari TBC pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. 4. Manifestasi Klinik Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta muncul. Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya demam sedikit. Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-paru. Anak batuk-batuk sedikit. Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak tidak napsu makan, kurang gairah, dan berat badan turun tanpa sebab. Juga ada pembesaran kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu, kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak. Kalau anak kebal (daya tahan tubuhnya bagus), TBCnya tidak muncul. Tapi bukan berarti sembuh. Setelah bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang, ginjal, otak, dan sebagainya. Ini yang
berbahaya dan butuh waktu lama untuk penyembuhannya.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC ) Riwayat penyakit TBC anak sulit dideteksi penyebabnya, Penyebab TBC adalah kuman TBC (mycobacterium tuberculosis). Sebetulnya, untuk mendeteksi bakteri TBC (dewasa) tidak begitu sulit. Pada orang dewasa bisa dideteksi dengan pemeriksaan dahak langsung dengan mikroskop atau dibiakkan dulu di media. Mendeteksi TBC anak sangat sulit, karena tidak mengeluarkan kuman pada dahaknya dan gejalanya sedikit. Diperiksa dahaknya pun tidak akan keluar, sehingga harus dibuat diagnosis baku untuk mendiagnosis anak TBC sedini mungkin. Yang harus dicermati pada saat diagnosis TBC anak adalah riwayat penyakitnya. Apakah ada riwayat kontak anak dengan pasien TBC dewasa. Kalau ini ada, agak yakin anak positif TBC
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):
1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang. 2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat badan set iap bulan berkurang. 3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terj adi. Kalaupun ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah. 4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi. Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh curiga kemungkinan anak terkena TBC. 5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa ditengarai sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah j arang adalah adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di selangkangan, ketiak, dan sebagainya. 6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan yang khas. 7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin (Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif jika hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang, meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan reaksi terhadap MT.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )( Ngastiyah. 2005 ) 8. skrining tuberkulosis pada anak antara lain : Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak yang masih sangat kecil, sangat sulit. Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC. Caranya? Yang paling mudah adalah dengan melakukan tes dahak. Pada orang dewasa, hal ini tak sulit dilakukan. Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak. Karenanya, diperlukan alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC )
Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali ti dak spesifik (khas). Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB, padahal sebenarnya tidak. Atau underdiagnosed , maksudnya terinfeksi atau malah sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang tepat. Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes saja, melainkan harus komprehensif. Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya menunjukkan apakah seseorang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis atau tidak, dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB. Sebab, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB. Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu setelah terinfeksi. Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi. Ketika pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh. Namun pada orang lain, yang terjadi adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali tidak menimbulkan gejala. Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan orang tersebut menjadi sakit TB. Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml) kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan dermis) kulit pada lengan bawah. Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga medis harus melihat hasilnya untuk diukur. Yang diukur adalah indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema). Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter. Bahkan bila ternyata tidak ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm. Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diamete r indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm. Namun, untuk bayi dan anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih. Hal ini dikarenakan pengaruh vaksin BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat. Pengecualian lainnya adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih. Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu (anergi), artinya hasil negatif padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun tubuhnya sedang sangat menurun akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana tes Mantoux yang kurang benar. Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus diulang.
5. Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik termasuk sebagai bagian dari proses pengumpulan data perawat harus waspada terhadap hasil pemeriksaan signifikan yang membutuhkan pelaporan pada dokter dan atau melakukan intervensi keperawatan khusus.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC ) Beberapa pemeriksaan digunakan untuk mendiagnosa penyakit, sementara yang lainnya sangat berguna dalam mengikuti perjalanan penyakit atau penyesuaian terapi pada banyak kasus hubungan antara pemeriksaan fisik dengan patofisiologi penyakit cukup jelas, tetapi pada kasus lain tidak jelas, hal ini merupakan interelasi antara berbagai organ dan sistem tubuh. Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain :
1. Uji Tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah a nak sudah terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji Mantoux,yang menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif). Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 59 mm masih dianggap meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas positif.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC ) 2. Pemeriksaan Radiologis Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis tetapi diperlukan juga data klinis.( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC ) 3. Pemeriksaan bakteriologis Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah : Bilasan lambung Sekret bronkus Sputum (pada anak yang besar) Cairan pleura 4. Uji bcg Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi l okal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu, reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik.
Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 20 0C-80C serta pelindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai berikut : Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin BCG sebanyak 0,05 mg. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG sebanyak 0,1 mg( Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC ) 6. Komplikasi
Penyakit paru primer pogresif Komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi jarang terjadi pada anak bila fokus primer membesar dengan mantap dan terjadi pusat perkejuan yang besar. Pencarian dapat menyebabkan pembentukan kaverna primer yang disertai dengan sejumlah besar basili. Pembesaran fokus dapat melepaskan debris nekrotik kedalam bronkus yang berdekatan, menyebabkan penyebaran intrapulmonal lebih lanjut. Efusi pleura Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh, mula-mula keluarnya basili kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau limfonodi Perikarditis Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari limponodi subkranial. Meningitis Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi primer yang tidak diobati pada anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi primer, bila robekan satu at au lebih tuberkel subependimal menegeluarkan basil tuberkel kedalam ruang subarakhnoid. Tuberkulosis Tulang Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis cenderung menyerang vetebra. Manifestasi klasik spondilitis tuberculosa berkembang menjadi penyakit Pott, dimana penghancuran corpus vertebra m enyebabkan gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeletona adalah komplikasi tuberkulosis lambat dan menjadi perwujudan yang jarang sejak terapi antituberkulosis tersedia.( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ).
7. Penatalaksanaan Medis a. Farmakologi Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali sehari per oral, diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan
b.
INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraseluler dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per oral, lama pemberian 18-24 bulan Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-35 mg/kgBB/hari per oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan. Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari selama 1 tahun. Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkulosis yang masih sensitif, diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari. Kortikosteroid di berikan sebagai antiflogistik dan ajuvan pada tuberkulosis milier, meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa, penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberkulosis berat atau keadaan umum yang buruk.( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ). Non farmakologi Memberikan posisi ektensi ( kepala lebih tinggi dari badan ) Melakukan postural drainase Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya( Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media ).
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Identitas data Identitas Data Umum (selain identitas klien: nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis kelamin, juga identitas orangtua; nama orangtua, pendidikan, dan pekerjaan) b. Medis TB Paru c. Riwayat keperawatan sekarang 1) Saat masuk Rumah Sakit Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit). 2) Saat pengkajian Keluhan utama : Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi PQRST (palliative, quantitatif, region, scale, timing) 3) Keluhan penyerta
Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula d.
Riwayat kehamilan dan kesehatan 1) Pre Natal Prenatal : (kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil) 2) Intra Natal Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir , terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom 3) Post Natal kurang asupan nutrisi , bayi menderita penyakit infeksi , asfiksia ic terus
e.
Riwayat masa lalu
Penyakit waktu kecil Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?) Pernah di rawat di Rumah Sakit Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien dirawat dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa. Obat-obatan yang pernah digunakan Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, a gar kerja obat serta efek samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik dalam jangka panjang perlu di identifikasi Tindakan (operasi) Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa, atas indikasi apa Alergi Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan Kecelakaan Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya, apabila mengalami kecelakaan apakah langsung di beri tindakan, atau di bawa berobat ke dokter atau hanya di diamkan saja Imunisasi a) Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif b) Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum
yang telah mengandung zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan 1) Vaksin BCG ( Bacillus Calmet Guirnet ) 2) Vaksin campak 3) Vaksin polio 4) Vaksin DPT ( Difetri Pertusis Tetanus ) 5) Vaksin toxoid difetri f.
kebutuhan dasar (11 Pola Fungsi Gordon)
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. Pola nutrisi metabolic Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan Pola eliminasi Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali. Pola tidur dan istirahat Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis. Pola aktivitas dan latihan Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari Objektif : Tachicardi, tachipneu/dispneu saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul Pola persepsi kognitif Subjektif : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas fisik Pola persepsi dan konsep diri Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus. Pola peran hubungan dengan sesama a. Yang mengasuh anak Hubungan keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Siapa yang lebih intensif dan secara konstan menekankan perkembangan, pertumbuhan si anak dapat mempengaruhi perilaku, sikap dan pengontrolan emosi serta perkembangan anak
b. Hubungan dengan anggota keluarga Keluarga diharapkan untuk dapat lebih menekankan perkembangan individu setiap anaknya, kemudian orangtua akan lebih intensif dan secara konstan menekankan harapan keluarga terhadap anaknya c. Hubungan dengan teman sebaya Terciptanya hubungan yang hangat dengan teman sebayanya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak d. Lingkungan rumah Lingkungan tempat tinggal (Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak), pola sosialisasi anak.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
Pola koping dan toleransi terhadap stres Subjektif : Faktor stres lama, proses hospitalisasi yang mengakibatkan masalah pada anak Objektif : ansietas, ketakutan, berontak, rewel dan menangis terus-menerus. Pola reproduksi dan seksualitas Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah. Pola nilai dan kepercayaan Pada anak biasanya belum begitu paham, tapi bagi orang tua biasnya akan menyerahkan pada Tuhan dan selalu berdoa untuk kesembuhan keluarganya Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah 2) Tanda-tanda vital sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama atau naik t urun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi 3) Antropometri Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan. 4) Pemeriksaan fisik Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau tidak, simetris tidak. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada c airan atau tidak, uji pendengaran anak Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum). Sesak nafas : terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru. 9. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura. 10. Malaise : ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. : kaji bentuk perut, bising usus 11. Perut : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan 12. Ekstermitas 13. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel. 14. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, 15. inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses. 16. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum sudah turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah h.
Pemeriksaan tingkat perkembangan untuk anak usia < 6 tahun
Motorik kasar Motorik halus
: sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain : sudah bisa memegangi cangkir, memasukkan jari ke lubang, membuka kotak, melempar benda
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Hypertermi 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia 4. Intoleransi aktivitas b.d. keadaan umum lemah 5. Kecemasan b.d. kurang pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta:EGC. Maryunani anik. 2010. ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Jakarta : CV. trans info media. Alimul. A. Aziz, Hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Surabaya : salemba medika. Suriadi & Rita Yuliani.2006.Asuhan Keperawatan pada Anak,Edisi 2.Jakarta: SAGUNGSETO Perawatan anak sakit/ ngastiyah; editor, monica Ester -Ed.2 – Jakarta: EGC.2005 Speer, morgan, kathleen. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Clinical Pathaway. Edisi ke-3. Jakarta : EGC Suriadi, Yulliani, rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi ke-2. Jakarta : PT. Percetakan Penebar Swadaya Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak . Jilid 2: Cetakan Ke-11. Jakarta : Percetakan Infomedika Wong, L.donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik . Vol : 2. Jakarta : EGC