PROSES TEKNOLOGI PEMBUATAN PARA-XYLANE
dibuat oleh: Difa Artamam Maranai
3335130989
JURUSAN TEKNIK KIMIA - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON-BANTEN 2017
1. Deskripsi umum Xylane merupakan homolog dari C8 benzene dirumuskan dengan rumus molekul C8H10. Sedangkan ketiga isomer dari xylene adalah ortoxylane, metaxylane dan paraxylane, dimana perbedaan ketiga isomer ini adalah terletak pada posisi dari kedua gugus metilnya pada gugus benzene.
Gambar 1. Isomer Xylene Orto-xylene sebagian besar digunakan dalam produksi phthalic anhydride. Meta-xylene umumnya digunakan untuk pembuatan isophthalic acid. Sedangkan para-xylene merupakan bahan baku utama pembuatan TPA ( Terephtalat Acid ) dan DMT ( Dimetyl Terephtalat ), dimana digunakan sebagai bahan pembuatan
baku
plastik dan tekstil. Keduanya merupakan produk intermediate
polyester dan digunakan dalam pembuatan polyethylene terephthalate (PET). Selain itu, paraxylene juga dapat digunakan sebagai bahan fiber, plasticizer, film, resin dan sebagainya. Paraxylene berbentuk cairan mudah menguap dan tidak berwarna.
2. Sifat fisik dan Sifat Kimia Paraxylane Paraxylane memiliki sifat fisik dan sifat kimia sebagai berikut: Rumus Kimia
: C8H10
Nama IUPAC
: 1,4 dimethilbenzene
Kenampakan
: Tidak berwarna
Bentuk
: Cair
Bau
: Aromatik
Berat Molekul
: 106 kg/kgmol
Titik Leleh
: 13˚C
Titik Didih
: 138˚C
Temperatur Kritis
: 343.05 ˚C
Tekanan Kritis
: 3.511 Mpa
Densitas
: 860 kg/m3
Viskositas
: < 0,9 mm2/s
Kelarutan
: 146-191 mg/l (T=25˚C) Hanya dapat larut dalam pelarut organik
3. Teknologi pembuatan paraxylane Teknologi pembuatan paraxylane ada dua jenis antara lain Disproporsionasi Toluene yang dimiliki oleh PxMaxx, Exxon Mobil dan Catalytic Reforming Naphta teknologi ini dimiliki oleh UOP Technology.
a. Disproporsionasi Toluene (PxMaxx, ExxonMobil)
Merupakan reaksi 2 mol toluene menjadi 1 mol benzene dan 1 mol xylene. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut : 2 C6H5CH3
C8H10 + C6H6
Toluene
Benzene
P-xylene
Dari Proses disproporsionasi ini selain campuran xylene juga dihasilkan benzene. Reaksi ini berlangsung pada fase gas. Reaksi disproporsionasi toluene ini terjadi pada suhu 350˚C dan tekanan 20 atm , dengan waktu reaksi 15 detik, konversi 40 % dalam suatu reaktor fixed bed (US. Patent 3126422). Pada Reaksi disproporsionasi ini memerlukan penambahan hidrogen
untuk
mengurangi
terbentuknya
deposit
coke.
Reaksi
penambahan hidrogen ini disebut reaksi dealkilasi Toluene (Faith, 1975).
Reaksinya sebagai berikut:
C7H8 (g) Toluene
+
H2 (g )
C6H6 (g)
Hidrogen
+
CH4 (g) Benzene
Methane
Reaksi delakilasi toluene memiliki konversi sebesar 10 %.
Katalis yang digunakan adalah Zeolite (HZSM-5). Xylene yang dihasilkan memiliki kandungan p-xylene yang tinggi yaitu 70 – 90% (Mattar, 1994). Dari reaksi yang terjadi lalu dipisahkan dalam separator ,yang mana di separator ini dipisahkan methan dan sisa hidrogen dan sebagian benzene yang terikut ke hasil atas separator dan sebagian benzene, toluene serta xylene. Setelah itu, hasil bawah separator dimurnikan dua kali di dalam menara destilasi. Menara distilasi yang pertama menghasilkan benzene
sebagai hasil atasnya dan sekaligus sebagai hasil samping yang laku dijual, sedangkan hasil bawah dari menara destilasi pertama ini yaitu xylene dan toluene. Selanjutnya xylene dan toluene ini masuk ke menara distilasi ke dua, yang mana xylene sebagai hasil bawah dengan kemurnian 99,8 % , sedangkan hasil atas menara distilasi kedua yaitu berupa toluene yang mana akan dijadikan recycle feed . Xylene kemudian masuk ke unit kristalisasi untuk dilakukan pemurnian selanjutnya. Pada unit kristalisasi, paraxylene merupakan produk pertama yang membentuk kristal karena memiliki titik beku di atas ortoxylene dan metaxylene. Kristal paraxylene dengan slurry dipisahkan melalui centrifuge dan kemudian masuk ke dalam melt drum untuk melelehkan kristal paraxylene.
Gambar 2. Blok diagram Pxmax dengan proses kristalisasi (Exxon Mobil, 2008)
b. Catalytic Reforming Naphta ( UOP Technology ) Proses katalitik reforming ini berlangsung pada fase gas, yang mana reaksi ini terjadi pada reformer (fixed-bed reaktor). Reaksi ini terjadi pada suhu 500-525 oC, dan pada tekanan 100-300 psig. Katalis untuk reaksi ini biasanya digunakan katalis bimetal seperti Pt/Re. Konversi dari reaksi ini yaitu 80%. C6H10(CH3)2 (g)
C6H4(CH3)2 (g) +
Dimetilsikloheksane (Naphta)
Xylene
3H2 (g)
Hidrogen
Feed berupa naphta sebelum diumpankan ke reaktor harus menjalani proses hidrotreatment yang mana pada proses ini mencakup proses hidrosulfurasi dan hidronitrogenasi. Tujuan dari hidroteratment ini untuk menjenuhkan senyawa olefin yang terdapat dalam naphta, yang mana senyawa ini tidak diinginkan karena senyawa ini merupakan isyarat akan adanya coke, dan coke ini akan menurunkan keaktifan katalis. Sedangkan proses hidrosulfurasi dan hidronitrogenasi bertujuan untuk mengurangi kadar sulfur dan nitrogen yang ada didalam naphta, yang mana sulfur dan nitrogen ini mengandung racun bagi katalis (Mattar, 1994).
Dari reaksi yang keluar dari reformer ini diperoleh campuran xyelene yang mengandung Ethyl benzene,p- ,m-, o- xylene. Campuran xylene yang diperoleh ini mengandungp-xylene sebanyak 17-20,3%. Sehingga untuk mendapatkan p-xylene dengan kemurnian diatas 90% di perlukan proses lagi, yaitu dengan pemisahan para isomer di dalam unit Parex. Unit Parex memisahkan paraxylene menggunakan proses adsorbsi menggunakan ADS-47, dimana ADS-47 memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan adsorben lainnya. Unit Parex memiliki dua jenis keluaran, yaitu produk atas ( paraxylene) dan produk bawah (ethylbenzene, orthoxylene, metaxylene). Produk bawah dari Unit Parex akan masuk ke dalam Isomar Unit.
Di
dalam
Unit
Isomar,
ethylbenzene,
orthoxylene
dan
metaxyleneakan diisomerisasikan menjadi paraxylene dan dikembalikan ke xylene splitter untuk menghasilkan konversi paraxylene yang lebih besar.
Gambar 3. Blok flow diagram proses pembuatan paraxylene dengan proses catalytic reforming naphta
Gambar 4. Skema Proses pembuatan paraxylene dengan proses catalytic reforming (US. Patent 4053388)
Table 1. Perbandingan Proses Pembuatan Paraxylene
Parameter Yield Kondisi Operasi Jenis Bahan Baku Katalis
Disproporsionasi
Catalytic Reforming
Toluene
Naphta
≥ 90 %
≥ 90 %
T : 390-400˚C
T : 525-600˚C
P : 30 atm
P : 125-375 psig
Toluene (Sebagian impor)
Naphta (Full Impor)
Zeolite (HZSM-5)
Bimetal
Auto redoks (eksoterm)
Reaksi
Catalytic Reforming (eksoterm)
Benzene
Benzene, Heavy Aromatic
Sederhana dan Investasi
Cukup sulit dan Investasi
Murah
Mahal
Reaktor
1 Reaktor Fixed Bed
4 Reaktor Fixed bed
Treatment Awal
-
Hidrotreating
Produk Samping Peralatan
Proses Permurnian PX
Adsorbsi (Parex Unit) dan
Kristalisasi
Isomar Unit
Pada Tabel 5 dijelaskan bahwa yield yang dihasilkan dari kedua proses sangat besar, yaitu ≥ 90% yang berarti kemurnian paraxylene yang terbentuk tinggi. Bahan baku proses disproporsionasi adalah toluene yang didapatkan dari beberapa perusahaan di Indonesia dan sebagian kecil impor, sehingga biaya transportasi bahan baku dapat diperkecil. Bahan baku toluene tidak memerlukan proses treatment awal seperti naphta yang harus di hidrotreating terlebih dahulu. Proses disproporsionasi t oluene memiliki kondisi operasi yang lebih rendah dengan hanya satu reaktor, sedangkan proses catalytic reforming naphta memiliki kondisi operasi yang lebih tinggi dengan menggunakan empat reaktor. Hal tersebut menjelaskan bahwa dengan menggunakan proses disproporsionasi toluene, energi yang dibutuhkan akan lebih sedikit dan biaya operasi juga lebih murah jika dibandingkan dengan proses catalytic reforming naphta. Produk samping dari proses disproporsionasi toluene adalah benzene dengan kemurnian yang cukup tinggi sehingga bernilai jual tinggi di pasaran. Peralatan yang digunakan pada proses disproporsionasi toluene cukup
sederhana
sehingga
memiliki
investasi
yang
murah
jika
dibandingkan dengan proses catalytic reforming naphta yang cukup rumit. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan proses serta
teknologi yang dipilih adalah pembuatan paraxylene dengan proses disproporsionasi toluene teknologi ExxonMobil.