MAKALAH NANOTEKNOLOGI “NANOTEKNOLOGI PADA BIDANG PANGAN ”
Oleh : Bella Anggraini (03031181419158) Dela Tiarisma (03031181419162) (03031181419162)
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya 2017
Penerapan Nanoteknlogi di Bidang Makanan
Produk pangan yang dibuat dengan teknologi nano disebut nanofood baik secara teknik maupun peralatan yang dipergunakan dalam proses pengolahan, produksi maupun pengemasan. Secara umum penerapan teknologi dalam industri makanan dapat dibagi menjadi beberapa bidang , yaitu : 1.
Dalam bidang proses ( processing ) Teknologi nano memberikan alternatif dalam pemrosesan makanan
sehingga akan dihasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik. Penerapan teknologi ini dalam pemrosesan makanan meliputi dua hal, yaitu: a.
Sintesa Bahan Proses sintesa bahan meliputi pembuatan makanan fungsional. Makanan
fungsional merupakan makanan yang dapat merespon kebutuhan tubuh akan suatu nutrien dan memenuhi kebutuhan itu dengan cara yang efisien. Salah satu contoh yang sudah dikembangkan adalah nanocapsule yang mengandung minyak ikan tuna (sumber asam lemak omega 3). Nanocapsule ini didesign untuk dapat pecah setelah mencapai perut, sehingga rasa tak enak dari minyak ikan tidak mengganggu. Produk lain yang telah dikembangkan adalah NanoSized Self-Assembled Liquid Structure (NSSL) yang merupakan teknologi yang dapat mengantarkan nutrien dalam ukuran partikel nano ke dalam sel. Partikel nano yang dipergunakan dapat berupa soft particle yang berupa bahan organik atau hard particle yang berupa bahan non organik. Partikel nano yang dapat dimakan (edible) dapat dibuat dari bahan silikon atau keramik. Bahan yang lain juga dapat digunakan apabila dapat bereaksi dengan panas tubuh atau secara kimia dapat bereaksi dengan reaksi kimia dalam tubuh seperti polimer. b.
Proses Pemecahan (fraksinasi) Proses fraksinasi secara umum adalah pemecahan ukuran molekul suatu
senyawa sampai dengan ukuran partikel nano (ukuran diameter 1-100 nm).Proses ini banyak digunakan pada pembuatan emulsi, gel dan foam. Produk yang telah dikembangkan adalah ice cream rendah lemak dengan kandungan lemak berkisar 16% sampai dengan 1%. Ice cream jenis ini dibuat dengan cara memperkecil ukuran partikel emulsi sampai dengan ukuran nano.
2.
Peningkatan Cita Rasa ( flavor and colour improvement ) Teknologi nano mamberikan pengembangan makanan interactive yang
memberikan kebebasan konsumen untuk memilih rasa dan warna dari makanan yang akan dimakan. Pembuatan nanocapsule yang berisi warna dan rasa makanan memberikan peluang pada konsumen untuk memilih rasa dan warna yang diinginkan. Nanocapsule ini akan bersifat inert sampai dengan makanan dikunyah dalam mulut. 3.
Pengawetan ( Preservation ) Makanan merupakan komoditas dengan karakteristik mudah rusak dan
tidak tahan lama. Untuk mempertahankan kualitas agar sama dengan pada saat diproduksi, maka produk makanan harus melalui proses pengawetan baik secara fisik maupun kimia. Teknologi nano memberikan cara baru dalam proses tersebut diantaranya adalah: a. Pemberian nanopartikel silver dalam plastik pada saat produksi kaleng untuk penyimpanan makanan. Nanopartikel silver dapat membunuh bakteri yang hidup di makanan yang disimpan dalam kaleng. Hal ini dapat mengurangi resiko adanya bakteri yang membahayakan kesehatan. b. Penggunaan nanopartikel silikat dalam plastik film yang digunakan untuk pengemasan makanan. Partikel nano ini dapat berfungsi sebagai penghalang yang dapat mencegah perpindahan gas seperti oksigen dan uap air dari dan ke dalam kemasan makanan. Mekanisme ini dapat mencegah terjadinya kerusakan makanan. c. Penambahan nanopartikel zinc oksida pada plastik yang dipergunakan untuk pengemasan makanan. Partikel zinx oksida dapat menghalangi sinar ultraviolet. Disamping itu partikel tersebebut memberikan efek antibakteri, meningkatkan kekuatan dan stabilitas plastik film. 4.
Keamanan (Safety) Teknologi nano mengembangkan cara untuk menjamin keamanan suatu
produk makanan. Penerapan nanosensor pada plastik yang dipergunakan untuk pengemasan, memungkinkan untuk mendeteksi gas yang keluar dari makanan yang sudah rusak. Gas tersebut akan memicu nanosensor sehingga nanosensor
akan memberi respon berupa perubahan warna pada kemasan. Dengan perubahan warna tersebut, konsumen akan tahu bahwa makanan yang ada di dalam makanan tersebut sudah tidak dapat dikonsumsi. Penggunaan nanosensor tidak hanya pada kemasan, tetapi juga pada proses produksi. Nanosensor dikembangkan untuk dapat mendeteksi bakteri dan berbagai kontaminan seperti salmonella yang mungkin ada di dalam makanan pada unit pengemasan. Dengan teknik ini, pengujian sampel dapat dilakukan lebih sering tanpa harus mengirim sampel ke laboratorium dan menekan biaya pemeriksaan. 5.
Pengemasan ( Packaging ) Sistem pengemasan untuk masa yang akan datang diharapkan mampu
menutup lubang-lubang kecil pada kemasan dan memiliki respon yang baik terhadap lingkungan (contohnya perubahan suhu dan kelembaban). Teknologi nano yang sudah diterapkan dalam bidang ini contohya adalah penggunaan clay nanocomposite yang disebut imperm dalam botol ringan, karton dan kemasan plastik film yang lain dan berfungsi sebagai penghalang yang bersifat impermeable
terhadap
gas-gas
seperti
oksigen
atau
karbondioksida
. Nanocomposite ini banyak digunakan pada botol bir dan minuman ringan yang membutuhkan kemasan bersifat impermeable terhadap gas. Ketahanan makanan juga mensyaratkan makanan yang tersedia harus aman, beragam, bermutu baik, dan bergizi. Kondisi tersebut diantaranya ditentukan oleh cara penanganan dan pengolahan makanan. Nanoteknologi dapat diaplikasikan pada penanganan segar, pengolahan, pengawetan dan peningkatan sifat fungsional makanan. Dalam hal ini nanoteknologi memiliki beberapa manfaat diantaranya: 1. dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sifat baru atau pun memperbaiki sifat fisik, kimia 2. untuk menjaga keamanan dan kualitas makanan, seperti tekstur, rasa, warna, kelarutan, stabilitas 3. memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kandungan gizi (mengurangi kandungan lemak, gula dan garam) pada makanan.
4. penyerapan dan ketersediaan biologis (bioavailabilitas) zat gizi/senyawa bioaktif, serta mengurangi kontaminan. Pada tahap pengolahan makanan, produk nanoteknologi dapat diterapkan, baik pada alat pengolahan maupun pada produk makanan yang diolah. Dilaporkan bahwa nano-coating antibakteri dapat diaplikasikan pada permukaan alat pengolahan untuk menjaga higienitas produk. Selanjutnya, proses nanorestrukturisasi bahan pangan alami memungkinkan produksi pangan dengan kadar lemak lebih rendah, namun tetap memiliki cita rasa yang enak seperti aslinya. Diantara contoh produknya yaitu es krim, mayonnaise atau spread (pangan olesan) dengan kadar lemak rendah, akan tetapi memiliki tekstur creamy seperti produk dengan kadar lemak tinggi. Dengan demikian, pengembangan produk tersebut menawarkan pilihan pangan sehat kepada konsumen. Ketahanan makanan yang tersedia harus menjamin asupan gizi yang cukup. Banyak zat gizi dan senyawa bioaktif memiliki kelarutan dalam air yang rendah serta sensitif terhadap oksigen, cahaya, panas, dan atau pH, sehingga mudah mengalami kerusakan pada saat pengolahan, penyimpanan, transportasi dan atau pencernaan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sistem penghantar berstruktur nano, seperti nanoemulsi dan liposom, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kelarutan, stabilitas maupun penyerapan zat gizi dan senyawa bioaktif, baik melalui sistem enkapsulasi maupun ukurannya yang sangat kecil. Dalam bentuk nanoemulsi, takaran lemak kakao yang dibutuhkan lebih rendah untuk menghasilkan spread dengan sifat organoleptik yang sama. Dengan demikian,
penggunaan
lemak
kakao
dalam
bentuk
nanoemulsi
dapat
menghasilkan spread rendah lemak (reduced fat spread ) yang lebih sehat. Pada tataran komersial, Unilever telah menggunakan nanoemulsi untuk membuat produk es krim rendah lemak tanpa mempengaruhi cita rasanya. Demikian pula, Nestle telah mengembangkan sistem nanoemulsi air dalam minyak untuk mempercepat dan mempermudah proses pencairan/pelunakan produk pangan beku (thawing ).
Di bidang makanan, nanoteknologi paling banyak dan paling cepat perkembangan aplikasinya yaitu untuk kemasan pangan. Dalam hal ini aplikasi nanoteknologi memungkinkan perbaikan sifat fisik dan mekanis kemasan, diantaranya gas barrier, daya serap air, kekuatan, ringan, dan dekomposisi, serta pengembangan kemasan aktif dan pintar yang dilengkapi nanoantimikroba, nanosensor dan nano-barcodes yang dapat mempertahankan mutu (diantaranya kesegaran) dan keamanan produk pangan, membantu traceability dan monitoring kondisi produk selama distribusi dan penyimpanan, serta mempermudah deteksi cemaran dan kerusakan sebelum dikonsumsi. Inkorporasi (penggabungan) nanomaterial ke dalam polimer plastik telah mendorong berkembangnya bahan-bahan kemasan pangan inovatif yang secara umum dapat digolongkan ke dalam empat katagori, yaitu: 1. Nanokomposit polimer merupakan plastik polimer yang telah disisipkan atau dimasukkan kedalam nanomaterial dengan kandungan nanopartikel hingga 5% dan menghasilkan karakteristik yang lebih baik dalam hal fleksibilitas, daya tahan, stabilitas terhadap suhu dan atau kelembaban, serta perpindahan/migrasi gas. 2. Kemasan aktif berubahan polimer yang mengandung nanomaterial yang bersifat antimikroba. 3. Nano-coating aktif untuk menjaga higienitas permukaan bahan atau pun kontak pangan dan nano-coating hidrofobik sehingga permukaan bahan/kemasan memiliki daya bersih mandiri ( self-cleaning surfaces) 4. Kemasan pintar yang didalamnya terdapat nano-(bio)sensor untuk memonitor dan melaporkan kondisi pangan dan atau kondisi atmosfir di dalam
kemasan
dan
nano-barcodes
untuk
mengetahui
keautentikan/ketertelusuran pangan. Saat ini pengembangan kemasan pangan hasil nanoteknologi memiliki potensi manfaat yang sangat luas. Beberapa manfaat tersebut diantaranya untuk mengendalikan proses pematangan buah, mempertahankan kesegaran dan keamanan daging, deteksi kontaminan/pathogen pangan, dan deteksi kadaluarsa
pangan. Contoh aplikasi nanoteknologi pada kemasan pangan dan potensi manfaatnya antara lain: Produk Nanoteknologi
Manfaat
Nano-kalsium silikat
Nanostruktur kalsium silikat dapat menyerap etilen dan karbondioksida yang dihasilkan pada proses pematangan buah
Low density polyethylene + polimer olefin
Film yang memiliki kemampuan menangkap (scavenger) karbondioksida pada kemasan vakum untuk produk daging
Nanokristal pati
Film berlapis (multi-layer) dengan kemampuan mengendalikan migrasi oksigen
Peptida surfaktan
Perangkat bio-sensing untuk deteksi bau gas yang ditimbulkan dari degradasi komponen pangan, khususnya protein
Carbon nanotubes + antigen
Sensor untuk mendeteksi zat toksik spesifik dalam udara
Nanopartikel emas
Perangkat bio-sensing untuk deteksi allergen dan zat toksik dalam larutan
Nanopartikel magnetic
Perangkat untuk deteksi dan kuantifikasi mikroorganisme, pathogen, protein dan antibodi
Komposit polimer plastik + nano-silver + nano-zinc oxide
Kemasan pangan bersifat antimikroba
Nano-(bio)sensor/nanobarcodes
Untuk deteksi keautentikan/ketertelusuran produk
pangan dalam sistem rantai pasok
Kelebihan nanoteknologi makanan
Sebetulnya nanoteknologi telah diterapkan di berbagai sektor terutama yang terbesar (lebih dari 60%) di sektor kosmetika. Nanoteknologi juga telah diterapkan di bidang elektronika, bioteknologi, kimia dan fisika, pengolahan limbah dan water treatment , farmasi, serta health foods. Namun penerapan nanoteknologi di bidang industri pangan relatif masih sangat terbatas (10%). Beberapa industri pangan besar yang telah menerapkan Nanoteknologi diantaranya: Cambell Soup, General Mill, Group Danone, H.J. Heinz, Sara Lee, Nestle, dan lain-lain. Beberapa keunggulan penggunaan nanoteknologi di bidang makanan antara lain: 1. Menambah cita rasa baru dan tekstur baru, yaitu dengan cara merubah ukuran molekul pangan-kristal. Di samping itu juga mampu meningkatkan daya penyebaran ( spreadibility) secara lebih merata. 2. Menciptakan produk baru rendah lemak, rendah garam, rendah gula,serta rendah bahan pengawet. Dengan demikian akan berkembang berbagai produk baru pangan sehat (health foods) 3. Dengan daya bioavailability yang lebih tinggi bagi berbagai jenis zat gizi dan suplemen,akan banyak menguntungkan tubuh. Karena zat zat tersebut akan lebih mudah diserap karena memiliki ukuran yang sangat kecil, yaitu berskala nano. 4. Baik mutu pangan maupun mutu efisiensi gizinya dapat ditingkatkan, serta dapat dijaga tingkat kesegaran produk, sehingga daya simpannya lebih baik 5. Mampu memperbaiki fungsi jenis bahan kemasan pangan yang lebih bermutu daya pelindung serta fungsinya. Saat ini sudah muncul kemasan aktif, intelligent dan smart packaging . 6. Memberikan tingkat penelusuran produk yang lebik baik ( product trace ability), serta penelusuran masalah keamanan yang lebih cepat dan akurat\
Kelemahan
1. kemungkinan masuknya nanomaterial ke dalam tubuh manusia dan berpotensi menimbulkan risiko baru terhadap kesehatan. 2. Biaya yang digunakan mahal. Karakteristik Produk 1. Meningkatkan tampilan (performance) bahan kemasan
Dengan menambahkan partikel nano, dapat diperoleh kemasan yang lebih ringan, lebih kuat, lebih kaku, tahan api, mempunyai sifat mekanis dan ketahanan panas yang lebih baik. 2. Memperpanjang masa simpan (shelf life) dari pangan yang dikemas
Tujuan utama adalah untuk memperpanjangg masa simpan (shelf life) yang dilakukan dengan cara meningkatkan fungsi hambatan (barrier) pertukaran gas, kelembaban, termasuk pengaruh dari paparan sinar UV. Sebagai contoh adalah DuPont Light Stabilizer 1210 yaitu plastic yang mengandung nano-TiO 2 yang dapat mengurangi kerusakan pangan oleh sinar UV pada kemasan transparan. 3. Nanopackaging yang dapat melepaskan bahan kimia (Chemical-release
nanopackaging) Nanopackaging yang dapat melepaskan bahan kimia memungkinkan kemasan pangan untuk berinteraksi dengan pangan didalamnya. Pertukaran dapat terjadi pada kedua arah. Kemasan dapat melepaskan antimikroba, antioksidan, rasa, aroma, atau neutracuetical dalam skala nano ke dalam makanan atau minuman untuk memperpanjang masa simpan atau untuk meningkatkan rasa atau aromanya. Sebaliknya, nanopackaging yang menggunakan nanotubes juga dikembangkan dengan kemampuan untuk memompa keluar oksigen atau karbondioksida yang dihasilkan dalam makanan atau minuman yang mengalami pembusukan. 4. Kemasan dan bahan kontak pangan yang berbasis antimikroba
Berbeda dengan tipe sebelumnya, yang akan melepaskan antimikroba berdasarkan pemicunya, tipe ini menggabungkan antimikroba nano ke dalam kemasan pangan dan bahan kontak pangan, yang dirancang tidak untuk terlepas, akan tetapi komponen dalam kemasan itu sendiri yang berperan sebagai antimikroba. Produk ini umumnya menggunakan perak nanopartikel, nano seng oksida atau nano klorin
oksida. Nano magnesium oksida, nano perakoksida, nano titanium dioksida dan karbon nanotube juga diprediksi akan digunakan dalam kemasan pangan antimikroba. Beberapa aplikasinya antara lain cling wrap makanan yang diperlukan dengan nano seng oksida, kantong plastic penyimpan makanan yang diperlakukan dengan nano perak, gelas bayi yang diperlukan dengan nano perak, dll. 5. Kemasan dengan nano-sensor dan pelacak (track and trace)
Kemasan dilengkapi dengan nanosensor yang didesain untuk memantau kondisi produk pangan baik internal maupun eksternal, misalnya memonitor temperature atau kelembaban dan memberikan informasi tentang kondisi tersebut misalnya melalui perubahan warna. Nanoteknologi juga memungkinkan pemasangan nano radiofrequency identification (RFID) pada kemasan pangan, dimana nano RIFD ukurannya jauh leih kecil dari RFID sebelumnya, lebih fleksibel dan dapat dicetak pada label tipis. Contoh dari kemasan nanosensor (masih dalam pengembangan) adalah karbon nanotube berdinding ganda ( multi-walled carbon nanotube) berbasis biosensor yang dapat digunakan untuk mendeteksi mikroorganisme, protein beracun, atau kerusakan pada makanan dan minuman. 6. Kemasan nano biodegradable
Penggunaan nanometerial pada bioplastik (biodegradable) menjadikan kekuatan boplastik
meningkat
dengan
tetap
bersifat
ramah
lingkungan.
Contoh
pengembangan nano-composite biopolymer adalah dengan digunakannya nano clay dan bahan lainnya yang berfungsi untuk memperkuat bioplastik. Salah satu aplikasi lain dari nanoteknologi pada bahan kontak pangan yaitu pelapis nano yang dapat dikonsumsi (edible), yang dapat digunakan pada daging, keju, buah dan sayuran, permen, produk roti dan makanan saji. Saat ini nanoteknologi
memungkinkan
pengembangan
pelapis
nano
yang
dapat
dikonsumsi dengan tebal hanya 5 nm, yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Pelapis ini dapat menahan (barier ) kelembaban dan pertukaran gas, berperan sebagai media penghantar warna, rasa, antioksidan, enzim dan antibrowning agent, dan dapat meningkatkan masa simpan ( shelf life), walaupun kemasannya sudah dibuka.