BAB I ANTIINFLAMASI A. Pengertian Pengertian Antiinflamasi
Inflamasi adalah mekanisme respon tubuh terhadap kerusakan seluler. Tanparespon inflamasi, tubuh kita tidak dapat bertahan hidup. Oleh karena itu,
inflamasi
adalahmekanisme
protektif
yang
dirancang
untuk
membersihkan tubuh dari penyebab cederadan mempersiapkan jaringan tubuh kita untuk membentuk kembali jaringan yangmengalami cedera. Respon inflamasi adalah reaksi lokal yang melibatkan pelepasansubstansi antibakteri yang menjaga tubuh dari serangan zat asing. Proses inflamasimembatasi area cedera sehingga toksin tidak dapat mempengaruhi keseluruhan sistem.Akhirnya, proses inflamasi menempatkan infrastruktur yang memungkinkan tubuhsembuh dengan sendirinya dan kembali berfungsi secara normal. Dalam beberapa aspek,inflamasi dapat dideskripsikan sebagai mekanisme homeostatis. Tanda dan gejala utamainflamasi adalah kemerahan, nyeri, bengkak, panas, dan hilangnya fungsi [1]. B. Penyebab Terjadinya Inflamasi
Inflamasi dapat disebabkan oleh akibat hasil produksi bakteri P.acnes. Antibodi terhadap P.acnesakan
memicu
respon
inflamasi
dengan
mengaktivasi system komplemen dan proses kaskade reaksi inflamasi. Propionibacterium acnes akanmengakibatkan terjadinya inflamasi melalui
reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan memproduksi lipase, protease, hialuronidase, dan faktor-faktor kemotaktik lainnya. l ainnya. Propionibacterium acnes ini mempunyai kemampuan tambahan untuk meningkatkan produksi sitokin proinflamasi dengan dengan berikatan dengan reseptor toll-like 2 (TLR2) pada sel-sel mononuklear dan polimorfonuklear di sekitar folikel sebasea. Setelah mengikat folikel TLR2, sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL12, dan TNF-a dilepaskan sehingga terjadinya inflamasi
[2].
Penyebab timbulnya inflamasi granuloma sangat beragam, meliputi bahan anorganik, Pneumonia, infark, i nfark, abses, meningitis, granuloma, fibrosis fibr osis Abses, nekrosis, granuloma (mukokutaneus atau multisistem)
Sporothrix
schenckii
Sporotrichosis Granuloma (kutaneus, skeletal) Histoplasma
capsulatum Histoplasmosis Pneumonia, kavitasi, granuloma Aspergillus spp .
Aspergillosis Necrotizing
multisystem
granulomas
Paracoccidioides
brasiliensis South American Coccidioides immitis immitis Blastomyces dermatitidis blastomycosis
Pneumonia,
kavitasi,
granuloma
Coccidioidomycosis
Blastomycosis Pneumonia, kavitasi, granuloma, Plak kutaneus, nodul
Granuloma, mikroabses, pneumonia, Penyakit pulmoner atau ekstrapulmoner kronik
Phialophora spp . Chromoblastomycosis Granuloma (kutaneus)
Pseudallescheria boydii, Madurella spp. m Mycetoma Granuloma (kulit dan
jaringan subkutan)
mikobakterium, fungi, parasit, proses imun, serta
penyebab penyebab yang belum diketahui seperti pada sarcoidosis. Granuloma dapat ditimbulkan oleh berbagai agen infeksi. Setiap mikroorganisme memiliki karakteristik berbeda. Agen infeksi utama penyebab inflamasi granulomatosa adalah Mycobacterium tuberculosis dan fungi[3]. Luka merupakan suatu bentuk yang menyebabkan iflamasi dan kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan kontak dengan sumber panas (seperti bahan kimia, air panas, api, radiasi, dan listrik), hasil tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis. Luka menyebabkan gangguan pada fungsi danstruktur anatomi tubuh. Berdasarkan waktu dan proses penyembuhannya, penyembuhannya, luka l uka dapat diklasifikasikan menjadi luka akut dan kronik. Luka akut merupakan cedera jaringan yang dapat pulih kembali seperti keadaan normal dengan bekas luka yang minimal dalam rentang waktu 8-12 minggu. Penyebab utama dari luka akut adalah cedera mekanikal karena faktor eksternal, eksternal, dimana terjadi kontak antara kulit dengan permukaan permukaan yang keras atau tajam, luka tembak, dan luka pasca operasi. Penyebab lain luka akut adalah luka bakar dan cedera kimiawi, seperti terpapar sinar radiasi, tersengat listrik, terkena cairan kimia yang besifat korosif, serta terkena sumber panas. Sementara luka kronik merupakan luka dengan proses pemulihan yang lambat, dengan waktu penyembuhan penyembuhan lebih dari 12 minggu dan terkadang dapat menyebabkan kecacatan. Ketika terjadi luka yang bersifat kronik, neutrofil dilepaskan dan secara secara signifikan meningkatkan ezim
schenckii
Sporotrichosis Granuloma (kutaneus, skeletal) Histoplasma
capsulatum Histoplasmosis Pneumonia, kavitasi, granuloma Aspergillus spp .
Aspergillosis Necrotizing
multisystem
granulomas
Paracoccidioides
brasiliensis South American Coccidioides immitis immitis Blastomyces dermatitidis blastomycosis
Pneumonia,
kavitasi,
granuloma
Coccidioidomycosis
Blastomycosis Pneumonia, kavitasi, granuloma, Plak kutaneus, nodul
Granuloma, mikroabses, pneumonia, Penyakit pulmoner atau ekstrapulmoner kronik
Phialophora spp . Chromoblastomycosis Granuloma (kutaneus)
Pseudallescheria boydii, Madurella spp. m Mycetoma Granuloma (kulit dan
jaringan subkutan)
mikobakterium, fungi, parasit, proses imun, serta
penyebab penyebab yang belum diketahui seperti pada sarcoidosis. Granuloma dapat ditimbulkan oleh berbagai agen infeksi. Setiap mikroorganisme memiliki karakteristik berbeda. Agen infeksi utama penyebab inflamasi granulomatosa adalah Mycobacterium tuberculosis dan fungi[3]. Luka merupakan suatu bentuk yang menyebabkan iflamasi dan kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan kontak dengan sumber panas (seperti bahan kimia, air panas, api, radiasi, dan listrik), hasil tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis. Luka menyebabkan gangguan pada fungsi danstruktur anatomi tubuh. Berdasarkan waktu dan proses penyembuhannya, penyembuhannya, luka l uka dapat diklasifikasikan menjadi luka akut dan kronik. Luka akut merupakan cedera jaringan yang dapat pulih kembali seperti keadaan normal dengan bekas luka yang minimal dalam rentang waktu 8-12 minggu. Penyebab utama dari luka akut adalah cedera mekanikal karena faktor eksternal, eksternal, dimana terjadi kontak antara kulit dengan permukaan permukaan yang keras atau tajam, luka tembak, dan luka pasca operasi. Penyebab lain luka akut adalah luka bakar dan cedera kimiawi, seperti terpapar sinar radiasi, tersengat listrik, terkena cairan kimia yang besifat korosif, serta terkena sumber panas. Sementara luka kronik merupakan luka dengan proses pemulihan yang lambat, dengan waktu penyembuhan penyembuhan lebih dari 12 minggu dan terkadang dapat menyebabkan kecacatan. Ketika terjadi luka yang bersifat kronik, neutrofil dilepaskan dan secara secara signifikan meningkatkan ezim
kolagenase yang bertnggung jawab terhadap destruksi dari matriks penghubung penghubung jaringan. Salah satu penyebab terjadinya luka kronik adalah kegagalan kegagalan pemulihan pemulihan karena karena kondisi
fisiologis (seperti (seperti diabetes diabetes melitus
(DM) dan kanker), infeksi terus-menerus, dan rendahnya tindakan pengobatan pengobatan yang diberikan. Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan. berkesinambungan. Penggabungan Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Ketika terjadi luka, tubuh memiliki mekanisme untuk mengembalikan komponenkomponen jaringan yang rusak dengan membentuk struktur baru dan fungsional. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor endogen, seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, dan kondisi metabolik. Proses penyembuhan luka dibagi ke dalam lima tahap, meliputi tahap homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, dan maturasi[4]. Pendarahan biasanya terjadi ketika
kulit mengalami mengalami luka dan
menyebabkanbakteri maupun antigen keluar dari daerah yang mengalami luka. Pendarahan juga mengaktifkan sistem homeostasis yang menginisiasi komponen eksudat, seperti faktor pembekuan darah. Fibrinogen di dalam eksudat memiliki mekanisme pembekuan darah dengan cara koagulasi terhadap eksudat (darah tanpa sel dan platelet) dan pembentukan jaringan fibrin, kemudian memproduksi agen pembekuan darah dan menyebabkan pendarahan pendarahan terhenti. Keratinosit dan fibroblast memiliki peran penting dalam proses penyembuhan penyembuhan luka [5]. C. Mekanisme Terjadinya Inflamasi
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) TNF-α adalah salah satu sitokin yang pertama kali diidentifikasi dan terlibat dalam respon inflamasi sistemik, selain itu juga telah dikaitkan dengan perkembangan resistensi insulin, obesitas, dan diabetes. Hal ini diproduksi terutama oleh monosit, limfosit, jaringan adiposa, dan otot dan berperan dalam patogenesis sindrom
metabolik terkait obesitas. Aktivitas TNF-α pada resistensi insulin yaitu meningkatkan pelepasan asam lemak bebas (FFA) di adipocytes, blok sintesis adiponektin, yang memiliki aktivitas insulin-sensitizing dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan adiposa, dan mengganggu aktivitas fosforilasi residu tirosin dalam substrat pertama dari reseptor insulin, yang diperlukan untuk perkembangan sinyal intraseluler hormon. TNF-α mengaktifkan NF -κB, mengakibatkan peningkatan ekspresi molekul adhesi pada permukaan sel endotel dan sel otot polos pembuluh darah, sehingga menimbulkan inflamasi di jaringan adiposa, disfungsi endotel dan akhirnya aterogenesis. [6]. D. Gejala Inflamasi
Gejala inflamasi dini ditandai oleh pengelepasan berbagai mediator sel mast setempat (histamin dan bradikinin). Kejadian ini disertai dengan aktivasi kompleks dan system koagulasi. Sel endotel dan sel-sel inflamasi masing-masing melepas mediator yang menimbulkan efek sistemik seperti panas, neutrofilia dan protein fase akut. Neutrofil yang sudah dikerahkan di jaringan akan diaktifkan dan melepas produk-produk yang toksik [7]. E. Terapi Farmakologi
Pengobatan inflames mempunyai 2 tujuan utama: Pertama, meringankan gejala dan mempertahankan fungsi. Kedua, memperlambat atau menghambat proses perusakan jaringan. Obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat antiinflamasi terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah golongan obat antiinflamasi steroid. Obat antiinflamasi yang kedua yaitu golongan obat antiinflamasi nonsteroid. 1. Antiinflamasi Steroid Obat-obat antiinflamasi golongan steroida bekerja menghambat sintesis prostaglandindengancaramenghambatenzimfosfolipase,sehinggafosfolipid yangberadapadamembraneseltidakdapatdiubahmenjadiasamarakidonat.Aki
batnyaprostaglandintidakakanterbentukdanefekinflamestidakada.Contohob atantiinflamasisteroidadalahdeksametason,betametasondanhidrokortison. 2. Antiinflamasi Non-Steroid OAINS
merupakanobat
anti-inflamasi
yang
memilikistrukturmolekular yang berbedadari steroid. Secarakimiawi, OAINS merupakansenyawaturunandariasamasetat, asampropionat, pirazol, danzatkimialainnya. OAINSbekerjadenganmenghambatkerjadarienzimsiklooksigenase.Enzimin iberperanpentingdalamjalurmetabolismeasamarakhidonat, yaitubekerjauntukmengkatalisperubahanasamarakhidonatmenjadi prostaglandin
dantromboksan.
Terdapatdua
isoform
enzimsiklooksigenaseyaitu siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2. Keduaenziminimemilikistruktur yang serupa, namunpadabagian substrate channel enzim
binding
siklooogsinegase-2
memilikisisisampingyangberbedadenganenzim
siklooksigenase-1.
Hal
inilah yang mendasariselektivitasinhibisienziminioleh OAINS.Spektrum kerja
OAINS
terbagimenjadiduayaitu
OAINSkonvensional
yang
menghambatkerjakeduaisoform enzimsiklooksigenasedan OAINS selektif yang hanyabekerjapada siklooksigenase-2 [8]. Obatantiinflamasidapatdikelompokkandalam 7 kelompokbesar, antara lain: a) Derivatasampropionat: fenbufen, fenoprofen, flurbiporfen, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asampirolalkonat, asamtioprofenat. b) Derivatindol: indomestin, sulindak, tolmetin. c) Derivatasamfenamat: asammefenamat, meklofenat. d) Derivatasam piroklakonat. e) Derivatpiirazolon: fenilbutazon, oksifenbutazol, azopropazonon. f)
Derivatoksikam: piroksikam, tenoksikam.
g) Derivatasamsalisilat: asam, asamasetatinden. Efeksamping
OAINS
yang
paling
umumdiketahuiadalahulkuspeptikum, sehinggatelahdikembangkan OAINS
yang
selektifmenghambatenzim
siklooksigenase-2
dandiyakinilebihamanuntuklambung. Namunberbagaipenelitianmenunjukkanadanyapeningkatanrisikopenyakitkardi ovaksularpadapenggunaan
OAINS,
sehinggapenggunaan
OAINSsaatinimenjadiperhatianterutamabagipasien
yang
sejakawalsudahmemilikipenyakitkardiovaskular.Selainefeksampingtersebut, efeklainnyadapatdilihatdalambaganberikut.
Gbr : EfekInhibisi Prostaglandin oleh AINS [8] AINS
(Antiinflamasi
Non-Steroid)serta
AIS
(Antiinflamasi
Steroid)merupakangolonganobatantiinflamasiyang memilikikemampuanmenekantanda-tandadangejala-gejalainflamasi.Sediaan herbal
memilikikelebihandibandingkanobatkimiadansintetikdipasaran,
yaituefekterapeutikyang
bersifatkonstruktifsertaefeksamping
yang
sangatkecilsehinggalebihamanuntukdikonsumsi,penggunaanobatobatanantiinflamasiapabiladikonsumsidalamjangkapanjangdapatmenurunkanf ungsi
organ
tubuhsepertiginjal,
hati,
organ
padasystempencernaanbahkanjantung, makadilakukanpenangananinflamasiselainterapifarmakologiobatobatanyaitudenganterapisediaan herbal dariberbagaijenistumbuhan[9].
F. Fitoterapi 1. Cabai rawit(Capsicum fr utescens L .) a. Deskripsi Cabai Rawit
Cabai rawit adalah tanaman perdu yang tingginya hanya sekitar 50-135 cm. tanaman ini tumbuh tegak lurus ke atas. Akar cabai rawit merupakan akar tunggang. Akar tanaman ini umumnya berada dekat dengan permukaan tanah dan melebar sejauh 30-50 cm secara vertikal, akar cabai rawit dapat menembus tanah sampai kedalaman 3060 cm. Batangnya kaku dan tidak bertrikoma. Daunnya merupakan daun tunggal yang bertangkai. Helaian daun bulat telur memanjang atau bulat telur bentuk lanset, dengan pangkal runcing dan ujung yang menyempit Letaknya berselingan pada batang dan membentuk pola spiral. Buah cabai rawit tumbuh tegak mengarah ke atas. Buah yang masih muda berwarna putih kehijauan atau hijau tua. Ketika sudah tua menjadi hijau kekuningan, jingga, atau merah menyala. b. Klasifikasi cabai rawit ( Capsicum fr utescens L .)
Menurut (Jones dan arlene.,1987) [10]. klasifikasi cabai rawit adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Division : Magnoliophyta Class
: Magnoliopsida
Order
: Solanales
Family : Solanaceae Genus
: Capsicum
Species : Capsicum frutescens L.
c. Nama Daerah
Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) memiliki beberapa nama daerah antara lain : di daerah jawa menyebutnya dengan lombok japlak, mengkreng,cengis, ceplik, atau cempling . Dalam bahasa Sunda cabai rawit
disebut cengek . Sementara orang-orang di Nias dan Gayo menyebutnya
dengan nama lada limi dan pentek . Di daerah Sulawesi cabai rawit di sebut lada marica (Makasar) dan Saha Manu (Kendari). Secara internasional,
cabai rawit dikenal dengan nama thai pepper . d. Khasiat Tanaman
Buah tanaman ini juga berkhasiat untuk menambah nafsu makan, menguatkan kembali tangan dan kaki yang lemas, melegakan hidung tersumbat pada penyakit sinusitis, serta mengobati migrain (sakit kepala sebelah). Sebagai obat luar, cabai rawit juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit rematik, sakit perut, dan kedinginan. Pharmacological Potential (Menurut, Mazud Perves, 2017) [11].
Anti-inflammatory activity Anti-diabetic activity Anti-cancer activity Anti-ulcer activity Analgesic activity Anti-arthritis activity Immuno-modulatory effect Memory inhancing activity Pain relief Hypocholesterolaemic and hypolipidemic activity Respiratory agents Effect on cornea and conjunctiva Hepatoprotective activity Anthelminthic activity Antibacterial effects Anti-fungal activity Antiviral activity Cardiovascular effects Pruritus Rhinitis
Anti-obesity effect e. Aktivitas Anti-inflamasi
Gambar Struktur cabai rawit Aktivitas antiinflamasi cabai rawit yaitu dengan menghambat enzim Soyal lipoxygenase (LOX).Agar tidak terbentuk mediator yang dapat menyebabkan inflamasi. f. Kandunga kimia cabe rawit
Cabai rawit merupakan tanaman yang mempunyai banyak kandungan. Kandungan-kandungan tersebut meliputi kapsaisin, kapsantin, karotenid, alkaloid, resin, dan minyak atsiri. Peppers mengandung fenolat dan flavonoid 13, karotenoid, Vitamin C, Vitamin E 14 dan alkaloid 15 yang memainkan peran penting dalam kesehatan manusia. Buah Capsicum mengandung capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide) dan beberapa bahan kimia terkait yang mengandung serangkaian homolog bercabang dan rantai lurus alkil vanillylamides, secara kolektif disebut capsaicinoids, sebagai entitas kimia utama mereka. Capsaicinoids utama hadir adalah capsaicin (48,6%) secara kuantitatif diikuti oleh 6, 7-dihydrocapsaicin, capsaicinoids minor yang hadir adalah nordihydrocapsaicin (7,4%), homodihydrocapsaicin (2%), dan homocapsaicin (2%). Bagian lain dari tanaman mengandung glikosida alkaloid steroid (solanin, solanidin, solasodin). Bijinya mengandung steroid glikosida capsicoside A sampai D dan semua furostanol. Capsicum kaya pigmen karotenoid, termasuk capsanthin, capsorubrin, karoten, lutein, zeaxanthin, dan cucurbitaxanthin A. Fitokimia lain yang hadir adalah scopoletin, asam klorogenat, alanin, amyrin, asam caffeic, kamper, carvone, cinnamic, asam sitrat, linalool, linoleat asam, oleat, piperin, Vitamin B1, B3, C, E dan oleoresin. (Mazud parves,G.M.,2017).[11]. g. Tinjauan Ilmiah
Berdasarkan penelitianMasud Parvez,G.M , 2017. Current Advances In Pharmacological Activity And Toxic Effetcs Of Various Capsicum
Species. International Journal of phamaceutical sciences and research . Vol. 8(5).[11]
Aktivitas anti-peradangan: Beberapa penulis telah menunjukkan bahwa capsaicin memiliki sifat anti-inflamasi, seperti penghambatan produksi mediator pro-inflamasi sebagai IL-6, TNF, PGE2 dan nitric oxide. Ditemukan bahwa efek capsaicin pada produksi molekul inflamasi menunjukkan penghambatan signifikan produksi PGE2 yang diinduksi oleh LPS dengan cara bergantung pada dosis . Senyawa fenolik dan flavonoid yang ada dalam cabai telah dilaporkan sebagai agen antiinflamasi . Capsaicinoids dan senyawa capsinoids juga telah dilaporkan menunjukkan aktivitas anti-inflamasi. Ekstrak etanol dan butanol Capsicum baccatum menunjukkan aktivitas anti-inflamasi yang signifikan terhadap model pleuritis yang diinduksi karaginan pada tikus. Aktivitas anti-inflamasi Capsicum annuum dinilai dengan menghambat enzim lipoksigenase (LOX). Hasilnya menunjukkan tingginya% inhibisi LOX oleh capsicum hijau (46,12%) diikuti oleh kuning (44,09%) dan red capsicum (32,18%) 23. Aktivitas anti-inflamasi dari C. Annum.
Berdasarkan PenelitianJolayemi AT and Ojewole JAO, 2014. Analgesic effects of Capsicum frutescens Linn. (Solanaceae) fruit aqueous extract in mice. Global Advanced Research Journal of Medicine and Medical Science .Vol. 3(10).[12] dilakukan pada tikus dan control positif diklofenak sebagai anti-Inflamasi. Aktivitas anti-inflamasi Capsicum annuum dinilai dengan menghambat enzim Soyal lipoxygenase (LOX). Hasil penelitian menunjukkan% lebih tinggi dari penghambatan LOX oleh capsicum hijau (46,12%) diikuti oleh kuning (44,09%) dan capsicum merah (32,18%) . Karotenoid diekstrak dari Capsicum annuum kering dievaluasi untuk kegiatan analgesik . Ekstrak karotenoid menunjukkan aktivitas analgesik perifer yang signifikan pada 5, 20, dan 80 mg / kg dan menginduksi analgesia sentral pada 80 mg / kg. Ekstrak karotenoid lada guajillo juga diberikan aktivitas
anti-inflamasi,
secara
signifikan
menghambat
pembentukan
dan
perkembangan edema dengan dosis 5 mg / kg dibandingkan dengan perlakuan kontrol pada 1, 3, dan 5 jam setelah injeksi karagenan (p <0,05). Tanggapan serupa diperoleh dengan indometasin dibandingkan dengan pengobatan kontrol. Menariknya, pada dosis yang lebih tinggi (20 dan 80 mg / kg), ekstrak lada gua jillo secara signifikan mengurangi edema yang dihasilkan oleh karagenan pada titik waktu 5 jam (p <0,05) [196]. Efek anti-inflamasi dari ekstrak etil asetat dari Capsicum frutescens (CFE) diperiksa pada peradangan kaki belakang tikus yang diinduksi oleh suntikan subplantar dari albumin telur segar (0,5 ml / kg). Ekstrak etil asetat dari Capsicum frutescens menghasilkan efek anti-inflamasi yang sebanding untuk diklofenak .
Berdasarkan penelitian Ali Esmail Al-Snafi,2015. Therapeutic Properties Of Medicinal Plants: A Review Of Plants With Anti-Inflammatory, Antipyretic And Analgesic Activity (Part 1). International Journal of Pharmacy. Vol.5(3).[13].
Capsaicin menunjukkan potensi analgesik yang kuat dalam hewan digunakan. Penjelasan untuk secara statistik sering efek kurang signifikan pada dosis yang lebih rendah mungkin harus dilakukan dengan pelepasan Zat P, karena de-vesiculation mekanisme modifikasi reseptor, peningkatan regulasi reseptor dan internalisasi . Salah satu temuan dari penelitian ini adalah bahwa capsaicin memiliki efek analgesik yang signifikan secara statistik (P <0,002), terutama untuk terapi kronis pada nyeri yang dimediasi oleh pusat mekanisme. Analgesia yang diinduksi perifer adalah signifikan secara statistik (P <.001) dibandin gkan dengan ‘Kontrol’ di P <0,5. Temuan ini mungkin menunjukkan itu capsaicin menghambat peradangan nyeri mekanisme, atau melakukannya dengan modifikasi reseptor, dan / atau dengan mekanisme ‘wind -up’ yang ditunjukkan dalam
studi sebelumnya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa capsaicin telah bergantung dan efek analgesik yang signifikan secara statistik pada nyeri
mechano-thermal dan diinduksi secara kimiawi. Ini hasil menguatkan studi sebelumnya bahwa capsaicin adalah berkhasiat dalam nyeri neuropatik dari diabetes, herpes, phantom dan tunggul rasa sakit, sakit kronis dari osteoarthritis, dan neuralgia trigeminal. Selanjutnya, efek stimulan capsaicin menghasilkan kejang dan kematian pada dosis tinggi . Pekerjaan lebih lanjut akan diperlukan untuk menjelaskan mekanisme efek paradoks ini.
Berdasarkan penelitian Sobir, Syukur dan undang, 2015. Uji Aktivitas Anti-Inflamasi Ekstrak Etanol Buah Cabai Rawit (Capsicum Frutescens, L) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Dininduksi Dengan Karagenin. J. Argon Indonesia Vol.43(1).[14]. Capsaicin yang terkandung dalam buah cabairawit (Capsicum frutescens L.) memiliki kemampuan anti-inflamasi dengan mengaktifasi rseptor capsaicin yaitu TRPV-1. Capsaicin salah satu bahan alami yang dapat mempengaruhi proses inflamai pda periodontitis agresif dengan induksi bakteri Actinobacillus Actinomicetemcomitans dan berpotensi menurunkan jumlah sel radang pada proses inflamasi periodontitis.
Berdasarkan Penelitian Meyvia Rifka, 2014. Jumlah Sel Radang Pada Periodontiti Agresif Tikus Wistar Jantan Setelah Pemberian Ekstrak Buah Cabai
Rawit
(Capsicum
Frutescens
Linn.).
Universitas
Airlangga.Skripsi.[15].
Salah satu obat tradisional yang dapat dimanfaatkan adalah buah cabai rawit sebagai obat anti inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek anti inflamasi ekstrak buah cabai rawit dan seberapa besar daya anti inflamasinya. Ekstraksi buah cabai rawit dilakukan dengan pelarut etanol 70% dengan cara penarikan berkesinambungan dengan alat soxhlet dan dihasilkan ekstrak kental sebesar 6,572g. Uji anti inflamasi dilakukan menggunakan metode Winter yang dimodifikasi dengan mengukur volume udem kaki tikus tiap kelompok perlakuan dari jam ke-
0,5 sampai jam ke-5 dengan alat Pletismometer. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat badan 150-200g, sebanyak 35 ekor yang terbagi menjadi 7 kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol negatif diberi aquadest peroral dengan dosis 10ml/Kg BB. Kelompok II sebagai kontrol positif diberi Na. Diklofenak peroral dengan dosis 3,215mg/Kg BB. Kelompok III sampai kelompok VII diberi perlakuan oral ekstrak etanol cabai rawit dengan dosis 0,041g/KgBB, 0,082g/KgBB, 0,164g/KgBB, 0,328g/KgBB dan 0,657g/KgBB. Setelah diberi perlakuan, udem diinduksi dengan pemberian karagenin 1% sebanyak 0,1ml subplantar. Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak buah cabai rawit dosis 0,164g/KgBB (69,48%) mempunyai daya anti inflamasi yang paling optimal dibandingkan dengan variasi kadar yang lainnya. Namun daya anti inflamasi ekstrak etanol buah cabai rawit dosis 0,164g/KgBB masih berada dibawah Na. Diklofenak dosis 3,215mg/Kg BB (76,80%)
Berdasarkan Penelitian Bahule,A., Lily,L., dan Poppy,L., 2016. Pengaruh cabe rawit terhadap gambaran histopatologik lambung tikus Wistar yang diinduksi aspirin. Jurnal e-Biomedik (eBm) Vol.4(2).[16] Pengobatan tradisional dengan bahan tumbuhan telah banyak diteliti dan digunakan dalam pengobatan gastritis. Cabe rawit (Capicum frustescens L.) merupakan salah satu tumbuhan yang di gunakan sebagai obat tradisional pada berbagai penyakit termasuk gastritis. Secara umum cabe rawit memiliki banyak manfaat antara lain sebagai bahan bumbu dalam masakan, ramuan obat tradisional, antibiotik, anti alergi, anti radang, dan anti virus. Zat-zat yang terkandung dalam cabe rawit yaitu flavonoid dan kapsaisin. Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki aktifitas antioksidan dan sifat kapsaisin yang larut dalam lemak memudahkan kapsaisin menembus taut kedap yang dibentuk oleh membran epitel yang melapisi mukosa lambung.
h. Efek samping dan Toksisitas
1. Toksisitas sistemik
Beberapa penelitian telah melaporkan gejala sistemik termasuk disorientasi, ketakutan, kehilangan kontrol motorik tubuh (misalnya koordinasi tangan-mata yang berkurang), hiperventilasi, takikardia, dan edema paru. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menyebabkan sakit kepala, peningkatan risiko stroke dan serangan jantung. 2. Cedera dermatologis Cedera dermatologis: Kontak awal capsaicin dengan kulit atau selaput lendir menghasilkan iritasi hebat dengan desensitisasi selanjutnya. Korban mengalami nyeri terbakar akut, kesemutan, eritema, edema, dan pruritus. Pada eksposur yang lama dan pada kasus yang berat, dermatitis persisten dengan eritema berat dan / atau pembentukan blister dapat terjadi. 3. Cedera Optalmik
Kontak mata dengan capsicum menyebabkan kemerahan, bengkak, lakrimasi, dan penutupan spontan atau refleks kelopak mata. Gejala yang lebih berat termasuk nyeri persisten, sensasi benda asing, fotofobia, keluarnya cairan atau eksudat, atau edema peri-orbita 128. Penurunan produksi air mata, gangguan refleks linglung kornea dan refleks kedipan kornea juga telah diamati. 4. Interaksi obat
Interaksi dilaporkan dengan pemberian Capsicum annuum bersamaan dengan aspirin dan senyawa salisilat. Ini juga menurunkan aksi blocker α -
adrenergik, clonidine dan metildopa.
2. Kunyit (Curcuma longa L.) a. Deskripsi
Kurkumin atau diferuloylmethane dengan rumus kimia dari (1,7 bis (4-hidroksi-3) - 1,6 - heptadiene - 3,5 dione) merupakan senyawa utama fitopolifenol berwarna kuning yang berasal dari keluarga Zingirberaceae yaitu rimpang kunyit ( Curcuma longa ). Dalam pengobatan
Ayurveda dan Cina, rimpang kunyit dipercaya sebagai obat anti inflamasi , gangguan pencernaan, penyakit hati serta pengobatan penyakit kulit serta dapat mengobati luka [17]. Kunir/kunyit merupakan tanaman terna, berbatang semu, tinggi dapat mencapai 40 – 100 cm. Bentuk batangnya bulat dan basah, berwarna hijau keunguan. Kunyit mampu membentuk rimpang, berwarna oranye, bila tua dan tunas mudanya berwarna putih, membentuk rumpun yang rapat. Berakar serabut berwarna coklat muda. Setiap tanaman berdaun 3 – 10 helai, panjang daun beserta pelepahnya sampai 70 cm, helaian daun berbentuk lanset memanjang, berwarna hijau dan hanya bagian atas dekat pelepahnya berwarna agak keunguan,panjang 28 – 85 cm, lebar 10 – 25 cm. Bunga muncul dari batang semu panjang 10 – 15 cm. Bunga warnanya putih/kuning pucat, pangkal bunga warnanya putih [18].
Gambar tanaman Kunyit (Curcuma longa L.) dan Struktur Kimia [19]. b.
Klasifikasi
Klasifikasi kunyit sebagai berikut [20] : Nama Ilmiah
: Curcuma longa
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Superdivision
: Spermatophyta
Division
: Magnoliophyta
Class
: Lilliopsida
Subclass
: Zingiberidae
c.
Order
: Zingiberales
Family
: Zingiberaceae
Genus
: Curcuma L.
Species
: Curcuma longa L.
Nama Daerah
Kunyit mempunyai berbagai nama daerah yang berbeda-beda diantaranya[19] :
Sumatra : Kakunye (Enggano), Kunyet (Adoh), Kuning (Gayo), Kunyet (Alas), Hunik (Batak), Odil (Simalur), Undre, (Nias), Kunyit (Lampung), Kunyit (Melayu).
Jawa : Kunyir (Sunda), Kunir (Jawa Tengah), Temo koneng (Madura).
Kalimantan : Kunit (Banjar), Henda (Ngayu), Kunyit (Olon Manyan), Cahang (Dayak Panyambung), Dio (Panihing), Kalesiau (Kenya), Kunyit (Tidung).
Nusa Tenggara : Kunyit (Sasak), Huni (Bima), Kaungi (Sumba Timur), Kunyi (Sumba Barat), Kewunyi (Sawu), Koneh, (Flores), Kuma (Solor), Kumeh (Alor), Kunik (Roti), Hunik kunir (Timor).
Sulawesi : Uinida (Talaud), Kuni (Sangir), Alawaha (Gorontalo), Kolalagu
(Buol),
Pagidon
(Toli-toli),
Kuni
(Toraja),
Kunyi
(Ujungpandang), Kunyi (Selayar), Unyi (Bugis), Kuni (Mandar).
Maluku : Kurlai(Leti), Lulu malai (Babar), Ulin (Tanimbar), Tun (Kayi), Unin (Ceram), Kunin (Seram Timur), Unin, (Ambon), Gurai (Halmanera), Garaci (Ternate).
Irian : Rame (Kapaur), Kandeifa (Nufor), Nikwai (Windesi), Mingguai (Wandamen), Yaw (Arso).
d. Aktifitas Farmakologi
Pada penelitian efek antiinflamasi kurkumin secara in vitro menunjukkan bahwa kurkumin mampu menghambat enzim lipooksigenase dan cyclooksigenase, dimana enzim ini meningkat ekspresinya pada kondisi inflamasi dan kanker. Salah satu contoh obat antiinflamasi yang bersifa selektif menghambat COX-2 adalah celecoxib yang mempunyai kerja sinergi dengan kurkumin dimana obat ini mampu menghambat aktfitas katalisis isoenzim sedangkan kurkumin sendiri mampu menghambat transkripsi protein COX-2[19]. Kurkumin merupakan anti-inflamasi yang poten dengan penghambatan spesifik lipoxygenase- dan COX-2-. Melaulu uji in vitro dan in vivo menunjukkan keefektifan kunyit pada penurunan inflamasi akut dan kronis[20].
Aktifitas farmakologi lain dari tanaman kunyit dapat dilihat pada tabel berikut[20]:
Tabel aktivitas farmakologi kencur
e. Kandungan Kimia
Tabel kandungan nutrisi kunyit
f.
Tinjauan Ilmiah
Berdasarkan penelitian dari Mukophadhyay A., Basu, N., Ghatak, N, and Gujral, P. K. 1982. Antiinflamantoryand Irritant Activities OfCurcumin Analogues I ratsAgents andActions [21]memperlihatkan bahwa kurkumin dan senyawa semi-sintetik (natrium kurkuminat, diasetil kurkumin, trietil kurkumin dan tetrahidro kurkumin) mempunyai aktivitas anti-inflamasi terhadap paw edema tikus yang diinduksi oleh karagenin. Pada percobaan tersebut digunakan asam ferulat dan fenilbutazon sebagai obat acuan. Natrium kurkuminat ternyata paling potensial dan lebih larut air dibandingkan kurkumin. Di antara derivat kurkumin, trietil kurkumin adalah antiperadangan yang paling potensial pada model peradangan kronis, bila dibandingkan dengan senyawa lainnya dan obat acuan. Pada kondisi peradangan akut, semua senyawa efektif anti peradangan, sehingga
dapat disimpulkan bahwa aktivitas senyawa-senyawa yang digunakan dalam percobaan tersebut tergantung pada kondisi peradangannya.
Berdasarkan penelitian Arora, R. B., Basu, ., Kapoor, V., and Jain, A.P.
1971.
Anti-inflamantoryStudies
on
Curcuma
longa
(Turmeric), Indian J. Med. Res[22]menyelidiki aktivitas anti peradangan oleh ekstrak petroleum eter rimpang kunyit pada hewan. Ekstrak tersebut
ternyata
mengurangi
pertumbuhan
granuloma
pada
peradangan kronis dan tidak memiliki efek toksik.
Berdasarkan penelitian Srimal, R.C., Dhawan, B. N. 1973. Pharmacology of diferuloyl methane(curcumin), a non-steroidal antiinflammantoryagent. J. Pharm.Pharmacol [23]aktvitas farmakologi kurkumin sebagai zat antiperadangan telah diuji. Dalam studi tersebut dilaporkan bahwa senyawa kurkumin efektif pada model peradangan akut dan kronis. Potensi kurkumin hampir setara dengan fenilbutazon pada uji edema yang diinduksi oleh karagenin, tapi hanya setengah dari aktivitas fenilbutazon pada percobaan kronis.
Berdasarkan penelitian Chuang, S. E., Chen, A.L., Lin, J.K. 2000. Inhibition
by
Curcumin
ofDiethylnitro
Samine-induced
HepaticHyperplasia, Inflammation, CellularGene Products and CellCycle RelatedProtein in Rats. Food Chem. Toxicol [24]menunjukkan bahwa kurkumin pada konsentrasi 200 mg/kg atau 600 mg/kg dapat secara efektif menghambat peradangan hati yang diinduksi oleh dietilnitrosamin pada tikus. Aktivitas kurkumin yang menarik lainnya juga diperlihatkan oleh Park dkk., 2000[25]. Pada hepatotoksisitas akut yang diinduksi denga injeksi karbon tetraklorida secara i.p. pada tikus. Hewan yang diperlakukan dengan kurkumin, kerusakan hatinya dapat dihambat.
3. Tanaman Binahong ( Anredera cordifolia (Ten) steenis)
Tanaman binabong ( Anredera cordifolia (Ten) steenis) dari family Basellaceae merupakan salah satu tanaman obat yang tumbuh sangat baik
sejak lama, telah banyak dibudidayakan sebagai anggur hias di daerah tropis dunia. Tanaman binabng asli dari brazil dan nama umum anggur Madeira atau Migonette anggur). Di Indonesia, tanaman Binahong belum familiar, tapi tanaman ini adalah makanan yang dikonsumsi di masyarakat Vietnam dan ditaiwan sering digunakan sebagai sayuran Tanaman ini dikenal China, korea, Taiwan. Hampir semua bagian tanaman binahong seperti umbi, batang dan daun dapat digunakan dalam herbat Terapi [29] a.
Deskripsi binahong
Berupa tumbuhan menjalar, berumur penjang ( perennial ), bisa mencapai panjang +/- 5 m. Akar berbentuk rimpang, berdaging lunak. Batang lunak, silindris, sering membelit, berwara merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk semacam umbi yang melekat diketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan bertekstur
kasar.
Daun
tunggal,
bertangkai
sangat
pendek
(subsesslise), tersusun berseling, berwarna hijau, bentuk jantung (cordata), panjang 5-10 cm,lebar 3-7 cm, helain daun tipis lemas, ujung runcing, pangkal belekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, bisa dimakan,. Bunga majemuk berbentuk tandan, berrtangkai panjang, muncul diketiak daun, mahkota berwarna krem keputih putihan berjumlah lima helai tidak berlekatan, panjang helai mahkota 0,5- 1cm , berbau harum. Perbanyakan generative (biji) , namun lebih sering berkembang atau dikembangkan secara vegetative melaluai akar rimpangnya[29].
b. Klasifikasi Binabong ( Anredera cordifolia (Ten) steenis)[32]
Kingdom
: plantae
Subkingdom
: trachea bionta
Super divisi
: spemathophyta
Divisi
: magnoliopsida
Sub kelas
: hamamelidae
Ordo
: caryophyllales
Family
: basselaceae
Genus
: anrederra
Spesies
: Andredera Cardifolia( Ten.) steenis
Sinonim
: boussingaultia gracllis miers
c. Aktifitas Farmakologi
Uji farmakologis terhadap daun binahong mendapati tumbuhan ini mampu berperan sebagai anti bacterial,
anti obesitas, dan anti
hipoglikemik, anti mutagenic, antiviral, anti diabetes, anti usler dan anti inflamasi serta untuk terapi gagal ginal, hipertensi, hiperlipidemia, infeksi dan lainnya[28]. Sebagai obat luka, binahong mengandung beberapa kandungan kimia yaitu flavonoid, asam oleanolik, protein, saponin, dan asam askorbat. Kandungan asam askorbat pada tanaman ini penting untuk mengaktifkan enzim prolil hidroksilase yang menunjang tahap hidroksilasi dalam pembentukan kolagen, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka [3] Bahan obat ialah tanaman binahong (Anredera Cordifolia Steenis) Binahong memiliki akar, umbi, batang, bunga, daun yang mengandung senyawa aktif yaitu flavonoid, alkanoid, terpenoid dan saponin. Senyawa aktif flavonoid dapat berperan langsung sebagai antibiotik dengan menggangu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri dan virus.Binahong juga mengandung antimikroba yang aktif sehingga dapat digunakan dalam mencegah pertumbuhan bakteri. Bakteri yang sering di jumpai dalam rongga mulut ialah Streptococcus mutans[31].
Senyawa yang terdapat dalam daun binahong adalah asam oleonolat. Asam oleonolat berkhasiat sebagai anti inflamasi dan mengurangi nyeri pada luka bakar dan accordin yang berkhasiat untuk menstimulasi pembentukan anti bodi dan menstmulasi pembentukan nitric oxide. nitric oxide dapat meningkatkan sirkulasi darah yang membawa
nutrient ke sel, merangsang produksi hormon pertumbuhan dan mengganti sel yang rusak dengan sel yang baru [30]. d. Manfaat Tanaman Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan , secara empiris binahong dapat menyembuhkan berbagai enis penyakit. Dalam pengobatan bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari akar, batang, daun, dan bunga maupun umbi yang menempel pada ketiak daun. Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan tanaman ini adalah kerusakan ginjal , diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah tifus stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan,menyembuhkan segala luka-luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dari tekanan darah, sembelit, sesak nafas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tingg, menyuburkan kandungan, maag,asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tunbuh[29]. Bagian tanaman binahong yang sering dimanfaatkan sebagai obat salah satunya adalah bagian daun. Daun binahong banyak memiliki manfaat antaralain sebagai anti inflamasi, antioksidan, anti bakteri dan analgesik. Binahong ( andera cordifolia (tenore) steenis) juga dapat dipercaya dapatmenyembuhkan penyakit diabetes, wasir, penyakit jantung, tifus, reumatik, asam urat, luka, dan berbagai penyakit lainnya[30]
e. Kandungan Kimia
Tumbuhan binahong mengandung flavono
di, asam ursolat, dan asam oleonolik yang memiliki efek anti inflamasi. Asam ursolat dan asam oleonaolik mekanisme kerja kedua zat tersebut meliputi inhibisi pelepasan histamine pada sel mast dan inhibisi lipoksigenase dan siklooksigenase. kandungan lain yang dimiliki oleh daun binahong adalah terpenoid, minyak atsiri, saponin, dan alkaloid (kuniawan B., dan wayan, 2015). Skrining fitokimia diketahui mengandung flavonoid, saponin, steroid/ triterpenoid, polivenol dan kumarin[2] f.
Mekanisme Penyembuhan Luka Daun Binahong
Sedikit perbedaan antara luka terbuka yang diberi dan tidak diberikan daun binahong. Luka yang diberi daun binahong terlihat lebih kering dan tepi luka mulai menyatu, sedangkan yang tidak diberi daun binahong terlihat permukaan masih basah, berwarna merah, terdapat sedikit bekuan darah dan juga tepi luka mulai menyatu. Secara mikroskopik, luka yang diberi daun binahong menunjukkan sel-sel radang, dan jaringan granulasi yang lebih banyak dibandingkan dengan luka tanpa diberi daun binahong (Hal ini sesuai teori penyembuhan luka yaitu pada hari ke-5 neovaskularisasi mencapai puncaknya karena jaringan granulasi mengisi ruang insisi, serabut kolagen menjadi lebih berlimpah dan mulai menjembatani insisi. Mula-mula bekuan darah mengisi luka dan anyaman fibrin terbentuk, granulosit dan monosit fagositik memulai proses pembersihan. Tunas kapiler dan fibroblast dengan cepat berproliferasi ke bekuan darah. Tunas kapiler mengeluarkan enzim litik untuk memecahkan fibrin dan memungkinkan pembentukan anyaman. Fibroblast yang berproliferasi menyertai pembuluh ini dan mulai menimbun kolagen. Pada fase proliferasi, 3 sampai 5 hari muncul jenis jaringan khusus yang
mencirikan terjadinya penyembuhan, yang disebut jaringan granulasi. Istilah jaringan granulasi berasal dari gambaran makroskopisnya yang berwarna merah muda, lembut, dan bergranula, sedangkan gambaran histologisnya ditandai dengan proliferasi fibroblast dan kapiler baru yang halus dan berdinding tipis di dalam matriks ekstraselular yang longgar. Jaringan granulasi kemudian akan mengumpulkan matriks jaringan ikat secara progresif, yang akhirnya menghasilkan fibrosis padat, yang dapat melakukan remodeling lebih lanjut sesuai perjalanan waktu. Adapun faktor pertumbuhan yang berperan pada proses pemulihan jaringan yaitu Epidermal Growth Factor (EGF) berfungsi mitogenik keratinosit dan
fibroblast, merangsang migrasi keratinosit dan pembentukan jaringan granulasi; Fibroblast Growth Factor (FGF) berfungsi kemostasis untuk fibroblast, merangsang angiogenesis, kontraksi luka dan deposisi matriks. Faktor pertumbuhan lainnya adalah PlateletDerived Growth Factor (PDGF); Transforming Growth Factor-ß (TGF-ß); Nerve Growth Factor (NGF)[3]. g. Tinjauan Ilmiah
Bedasarkan
penelitian
(Betta
Kurniawan
dan
Wayan
Ferly
Aryana,2015). Aktivitas farmakologi dari flavonoid adalah sebagai antiinflamasi, antibakteri, analgesik, anti-oksidan. Flavanoid merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, menthanol, butanol, dan aseton. Flavanoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri, dan jamur. Senyawa-senyawa flavanoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obatobatan. Senyawa flavanoid dan turunanya memilki dua fungsi fisiologi tertentu, yaitu sebagai bahan kimia untuk mengatasi serangan penyakit (sebagai antibakteri) dan anti virus bagi tanaman. Para peneliti lain juga menyatakan pendapat sehubungan dengan mekanisme kerja dari flavonoid dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa
flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri Mekanisme anti inflamasi terjadi melalui efek penghambatan pada jalur metabolisme asam arakhidonat, pembentukan prostaglandin, pelepasan histamin pada radang. Manfaat lain dari flavanoid adalah melindungi struktur sel tubuh. Flavanoid mengandung senyawa fenol. Fenol merupakan sejenis alkohol bersifat asal sehingga disebut juga asam karbolat. Fenol memiliki kemampuan mendenaturasi protein dan merusak dinding sel bakteri[27].
Berdasarkan Pada penelitian Betta Kurniawan dan Wayan Ferly Aryana,2014, digunakan ekstrak daun binahong sebagai bahan uji anti inflamasi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ekstrak daun binahong memiliki efek anti inflamasi yang ditunjukkan dari persentase DAI pada dosis 25,2 mg/200 g BB, 50,4 mg/200 g BB, dan 100,8 mg/200g BB berturut-turut sebesar 5,17%, 10,12%, dan 1,92%. Sedangkan, persentase DAI pada kelompok kontrol positif adalah 11%[28].
Berdasarkan penelitian pemberian salep ekstrak daun binahong ( Andrea Cordifolia (Ten) steenis) 5 % dapat meningkatkan kepadatan
kolagen tikus putih yang mengalami luka bakar
[30]
.
4. Kencur (Kaempferia galanga L.) a.
Deskripsi
Kencur ( Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis emponempon/tanaman
obat
yang
tergolong
dalam
suku
temu-temuan
( Zingiberaceae). Rimpang atau rizoma tanaman ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan.
Kencur
( Kaempferia galangal L.) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan. Bagian dari kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang ada didalam tanah yang disebut rimpang kencur atau rizoma [33]. Kencur merupakan terna tahunan, berbatang basal tidak begitu tinggi, lebih kurang 20 cm. Tumbuh dalam rumpun. Daun tunggal, berwarna hijau dengan pinggir merah kecoklatan bergelombang. Bentuk daun jorong lebar sampai bundar, panjang 7 - 15 cm, lebar 2 - 8 cm, ujungruncing, pangkai berlekuk, dan tepinya rata. Permukaan daun bagian atas tidakberbulu, sedangkan bagian bawah berbulu halus Tangkai daun pendek, berukuran3-10 cm, pelepah terbenam dalam tanah, panjang 1,5 3,5 cm, berwarna putih. Bunga tunggal, bentuk terompet, panjang sekitar 2,5-5 cm. Benang sari panjangsekitar 4 mm, berwarna kuning. Putik berwarna putih atau putih keunguan. Akar serabut berwarna coklat kekuningan. Rimpang pendek berwarna coklat, berbentuk jari dan tumpul. Bagian luarnya seperti bersisik. Daging rimpang tidakkeras, rapuh, mudah patah dan bergetah.Berbau harum dengan rasa pedas yangkhas [33].
b. Klasifikasi
Menurut Linnaeus (1778) klasifikas kencur :
c.
Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Kaempferia
Spesies
: Kaempferia galanga L.Gambar Rimpang Jahe
Nama Daerah
Tanaman kencur dikenal dengan berbagai nama daerah di Indonesia, diantaranya adalah cikur (Sunda), kencur (Jawa), kencor(Madura), cekuk (Bali), cakue (Minangkabau), cekur (Lampung),kaciwer (Karo), dan ceuko (Aceh) (Rukmana, 2006), sedangkan diluar negeri kencur dikenal dengan nama sa geung (China), sandginger (Inggris), kentjoer (Belanda), sandingwer (Jerman),abhuyicampa (India), ban-ukon (Jepang) dan sannae (Korea) [34]. d.
Kandungan Kimia
Kandungan fitokimia terbesar rimpang kencur adalah minyak atsiri, diantaranya etil p-metoksisinamat (80,05%), Betasitosterol (9,88%), asam propionat (4,71%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%) dan 1,21docosadiene (1,47%) . Adapun senyawa lain dalam jumlah yang kecil adalah
eukaliptol, borneol, heptadekan, 1,6- cyclodecadienen, camphene, delta limonen, siklotetradekana, siklooktena, gamma elemen, 3- carene, 3-4metoksifenil, 3H-3a,7- methanoazulene, 1-metil-2-(1metiletil), tetradekana, alphapinene, betapinene, dan 1-metil-3-(1metiletil)[34].
Gambar kandungan kimia rimpang kencur e.
Khasiat Tanaman
Kencur merupakan salah satu tanaman herbal Famili Zingiberaceae yang memiliki banyak aktivitas farmakologi. Masyarakat di Indonesia secara tradisional menggunakanrimpang kencur sebagai obat radang lambung, radang anak telinga,influenza pada bayi, masuk angin, sakit kepala, batuk, diare,menghilangkan darah kotor, memperlancar haid, mata pegal, keseleodan mengusir lelah. Penelitian sebelumnyamelaporkan bahwa ekstrak rimpang kencur
memiliki
agennematisidal,
aktivitassebagai pengusir
nyamuk
analgesik dan
dan
antiinflamasi,
larvasidal,
vasorelaksan,
antineoplastik, antioksidan dan antimikroba [37]. f.
Aktivitas Antiinflamasi
Mekanisme antiinflamasi pada kencur diduga dengan menghambat pelepasan serotonin dan histamin ke tempat terjadinya radang serta menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat dengan cara penghambatan kerja siklooksigenase (COX). Senyawa yang diduga memberikan aktivitas antiinflamasi tersebut adalah flavonoid [35] . Menurut penelitian lain menyatakan bahwa tanaman kencur khususnya bagianrimpang dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Rimpang kencur mengandung flavonoid, saponin dan minyak atsiri yang dapat berfungsi sebagai antiinflamasi. Antiinflamasi padakencur merupakan tipe
anti inflamasi non steroid. Flavonoid dapat menghambat jalurmetabolisme asam arakidonat, pembentukan prostalglandin dan pelepasan histamine padaradang. Saponin bersifat seperti detergen diduga mampu berinteraksi dengan banyakmembrane lipid seperti fosfolipid yang merupakan perkusor prostalglandin mediator-mediatorinflamasi lainnya. Minyak atsiri dapat menghambat agregasi platelet dengancara menghambat pembentukan tromboksan sehingga juga berperan dalam efekantiinflamasi[1]. Etil p-metoksisinamat (C12H14O) merupakan senyawa terbesaryang terdapat dalam minyak Kaempferia galanga yang termasuk golonganester. Senyawa ini merupakan salah satu turunan asam sinamat, dimanaasam sinamat adalah senyawa aromatik yang mengandung benzen dan asamkarboksilat yang membentuk asam fenil propanoat Penelitian (Umar et al , 2012) secarain vitro, melaporkan bahwa mekanisme kerja EPMS sebagai
antiinflamasi adalah denganmenghambat enzim COX-1 (42,9%) dan COX-2 (57,82%),sedangkan kontrolmenghambat
indometasin enzim
COX-1
yang (82,8%)
digunakan dan
COX-2
sebagai (54,6%).
Tidakseperti COX-2 yang menginduksi respon inflamasi, enzim COX1merupakan
senyawa
penting
dalam
sintesis
prostaglandin
untukmempertahankan integritas mukosa lambung. Daya hambat EPMSyang lebih tinggi pada COX-2 dan lebih rendah pada COX-1dibandingkan indometasin antiinflamasi
menunjukkan yang
baik,
bahwa terutama
EPMS pada
merupakankandidat pasien
obat
dengangangguan
gastrointestinal[34]. g.
TINJAUAN ILMIAH
Berdasarkan penelitian Fauzia, R.R., Siti P.W., Imas Sulastri, 2017, Uji Efektivitas Anti Inflamasi Salep Ekstrak Rimpang Kencur ( Kaempferia Galanga L) Terhadap Luka Sayat Pada Tikus Jantan, Jurnal Sains dan Ilmu Farmasi, Vol.2(3)[1].
Formula yang dikembangkan pada penelitian ini adalah bentuk sediaan topikal salep dengan menggunakan basis hidrokarbon (Vaselin flavum) dan pengawet (Nipagin). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efektivitas antiinflamasi terhadap luka sayat pada tikus putih jantan dan uji stabilitas sediaan salep ekstrak rimpang kencur dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, basis salep (kontrol negatif) dan betadine salep (kontrol positif). Ekstrak kental rimpang kencur diperoleh dengan proses maserasi. Sediaan salep kemudian dievaluasi sifat fisiknya, meliputi homogenitas, daya sebar, daya lekat, pH dan uji iritasi. Penelitian ini menggunakan 15 ekor tikus putih jantan yang terlebih dahulu dicukur bulu pada bagian punggungnya kemudian dibuat luka dengan panjang ±2cm dan kedalaman 2mm, hewan uji dibagi menjadi 5 kelompok dan luka diolesi salep setiap pagi dan sore. Hasil uji stabilitas salep menunjukkan bahwa sediaaan salep rimpang kencur memenuhi syarat sediaan yang baik kecuali daya sebar. Data hasil percobaan uji efektivitas yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil uji statistik dengan uji ANAVA menunjukkan F hitung lebih besar dari Ftabel (3,043>2,450) artinya salep ekstrak rimpang kencur ( Kaempferia galanga L) mempunyai efektivitas sebagai antiinflamasi pada luka sayat tikus putih jantan yang tidak berbeda nyata dengan kontrol positif yaitu betadine salep.
Berdasarkan penelitian Arifa, I.M., 2017, Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa N-(Hidroksietil)- P -Metoksi Sinamamida (NHPMS) Terhadap Udema Pada Telapak Kaki Tikus Jantan Yang Diinduksi Karagenan, Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta[34].
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi senyawa NHPMS dalam menghambat pembentukan udema pada telapak kaki tikus jantan yang diinduksi karagenan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Winter (induksi karagenan) pada 30 ekor tikus jantan galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi 6 kelompok. Kelompok KNr (kontrol normal) tidak diinduksi karagenan, KN (kontrol negatif) diberikan suspensi NaCMC 0,5%, KP (kontrol positif) diberikan suspensi natrium diklofenak 5,14 mg/kgBB, dan kelompok dosis I,II, dan III
diberikan suspensi NHPMS 25 mg/kgBB, 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB. Senyawa uji diberikan secara oral satu jam sebelum induksi karagenan pada kaki tikus. Pengukuran volume kaki tikus dilakukan setiap jam selama lima jam setelah induksi karagenan 1% sebanyak 0,2 ml. Dari hasil pengujian, senyawa NHPMS dosis 25 mg/kgBB menunjukkan daya hambat udema paling tinggi dibandingkan kedua variasi dosis lainnya. Berdasarkan hasil uji statistik NHPMS dosis 25 mg/kgBB memiliki kemampuan inhibisi udema yang sama dengan kontrol positif , tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji (ρ = 0,05) pada tiga jam pertama.
Mekanisme
kerja
EPMS
denganmenghambat
enzim
(57,82%),sedangkan
indometasin
sebagai
COX-1
antiinflamasi
(42,9%)
yang
adalah
dan
COX-2
digunakan
sebagai
kontrolmenghambat enzim COX-1 (82,8%) dan COX-2 (54,6%). Tidakseperti COX-2 yang menginduksi respon inflamasi, enzim COX1merupakan
senyawa
penting
dalam
sintesis
prostaglandin
untukmempertahankan integritas mukosa lambung. Daya hambat EPMSyang lebih tinggi pada COX-2 dan lebih rendah pada COX1dibandingkan
indometasin
menunjukkan
bahwa
EPMS
merupakankandidat obat antiinflamasi yang baik, terutama pada pasien dengangangguan gastrointestinal
Berdasarkan penelitian Ramadhani, N., Sri A.S., 2016, Aktivitas Antiinflamasi Berbagai Tanaman Diduga Berasal Dari Flavonoid, Farmaka Suplemen, Vol.14(2)[35].
Metode pengujian aktivitas antiinflamsi yang dipilih adalah secara in vivo, yaitu metode hambatan edema yang diinduksi karagenan pada
hewan uji berupa tikus galur Wistar, dengan pembanding atau standar yang digunakan adalah natrium diklofenak. Edema diukur dengan menggunakan alat pletismometer. Hasil menunjukkan bahwa rimpang kencur memiliki aktivitas antiinflamasi, dimana semakin besar dosis yang diberikan maka semakin besar pula aktivitas antiinflamasi yang dihasilkan. Hasil persentase inhibisi yang signifikan ditunjukkan pada perlakuan
dengan dosis 45 mg/kg bb, persentase inhibisi yang dihasilkan adalah 51,27%.
Mekanisme
antiinflamasi
pada
kencur
diduga dengan
menghambat pelepasan serotonin dan histamin ke tempat terjadinya radang serta menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat dengan cara penghambatan kerja siklooksigenase (COX). Senyawa yang diduga memberikan aktivitas antiinflamasi tersebut adalah flavonoid.
Berdasarkan penelitian Riasari, H., Revika R.,
and Yessi F., 2016,
Effectiveness Of Anti-Inflammatory Plaster From Kencur ( Kaempferia galanga
L.) Rhizome Ethanol Extract, International Journal Of
Pharmaceutical Science And Research, Vol. 7(4) [36].
Penelitian dilakukan melalui tahapan pembuatan kencur plaster ekstrak rimpang dan keefektifan uji plester anti-inflamasi peradangan akut. Berdasarkan penelitian ini, ekstrak kencur rimpang bisa diproduksi sebagai plester. Ada 5 kelompok uji hewan yang digunakan tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi oleh karagenan untuk akut tes inflamasi. Ekstrak kencur rimpang kental dengan 3 macam konsentrasi berbeda, 18 mg / Kg BB tikus, 36 mg/ Kg BW tikus dan 45 mg / Kg BB tikus bantalan diresapi ke dalam luka yang telah disiapkan. Bantalan luka yang telah diresapi oleh Ekstrak 60% ditambahkan etanol dan gliserol. Setelah itu, pada luka dilekatkan plester perekat. Sebagai bantalan kontrol negatif terbuat dari plester dengan luka yang diberi etanol 60% dan gliserol, sedangkan sebagai kontrol positif menggunakan plester gel natrium diklofenak topikal. Pengujian anti-inflamasiekstrak etanol plester kencur dilakukan pada 5 kelompok hewan uji. Setiap kelompok terdiri dari 3 tikus-tikus galur Wistar. Tikus diinduksi peradangan dengan menggunakan larutan karagenan 1% di kakinya. Hasil penelitian menunjukkan ANOVA satu arah (analisisvarian) dengan tingkat kepercayaan 95%, ada perbedaan yang signifikanantara kelompok uji dan kelompok kontrol negatif berdasarkan variasi dosisuntuk uji inflamasi. Ekstrak etanol rimpang kencur dapat digunakan sebagai antiinflamasiplesteruntukmengurangiperadanganditikus.Berdasarkan
penelitian, kencurEkstrak etanol rhizoma (Kaempferia galanga L.)dapat dibuat sebagai plester anti-inflamasi. Dosis45 mg / Kg BB tikus kencur (Kaempferia galangaL.) ekstrak etanol rimpang memberikan yang palingefek anti-inflamasi yang sangat baik.
5. Daun Salam a. Deskripsi
Daun salam (Eugenia polyantha) adalah salah satu jenis rempahrempah yang sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Daun salam sendiri saat ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap dan penyedap alami pada masakan karena aromanyayang khas. Namun, selain manfaatnya sebagai penyedap makanan, daun salam juga menyimpan manfaat lain bagi kesehatan tubuh kita yang tidak kita ketahui[1]. Pohon salam dapat tumbuh di dataran rendah sampaipegunungan dengan
ketinggian
1800m,
banyak
tumbuh
di
hutan
maupun
rimbabelantara. Pohon atau perdu, daun tunggal, bersilang berhadapan, pada cabang mendatar seakan-akan tersusun dalam 2 baris pada 1 bidang. Kebanyakan
tanpa
daun
penumpu.
Kelopak
dan
mahkota
masingmasingterdiri atas 4-5 daun kelopak dan sejumlah daun mahkota yang sama, kadangkadang berlekatan. Terdapat banyak benang sari, kadang-kadang berkelopak berhadapan dengan daun-daun mahkota. Tangkai sari yang berwarna cerah, yang kadang-kadang menjadi bagian bunga. Hal yang paling menarik, bakal buah tenggelam, mempunyai 1 tangkai putik, beruang 1 sampai banyak, dengan 1-8 bakal biji dalam tiap ruang. Biji dengan sedikit atau tanpa endosperm, lembaga lurus, bengkok, atau melingkar [2]. Simplisia daun salam berwarna kecoklatan, bau aromatik lemah, dan rasa kelat. Daun tunggal bertangkai pendek, panjang tangkai daun 510 mm. Helai daun berbentuk lonjong memanjang, panjang 7-15 cm, lebar 5-10 cm, ujung dan pangkal daun meruncing. Daun salam merupakan salah satu spesies yang diuji sampai tahap uji klinik dalam usaha mendapatkan obat golongan fitofarmaka [3].
Gambar : (a) Daun Salam (b) Simplisia Daun salam b. Klasifikasi
Berikut ini adalah taksonomi dari tanaman salam. Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Myrtales
Familia
: Myrtaceae
Genus
: Syzygium
Species
:Syzygium polyanthum (Wight)[2].
c. Nama lain
Di beberapa daerah Indonesia, daun salam dikenal sebagai: salam (Jawa, Madura); gowok (Sunda); kastolam (kangean, Sumenep); manting (Jawa), dan meselengan (Sumatera). Nama yang sering digunakan dari daun salam, di antaranya ubar serai, (Malaysia); Indonesian bay leaf, Indonesian laurel, Indian bay leaf (Inggris); Salamblatt (Jerman)[4]. d. Aktivitas Farmakologi
Dari beberapa sumber di ketahui bahwa daun salam memiliki aktvitas farmakologi seperti antiinflamasi, antipertensi, Antioksidan, Antidiabetes,
Antibakteri,
imunomodulator [4].
antidiare,
amntikanker
dan
sebagai
e. Kandungan kimia
Daun salam mengandung metabolitsekunder yang memiliki banyak aktivitas farmakologi dalam mengatasi berbagai penyakit. Adanya efek sinergisme antar senyawa metabolit sekunder menyebabkan timbulnya efek farmakologi. Kandungan kimia daun salam diantaranya yaitu flavonoid, alkaloid, saponin, steroid, fenolik, flavonoid, terpenoid, kafeik dan asam galat [5]. Tinjauan Ilmiah Eugenia polyantha mengandung tanin, minyak atsiri, seskuiterpen, triterpenoid, steroid, sitral, saponin, dan karbohidrat. Daun salam juga mengandung beberapa vitamin, di antaranya vitamin C, vitamin A, vitamin E, thiamin, riboflavin, niacin, vitamin B6, vitamin B12, dan folat. Beberapa mineral pada daun salam yaitu selenium, kalsium, magnesium, seng, sodium, potassium, besi, dan phospor, ekstrak flavor daun salam mengandung senyawa utama terdiri dari cis-4-dekenal (27,12%), oktanal (11,98%), a-pinen (9,09%), farnesol (8,84%), ß-osimen (7,62%), dan nonanal (7,60%) [6]. f.
Tinjauan Ilmiah
Berdasarkan
PenelitianDwi
Antiinflamasi
Kombinasi
Endah Ekstrak
Polyanthawight.)Dengantempuyung.
Permatasari. Air
2012.
Daunsalam
(Sonchus
Efek
(Eugenia
arvensisL).
Pada
Tikus. Daun salam mengandung flavonoid golongan kuersetin, mirisitin, dan mirisetin. Ekstrak air daun salam terbukti menginhibisi pembentukan radang yang diinduksi karagenin 1% secara subplantar sebesar 32,26% dengan dosis 100mg/kgBB Kuersetin dapat mengambat COX-2. Kuersetin memiliki sifat antihistamin, dengan mencegah pelepasan histamin dari sel mast lambung, menghambat pompa proton H + / K + lambung dan mengurangi sekresi asam lambung. Selain dapat melindungi mukosa lambung dalam induksi model akut ulkus, bila diberikan dalam kondisi kronis, kuersetin juga mendukung penyembuhan ulkus lambung yang diinduksi oleh asam asetat pada model ulkus kronis [7].
Berdasarkan penelitian Risna A., Dewi T. I., Muhammad A. M.,.
2015.Aktivitas Ekstrak Daun Salam (Eugenia Polyantha) Sebagai Antiinflamasi Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus). J. Trop Pharm Chem.Vol 3. (2).
120 P-ISSN: 2087-7099 . Dari berbagai jurnal
diketahui bahwa flavonoid dapat digunakan sebagai antiinflamasi. Aktivitas
antiinflamasi
flavonoid
dengan
penghambatan
siklooksigenase atau lipooksigenase, hal ini dibuktikan dari penelitian ilmiah pada tikus putih (Rattus novergicus).tikus dibagi menjadi lima kelompok dengan jumlah tikus masing-masing kelompok 5 ekor. Diberi tanda pada mata kaki tikus lalu diukur terlebih dahulu kaki tikus menggunakan pletismometer dengan cara mencelupkan kaki tikus ke dalam bejana hingga tanda batas. Pada setiap pengukuran tinggi cairan pada alat harus sama. Perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok adalah:
Kontrol negatif suspensi Na CMC 1%
Kontrol positif suspensi obat Na diklofenak 50 mg
Kelompok uji 1; ekstrak etanol daun salam 50 mg/kgBB
Kelompok uji 2; ekstrak etanol daun salam 150 mg/kgBB
Kelompok uji 3; ekstrak etanol daun salam 250 mg/kgBB Dibersihkan kaki tikus dengan alkohol setelah 30 menit, kemudian
disuntik kaki tikus dengan karagenan secara intraplantar 0,1 mL. Diukur kaki tikus setelah 1 jam pemberian karagenan selama 5 jam tiap 1, 2, 3, 4 dan 5 jam. Kemudian diukur volume udem telapak kaki masing-masing tikus dengan pletismometer.Pengukuran volume udem pada telapak kaki tikus dilakukan setiap satu jam selama 5 jam setelah telapak kaki tikus dibuat radang dengan induksi karagenan. Pengamatan selama 5 jam dilakukan untuk mengetahui waktu dimana volume radang maksimal terbentuk. Pada penelitian ini, volume radang rata-rata kelompok kontrol negatif meningkat mulai jam pertama sampai jam kelima, dimana volume radang terbesar terjadi pada jam kelima.
waktu terbentuknya radang akibat dari induksi karagenan terdiri dari dua fase yaitu 1-2 jam setelah injeksi karagenan, menyebabkan trauma akibat radang yang ditimbulkan oleh karagenan. Pada fase pertama terjadi pelepasan serotonin dan histamin ke tempat radang serta terjadi peningkatan sintesis prostaglandin pada jaringan yang rusak. Pada fase kedua terjadi pelepasan prostaglandin dan dimediasi oleh bradikinin, leukotrien. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga variasi dosis ekstrak etanol daun salam mampu menghambat radang. Volume radang pada telapak kaki tikus yang lebih kecil dari kelompok kontrol negatif menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun salam mampu menekan radang yang disebabkan oleh karagenan. Tampak adanya perbedaan volume radang antara kelompok kontrol negatif dan dosis ekstrak etanol daun salam. Pada kelompok kontrol negatif yang diberikan Na CMC, volume radang meningkat mulai dari jam pertama sampai jam kelima, sedangkan pada kelompok perlakuan dosis 50 mg/kgBB, 150 mg/kgBB dan 250 mg/kgBB, peningkatan volume radang mulai terjadi pada jam pertama sampai jam ketiga dan mulai mengalami penurunan pada jam keempat. Aktivitas antiinflamasi ekstrak daun salam diperkirakan berkaitan dengan penghambatan pembentukan siklooksigenase. Flavonoid adalah senyawa yang diduga berperan memiliki efek antiinflamasi dalam ekstrak daun salam yang mekanisme kerjanya diduga menghambat jalur siklooksigenase pada jalur metabolisme asam arakidonat [1].
6. Daun Piladang a. Deskripsi
Piladang memiliki batang herba, tegak atau berbaring pada pangkal dan merayap tinggi berkisar 30-150 cm, mempunyai penampang batang berbentuk segiempat dan termasuk kategori tumbuhan basah yang batangnya mudah patah. Daunnya berbentuk hati dan pada setiap tepiannya dihiasi oleh jorong jorong atau lekuk-lekuk tipis yang bersambungan dan didukung oleh tangkai daun yang panjangnya sekitar 3 cm, dan memiliki warna yang beraneka ragam, mulai dari hijau hingga merah ungu [45]. b. Klasifikasi
Klasifikasi tanaman piladang [46]. Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Division
: Magnoliophyta
Class
: Magnoliopsida
Order
: Lamiales
Family
: Lamiaceae
Genus
: Solenostemon
Species
: Solenostemon scutellarioides
c. Nama Lain
Tanaman piladang memiliki banyak sinonim, yaitu dengan nama: Coleus blumei, Coleus atropurpureus, Bent., C. ingrates, Benth., C. laciniatus,
Benth., C. hybridus, Hort. Plectranthus scut ellariodes, (Linn.) , Solenostemon scutellarioides Codd [47].
Piladang (piladang) atau Coleus blumei merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara. Namun saat ini Coleus blumei telah tersebar luas dan dapat ditemukan hampir diseluruh dunia. Piladang dikenal di dunia dengan nama “ Painted Nettle” atau “ RainbowPlant ”. Nama Piladang pada beberapa negara
diantaranya [48]:
Cina
: Tzai Ye Cao
Tagalog
: Mayana, Maliana
Malaysia
: Daun Ati-ati, Ati -kati Merah, Ati-ati
Besar
Marawake, Eastern Highlands : Jangata
Papua New Guinea
: Jeune, Okavu
Thailand
: Ruese Phasom Laeo, Waan Lueat Haeng
Di Indonesia sendiri dikenal dengan nama yang berbeda-beda tergantung daerah ditemukannya. Di Sumatera dikenal dengan Gresing (Batak) Adongadong (Palembang), Miana dan Pilado (Sumatera Barat). Di daerah Jawa, dikenal dengan Jawer Kotok dan Jengger Ayam (Sunda), Iler (Jawa Tengah), Kentangan (Jawa Timur). Di Nusa Tenggara dikenal dengan Janggar Siap, Ndae Ana Sina di Bali, dan Bunak Manu Larit di Timor. Di Sulawesi, dikenal dengan Mayana (Manado), Ati-ati (Bugis), dan Bunga Lali Manu (Makassar) [47]
.
d. Aktivitas Farmakologi
Secara tradisional daun tumbuhan piladang ( Coleusatropurpureus L. Benth) atau yang biasa disebut jawer kotok atau mayana digunakan untuk membantu menghilangkan rasa nyeri, sembelit, sakit perut, mempercepat pematangan bisul, pembunuh cacing, mengatasi ambeien, diabetes mellitus, wasir, demam dan radang telinga [49]. Daun piladang digunakan secara luas di Jawa Barat dalam kegunaan terapetik seperti mengatasipostpartum, dermatitis, sakit perut, batuk dan nyeri pada otot bronchitis, asma, angina, gangguan pencernaan, gigitan binatang. Masyarakat Filipina memanfaatkannya sebagai obat demamberdarah dan juga malaria [50]. Pengalaman empiris menunjukkantumbuhan piladang dapat digunakan sebagai obat luka dengan cara membubuhkan ulekan daun piladang pada luka tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya telah dilakukan analisis fitokimia terhadap ekstrak daun piladang, hasil analisis menunjukkan kandungan kimia daun piladang seperti minyak atsiri, flavonoid, tanin, dan zat aktif lainnya.
Kandungan kimia tersebut diduga dapat mempercepat penyembuhan luka. Flavonoid
dapat
meningkatkan
proses
mitogenesis,
interaksi
sel,
meningkatkan vaskularisasi, mencegah nekrosis sel, dan penyembuhan jaringan luka [51]. e. Kandungan Kimia
Skrining fitokimia daun piladang menunjukkan mengandung alkaloid, flavonoid, saponin dan polifenol. Moektiwardoyo dkk. (2011) [52] yang melaporkan bahwa alkaloid, saponin, fenol, flavonoid dan tanin hadir di daun piladang tetapi karena kandungan tanin dalam ekstrak dan daun kering terlalu kecil menyebabkannya tidak terdeteksi. f.
Tinjauan Ilmiah
Fraksi daun piladang mengandung senyawa aktif flavonoid yang memberikan efek antiinflamasi dengan menghambatdan mengurangi volume edema pada daerah radang dan mempengaruhi migrasiserta jumlah sel leukosit pada darah dan eksudat. Aktivitas antiinflamasi tersebutdengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase.Penghambatan jalur siklooksigenase
dan
lipooksigenase
ini
menyebabkanpenghambatan
biosintesis prostaglandin dan leukotrien yang merupakan produk akhir dari jalur siklooksigenase dan lipooksigenase sehingga penghambatan enzim ini dapat mengurangi inflamasi.Dalam penghambatan enzimtersebut secara tidak langsung juga terjadipenghambatan akumulasi leukosit didaerah inflamasi, dimana dalam kondisi normalleukosit bergerak bebas sepanjang dinding endotel tetapi selama terjadinya inflamasi berbagai mediator menyebabkan
adhesi leukosit ke dinding endotel sehinggaleukosit menjadi immobil. Jadi denganadanya kandungan flavonoid dalam fraksidapat menurunkan jumlah leukosit immobil sehingga dapat menurunkanadhesi leukosit ke endotel dan terjadi penurunan respon inflamasi. Selain flavonoid, steroid yang terdapat dalam fraksi juga dapat menghambat enzim fosfolipase sehingga asam arakidonat dan prostaglandin tidak terbentuk dengan caramerintangi bebasnya enzim, menstabilkan membran lisosom, menghambat pelepasan mediatormediator inflamasi danmenghambat migrasi serta infiltrasi leukosit. Dosis efektif ekstrak etanol kunyit sebesar 400 mg/kgBB dengan persen inhibisi 89,55 % [53]. Beberapa peneliti melaporkan bahwa ekstrak daun piladang mengandung flavonoid, tanin, saponin, alkaloid dan polifenol sebagai prinsip antidiabetik bioaktif. Mekanisme alkaloid memiliki inhibisi enzim glukosidase dan menurunkan transpor glukosa melalui epitelium usus
[54] [55]
. Mekanisme
flavonoid dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah mengurangi penyerapan glukosa dan meningkatkan sekresi insulin, menurunkan stres oksidatif,
menghambat
mukosa
usus
GLUT
2
dan
menghambat
fosfodiesterase [56]. Flavonoid telah dilaporkan untuk menekan kadar glukosa secara signifikan dan flavonoid yang khas telah ditemukan menjadi penghambat kuat α-glukosidase [57].
Efek antioksidan tumbuhan piladang ( Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br.) disebabkan oleh kandungan kimia yang terdapat pada bagian daun dan akarnya yaitu saponin, polifenol, flavonoid, alkaloida, mineral dan komponen minyak atsiri. Ekstrak etanol daun iler diketahui mengandung salah satu senyawa golongan flavonoid yaitu quersetin(3,5,7,3’,4’ -pentahydroxyflavone)
dan dilaporkan bahwa dalam ekstrak etanol daun iler mengandung quersetin sebesar 0,05%. Quersetin diketahui mampu menghambat kematian sel melalui mekanisme penghambatan peroksidasi lipid, sebagai antiinflamasi, sebagai antiulcer yang berkorelasi dengan aktivitas antioksidan melalui mekanisme penghambatan peroksidasi lipid dan penurunan enzim malondialdehid [58].Daun piladang diketahui juga mengandung asamrosmarinik. Asam rosmarinik
adalah bentuk ester dari asam kafein dan 3,4-dihidroksifenilalanin yang merupakanturunan L-fenilalanin dan L-tirosin. Aktivitas antioksidan yang tinggi ditunjukan oleh asam rosmarinik dengan pencahayaan yang kontinyu [50]
. Plectranthus scutellarioides memiliki peran sebagai imunomodulator pada
pencegahan tuberculosis yang dilakukan terhadap tikusjantan galur Wistar. Ekstrak daun piladang diberikan pada tikus dan diinfeksi oleh intratrakeal Mycobacterium tuberculocis H37Rv lalu diberikan placebo, ekstrak daun
piladang dan GAB (kombinasi antara rifampisin dan ekstrak daun piladang). Ekstrak daun piladangmeningkatkan jumlah proliferasi T-limfositdan sel T CD4 yang diukur menggunakan metode flowcytometry serta IFN-γ dan TNF-a yang
diukur
dengan
ELISA.
Selainitu
juga
menurunkan
jumlah
koloni Mycobacterium tuberculosis pada sampel paru-paruWistar [50]. Menurut studi oleh Moektiwardoyo (2011)[52]daun jawer kotok (piladang) mengandungkuersetin sebanyak 0.05% dan secara in siliko berinteraksi dengan H4R melalui formasi ikatan hydrogen dengan Lys158 (2.006 Å) dan Glu182 (2.048 Å), dan ikatanvan der Waals dengan Trp90, Leu91,Asp94, Tyr95,
Phe168,
Thr178,
Ser179,Tyr319,
Phe344,
dan
Tyr340
yangmemungkinkan ekstrak daun ini berpotensi sebagai inhibitor reseptor histamin H4. Studi in vivo menunjukan ekstrak etanoldaun piladang memiliki aktivitas anticestodaterhadap cacing H. microstima pada hewan uji mencit. Metabolit sekunder yangberpotensi dalam aktivitas ini adalahgolongan senyawa flavonoid dan tanninseperti flavon (2-fenil kromon)artemisinin juga. Aktvitas meningkat dengan adanya peningkatan dosis ekstrak. Dosis efektif ekstrak etanol adalah 4896 mg/kgBBuntuk cacing H. microstoma dewasa [50]. Verawati dkk (2017)
[59]
melaporkan bahwa pemberian fraksi etil asetat
daun S. scutellarioides dapat memberikan pengaruh terhadap kadar kolesterol total hewan uji. Kelompok fraksi 100 mg/kgBB memberikan nilai kadar kolesterol yang mendekati nilai dari kelompok kontrol negatif. Kadar kolesterol kelompok perlakuan paling tinggi dijumpai pada kelompok dosis
250 mg/kgBB, diikuti oleh dosis 500 mg/kgBB dan paling rendah diberikan oleh dosis 100 mg/kgBB. Data kadar kolesterol dari semua kelompok perlakuan lebih rendah dibandingkan kontrol positif. Pengaruh fraksi etil asetat terhadap kadar kolesterol hewan uji sangat dipengaruhi komponen fitokimia yang terdapat di dalamnya. Kandungan flavonoid, polifenol, alkaloid dan steroid yang teridentifikasi dalam fraksi dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar kolesterol dengan mekanismenya masing-masing. Data penelitian ini menunjukkan bahwa dosis 100 mg/kgBB kemungkinan merupakan dosis yang paling efektif untuk menurunkan kadar kolesterol total dalam darah. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa selain memiliki efek antiinflamasi yang kuat, ekstrak daun piladang juga mempunya efek farmakologi lain yaitu bersifat antioksidan, antidiabetes, imunomodulator pada pencegahan TB, antihistamin, anticestoda dan antikolesterol.
7. Tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) a. Deskripsi Tanaman Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa)
Hutan tropis Indonesia berlimpah di Indonesia sumber daya alam; ini mencakup sekitar 143 juta hektar, dan sekitar 80% dari seluruh dunia tanaman obat hadir di sana. Ini adalah terkaya kedua dalam hal keanekaragaman hayati setelah Hutan Amazon Brasil. Diperkirakan untuk pelabuhan sekitar 28.000 spesies tanaman, yang 1.845 dari mereka telah diidentifikasi sebagai tanaman obat. 283 spesies dari mereka tanaman obat telah terdaftar secara resmi untuk penggunaan obat mereka dan telah digunakan oleh orang Indonesia sebagai obat tradisional. Jumlah dari 180 spesies ini berasal dari tropis hutan, dan 49% dari mereka tumbuh di dataran rendah daerah. Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl atau Phaleria papuana, biasanya dikenal sebagai Mahkota Dewa (MaDe), adalah obat tanaman yang berasal dari Papua ini populer di kalangan orang Indonesia karena jangkauan sifat obatnya yang luas[61]. Salah satu tumbuhan obat Indonesia yang sangat populer digunakan saat ini adalah mahkota dewa [ Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] yang berasal dari suku Thymelaceae. Dikarenakan penampilannya yang menarik, terutama saat buahnya mulai tua sehingga tumbuhan ini banyak dipelihara sebagai tanaman hias. Buah mahkota dewa sesungguhnya dapat dimakan, meskipun bijinya mengandung racun. Buahnya berbentuk bulat, berwarna hijau ketika muda dan merah marun ketika tua. Ukuran buahnya bervariasi dari sebesar ukuran bola pingpong sampai sebesar apel dengan ketebalan kulit 0,1-0,5 mm. Akhir-akhir ini, tumbuhan mahkota dewa banyak digunakan sebagai obat tradisional, baik secara tunggal maupun dicampur dengan obat-obatan tradisional lainnya[62]. Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl, juga dikenal sebagai Dewa Mahkota atau Dewa Mahkota, adalah tanaman obat milik keluarga Thymelaeaceae. Ini adalah tanaman asli dari pulau Papua New Guinea (Irian Jaya), Indonesia.Dapat ditemukan hingga 1.200 m di atas permukaan laut[63]. Pohon-pohon pinus macrocarpa tebal, hijau dan tumbuh di daerah tropis. Daunnya berwarna hijau dan meruncing dengan panjang dan lebar
mulai dari 7-10 cm dan 3-5 cm masing-masing. Bunganya juga bagus hijau atau merah marun. Diameter buahnya 3 cm dan tumbuh di atas batang dan dahan pohon, dan setiap buah memiliki 1 hingga 2 coklat, bulat telur dan biji-biji anatropous[64]. Mahkota dewa bila dibudidayakan tingginya mencapai 1,5 – 2,5 meter tetapi dapat mencapai tinggi 6 meter bila tumbuh secara liar, dimana buah Mahkota dewa merupakan ciri khas tanaman ini. Buah Mahkota dewa berbentuk bulat seperti telur, tunggal dengan panjang 4-6 cm dan lebar 3-5 cm terdiri dari kulit, daging, cangkang dan biji [65]. b. Klasifikasi Tanaman Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa)
Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Tracheophyta : Magnoliopsida : Malvales : Thymelaeaceae : Phaleria : Phaleria macrocarpa Boerl.
Gambar. Tanaman Mahkota Dewa. (a). batang, (b). kulit buah kering, (c). buah, (d). buah Phaleria macrocarpa[66]
c. Nama Daerah Tanaman Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa) di Indonesia
Nama daerah Simalakama (Melayu), Makutadewa, Makuto Mewo, Makuto ratu, Makuto rojo (Jawa). NAMA ASING - NAMA SIMPLISIA Phaleriae Fructus (buah mahkota dewa). Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa [Scheff.] Boerl.) Sinonim : Phaleriae. papuana Warb. var. Wichnannii (Val.) Back. Familia : Thymelaeaceae Nama Lokal : Nama daerah: Simalakama (Melayu), makutadewa, makuto mewo, makuto ratu, makuto rojo (Jawa)[67]. d. Khasiat Tanaman Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa)
Selama berabad-abad, orang Indonesia asli telah menggunakan buahnya Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Phaleria macrocarpa untuk menyembuhkan, mengobati dan mencegah diabetes penyakit hati, masalah pembuluh darah, kanker dan tekanan darah tinggi. Dikenal sebagai Mahkota Dewa, paling banyak biasa digunakan dalam pengobatan tradisional Indonesia untuk perawatan kanker, diabetes mellitus, dan hipertensi. Dari zaman kuno, Boerl memerangi diabetes asli, penyakit hati, masalah vaskular, kanker dan tekanan darah tinggi. Fitokimia alami telah dilaporkan memiliki lebar berbagai kegiatan biologis termasuk antioksidan, antimikroba dan sifat anti-inflamatory. P. macrocarpa terkandung kaempferol, myricetin, naringin dan rutin sebagai flavonoid. Flavonoid ini menunjukkan potensi tinggi sebagai antibakteri dan agen antijamur. Ekstrak daun P. macrocarpa memiliki antibakteri, aktivitas pembilasan radikal dan sifat sitotoksisitas. Secara empiris, P. macrocarpa telah terbukti mampu mengendalikan kanker, impotensi, hemoroid, diabetes mellitus, alergi, hatidan penyakit jantung, gangguan ginjal, penyakit darah, rematik,tekanan darah tinggi, stroke, migrain, berbagai penyakit kulit, jerawat dan sebagainya. Oleh karena itu, secara tradisional, benih hanya digunakan untuk pengobatan kondisi kulit dan untuk tujuan budidaya hias atau sebagai biopestisida tradisional. P. macrocarpa secara potensial menghambat hidrolisis karbohidrat enzim (3,4,5, trihidroksi-4-
metoksi-benzofenon-3-O-β-D-glukosida) dari ekstrak metanol daun P. Macrocarpa. Buah P. macrocarpa menghasilkan isolasi dan karakterisasi icariside C3 dan mangiferin[68]. Mahkota dewa dikenal dengan nama ilmiah Phaleria macrocarpa (Scheff.) adalah salah satu tanaman obat asli Indonesia. Baik biji maupun daging buah P. macrocarpa biasa dicampurkan pada obat tradisional (jamu) karena dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit ringan seperti alergi, gatal-gatal, pusing sampai penyakit berat seperti kanker, lever, diabetes, asam urat dan penyakit lain. Bagian biji sangat beracun namun jika diolah secara benar akan banyak manfaatnya. Oleh karenanya wajar apabila pemanfaatan biji buah saat ini masih sebatas sebagai obat luar. Khasiat suatu bahan erat kaitannya dengan senyawa yang terkandung di dalam bahan tersebut. Pada bagian daging buah P. macrocarpa terkandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid, sedangkan bagian daun mengandung alkaloid, saponin, serta polifenol. Ekstrak kloroform P. macrocarpa bagian daun mengandung senyawa terpenoid, bagian buah
mengandung senyawa flavonoid, alkaloid dan turunan fenil propanoid, bagian biji mengandung senyawa alkaloid dan terpenoid. Di antara senyawa-senyawa tersebut, flavonoid mempunyai bermacam-macam efek, salah satunya adalah efek antitumor. Triterpenoid dan steroid saponin mempunyai efek anti inflamasi, analgesik dan sitotoksik sedangkan fenol ataupun polifenol mempunyai efek antikanker. Tanin selain mempunyai efek antikanker juga dapat sebagai antivirus (HIV) [69]. Beberapa fungsi zat aktif tersebut telah diketahui, f lavanoid misalnya, dapat melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penumbunan lemak pada dinding pembuluh darah, mengurangi kadar resiko penyakit jantung koroner, mengandung anti-inflamasi (anti-radang), berfungsi sebagai anti-oksidan dan membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan atau pembengkakan[70].
e. Aktivitas SebagainAntiinflamasi
Peradangan adalah respons tubuh dari cedera sel dan jaringan karena faktor penghinaan yang berbeda, seperti infeksi, kimia, termal dan faktor mekanis. Nyeri dan pembengkakan sendi, berhubungan dengan arthritis atau penyakit lainnya adalah gangguan yang biasanya terkait dengan peradangan. Obat inflamasi dapat dikelompokkan menjadi steroid danobat anti-inflamasi
non-steroid (NSAID). Yang paling banyak
digunakan obat antara kedua kelompok untuk pengobatan gangguan terkait peradangan adalah penghambatan
NSAID.
cyclooxygenase
Ini
bertindak
(COX).
terutama
Khususnya
oleh
jalur
menghambat
metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin. Diklofenak Kalium adalah salah satu NSAID yang bekerja non-selektif menghambat COX-1 dan COX-2. Fraksi bioaktif DLBS0533 difraksinasi dari Phaleria macrocarpa dan Nigella sativa. P. macrocarpa, umumnya dikenal di
Indonesia sebagai “mahkota dewa”, adalah tanaman yang berasal dari Pulau Papua, Indonesia dan tumbuh di banyak wilayah Indonesia. Antioksidan kuat dan antiinflamasi aktivitas ekstrak buah P. macrocarpa melalui penghambatan oksida nitrat (NO). Ini adalah sebagian kecil dari buah P. macrocarpa yang mengandung 20,26% phalerin. Fraksi ini memberikan efek anti-inflamasi dengan menghambat COX-2 mRNA. Sehingga menyebabkan penurunan sintesis Prostaglandin (PGE) [71]. f.
Kandungan Kimia Tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
Tabel. Fitokimia P. macrocarpa menurut bagian dan jenis ekstrak yang digunakan[72]. G. Tinjauan Ilmiah
Berdasarkan Aprilita dkk., 2014. Dalam penelitiannya yang berjudul Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Air Daun Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa (Shrcff.)Boerl.) Terhadap Tikus Putih ( Rattus norvegicus
L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi fraksi air daun mahkota dewa terhadap udem yang ditimbulkan oleh keragenan pada telapak kaki tikus
[73]
.
Uji efek antiinflamasi dilakukan menggunakan menggunakan metode plestimometer, yaitu metode induksi udem dengan keraginan pada telapak kaki tikus. Hewan uji yang digunakan tikus putih jantan galur Sprague dawley. Pemeriksaan kadar air menunjukkan bahwa fraksi air daun mahkota dewa memiliki kadar air 7,53% dan hasil penapisan fitokimia menunjukkan adanya kandungan kimia flavonoid, saponin, dan tanin. Hasil pengamatan terhadap volume radang rata-rata pada kelompok fraksi air daun mahkota dewa dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar. Volume udem rata-rata vs waktu pada kelompok perlakuan Hasil perhitungan persentase penghambatan radang menunjukkan bahwa Natrium diklofenak sebagai kontrol positif memiliki persentase penghambatan udem sebesar 30,70%. Sedangkan pada fraksi air daun mahkota dewa dosis 0,5 g/kgBB memiliki persentase penghambatan udem 27,35%. Pada dosis 1 g/kgBB persentase penghambatan udem 18,58%. Pada dosis 2 g/kgBB persentase penghambatan udem 20,17%. Berdasarkan hasil persentase penghambatan udem tiap perlakuan menunjukkan bahwa fraksi air daun mahkota dewa dengan dosis 0,5 g/kgBB memiliki nilai persen penghambatan radang yang paling tinggi dibandingkan kelompok dosis uji lainnya
Berdasarkan Penelitian Firman,dkk., 2014. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa Boerl.) Terhadap Edema Kaki Tikus Putih Jantan [74]. Perhitungan volume edema dihitung dengan rumus . Dimana Vt merupakan volume kaki tikus setelah injeksi larutan putih telur 5% pada t jam dan V0 merupakan volume awal kaki tikus sebelum diberi perlakuan. Setelah diperoleh volume edema tiap perlakuan, dihitung AUC berdasarkan luas area yang berada di bawah kurva antara t=0 sampai t=7 jam (AUC0-7) dengan sumbu x sebagai volume edema dan sumbu y sebagai waktu (t). Nilai AUC dihitung dengan metode trapezoid. Dimana Vt(n-1) merupakan volume edema pada waktu t(n1) dan Vt merupakan volume edema pada waktu t. Nilai Area Under Curve (AUC0-7) masing-masing kelompok perlakuan selanjutnya
dirata-rata untuk menghitung besarnya daya antiinflamasi yang dimiliki ekstrak dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (aquadest). Besarnya daya antiinflamasi dinyatakan dengan Persen Daya Antiinflamasi (%DAI) yang dihitung berdasarkan rumus %DAI. Nilai %DAI yang didapat diuji secara statistik menggunakan uji Anova
satu arah kemudian dilanjutkan dengan uji LSD tingkat signifikan 0,05. Ketiga kelompok perlakuan juga mengalami penurunan volume edema. Penurunan volume edema terbesar terjadi pada ekstrak etanol kulit buah mahkota dewa pada dosis 420mg/200gBB. Hal ini disebabkan karena adanya senyawa flavonoid yang terkandung di dalam kulit buah mahkota dewa yang diduga bersifat sebagai antiinflamasi. Flavonoid bekerja dengan cara mengambat enzim COX dan lipooksigenase. Flavonoid dapat ditarik dengan senyawa polar sehingga dilakukan penarikan senyawa dengan cara maserasi menggunakan etanol 95%.
Berdasarkan Penelitian dari Agustiana dan Akhmad Edy Purwoko, 2010, Efek Antiinflamasi Daging Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa
(Scheff.)Boerl)
pada
Tikus
Betina
Terinduksi
Keragenin[75]. Daya inflamasi dinilai dengan menghitung rerata selisih volume edema kaki. Data disajikan dalam bentuk table dan grafik, diuji secara statistik dengan Anova dan Post Hoc Analysis – Multiple Comparison tipe LSD untuk mengetahui tingkat signifikansi efek antiinflamasi mahkota dewa terhadap kontrol negatif, obat standar, dan antar dosis mahkota dewa.
Gambar. Bagan uji statistic Uji statistik Post Hoc Analysis- Multiple Comparation tipe LSD rerata selisih volume edema dengan derajat kemaknaan 95%
digunakan untuk membandingkan signifikansi perbedaan antar kelompok penelitian. Perbandingkan antara kelompok III (mahkota dewa 2,1%), kelompok IV (mahkota dewa 4,2%) dan kelompok V (mahkota dewa 8,4%) terhadap kelompok II (ibuprofen) sebagai obat standar memberikan hasil dengan nilai p masingmasing 0,072, 0,456, dan 0,000. Dapat disimpulkan bahwa hanya mahkota dewa dosis 8,4% yang berbeda secara bermakna.
Berdasarkan penelitian dari
Ema Dewanti dan Aprilita Rinayanti
Daniel Riyanto R, 2014, Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Air Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa (Shceff.)Boerl) Terhadap Tikus Putih. ( Rattus norvegicus L.)[76]. Hasil pengujian diplot ke dalam grafik waktu berbanding persentase penghambatan radang seperti terlihat pada Grafik 1.
G r a f i k 1 . P e r Grafik. Persentase penghambatan udem Pada gambar terlihat persentase penghambatan udem maksimal terjadi pada kelompok dosis 0,5 g/kg BB pada menit ke- 300, dosis 1
g/kg BB pada menit ke-330, dan pada dosis 2 g/kg BB pada menit ke360. Pengujian efek antiinflamasi fraksi buah mahkota dewa diberikan 30 menit setelah tikus disuntik dengan 0,05 ml larutan karagenin 1%, hal ini bertujuan agar obat yang diberikan dapat mencapai kadar maksimal dalam darah terlebih dahulu.
8. JAHE ( Zingiber officinale), a. Deskripsi Tanaman Jahe
Jahe ( Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat populer sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Jahe termasuk suku Zingiberaceae (temu-temuan). Nama ilmiah jahe diberikan oleh William Roxburgh dari kata Yunani zingiberi, dari bahasa Sansekerta, singaberi (Harwati, 2009).
Jahe merupakan salah satu jenis tanaman obat yang berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai bumbu, bahan obat tradisional, dan bahan baku minuman serta makanan. Jahe banyak dimanfaatkan sebagai obat antiinflamasi, obat nyeri sendi dan otot, tonikum, serta obat batuk. Jahe juga diandalkan sebagai komoditas ekspor nonmigas dalam bentuk jahe segar, jahe kering, minyak atsiri, dan oleoresin (Sari, dkk., 2006). Oleoresin adalah komponen minyak tak menguap atau non volatil yang memberikan sensasi rasa pada jahe. Komponen yang terdapat pada oleoresin merupakan gambaran utuh dari kandungan jahe yaitu terdiri dari gingerol, shogaol, zingerone, resin, dan minyak atsiri. Oleoresin terbukti kuat memberikan efek anti inflamasi pada jaringan ginjal tikus yang mengalami perlakuan stres. Perlakuan stres dilakukan dengan cara puasa tidak diberi pakan, tapi diberi air minum ad libitum serta perenangan 5 menit/hari selama 5 hari. Efek anti inflamasi tersebut terlihat sangat nyata pada tikus dengan perlakuan stres dengan pemberian oleoresin dengan berbagai dosis. Oleh karena itu, diharapkan
kandungan oleoresin jahe mampu mempercepat
proses inflamasi pada luka bakar derajat II pada kulit sehingga proses proliferasi dan penyembuhan luka dapat lebih cepat tercapai (Susila, dkk., 2014).
b. Klasifikasi Tanaman Jahe
Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber Species : Zingiber officinal (Sidik, 2014)
(Harwati, 2009)
c. Nama Daerah Tanaman Jahe di Indonesia
Di Indonesia jahe memiliki berbagai nama daerah. Di Sumatra disebut halia (Aceh), beuing (Gayo), bahing (Karo), pege (Toba), sipode (Mandailing), lahia (Nias), sipodeh (Minangkabau), page (Lubu), dan jahi (Lampung). Di Jawa, jahe dikenal dengan jahe (Sunda), jae (Jawa), jhai (Madura), dan jae (Kangean). Di Sulawesi, jahe dikenal dengan nama layu (Mongondow), moyuman (Poros), melito (Gorontalo), yuyo (Buol), siwei (Baree), laia (Makassar), dan pace (Bugis). Di Nusa Tenggara, disebut jae (Bali), reja (Bima), alia (Sumba), dan lea (Flores). Di Kalimantan (Dayak), jahe dikenal dengan sebutan lai, di Banjarmasin disebut tipakan. Di Maluku, jahe disebut hairalo (Amahai), pusu, seeia, sehi (Ambon), sehi (Hila), sehil (Nusalaut), siwew (Buns), garaka (Ternate), gora (Tidore), dan laian (Aru). Di Papua, jahe disebut tali (Kalanapat) dan marman (Kapaur). Adanya nama daerah jahe di berbagai wilayah di Indonesia menunjukkan penyebaran jahe meliputi seluruh wilayah Indonesia. d. Deskripsi Tanaman Jahe
Tanaman jahe memiliki ciri-ciri sebagai terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm ; tangkai daun berbulu, panjang 2 – 4 mm ; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan
tidak berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya, sangat tajam ; panjang malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm ; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang ; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm; daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm ; tangkai putik 2 (Sidik, 2014). e. Kandungan Kimia Tanaman Jahe
Aroma khas harum jahe disebabkan oleh minyak atsiri,
sedangkan
oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Minyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Fraksi utama dalam jahe dibedakan menjadi dua yakni fraksi volatil dan non volatil, komponenkomponen masing-masing fraksi disajikan pada berikut:
(Sidik, 2014).
f.
Aktivitas Farmakologi
Jahe memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat dan mampu memperkuat khasiat obat yang dicampurkannya. Dari ketiga jenis jahe yang ada, jahe merah yang lebih banyak digunakan sebagai obat, karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya paling tinggi dibandingkan dengan jenis jahe yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan aktif jahe (gingerol) mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Fungi endofit yang dapat memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya, membuka peluang untuk menghasilkan metabolit sekunder. Apabila fungi endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu memanen tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia yang kemungkinan besar memerlukan waktu puluhan tahun untuk menanamnya (Kaitu, dkk., 2013). g. Tinjauan ilmiah
Berdasarkan penelitian Wresdiyati Tutik , Made Astawan , Dan I Ketut
Mudite Adnyane , 2013, Aktivitas Anti Inflamasi Oleoresin Jahe ( Zingiber Officinale)
Pada Ginjal Tikus Yang Mengalami Perlakuan Stres,
Jurnal.Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. 14 (2).
Peranan kandungan senyawa antioksidan oleoresin jahe ( Zingiber officinale) dalam mengatasi inflamasi yang terjadi pada ginjal tikus akibat perlakuan stres, sebagai anti inflamasi. Penelitian ini merupakan salah satu upaya pemanfaatan rimpang jahe dalam mengatasi kelainan atau inflamasi pada jaringan tubuh, terutama yang diakibatkan oleh kondisi stres. Oleh karena itu oleoresin jahe diharapkan dapat dipakai sebagai bahan alternative. Dalam penelitian ini, di lakukan perbadingan ekstraksi oleoresin jahe menggunakan pelarut methanol dan etanol. Sehingga didapatkan hasil ekstraksi oleoresin jahe dengan menggunakan pelarut metanol lebih baik dibandingkan pelarut etanol. Dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kadar oleoresin dan total fenol ekstrak jahe kering
dengan dua jenis pelarut
Ekstraksi metanol rimpang jahe menghasilkan kadar oleoresin dan fenol lebih tinggi, yaitu 6.38% dan 647.22 mg/ml, sedangkan hasil ekstraksi etanol masing-masing sebesar 4.10% dan 522.22 mg/ml. Aktivitas antioksidan oleoresin jahe secara in vitro lebih besar dari atokoferol. Oleoresin jahe memberikan efek anti inflamasi pada jaringan ginjal tikus yang mengalami perlakuan stres. Efek anti inflamasi tersebut terlihat sangat nyata pada dosis 60 mg/kgBB/hari selama 7 hari perlakuan, dan 80 mg/kgBB/hari selama 3 dan 7 hari perlakuan. Dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah sel inflamasi pada jaringan ginjal tikus yang diberi perlakuan stres dan oleoresin per lapang pandang dengan pembesaran 400x
Dalam penelitian penelitian ini, mekanisme mekanisme oleoresin oleoresin dapat mengatasi inflamasi inflamasi pada ginjal tikus akibat stres, sebagai anti inflamasi, dapat dijelaskan sebagai berikut; senyawa fenolic yang terdapat dalam oleoresin seperti gingerol, zingeron dan shogaol, yang bersifat antioksidatif menangkap radikal bebas yang jumlahnya meningkat dalam kondisi stres tersebut dengan cara memberikan atom hidrogennya. Dengan demikian pemberian oleoresin setelah stres dapat mengurangi radikal bebas yang muncul dalam jumlah sangat tinggi tersebut, yang selanjutnya berdampak pada pengurangan kerusakan sel akibat radikal bebas, termasuk inflamasi yang sedang terjadi pada ginjal.
Berdasarkan penelitian Susila Andriawan Hendra, Sumarno Dan Dina
Dewi SLI, 2014, Efek Ekstrak Jahe ( Zingiber Officinale Rosc.) Terhadap Penurunan Tanda Inflamasi Eritema Pada Tikus Putih ( Rattus Novergicus) Galur Wistar Dengan Luka Bakar Derajat II, Majalah Kesehatan FKUB , Vol. 1 (4).
Perlakuan dengan jahe yang telah dilakukan pada tikus putih ( Rattus novergicus) galur Wistar dalam menurunkan tanda inflamasi eritema luka
bakar derajat II. Delapan belas ekor ekor tikus dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yaitu kelompok I atau perlakuan dengan dengan ekstrak jahe 60mg/kg BB. Kelompok Kelompok II (kontrol) adalah perlakuan dengan silver sulfadiazin. Penelitian dilakukan selama 4 hari. Dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Kondisi luka pada kelompok perlakuan dan kontrol dengan tanda inflamasi eritema (tanda panah kuning)
Tabel 1. Hasil penilaian penurunan tanda inflamasi
Pada Tabel 1 Hasil menunjukkan bahwa pada 180 menit setelah perlakuan memiliki nilai eritema tertinggi yaitu 137,95 pixel. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata penurunan tanda
inflamasi eritema pada kelompok perlakuan dengan ekstrak jahe 60 mg/KgBB, sebelum ( pre-test ) dan sesudah ( post-test ) perlakuan memiliki hubungan hubungan yang sangat tinggi. tinggi. Hasil tersebut menunjukkan menunjukkan bahwa pemberian ekstrak jahe berpengaruh sangat besar dalam menurunkan tanda inflamasi eritema. Hal tersebut karena jahe berperan sebagai antiinflamasi yang kuat dengan adanya kandungan oleoresin, minyak atsiri, dan flavonoid. f lavonoid. Mekanisme penghambatan aktivitas enzim cyclooxygenase
dan 5-
lypoxygenase oleh ekstrak jahe yakni kandungan oleoresin, minyak atsiri, dan flavonoid sangat potensial untuk dikembangkan dan diteliti lebih lanjut. Selain mekanisme di atas, jahe juga berperan sebagai antioksidan dengan kandungan
flavonoidnya. Jahe
Juga menghambat produksi komponen
sistem kekebalan yang disebut sitokin. Dengan dihambatnya pengeluaran mediator
inflamasi
tersebut,
serta
kandungan
antioksidan,
dan
immunostimulan, maka fase inflamasi tidak akan diperpanjang, yang berarti fase proliferasi penyembuhan luka dapat segera dicapai.
Berdasarkan penelitian Amelia Rizky Rizky Dan Sandy Isna Maharani, 2017,
Effectiveness Of Dark Chocolate And Ginger On Pain Reduction Scale In Jurnal Kebidanan, Vol. 6 (12). Adolescentt Dysmenorhea Adolescen D ysmenorhea , Jurnal
Mengobservasi Mengobservasi dan mendeskripsikan skala nyeri dismenorea pada remaja putri kelompok A yaitu sebelum dan sesudah pemberian coklat hitam 40 gr 1 kali sehari 3 hari sebelum dan 3 hari selama menstruasi, kelompok B yaitu sebelum dan
sesudah pemberian jahe bubuk satu sendok sendok makan makan yang
dilarutkan dalam 200 cc air hangat 3 kali sehari pada 3 hari sebelum dan 3 hari selama selama menstruasi dan pada pada kelompok C sebelum dan sesudah sesudah tanpa perlakuan. Dengan menggunakan menggunakan metode Quasi Experimental Design dengan pendekatan Pretest-Posttest Control Group Design. Metode Quasi Experimental adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan – variabel kelompok kontrol, kontrol, sepenuhnya untuk mengontrol mengontrol variabel – variabel luar yang
mempengaruhi mempengaruhi penelitian. Rancangan Pretest-Posttest Control Group Design dilakukan dengan menilai sebelum dan setelah perlakukan pada kelompok
kontrol dan intervensi. Dapat dilihat pada hasil penelitian yang telah di lakukan pada tabel 1 dan tabel 2. Tabel.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Dismenore Remaja Putri Sebelum Pemberian Jahe
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa tingkat nyeri Dismenore pada remaja putri sebelum pemberian jahe paling banyak dalam skala 6 yaitu sebanyak 6 responden (35,3%) dan skala 8 yaitu sebanyak 5 responden (27,4%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Nyeri Dismenore Remaja Putri Sesudah Pemberian Jahe
Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa tingkat nyeri Dismenore pada remaja putri sesudah pemberian jahe paling banyak dalam skala 1 dan 2 yaitu masing – masing sebanyak 5 responden (27,4%) Setelah diberikan jahe selama 3 hari, hasil dari pengukuran nyeri menstruasi remaja mengalami penurunan. Terdapat hanya 1 orang responden yang masih merasakan nyeri saat
menstruasi skla 5. Namun selebihnya sudah tidak ditemukan lagi. Sebelum mendapatkan terapi jahe, responden menyatakan nyeri menstruasi hingga ke gejala ketidaknyamanan yang lain seperti perut mual, kembung dan kepala pusing sehingga ada beberapa responden
yang
awalnya membutuhkan
analgesik sebagai terapi kini tidak meminum lagi setelah diterapi menggunakan jahe. Hasil uji laboratorium memperlihatkan bahwa ekstrak jahe dalam air panas menghambat aktivitas lipoksigenase dan
siklooksigenase sehingga
menurunkan kadar prostaglandin dan leukotriena
(mediator
inflamasi).
Menetralkan efek merusak yang disebabkan oleh radikal bebas. Sehingga dapat digunakan oleh wanita yang memiliki keluhan setiap datang bulanannya. Rasa jahe yang hangat juga dapat memberikan efek nyaman pada pencernaan yang mengalami ketidaknyamanan saat menstruasi di hari pertama sampai ketiga. Jahe merupakan terapi yang aman untuk menghilangkan nyeri pada wanita dengan dismenorea primer pada awal menstruasi sampai dengan hari ke 3 menstruasi.
Berdasarkan penelitian Anosike Chioma A, Onyechi Obidoa, Lawrence U.
S. Ezeanyika And Meshach M. Nwuba, 2009, Anti-Inflammatory And AntiUlcerogenic Activity Of The Ethanol Extract Of Ginger ( Zingiber Officinale), African Journal Of Biochemistry Research. Vol.3 (12)
Tes
anti-inflamasi dilakukan menggunakan agen philogistic dengan
menginduksi kaki belakang tikus edema sebagai model untuk inflamasi akut. Agen filogis yang digunakan dalam penelitian ini adalah albumin dari telur segar. Dua puluh lima (25) tikus wistar dewasa dari kedua jenis kelamin (120200 g) dibagi menjadi lima kelompok eksperimen masing-masing lima tikus. Berbagai dosis ekstrak (100, 200 dan 400 mg/kg) yang diberikan secara intraperitoneal
pada tikus yang dibagi dalam kelompok I, II dan III.
Kelompok kontrol menerima jumlah yang setara normal dan kelompok referensi diberikan 100 mg/kg indomethacin. Satu jam setelah perlakuan, peradangan pada kaki belakang diinduksi dengan menyuntikkan 0,1 ml
albumin telur segar murni (agen phlogistic) ke permukaan sub plantar dari kaki belakang kanan. Perlakuan ini dapat menyebabkan pembengkakan pada kaki belakang tikus yang dipertahankan terahadap tingkat edema yang sama selama 3 jam. Persen penghambatan edema juga dihitung untuk setiap dosis menggunakan relasi. Penelitian ini mengungkapkan beberapa farmakologis dasar untuk penggunaan jahe ethnomedicinal sebagai anti-inflamasi. Ekstrak etanol jahe menunjukkan aktivitas anti-inflamasi yang baik terhadap inflamasi akut, dengan menekan edema kaki tikus baik di fase awal dan fase selanjutnya, meskipun tidak tergantung dosis. Edema hasil dari aksi mediator inflamasi seperti histamin, serotonin dan bradikinin pada inflamasi lokal. Fase awal edema, dimulai dari 1 jam setelah administrasi iritasi, karena pelepasan histamin dan serotonin, sedangkan fase selanjutnya, terjadi dari 3 hingga 5 jam setelah administrasi iritasi disebabkan oleh bradikinin, protease, prostaglandin dan lisosom. Pengurangan edema yang ditimbulkan oleh ekstrak jahe dalam hal ini studi menunjukkan bahwa jahe mengandung konstituen aktif yang memblokir pelepasan histamin dan serotonin dari mast sel dan menghambat aktivitas media inflamasi lainnya. Laporan ini sesuai dengan laporan Suekewa sebelumnya dan Yuasa (1986) yang menunjukkan bahwa -shogaol terisolasi dari ekstrak jahe menghambat eksperimental yang diinduksi pembengkakan kaki belakang pada tikus. Dilaporkan bahwa kemungkinan disebabkan oleh kemampuan -shogaol untuk menghambat enzim siklooksigenase. Jahe dapat menghambat edema paha secara eksperimental arthritis diinduksi di lutut kanan dan kaki tikus. Dilaporkan bahwa 75% dari pasien yang menderita radang sendi, osteoarthritis atau berotot ketidaknyamanan mengalami kelegaan nyeri dan bengkak berbagai derajat setelah pengobatan jahe selama 3 bulan hingga 2,5 tahun. Hasil penelitian fitokimia ini menunjukkan bahwa jahe kaya dengan flavonoid. Ini menunjukkan bahwa
flavonoid dalam jahe mungkin salah satunya konstituen anti-inflamasi aktif utamanya.
Dari penelitian ini, ekstrak jahe memiliki signifikan (p<0,05) efek protektif terhadap indometasin diinduksi tukak lambung untuk semua dosis. Beberapa obat seperti indomethacin, ibuprofen dan aspirin diketahui efektif aktivitas anti-peradangan (NSAID); menghambat berbagai perubahan yang mengarah ke peradangan terkait dengan beberapa efek samping seperti erosi lambung dan perut ulkus setelah penggunaan jangka panjang. Ini diyakini karena penghambatan oleh obat-obatan enzim cyclooxygenase 1 yang mensintesis prostaglandin (PG) diperlukan untuk hemostasis dan pemeliharaan lapisan lambung.
DAFTAR PUSTAKA [1]
Fauzia, R.R., Siti P.W., Imas Sulastri, 2017, Uji Efektivitas Anti Inflamasi Salep Ekstrak Rimpang Kencur ( Kaempferia Galanga L) Terhadap Luka Sayat Pada Tikus Jantan, Jurnal Sains dan Ilmu Farmasi , Vol.2(3).
[2]
Anwar T.M., dan Tri U.S., 2016. Manfaat Daun Binahong ( Anredera cordifolia) sebagai terapi Acne Vulgaris, MAJORITY , Vol5(1).
[3]
Ariani S., Lily L., dan Meilany F. D., 2013 Khasiat Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)Terhadap pembentukan jaringan granulasi danReepitelisasi penyembuhan luka terbuka kulitKelinci, Jurnal e-Biomedik (eBM),Vol(2).
[4]
Mahdani W., 2013, Agen Infeksi Penyebab Inflamasi Granulomatosa Infection Agents that cause Granulomatosa Inflamation , Idea Nursing Journal Vol 4(10).
[5]
Purnama H., Sriwidodo, dan Soraya R., 2015. Eview Sistematik: Proses Penyembuhan Dan Perawatan Luka, Farmaka Suplemen, Vol59 (20).
[6]
Rahmawati,A., 2014. Mekanisme Terjadinya Inflamasi Dan Stres Oksidatif Pada Obesitas. El-Hayah Vol.5(1).
[7]
Baratawidijaja, Karnen Garna., dan Iris Rengganis., 2014, Imunologi Dasar Edisi kesebelas. Badan Penerbit FKUI : Jakarta.
[8]
Zahra, A.P, dan Novita, C., 2017, Obat Anti-inflamasi Non-Steroid (OAINS): Gastroprotektif vs Kardiotoksik, Majority, Vol 6 (3).
[9]
Wibowo, S. dan Gofir A., 2001, Farmakoterapi dalam Neurologi Edisi 1, Salemba Medika: Jakarta.
[10]
Khotimah, S. N. dan Ahmad M., 2017, Review Artikel: Beberapa Tumbuhan yang Mengandung Senyawa Aktif Antiinflamasi, Farmaka, Vol. 14 (2).
[11]
Jones,S.B .,and luchinger a.e., 1987. Plant Systematics 2 nd Edition Singapore: Mc-Graw-HillBook
[12]
Masud Parvez,G.M , 2017. Current Advances in Pharmacological Activity and Toxic Effetcs Of Various Capsicum Species . International Journal of phamaceutical sciences and research . Vol. 8(5).
[13]
Jolayemi AT and Ojewole JAO, 2014. Analgesic effects of Capsicum frutescens Linn. (Solanaceae) fruit aqueous extract in mice. Global Advanced Research Journal of Medicine and Medical Science. Vol. 3(10)
[14]
Ali Esmail Al-Snafi,2015. Therapeutic Properties of Medicinal Plants: A Review of Plants with Anti-Inflammatory, Antipyretic and Analgesic Activity (Part 1). International Journal of Pharmacy. Vol.5(3).
[15]
Sobir, Syukur dan undang, 2015. Uji Aktivitas Anti-Inflamasi Ekstrak Etanol Buah Cabai Rawit (Capsicum Frutescens, L) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Dininduksi Dengan Karagenin . J. Argon Indonesia Vol.43(1).
[16]
Meyvia Rifka, 2014. Jumlah Sel Radang Pada Periodontiti Agresif Tikus Wistar Jantan Setelah Pemberian Ekstrak Buah Cabai Rawit (Capsicum Frutescens Linn.). Universitas Airlangga.Skripsi.
[17]
Bahule,A., Lily,L., dan Poppy,L., 2016. Pengaruh cabe rawit terhadap gambaran histopatologik lambung tikus Wistar yang diinduksi aspirin. Jurnal e-Biomedik (eBm) Vol.4(2).
[18]
Khasanah, F.E.N., dan Patihul, H., 2016, Nanopartikel Kurkumin Solusi Masalah Kanker dan Antibakteri, Farmaka, Vol 14(2).
[19]
Priyono., 2010, Agribisnis Tanaman Obat Kunyit dan Lengkuas, Jurnal Inovasi Pertanian, Vol 9(2).
[20]
Mutiah, R., 2015, Evidence Based Kurkumin dari Tanaman Kunyit (Curcuma longa)Sebagai Terapi Kanker pada Pengobatan Modern, Jurnal Farmasi Sains, Vol 1(1).
[21]
Yadav, R.P., dan Gaur, T., 2017, Versatility of Tumeric, Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry , Vol 6(1).
[22]
Kumar, A., Jyotsna, D., dan Anup, S., 2011, A Review on Spice of Life Curcuma Longa (Tumeric), Interanational Journal Of Applied Biology and Pharmaceutical Technology , Vol 2(4).
[23]
Mukophadhyay A., Basu, N., Ghatak,N, and Gujral, P. K. 1982. Antiinflamantoryand Irritant Activities ofCurcumin Analogues I Rats. Agents andActions 12, p. 508-12.
[24]
Arora, R. B., Basu, Kapoor, V., and Jain, A.P. 1971. AntiinflamantoryStudies on Curcuma longa (Turmeric), Indian J. Med. Res. 59, p.1289 – 95
[25]
Srimal, R.C., Dhawan, B. N. 1973. Pharmacology of diferuloyl methane(curcumin), a non-steroidal antiinflammantoryagent. J. Pharm.Pharmacol . 25, p.447-52
[26]
Chuang, S. E., Chen, A.L., Lin, J.K. 2000. Inhibition by Curcumin ofDiethylnitro Samine-induced HepaticHyperplasia, Inflammation, CellularGene Products and Cell-Cycle RelatedProtein in Rats. Food Chem. Toxicol . 38, p. 991 – 25
[27]
Park, E.J., C. H., Ko, G., Kim, j., and Sohn, D. 2000. Protective Effect ofCurcumin in Rat Liver Injury Induced byCarbon Tetracholide, J. Pharm.Pharmacol . 52, p. 437 – 40
[28]
Kurniawan B., dan Wayan F.A.,2015. Binahong ( Cassia Alata L ) As Inhibitor of Escherichiacoli Growth J Majority, Volume 4 Nomor 4.
[29]
Kurniawan B., Novita C., Abigail P., 2014,The Effectiveness of Binahong leaf extract (anredera Cordifolia (ten.) Steenis ) and mefenamic acid as anti Inflamation to white male rat induced by karagenin, JUKE,Volume 4 Nomor 8.
[30]
Lidinilla, 2014, Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong ( Andredera Cardifolia (Ten.) steenis) Terhadap Penurunan Kadar Asam
Urat Dalam Darah Tikus Putih Antan Yang Di Induksi Dengan Kafeina , skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. [31]
Paramita D., 2016, Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Daun Binahong (Andredera Cordifolia A9ten) Steenis) Terhada Kepadatan Kolagen Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Yang Mengalami Luka Bakar, Skripsi Universita Air Langga, Surabaya
[32]
Rimporok S.,Billy J. K., dan Krista V. S., 2015Uji Efektivitas Ekstrak Daun Binahong (Anredera CordifoliaSteenis) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans secara in Vitro, PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT . Vol. 4 No. 4 ISSN 2302 – 2493.
[33]
Viviansmith, G., Lawson Lawson B.E., Turnbull A., Downey P.O., 2007. The biology of australian weeds 46. Anredera cordifolia (ten.) Steenis. Plant protection quarterly. Vol.22(1).
[34]
Hasanah,A.N., Fikri N., Ellin F., dan Ade Z., 2011 , Analisis Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Kencur ( Kaempferia galanga L.), Jurnal Matematika & Sains, Vol.16(3).
[35]
Arifa, I.M., 2017, Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa N-(Hidroksietil)- P Metoksi Sinamamida (Nhpms) Terhadap Udema Pada Telapak Kaki Tikus Jantan Yang Diinduksi Karagenan, Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.
[36]
Ramadhani, N., Sri A.S., 2016, Aktivitas Antiinflamasi Berbagai Tanaman Diduga Berasal dari Flavonoid, Farmaka Suplemen, Vol.14(2).
[37]
Riasari, H., Revika R., and Yessi F., 2016, Effectiveness of AntiInflammatory Plaster from Kencur ( Kaempferia galanga L.) Rhizome Ethanol Extract, International Journal of Pharmaceutical Science and Research, Vol. 7(4).
[38]
Kumar, A., 2014, Chemical Composition of Essential Oil Isolated from The Rhizomes of Kaempferia Galanga L. , International Journal of Pharma and Bio Sciences , Vol.5(1)
[39]
Risna A., Dewi T. I., Muhammad A. M., 2015.Aktivitas Ekstrak Daun Salam (Eugenia Polyantha) Sebagai Antiinflamasi Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus). J. Trop Pharm Chem.Vol 3. (2). 120 P-ISSN: 2087-7099 .
[40]
Intan F., Ningtiyas M., Ricky, R., 2016. Effectiveness of Bay Leaf Extract for Decreasing Uric Acid in Gout Arthritis Patient. Majority. Vol. 5(3).
[41]
Dewoto, H. R., 2007. Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia.Vol. 57 (7).
[42]
Agnes F. S., Widdhi B., Widya A. L., 2014. Uji Efek Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight.) Walp) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus Novergicus L.) Yang Diinduksi Potasium Oksonat. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 3(2).
[43]
Muhammad I., Rizki. Magdalena H., 2015. Aktivitas Farmakologis, Senyawa Aktif, dan Mekanisme Kerja Daun Salam (Syzygium polyanthum). Prosiding Seminar Nasional & Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi & Klinik.
[44]
Soedarsono. 2002. Tumbuhan obat pusat. Jillid 2. Studi Obat Tradisional; Yogyakarta.
[45]
Dwi Endah P. 2012. Efek Antiinflamasi Kombinasi Ekstrak Air Daun Salam (Eugenia Polyantha Wight.) Dengan Tempuyung (Sonchus Arvensis L.) Pada Tikus.Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
[46]
Setiawati, W., 2008, Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya Untuk Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), Prima Tani Baltsa (Balai Penelitian Tanaman Sayuran): Bandung.
[47]
Al-Refi, M. R., 2016, Antimicrobial, Anti-Biofilm, Anti-Quorum, Sensing and Synergistic Effect of Some Medicinal Plants Extracts , Thesis, The Islamic University-Gaza
[48]
Ridwan, P., 2001, Climate Change and Mosquito-Borne Disease, Environmental Health Prespective, Vol 109 (1).
[49]
Nadia, H., 2008, Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Miana (Coleus blumei) Terhadap Infeksi Hymenolepis microstoma pada Mencit (Mus musculus albinus), Skripsi, FKH IPB.
[50]
Djunarko, I., Devi Y. S. M. dan Novita S., 2016, Efek Antiinflamasi Infusa Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) dan Kombinasi dengan Infusa Daun Piladang (Coleus atropurpureus L. Benth) Dosis 140 Mg/Kg BB pada Udema Telapak Kaki Mencit Betina Terinduksi Karagenin, Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 , e-ISSN: 25410474.
[51]
Novianti, H. dan Yasmiwar S., 2017, Review: Aktivitas Farmakologi Daun Piladang ( Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br.), Farmaka, Vol. 15 (1).
[52]
Rudianto, T., Jimmy P. dan P. M. Wowor, 2013, Uji Efek Daun Piladang (Coleus atropurpureus [L.] Benth.) Terhadap Penyembuhan Luka Insisi pada Kulit Kelinci (Oryctolagus cuniculus), Jurnal e-Biomedik (eBM ), Vol. 1 (1).
[53]
Moektiwardoyo, M., Levita J., Sidiq S. P., Ahmad K., Mustarichie R., Subarnas A., and Supriyatna, 2011, The Determination of Quercetin in Plectranthus scutellarioides (L) R.Br. Leaves Extract and Its In Silico Study on Histamine H4 Receptor, Majalah Farmasi Indonesia, Vol 22 (3).
[54]
Khotimah, S. N. dan Ahmad M., 2017, Review Artikel: Beberapa Tumbuhan yang Mengandung Senyawa Aktif Antiinflamasi, Farmaka, Vol. 14 (2).
[55]
Mishra, S. B., Raoch C. H. V., Ojha s. K., Vijaykumar M. and Verma A., 2010, An Analytical Review of Plants for Anti Diabetic Activity with Their Phytoconstituent & Mechanism of Action, International Journal Pharmaceutical Sciences and Research, Vol. 1 (1).
[56]
Patel, D. K., Kumar R., Laloo D. and Hemaltha S., 2012, Natural Medicines from Plant Source Used for Therapy of Diabetes Mellitus: An Overview of Its Pharmacological Aspects, Asian Pacific Journal of Tropical Disease, Vol. 2 (3).
[57]
Ajie, R. B., 2015, White Dragon Fruit ( Hylocereus undatus) Potential as Diabetes Mellitus Treatment, Jurnal Majority, Vol 4 (1).
[58]
Kim, J. S., Kwon C. S. and Son K. H., 2000, Inhibition of Alpha-Glucosidase and Amylase by Luteolin, A Flavonoid, Biosci, Biotechnol, Biochem, Vol. 64 (11).
[59]
Moelyono, M. W., Anna W. H R., Ajeng D., Ida M., Sri A. S., Yoppi I. dan Yasmiwar S., 2016, Aktivitas Antioksidan Daun Iler Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br., Jurnal Farmasi Indonesia, Vol. 8 (1).
[60]
Verawati, Mimi A. dan Iyun J. N., 2017, Pengaruh Fraksi Etil Asetat Daun Piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) Terhadap Kadar Kolesterol Total Tikus Putih Jantan, Jurnal Katalisator , Vol. 2 (1).
[61]
Faried, Ahmad., Hendrikus Masang Ban Bolly., Leri Septiani., Didik Kurnia.,Muhammad Zafrullah Arifin., dan Firman Fuad Wirakusumah., 2016. Potential Of Indonesian Herbal Medicine, Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl, For Targeting Multiple Malignancy Signaling Pathways: An Intoductory Overview. European Journal Of Medicinal Plants . Vol 11(2).
[62]
Dewanti, Ema., dan Aprilita Rinayanti Daniel Rianto R., 2014. Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Air Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa (Shceff.)Boerl) Terhadap Tikus Putih. ( Rattus norvegicus L.), Jurnal Farmasi. Vol 1(3).
[63]
Abdullah, Nazirah., Nor Hasnida Hassan., Siti Suhaila A. Rahman., Haliza Ismail., Rozidah Khalid., dan Muhammad Fuad Yahya., 2014. In Vitro Propagation Of Phaleria macrocarpa, God’s Crown. Journal Of Biotechnology and Pharmaceutical Research , Vol 5(2).
[64]
Alara OR., dan Olalere OA, 2016. A Critical Overview On the Extraction Of Bioactive Compounds From Phaleria macrocarpa (Thymelaceae). Natural Product Chemistry & Research. Vol 4 Issue 5 . [65] Edward, Zulkarnain., dan Eti Yerizel., 2009, Efek Ekstrak Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa) Terhadap Kadar Malondialdehid Serum Pada Mencit Diabetes Melitus Akibat Induksi Aloksan. Majalah Kedokteran Andalas. Vol 33(1). [66] Alara, OR., Alara JA., dan Olalere OA., 2016. Review On Phaleria macrocarpa Pharmacological and Phytochemical Properties. Drug Designing: Open Acces Journal . Vol 5 Issue 3 . [67] Anjani, Isabela., dan Raymond R. Tjandrawinata., 2016. A New Perspective On The Use of Phaleria macrocarpa In The Management Of Cardiovascular and Metabolic Diseases: A Research Review. Journal Of Chemical and Pharmaceutical Research . Vol 6 (8). [68]
Azad, Abul Kalam., Wan Mohd Azizi Wan Sulaiman., dan Nushrat Khan Sunzida., 2016. Phytochemical and Toxicity Evaluation Of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl by MCF-7 Cell Line and Brine Shrimp
Lethality Bioassay. Journal Of Coastal Life Medicine. Vol 4 (1). [69]
Astuti, Endang., Deni Parnowo., dan Santi Dwi Puspitasari., 2006. Citotoxicity Of Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl. Fruit Meat And Seed Ethanol Extract To Mononuclear Perifer Normal Cell Of Human Body. Indo J.Chem. Vol 6 (2).
[70]
Agustiana, dan Akhmad Edy Purwoko., 2010, Efek Antiinflamasi Daging Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl) pada Tikus Betina Terinduksi Keragenin. Mutiara Medika. Vol 10 (2).
[71]
TJandrawinata, Raymond R., Ipang Djunarko., Fenty., dan Phebe Hendra., 2015. Anti-Inflamation Effects Of Bioactive Fraction DLBS0533 Containing Phaleria macrocarpa and Nigella sativa On Animal Model. International Journal Of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.Vol 7 Issue 1.
[72]
Othman, Siti Nur Atiqah Md., Satyajit Dey Sarker., Lutfun Nahar.,dan Norazah Basar., 2014. The Etnomedicinal Phytochemical and Pharmacological Properties Of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Tang Humanitas Medicine.Vol 4 Issue 4 .
[73]
Rinayanti, Aprilita, Ema Dewanti., dan Melisha Adelina H., 2014. Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Air Daun Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa (Shrcff.)Boerl.) Terhadap Tikus Putih ( Rattus norvegicus L.). Pharm Sci Res. Vol 1 (2).
[74]
Dawud, Firman., Widdhi Bodhi., dan Widya Astuty Lolo., 2014, Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kulit Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa Boerl.) Terhadap Edema Kaki Tikus Putih Jantan. Pharmacon. Vol 3 (1).
[75]
Agustiana, dan Akhmad Edy Purwoko., 2010, Efek Antiinflamasi Daging Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa (Scheff.)Boerl) pada Tikus Betina Terinduksi Keragenin. Mutiara Medika. Vol 10 (2).
[76]
Dewanti, Ema., dan Aprilita Rinayanti Daniel Rianto R., 2014. Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Air Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa (Shceff.)Boerl) Terhadap Tikus Putih. ( Rattus norvegicus L.), Jurnal Farmasi. Vol 1(3).
[77]
Harwati Ch. Tri, 2009, Khasiat Jahe Bagi Kesehatan Tubuh Manusia, Innofarm : Jurnal Inovasi Pertanian, Vol.8 (1).
[78]
Kaitu Renny Agnesia Matiandaya, Boy Rahardjo Sidharta Dan Kianto Atmodjo, 2013, Aktivitas Antibakteri Fungi Endofit Jahe Merah ( Zingiber Officinale Var. Rubrum) Terhadap Escherichia Coli Dan Streptococcus Pyogenes, Jurnal Biologi. Vol. 5 (1).
[79]
Sari Hefika Cipta, Sri Darmanti dan Endah Dwi Hastuti, 2006, Pertumbuhan Tanaman Jahe Emprit (Zingiber Officinale Var. Rubrum) Pada Media Tanam Pasir Dengan Salinitas Yang Berbeda, Buletin Anatomi Dan Fisiologi Vol. 14 (2).
[80]
Susila Andriawan Hendra, Sumarno Dan Dina Dewi SLI, 2014, Efek Ekstrak Jahe ( Zingiber Officinale Rosc.) Terhadap Penurunan Tanda Inflamasi