ANALISA IDENTIFIKASI KEMUNGKINAN TERBENTUKNYA SCALE DI LAPANGAN “X” PT. PERTAMINA EP ASSET 3 FIELD JATIBARANG
LAPORAN TUGAS AKHIR
oleh Aghisna Putri Zulullhuda 12010171
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN INDRAMAYU 2016
ANALISA IDENTIFIKASI KEMUNGKINAN TERBENTUKNYA SCALE DI LAPANGAN “X” PT. PERTAMINA EP ASSET 3 FIELD JATIBARANG
LAPORAN TUGAS AKHIR
oleh Aghisna Putri Zulullhuda 12010171
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN AKADEMI MINYAK DAN GAS BALONGAN INDRAMAYU 2016
i
ABSTRAK Problem produksi minyak yang paling sering dijumpai di lapangan minyak di Indonesia adalah scale sehingga hal tersebut mengganggu proses dari produksi minyak. Scale yaitu problem yang disebabkan karena adanya perubahan suhu, tekanan dan pH pada air formasi. Sehingga keseimbangan ion-ion melebihi kelarutannya dan membentuk endapan di reservoir, pompa serta sepanjang pipa alir pipa produksi di bawah permukaan maupun diatas permukaan. Jenis scale yang terjadi pada sumur minyak tergantung pada komposisi air formasinya dari sumur tersebut. Scale sangat dipengaruhi oleh penyusun ion anion dan kation, namun dalam analisa air formasi ini dilakukan analisa pada ion anion (Cl-, HCO3-, CO3-, OH dan SO4=) dan ion kation (Ca++, Ba++, Mg++, Na++ dan Fe+++). Keterbentukan scale pada saat analisa di laboratorium terkadang sangatlah berbeda dengan kondisi di lapangan minyak sebenarnya. Dari hasil penelitian Tugas Akhir di Laboratorium Petroleum Engineer di PT. PERTAMINA EP Asset 3 Field Jatibarang. Sumur-sumur yang mengalami problem scale yaitu Sumur C dan Sumur D diantara Sumur A, B, C dan D pada lapangan minyak Jatibarang setelah melakukan penelitian dengan variasi suhu ruangan, suhu reservoir dan suhu akibat intake pompa ESP. Scale yang terbentuk yaitu scale kalsium karbonat dengan kadar CaCO3 sebanyak 616,697.2566 gram dan 562,887.5137 gram yang terkandung pada produksi air 1804 bwpd dan 1968 bwpd.
Kata kunci: scale CaCO3, SI Stiff Davis, Ionic Strength dan berat CaCO3
ii
ABSTRACT Problem oil production is most often found in the oil field in Indonesia is the scale so that it interferes with the process of oil production. Scale is a problem that is caused due to changes in temperature, pressure and pH of the formation water. So that the balance of ions exceed the solubility and form deposits in the reservoir, pump and flowline along below the surface or above the surface. Kind of scale that occurs in oil wells depends on the composition of formation water from the well. Scale is strongly influenced by the constituent ions anions and cations, but in the analysis of formation water is analyzed on the ion anion (Cl-, HCO3-, CO3-, OH dan SO4=) ions and cations (Ca ++, Ba ++, Mg ++, Na ++ and Fe +++). Scale formed during the analysis at the laboratory sometimes very different from the actual conditions in the oil field. From the results of research final report in the Laboratory Petroleum Engineer at PT. Pertamina EP Field Asset 3 Jatibarang. The wells are experiencing problems of scale that wells C and D wells between wells A, B, C and D on the oil field Jatibarang after doing research with variations in ambient temperature, temperature and temperature reservoir due ESP pump intake. Scale formed is calcium carbonate scale with higher levels of CaCO3 as 616,697.2566 562,887.5137 gram and gram contained in water production in 1804 and 1968 bwpd bwpd.
Keywords: scale CaCO3, SI Stiff Davis, Ionic Strength and weight of CaCO3
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Tugas Akhir
Disusun Oleh : AGHISNA PUTRI ZULULLHUDA 12010171 ANALISA IDENTIFIKASI KEMUNGKINAN TERBENTUKNYA SCALE DI LAPANGAN “X” PT. PERTAMINA EP ASSET 3 FIELD JATIBARANG
Disetujui dan disahkan, Indramayu, 14 Juli 2016
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dwi Arifiyanto, S.T
Abdul Kamid, S.T
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Tugas Akhir
Disusun Oleh : AGHISNA PUTRI ZULULLHUDA 12010171
ANALISA IDENTIFIKASI KEMUNGKINAN TERBENTUKNYA SCALE DI LAPANGAN “X” MINYAK PT. PERTAMINA EP ASSET 3 FIELD JATIBARANG
Disahkan, Indramayu, 03 Februari 2016
Pembimbing Lapangan
Rifqi Athoillah
v
LEMBAR PERSEMBAHAN
Lembar ini mengingatkan saya akan banyaknya tangan yang membantu hingga akhirnya rangkaian kegiatan Tugas Akhir dan Kerja Praktek di PT. Pertamina. Terima kasih atas nikmat yang sangat luar biasa yang engkau curahkan kepadaku yaAllah. Betapa banyak mulut yang dengan ikhlas berdo’a sehingga semuanya terasa lebih mudah dan betapa banyaknya curahan kasih sayang yang mengobarkan semangat untuk menyelesaikan mini mahakarya ini. Saya yakin, jika saya berusaha untuk membalasnya niscaya balasan yang saya berikan tak setimpal dengan apa yang telah mereka berikan. Karena bantuan dan dorongan yang mereka berikan tak ternilai harganya. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang lebih kepada mereka yang dengan ikhlasnya membantu saya. Sehingga saya persembahkan mini mahakarya ini kepada mereka yang telah berjasa dalam perolehan gelar A.Md Teknik Perminyakan. MOTTO : Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS 94 : 5-6). “A journey of a thousand miles begins with a single step-Lao Tzu” “Allah selalu memberikan tantangan sesuai dengan kemampuan hambaNya-Umi” “If you never try you’ll never know-Coldplay”
vi
AGHISNA PUTRI ZULULLHUDA Place, Date of Birth
: Bogor, July 18th 1995
Sex
: Female
Marital Status
: Single
Nationality
: Indonesian
Email
:
[email protected]
Handphone
: 08121415878
EDUCATIONAL BACKGROUND Undergraduated student from Balongan Oil and Gas Academy (as my latest GPA from accumulated until semester 5; GPA 3.33).
CORE COMPETENCIES Good interpersonal skills and working attitude. Can work as a team or individually and under pressure. Excellent capability in engineering data entry and calculation. Strong knowledge in chemistry calculation and reservoir fluid analyst, good knowledge in drilling fluid analyst. Many experience in organizations and voluntary works forms good social performance and leadership.
PROFESSIONAL EXPERIENCE Laboratory Assistant of Laboratory at Drilling Fluid Analisys Laboratory, Balongan Oil and Gas Academy in Indramayu (March 2016-June 2016). Work at Laboratory. Decision, analysis and evaluation drilling fluid from density of mud, sand content, viscosity, gel strength, methylene blue test, filtration loss, mud cake and oil content of mud. Organize practical activities in laboratory.
vii
Lecturer Assistant of Laboratory Test Introduction of Drilling Mud, Balongan Oil and Gas Academy in Indramayu (March 2016-August 2016). Internship at Petroleum Engineer Laboratory of PT. Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field. Analysis test of formation water from specific gravity, chemicals unsure contents, total dissolved solid, total suspensed solid, power of hydrogen, can operate spectrophotometer and analysis scale inhibitor test in laboratory. Analysis test of oil from base sediment and water, sulfur content, salt content, pour point, flash point, freezing point, specific gravity, viscosity, chloride content and water content. Organize practical activities in laboratory. Internship at PT. Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field.
ORGANIZATION EXPERIENCE Member of Geothermal Study Club of Balongan. Member of Migas Choir. Vice Leader of District Rover and Ranger Council at North Bogor. Member of Association Top Achievment of Scout ASIA.
SKILLS Exellent to operate Microsoft Office. Strong capability in engineering data entry and calculation. Good level for written and reading in English. Fluent Knowledge level for spoken, written and reading in Indonesia.
I hereby declare that the above written particulars are true to the best of my knowledge and belief.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt., sholawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw., kepada keluarganya serta kepada para sahabatnya karena berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Laporan ini berjudul
Analisa
Identifikasi Kemungkinan Terbentuknya Scale di Lapangan “X” PT. Pertamina EP Asset 3 Field Jatibarang. Pada kesempatan ini perkenankan penyusun untuk mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Ir. Hj. Hanifah Handayani, M.T selaku ketua Yayasan Bina Islami
2.
Bapak Drs. H. Nahdudin Islamy, M.Si selaku Direktur Akademi Minyak dan Gas Balongan.
3.
Bapak Dwi Arifiyanto, S.T selaku Ketua Program Studi Teknik Perminyakan dan Dosen Pembimbing I Tugas Akhir.
4.
Bapak Abdul Kamid, S.T selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir.
5.
Bapak Ade Kusnadi sebagai Kepala Laboratorium Petroleum Engineer PT. Pertamina EP Asset 3.
6.
Bapak Rifqi Athoillah sebagai Pembimbing Lapangan di Laboratorium Petroleum Engineer PT. PERTAMINA EP Asset 3.
7.
Bapak dan Ibu Staff Laboratorium Petroleum Engineer PT. PERTAMINA EP Asset 3.
ix
8.
Umi dan Bapak beserta Keluarga besar Soetarso yang telah banyak memberi dukungan semangat beserta do’a untuk Tugas Akhir ini.
9.
Teman-teman Teknik Perminyakan yang telah membantu segala hal sehingga bisa terlaksana penyusunan Laporan Tugas Akhir ini. Penyusun sangat menyadari bahwasannya dalam penulisan laporan ini
masih banyak kekurangan. Oleh karenanya, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi pembuatan proposal yang lebih baik selanjutnya. Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan ini.
Indramayu, 31 Agustus 2016
Penyusun
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i ABSTRAK ............................................................................................................. ii ABSTRACT ........................................................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING....................................... iv LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LAPANGAN ................................v LEMBAR PERSEMBAHAN .............................................................................. vi CURRICULUM VITAE ....................................................................................... vii KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR DIAGRAM ..........................................................................................xv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi DAFTAR GRAFIK .......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xix DAFTAR TABEL.................................................................................................xx BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1 1.1
Latar Belakang .................................................................................1
1.2
Tema Tugas Akhir ............................................................................2
1.3
Tujuan ..............................................................................................2 1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................2
xi
1.3.2 Tujuan Khusus .....................................................................3 1.4
Manfaat ............................................................................................4 1.4.1 Manfaat Untuk Perusahaan ...................................................4 1.4.2 Manfaat Untuk Akademi Minyak dan Gas Balongan ...........4 1.4.3 Manfaat Untuk Mahasiswa ....................................................4 1.4.4 Ruang Lingkup .......................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................6 2.1
Air Formasi ......................................................................................6
2.2
Sifat Fisik Air Formasi .....................................................................6 2.2.1 Densitas Air Formasi ...........................................................6 2.2.2 Viskositas Air Formasi .........................................................7 2.2.3 Faktor Volume Formasi Air Formasi ...................................7 2.2.4 Kompressibilitas Air Formasi ...............................................7 2.2.5 Resistivitas ............................................................................8 2.2.6 pH .........................................................................................9 2.2.7 Padatan Total Terlarut dan Tersuspensi ...............................9 2.2.8 Kelarutan Gas Dalam Air ...................................................10
2.3
Sifat Kimia Air Formasi ................................................................11 2.3.1
Anion ..................................................................................11
2.3.2
Kation .................................................................................11
2.3.3
Alkalinitas...........................................................................11
2.4
Analisa Air Formasi .......................................................................14
2.5
Scale ...............................................................................................15
xii
2.6
Mekanisme Pembentukan Scale ....................................................16 2.6.1
Scale Calcium Carbonate ..................................................17 2.6.1.1 Pengaruh pH ...........................................................17 2.6.1.2 Pengaruh Tekanan ..................................................18 2.6.1.3 Pengaruh Temperatur .............................................18
2.6.2
Scale Calsium Sulfate ........................................................ 19 2.6.2.1 Pengaruh pH ...........................................................19 2.6.2.2 Pengaruh Tekanan ..................................................19 2.6.2.3 Pengaruh Temperatur .............................................20
2.6.3
Scale Barium Sulfate ..........................................................20 2.6.3.1 Pengaruh pH ...........................................................20 2.6.3.2 Pengaruh Tekanan ..................................................21 2.6.3.3 Pengaruh Temperatur .............................................21
2.7
Perhitungan Scale Calcium Carbonate Metode Stiff dan Davis ....23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................................25 3.1
Metodologi Wawancara..................................................................25
3.2
Metodologi Observasi Laboratorium .............................................25
3.3
Metodologi Literatur ......................................................................25
BAB IV PROFILE PERUSAHAAN ..................................................................26 4.1
Sejarah PT. Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field .......................26 4.1.1 Visi, Misi dan Tata Nilai Keunggulan .................................28
4.2
Unit Kerja PT. Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field ..................30 4.2.1 Bagan Organisasi ..................................................................30
xiii
4.2.2 Teknik Operasi EPT .............................................................30 4.2.3 Teknik Reservoir .................................................................31 4.2.4 Teknik Geologi dan Geofisika ..............................................32 4.2.5 Teknik Produksi....................................................................32 4.2.6 Teknik Proses dan Fasilitas ..................................................33 4.2.7 HSSE (Health, Safety, Security and Environment) ..............34 4.3
Unit Kerja Teknik Produksi............................................................35
BAB V PEMBAHASAN .....................................................................................37 5.1
Hasil Pengamatan ...........................................................................37 5.1.1
Data Hasil Analisis Air Formasi .........................................37
5.1.2
Perhitungan SI Sumur A, B, C dan D di Lapangan Minyak Field Jatibarang ..................................................................46
5.1.3
Kandungan
Scale
di
Lapangan
dalam
Temperatur
Tertentu...............................................................................48 5.1.4
Total Hardness Terhadap Gross Water dari Sumur Field Jatibarang............................................................................51
5.2
Pembahasan ....................................................................................57
BAB VI PENUTUP ..............................................................................................63 6.1
Kesimpulan .....................................................................................63
6.2
Saran ..............................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 5.1 Diagram Stiff Sumur A ..................................................................... 39 Diagram 5.2 Diagram Stiff Sumur B ..................................................................... 41 Diagram 5.3 Diagram Stiff Sumur C ..................................................................... 43 Diagram 5.4 Diagram Stiff Sumur D ..................................................................... 46
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengaruh Kelarutan Kalsium Karbonat terhadap Temperatur .......... 19 Gambar 2.2 Pengaruh Tekanan dan Temperatur Terhadap Kelarutan CaSO 4 ...... 20 Gambar 2.3 Pengaruh Tekanan dan Temperatur dalam Kelarutan Barium Sulfat dalam air ............................................................................................ 21 Gambar 2.4 Kelarutan Barium Sulfat dalam Larutan NaCl .................................. 22 Gambar 2.5 Pengaruh Temperatur dan Salinitas Terhadap Kelarutan Barium Sulfat ................................................................................................. 23 Gambar 4.1 Kebijakan QHSSE PT. Pertamina EP Field Jatibarang .................... 35
xvi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Ionic Strength 0.57 terhadap Temperatur Sumur A............................. 48 Grafik 5.2 Ionic Strength 0.52 terhadap Temperatur Sumur B ............................. 49 Grafik 5.3 Ionic Strength 0.50 terhadap Temperatur Sumur C ............................. 50 Grafik 5.4 Ionic Strength 0.54 terhadap Temperatur Sumur D............................. 51 Grafik 5.5 Hubungan antara Gross Water dengan Kandungan CaCO3 Pada Sumur A ............................................................................................... 53 Grafik 5.6 Hubungan antara Gross Water dengan Kandungan CaCO3 Pada Sumur B ............................................................................................... 54 Grafik 5.7 Hubungan antara Gross Water dengan Kandungan CaCO3 Pada Sumur C ............................................................................................... 55 Grafik 5.8 Hubungan antara Gross Water dengan Kandungan CaCO3 Pada Sumur D ............................................................................................... 57
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Absensi Kehadiran Tugas Akhir Lampiran Hasil Analisa Air Formasi Sumur A Lampiran Hasil Analisa Air Formasi Sumur B Lampiran Hasil Analisa Air Formasi Sumur C Lampiran Hasil Analisa Air Formasi Sumur D Lampiran Appendix 12 ”Value of Stiff & Davis for CaCO3 Scale Calculation”
xviii
DAFTAR SINGKATAN
SI (Stabilitas Indeks) K (Konstanta Salinitas) pH (Power of Hydrogen) S (Gypsum Concentration) Bwpd (barrel water per day) Blpd (barrel liquid per day) TDS (Total Dissolved Solid)
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Unsur Utama dan Sifat-sifat Air dalam Lapangan Minyak ............... 13
Tabel 5.1 Tabel Kation Sumur A ....................................................................... 37 Tabel 5.2 Tabel Anion Sumur A ........................................................................ 37 Tabel 5.3
Sifat Fisik Air Formasi Sumur A ....................................................... 38
Tabel 5.4
Sifat Fisik Tambahan Air Formasi Sumur A ..................................... 38
Tabel 5.5 Tabel Kation Sumur B ....................................................................... 39 Tabel 5.6 Tabel Anion Sumur B ........................................................................ 39 Tabel 5.7
Sifat Fisik Air Formasi Sumur B ....................................................... 40
Tabel 5.8
Sifat Fisik Tambahan Air Formasi Sumur B ..................................... 40
Tabel 5.9 Tabel Kation Sumur C ....................................................................... 41 Tabel 5.10 Tabel Anion Sumur C ........................................................................ 42 Tabel 5.11 Sifat Fisik Air Formasi Sumur C ....................................................... 42 Tabel 5.12 Sifat Fisik Tambahan Air Formasi Sumur C ..................................... 42 Tabel 5.13 Tabel Kation Sumur D ....................................................................... 44 Tabel 5.14 Tabel Anion Sumur D ........................................................................ 44 Tabel 5.15 Sifat Fisik Air Formasi Sumur D ....................................................... 44 Tabel 5.16 Sifat Fisik Tambahan Air Formasi Sumur D ..................................... 45 Tabel 5.17 Hasil Perhitungan Nilai SI dengan Temperatur Tertentu Pada Lapangan Minyak Field Jatibarang .................................................... 47 Tabel 5.18 Nilai K pada Temperatur Tertentu Sumur A ..................................... 49 Tabel 5.19 Nilai K pada Temperatur Tertentu Sumur B ...................................... 49
xx
Tabel 5.20 Nilai K pada Temperatur Tertentu Sumur C ...................................... 50 Tabel 5.21 Nilai K pada Temperatur Tertentu Sumur D ..................................... 51 Tabel 5.22 Kandungan CaCO3 dalam Produksi Sumur A ................................... 52 Tabel 5.23 Kandungan CaCO3 dalam Produksi Sumur B.................................... 53 Tabel 5.24 Kandungan CaCO3 dalam Produksi Sumur C.................................... 54 Tabel 5.25 Kandungan CaCO3 dalam Produksi Sumur D ................................... 56
xxi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang PT. Pertamina EP Asset 3 yaitu perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha di sektor hulu bidang minyak dan gas bumi, diantaranya seperti eksplorasi dan eksploitasi. Kegiatan produksi di suatu sumur minyak menghasilkan 3 jenis fluida yaitu air, minyak dan gas. Ketiga dari fluida tersebut mengalir ke permukaan melalui peralatan dari subsurface (tubing, artificial lift) kemudian mengalir ke flowline dan mengalir menuju sistem pengumpul. Masalah scale yang sering terjadi di di dalam produksi minyak pada lapangan “X” dengan data riwayat masing-masing sumur yang memiliki indikasi terbentuknya scale yang dapat menghambat proses dari produksi minyak. Sumur di lapangan “X” yang paling cepat terbentuknya scale dipengaruhi oleh suhu yang sangat tinggi seperti adanya akibat dari putaran pompa ESP. Maka dari itu kondisi lapangan “X” sangat cepat cenderung terbentuk scale karena hampir semua sumur menggunakan artificial lift pompa ESP. Penanggulangan scale meliputi pencegahan dan penghilangan scale apabila sudah terlanjur terjadi dapat dilakukan secara mekanis maupun kimiawi. Metode penanggulangan scale yang umum dilapangan adalah penginjeksian scale inhibitor dan pengasaman. Dengan mengetahui
1
2
kemungkinan bentuk scale dan cara pencegahan serta penanggulangan scale dari beberapa lapangan migas dapat digunakan sebagai data base untuk menangani masalah scale di lapangan minyak dan gas yang lain. Keberhasilan penanggulangan scale adalah dengan cara membandingkan laju produksi sebelum dilakukannya treatment dengan laju produksi setelah treatment. Apabila laju produksi setelah treatment mengalami kenaikkan maka berarti penanggulangan scale berhasil.
1.2 Tema Tugas Akhir Tema yang akan diambil dalam Tugas Akhir ini adalah mengenai Analisa Identifikasi Kemungkinan Terbentuknya Scale di Lapangan “X” PT. Pertamina EP Asset 3 Field Jatibarang.
1.3 Tujuan 1.3.1
Tujuan Umum 1. Mengetahui
informasi
mengenai
pelaksanaan
pekerjaan
diperusahaan atau di institusi tempat tugas akhir berlangsung. 2. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat di bangku perkuliahan. 3. Media untuk evaluasi terhadap aktivitas mahasiswa selama melakukan tugas akhir. 4. Meningkatkan kreatifitas dan keahlian Mahasiswa.
3
5. Melatih Mahasiswa untuk mencari solusi masalah yang dihadapi didalam dunia industri atau dunia kerja secara cepat. 1.3.2
Tujuan Khusus 1. Mengetahui penyebab terjadinya scale pada sumur minyak. 2. Mengetahui keterbentukan scale pada masing-masing suhu. 3. Mengetahui nilai SI dengan perhitungan Stiff dan Davis. 4. Mengetahui sumur-sumur minyak yang mengalami problem scale. 5. Mengetahui banyaknya kadar CaCO3 pada masing-masing sumur minyak.
1.4 Manfaat 1.4.1
Manfaat untuk Perusahaan 1. Dapat diperoleh informasi mengenai kerja praktek atau tugas akhir dan dapat dipergunakan untuk pengambilan langkah selanjutnya. 2. Perusahaan dapat memanfaatkan tenaga Mahasiswa yang tugas akhir dalam membantu menyelesaikan tugas-tugas untuk kebutuhan di unit-unit yang relevan. 3. Perusahaan
mendapatkan
alternatif
calon
karyawan
pada
spesialisasi yang ada pada perusahaan tersebut. 4. Menciptakan
kerjasama
yang
saling
menguntungkan
dan
bermanfaat antara perusahaan tempat tugas akhir dengan jurusan Teknik Perminyakan Akademi Minyak dan Gas Balongan.
4
1.4.2
Manfaat untuk Akademi Minyak dan Gas Balongan 1. Sebagai sarana pemantapan keilmuan bagi Mahasiswa dengan mempraktekkan di dunia kerja. 2. Sebagai saran untuk membina kerja sama dengan perusahaan di bidang perminyakan.
1.4.3
Manfaat untuk Mahasiswa 1. Dapat mengenal secara dekat dan nyata kondisi di lingkungan kerja. 2. Dapat mengaplikasikan keilmuan mengenai teknik perminyakan yang diperoleh dibangku kuliah dalam praktek dan kondisi kerja yang sebenarnya. 3. Dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap perusahaan tempat Mahasiswa kerja praktek atau tugas akhir.
1.5 Ruang Lingkup Laporan Tugas Akhir ini berjudul Analisa Identifikasi Kemungkinan Terbentuknya Scale di Lapangan “X” PT. Pertamina Asset 3 Field Jatibarang dilaksanakan di Laboratorium Petroleum Engineering PT. Pertamina EP Asset 3 Field Jatibarang yang beralamat di Jl. Raya Mundu No.1 Karangampel, Jawa Barat 45283. Terhitung dari tanggal 01 Desember 2015 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. Adapun kegiatan yang dilakukan yaitu pengujian terhadap beberapa sampel air formasi lapangan minyak Asset 3, perhitungan terhadap kandungan scale berdasarkan
5
kandungan ion kation dan anion, pengambilan data dan melakukan korelasi problem di lapangan dengan data yang sudah didapat di laboratorium. Tugas akhir ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi syarat kelulusan guna menempuh jenjang D3 Teknik Perminyakan Akademi Minyak dan Gas Balongan.
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Air Formasi Air formasi biasanya disebut dengan oil field water atau connate water atau inertial water adalah air yang ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak dan gas. Air ini biasanya mengandung bermacam-macam garam dan asam. Air formasi hampir selalu ditemukan di dalam reservoir hidrokarbon karena memang dengan adanya air ini ikut menentukan terakumulasinya hidrokarbon di dalam suatu akumulasi minyak, air selalu menempati sebagian dari suatu reservoir, minimal 10 % dan maksimal 100 % dari keseluruhan pori. Dalam air formasi terdapat senyawa-senyawa seperti CaCO3, CaSO4 dan BaSO4. Senyawa-senyawa ini dapat larut dalam air. Keberadaan senyawa ini di dalam air dengan jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan setimbang bisa menyebabkan deposit scale. Faktor utama yang berpengaruh besar pada kelarutan senyawa-senyawa pembentuk scale ini adalah kondisi fisik dari air formasi tersebut. (Sumber:Halimatuddahliana.2003)
2.2 Sifat Fisik Air Formasi 2.2.1 Densitas Air Formasi (ρw) Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume, specific volume yang dinyatakan dalam volume per satuan massa dan
6
7
specific gravity, yaitu densitas air formasi pada suatu kondisi tertentu yaitu pada tekanan 14,7 psi dan temperatur 60ºF. Berat jenis formasi pada reservoir dapat dilakukan dengan membagi berat jenis formasi pada kondisi standar dengan faktor volume formasi dan perhitungan itu dapat dilakukan bila air formasi jenuh terhadap gas alam pada kondisi reservoir. 2.2.2 Viskositas Air Formasi (μw) Besarnya viskositas air formasi tergantung pada tekanan, temperatur dan salinitas yang dikandung air formasi tersebut. Viskositas air formasi akan naik terhadap turunnya temperatur dan kenaikan tekanan. Kegunaan mengenai perilaku kekentalan air formasi pada kondisi reservoir terutama untuk mengontrol gerakan air formasi di dalam reservoir. 2.2.3 Faktor Volume Formasi Air Formasi (Bw) Faktor volume formasi menunjukan perubahan volume air formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air formasi ini dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, yang berkaitan dengan pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan, pengembangan air dengan turunnya tekanan dan penyusutan air dengan turunnya suhu. 2.2.4 Kompressibilitas Air Formasi (Cw) Kompresibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan volume yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang
8
mempengaruhinya. Besarnya kompresibilitas air murni tergantung pada tekanan, temperatur dan kadar gas terlarut dalam air. 2.2.5 Resistivitas Air garam yang memiliki konsentrasi yang tinggi akan dapat mengalirkan listrik dengan mudah dibandingkan dengan air tawar. Dalam suatu lapisan batuan, pori batuan tersebut akan terisi oleh hidrokarbon dan air formasi. Zona air dominan pada suatu lapisan batuan akan memiliki konduktivitas lebih tinggi atau resistivitas rendah dibanding pada zona hidrokarbon yang dominan. Konduktivitas merupakan gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan listrik. Oleh karena itu, semakin banyak garam-garam terlarut dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai daya hantar listrik nya . reaktivitas, bilangan valensi dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai konduktivitas. Asam, basa dan garam merupakan penghantar listrik yang baik sedangkan bahan organik misalnya sukrosa dan benzena yang tidak dapat mengalami disosiasi merupakan penghantar listrik yang buruk. Daya hantar listrik berhubungan erat dengan nilai padatan total terlarut atau TDS. Hal ini ditunjukkan dalam persamaan berikut :
9
K=
Daya Hantar Listrik (S/m) TDS (mg/L)
........................................(Persamaan 2.1) 2.2.6 pH pH dari air adalah suatu parameter yang mempengaruhi daya larut zat-zat mineral, kemampuan air untuk membentuk kerak atau scale atau menyebabkan korosi logam dan air. Pengukuran pH dapat dilakukan dengan cara elektrometri atau kalorimetri, tetapi cara elektrometri adalah cara pengukuran yang paling cocok untuk air lapangan minyak karena tidak dipengaruhi oleh larutan-larutan yang berwarna atau tidak tembus cahaya. Metode elektrometrik berdasarkan pada pengukuran perbedaan potential antara sebuah indikator electrode dengan suatu standar elektroda. Yang banyak digunakan adalah glass electrode dan calomel electrode. pH lebih kecil dari 7 berarti meniliki sifat asam, namun apabila pH lebih dari 7 berarti memiliki sifat basa. Besar kecilnya pH akan mempengaruhi korosifitas air. Jika semakin kecil pH, maka air makin asam sehingga air akan semakin korosif dan kecenderungan pembentukan scale semakin kecil.
2.2.7 Padatan Total, Terlarut dan Tersuspensi Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu. Residu dianggap sebagai kandungan total bahan terlarut dan tersuspensi dalam
10
air. Selama penentuan ini, sebagian besar bikarbonat yang merupakan anion utama di perairan telah mengalami transformasi menjadi karbondioksida,sehingga karbondioksida dan gas-gas lain yang menghilang pada saat pemanasan tidak tercakup dalam nilai padatan total. Padatan total tersuspensi adalah bahan-bahan yang tersuspensi (diameter>1μm) yang bertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0,45 μm. Padatan total tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Settleable Solid adalah jumlah padatan tersuspensi yang dapat diendapkan selama periode waktu tertentu dalam wadah berbentuk kerucut terbalik (imhoff cone), padatan total terlarut atau TDS adalah bahan-bahan terlarut (diameter <10-6) dan koloid(diameter 10-6 mm 10-3) yang berupa senyawa-senyawa bahan kimia dan bahan-bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm (Sumber:Rao, 1992). Padatan total terlarut biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan.
2.2.8 Kelarutan Gas dalam Air Kelarutan gas dalam air formasi lebih kecil jika dibandingkan dengan kelarutan gas dalam minyak pada kondisi tekanan dan temperatur yang sama. Pada temperatur yang tetap, kelarutan gas dalam
11
air formasi akan naik dengan naiknya tekanan. Kelarutan gas alam dalam air asin akan berkurang dengan bertambahnya kadar garam. Kelarutan gas alam dalam air formasi akan berkurang dengan naiknya berat jenis gas.
2.3 Sifat Kimia Air Formasi Air yang ada di dalam formasi akan melarutkan komponen-komponen batuan yang akan menjadi penyusun senyawa-senyawa kimia dalam air formasi, yaitu dari ion-ion kation dan anion. 2.3.1 Anion Anion merupakan atom netral yang telah mendapatkan elektron ke kulit valensinya yang memiliki muatan negatif. Anion yang terkandung dalam air formasi yaitu CO3-, OH-, HCO3-, SO4= dan Cl-. (Sumber: Patton, 1995) 2.3.2 Kation Kation merupakan atom netral yang telah kehilangan elektron dari kulit valensinya dan memiliki muatan positif. Kation yang terkandung dalam air formasi yaitu Na +, Ca2+, Mg2+, Fe3+, Fe
2+
, Ba2+
dan Sr2+. (Sumber: Patton, 1995) 2.3.3 Alkalinitas Alkalinitas CO3-, OH-dan HCO3- harus ditentukan ditempat pengambilan contoh, karena ion-ion ini tidak stabil atau dapat mengurai seiring dengan perubahan waktu dan suhu. Penentuan kadar barium
12
(Ba) harus dilakukan segera setelah contoh diterima, karena unsur BaSO4 terbatas kelarutannya, karena reaksi barium cepat dengan SO 4, akan mengurangi konsentrasi barium dan akan menimbulkan kesalahan dalam penelitian. Selain dengan barium, SO4 juga cepat bereaksi dengan kalsium menjadi CaSO4 pada saat suhu turun. Untuk mengetahui air formasi secara cepat dan praktis digunakan sistem klarifikasi dari air formasi. Hal ini dapat memudahkan pengerjaan pengidentifikasian sifat-sifat air formasi. Alkalinitas adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukkan jumlah ion carbonat dan bicarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada perairan tawar. Nilai ini menggambarkan kapasitas air untuk menetralkan asam atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga terhadap perubahan pH. Perairan mengandung alkalinitas lebih dari sama dengan 20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam atau basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung pada pH, alakalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu dan kekuatan ion. Nilai alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3. Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau kadar garam natrium yang tinggi.
13
Dalam kebanyakan air alami alkalinitas disebabkan oleh adanya HCO3- dan sedikit oleh adanya CO3= dan air dengan alkalinitas tinggi mempunyai konsentrasi karbon organik yang tinggi. Dalam media pH rendah, ion hidrogen dalam air akan mengurangi alkalinitas (Sumber:Achmad.2004). Alkalinitas pada air disebabkan adanya sejumlah ion-ion yang berlainan tetapi biasanya dihubungkan dengan keberadaan ion ion bikarbonat, karbonat dan hidroksida. Metode uji yang umumnya digunakan untuk menentukan alkalinitas ini adalah dengan cara penitaran percontoh dengan suatu asam standar menggunakan indikator Phenolphthalein dan Methyl Orange. Titik akhir titrasi tersebut menunjukkan nilai pH kurang lebih 8,1 untuk indikator PP dan 4,5 untuk indikator MO. Alkalinitas air sampai titik akhir dengan indikator PP disebabkan adanya hidroksida dan setengah karbonat, sedangkan dengan indikator MO mungkin disebabkan adanya ion-ion lain yang memberikan kontribusi pada alkalinitas air tersebut. Tabel 2.1 Unsur Utama dan Sifat-sifat Air dalam Lapangan Minyak (Sumber:Patton.1995.Applied Water Technology)
14
2.4 Analisa Air Formasi Dalam melakukan analisa air formasi ada beberapa metodelogi penelitian diantaranya, yaitu : a. Survei dan pengambilan percontoh air terproduksi Survei dilakukan untuk mengumpulkan data komposisi kimia dan pengambilan percontoh air terproduksi atau scale yang ada di lapanganlapangan minyak. b. Analisis Kimia Analisis kimia dilakukan untuk menentukan kandungan mineral atau ion terlarut pada percontoh atau pada endapan scale yang sudah diambil pada waktu survei. Analisa diusahakan akan dilakukan onsite sehingga mengurangi pengaruh lingkungan pada percontoh yang diambil. c. Analisis Tendensi Evaluasi pembentukan scale difokuskan pada scale jenis CaCO3, CaSO4 dan BaSO4. Adapun kegunaan yang paling penting dari analisa air formasi yaitu memperkirakan kemungkinan terjadinya kerusakan formasi dari injeksi air formasi pada projek water flooding, memperkirakan formasi scale di permukaan dan peralatan downhole, memperkirakan dan memantau adanya korosi,
memantau
efisiensi
permasalahan-permasalahan mengidentifikasi formasi.
system yang
ada
water di
treatment, lapangan
mendiagnosa minyak
dan
15
2.5 Scale Problema yang umum sering ada dalam Industri Perminyakan pada saat produksi minyak dan gas adalah masalah “scale”. Scale merupakan suatu endapan mineral yang terdefosit dan biasanya terbentuk dari air garam. Endapan tersebut terbentuk karena adanya perubahan tekanan, suhu dan pH sehingga keseimbangan ion-ion melebihi kelarutannya dan membentuk endapan di reservoir, formasi produktif, sepanjang pipa alir produksi minyak dan gas bumi baik di atas permukaan maupun dibawah permukaan. Demikian pula jika terjadi dua pencampuran dari dua jenis air formasi yang incompatible sehingga batas kelarutan senyawa yang ada dalam campuran air formasi tersebut terlampaui maka akan terbentuk endapan scale. Macammacam scale yang terjadi tergantung pada komposisi air formasi (kandungan ion dalam air formasi). Dari hasil analisa air formasi dapat diperoleh besaran atau kadar tiap-tiap ion penyusun air formasi, sehingga dengan beberapa metode perhitungan dapat dihitung kecenderungan air membentuk scale yang dapat dilakukan dengan beberapa metoda antara lain : Scaling Index (SI) oleh Stiff dan Davis. (Sumber: Lestari, MG Sri Wahyuni.2007) Adanya scale atau padatan di dalam reservoir dapat menurunkan permeabilitas batuan sehingga menurunkan produksi minyak. Jika scale menempel pada pipa alir akan menyebabkan kerusakan pipa selain menghambat laju produksi minyak dan gas bumi. Identifikasi kemungkinan terbentuknya scale sangat perlu dilakukan. (Sumber: Lestari, MG Sri Wahyuni.2007)
16
Dengan
mengetahui
jenis
scale
dan
cara
pencegahan
dan
penanggulangan scale dari beberapa lapangan migas dapat digunakan sebagai data base untuk menangani masalah scale di lapangan minyak dan gas yang lain.
Keberhasilan
penanggulangan
scale
adalah
dengan
cara
membandingkan laju produksi sebelum dilakukannya treatment dengan laju produksi setelah treatment. Apabila laju produksi setelah treatment mengalami kenaikkan maka berarti penanggulangan scale berhasil. (Sumber: Lestari, MG Sri Wahyuni.2007)
2.6 Mekanisme Pembentukan Scale Scale merupakan permasalahan yang tidak bisa dihindarkan dan harus di tangani secara serius dan bisa berkelanjutan. Adanya endapan scale dikarenakan air formasi yang mengandung ion-ion pembentuk scale, serta pengaruh tekanan, suhu dan pH. Didalam air formasi terlarut sejumlah ion antara lain kation ( Na+, Ca2+, Ba2+, Sr2+ dan Fe3+) dan anion ( Cl-, HCO3-, SO4- dan CO32- ). Kation dan anion yang terlarut di dalam air bila bergabung akan membentuk suatu senyawa atau komponen. Pada suatu kondisi tertentu, yaitu bila konsentrasi dari komponen atau senyawa tersebut telah melampaui kelarutan komponen tersebut, maka komponen tersebut tidak lagi larut tetapi terpisah dari pelarutnya dan mengendap sebagai padatan. (Sumber: Lestari, MG Sri Wahyuni.2007). Biasanya scale secara kimiawi diklasifikasikan sebagai tipe karbonat dan sulfate. Endapan mineral yang biasa terjadi antara lain adalah CaSO 4
17
(gypsum), BaSO4 (Barium Sulfat) dan CaCO3 (Calcium Carbonate). Pembentukan scale akan bertambah dan menjadi lebih keras apabila contact time semakin lama. Turbulensi juga akan meningkatkan kecenderungan terbentuknya scale. Faktor lain yang mempengaruhi pembentukkan scale antara lain yaitu, tekanan, suhu, salinitas. Jumlah CO 2 yang terlarut sebanding dengan tekanan partial CO2. Bila tekanan partial CO2 makin besar maka pH semakin kecil dan kelarutan CaCO3 bertambah besar sehingga kecenderungan pembentukan scale semakin kecil. Pada suhu yang semakin besar maka kelarutan CaCO3 akan berkurang. (Sumber: Lestari, MG Sri Wahyuni.2007). 2.6.1 Scale Calcium Carbonat (CaCO3) Scale calcium carbonate merupakan suatu endapan yang terbentuk dari hasil reaksi antara ion Calcium (Ca) dengan Carbonate (CO3=) ataupun dengan Bicarbonate (HCO3-). Ca+ + + CO3=
CaCO3
Ca+ + + 2 (HCO3-)
CaCO3 + CO2 + H2O
2.6.2.1 Pengaruh pH Jumlah CO2 yang ada dalam air mempengauhi kelarutan dari kalsium karbonat. Namun, kenyataannya tidak menyebabkan keasaman atau alkalinitas pada air. Dengan pH yang tinggi akan lebih mungkin terjadinya pengendapan (Sumber: Patton,1995).
18
2.6.2.2 Pengaruh Tekanan Peningkatan tekanan meningkatkan tekanan parsial CO2 dan meningkatkan kelarutan CaCO3 dalam air. Maka peningkatan tekanan juga meningkatkan kelarutan dari kalsium karbonat tersebut.
Penurunan tekanan merupakan
penyebab utama terdeposisinya scale calcium carbonate dalam sistem produksi. 2.6.2.3 Pengaruh Temperatur Kelarutan kalsium karbonat akan semakin berkurang dengan bertambahnya temperatur, sehingga semakin besar temperatur air maka tingkat kecenderungan terbentuknya scale CaCO3 akan semakin besar. Pengaruh tersebut dapat terjadi karena kenaikan temperatur air akan menyebabkan adanya penguapan sehingga jumlah dalam air akan berkurang.
Gambar 2.1 Pengaruh Kelarutan Kalsium Karbonat terhadap Temperatur
19
(Sumber: Patton.1995.Applied Water Technology)
2.6.2 Scale Calcium Sulfate (CaSO4) Scale calcium sulfate terbentuk dari hasil pengendapan padatan berdasarkan pada persamaan reaksi sebagai berikut : Ca++ + SO4=
CaSO4
Faktor atau kondisi yang berpengaruh dalam pembentukkan kalsium sulfat antara lain perubahan kondisi reservoir serta kandungan garam yang terlarut dalam air. 2.6.2.1 Pengaruh pH pH memiliki sedikit pengaruh dan hampir tidak memiliki efek terhadap kelarutan dari CaSO4. 2.6.2.2 Pengaruh Tekanan Kadar kelarutan kalsium sulfat dalam air akan bertambah dengan adanya kenaikan tekanan. Hal ini akan terjadi karena kenaikkan tekanan akan menyebabkan ukuran molekul kalsium sulfat akan semakin kecil. 2.6.2.3 Pengaruh Temperatur Pengaruh tekanan dalam kelarutan dari kalsium sulfat akan meningkat dengan adanya pengaruh temperatur dari reservoir.
20
Gambar 2.2 Pengaruh Tekanan dan Temperatur terhadap Kelarutan CaSO4 (Sumber: Patton.1995.Applied Water Technology)
2.6.3 Scale Barium Sulfate (BaSO4) Scale Barium Sulfate merupakan jenis scale yang memiliki kadar kelarutan yang kecil, sehingga tidak mudah untuk larut. Barium sulfat merupakan pengendapan padatan dari reaksi sebagai berikut : Ba++ + SO4=
BaSO4
2.6.3.1 Pengaruh pH pH memiliki sedikit pengaruh dan hampir tidak memiliki efek terhadap kelarutan dari BaSO4.
2.6.3.2 Pengaruh Tekanan Penurunan tekanan merupakan salah satu penyebab utama dalam terdeposisinya scale barium sulfat di sistem produksi. Menurunnya kelarutan karena penurunan tekanan di
21
choke dan valve dapat menyebabkan turbulensi dalam air yang membantu untuk mengatasi efek supersaturasi dan memulainya pengendapan. Peningkatan tekanan meningkatkan kelarutan dari BaSO4.
Gambar 2.3 Pengaruh Tekanan dan Temperatur dalam kelarutan Barium Sulfat dalam Air (Sumber: Patton.1995.Applied Water Technology)
2.6.3.3 Pengaruh Temperatur Kelarutan barium sulfat meningkat dengan temperatur sampai dengan 212ºF [100ºC]. Kelarutan dalam distilasi air meningkat dari 2,3 mg/L pada 77ºF [25ºC] sampai 3,9 mg/L pada 203ºF [95ºC]. Presentase peningkatannya lumayan besar, namun BaSO4 masih tidak dapat dilarutkan walaupun dengan temperatur yang tinggi. Diatas
temperatur
212ºF
[100ºC]
kelarutannya
meningkat di dalam air dengan nilai TDS yang kurang dari 50.000 ppm. Kelarutan dalam salinitas air yang tinggi
22
menunjukkan kelarutan yang normal biasanya dan dengan meningkatnya temperatur. Karena kelarutan meningkat pada temperatur diatas normal, biasanya BaSO4 menunjukkan tidak adanya problem scale di dalam sumur pada sumur injeksi jika tidak terdapat pengendapan di kondisi permukaan. Biasanya problem ini sering terdapat di sumur produksi atau sumur penyedia air.
Gambar 2.4 Kelarutan Barium Sulfat dalam larutan NaCl (Sumber: Patton.1995.Applied Water Technology)
23
Gambar 2.5 Pengaruh Temperatur dan Salinitas Terhadap Kelarutan Barium Sulfat (Sumber: Patton.1995.Applied Water Technology)
2.7 Perhitungan Scale Calcium Carbonate Metode Stiff dan Davis
SI = pH – pHs .....................................................................(Persamaan 2.2)
pHs = K + pCa + pAlk .......................................................(Persamaan 2.3) Kemudian,
SI = pH – K – pCa – pAlk .................................................(Persamaan 2.4)
24
dimana : SI = Stabilitas Indeks pH = pH pengukuran air K = Konstanta salinitas, komposisi dan temperatur air. Nilai K di dapat dari grafik korelasi antara kekuatan ion dan temperatur dalam air. Pada saat ingin melakukan perhitungan SI, harus terlebih dahulu mengetahui temperatur, pH, konsentrasi HCO3- dan konsentrasi CO3=. Analisa air yang lengkap pun merupakan tambahan untuk kebutuhan dalam perhitungan dalam kekuatan ion. Hal yang penting lainnya yaitu nilai dari pH, HCO3- dan CO3= dapat diukur di lapangan sesegera mungkin setelah proses sampling karena parameter tersebut dapat berubah dengan sangat cepat sejak sampel diambil dari pressurized system. Perhitungan yang valid tidak dapat diambil dari analisa laboratorium. Bahkan pengukuran pH di lapangan tidak dapat mencukupi ketika mencoba metode ini untuk kondisi di downhole di produksi atau di sumur injeksi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan selama mengambil Tugas Akhir, meliputi : 3.1
Metodologi Wawancara Dimana data yang diperoleh dari penelitian secara langsung tentang permasalahan dan penanganan scale pada pipa produksi. Berdasarkan penelitian itulah penulis mendapatkan data-data yang akan menjadi sumber data dalam pembuatan laporan. Data-data diperoleh dari konsultasi langsung dengan pembimbing lapangan maupun data-data yang diperoleh di laboratorium. .
3.2
Metodologi Observasi Laboratorium Melakukan analisa air formasi secara langsung dengan dan mengenali cara-cara analisa air formasi dengan alat-alat yang ada dilaboratorium berdasarkan petunjuk kerja individu.
3.3
Metodologi Studi Literatur Merupakan data yang diperoleh dari buku-buku analisa kimia air formasi dan buku analisa kimia laboratorium sebagai bahan tambahan dalam penyusunan laporan yang berkaitan dengan tema yang diambil.
25
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1
Sejarah PT. Pertamina EP Asset 3 Jatibarang Field Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, minyak bumi memiliki peranan yang penting dan strategis, karena migas menyangkut hajat hidup orang banyak dan merupakan sumber energi bagi kegiatan ekonomi nasional berkaitan sebagai sumber devisa negara dan pertahanan dan ketahanan nasional. Eksplorasi minyak pertama kali dilakukan di daerah Jawa Barat di Desa Cibodas, Kecamatan Maja, Majalengka di kaki Gunung Ciremai oleh dua orang Belanda, yaitu : Jean Reering dan Van Hoevel pada tahun 1817. Namun pencarian tersebut tidak menunjukkan hasil yang positif walaupun di daerah itu banyak terdapat oil seepages atau rekahan-rekahan tanah yang mengandung minyak. Ketika Indonesia masih di bawah pemerintahan Kolonial Belanda, daerah perminyakan di Jawa merupakan konsesi perusahaan Belanda yaitu NPV de Bataafsche Petroleum My (NV de BPM). Pada masa tersebut beberapa penyelidikan telah dilakukan oleh BPM seperti : - 1910 – 1942 Penyelidikan Geologi di lapangan di daerah Purwakarta, Cirebon, Karawang dan Subang.
26
27
- 1928 Penyelidikan gaya berat di lapangan Karawang, Bekasi, Indramayu, Purwakarta dan Majalengka. - 1932 – 1941 Pemboran eksplorasi di daerah Indramayu, Karawang dan Majalengka. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 daerah perminyakan di Jawa dikuasai oleh Perusahaan Tambang Minyak Nasional (PTMN) yang berkedudukan di Cepu, Jawa Tengah, pada tahun 1948, PTMN diubah menjadi Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia (PTMRI) yang pada tahun itu juga daerah perminyakan di Jawa dikuasai kembali oleh BPM hingga habis masa konsesinya tahun 1960. Berdasarkan PP No. 198 / 1961, pada tanggal 1 Juli 1961 PT. Pertamina dilebur menjadi PN Pertamina (Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Nasional). Pada bulan Januari 1966, melalui Surat Keputusan Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi No. SKPTS 61 / M / M / Migas / 66, PN Permigan diserahkan kepada PN Permina. Tanggal 26 Maret PN Permina memiliki beberapa Unit Eksplorasi dan Produksi III dengan daerah kerja meliputi Jawa dan Madura yang merupakan daerah perminyakan tua eks BPM / Shell yang dianggap tidak prospek lagi. Produksi minyak lapangan Jatibarang dikirim ke UP IV Cilacap dan UP VI Balongan yang selanjutnya akan diolah di Balikpapan.
28
4.1.1
Visi, Misi dan Tata Nilai Unggulan Visi Menjadi perusahaan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi kelas dunia. Misi Melaksanakan pengusahaan sector hulu minyak dan gas dengan penekanan pada aspek komersial dan operasi yang baik serta tumbuh dan berkembang bersama lingkungan hidup. Tata Nilai Unggulan 1.
CLEAN Dikelola secara professional, menghindari benturan kepentingan, tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang baik.
2.
COMPETITIVE Mampu berkompetisi dalam skala regional maupun internasional, mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar biaya dan menghargai kinerja.
3.
CONFIDENT Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional menjadi pelopor dalam reformasi BUMN dan membangun kebanggaan bangsa.
29
4.
CUSTOMER FOCUSED Berorientasi
pada
kepentingan
pelanggan
dan
berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. 5.
COMMERCIAL Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
6.
CAPABLE Dikelola
oleh
pemimpin
dan
pekerja
yang
professional dan memiliki talenta dan penguasaan teknis tinggi,
berkomitmen
pengembangan.
dalam
membangun
riset
dan
30
4.2
Unit Kerja PT. Pertamina EP Asset 3 Field Jatibarang 4.2.1
Bagan Organisasi
4.2.2
Teknik Operasi EPT Teknik Operasi EPT memiliki fungsi dan tugas antara lapin yaitu : 1.
Penentu
kelayakan
keekonomisan
sumur
dalam
rangka
peningkatan produksi migas serta perencanaan teknis dan pengendalian operasional pemboran, KUPL, komplesi dan stimulasi guna pencapaian target produksi yang telah ditetapkan agar efektif dan efisien.
31
2.
Perencanaan dan pengendalian operasi dalam kaitannya dengan operasi pemboran sumur eksplorasi maupun pengembangan dengan melakukan koordinasi keseluruh fungsi keteknikan.
3.
Melaksanakan operasi pemboran.
4.
Menyusun serta mengevaluasi rencana kerja operasional pengurusan migas sekaligus perencanaan laba
Strategic
Business Unit (SBU) PT. PERTAMINA EP ASSET 3. 4.2.3 Teknik Reservoir Teknik Resevoir berhubungan dengan perencanaan, perhitungan cadangan reservoir, analisa dari karakteristik reservoir, sifat-sifat properties reservoir dan analisa jenis fluida serta stimulasi reservoir. Fungsi dari bidang Teknik Reservoir yaitu : 1.
Membuat perencanaan aktifitas pengolahan cadangan minyak dan gas bumi secara dinamis.
2.
Implementasi secara strategis pengurasan reservoir minyak dan gas bumi.
3.
Uji coba dan aplikasi teknologi terbaru Initial Oil Recovery (IOR) dan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan analisa lanjutnya.
4.
Pendayagunaan
laboratorium
migas
dalam
operasional
eksplorasi dan eksploitasi pada skala laboratorium dan lapangan. 5.
Mengelola reserve assessment, optimalisasi dan peningkatan produksi migas untuk memperoleh ultimate recovery yang maksimal.
32
4.2.4
Teknik Geologi dan Geofisika Teknik Geologi dan Gefisika merupakan gabungan dari dua bidang yang berbeda yaitu teknik geologi dan teknik geofisika, namun memiliki satu tujuan yaitu memberikan gambaran mengenai bentuk dan jenis reservoir, struktur geologi yang membatasinya, ada tidaknya cadangan hidrokarbon, dalam hal ini eksplorasi dan pengembangan lapangan. Fungsi dari bidang ini sendiri adalah sebagai berikut : 1.
Meneliti,
menilai
dan
menentukan
usulan
kegiatan
pengembangan lapangan. 2.
Bersama-sama
dengan
bidang
keteknikan
lainnya
ikut
merencanakan Plan Of Development (POD) struktur eksisting di PT. PERTAMINA EP ASSET 3. 4.2.5
Teknik Produksi Teknik Produksi berkaitan dengan optimasi produksi migas suatu wilayah kerja operasi. Teknik produksi di sini adalah mengenai desain Nodal System Analysis, Gas Lift, Stimulasi sumur dan optimasi jaringan pipa dan kaitannya dengan tingkat produksi. Fungsi dari Teknik Produksi adalah sebagai berikut : 1.
Menyusun rencana kerja, menganalisa, mengevaluasi dan melaksanakan kegiatan operasi strategi keteknikan produksi secara komprehensif.
33
2.
Penerapan teknologi yang dinamis dengan menggunakan software / hardware yang sesuai dan berdaya guna tinggi dibidang Teknik Produksi.
3.
Mengoptimalkan pengaliran minyak dan gas bumi secara terintegrasi dari formasi ke sistem jaringan pipa untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi.
4. 4.2.6
Menekan biaya produksi secara optimal.
Teknik Proses dan Fasilitas Teknik Proses dan Fasilitas mempunyai tugas dan fungsi dalam menyiapkan desain fasilitas peralatan proses produksi yang meliputi desain separator, desain jaringan transportasi perpipaan dan sistem kontrol. Fungsi dari bidang Teknik Proses dan Fasilitas adalah sebagai berikut : 1.
Menyusun
rencana,
menganalisa,
mengevaluasi
dan
melaksankan sistem pengoperasian proses dan fasilitas produksi migas. 2.
Memberikan saran dan usulan pengembangan dan pemanfaatan gas menggunakan software / hardware yang sesuai, dari kepala sumur sampai fasilitas transmisi secara optimal.
3.
Merencanakan dan menyiapkan fasilitas atas tanah mulai dari desain engineering sampai dengan dokumen lelang dan
34
memonitor pelaksanaan pekerjaan dari sisi ke -elektrikan dan pembangunan fasilitas permukaan. 4.2.7
HSSE (Health Safety Security Environment) Program kegiatan HSE di PT. PERTAMINA EP ASSET 3 adalah sebagai berikut : 1.
Melaksanakan sistem K3LL.
2.
Melaksanakan audit internal SMK3LL.
3.
Mensosialisasikan peraturan dan perundangan aspek HSSE untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kebakaran dan pencemaran lingkungan.
4.
Mengintegrasikan aspek HSSE ke dalam perencenaan kegiatan proyek.
5.
Melaksanakan studi lingkungan sebagai penataan terhadap peraturan perundangan.
6.
Melaksanakan inspeksi aspek HSSE secara periodic ke SP, SKG dan fasilitas produksi lainnya.
7.
Meningkatkan kehandalan fasilitas peralatan HSSE.
8.
Melaksanakan pelatihan tanggap darurat bagi tim organisasi keadaan darurat pekerja dan pekarya.
9.
Melaksanakan safety meeting / safety talk secara rutin.
10. Melaksanakan pembinaan / kursus aspek HSSE.
35
p
Gambar 4.1 Kebijakan QHSSE PT Pertamina EP Field Jatibarang (Sumber:PT. PERTAMINA EP ASSET 3 FIELD JATIBARANG.2015)
4.3
Unit Kerja Teknik Produksi Bagian
Teknik
Produksi
mempunyai
tugas
utama
yaitu:
mempertahankan laju produksi dengan segala metode dalam mencapai optimasi maksimal selama cadangan minyak reservoir masih ekonomis. Hingga saat ini produksi harian Pertamina EP Region Jawa yaitu : 4.
Untuk minyak
: ± 7888 BOPD
5.
Untuk gas
: ± 62,66 MMSCFD
36
Sumur PT. PERTAMINA EP Asset 3 Jatibarang Field sendiri memiliki 454 sumur, terdiri dari sumur produksi yang berjumlah 178 sumur, sumur injeksi 34 sumur, sumur tidak produksi 216 sumur dan sumur kering (Dry Hole) berjumlah 26 sumur. Fungsi dari operasi produksi adalah menampung hasil produksi dari sumur, memisahkan hasil produksi antara minyak, air dan gas dimana minyak dipompakan ke terminal Balongan dan gas ke konsumen dan untuk sendiri (Gas Lift dan Utilities). Sistem produksi Jatibarang menggunakan 2 metode, yaitu : 1.
Sembur alam dimana sumur diproduksikan menggunakan tekanan alami reservoir yang masih cukup tinggi seperti banyak dilihat di wilayah Karang Baru.
2.
Sembur
buatan
dimana
untuk
mengangkat
fluida
terproduksi
dibutuhkan peralatan bawah tanah dalam hal ini field Jatibarang menggunakan ESP (Electric Submersible Pump) dan KSB (Katub Sembur Buatan).
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pengamatan 5.1.1 Data Hasil Analisis Air Formasi Data yang diperoleh dari analisis air formasi lapangan minyak Lapangan X yang dilakukan selama Tugas akhir : a.
Sumur A Tabel 5.1 Tabel Kation Sumur A (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Kation
mg/ l
Calcium (Ca++) Magnesium (Mg++)
1,763.520
88.000
24.320
2.000
4.240
0.062
0.310
0.017
9,829.024
427.405
++
Barium (Ba ) Ferum Total (Fe
+++
)
Natrium (Na+)
meq/ l
Tabel 5.2 Tabel Anion Sumur A (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Anion
mg/ l
Chloride (Cl-) Bicarbonate (HCO3--) --
Carbonate (CO3 ) -
Hydroxide (OH ) Sulfate (SO4--)
37
meq/ l
18,254.322
514.206
30.510
0.500
60.010
1.714
0.000
0.000
51.000
1.062
38
Tabel 5.3 Sifat Fisik Air Formasi Sumur A (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Sifat Fisik
Satuan
Hasil
Total Dissolved Solid (Calc)
mg/l
30,017.26
Total Dissolved Solid (Dried)
mg/l
29,505.00
Hardness Total (CaCO3)
mg/l
4,500.00
Carbondioxide (CO2)
mg/l
0.00
Tabel 5.4 Sifat Fisik Tambahan Air Formasi Sumur A (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015) Sifat Fisik Density
Satuan
Hasil
gr/cc
1.022
Water Resistivity
Ohm-m
0.22
Water Resistivity (Calc)
Ohm-m
0.21
-
7.33
mg/l
79.5
ºC
24.9
-
-0.13
meq/l
37.22
-
-53.61
pH Suspended Solid Temperatur Pengukuran Index Stability (SI) Gypsum Concentration (S) PTB Ion
Dari data diatas maka Sumur A memiliki nilai SI sebesar -0.13 yang menandakan tidak terbentuk scale CaCO3 tingkat keterbentukannya scale itu dilihat juga dari nilai PTB ion sebesar -53.61 yang nilaimya dibawah angka 0 menandakan bahwa scale dari CaCO3 tidak terbentuk, nilai S sebesar 37.22 yang menandakan tidak terbentuk scale CaSO4 karena nilai dari S lebih besar dari nilai konsentrasi nyata dari SO4 dan konsentrasi Ca.
39
Dari data diatas dapat digambarkan dalam diagram Stiff kation dan anion sebagai berikut :
Na+x100
Cl-x100
Ca++x10
HCO3-
Mg++
SO4-
Fe+++
CO3-x10
(meq/l) Diagram 5.1 Diagram Stiff Sumur A
b. Sumur B Tabel 5.5 Tabel Kation Sumur B (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Kation Calcium (Ca++)
mg/ l
meq/ l
1,342.680
67.000
9.120
0.750
Barium (Ba )
0.000
0.000
Ferum Total (Fe+++)
0.190
0.010
9,479.227
412.194
++
Magnesium (Mg ) ++
Natrium (Na+)
Tabel 5.6 Tabel Anion Sumur B (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Anion Chloride (Cl-) Bicarbonate (HCO3--) Carbonate (CO3--)
mg/ l
meq/ l
16,875.458
475.365
106.785
1.750
60.010
1.714
40
Hydroxide (OH-) Sulfate (SO4--)
0.000
0.000
54.000
1.125
Tabel 5.7 Sifat Fisik Air Formasi Sumur B (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Sifat Fisik
Satuan
Hasil
Total Dissolved Solid (Calc)
mg/l
27,927.47
Total Dissolved Solid (Dried)
mg/l
27,462.50
Hardness Total (CaCO3)
mg/l
3,387.50
Carbondioxide (CO2)
mg/l
0.00
Tabel 5.8 Sifat Fisik Tambahan Air Formasi Sumur B (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015) Sifat Fisik Density
Satuan
Hasil
gr/cc
1.019
Water Resistivity
Ohm-m
0.22
Water Resistivity (Calc)
Ohm-m
0.22
-
7.14
mg/l
92.5
ºC
24.9
pH Suspended Solid Temperatur Pengukuran Index Stability (SI) Gypsum Concentration (S) PTB Ion
-
-0.104
meq/l
40.36
-
-81.32
Dari data diatas maka Sumur B memiliki nilai SI sebesar 0.104 yang menandakan tidak terbentuk scale CaCO3 tingkat keterbentukannya scale itu dilihat juga dari nilai PTB ion sebesar -81.32 yang dibawah angka 0 menandakan bahwa scale dari CaCO3 tidak terbentuk, nilai S sebesar 40.36 yang
41
menandakan tidak terbentuk scale CaSO4 karena nilai dari S lebih besar dari nilai konsentrasi nyata dari SO4 dan konsentrasi Ca. Dari data diatas dapat digambarkan dalam diagram Stiff kation dan anion sebagai berikut :
Na+x100
Cl-x100
Ca++x10
HCO3-
Mg++
SO4-
Fe+++
CO3-x10 (meq/l) Diagram 5.2 Diagram Stiff Sumur B
c. Sumur C Tabel 5.9 Tabel Kation Sumur C (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Kation
mg/ l
meq/ l
Calcium (Ca++)
490.980
24.500
Magnesium (Mg++)
224.960
18.500
Barium (Ba++)
4.400
0.064
Ferum Total (Fe+++)
0.160
0.009
9,901.004
430.535
+
Natrium (Na )
42
Tabel 5.10 Tabel Anion Sumur C (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Anion
mg/ l
Chloride (Cl-)
meq/ l
16,517.014
465.268
335.610
5.500
Carbonate (CO3--)
60.010
1.714
Hydroxide (OH-)
0.000
0.000
54.000
1.125
--
Bicarbonate (HCO3 )
Sulfate (SO4--)
Tabel 5.11 Sifat Fisik Air Formasi Sumur C (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Sifat Fisik
Satuan
Hasil
Total Dissolved Solid (Calc)
mg/l
27,588.14
Total Dissolved Solid (Dried)
mg/l
27,022.50
Hardness Total (CaCO3)
mg/l
2,150.00
Carbondioxide (CO2)
mg/l
0.00
Tabel 5.12 Sifat Fisik Tambahan Air Formasi Sumur C (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015) Sifat Fisik Density
Satuan
Hasil
gr/cc
1.020
Water Resistivity
Ohm-m
0.22
Water Resistivity (Calc)
Ohm-m
0.22
-
7.89
pH Suspended Solid Temperatur Pengukuran Index Stability (SI) Gypsum Concentration (S) PTB Ion
mg/l
35
ºC
24.9
-
0.69
meq/l
53.98
-
35.68
43
Dari data diatas maka Sumur C memiliki nilai SI sebesar 0.69 yang menandakan terbentuknya scale CaCO3 tingkat keterbentukannya scale itu dilihat juga dari nilai PTB ion sebesar 35.68 dengan nilai diatas angka 0 dan dibawah angka 100 yang menandakan bahwa scale dari CaCO3 sedikit terbentuk, nilai S sebesar 53.98 yang menandakan
tidak terbentuk scale CaSO4
karena nilai dari S lebih besar dari nilai konsentrasi nyata dari SO4 dan konsentrasi Ca. Dari data diatas dapat digambarkan dalam diagram Stiff kation dan anion sebagai berikut :
Na+x100
Cl-x100
Ca++x10
HCO3-
Mg++x10
SO4-
Fe+++
CO3-x10 (meq/l) Diagram 5.3 Diagram Stiff Sumur C
44
d. Sumur D Tabel 5.13 Tabel Kation Sumur D (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Kation
mg/ l
Calcium (Ca++) ++
Magnesium (Mg )
1,723.440
86.000
48.640
4.000
-
-
0.150
0.008
9,179.981
399.182
Barium (Ba++) Ferum Total (Fe+++) Natrium (Na+)
meq/ l
Tabel 5.14 Tabel Anion Sumur D (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Anion
mg/ l
Chloride (Cl-)
meq/ l
17,165.599
483.538
152.150
2.500
Carbonate (CO3--)
60.010
1.714
Hydroxide (OH-)
0.000
0.000
69.000
1.437
--
Bicarbonate (HCO3 )
Sulfate (SO4--)
Tabel 5.15 Sifat Fisik Air Formasi Sumur D (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Sifat Fisik
Satuan
Hasil
Total Dissolved Solid (Calc)
mg/l
28,399.37
Total Dissolved Solid (Dried)
mg/l
32,480.00
Hardness Total (CaCO3)
mg/l
1,800.00
Carbondioxide (CO2)
mg/l
0.00
45
Tabel 5.16 Sifat Fisik Tambahan Air Formasi Sumur D (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015) Sifat Fisik Density
Satuan
Hasil
gr/cc
1.021
Water Resistivity
Ohm-m
0.23
Water Resistivity (Calc)
Ohm-m
0.21
-
7.7
pH Suspended Solid Temperatur Pengukuran Index Stability (SI) Gypsum Concentration (S) PTB Ion
mg/l
246.67
ºC
21.8
-
0.65
meq/l
36.08
-
17.19
Dari data diatas maka Sumur D memiliki nilai SI sebesar 0.65 yang menandakan terbentuknya scale CaCO3 tingkat keterbentukannya scale itu dilihat juga dari nilai PTB ion sebesar 17.19 dengan nilai diatas angka 0 dan dibawah angka 100 yang menandakan bahwa scale dari CaCO3 sedikit terbentuk, nilai S sebesar 36.08 yang menandakan
tidak terbentuk scale CaSO4
karena nilai dari S lebih besar dari nilai konsentrasi nyata dari SO4 dan konsentrasi Ca.
46
Dari data diatas dapat digambarkan dalam diagram Stiff kation dan anion sebagai berikut : Na+x100
Cl-x100
Ca++x10
HCO3-
Mg++
SO4-
Fe+++
CO3-x10
(meq/l) Diagram 5.4 Diagram Stiff Sumur D
5.1.2 Perhitungan SI Sumur A,B,C dan D di Lapangan Minyak Field Jatibarang Dalam perhitungan penentuan scale yang terbentuk di dalam air formasi yaitu perlunya diketahui ion-ion kation dan anion yang nantinya akan mempengaruhi perhitungan dari stabilitas indeks dengan metoda Stiff Davis. Berikut persamaan dari Stability Index sebagai berikut :
SI = pH-K-pCa-pAlk ......................................(Persamaan 5.8) Keterangan
:
SI
= Stability Index
pH
= Nilai pH dari hasil pengukuran derajat kebasaan air formasi
47
K
= Pembacaan grafik nilai K perhitungan CaCO3 dari nilai total kekuatan ion dan temperatur.
pCa
= Pembacaan grafik kalsium dan alkalinitas dari nilai ion kalsium.
pAlk
= Pembacaan grafik kalsium dan alkalinitas dari nilai penjumlahan HCO32-dengan CO32-.
Tabel 5.17 Hasil Perhitungan Nilai SI dengan Temperatur Tertentu pada Lapangan X
Nama
Temperatur
Sumur
(ºF)
pH
77 A
B
C
D
290
K
pCa
pAlk
3.250 7.33
-4.200
SI
-0.104 1.359
2.847
7.324
303
-4.590
7.714
77
3.200
-0.104
284
7.14
-4.030
1.478
2.566
7.126
296
-4.380
7.476
77
3.190
0.690
266
7.89
-3.538
1.9
2.2
7.328
281
-3.948
7.738
77
3.220
0.640
277 384
7.70
-3.836 -7.373
1.369
2.468
7.699 11.236
Nilai dari SI pada masing-masing sumur diatas diketahui bahwa nilai SI dipengaruhi oleh suhu. Nilai SI di laboratorium tidak selalu sama dengan kondisi di lapangan, hal ini dipengaruhi oleh
48
suhu reservoir dan suhu akibat dari intake pompa ESP. Karena di laboratorium hanya dengan asumsi suhu temperatur ruangan. Maka pembentukan scale di lapangan dengan suhu tertentu masih bisa terjadi.
5.1.3 Kandungan Scale di Lapangan dalam Temperatur Tertentu Pada hal ini, analisa dilakukan dengan variasi temperatur untuk menetukan besarnya SI dalam keadaan di reservoir, pengaruh intake pompa dan temperatur ruangan dengan masing-masing nilai K yang berbeda pada temperatur tertentu. Data hasil analisa bisa dilihat sebagai berikut : a. SUMUR A
Grafik 5.1 Ionic Strength 0.57 terhadap Temperatur Sumur A (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
49
Tabel 5.18 Nilai K pada Temperatur Tertentu Sumur A
Temperatur
Nilai K
SI
77 ºF
3.25
-0.130
290 ºF
-4.2
7.324
303 ºF
-4.59
7.714
b. SUMUR B
Grafik 5.2 Ionic Strength0.52 terhadap Temperatur Sumur B (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Tabel 5.19 Nilai K pada Temperatur Tertentu Sumur B
Temperatur
Nilai K
SI
77 ºF
3.2
-0.104
284 ºF
-4. 03
7.126
396 ºF
-4.38
7.476
50
c. SUMUR C
Grafik 5.3 Ionic Strength 0.50 Terhadap Temperatur Sumur C (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Tabel 5.20 Nilai K pada Temperatur Tertentu Sumur C
Temperatur
Nilai K
SI
77 ºF
3.19
0.690
266 ºF
-3.538
7.328
281 ºF
-5.948
7.738
51
d. SUMUR D
Grafik 5.4 Ionic Strength 0.54 terhadap Temperatur Sumur D (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Tabel 5.21 Nilai K pada Temperatur Tertentu Sumur D
Temperatur
Nilai K
SI
77 ºF
3.220
0.640
277 ºF
-3.836
7.699
384 ºF
-7.373
11.236
5.1.4 Total Hardness Terhadap Gross Water dari Sumur Jatibarang Field Analisa banyaknya kandungan CaCO3 terhadap banyaknya air yang terproduksi pada saat proses produksi berjalan itu untuk mengetahui seberapa parah kandungan senyawa CaCO3 yang menjadi penyebab problem scale. Hal ini perlu dilakukan dalam upaya mempertahankan produksi minyak dalam sumur untuk memproduksi minyak dari dalam sumur pada lapangan minyak Jatibarang Field. Data untuk mengetahui kandungan dari CaCO3 yang diperlukan diantaranya
52
yaitu data gross dari masing-masing sumur serta jumlah dari total hardness dalam sumur. a. Sumur A Tabel 5.22 Kandungan CaCO3 dalam Produksi Sumur A (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Gross Water (bwpd) 152.4545 304.909 457.3635 609.818 762.2725 914.727 1067.1815 1219.636 1372.0905 1524.545 1676.9995 1829.454 1981.9085 2134.363
Total Hardness (mg/lt) 0.4091 0.8182 1.2273 1.6364 2.0455 2.4546 2.8637 3.2728 3.6819 4.091 4.5001 4.9092 5.3183 5.7274
CaCO3 (mg) 9916.692616 39666.77046 89250.23354 158667.0819 247917.3154 357000.9342 485917.9382 634668.3274 803252.1019 991669.2616 1199919.807 1428003.737 1675921.052 1943671.753
Maka dengan gross sebanyak 1677 bwpd maka didapat banyaknya CaCO3 yaitu sebanyak 1199.9198 gram CaCO3.
53
Grafik 5.5 Hubungan antara Gross Water dengan Kandungan CaCO3 Pada Sumur A (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
b. Sumur B Tabel 5.23 Kandungan CaCO3 dalam Produksi Sumur B (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Gross Water (bwpd) 263.9091 527.8182 791.7273 1055.6364 1319.5455 1583.4546 1847.3637 2111.2728 2375.1819 2639.091 2903.0001 3166.9092
Total Hardness (mg/lt) 307.9545 615.909 923.8635 1231.818 1539.7725 1847.727 2155.6815 2463.636 2771.5905 3079.545 3387.4995 3695.454
CaCO3 (mg) 12922247.19 51656479.98 116227080 206625919.9 322852999.9 465200899 633190112.5 827023820.5 1046702023 1292224719 1563591911 1860803596
54
3430.8183 3694.7274 3958.6365 4222.5456 4486.4547
4003.4085 4311.363 4619.3175 4927.272 5235.2265
2183859776 2532760450 2907505619 3308095282 3734529439
Maka dengan gross sebanyak 2903 Bwpd maka didapat banyaknya CaCO3 yaitu sebanyak 1,563,591.911 gram CaCO3.
Grafik 5.6 Hubungan antara Gross Water dengan Kandungan CaCO3 Pada Sumur B (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
c. Sumur C Tabel 5.24 Kandungan CaCO3 dalam Produksi Sumur C (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Gross Water (bwpd) 164 328 492 656
Total Hardness (mg/lt) 195.4545 390.909 586.3635 781.818
CaCO3 (mg) 5096671.542 20386686.17 45870043.88 81546744.67
55
820 984 1148 1312 1476 1640 1804 1968 2132 2296 2460 2624 2788 2952 3116 3280
977.2725 1172.727 1368.1815 1563.636 1759.0905 1954.545 2149.9995 2345.454 2540.9085 2736.363 2931.8175 3127.272 3322.7265 3518.181 3713.6355 3909.09
127416788.6 183480175.5 249736905.6 326186978.7 412830394.9 509667154.2 616697256.6 733920702 861337490.6 998947622.2 1146751097 1304747915 1472938076 1651321580 1839898427 2038668617
Maka dengan gross sebanyak 1804 Bwpd maka didapat banyaknya CaCO3 yaitu sebanyak 616,697.2566 gram CaCO3.
Grafik 5.7 Hubungan antara Gross Water dengan Kandungan CaCO3 Pada Sumur C (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
56
d. Sumur D Tabel 5.25 Kandungan CaCO3 dalam Produksi Sumur D (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
Gross Water (bwpd) 178.9091 357.8182 536.7273 715.6364 894.5455 1073.4546 1252.3637 1431.2728 1610.1819 1789.091 1968.0001 2146.9092 2325.8183 2504.7274
Total Hardness (mg/lt) 163.6364 327.2728 490.9092 654.5456 818.182 981.8184 1145.4548 1309.0912 1472.7276 1636.364 1800.0004 1963.6368 2127.2732 2290.9096
CaCO3 (mg) 4654890.527 18607851.69 41867666.31 74431406.77 116299073.1 167470665.2 227946183.2 297725627.1 376808996.8 465196292.3 562887513.7 669882660.9 786181734 911784732.9
Maka dengan gross sebanyak 1968 Bwpd maka didapat banyaknya CaCO3 yaitu sebanyak 562,887.5137 gram CaCO3.
57
Grafik 5.8 Hubungan antara Gross Water dengan Kandungan CaCO3 Pada Sumur D (Sumber: PT.Pertamina EP Asset 3.2015)
5.2 Pembahasan Air formasi biasanya disebut dengan oil field water atau connate water atau inertial water adalah air yang ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak dan gas. (Patton,1995) Tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Petroleum Engineering PT. PERTAMINA ASSET 3. Sampel yang dianalisis berasal dari beberapa sumur lapangan X. Perkiraan adanya endapan scale dalam air formasi tersebut harus dilakukannya suatu analisa di laboratorim serta juga dibandingkan dengan data-data analisa sebelumnya serta dengan data-data dari sumur tersebut. Namun hasil dari laboratorium tidaklah menentukan secara pasti mengenai adanya endapan dari scale di lapangan, hal ini perlu dilakukannya korelasi data antara data di laboratorium
58
dengan kondisi di lapangan guna bahan evaluasi kedepannya bagaimana untuk menangani masalah dari scale itu sendiri. Beberapa kation dan anion berperan dalam proses pembentukan scale pada air formasi diantaranya yaitu kalsium merupakan jumlah yang terbanyak penyusun air asin yang berasal dari pertambangan minyak dan gas dan dapat meningkat jumlahnya hingga 30,000.00 mg/l. Meskipun jumlahnya masih dalam taraf normal yang diperbolehkan namun ion kalsium menjadi sangat penting sebab ion ini telah tercampur dengan ion karbonat atau ion sulfat dan menggumpal untuk membentuk endapan dan ikut bercampur menjadi padatan. Lalu ion magnesium biasanya jumlahnya lebih sedikit dari jumlah ion kalsium. Bagaimanapun, penyelesaiannya tetap sama seperti penyelesaian untuk mengatasi ion kalsium. Ion magnesium berkombinasi dengan ion karbonat untuk menyebabkan masalah endapan. Kemudian barium yaitu bagian yang sangat penting, sebab kemampuan dalam berikatan dengan ion sulfat membentuk barium sulfat yang tidak dapat larut. Meskipun ion tersebut terdapat dalam jumlah sedikit, tetap dapat menimbulkan masalah scale. Kemudian besi alami terdiri atas air formasi secara normal yang terbentuk cukup lama dan biasanya muncul sebagai tanda terjadinya korosi. Fe dapat muncul pada larutan sebagai ion ferric maupun ion ferrum atau Fe berada dalam campuran sebagai endapan campuran besi. Jumlah ferrum sering digunakan sebagi penanda dan pengawas korosi dalam sistem air. Kehadiran campuran besi juga dapat menyebabkan penyumbatan formasi. Lalu natrium terdapat dalam jumlah yang besar di dalam air berasal dari
59
pertambangan minyak. Ion anion yang berpengaruh yaitu diantaranya seperti klorida yang hampir selalu menjadi anion terbanyak dalam produksi garam dan selalu muncul sebagai penyusun utama pada air segar. Sumber utama ion klorida adalah NaCl, jadi konsentrasi ion klorida digunakan sebagai pengukur keasinan air. Meskipun endapan garam dapat menimbulkan masalah, biasanya masalah yang ditimbulkan hanya sedikit. Masalah utama yang terjadi yang berkaitan dengan ion klorida adalah peningkatan daya korosifitas air seiring dengan meningkatnya kadar garam. Oleh karena itu konsentrasi tinggi dari klorida semakin memungkinkan untuk terjadinya proses korosi. Selain itu, ion klorida merupakan ion yang jumlahnya stabil dan konsentrasinya
menjadi
salah
satu
penanda
yang
mudah
dalam
mengidentifikasi air. Lalu ion karbonat dan bikarbonat ion ion ini yang penting karena dapat membentuk endapan yang tidak dapat larut. Kemudian ion sulfat menyebabkan masalah karena kemampuannya dalam bereaksi dengan kalsium, barium ataupun strintium untuk membentuk endapan yang tidak stabil. Sulfat juga berperan sebagi penyuplai bagi bakteri pereduksisulfat. Adapun sifat fisik dari air formasi yang mempengaruhi terbentuknya scale di air formasi yaitu pH. Kelarutan beberapa endapan sangat bergantung pada pH. pH tertinggi merupakan rata-rata terbesar untuk scale formasi. Jika pH rendah atau lebih asam maka kecenderungan pembentukan endapan dalam air formasi menurun, tapi akan terjadi peningkatan korosifitas. Sebagian besar air pada lapangan minyak memiliki pH antara 4-8. Kemudian
60
kandungan karbondioksida merupakan gas-gas yang bersifat asam. Memiliki pH lebih kecil dari pH air ketika gas tersebut larut dalam air. Karbondioksida akan mengalami ionisasi pada suhu tertentu dan ph dapat digunakan dalam menentukan suhu ionisasi. Hal ini penting untuk memastikan akibat dari gas karbondioksida saat proses ionisasi dan penghentian pembentukan padatan. Dari data diatas diperoleh dengan temperatur ruangan didapat bahwa Sumur A memiliki nilai SI sebesar -0.13 yang menandakan tidak terbentuk scale CaCO3, nilai S sebesar 37.22 yang menandakan tidak terbentuk scale CaSO4 karena nilai dari konsentrasi gipsumnya lebih kecil dari konsentrasi nyata ion calcium dan sulfate. Serta dari nilai PTB nya sebesar -53.61 yang menandakan scale yang tidak terbentuk karena nilai dari PTB ion tersebut dibawah angka 0. Sumur B memiliki nilai SI sebesar -0.104 yang menandakan tidak terbentuk scale CaCO3, nilai S sebesar 40.36 yang menandakan tidak terbentuk scale CaSO4 karena nilai konsentrasi nyata dari calcium dan sulfate lebih besar dari nilai S serta dari nilai PTB nya sebesar 81.32 yang menandakan scale yang tidak terbentuk sehingga tidak terbentuk scale CaCO3. Sumur C memiliki nilai SI sebesar 0.69 yang menandakan terbentuknya scale CaCO3, nilai S sebesar 53.98 yang menandakan tidak terbentuk scale CaSO4 serta dari indikasi terbentuknya scale CaCO3 dapat dilihat dari nilai PTB nya sebesar 35.68 yang menandakan kemungkinan sedikit terbentuknya scale karena nilai PTB tersebut diatas angka 0 dan dibawah angka 100. Sumur D memiliki nilai SI sebesar 0.65 yang menandakan bahwa terdapat scale CaCO3. Dengan nilai S sebesar 17.19
61
bahwa air formasi tersebut tidak mengandung scale CaSO4 karena nilai konsentrasi nyata lebih besar dari nilai S. Lalu nilai PTB ion sebesar 36.08 yang menandakan adanya indikasi terbentuknya scale. Pada analisa ini pun dilakukan dengan variasi temperatur untuk mengetahui besarnya SI dalam keadaan di reservoir dengan SI dalam keadaan terpengaruh oleh intake pompa ESP dengan masing-masing nilai K yang berbeda pada temperatur tertentu. Sebelum menentukan nilai K, awalnya perlu menyiapkan data dari total kekuatan ion dari anion dan kation. Maka agar mendapatkan variasi SI dalam suhu tertentu bisa dihitung melalui perhitungan dengan grafik antar hubungan nilai K dengan suhu. Maka didapat hasil dan dapat disimpulkan semakin besar nilai K maka temperatur semakin rendah dan nilai SI semakin rendah, namun sebaliknya apabila nilai K semakin kecil maka temperatur akan semakin tinggi dan nilai SI akan semakin besar yang menandakan adanya problem scale karbonat. Analisa untuk mengetahui banyaknya kandungan CaCO3 dalam air formasi yang terproduksi yaitu perlu melakukan perbandingan antara banyaknya air formasi yang terproduksi dengan jumlah dari total hardness. Dari masing-masing sumur pada lapangan minyak Jatibarang Field mengandung CaCO3 yang banyak apabila gross water dari masing-masing sumur tersebut banyak produksinya dalam arti lain CaCO3 dalam sumur berbanding lurus dengan gross water yang diproduksi dari suatu sumur. Dalam upaya mempertahankan produksi dari lapangan minyak Jatibarang Field tahap inilah sangat penting untuk melakukan evaluasi kedepannya.
62
Agar bisa mengetahui langkah selanjutnya untuk meningkatkan produktifitas dari masing-masing sumur pada lapangan X serta evaluasi pada analisa yang sudah dilakukan yaitu untuk pemetaan sumur mana saja yang yang terbentuk scale.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Setelah melakukan analisa air formasi pada Sumur A, B, C dan D di Lapangan X dalam Tugas Akhir ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Keterbentukan scale pada Sumur A, B, C dan D dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan pH. Semakin tinggi suhu maka nilai dari SI semakin besar lalu semakin tinggi nilai dari pH maka endapan yang terbentuk semakin besar. 2. Nilai SI dengan suhu yang berbeda akan mempengaruhi nilai dari SI dan mengetahui tingkat terbentuknya scale. 3. Nilai SI pada analisa air formasi di laboratorium pada Sumur A, B, C dan D adalah -0.104, -0.104, 0.69 dan 0.64. Nilai SI pada kondisi suhu reservoir sumur A, B, C dan D dengan masing-masing suhu 290ºF, 284ºF, 266ºF dan 277ºF adalah 7.324, 7.126, 7.328 dan 7.699. Nilai SI pada kondisi terpengaruh oleh suhu intake pompa ESP pada Sumur A, B, C dan D dengan masing-masing suhu 303ºF, 296ºF, 281ºF dan 384ºF adalah 7.714, 7.476, 7.738 dan 11.236. 4. Sumur minyak yang mengalami problem scale terjadi di seluruh sumur di lapangan X serta yang paling tinggi proses keterbentukannya terjadi pada Sumur D.
63
64
5. Banyaknya kadar CaCO3 pada Sumur A, B, C dan D dengan gross water 1677 bwpd, 2903 bwpd, 1804 bwpd dan 1968 bwpd adalah 1199.9198 gram, 1,563,591.911 gram, 616,697.2566 gram dan 562,887.5137 gram.
6.2 Saran 1. Lebih memahami lagi mengenai dasar teori air formasi. 2. Melakukan pengujian secara teliti dan menghitung hasil pengujian dengan tepat. 3. Menghindari pekerjaan yang berbahaya yang harus dilakukan oleh orang ahli dan berkompeten dalam bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi. Ali, Syed A., Dickerson. Ricard C. 1998. Horizontal Completion Manual. Indonesia : Chevron Petroleum Technology Company. Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi Minyak Bumi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Lemigas.2010. Studi Penyebab Scale di Lapangan-lapangan Minyak Sumatra. Jakarta: Lemigas. Lestari, S. Wahyuni.2007. Problema Scale di Lapangan Migas.Jakarta: Universitas Trisakti. Patton, Charles C. 1995. Applied Water Technology. Texas. Campbell Petroleum Series. Rukmana, Dadang., Kristanto Dedy. 2012. Teknik Reservoir Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pohon Cahaya. Syahri.M., Sugiarto, Bambang. 2008. Scale Treatment pada Pipa Distribusi Crude Oil Secara Kimiawi. Yogyakarta: UPN “Veteran” Yogyakarta. Underwood, A.L dan R.A. Day. Jr. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Keenam. Editor A. Hadyanan Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.