STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN RUANG PERINATALOGI
RUMAH SAKIT BERSALIN
“ MASYITA “
MAKASSAR
Daftar Isi 1. Standar Asuhan Keperawatan pada bayi dengan BBLR 2. Standar Asuhan Keperawatan pada bayi denganAsfixia 3. Standar Asuhan Keperawatan pada bayi dengan Meconium Aspiration Syndrom 4. Standar Asuhan Keperawatan pada bayi Prematur 5. Standar Asuhan Keperawatan pada bayi dengan Kejang 6. Standar Asuhan Keperawatan pada bayi dengan Hyperbillirubin 7. Standar Asuhan Keperawatan pada bayi dengan Sepsis 8. Standar Asuhan Keperawatan pada bayi dengan Bronkopnemonia 9. Standar Asuhan Keperawatan Diare 10.Standar Asuhan Keperawatan NEC
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BBLR
A. Pengertian BBLR adalah adalah bayi baru lahir dengan berat badan < 2500 gr. B. Etiologi a. Berkaitan dengan bayi kurang bulan (premature): 1. Toxamia gravidarum 2. Penyakit sistemik akut pada ibu (pneumonia, pyelonefritis, typus, appendicitis akut) 3. Kehamilan kembar 4. Tidak diketahui penyebab (50 %) b. Berkaitan dengan KMK, ibu dengan : 1. Hypertensi 2. Preeklampsi 3. Infeksi 4. DM 5. Malnutrisi 6. Obat-obat a.
C. Tanda dan gejala Bayi Premature BB < 2500 gr PB < 45 cm LD < 30 cm LK < 33 cm Kepala > badan Kulit tipis transparan, lanugo banyak Ubun-ubun dan sutura lebar Genetalia immature Rambut halus, tipis, teranyam
Elastisitas daun telinga kurang Tangis lemah Tonus otot leher lemah b.
Bayi KMK, dibagi dalam stadium : - I = Kurus relatif lebih panjang, kulit tipis & kering - II
= I + warna kehijauan pada kulit, plasenta, umbilicus
- III
= I + warna kuning pada kulit, kuku dan tali pusat
NB : Kulit penis bayi (berkeriput) ada ruggae (> hitam dari kulit lain) untuk mengatur system termoregulasi.
1. PENGKAJIAN * Keadaan Umum : Tingkat kesadaran/keaktifan bayi BB < 2500 gr PB < 45 cm LK < 33 cm LD < 30 cm TD : 80/46 mmHg Nadi : 120-160 x/menit Pernafasan : 40 –60 x / menit Suhu : 36,5-37 °C Posture cenderung ekstensi Catatan : Untuk bayi normal :
2.
PB : 48 – 55 cm LK : 33-35 cm LD : kurang dari 2-3 cm dari LK Setelah beberapa hari LD=LK karena ada ekspansi paru Ubun-ubun besar : 2-3 cm Ubun-ubun kecil 0,5 – 1 cm Ubun-ubun berbentuk khas ‘Diamon’ Posture fleksi
DIAGNOSA KEPERAWATAN DIAGNOSA TUJUAN KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran
Menunjukkan upaya
RENCANA TINDAKAN - Kaji ulang adanya penurunan
gas berhubungan dengan - penurunan kadar surfaktan, - cairan pulmonal tertahan - aspirasi mekonium, - perubahan suplai oksigen ditandai dengan:
pernafasan spontan, usahakan pernafasan regular tanpa bantuan, dengan frekuensi 30 – 50 x/menit dan AGD dalam batas normal
-
DO: - Gelisah/iritabilitas - Ketidakmampuan membuang sekresi - Takipnea - Sianosis - Hipoksia
-
jumlah cairan amnion seperti yang dideteksi oleh USG Perhatikan jenis kelahiran dan kejadian intra partum yang menandakan hipoksia Perhatikan waktu pernafasan, dan skor apgar , observasi pola pernafasan Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman. Observasi dan laporkan tanda-tanda dan gejala disstres pernafasan Auskultasi bunyi nafas secara teratur Hisap selang nasofaring/endotrakeal sesuai dengan kebutuhan, setelah pemberian suplemen oksigen pertama
- Auskultasi nadi apikal; perhatikan adanya sianosis - Cegah komplikasi iatrogenik berkenaan dengan stress dingin, ketidakseimbangan metabolik, dan ketidakcukupan kalori Kolaborasi
2. Perubahan termoregulasi Suhu tubuh normal hipotermi/hipertermi b/d masuknya mikroorganisme dalam aliran darah
-
- Pantau pembacaan oksimeter nadi/oksigen transkutan - Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi: Ph serum, AGD, Ht, - Berikan oksigenn hangat dan lembab; berikan ventilasi bantuan sesuai indikasi - Berikan fisioterapi dada sesuai indikasi - Berikan terapi sesuai indikasi medis Rawat bayi dalam lingkungan termal neutral Observasi suhu tiap 2-4 jam Perhatikan suhu ruangan Berikan cairan secara adekuat Berikan kompres tepid sponge (seka dengan air biasa) Kaji faktor resiko yang menyebabkan peningkatan suhu
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d - Penurunan simpanan nutrisi - Peningkatan produksi insulin - Hiperplasia sel beta pankreas Ditandai dengan: DO: - Penyimpangan berat badan dari yang diharapkan
- Penurunan massa otot/ simpanan lemak - Ketidakseimbangan elektrolit
- Mencerna masukan nutrisi adekuat untuk penambahan berat badan / penurunan berat badan kurang dari 2% - AGD dalam batas normal
- Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi antipiretik - Kaji berat badan dalam hubungannya dengan usia gestasi dan ukuran. Dokumentasikan pada grafik pertumbuhan. Timbang berat badan setiap hari - Pertahankan suhu ruangan, termasuk penggunaan inkubator. Observasi adanya hipotermia dan hipertermia - Beri makan awal dan sering sesuai kebutuhan - Kaji toleransi terhadap makanan. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, adanya penurunan substansi, lingkar abdomen, muntah dan residu lambung - Observasi intake dan output, Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap hari - Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel ( ubun –ubun cekung), turgor kulit, berat jenis urine, kondisi membran mukosa dan fluktuasi berat badan - Observasi kadar gula darah segera setelah lahir dan secara rutin sampai stabil - Kaji adanya tanda-tanda hipogikemi misal takipnea, pernafasan tidak teratur, apnea, letargi, flaksiditas, sianosis, fluktuasi suhu, diaforesis, malas menghisap, menagis dengan nada tinggi, gemetar, mata terbalik dan kejang - Kaji tanda-tanda hipokalsemia,mis.; tremor,klonus,kejang, hipotonía, muntah, menagis dengan nada tinggi, sianosis, apnea dan disritmia jantung Kolaborasi - Pantau pemeriksaan laboratorium: GDS, Kalsium, Natrium, Kalium< Florida, Fosfor, Magnesium, Nitrogen urea darah, Kreatinin, Osmolalitas, serum/urin,
elektrolit urine, trigliserida/ kolesterol dan fungsi hepar - Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi, misal Kalsium Glukonat 10% - Berikan nutrisi parenteral 4. Resiko tinggi infeksi b/d sistem imun belum aktif
Infeksi tidak terjadi, dengan kriteria : - Tanda-tanda vital dalam batas normal - Nilai laboratorium dalam batas normal - Tidak ada tanda-tanda infeksi
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d imaturitas struktur kulit
6. Kurang pengetahuan orang tua tentang perawatan bayi b/d kurangnya informasi
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria : - Tidak ada luka, lecet dan kemerahan pada area kulit yang tertekan Pengetahuan keluarga bertambah, dengan kriteria : - Keluarga mampu memberikan perawatan pada bayi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa bayi - Masuk kamar bayi dengan menggunakan pakaian khusus ruangan bayi - Air kelembaban inkubator harus steril dan diganti setiap 24 jam - Inkubator harus dibersihkan setiap 5-6 hari - Hindari terlalu sering memegang bayi - Jaga kebersihan area perianal - Bersihkan area yang kotor - Jaga kebersihan seprei bayi dan dalam keadaan kering - Minimalkan penggunaan plester
- Kaji pemahaman orang tua tentang perawatan bayi - Jelaskan pada orang tua tentang perawatan bayi Beri penjelasan cara memberi ASI/PASI - Jelaskan pentingnya cuci tangan dan kebersihan.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA D. Pengertian Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktorfaktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,1994). Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992). Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia. E. Etiologi Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI, 1995. Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut: 1.
Faktor Ibu Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika
atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor Placenta Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya. 3. Faktor Janin dan Neonatus Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain. 4. Faktor Persalinan Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995). F. Patofisiologi Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru. Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan. Pada saat lahir alveoli masih berisi cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh. keadaan tersebut bisa
terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin, pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada operasi sesar. Dalam hal respirasi selain mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli masih ada masalah lain yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak terjadi. Selama penurunan perfusi paru masih ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia, fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah. Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus dan masa pasca neonatus. Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997). G. Tanda dan gejala Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
Pernafasan terganggu
Detik jantung berkurang
Reflek / respon bayi melemah
Tonus otot menurun
Warna kulit biru atau pucat
H. Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan. 1) Denyut Jantung Janin Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. 2) Mekanisme Dalam Air Ketuban Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3) Pemeriksaan PH Pada Janin Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu : Tabel Penilaian pH Darah Janin NO Hasil Sikor Apgar
Derajat Asfiksiaa
Nilai pH
1.
0–3
Berat
< 7,2
2.
4–6
Sedang
7,1 – 7,2
3.
7 – 10
Ringan
> 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994 4) Dengan Menilai Apgar Skor Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa yaitu dengan penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu : Tabel: Penilaian Apgar Tanda-tanda Vital Nilai = 0
Nilai = 1
Nilai = 2
1. Appearance (warna kulit) 2. Pulse
Seluruh tubuh Badan merah, Seluruh tubuh biru atau putih kaki biru kemerah-merahan Tidak ada
Kurang dari
Lebih dari
100 x/ menit
150 x/ menit
Tidak ada
Menyeringai
Batuk dan bersin
Lunglai
Fleksi ekstremitas Fleksi
(bunyi jantung) 3. Grimance (reflek) 1) Activity (tonus otot) 2) 5. Respiratory Tidak ada effort (usaha bernafaas)
kuat,
gerak aktif
Lambat atau tidak Menangis kuat atau keras ada
Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut. Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu : 1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan. Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik, seluruh tubuh kemerahmerahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang. Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia Berat Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. 5) Pelaksanaan Resusitasi Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya
supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat). 6) Membuka Jalan Nafas 1.
Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
2.
Metode : Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak eksentensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi. Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras. Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan. Membersihkan Jalan Nafas Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung. Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET). Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 8 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan hidung.
7) Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas 1.
Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
2.
Metode
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C. Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan. Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang. 8) Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) 1.
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
2.
Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar. Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut : 1) Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O. 2) Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O. 3) Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O. 4) Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan. 5) Observasi gerak dada bayi
6) Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax. 7) Observasi gerak perut bayi 8) Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung. 9) Penilaian suara nafas bilateral 10) Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar. 11) Observasi pengembangan dada bayi 12) Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut :
Perlekatan sungkup kurang sempurna.
Arus udara terhambat.
Tidak cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351254).
9) Pemberian Obat-Obatan Penunjang Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol. Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :
1. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan. 2. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit. 3. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan. 10) Sedangkan Untuk Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor Adalah Sebagai Berikut : 1.
Apgar skor menit I : 0-3 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi. Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke NICU. Ventilasi Biokemial Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167).
2.
Apgar skor menit I : 4-6 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 1530 detik. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan). Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
3.
Apgar skor menit I : 7-10 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari aspirasi paru. Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.
Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam. 11) Komplikasi
Sembab Otak
Pendarahan Otak
Anuria atau Oliguria
Hyperbilirubinemia
Obstruksi usus yang fungsional
Kejang sampai koma
Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumonthorax (Wirjoatmodjo, 1994 : 168)
12) Prognosa Asfiksia ringan / normal : Baik Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.
Asfiksia berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68). I. PENGKAJIAN 1. Keadaan umum Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik. 2. Tanda-tanda Vital Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87). Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik pasien untuk menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995). 3. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks. 4. Kepala Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial. 5. Mata Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya. 6. Hidung Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
7. Mulut Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak. 8. Telinga Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan 9. Leher Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek 10. Thorax Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit. 11. Abdomen Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna. 12. Umbilikus Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat. 13. Genitalia Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan. 14. Anus Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
15. Ekstremitas Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya. 16. Refleks Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
1. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
Jalan nafas efektif, dengan kriteria hasil :
-penurunan energi/ keletihan
- tidak ada sumbatan di jalan nafas.
- sekresi trakeabronchial Ditandai dengan: DO: -
Dispnea Takipnea Pernafasan cuping hidung Sianosis AGD abnormal
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan :
Pola pernafasan efektif dengan kriteria:
- Kelemahan
- RR dalam batas normal - Bayi dapat bernafas spontan tanpa alat bantu pernafasan
- Fungsi paru imatur -Ketergantungan pada ventilator Ditandai dengan: DO: - Pernafasan cepat - Terpasang ventilator - Pernafasan cuping hidung,
RENCANA TINDAKAN - Kaji frekwensi dan pola pernafasan - Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau tidak adanya ventilasi - Lakukan pengisapan jalan nafas - Berikan rangsang táctil segera bila terjadi apneu - Tempatkan bayi pada matras bergelombang dengan pengaturan suhu yang tepat Kolaborasi: - Kolaborasi dengan fisioterapi sesuai kebutuhan - Pemberian oksigen sesuai instruksi dan indikasi - Pantau pemeriksaan laborat, AGD - Pemberian terapi sesuai instruksi - Kaji frekwensi dan pola pernafasan - Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau tidak adanya ventilasi - Lakukan pengisapan jalan nafas - Berikan rangsang táctil segera bila terjadi apneu - Tempatkan bayi pada matras bergelombang Kolaborasi: - Kolaborasi dengan fisioterapi sesuai kebutuhan - Pemberian oksigen sesuai instruksi dan indikasi - Pantau pemeriksaan laborat, AGD
- Pemberian terapi sesuai instruksi
sianosis - Ada periode apneu 3. Resiko tinggi terjadi aspirasi berhubungan dengan:
Setelah dilakukan Asuhan keperawatan , diharapkan Aspirasi tidak terjadi
- Peningkatan sekresi jalan nafas
- Cek posisi slang NGT sebelum pemberian makan atau obat - Pantau tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan - Sediakan suction Kolaborasi
- Terpasang slang NGT - Penurunan tingkat kesadaran Ditandai dengan:
- Kolaborasi dengan fisioterapist
- terpasang slang NGT
4.Gangguan dalam pemberian asi berhubungan dengan : - prematur - bayi yang sakit
- Periksa residu lambung sebelum pemberian makanan - Pantau tanda-tanda aspirasi selama proses pemberian makan
Pemberian asi tidak terganggu, dengan kriteria hasil : - pemberian asi adekuat
- Pantau kemampuan bayi untuk menghisap - Observasi teknik menyusui yang benar - Menyusui dengan teratur bila kondisi bayi memungkinkan - Anjurkan ibu untuk tidak membatasi bayi pada waktu menghisap - Kaji pola eliminasi bayi
DAFTAR PUSTAKA
Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi Indonesia (Perinasia): Jakarta Hasan Rusepno, dkk 1981, Penata Laksanaan Kegawat Daruratan Pediatrik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Ilyas Jumlarni, 1995, Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta. Margareth. G.M, 1998, Intrudcutory Pediatric Nursing,Lippincott : New York Rustam Mochtar, 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, EGC : Jakarta. Tucher Martin Susan, 1999, Standart Perawatan Pasien, Proses keperawatan, Diagnosa dan Evaluasi, EGC : Jakarta. Talbot Laura A. 1997, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MECONIUM ASPIRATION SYNDROME A. Pengertian Aspirasi dari cairan amnion yang berisi mekonium pada trakhea janin atau bayi baru lahir saat di dalam uterus atau saat bernafas pertamakali. B. Etiologi Asfiksia fetal Prolonged labour C. Patofisiologi Sindroma ini biasanya terjadi pada infant full-term. Mekonium ditemukan pada cairan amnion dari 10% dari keseluruhan neonatus, mengindikasikan beberapa tingkatan aspiksia dalam kandungan. Aspiksia mengakibatkan peningkatan peristaltik intestinal karena kurangnya oksigenasi aliran darah membuat relaksasi otot spincter anal sehingga mekonium keluar. Mekonium tersebut terhisap saat janin dalam kandungan. a. Aspirasi mekonium menyebabkan obstruksi jalan nafas komplit atau partial dan vasospasme pulmonary. Partikel garam dalam mekonium bekerja seperti detergen, mengakibatkan luka bakar kimia pada jaringan paru. Jika kondisi berkelanjutan akan terjadi pneumothoraks, hipertensi pulmonal persisten dan pneumonia karena bakteri. b. Dengan intervensi yang adekuat, gangguan ini akan membaik dalam beberapa hari, tetapi angka kematian mencapai 28% dari seluruh kejadian. Prognosis tergantung dari jumlah mekonium yang teraspirasi, derajat infiltrasi paru dan tindakan suctioning yang cukup. Suctioning termasuk aspirasi dari nasofaring selama kelahiran dan juga suctioning langsung pada trachea melalui selang endotracheal setelah kelahiran jika mekonium ditemukan. c. Perencanaan berikut difokuskan pada perawatan infant yang mengalami aspirasi mekonium dan yang berresiko mengalami komplikasi pulmonary.
D. Tanda dan gejala Noda mekonium saat lahir
Takipnea Hipoksia Keadaan depressi Hipoventilasi
PENANGANAN
Suction secara adekuat pada hipopharing saat kelahiran Intubasi dan suction pada trachea Tangani dengan penanganan distress pernafasan Cegah hipoksia dan acidosis
I. PENGKAJIAN FISIK Riwayat antenatal ibu Stress intra uteri Status infant saat lahir Full-term, preterm, atau kecil masa kehamilan Apgar skor dibawah 5 Terdapat mekonium pada cairan amnion Suctioning, rescucitasi atau pemberian therapi oksigen Pulmonarry Disstress pernafasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60 x pernafasan per menit), grunting, retraksi, dan nasal flaring Peningkatan suara nafas dengan crakles, tergantung dari jumlah mekonium dalam paru Cyanosis Barrel chest dengan peningkatan dengan peningkatan diameter antero posterior (AP) Pengkajian Behavioral Disminished activity Study Diagnostik Rontqen dada untuk menemukan adanya atelektasis, peningkatan diameter antero posterior, hiperinflation, flatened diaphragma dan terdapatnya pneumothorax Data Laboratorium Analisa gas darah untuk mengidentifikasi acidosis metabolik atau respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan tingkat PCO2
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN
1. Tidak efektifnya pola Pola nafas efektif, nafas b/d ekspansi paru dengan kriteria : inadekuat - Tanda-tanda vital dalam batas normal - Status nafas tidak menggunakan otot tambahan, NCH
2. Gangguan pertukaran Pertukaran gas efektif gas (difusi) b/d pneumonitis sekunder
- Observasi tanda-tanda vital - Rawat bayi dalam lingkungan termal netral - Kaji suara nafas dan usaha bernafas bayi - Kolaborasi pemberian oksigen - Monitor AGD - Kaji adanya gangguan nafas lebih lanjut : sianosis, retraksi, NCH - Kaji adanya tanda gangguan pernafasan lebih lanjut : sesak, retraksi, merintih - Kolaborasi pemberian oksigen - Monitor saturasi oksigen - Jaga hiperoksigenasi dengan monitor AGD
3. Perubahan nutrisi Kebutuhan nutrisi - Kolaborasi pemasangan NGT kurang dari kebutuhan terpenuhi, dengan - Kolaborasi dengan dokter b/d peningkatan kriteria : pemberian terapi IVFD kebutuhan kalori - Timbang BB tiap hari - Tidak ada ganguan - Kaji tanda-tanda gangguan pencenaan pencernaan : distensi abdomen, - BB stabil muntah, bising usus - Lakukan perawat mulut 4. Resiko pneumothorak peningkatan dalam paru
injuri Tidak terjadi b/d pneumothorak tekanan
injuri - Kaji status nafas tiap jam - Kolaborasi dengan dokter untuk terapi O2 - Lakukan ventilasi tekanan positif dengabn hati-hati - Kolaborasi dengan dokter untuk terapi O2, rontgen thorak, pemasangan WSD Monitor saturasi O2
5. Cemas b/d perawatan Cemas pada orang tua - Kaji perasaan keluarga serta bayi yang lama berkurang, dengan koping yang digunakan kriteria : - Bantu keluarga untuk mengungkapkan pikirannya - Ekspresi tenang - Berikan informasi tentang - Keluarga mengatakan kondisi bayi cemas berkurang - Beri kesempatan pada orang tua untuk melihat dan menyentuh bayi
DAFTAR PUSTAKA Melson, Kathryn A. & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Palnning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse, 1994 Wong, Donna L., Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby Year Book Inc, Missouri 1996.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PREMATUR
A. Pengertian Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.
B. Etiologi Permasalahan pada ibu saat kehamilan : -
Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus. Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine Toxamia gravidarum Penyakit sistemik akut pada ibu (pneumonia, pyelonefritis, typus, appendicitis akut) Tidak diketahui penyebab (50 %)
C. Tanda dan gejala
Bayi Premature BB < 2500 gr PB < 45 cm LD < 30 cm LK < 33 cm Kepala > badan Kulit tipis transparan, lanugo banyak Ubun-ubun dan sutura lebar Genetalia immature Rambut halus, tipis, teranyam Elastisitas daun telinga kurang Tangis lemah Tonus otot leher lemah
I.PENGKAJIAN * Keadaan Umum : Tingkat kesadaran/keaktifan bayi
BB < 2500 gr PB < 45 cm LK < 33 cm LD < 30 cm TD : 80/46 mmHg Nadi : 120-160 x/menit Pernafasan : 40 –60 x / menit Suhu : 36,5-37 °C Posture cenderung ekstensi
SISTEM PERNAFASAN : Distress pernafasan Pernafasan cuping hidup (PCH) Pe frekuensi nafas Sianosis Apnoe Takipnoe Retraksi dada SISTEM KARDIOVASKULER bradikardi Nadi perifer dan perfusi jaringan menurun SISTEM GASTROINTESTINAL Distensi Konstipasi Muntah Glukosa pada feses GINJAL Gula, protein, asam amino dan garam
SISTEM INTEGUMEN Perubahan warna kulit Perubahan tekstur kulit (tipis, transparan, kuning) Hipotermi/hipertermi SISTEM IMUN -
Immatur (bayi premature)
II.DIAGNOSA KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN
1. Gangguan pertukaran gas b/d dengan:
Pola nafas efektif, dengan kriteria :
- Ketidakseimbangan perfusi ventilasi
-
- Observasi tanda-tanda vital - Tinjau ulang informasi yang berhubungan dengan kondisi bayi seperti lama persalinan, tipe kelahiran, Apgar skor, kebutuhan tindakan resusitatif saat kelahiran dan obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan atau kelahiran
- Ketidakadekuatan kadar surfaktan - Imaturitas sistem saraf pusat & sistem neuromuskuler
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas -
-
-
Tanda-tanda vital dalam batas normal Mempertahankan kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal Menderita RDS minimal dengan penurunan verja pernafasan dan tidak ada morbiditas Bebas dari displasia bronkopulmonal
Anemia
- Stress dingin, ditandai dengan: DO : -
Hiperkapnea Hipoksia Takipnea Sianosis
2. Pola nafas tidak efektif
pola nafas menjadi efektif
- Perhatikan usia gestasi, berat badan dan jenis kelamin - Kaji status pernafasan, perhatikan tanda-tanda distress pernafasan (mis; takipnea, pernafasan cuping hidung, mengorok, retraksi, ronki atau krekels) - Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati sesuai kebutuhan - Observasi intake output, timbang berat badan sesuai indikasi - Tingkatkan istirahat, minimalkan rangsangan dan penggunaan energi - Observasi tanda dan lokasi sianosis - Kolaborasi pemeriksaan AGD, Hb, Ht - Beri oksigen sesuai instruksi, pantau jumlah pemberian oksigen dan durasi pemberian - Berikan makan dengan NGT sesuai instruksi - Berikan obat-obatan sesuai indikasi dan instruksi - kaji frekwensi dan pola nafas
b/d dengan : Immaturitas pusat pernafasan - Keterbatasan perkembangan otot - Penurunan energi/ kelelahan - Depresi berhubungan dengan obat - Ketidakseimbangan metabolik Ditandai dengan -
dengan kriteria hasil : -
membran mukosa merah muda frekwensi jantung dalam batas normal
DO: 3.
Dispnea, Takhipneu Takhikardi Pernafasan cuping hidung Sianosis AGD abnormal resiko tinggi perubahan suhu tubuh b/d - perkembangan SSP imatur - penurunan lemak subkutan - keterbatasan simpanan lemak - ketidak mampuan merasakan dingin atau berkeringatan - cadangan metabolik buruk DO : -
- pemeriksaan laboratorium - berikan oksigen sesuai indikasi - berikan terapi sesuai instruksi. Mempertahankan suhu tubuh normal dengan kriteria hasil : .
suhu 35, 5oC -37,3oC acral hangat
hipotermia acral dingin sianosis ekstremitas fleksi menggigil
4. Resiko tinggi Kurangnya volume cairan b/d : - Bayi prematur - Kehilangan cairan berlebihan - Peningkatan suhu lingkungan.
- suction jalan nafas sesuai dengan instruksi - kaji riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat memperberat depresi pernafasan - Atur posisi bayi hiperekstensi - Pertahankan suhu tubuh - Berikan rangsang taktil segera - Tempatkan bayi pada matras bergelombang Kolaborasi :
-
observasi suhu secara teratur, bila perlu setiap 15 menit. - Tempatkan bayi pada penghangat / inkubator - Gunakan buli- buli hangat jika perlu - Gunakan lampu pemanas - Ganti pakaian bila basah dan beri pakaianyang nyaman. - Pantau sistem pengatur suhu ( inkubator). - Observasi adanya takipnea atuau apnea. - Observasi berat badan - Observasi intake dan output. - Evaluasi sumber eksternal. Kolaborasi : pantau pemeriksaan laboratorium.
Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan kriteria : - BB naik - Suhu tubuh normal - Bebas dari tanda-tanda dehidrasi
- Pertahankan intake cairan - Berikan minuman sesuai jadual - Monitor intake output - Berikan terapi infus sesuai program - Kaji tanda dehidrasi - Monitor temperatur setiap 2 jam - Monitor BB setiap hari - Evaluasi turgor kulit, membran mucosa - Kaji lokasi infus, perhatikan
edema atau kegagalan masuknya cairan Kolaborasi:
5. Resiko tinggi terhadap kerusakan sistem saraf pusat b/d: - Hipoksia jaringan - Ketidakseimbangan metabolik
6. Resiko tinggi kurang pemenuhan kebutuhan nutrisi, b/d: - Imaturitas produksi enzim - Imaturitas sfingter kardia - Otot abdominal lemah - Kapasitas lambung kecil - Reflek hisap lemah
Tidak terjadi kerusakan pada sistem saraf pusat dengan kriteria hasil: - Bebas dari kejang dan tanda-tanda kerusakan SSP - Mempertahankan haemostasis dibuktikan oleh AGD, GDS, elektrolit dan bilirubin
Kebutuhan nutrisi adekuat dengan kriteria - Pertumbuhan dan peningkatan BB dalam batas normal
- Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi: Ht,Ca serum,Ma serum,Ka serum - Berikan cairan parenteral sesuai instruksi - Kaji upaya pernafasan, monitor adanya sianosis - Observasi adanya letargi, hipotoni, mketegangan fontanel, mata terbalik (Aktivitas kejang) - Ukur lingkar kepala - Kaji warna kulit, observasi adanya ikterik Kolaborasi - Pantau hasil pemeriksaan laboratorium, Hb, Ht, AGD dan bilirubin - Beri O2 sesuai instruksi - Beri obat-obatan sesuai instruksi dokter - Kaji maturitas reflek hisap - Auskultasi bising usus - Berikan ASI atau Formula dengan perlahan - Pemberian makanan sementara menggunakan selang sesuai indikasi - Kaji kekuatan bayi untuk menghisap dan waktu yang diperlukan untuk makan - Monitor adanya diare, muntah, regurgitasi, residu lambung berlebihan - Pertahankan suhu lingkungan dan oksigen yang tepat - Monitor BB, panjang badan dan lingkar kepala setiap hari Kolaborasi - Pemberian makanan dimulai dengan air steril, glukosa, ASI dengan tepat - Beri ASI sesering mungkin sesuai indikasi dan perkiraan kapasitas lambung - Memberikan makanan
parenteral sesuai instruksi dokter - Pantau pemeriksaan laboratorium, glukosa, serum elektrolit, protein total
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG A. Pengertian Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229). B. Etiologi Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll C. Patofisiologi Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
D. Tanda dan Gejala Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonikklonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf. Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 7.
Umur bayi atau anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit Kejang bersifat umum Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal 6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesuda suhu normal tidak menunjukkan kelainan Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali II. DIAGNOSA KEPERAATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme otot pernafasan ditandai dengan : DO:
Os sesak Sputum banyak RR > 30x/menit Suara nafas tidak normal Sianosis
2. Hipertermi b/d proses penyakitnya, ditandai dengan: DO: Suhu > 37,2 o C
TUJUAN
Pasien dapat mempertahankan kepatenan jalan nafas Kriteria hasil: - suara nafas bersih - RR < 30 x/ Menit - Sianosis tidak terjadi
Suhu tubuh normal ( 36 – 37,2 o C )
RENCANA TINDAKAN - Kaji fungsi pernafasan, suara nafas, RR, irama, kedalaman, penggunaan otot bantu nafas - Pertahankan jalan nafas - Lonnggarkan pakaian anak - Atur posisi ekstensi, kepala dimiringkan - Rongga mulut dibuka dengan tongue spatel - Isap lendir bila banyak sekret - Beri O2 ½ - 1 Lt/mnt atau sesuai program - Observasi tanda-tanda vital terutama respirasi rate - Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti kejang ( stesolid, luminal ) - Observasi serta pertahankan suhu tubuh tetap stabil - Berikan kompres dengan air hangat setiap 4 jam sekali - Gunakan pakaian tipis dan menyerap keringat - Bila kesadaran compos mentis, berikan cairan secara adekuat
- Usahakan lingkungan yang nyaman dan tenang dengan memperhatikan suhu ruangan - Jelaskan pada orang tua efek dari suhu tinggi - Kolaborasi dalam pemberian anti piretik dan pemeriksaan darah lengkap
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d reflek menelan kurang
Kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria :
4. Resiko tinggi kejang berulang b/d riwayat kejang, ditandai dengan: DO:
Tidak terjadi kejang berulang
Pasien terdapat riwayat kejang
5. Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi dan aktifitas menurun, ditandai dengan: DO: -Pasien bedrest
- Beri ASI/PASI secara adekuat - Timbang BB setiap hari - Kolaborasi pemasangan NGT
- Porsi makan habis - BB naik/stabil
Kriteria hasil: - Kejang tidak terjadi - Kesadaran compos mentis
Kerusakan integritas kulit tidak terjadi selama perawatan, dengan kriteria: - Tidak ada tanda-tanda kulit merah - Kulit tampak merah - Kelembaban positif
- Motivasi keluarga/ orang tua bila anak panas agar segera diberi kompres hangat dan obat penurun panas yang aman - Observasi tubuh tiap 4 jam sekali - Anjurkan pada keluarga untuk selalu punya persediaan obat penurun panas dan anti kejang suppositoria sesuai program dokter - Rubah posisi tidur , miring kiri/kanan setiap 2 jam sekali - Jaga kebersihan inkubator - Beri pelembab pada area yang tertekan
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.D (1997), Nursing Diagnois; Application to Clinical Practice, 7th. Edition, Lippincott, Philadelpia, New York. Kozier Barbara et.al (1995), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and Practice , 5 th Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing, New York. Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year Book, Philadelpia. Whaley and Wong (1996), Nursing Care of Infants and Children, 5 th Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERBILLIRUBIN A.
PENGERTIAN Terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang ditandai dengan adanya joundice or icterus. Atau Keadaan klinis dimana ditemukannya warna kuning pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh pigmen empedu.
B.
ETIOLOGI 1. Peningkatan produksi : Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia. 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. 3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C.
PATOFISIOLOGI
Destruksi
SDM
Protein plasma
Bilirubin
Akumulasi
Globin
Hemoglobin
Heme
Kejaringan Iron
- Unkonyugasi bilirubin Joundice - Glukoronic acid
Konyugasi dari hati enzim glucoronil transferase Konyugasi bilirubin Glukoronicle
Empedu Ekskresi
D.
Penyuatuan bilirubin, urobilinogen & sterkobilin Bilirubin
Urobilinogens
Menurun
menurun
dalam feses
dalam urine
Ekresi (warna) pada feses urine
PENATALAKSANAAN MEDIS Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : 1. 2. 3. 4.
Menghilangkan Anemia Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi Meningkatkan Badan Serum Albumin Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2) Tranfusi Pengganti Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : 1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. 2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. 3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. 4. Tes Coombs Positif 5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. 6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. 7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. 8. Bayi dengan Hidrops saat lahir. 9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan untuk : 1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. 2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) 3. Menghilangkan Serum Bilirubin 4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil. 3) Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
I . PENGKAJIAN Observasi tanda-tanda joundice secara teratur Joundice dipastikan dengan observasi warna kulit bayi head to toe, warna sklera dan membran mukosa Tekanan langsung pada kulit terutama pada tulang yang menonjol seperti pada tulang hidung/sternum, Untuk kulit bayi yang hitam warna sklera, konjungtiva dan mukosa oral. Observasi sebaiknya dilakukan pada siang hari warna natural. II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN
1. Resiko tinggi cedera internal b/d - Prematuritas - Penyakit hemolitik - Asfiksia - Asidosis - Hipoproteinemi - Hipoglikemia Ditandai dengan
- Kadar bilirubin indirek di bawah 12mg/dl - Ikterik teratasi
- Cek golongan darah ibu dan bayi - Tinjau catatan intrapartum terhadap factor resiko yang khusus seperti BBLR, prematuritas, proses metabolik abnormal, cedera vaskular, sirkulasi abnormal, sepsis atau polisitemia - Kaji bayi terhadap adanya sefalohematoma dan ekimosis atau petekie yang berlebihan - Kaji riwayat persalinan dengan vakum - Pertahankan bayi tetap hangat dan kering - Mulai pemberian makan oral 4 – 6 jam setelah kelahiran, khususnya bila bayi diberi ASI - Kaji adanya tanda-tanda hipoglikemia - Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan bayi, perhatikan adanya kemungkinan hipoproteinemi neonatus, khususnya pada bayi praterm - Observasi sklera, mukosa oral dan bagian tubuh yang ikterik - Evaluasi bayi terhadap pucat, edema atau hepatomegali - Kolaborasi pemeriksaan
DO: Kadar bilirubin > 12mg/dl Bayi ikterik
2. Resiko tinggi cedera karena tindakan fototerapi berhubungan dengan sifat fisik dari intervensi terapetik atau efek mekanisme regulasi tubuh, ditandai dengan: DO:
- Suhu tubuh dan keseimbangan cairan dalam batas normal - Bebas dari cedera kulit atau jaringan - Kadar bilirubin serum turun
-
-
- Pasien mendapat terapi fototerapi -
-
-
-
-
laboratorium; bilirubin direk dan indirek, tes Coombs, Hb, Ht, Protein, Ferrum Total Berikan fototerapi sesuai program Antipasi kebutuhan trasfusi tukar Perhatikan adanya/ perkembangan bilier atau obstruksi usus Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu fluoresen ( Sinar putih atau biru ) dengan menggunakan fotometer Dokumentasikan tipe lampu fluoresen, jumlah jam total sejak bola lampu ditempatkan, dan pengukuran jarak antara permukaan lampu dan bayi Berikan penutup mata; saat pemberian makan penutup dibuka, pantau posisi penutup mata Tutup testis dan penis bayi pria Pantau kulit dan suhu tiap 2 jam, atur suhu inkubator dengan tepat Ubah posisi bayi tiap 2 jam Observasi intake output Timbang berat badan setiap 12 jam sekali Perhatikan tanda-tanda dehidrasi (mis.; penurunan pengeluaran urine, fontanel cekung, kulit hangat atau kering dengan turgor buruk, dan mata cekung Tingkatkan masukan cairan peroral sedikitnya 25% Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urine Setelah defekasi cuci area perianal dengan hati-hati, observasi adanya iritasi kulit Bawa bayi pada orang tua untuk pemberian ASI. Anjurkan membelai, menimang, kontak mata dan bicara pada bayi selama pemberian ASI Perhatikan perubahan perilaku atau tanda-tanda kelainan (mis.;n letargi, hipotonia, hipertonisitas, atau tanda-tanda ekstra piramidal) Pantau kulit dan urine, perhatikan warna hitam kecoklatan
Kolaborasi: - Pemeriksaan laboratorium: bilirubin, Hb, trombosit, Sel Darah Putih
3. Kurangnya volume cairan b/d hilangnya air (IWL) sekunder dari fototerapi, ditandai : O : - Turgor jelek - membran mukosa kering 4. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan bayi b/d kurangnya sumber informasi, kesalahan interprestasi, ditandai dengan: DO: - Kesalahan konsep - Meminta informasi - Ketidaktepatan mengikuti instruksi
Tidak terjadi kekurangan volume cairan, dengan kriteria : - Turgor baik (2-3) - Urine output - Membran mucosa lembab Pengetahuan keluarga bertambah, dengan kriteria : - Keluarga mampu memberikan perawatan pada bayi
- Berikan cairan perparenteral sesuai indikasi - Berikan terapi sesuai dengan instruksi dokter - Pertahankan intake cairan - Berikan minuman sesuai jadual - Monitor intake output - Berikan terapi infus sesuai program - Kaji tanda dehidrasi - Monitor temperatur setiap 2 jam - Ajak orang tua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang fisiologis, alasan perawatan dan pengobatan - Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi - Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala : lethargi, kaku otot, nangis terus, tiadk mau makan/minum, demam
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.D (1997), Nursing Diagnois; Application to Clinical Practice, 7th. Edition, Lippincott, Philadelpia, New York. Kozier Barbara et.al (1995), Fundamental Of Nursing ; Concept, Process and Practice , 5 th Edition, Addison Wesley Nursing, Cuming Publishing, New York. Whaley and Wong (1997), Pediatric Nursing; Clinical Manual, Mosby Year Book, Philadelpia. Whaley and Wong (1996), Nursing Care of Infants and Children, 5 th Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SEPSIS
A. Pengertian Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalamw aktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit). Pembagian Sepsis: 1. Sepsis dini –> terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi. 2. Sepsis lanjutan/nosokomial –> terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. B. Etiologi Penyebab neonatus sepsis/sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya sepsis pada neonatus antara lain :
Perdarahan
Demam yang terjadi pada ibu
Infeksi pada uterus atau plasenta
Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
Proses kelahiran yang lama dan sulit
C. Tanda dan Gejala Gejala infeksi sepsis pada neonatus ditandai dengan:
Bayi tampak lesu
tidak kuat menghisap
denyut jantung lambat dan suhu tubuhnya turun-naik
gangguan pernafasan
kejang
jaundice (sakit kuning)
muntah
diare
perut kembung
D. Faktor Risiko 1. Sepsis Dini
Kolonisasi maternal dalam GBS, infeksi fekal
Malnutrisi pada ibu
Prematuritas, BBLR
2. Sepsis Nosokomial
BBLR–>berhubungan dengan pertahanan imun
Nutrisi Parenteral total, pemberian makanan melalui selang
Pemberian antibiotik (superinfeksi dan infeksi organisme resisten)
E. Pencegahan
Pada masa Antenatal –> Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap
keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan.
Pada masa Persalinan –> Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik.
Pada masa pasca Persalinan –> Rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.
F. Prognosis 25% bayi meninggal walaupun telah diberikan antibiotik dan perawatan intensif.
I.
Pengkajian :
Status sosial ekonomi
Riwayat parawatan antenatal
Riwayat penyakit menular seksual
Riwayat penyakit infeksi selama kehamilan dan saat persalinan (toksoplasma, rubeola, toksemia gravidarum, dan amnionitis)
Pemeriksaan fisik
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN
1. Tidak efektifnya pola Pola nafas efektif, dengan kriteria - Observasi tandanafas b/d ekspansi : tanda vital paru inadekuat - Rawat bayi dalam - Tanda-tanda vital dalam batas lingkungan normal termal netral - Kaji suara nafas dan usaha - Status nafas tidak bernafas bayi menggunakan otot tambahan, - Kolaborasi NCH pemberian oksigen - Monitor AGD
2) Gangguan pertukaran Pertukaran gas efektif gas (difusi) b/d pneumonitis sekunder
3. Perubahan cairan dan Cairan dan elektrolit terpenuhi elektrolit b/d output berlebihan, ditandai : O : - Muntah, diare, sepsis, syok
4. Perubahan Suhu tubuh normal termoregulasi hipotermi/hipertermi b/d masuknya mikroorganisme dalam aliran darah
- Kaji adanya gangguan nafas lebih lanjut : sianosis, retraksi, NCH - Kaji adanya tanda gangguan pernafasan lebih lanjut : sesak, retraksi, merintih - Kolaborasi pemberian oksigen - Monitor saturasi oksigen - Jaga hiperoksigenasi dengan monitor AGD - Ukur intake dan output - Kolaborasi pemberian terapi IVFD dan elektrolit - Kaji adanya syok septol : nadi lemah, hipotensi, akral dingin - Kaji status hidrasi : turgor, perfusi perifer dan penurunan BB - Rawat bayi dalam lingkungan termal neutral - Observasi suhu tiap 2-4 jam - Perhatikan suhu ruangan - Berikan cairan secara adekuat - Berikan kompres tepid sponge (seka dengan air biasa) - Kaji faktor resiko yang menyebabkan peningkatan suhu - Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi
antipiretik - Rawat bayi dalam lingkungan termal neutral - Observasi suhu tiap 2-4 jam - Perhatikan suhu ruangan - Berikan cairan secara adekuat - Berikan kompres tepid sponge (seka dengan air biasa) - Kaji faktor resiko yang menyebabkan peningkatan suhu - Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi antipiretik 6. Cemas b/d perawatan Cemas pada orang tua berkurang, - Kaji perasaan bayi yang lama dengan kriteria : keluarga serta koping yang - Ekspresi tenang digunakan - Keluarga - Bantu keluarga mengatakan cemas untuk berkurang mengungkapkan pikirannya - Berikan informasi tentang kondisi bayi - Beri desempatan pada orang tua untuk melihat dan menyentuh bayi 5. Perubahan Suhu tubuh normal termoregulasi hipotermi/hipertermi b/d masuknya mikroorganisme dalam aliran darah
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BRONKOPNEUMONIA A. Pengertian. Bronkopneumonia menurut Ngastiyah, 1997 dan Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, 1994 merupakan salah satu pembagian dari pneumonia menurut dasar anatomis. Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam, seperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing (Ngastiyah, 1997). Menurut Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, 1994 pneumonia adalah radang pada parenkim paru. B. Etiologi. 1. Bakteri : Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia, dimana pada anak-anak serotipe 14, 1, 6, dan 9, Streptokokus dimana pada anak-anak dan
2. 3. 4. 5.
bersifat progresif, Stafilokokus, H. Influenza, Klebsiela, M. Tuberkulosis, Mikoplasma pneumonia. Virus : Virus adeno, Virus parainfluenza, Virus influenza, Virus respiratori sinsisial. Jamur : Kandida, Histoplasma, Koksidioides. Protozoa : Pneumokistis karinii. Bahan kimia : a. Aspirasi makanan/susu/isi lambung b. Keracunan hidrokarbon (minyak tanah, bensin, dan sebagainya).
C. Gambaran Klinik Mendadak panas tinggi, nyeri kepala/dada (anak besar), batuk, sesak, takipnea, napas cuping hidung, sianosis, kaku kuduk, distensi perut.
D. Penatalaksanaan. Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab. 1.
Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat diketahui kuman penyebabnya, maka secara praktis dipakai : Kombinasi : Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau kombinasi : Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari. Atau kombinasi : Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sda). 2. Umur < bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia, Stafilokokus atau Entero bacteriaceae. Kombinasi : Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari. Atau kombinasi : Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari. Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi berat atau penderita immunocompromized.
3. Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia : -
Penisilin prokain IM atau Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau Eritromisin (dosis sda) atau Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari. Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda). 4. Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya alergi) atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi apakah perlu dipilih antibiotic lain. 5. Lamanya pemberian antibiotic bergantung pada : - kemajuan klinis penderita - jenis kuman penyebab Indikasi rawat inap : Ada kesukaran napas, toksis. Sianosis Umur kurang dari 6 bulan Adanya penyulit seperti empiema Diduga infeksi Stafilokokus Perawatan di rumah kurang baik. Pengobatan simptomatis : a. Zat asam dan uap. b. Ekspetoran bila perlu Fisioterapi : a. Postural drainase. b. Fisioterapi dengan menepuk-nepuk.
I. Pengkajian keperawatan. 1. Identitas. Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna. 2. Riwayat Keperawatan. a.
Keluhan utama. Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
c.
Riwayat penyakit sekarang. Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
d.
Riwayat penyakit dahulu. Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
e.
Riwayat kesehatan keluarga. Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
f.
Riwayat kesehatan lingkungan. Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
g.
Imunisasi. Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
h. i.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan. Nutrisi. Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
3. Pemeriksaan persistem. a. Sistem kardiovaskuler: Takikardi, iritability. b. Sistem pernapasan.: Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek. c. Sistem pencernaan. : Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde. d. Sistem eliminasi. : Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat). e. Sistem saraf. : Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung. f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal. : Tonus otot menurun, lemah secara umum, g. Sistem endokrin. : Tidak ada kelainan. h. Sistem integumen. : Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering, . i. Sistem penginderaan. : Tidak ada kelainan. 4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil. Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m dengan pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara broncoskopi dan
fungsi paru-paru untuk preparat langsung; biakan dan test resistensi dapat menentukan/mencari etiologinya. Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar. Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk melihat :
Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA. Luas daerah paru yang terkena. Evaluasi pengobatan Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu atau beberapa lobur. Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.
Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah). ISPA Daya tahan tubuh menurun Penyakit menahun
Infeksi dan peradangan pada parenkim paru : bronkopneumonia
Perubahan membran kapiler alveolar
Hipertermi
Hipersekresi mukus
Gangguan pertukaran gas
Dyspnea, malas minum, berat badan menurun
Penumpukan mukus
Tidak efektif bersihan jalan napas
Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
II. Diagnosa keperawatan. DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
1. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan :
Jalan nafas efektif, dengan kriteria hasil :
-penurunan energi/ keletihan
- tidak ada sumbatan di jalan nafas.
- sekresi trakeabronchial Ditandai dengan: DO: -
Dispnea Takipnea Pernafasan cuping hidung Sianosis AGD abnormal
2. Gangguan pertukaran gas (difusi) b/d pneumonitis sekunder
3.
Perubahan termoregulasi hipotermi/hipertermi b/d masuknya mikroorganisme dalam aliran darah
RENCANA TINDAKAN - Kaji frekwensi dan pola pernafasan - Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau tidak adanya ventilasi - Lakukan pengisapan jalan nafas - Berikan rangsang táctil segera bila terjadi apneu - Tempatkan bayi pada matras bergelombang dengan pengaturan suhu yang tepat Kolaborasi: - Kolaborasi dengan fisioterapi sesuai kebutuhan - Pemberian oksigen sesuai instruksi dan indikasi - Pantau pemeriksaan laborat, AGD - Pemberian terapi sesuai instruksi
Pertukaran gas efektif
Suhu tubuh normal
- Kaji adanya tanda gangguan pernafasan lebih lanjut : sesak, retraksi, merintih - Kolaborasi pemberian oksigen - Monitor saturasi oksigen - Jaga hiperoksigenasi dengan monitor AGD - Rawat bayi dalam lingkungan termal neutral - Observasi suhu tiap 2-4 jam - Perhatikan suhu ruangan dan suhu inkobator - Berikan cairan secara adekuat - Kaji faktor resiko yang menyebabkan peningkatan suhu
4. Perubahan cairan dan elektrolit b/d output berlebihan, ditandai : O : - Muntah, diare, sepsis, syok
5. Gangguan dalam pemberian asi berhubungan dengan : - prematur - bayi yang sakit
Cairan dan elektrolit terpenuhi
Pemberian asi tidak terganggu, dengan kriteria hasil : - pemberian asi adekuat
- Kolaborasi dengan dokter pemberian terapi antipiretik - Ukur intake dan output - Kolaborasi pemberian terapi IVFD dan elektrolit - Kaji adanya syok septol : nadi lemah, hipotensi, akral dingin - Kaji status hidrasi : turgor, perfusi perifer dan penurunan BB - Pantau kemampuan bayi untuk menghisap - Observasi teknik menyusui yang benar - Menyusui dengan teratur bila kondisi bayi memungkinkan - Anjurkan ibu untuk tidak membatasi bayi pada waktu menghisap - Kaji pola eliminasi bayi
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIARE
1. DEFINISI Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengan padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).
2. ETIOLOGI
1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus (Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans). 2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-anak). 3. Faktor malabsorbsi : Karbihidrat, lemak, protein. 4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kutang matang. 5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
3. PATOFISIOLOGI faktor infeksi
F malabsorbsi
F makanan
F. Psikologi
KH,Lemak,Protein
Masuk dan ber
meningk. Tek osmo
kembang dlm
toksin tak dapat
tik
cemas
diserap
usus Hipersekresi air
pergeseran air dan
dan elektrolit
elektrolit ke rongga
(
isi rongga usus)
usus
hiperperistaltik
menurunya kesempatan usus menyerap makanan
D I AR E
Frek. BAB meningkat
distensi abdomen
Kehilangan cairan & elekt
integritas kulit
berlebihan
gg. kes. cairan & elekt
Resiko hipovolemi syok
perianal
As. Metabl
sesak
Gang. Oksigensi
mual, muntah
nafsu makan
BB menurun
Gangg. Tumbang
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Identitas Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya . 2. Keluhan Utama BAB lebih dari 3 x 3. Riwayat Penyakit Sekarang BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis). 4. Riwayat Penyakit Dahulu Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak. 5. Riwayat Nutrisi Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan, 6. Riwayat Kesehatan Keluarga Ada salah satu keluarga yang mengalami diare. 7. Riwayat Kesehatan Lingkungan Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal. 8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan a. Pertumbuhan o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun. o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya. o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud. Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain). o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson. Autonomy vs Shame and doundt Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak. o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun : 1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK) 2. Meniru membuat garis lurus (GH) 3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK) 4. Melepasa pakaian sendiri (BM) 9. Pemeriksaan Fisik a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar, b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun. c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih d. Mata : cekung, kering, sangat cekung e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan) g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang . h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal. i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit. j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima. 10. Pemeriksaan Penunjang 1) Laboratorium : feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun ) Faal ginjal : UC meningkat (GGA) 2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni II. PENATALAKSANAAN DIARE A. Rehidrasi 1. jenis cairan 1) Cara rehidrasi oral o Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap kali diare. o Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa) 2) Cara parenteral o Cairan I : RL dan NS o Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL D5 : RL = 4 : 1 + KCL D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL o HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan. 2. Jalan pemberian 1) Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik) 2) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun) 3. Jumlah Cairan ; tergantung pada : 1) Defisit ( derajat dehidrasi) 2) Kehilangan sesaat (concurrent less) 3) Rumatan (maintenance). 4. Jadwal / kecepatan cairan 1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah : o BB (kg) x 50 cc
o BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls. 2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang : + 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt B. Terapi 1. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari 2. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide 3. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta III. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang 2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare. 3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare 4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare. 5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus. 6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN
RENCANA TINDAKAN -
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
Kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria :
2. Perubahan cairan dan elektrolit b/d output berlebihan, ditandai : O : - Muntah, sepsis, syok
Cairan dan elektrolit terpenuhi
3. Hipertermi b/d proses penyakitnya, ditandai dengan:
Suhu tubuh normal ( 36 – - Observasi serta pertahankan suhu 37,2 o C ) tubuh tetap stabil - Berikan kompres dengan air
- Porsi makan habis - BB naik/stabil
Beri ASI/PASI secara adekuat Timbang BB setiap hari Kolaborasi pemasangan NGT Kolaborasi pemberian IVFD
- Ukur intake dan output - Kolaborasi pemberian terapi IVFD dan elektrolit - Kaji adanya syok septol : nadi lemah, hipotensi, akral dingin - Kaji status hidrasi : turgor, perfusi perifer dan penurunan BB
DO: Suhu > 37,2 o C
hangat setiap 4 jam sekali - Gunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
4. Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi dan aktifitas menurun, ditandai dengan: DO:
- Bila kesadaran compos mentis, berikan cairan secara adekuat - Usahakan lingkungan yang nyaman dan tenang dengan memperhatikan suhu ruangan - Jelaskan pada orang tua efek dari suhu tinggi - Kolaborasi dalam pemberian anti piretik dan pemeriksaan darah lengkap - Rubah posisi tidur , miring kiri/kanan setiap 2 jam sekali - Ganti popok setiap bayi BAB atau BAK - Jaga kebersihan inkubator - Beri pelembab pada area yang tertekan dan area anal..
-Pasien bedrest - Pasien Diare
Kerusakan integritas kulit tidak terjadi selama perawatan, dengan kriteria: - Tidak ada tanda-tanda kulit merah - Kulit tampak merah - Kelembaban positif
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN NEC (NECROTIZING ENTEROCOLITIS)
1.
Pengertian NEC adalah salah satu penyakit yang dapat mengenai bayi prematur dalam mingguminggu pertama kehidupan. “Necrotizing” berarti jaringan yang mati, “entero” merujuk ke usus halus, “colo” merujuk kepada usus besar, dan “itis” berarti peradangan. NEC melibatkan infeksi dan peradangan yang menyebabkan kerusakan usus atau bagian dari usus. NEC mengenai satu dari 2.000-4.000 kelahiran atau antara 1-5% kasus di NICU (unit perawatan intensif bayi baru lahir). NEC biasa terjadi dalam 2 minggu usia bayi, setelah pemberian susu dimulai. Sekitar 10% bayi berat <1.500 gram mengalami NEC. Bayi prematur memiliki usus yang belum berfungsi sempurna yang sensitif terhadap perubahan aliran darah dan rentan terhadap infeksi. Bayi prematur dapat mengalami kesulitan dengan sirkulasi darah, oksigen dan pencernaan sehingga meningkatkan kemungkinan mengalami NEC.
2.
Penyebab Penyebab pasti NEC tidak diketahui, tetapi beberapa teori berusaha menjelaskan. Kemungkinan dipikirkan jaringan usus bayi prematur masih lemah dengan sedikitnya aliran darah dan oksigen dan saat proses pencernaan dimulai, makanan bergerak sepanjang usus, bakteri yang normal berada di usus dapat masuk dan merusak dinding jaringan usus. Kerusakan usus yang terjadi dapat mempengaruhi sedikit bagian dari usus atau dapat semakin berat dan melibatkan bagian usus lebih luas. Bayi tidak dapat untuk melanjutkan proses makan (susu) dan tampak sakit bila bakteri terus menyebar sepanjang dinding usus dan kadangkala masuk ke aliran darah. Dalam kasus NEC yang berat dapat terjadi lubang di usus (perforasi) yang membuat bakteri keluar dari usus dan dapat menginfeksi rongga perut. Karena sistem kekebalan tubuh bayi yang belum matang maka dengan pengobatan yang cepat pun NEC dapat mengakibatkan komplikasi yang serius. Menurut ahli faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko NEC adalah pembuatan formula, kecepatan pemberian formula atau belum matangnya
membran mukosa dari usus. Bayi dengan ASI eksklusif juga dapat mengalami NEC tetapi dengan risiko lebih rendah. Teori lainnya adalah bayi yang mengalami kesulitan dalam proses kelahiran dengan gangguan suplai darah dan oksigen ke saluran cerna dan NEC dapat terjadi. Bayi dengan jumlah sel darah merah di atas normal (polycytemia) memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena NEC. Sel darah merah yang terlalu banyak menyebabkan darah mengental dan mengurangi suplai oksigen ke usus
3.
. Tanda dan Gejala Gejala dari NEC dapat menyerupai gangguan pencernaan lainnya, meliputi : • Malas makan (susu) • Penurunan bunyi usus • Perut membuncit dan tegang • Muntah kehijauan • Kemerahan di perut • Peningkatan tinja, atau pengurangan jumlah tinja • Tinja berdarah Tanda NEC lainnya yang tidak khas termasuk henti napas, denyut jantung rendah, diare, tidak responsif, suhu tubuh yang naik turun.
4.
Diagnosis dan tatalaksana Diagnosis NEC biasanya dikonfirmasi dengan adanya pola gas yang abnormal dalam usus dari pemeriksaan rontgen. Gambaran “bubbly” dari gas di dinding usus, vena besar di hati, atau adanya udara di luar usus dalam rongga perut. Sebagian besar bayi dengan NEC ditatalaksana secara medis dan gejala menghilang tanpa pembedahan. Tatalaksana mencakup : •
puasa
Selang hidung-lambung untuk mengeluarkan udara dan cairan dari usus dan lambung
Cairan melalui infus untuk memberikan cairan dan nutrisi
Antibiotik untuk infeksi
Pemeriksaan berkala dan foto rontgen perut
Ukuran lingkar perut bayi diperiksa dan diperhatikan seksama, pemeriksaan darah berkala juga dilakuka untuk menentukan ada atau tidak bakteri. Tinja diperiksa untuk menentukan ada darah atau tidak. Jika perut membesar dan mengganggu proses pernapasan maka oksigen tambahan atau alat bantuan pernapasan (ventilator) dapat digunakan. Jika bayi memberikan respon perbaikan maka bayi dapat kembali diberikan makanan (susu) dalam 72 jam, meskipun dalam banyak kasus pemberian makan ditunda dan antibiotik diberikan untuk7-10 hari. Jika terdapat lubang pada usus (perforasi) maka pembedahan dilakukan. Sebagian besar bayi yang mengalami NEC dapat pulih dan tidak mengalami gangguan dalam pencernaan. Pada beberapa kasus, jaringan parut dan penyempitan usus dapat terjadi dan menyebabkan komplikasi. Masalah lain dapat berupa gangguan penyerapan zat makanan, hal ini sering terjadi pada bayi yang mengalami pembedahan karena NEC dan ada bagian usus yang dipotong.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d gangguan pada usus 2. Perubahan cairan dan elektrolit b/d output berlebihan, ditandai : O : - Muntah, diare, sepsis, syok
3. Hipertermi b/d
TUJUAN Kebutuhan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria : - Diit sesuai kebutuhan - BB naik/stabil Cairan dan elektrolit terpenuhi
RENCANA TINDAKAN -
Beri ASI/PASI secara adekuat Timbang BB setiap hari Kolaborasi pemasangan NGT Kolaborasi pemberian IVFD
- Ukur intake dan output - Kolaborasi pemberian terapi IVFD dan elektrolit - Kaji adanya syok septol : nadi lemah, hipotensi, akral dingin - Kaji status hidrasi : turgor, perfusi perifer dan penurunan BB
Suhu tubuh normal ( 36 – - Observasi serta pertahankan suhu
proses penyakitnya, ditandai dengan: DO:
37,2 o C ) -
Suhu > 37,2 o C
4. Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi dan aktifitas menurun, ditandai dengan: DO: -Pasien bedrest
Kerusakan integritas kulit tidak terjadi selama perawatan, dengan kriteria: - Tidak ada tanda-tanda kulit merah - Kulit tampak merah - Kelembaban positif
-
tubuh tetap stabil Berikan kompres dengan air hangat setiap 4 jam sekali Gunakan pakaian tipis dan menyerap keringat Bila kesadaran compos mentis, berikan cairan secara adekuat Usahakan lingkungan yang nyaman dan tenang dengan memperhatikan suhu ruangan Jelaskan pada orang tua efek dari suhu tinggi Kolaborasi dalam pemberian anti piretik dan pemeriksaan darah lengkap Rubah posisi tidur , miring kiri/kanan setiap 2 jam sekali Ganti popok setiap bayi BAB atau BAK Jaga kebersihan inkubator Beri pelembab pada area yang tertekan