PENDAHULUAN Traum raumaa inha inhala lasi si adal adalah ah akib akibat at dari dari resp respon onss infl inflam amasi asi jalan jalan nafa nafass terhadap inhalasi bahan-bahan yang terbakar tidak sempurna, dan merupakan penyebab kematian tertinggi (sampai 77%) pada pasien-pasien luka bakar.
1,2
ira-kira !!% pasien dengan luka bakar yang luas menderita trauma inhalasi, dan risikonya risikonya meningkat meningkat sesuai dengan luas permukaan permukaan tubuh tubuh yang terbakar. terbakar. Trauma inhalasi yang berdiri sendiri akan meningkatkan mortalitas sebesar 2"%. 2 Traum Traumaa inhalas inhalasii telah telah dikena dikenall sejak sejak abad abad pertam pertamaa #asehi. #asehi. $anya $anyak k korban korban musib musibah ah kebaka kebakaran ran mender menderita ita trauma trauma inhalas inhalasii dan trauma trauma panas. panas. Trauma inhalasi yang disebabkan oleh asap dan produk-produk noksius dari luka bakar merupakan 7% penyebab kematian akibat luka bakar di &merika 'erikat. asus kematian tersebut banyak yang sebenarnya dapat dihindari.
!,
i &merik &merikaa 'erika 'erikatt luka luka bakar bakar adalah adalah penye penyebab bab kematia kematian n akibat akibat ke*el ke*elak akaan aan nomo nomorr tiga tiga pada pada semua semua kelo kelomp mpok ok umur umur,, nomo nomorr dua dua untu untuk k penyebab kematian di rumah untuk semua kelompok umur, dan khusus untuk anak-anak dan de+asa muda menjadi penyebab kematian di rumah nomor satu. nsidensi trauma inhalasi meningkat sesuai luas permukaan tubuh yang terbakar. ada luka bakar % insidensinya kurang dari 1"% sedangkan pada luka luka bakar bakar % atau lebih lebih men*apa men*apaii "%. "%. Traum Traumaa inhala inhalasi si terdapa terdapatt pada pada sepertiga dari pasien-pasien yang dira+at di unit luka bakar. &danya trauma inhalasi memberikan efek mortalitas yang lebih tinggi daripada usia pasien maupun luas permukaan tubuh yang terbakar. , #eskipun penanganan yang baik di unit pera+atan luka bakar saat ini telah menurunkan mortalitas akibat luka bakar superfisial, mortalitas injuri pulmonal justru meningkat. iagnosis trauma inhalasi tidak selalu dapat segera ditegakkan, tidak ada uji skrining yang sensitif, dan gejala-gejalanya dapat timbul belakangan hingga 2-!/ jam setelah trauma. /
1
T0&&0 'T&& PRODUKSI ASAP
&sap dapat dihasilkan dari pembakaran bahan apapun dan merupakan suatu *ampuran *ampuran gas dan partikel partikel dalam suspensi. roduksi asap bergantun bergantung g pada dua proses3 pirolisis dan oksidasi. irolisis adalah fenomena di mana elemen-elemen bahan bakar dibebaskan melalui pen*ampuran dan pemanasan oleh panas semata-mata. 4ksidasi adalah proses reaksi kimia+i antara oksigen dan molekul-molekul bahan bakar, yang meme*ahkannya menjadi komponenkomponen ke*il dan menghasilkan *ahaya serta panas. 'ebagai *ontoh akibat oksidasi adalah karbon monoksida (54), nitrogen dioksida (04 2), dan sulfur dioksida ('42). roses manapun dari kedua itu yang lebih menonjol, bersama dengan dengan suhu, suhu, 6entil 6entilasi, asi, dan jenis jenis bahan bahan yang yang terbaka terbakarr di sekita sekitarny rnya, a, dapat dapat menyeb menyebabk abkan an produk produksi si elemen-e elemen-elem lemen en asap dalam dalam jumlah jumlah besar, besar, masing masing-masing dengan tingkat toksisitas dan mekanisme injuri yang khas. 7 roduksi asap dapat dibagi menjadi dua kelompok3 partikel dan gas. eduanya dapat menyebabkan trauma jalan nafas, meskipun mekanisme kerja dan daerah yang terkena trauma berbeda. artikel dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas melalui deposisi (se*ara (se*ara langsu langsung ng)) dan merang merangsan sang g bronko bronkospa spasme sme (se*ara (se*ara tak langsu langsung) ng).. $ergantun $ergantung g pada ukuran partikel, partikel, daerah yang terkena terkena ber6ariasi. ber6ariasi. artikel lebih lebih besar dari µm *enderung deposit di jalan nafas atas, sedangkan yang lebih ke*il dari 1 µm dapat men*apai kantong al6eolus. #eningkatnya aliran udara udara yang yang diseba disebabka bkan n oleh oleh takipn takipnea ea dapat dapat mengak mengakibat ibatkan kan pening peningkat katan an deposit partikel di jalan nafas yang lebih distal.
$erd $erdasa asark rkan an meka mekani nism smee kerja kerjany nya, a, gas gas dapa dapatt diba dibagi gi menj menjad adii dua dua katego kategori3 ri3 iritan iritan dan asfiksi asfiksian. an. as-ga as-gass iritan iritan menye menyebab babkan kan injuri injuri mukos mukosaa melalui melalui reaksi reaksi denatu denaturasi rasi atau oksid oksidasi. asi. as-ga as-gass ini dapat dapat menye menyebab babkan kan bronkospasme, trakeobronkitis kimia+i, dan bahkan edema paru. a erah kerja gas iritan bergantun bergantung g terutama terutama pada kelarutannya kelarutannya dalam air. as-gas as-gas yang lebih larut seperti amoniak dan sulfur dikosida umumnya menghasilkan reaksi
2
di jalan nafas bagian atas, menyebabkan rasa nyeri di mulut, hidung, faring, bahkan di kedua mata. 'ebaliknya, gas-gas yang kurang larut dalam air bertanggung ja+ab atas injuri di jalan nafas yang lebih distal, dan oleh karena hanya sedikit mengiritasi jalan nafas maka hanya sedikit gejala yang timbul sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya injuri parenkim. as-gas asfiksian didefinisikan sebagai gas-gas yang menggeser oksigen dari lingkungan. enggeseran oksigen disebabkan baik oleh penurunan fraksi oksigen
terinspirasi
(8i42)
dan mekanisme
lainnya
yang
men*egah
pengambilan dan pendistribusian oksigen dalam sistem kardio6askuler. onsekuensinya, baik karbon dioksida (yang menurunkan fraksi oksigen di lingkungan) dan karbon monoksida (yang mengikat hemoglobin sehingga menurunkan suplai oksigen ke jaringan) digolongkan sebagai gas asfiksian.
7,
!
Gambar 1. 9asil akhir trauma inhalasi menurut tipe pemaparan yang lebih dominan.7
MEKANISME INJURI
&da empat mekanisme yang bertanggung ja+ab atas terjadinya injuri inhalasi3 1) njuri termal langsung njuri yang berhubungan dengan tingginya suhu asap yang terhirup jarang terjadi di daerah di ba+ah laring. &sap *enderung kering, sehingga ke*il kemungkinan terjadinya pertukaran panas. er*obaan pada binatang menunjukkan bah+a jika udara dengan suhu 12:5 dihirup, pada saat men*apai *arina suhunya turun menjadi !:5. 'ebagai tambahan, area supralaring memiliki kapasitas pertukaran panas yang lebih besar oleh karena mukosa yang mengandung jumlah air yang relartif banyak. njuri jalan nafas atas ditandai dengan adanya eritema, edema, dan ulserasi di mukosa, juga berpotensi perdarahan lokal atau bahkan obstruksi di daerah yang terkena.
;,1"
e*uali uap air, gas yang meledak dan uap *airan panas oleh karena udara yang lembab lebih kuat menghantarkan panas daripada udara kering.
1"
2) nhalasi gas hipoksik 'elama kebakaran, konsentrasi oksigen turun dengan *epat sampai api itu padam.
,11
!) Toksin lokal i antara berbagai komponen asap, akrolein, formaldehida, sulfur dioksida, dan nitrogen dioksida dapat menyebabkan injuri jalan nafas se*ara langsung sebagai
akibat proses inflamasi
akut yang
dimediasi
oleh leukosit
polimorfonuklear, terutama neutrofil. ejala-gejalanya mungkin tidak mun*ul
hingga 2 jam setelah terpapar dan dapat disertai perubahan permeabilitas kapiler, aliran limfatik, atau klirens mukosiliaris, sebagaimana juga sindrom distress pernafasan akut atau infeksi sekunder. at-=at yang sangat mudah larut dalam air seperti a*rolein, sulfur dioksida, ammonia, dan hidrogen klorida menyebabkan injuri di saluran napas bagian atas. 12 ) Toksin 'istemik i antara =at-=at yang memi*u efek sistemik, dua gas yang paling penting3 karbon monoksida dan sianida (keduanya dihubungkan dengan tingginya morbiditas dan mortalitas). ntoksikasi karbon monoksida adalah penyebab kematian tersering pada pasien yang menderita trauma inhalasi. arbon monoksida memiliki afinitas dengan hemoglobin yang kuat, antara 2""-!"" kali lebih kuat daripada afinitas oksigen
dengan
hemoglobin.
roduksi
karboksihemoglobin
tidak
memungkinkan transpor oksigen, bukan hanya menyebabkan penurunan saturasi oksihemoglobin, tetapi juga menggeser kur6a disosiasi ke kiri dan mengurangi pelepasan oksigen ke jaringan. 'ebagai tambahan, inhibisi kompetitif dengan sistem sitokrom oksidase, terutama sitokrom ", meningkatkan penggunaan oksigen untuk produksi energi. arbon monoksida juga berikatan dengan myoglobin yang berakibat turunnya penyimpanan oksigen dalam otot.11-12 nhalasi
karbon
monoksida
sebesar
",2%,
akan
membentuk
karboksihemoglobin 1% setiap menit. ika pasien melakukan pekerjaan berat, ke*epatannya menjadi 2,% per menit, dan dalam menit karbon monoksida akan mengikat 7/% hemoglobin, konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian. &njing sadar yang menghirup 1% karbon monoksida hampir selalu men*apai saturasi karboksihemoglobin "% dalam +aktu singkat, dan mengalami kematian tiba-tiba. Tidak ada peningkatan usaha nafas, oleh karena kemoreseptor perifer sensitif terhadap penurunan 42 bukan kandungan oksigen. rutan kejadiannya adalah penurunan kesadaran, yang segera diikuti
/
oleh hipotensi, kejang-kejang, apnea, dan henti jantung dalam keadaan asistol. 11
embakaran plastik, poliuretan, +ool, sutera, nitril, karet, dan produk kertas dapat menyebabkan produksi gas sianida. 'ianida juga terdapat dalam bentuk kristal padat yang terikat berikatan dengan garam natrium dan kalium. uga bannyak ditemukan dalam makanan seperti singkong dan dalam apel, pir, dan aprikot. 9idrogen sianida adalah gas tak ber+arna dengan aroma kenari pahit yang dapat dideteksi oleh "% populasi. 'ianida 2" kali lebih toksik daripada karbon monoksida dan dapat segera menyebabkan henti nafas. Toksisitas sianida juga disebabkan oleh penghambatan oksigenasi seluler, yang menyebabkan anoksia jaringan melalui inhibisi en=im-en=im sitokrom oksidase (8e!?) yang re6ersibel. enghambatan jalur glikolisis aerobik mengubah metabolisme menjadi jalur anaerobik alternatif, yang menyebabkan akumulasi produk-produk asam sampingan. 12 enis dan lamanya pemaparan atau mekanisme yang lebih dominan akan menentukan tipe e6olusi trauma inhalasi.
11
7
Tabel 1. as-gas inhalan , 12
Tipe Iritan
Asksian
(oksin sistemik
•
Inhalan
Sumber
Mekanisme injuri
Ammonia
Pupuk, bahan pendingin, bahan pewarna tekstil, plastik, nilon
Kerusakan epitel jalan nafas atas
Klorin
Zat pemutih, Kerusakan epitel jalan nafas disinfektan air, produk- bawah produk pembersih
Sulfur dioksida
Pembakaran batu bara, Kerusakan epitel jalan nafas atas minyak, bahan bakar kompor
Nitrogen dioksida
Pembakaran disel, pengelasan, pembuatan bahan pewarna tekstil, laker, wall paper.
Kerusakan epitel bronkiolus terminal
Karbon monoksida!
Pembakaran ilalang, batu bara, gas
"erkompetisi dengan oksigen menempati tempat beikatan pada hemoglobin, myoglobin, proteinprotein mengandung heme
#idrogen sianida$
Pembakaran poliurethane, nitrosellulosa %sutera, nilon, wool&
Asksiasi jaringan melalui penghambatan akti'itas oksidase sitokrom intrasel, menghambat produksi A(P, yang berakibat anoksia sel)
#idrogen sulda*
+asilitas pengolahan irip dengan sianida, asksiasi sampah, gas 'ulkanik, jaringan melalui penghambatan tambang batu bara, akti'itas oksidase sitokrom, sumber air panas berakibat kerusakan rantai alami transpor elektron, menghasilkan metabolisme anaerobik
#idrokarbon
Penyalahgunaan inhalan %toluena, benena, +reon&. aerosol. lem. bensin. pembersih pewarna kuku. /airan penghapus. menelan pelarut minyak, kerosen, /airan pelitur
Narkosis SSP, status anestetikus, gejala gastrointestinal difus, nueropati periferer dengan kelemahan, koma, kematian mendadak, pneumonitis kimiawi, kelainan SSP, iritasi gastrointestinal, kardiomyopati, toksisitas ginjal)
0rganofosfat
Insektisida, gas saraf
enghambat asetilkolinesterase, krisis kolinergik dengan peningkatan asetilkolin
Asap metal
etal oksida dari seng, 1ejala-gejala mirip 2u, demam, tembaga, magnesium, myalgia, kelemahan pembuatan perhiasan
@ omponen terbesar dalam asap A 'eperti bau buah kenari, komponen dari asap B 'eperti bau telur busuk
DIAGNOSIS TRAUMA INHALASI Gejala Klinis
'elain ri+ayat menghirup asap dalam ruang tertutup, beberapa tanda dan gejala patut di*urigai sebagai trauma inhalasi. ada setiap kejadian harus di*ari tanda dan gejala yang mengarahkan kemungkinan intoksikasi =at-=at tertentu. arbon monoksida, misalnya, *enderung mempengaruhi sistem saraf pusat
dan jantung.
onsekuensinya, apabila
terpapar
=at
ini
dapat
menyebabkan gejala sakit kepala, gangguan penglihatan atau keka*auan mental dan dapat mengakibatkan takikardia, angina, aritmia, bahkan kejang dan koma. &dalah penting
untuk
se*ara aktif
men*ari
intoksikasi
yang
berhubungan dengan trauma inhalasi terutama bila ada keterlibatan sistem saraf pusat. ika memungkinkan, pemeriksaan darah dan urin harus dilakukan. alam kasus karbon monoksida, misalnya, di mana kadar karboksihemoglobin dalam serum dapat memperlihatkan intoksikasi, diagnosis dengan mudah dapat ditegakkan karena ke*urigaan itu berdasarkan bukti klinis. ntuk kasuskasus di mana diagnosis pasti tak dapat ditegakkan melalui pemeriksaan laboratoium, baik oleh karena tidak ada standar atau pemeriksaan tidak tersedia, seperti pada intoksikasi sianida, pengelolaan presumtif harus dimulai berdasarkan ke*urigaan klinis. 7
Pemeriksaan Rai!l!"is
ada hampir semua pasien, foto thoraks a+al menunjukkan hasil normal sehingga ke*il kemungkinan untuk memprediksi diagnosis trauma inhalasi akut. &kan tetapi, bila foto thoraks menunjukkan infiltrat baru, hal itu membuktikan trauma inhalasi yang lebih berat, sehingga mengindikasikan prognosis yang buruk. egunaan utama foto thoraks adalah
untuk
mengidentifikasi infiltrat baru selama e6olusi trauma inhalasi pada stadium subakut dan kronik, misalnya acute respiratory distress syndrome. ita harus ingat bah+a stadium kronis trauma inhalasi ditandai dengan infeksi respirasi sekunder. emeriksaan radiologis yang berulang penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat sedini mungkin.
;
'ebagai *ontoh, pada gambar 2 tampak gambaran radiologis berupa nodul-nodul opak difus di kedua lapang dada pada seorang laki-laki 2! tahun yang sebelumnya sehat dan kemudian menderita trauma inhalasi klorin. 8oto thoraks pada saat pasien datang ke rumah sakit, yakni beberapa jam setelah kejadian, tidak menunjukkan kelainan. ini Tiga puluh enam jam setelah kejadian pasien menderita batuk-batuk dan sesak nafas yang semakin berat, dan dilakukan foto thoraks ulang yang menunjukkan gambaran demikian.
1!
ada penatalaksanaan pasien-pasien luka bakar berat, resusitasi *airan dan stabilisasi jalan nafas paten adalah tujuan utama. CT-scan dada tidak boleh dilakukan pada pasien yang tidak stabil. #elihat fakta-fakta tersebut, tidaklah mengejutkan bah+a sangat sedikit penelitian kegunaan CT-scan untuk identifikasi dini trauma inhalasi.7
1"
ambar 2. 8oto thoraks yang diambil !/ jam setelah inhalasi klorin menunjukkan gambaran nodul opak difus di kedua lapang paru. 1!
#r!nk!sk!$i
11
iagnosis trauma inhalasi ditegakkan melalui pemeriksaan jalan nafas bagian atas dan trakea. &danya edema atau eritema, ulserasi di jalan nafas bagian ba+ah atau bahkan adanya serbuk di bagian yang lebih distal patut di*urigai sebagai trauma inhalasi. &kan tetapi, tanpa adanya tanda-tanda ini pun status hemodinamik pasien harus selalu diperhatikan oleh karena sejak bronkoskopi a+al mungkin tidak menunjukkan adanya edema atau eritema pada pasien-pasien yang belum diberikan resusitasi *airan. Terlepas dari penge*ualian ini, bronkoskopi memiliki akurasi hampir 1""% dalam menegakkan diagnosis trauma inhalasi. emeriksaan jalan nafas se*ara seksama, terutama pada pasien-pasien yang tidak menunjukkan bukti trauma yang lebih distal, adalah sangat penting selama bronkoskopi. Cdema berat di daerah supraglotis, atau sekresi jalan nafas bagian atas dalam jumlah besar, mungkin mengindikasikan bah+a pasien-pasien itu mungkin sekali mengalami obstruksi jalan nafas akut, dan ini adalah indikasi intubasi a+al pada pasien-pasien yang diduga mengalami trauma inhalasi di jalan nafas bagian atas. &kan tetapi, kita harus menekankan bah+a pemeriksaan jalan nafas bagian atas tidak berarti pemeriksaan jalan nafas bagian ba+ah tidak penting, oleh karena kejadian di jalan nafas bagian ba+ah dapat terjadi tanpa keterlibatan jalan nafas bagian atas. erlu ditekankan bah+a perubahan-perubahan anatomis yang tampak dengan bronkoskopi mendahului gangguan pertukaran gas dan perubahan perubahan radiologis. engan demikian, semua pasien dengan ke*urigaan trauma inhalasi perlu diperiksa dengan bronkoskopi segera mungkin.
1
Analisis Gas Dara% Ar&eri
'eperti dijelaskan sebelumnya, perubahan dalam gas darah arteri pada trauma inhalasi dapat terjadi belakangan. onsekuensinya, menentukan risiko trauma inhalasi melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bronkoskopi sangat penting. &kan tetapi, yang ditekankan di sini adalah menentukan kadar karboksihemoglobin apabila ada ke*urigaan intoksikasi karbon monoksida.
12
adar yang tinggi adalah indikasi
adanya intoksikasi. &kan tetapi perlu
diingat bah+a kadar ini menurun sejalan dengan +aktu dan terapi. arboksihemoglobin dapat normal bila diperiksa di rumah sakit beberapa saat setelah terpapar dan dapat mengarahkan diagnosis yang negatif palsu. arakteristik lain adanya karboksihemoglobin adalah o6erestimasi oksigenasi dengan oksimetri pulsa. 4ksimeter kon6ensional tak dapat membedadakan antara
panjang
gelombang
dari
oksihemoglobin
dengan
yang
karboksihemoglobin, yang berakibat peningkatan saturasi oksigen palsu.
dari 7,
Rai!is!&!$
emindaian
6entilasi-perfusi
menggunakan
Denon
1!!
(Ee 1!!)
memungkinkan identifikasi obstruksi jalan nafas yang ke*il yang tak tampak dengan pemeriksaan bronkoskopi. emeriksaan serial dilakukan setelah pemberian radioisotop dengan tujuan untuk menentukan +aktu retensi total =at radiofarmakologis di paru-paru. Faktu retensi lebih panjang dari ;" detik atau heterogenitas distribusi =at yang signifikan dapat menjadi prediksi trauma inhalasi. emeriksaan
Xe133
inhalation-perfusion
scintigraphy
hanya
diindikasikan bagi pasien-pasien yang se*ara klinis di*urigai trauma inhalasi tetapi foto thoraks dan bronkoskopinya normal.
7
Tes 'aal Par(
#eskipun menggambarkan keadaan fisiopatologis trauma, manfaat tes faal paru hanya sebagai pemeriksaan tambahan dalam diagnosis trauma inhalasi, terutama oleh karena sulit dilakukan. $eberapa faktor di antaranya yakni nyeri, pasien yang tidak kooperatif, kelemahan otot, dan penggunaan obat-obatan seperti sedatif dan opioid. 8aktor-faktor tersebut se*ara dramatis mengurangi akurasi tes faal paru.
1!
'e*ara umum, dari tes faal paru dapat ditemukan sebagai berikut3 komplians statis dan dinamis sistem respirasi yang normal pada stadium a+al trauma, yang se*ara progresif menurun seiring perjalanan penyakit, atau bahkan pada stadium kronis saat proses perbaikan mengarah ke keadaan restriktif, dibuktikan dengan komplians sistem respirasi yang menurun dan resistensi jalan nafas yang meningkat, sejalan dengan penurunan forced expiratory
volume in one second, rasio forced expiratory volume in one second/forced vital capacity, dan peak expiratory ow, yang disebabkan oleh akumulasi debu dan sekresi serta edema mukosa jalan nafas) Kegunaan memonitor fungsi paru tidak hanya untuk identikasi progresi'itas penyakit tetapi juga menge'aluasi respon terhadap terapi yang diberikan %strategi 'entilator, terapi obat-obatan, maupun sioterapi&) 7,
PENATALAKSANAAN TRAUMA INHALASI Mem$er&a%ankan Jalan Na)as
#engidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk obstruksi jalan nafas bagian atas, bersamaan dengan inter6ensi a+al saat telah mun*ul gejala adalah salah satu prinsip penanganan pasien-pasien dengan trauma inhalasi, khususnya untuk mengurangi mortalitas. &danya tanda-tanda klinis yang sesuai dengan obstruksi sekunder akibat injuri jalan nafas atas, atau ditemukannya bukti dari bronkoskopi adanya proses ini, maka harus segera dilakukan inter6ensi. 1 enggunaan pipa trakea berkaliber besar berguna untuk higine bronkus agar dapat mengendalikan jumlah sekret respirasi. Trakeostomi bermanfaat bagi pasien, memberikan kenyamanan, dan memfasilitasi higine bronkus. &kan tetapi, menurut penelitian terakhir, trakeostomi tidak mengurangi lamanya 6entilasi mekanik, insidensi pneumonia, mapun mortalitas yang
1
diakibatkan trauma inhalasi. onsekuensinya, trakeostomi tidak diindikasikan sebagai terapi umum. 1
Oksi"enasi
Gang terpenting kedua dalam penanganan pasien-pasien dengan trauma inhalasi adalah mengatasi intoksikasi karbon monoksida. enggunaan fraksi oksigen tinggi dianjurkan untuk semua kasus yang di*urigai intoksikasi, meskipun hanya sedikit gejala yang ditunjukkan. egunaan oksigen untuk pasien-pasien tersebut adalah untuk meningkatkan pertukaran gas, mengatasi efek inhalasi gas hipoksik, dan jika memungkinkan untuk mendisosiasi karbon monoksida dari tempat ikatannya.
7,11
Faktu paruh dari karbon monoksida dalam udara kamar adalah ;" menit dengan oksigen 1""%, dan 2! menit dalam kamar hiperbarik dengan tekanan ! atm absolut. Climinasi karbon monoksida terutama bergantung pada hukum aksi massa, sehingga 42 merupakan faktor yang lebih berperan daripada 6entilasi al6eolus dalam mengeluarkan karbon monoksida. enelitian terakhir menunjukkan bah+a +aktu paruh se*ara klinis adalah sekitar 7 menit bernafas dengan oksigen 1""% melalui sungkup muka non-rebreathing atau pipa endotrakea. enelitian ini juga menunjukkan bah+a meskipun sangat bergantung pada 4 2, +aktu paruh tidak bergantung pada jenis kelamin, usia, ri+ayat penurunan kesadaran, ri+ayat merokok tembakau, beratnya asidosis metabolik, ataupun kadar karbon monoksida a+al. 17 &lat yang paling berguna adalah sungkup muka dengan reser6oir oksigen. &lat ini dapat meningkatkan fraksi oksigen terinspirasi mendekati 1""%. enggunaan sungkup muka ini sederhana dan sangat efektif untuk memberikan fraksi oksigen yang tinggi tanpa bantuan 6entilasi.
11
asien-pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik yang sangat rentan terhadap retensi karbon dioksida, bersama-sama dengan pasien yang koma, adalah kelompok yang perlu sesegera mungkin diintubasi untuk
1
men*egah efek samping retensi karbon dioksida yang berbahaya, akibat pemberian fraksi oksigen terinspirasi yang tinggi. 7
#an&(an *en&ilasi
alam beberapa tahun terakhir, bantuan 6entilasi untuk pasien-pasien luka bakar mendapat paling banyak perhatian, dilihat dari jumlah penelitian yang dilakukan. engan pengembangan 6entilasi non-in6asif, ide untuk menghindari intubasi menjadi sangat menarik, terutama apabila intubasi menjadi prediktor morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada
pasien-
pasien tertentu. &danya *edera pada +ajah dengan risiko penurunan perfusi jaringan pada tempat yang dipasang sungkup muka untuk 6entilasi non-infasif, menyebabkan teknik ini terbatas pemakaiannya. &kan tetapi, hal tersebut tidak men*egah penelitian tentang penggunaannya se*ara intermiten, yang telah menunjukkan kemampuannya mempertahankan rekrutmen al6eolus, sehingga mengurangi kebutuhan intubasi trakea. 8akta ini saja telah menjadikan teknik ini menarik, bahkan untuk tambahan fisioterapi agar jalan-jalan nafas dan ruang al6eolus tetap terbuka. engembangan alat-alat 6entilasi non-infasif yang kurang menekan +ajah telah menjadi alternatif untuk penggunaan 6entilasi non-infasif yang berkepanjangan sebagai prosedur bantuan 6entilasi pada pasien-pasien dengan trauma inhalasi. 1 ika diperlukan intubasi trakea, strategi bantuan 6entilasi in6asif adalah untuk menjaga paru-paru tetap terbuka dan untuk pembersihan sekresi, selain mengoptimalkan pertukaran gas. 'trategi 6entilasi yang tepat tergantung pada jenis insufisiensi respirasi yang diderita pasien. 9al ini disebabkan oleh karena pada tahap a+al mekanisme patofisiologis yang utama adalah trauma jalan nafas langsung, dengan edema dan perdarahan, yang terkombinasi dengan akumulasi partikel padat dan sekresi. ada kasus-kasus ini, strategi 6entilasi agresif, seperti penggunaan possitive end expiratory pressure (PP! tinggi, jarang diperlukan. ntuk kasus-kasus berat, baik pada tahap a+al maupun
1/
tahap lanjut (dengan tanda-tanda &H' yang jelas), perlu menggunakan strategi rekrutmen al6eolus dan 6olume tidal rendah.
2,
Ientilasi frekuensi tinggi dan penggunaan nitrat oksida adalah modalitas terkini yang digunakan dalam bantuan 6entilasi in6asif pada pasien pasien dengan trauma inhalasi. enelitian eksperimental menunjukkan berkurangnya progresi6itas penyakit dengan penggunaan nitrat oksida, sementara penelitian klinis hanya menunjukkan perbaikan oksigenasi dengan teknik tersebut. Ientilasi frekuensi tinggi telah terbukti efektif untk meningkatkan oksigenasi pada pasien-pasien dengan trauma inhalasi dalam jam-jam pertama. &kan tetapi tidak *ukup bukti bah+a teknik ini mengurangi laju infeksi akibat 6entilasi mekanik pada pasien-pasien tersebut. #eskipun masih tahap permulaan, penilitian klinis tentang usaha men*egah intubasi, mengurangi progresi6itas injuri, dan memper*epat respon terhadap injuri yang telah terjadi adalah harapan utama dalam menangani pasien-pasien dengan luka bakar berat.
Tera$i An&ibi!&ika
enggunaan a+al antibiotika pada saat belum ada bukti jelas infeksi tidak meningkatkan sur6i6al ataupun mengurangi kemungkinan terjadinya pneumonia, yang dianggap sebagai komplikasi infeksi tersering yang berkaitan dengan trauma inhalasi. 4leh karena itu penggunaannya tidak dianjurkan. nsidensi infeksi tertinggi terjadi pada hari ketiga sejak kejadian luka bakar. Terapi antibiotika harus dimulai berdasarkan penemuan radiologis, pemeriksaan sputum, dan leukositosis. Gang terakhir sangat mungkin disebabkan oleh bakteri gram negatif. ada kasus yang lebih akut, bakteri gram positif lebih dominan. egunaan bronkoskopi untuk la6ase bronkus dan identifikasi =at penyebab, baik sebagai identifikasi a+al ataupun untuk menyesuaikan regimen antibiotik empiris, masih harus diteliti.
17
Tinakan S$esi)ik Ses(ai Pa&!)isi!l!"i +an" D!minan
#enjaga jalan nafas adalah prinsip utama penanganan trauma panas. #engitubasi pasien sampai terbukti tidak ada edema jalan nafas adalah tindakan yang bermanfaat.
7
#emindahkan pasien dari situasi menghirup gas hipoksik dan pemberian fraksi oksigen tinggi memotong efek kaskade hipoksemia. ada keadaan intoksikasi karbon monoksida, +aktu paruh karboksihemoglobin adalah 1" menit dengan udara bebas (fraksi oksigen terinspirasi sebesar ",21) dan antara " hingga /" menit pada pasien-pasien yang diberikan fraksi oksigen 1""%. adi semua pasien harus mendapat oksigen 1""% dalam perjalanan ke rumah sakit. $erbagai literatur memperkirakan ensefalopati hipoksik
akibat dari
kera*unan karbon monoksida adalah akibat dari inuri reperfusi di mana produk-produk meningkatkan
peroksidasi morbiditas
lipid dan
dan
pembentukan
mortalitas.
'ebagai
radikal
bebas
tambahan,
dengan
pemberian terapi hiperbarik tampak ada perbaikan dalam metabolisme oksidasi mitokondria, penurunan inflamasi dan pemeliharaan akti6itas adenosin triofosfat. 'e*ara parsial hal ini menjelaskan bah+a kadar karboksihemoglobin adalah indikator yang buruk untuk menunjukkan beratnya intoksikasi dan juga menjelaskan mengapa pasien-pasien dengan toksisitas yang signifikan mungkin mempunyai kadar yang rendah.
egunaan terapi hiperbarik masih diperdebatkan. ada serial kasus konsekutif 1 pasien, henti jantung akibat toksisitas karbon monoksida kesemuanya fatal, meskipun mendapat terapi oksigen hiperbarik setelah resusitasi a+al. $eberapa penelitian lain menunjukkan tidak bermanfaat, meskipun ada bukti bah+a penggunaannya dapat mengurangi kerusakan neurologis. 1; 5ara lain untuk meningkatkan eliminasi karbon monoksida adalah dengan
hiperpnea
isokapnik,
yakni
pasien-pasien
yang
terintubasi
dihiper6entilasi dengan pemberian suplemen karbon dioksida untuk men*egah
1
alkalosis respiratorik akibat hipokapnia. 9iper6entilasi mengurangi +aktu paruh karboksi-hemoglobin, dengan demikian meminimalisasi efek berbahaya dari intoksikasi. 2" engelolaan kera*unan sianida adalah dengan men*iptakan tempat berikatan alternatif bagi sianida yang berkompetisi dengan en=im oksidase sitokrom dan juga dengan memberikan =at yang mengubah sianida menjadi metabolit non toksik. erlengkapan antidot sianida terdiri atas amil dan sodium nitrat yang meningkatkan oksidasi hemoglobin, mengubahnya menjadi metahemoglobin, masing-masing dengan kadar !% dan 2"-!"%, dan berkompetisi dengan sitokrom oksidase oleh karena mempunyai afinitas terhadap sianida yang lebih kuat daripada sitokrom a !. uga terdapat sodium tiosulfat, yang memindahkan sulfur ke ion sianida dengan en=im rhodanase di mitokondria dan membentuk tiosianat yang kemudian diekskresikan ke dalam urine. 11,12 $eberapa
pasien
mengalami
bronkospasme
dan
pemberian
bronkodilator pada pasien-pasien tersebut dapat bermanfaat. 9al ini terutama berlaku untuk pasien dengan ri+ayat penyakit paru obstruktif kronis atau asma. enelitian eksperimental terakhir menunjukkan bah+a trauma inhalasi mengakibatkan defisiensi surfaktan akut. emberian surfaktan buatan segera setelah trauma sangat bermanfaat. &kan tetapi masih perlu penelitian penelitian yang lebih banyak sebelum pemberian terapi ini distandarkan.
7
4leh karena oksidan dilepaskan selama kaskade inflamasi dan dipotensiasi melalui pelepasan *adangan besi bebas, beberapa penelitian menunjukkan bah+a pemberian deferoksamin aeorosol dapat men*egah proses injuri. $utuh banyak penelitian lagi sebelum terapi ini dapat diberikan. ada gilirannya, injuri oksidan juga akan menyebabkan pembentukan debris selular di jalan nafas, yang menjadi salah satu faktor penyebab gagal nafas. enelitian pediatrik terakhir menunjukkan bah+a heparinJ0-a*etyl*ysteine aerosol menurunkan insidensi atelektasis, reintubasi, dan tentunya mortalitas. 21
1;
SIMPULAN 1. iagnosis trauma inhalasi tidak selalu dapat segera ditegakkan, dan gejalagejalanya dapat timbul belakangan hingga 2-!/ jam setelah trauma. 2. 9ipoksia, hiperkarbia,
dan edema
paru adalah tanda-tanda yang
menunjukkan kemungkinan inhalasi =at-=at toksik. !. #ekanisme injuri pada trauma inhalasi dapat berupa injuri termal langsung, inhalasi gas hipoksik, toksik lokal, dan toksik sistemik. . ada setiap kejadian trauma inhalasi, harus di*ari tanda dan gejala yang mengarah kepada intoksikasi. &dalah penting untuk se*ara aktif men*ari intoksikasi yang berhubungan dengan trauma inhalasi terutama bila ada keterlibatan sistem saraf pusat. . iagnosis trauma inhalasi ditegakkan melalui pemeriksaan bronkoskopi jalan nafas bagian atas dan trakea. #eski demikian, injuri pada jalan nafas bagian ba+ah dapat terjadi tanpa keterlibatan jalan nafas bagian atas.
2"
/. Gang terpenting dalam penanganan pasien-pasien dengan trauma inhalasi adalah mempertahankan jalan nafas dan mengatasi intoksikasi karbon monoksida
dengan
oksigenasi.
enggunaan
fraksi
oksigen
tinggi
dianjurkan untuk semua kasus yang di*urigai intoksikasi, meskipun hanya sedikit gejala yang ditunjukkan. 7. ika diperlukan intubasi trakea, strategi bantuan 6entilasi in6asif adalah untuk menjaga paru-paru tetap terbuka dan pembersihan sekresi, selain mengoptimalkan pertukaran gas.
DA'TAR PUSTAKA 1. Hyan 5#, '*hoenfeld &, Thorpe F, 'heridan H<, 5assem C9, Tompkins H. 4bje*ti6e estimastes of the probability of death from burn injuries. "e# ngl $ %ed 1;;K !!3 !/2-/.
2. 5lark FH r. 'moke inhalation3 diagnosis and treatment. &orld $ 'urg 1;;2K 1/(1)3 2-;
!. stre H, #*5oy #&, 4sborn <. eaths and injuries from house fires. " ngl $ %ed 2""1K !(2)3 1;11-/.
. iuiseppi 5, Hoberts , Fade &. n*iden*e of fires and related injuries after gi6ing out free smoke alarms3 *luster randomised *ontrolled trial. ritish %ed $ 2""2K !2(7!71)3 ;;.
. arling C, ereste*i #&, bane= , ugash H&, eters F, 0eligan 5. ulmonary *ompli*ations in inhalation injuries +ith asso*iated *utaneous injury. $ Trauma 1;;/K "3 !-;.
21
/. $arillo , oode H. 8ire fatality study3 demographi*s of fire 6i*tims. urns 1;;/K 22(2)3 -.
7. 'ou=a H, ardim 5, 'alge #, 5ar6alho 5HH. 'moke inhalation injury. $ ras Pneumol 2""K !"(/)3 7-/.
. Feiss '#,
;. 4ldham T, ui*e ', Till 4, Fard &. &*ti6ation of *omplement by hydroDyl radi*al in thermal injury. 'urgery 1;K 1!3 1"/"-!.
1". Fard &, Till 4. athophysiologi* e6ents related to thermal injury of skin. $ Trauma 1;;"K !"3 7-;.
11. 'afar , $ir*her 0. Cardiopulmonary Cerebral )esuscitation* +n ,ntroduction to )esuscitation %edicine, !rd ed.,
12. Horison , #*herson '. &*ute toDi* inhalations. merg %ed Clin "orth +m 1;;2K 1"(2)3 ";-!.
1!. arimon T, anne , ierson . &*ute inhalation injry +ith e6iden*e of diffuse bron*hiolitis follo+ing *hlorine gas eDposure at a s+imming pool 3 5ase report. )espire Care 2""K ;(!)3 2;1-.
1. $ingham 9, allagher T, o+ell #. Carly bron*hos*opy as a predi*tor of 6entilatory support for burned patients. $ Trauma 1;7K 273 12/-.
1. 'affle H, #orris 'C, Cdelman <. Carly tra*heostomy does not impro6e out*ome in burn patients. $ urn Care )ehabil 2""2K 2!3 !1-.
1/. Fea6er <, 9opkins H4, 5han . 9yperbari* oDygen for a*ute *arbon monoDide poisoning. " ngl $ %ed 2""2K !7(1)3 1"7-/7.
22
17. Fea6er <, 9o+e ', 9opkins H, 5han . 5arboDyhemoglobin half-life in *arbon monoDide-poisoned patients treated +ith 1""% oDygen at atmospheri* pressure. Chest 2"""K 117(!)3 "1-.
1. 'mailes 'T. 0onin6asi6e positi6e pressure 6entilation in burns. urns 2""2K 23 7;-"1.
1;. 9ampson 0$, >maeff <. 4ut*ome of patients eDperien*ing *ardia* arrest +ith *arbon monoDide poisoning treated +ith hyperbari* oDygen. +nn merg %ed 2""1K !(1)3 !/-1.
2". 8isher &. so*apni* hyperpnea ass*eletares *arbon monoDide elimination. +m $ )espir Crit Care %ed 1;;;K 1;3 12;-;2.
21. Tasaki 4, #o=ingo F, ubi*k #&, ood+in 5F, Gantis <, ruitt $& r. Cffe*ts of heparin and lisofyline on pulmonary fun*tion after smoke inhalation injury in an o6ine model. Crit Care %ed 2""2K !"3 /!7-!.
2!