TEKNIK SURVEI TIKUS Disarikan dari Modul Pelatihan Teknis Tingkat Dasar Survei Reservoir Penyakit Bidang Minat Rodensia B2P2VRP Salatiga Sa latiga
MATERI PELAJARAN A.
PENTINGNYA SURVEI TIKUS Survei tikus adalah kegiatan pengumpulan data tikus yang dilakukan untuk dokumentasi dan bahan pertimbangan menetapkan kebijaksanaan operasional. Survei dapat bersifat pendahuluan, longitudinal, sewaktu dan intensif sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Hasil survei akan memberikan gambaran gambaran tentang biologi, ekologi dan tingkat tingkat masalah yang yang ditimbulkannya.. B.
ALAT-ALAT SURVEI TIKUS Jenis dan jumlah alat yanag digunakan untuk menangkap dan mengumpulkan tikus ditentukan oleh tujuannya. Uraian di bawah ini hanya ditekankan pada tujuan penelitian di bidang kesehatan. Untuk tujuan lain dapat memodifikasi uraian ini.
a. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk mengerjakan ; 1. Sampel tikus tikus atau mencit (target 100 ekor) a. Perangkap kawat kawat (tergantung (tergantung jumlah penangkapan b. dengan perkiraan keberhasilan penangkapan 5 %) c. Kantong kain d. Alat bedah e. Kawat halus f. Kapas g. Plastik alas h. Timbangan i. Penggaris, 15 cm & 60 cm @ j. Formulir data k. Counter l. Kloroform m. Borax n. Serbuk gergaji o. Papan tripleks, 20 x 60 cm p. Paku payung/paku kecil q. Tang, catut, palu, arit/golok r. Alat jahit (benang & jarum) s. Kertas label & benang t. Kantong plastik kecil (7½ x15 cm) u. Tali plastik v. Tali rafia
200 – 300 prk. 50 potong 2 set 1 gulung 2 gulung 2 2m 1 unit 1 buah 50 lembar 1 unit 1 liter ½ kg ½ kg 25 lembar 1 ons 1 set 1 set 200 set 100 lembar 50 m 1 gulung 0
w. Baterai lengkap x. Umpan (khusus untuk kelapa) y. Kamper 2.
3.
4.
Darah binatang (target 100 ekor) a. Alat suntik (3 cc, 5 cc, 10 cc) b. Jarum suntik (21 G, 22 G, 23 G) c. Tabung hampa udara, 10 ml d. Pipet e. Karet hisap f. Botol kecil, 5 cc (1 dram) g. Label tempel h. Formulir data i. Kantong plastik, 20 x 40 cm j. Centrifuge k. Filterstrip l. Amplop kecil m. Tube rack n. Ice box o. Sodium chloride (garam fisiologis) Ektoparasit a. Nampan putih, 40 x 25 x 6 cm) b. Sisir & sikat c. Pinset halus d. Kuas kecil (kuas gambar) e. Botol kecil, 5 cc f. Label kertas g. Alkohol 70 % h. Black formica plate, 10 x 15 cm & 5 x 30 cm Endoparasit a. Alat bedah b. Cawan petri c. Beaker glass, 600 cc, 800 cc, 1 liter d. Gelas ukur, 250 cc, 1 liter e. Corong gelas/plastik f. Botol kecil, 10 cc (2 gram) g. Glycerin alkohol 10 % h. Formalin 10 % i. Kantong plastik, 20 x 40 cm & 7½ x 15 cm j. Diseccting microscope
6 buah 10 buah 1 kg.
@ @
100 unit 100 unit 100 tabung 100 pipet 2 buah 100 botol 100 lembar 25 lembar 25 lembar 1 unit 100 strip 100 lembar 1 unti 1 unit 1 liter
@
1 unit 1 buah 2 buah 1 buah
@
@ @
@
100 botol 100 lembar 1 liter 12 lembar
2 set 6 pasang 1 buah 1 buah 1 buah 200 botol 1 liter 1 liter 100 lembar 1 unit
1
5.
6.
Alat pengukur faktor abiotik a. Thermometer max-min b. Psychrometer c. Altimeter d. Kompas e. GPS (Global Positioning System) f. Pedometer g. Soil tester h. Luxmeter i. Anemometer
1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit
Lain-lain a. Buku catatan b. Alat tulis c. Tissue/Kertas lap
1 buku 1 set 1 pak
C. TAHAP SURVEI TIKUS 1. Pemetaan Survei lingkungan macam apa pun seyogyanya dimulai dengan perijinan, dan survei/pengamatan lokasi survei. Dalam pengamatan lokasi survei, kegiatan pemetaan sebaiknya dilakukan. Peta yang dihasilkan menggambarkan tataletak/tataruang yang sebenarnya, terutama untuk menentukan sederetan titik penting tempat pengambilan sampel dan tempat penting lainnya, yaitu jalan, danau, sungai, jalan setapk, bangunan, pepohonan, hutan semak, dan lain-lain. Mempelajari peta iklim umum dan bioma tempat survei dilakukan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam survei tikus. Karena akan memberikan nilai tambah dalam menginterpertasikan keterkaitan populasi tikus dengan lingkungannya. 2. Pengukuran faktor lingkungan Telah diketahui bahwa faktor lingkungan baik abiotik dan biotik berpengaruh terhadap ukuran dan penyebaran populasi tikus. Oleh karena pengukuran faktor lingkungan perlu dilakukan, seperti pengukuran faktor abiotik (suhu, kelembaban ,sinar, angin, dan.pH (tanah/air)) dan biotik (tumbuhan dan binatang). Pengamatan tumbuhan meliputi struktur vegetasi (bentuk kehidupan, ukuran, manfaat daun, dan tekstur daun) dan rimbunan tanaman (semak, tumbuhan polowijo, dll), sedangkan pengamatan binatang meliputi jenis, kebiasaan makan, jumlah dan habitat. 3. Pelaksanaan survei tikus Kegiatan dalam pelaksanaan survei tikus tergantung dari tujuan yang akan dicapai. Tetapi kegiatan utama yang dilakukan adalah a. Penangkapan tikus Penjebakan/pemerangkapan di lapangan merupakan cara baik untuk mendapatkan sampel tikus. Perbedaan tipe perangkap yang digunakan sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Perangkap hidup lebih baik daripada perangkap mati. Perangkap hidup
2
tidak merusak tubuh (kulit dan atau tulang) dari tikus yang terperangkap, dan tikus akan tetap hidup. Sebaliknya dengan perangkap mati, tikus yang terbunuh harus segera ditangani, karena cepat membusuk. b. Pencatatan dan pelabelan Sampel tikus yang tertangkap merupakan data penting yang perlu dikoleksi sebagai spesimen, terutama dari daerah/habitat yang berbeda. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengkoleksi yaitu; label/etikat harus dibuat dengan kertas kaku atau tebal, tulisan dengan huruf balok dan ditulis dengan tinta yang tidak dapat terhapus. Hal penting yang perlu dicatat adalah; 1. Nama jenis 2. Lokasi/habitat 3. Tangal (hari, bulan, tahun) 4. Berat badan (gram) 5. Panjang kepala dan badan (mm) 6. Panjang ekor (mm) 7. Panjang kaki belakang (mm 8. Lebar telinga (mm) 9. jenis kelamin 10. Organ reproduksi, seperti testis, seminal vesikel, uterus, dan embrio 11. Rumus mamae 12. Kolektor c. Pembuatan specimen awetan Spesimen awetan tikus merupakan bukti ilmiah jenis tikus yang berhasil ditangkap di suatu lokasi penelitian, sehingga pembuatan specimen awetan tikus merupakan kegiatan yang harus dilakukan. Spesimen awetan bermanfaat untuk koleksi dan referensi dan bahan konfirmasi jenis tikus ke lembaga ilmiah lain apabila identifikasi mengalami kendala. d. Penyimpanan/pengiriman spesimen Spesimen awetan jenis tikus meruapakan koleksi ilmiah yang sangat peting, sehingga penyimpanannya perlu mendapat perhatian ekstra, sehingga awetan tersebut dapat bertahan selama-lamanya. Tempat penyimpanan specimen awetan merupakan tempat yang bebas dari segala sesuatu yang dapat merusak specimen awetan tersebut. Untuk pengiriman spesimen ke lembaga ilmiah lain untuk tujuan konfirmasi, sumbangan atau keperluan lain, specimen awetan sebaiknya ditempatkan pada kotak kemasan yang menjamin specimen tersebut tidak mengalami kerusakan di perjalanan. D.
TEKNIK PENANGKAPAN TIKUS Ada berbagai cara untuk menangkap tikus, baik secara jebakan hidup dan mati, menembak, menjaring, memegang dengan tangan dan menggunakan hewan-hewan piaraan (kucing). Kegiatan menangkap atau mengendalikan sering mengalami kendali karena tikus merupakan binatang yang mempunyai mobilitas dan daya jelajah yang relatif luas.
3
Untuk keperluan penelitian di bidang biologi, ekologi dan pemantauan penyakit bersumber tikus, binatang tersebut sebaiknya ditangkap dengan menggunakan perangkap. Bermacam-macam perangkap tikus telah dibuat, antara lain : live trap (perangkap hidup, tikus yang tertangkap berada dalam keadaan hidup) break –back trap atau snap trap (perangkap mati, tikus yang tertangkap akan cepat mati) sticky-board trap (perangkap berperekat, tikus yang tertangkap berada dalam keadaan melekat pada dasar), gin trap (perangkap yang berupa jerat), pit fall trap (perangkap yang berupa lubang jebakan). Pit fall trap merupakan bentuk awal perangkap yang biasa digunakan dalam studi populasi tikus. Diantara berbagai bentuk dasar perangkap tersebut, live trap yang paling sering digunakan untuk keperluan penelitian di bidang kesehatan. Adapun penangkapan dilakukan dengan memasang perangkap pada sore hari mulai pukul 15.00-16.00 (pukul 4 sore). Kemudian perangkap diambil esok harinya antara pukul 06.00 – 09.00. untuk penangkapan di dalam rumah, diperlukan minimal dua perangkap. Untuk 2 penangkapan di luar rumah, tiap area luasnya 10 m cukup dipasang 2 perangkap dengan mulut perangkap saling bertolak belakang atau satu perangkap dengan kedua sisi terbuka sebagai mulut perangkap. Tetapi penangkapan tikus di luar rumah, seperti kebun, sawah atau ladang dapat digunakan linier trap barrier system ( multy trap). Peletakan perangkap yang tepat juga penting untuk memperoleh hasil maksimal. Pada dasarnya perangkap diletakkan di tempat yang diperkirakan sering dikunjungi tikus, misalnya dengan melihat bekas telapak kaki, kotoran, rambut yang rontok. Di lingkungan permukiman, perangkap dapat diletakkan di gudang, dapur, atap rumah, dan sebagainya. Untuk lebih memikat masuknya tikus ke dalam perangkap, biasanya dipasang umpan seperti kelapa bakar, ikan asin, mentega kacang. Bila umpan diperkirakan tidak menarik lagi, jenis umpan perlu diganti. Dalam upaya penangkapan, rupanya perlu diingat bahwa tikus dan mencit tergolong hewan yang berperilaku cerdik, sehingga perangkap dibiarkan di tempat minimal 2–3 hari, tetapi setiap hari perangkap harus diperiksa. Seandainya yang tertangkap binatang lain seperti cecurut, garangan, tupai dan lain-lain, perangkap harus segera dicuci bersih dan disikat. Kadangkala binantang non target tersebut juga diperlukan, sebab ada kemungkinan binatang ini juga berperan sebagai inang ektoparasit tertentu. Selanjutnya perangkap yang telah berisi tikus diberi label yang mencamtumkan tanggal, bulan, tahun, tempat (atap, dapur, kebun, jenis pohon, dan sebagainya) serta kode lokasi daerah penangkapan. Setiap perangkap kemud ian dimasukkan ke dalam sebuah kantong kain yang cukup kuat, agar ektoparasit yang lepas dari tubuh tidak banyak yang hilang (tetap berada dalam kantong). Kantong kemudian dibawa ke laboratorium untuk diproses tikusnya. Kegiatan penangkapan tikus dalam suatu penelitian biasanya dilakukan selama lima hari berturut-turut. Jumlah perangkap yang digunakan minimal 100-200 buah, buah untuk setiap habitat tikus.
4
E.
UJI KETEPATGUNAAN PERANGKAP/JERAT DAN UMPAN Setiap kali perangkap/jerat yang berumpan ataupun tidak berumpan dipasang, perlu untuk mengetahui apakah umpan yang digunakan itu menarik, dan kapan perangkap/jerat ditemukan oleh tikus pada jarak dekat. Bila tidak ada tangkapan yang didapat oleh jerat, diperlukan untuk mengetahui apakah ketidak hadiran tangkapan disebabkan kesalahan mekanis dari umpan pada saat tikus masuk perangkap, atau disebabkan oleh tidak adanya tikus yang melintas dalam kawasan itu, atau apakah perangkap ditemukan namun tidak dimasuki, karena umpannya tidak disukai. Bila pertanyaan tersebut dapat dijawab, akan mungkin untuk memiliki gagasan mengenai penggantian umpan atau pemindahan perangkap/jerat. Untuk mengetahui ketepatangunaan perangkap/jerat dan umpan dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut potong kertas kimograf menjadi potongan-potongan kecil. Asapi kertas kimograf, sehingga kertas kemograf dapat merekam jejak tikus saat diinjak tikus. Pasang kertas kemograf pada kerangka kayu atau papan yang lebih lebar dari ukuran perangkap yang diuji. Selanjut letakkan papan yang ada kertas kemografnya dibawak perangkap/jerat. Periksa perangkap/jerat selama 24 jam setelah dipasang. Periksalah kertas asap terhadap jejak tikus. Catat jenis perangkap, umpan yang digunakan, dan jenis tikus yang ditangkap pada kertas kemograf. Interprestasi hasil. Tentukan persen pendekatan yang dihasilkan dalam penangkapan. Srbagai contoh, bila 20 perangkap dipasang dan seluruhnya memperlihatkan jejak tikus pada kertas namun hanya diperoleh lebih dari 10 tangkapan maka mengindikasikan bahwa umpan dan perangkap yang dipasang telah sesuai. Tetapi bila tidak ditemukan jejak p ada kertas yang dipasang maka mengindikasikan bahwa daerah tersebut tidak dilewati oleh tikus. Bila terdapat jejak namun perangkap kosong mungkin disebabkan oleh kesalahan mekanis dari umpan atau ketidak sesuain umpan. Pada jumlah tangkapan sama dengan jumlah jejak yang dibuat diperkirakan ukuran populasi berdasarkan tangkapan akan kurang dari nilai sebenarnya. Teknik ini berguna dalam menilai kesahihan perkiraan populasi yang dibuat berdasarkan jerat. Cara ini memiliki nilai optimal hanya dalam situasi kering atau keadaan dalam ruangan, karena hujan dan angin cenderung mengaburkan pencatatan jejak pada kertas yang diasapi. Bila perangkap berada di luar ruangan selama musim hujan, maka pelindung kertas perlu dipasang agar kertas tidak basah. F.
TEKNIK PENGAWETAN TIKUS (pada materi kunjungan ini tidak dipraktekkan karena membutuhkan waktu yang lama) Spesimen tikus yang ada di dalam kantong kemudian dibius dengan kloroform. Apabila dibutuhkan ektoparasit agar tetap hidup, cara mematikan tikus tidak diperkenankan menggunakan zat pembius, tetapi dengan memegang kepala dan menarik ekor bersama dengan kakinya sampai tikus menjadi lemas. Untuk mengambil ektoparasit, badan tikus disisir (kepala, punggung, dan perut) berlawanan arah dengan arah rambutnya. Kantong kain bekas tikus diperiksa secara seksama baik dalam dan luar kantong. Selanjutnya tikus ditimbang, lalu diukur panjang total (PT), panjang ekot (PE), panjang telapak kakai belakang (K), panjang telinga (T). Semua data yang diperoleh dicatat dengan teliti di tabel yang tersedia. Selain data tersebut di atas, yang merupakan tanda-tanda khusus spesimen, diperlukan pula awetan spesimennya, sebagai voucher specimen. Spesimen awetan ini sangat penting untuk dibandingkan dengan spesimen yang sudah teridentifikasi dengan benar sebagai koleksi referensi yang tersimpan dimuseum. Ada dua cara pengawetan koleksi tikus dan mencit, yaitu :
5
a. Pengawetan secara utuh, yaitu dengan cara merendam spesimen ke dalam campuran larutan formalin 10 % atau alkohol 70 % sebanyak 1 000 ml volume atau disesuaikan dengan besar tikus. Hal yang penting diperhatikan adalah seluruh badan tikus termasuk ekor benar-benar terendam dalam larutan formalin atau alkohol. Sebelum dimasukkan ke dalam campuran larutan tersebut, perut spesimen dibedah agak lebar agar larutan pengawet merasuk ke dalamnya. Cara ini sering digunakan untuk penelitian anotomi binatang atau identifikasi secara genetis dimasa depan. b. Pengawetan kulit, yaitu awetan yang berupa kulit tikus. Cara pembuatan awetan kulit diawali dengan badan tikus diletakan di baki/meja dengan sisi ventral menghadap ke atas, kulit di bagian perut diiris membujur sepanjang 3-4 cm (Gambar 83). Kemudian kulit dibuka dengan hati-hati, sehingga d aging perut bagian dalam terlihat.
Gambar 1. Pengirisan kulit perut tikus membujur sepanjang 3-4 cm Kulit yang menempel pada daging perut ditekan sedemikian rupa ke arah kiri atau kanan bergantian sehingga daging paha kaki belakang dapat diangkat keluar (Gambar 1). Kaki belakang kiri dan kanan dikeluarkan secara bergantian dan tulang sebatas lutut dipotong dengan gunting.
Gambar 2. Pengelupasan kulit dari tulang kaki Daging yang melekat pada potongan kaki dibersihkan. (Gambar 2). Selanjutnya kulit dilepaskan dengan hati-hati ke arah ekor. Untuk mengurangi licinnya kulit bagian dalam, digunakan serbuk gergaji.
Gambar 2. Pelepasan kulit dari badan tikus 6
Ekor dicabut keluar secara hati-hati (Gambar 3). Setelah ekor keluar pelepasan kulit dilanjutkan ke arah kepala.
Gambar 3. Pelepasan kulit dari kepala tikus Setelah sampai di bagian kaki depan tulang kaki depan di potong sampai kepangkal pergelangan kaki depan (Gambar 4).
Gambar 4. Pelepasan kulit dari telinga tikus Kemudian dilanjutkan pelepasan kulit kearah kepala secara hati-hati, pada saat sampai ditelinga, pangkal telinga kanan dan kiri dipotong dengan pisau yang tajam (skapel), demikian pula pada bagian mata (Gambar 5).
Gambar 5. Pelepasan kulit dari telinga tikus Selanjutnya kulit ditarik kedepan secara perlahan-lahan sampai ujung hidung, pelepasan kepala dilakukan dengan menggunakan skapel atau gunting kecil (Gambar 6).
Gambar 6. Pelepasan kulit dari ujung hidung tikus Kulit dibersihkan dari semua daging yang menempel, kemudian kulit bagian dalam dilumuri serbuk boraks untuk pengawetan. Mempersiapkan kapas yang disesuaikan 7
dengan ukuran badan tikus , yaitu lembaran kapas yang diperkirakan sesuai dengan ukuran tikus dipotong, diguling sehingga membentuk bentuk padat lonjong sesuai dengan besar badan tikus (Gambar 7).
Gambar 7. Mempersiapkan kapas disesuaikan dengan ukuran badan tikus Mempersiapkan kawat kecil dengan ukuran panjang ekor tikus, tetapi panjang kawat sebaiknya 3–4 cm lebih panjang dari ekor tikus. Kawat dilapisi seluruhnya dengan kapas secara dipilin sedikit demi sedikit, dibentuk sedemikian rupa sehingga sesuai dengan ukuran dan volume ekor. Kawat dimasukkkan ke dalam ekor, hingga ekor menjadi padat (Gambar 8).
Gambar 8. Mempersiapkan pilinan kapas pada kawat disesuaikan dengan panjang ekor tikus Kapas yang dipadatkan dan dibentuk sesuai dengan kepala dan badan tersebut, dimasukkan secara hati-hati ke dalam kulit tikus lewat mulut dengan menggunakan pinset. Usahakan badan terisi penuh dengan kapas (Gamb ar 9).
8
Gambar 9. Memasukkan kapas lewat mulut tikus Mulut dijahit dari sebelah dalam dengan menghubungkan dengan benang dan diikat (Gambar 10).
ketiga
potongan
bibir
Gambar 10. Menjahit mulut tikus Tulang kaki depan dan kaki belakang dibalut/diisi kapas dan dikembalikan seperti semula. Setelah badan tikus terbentuk , bagian perut yang diiris dijahit kembali secara zigzag (Gambar 11).
Gambar 11. Menjahit badan tikus Tikus yang sudah berisi kapas diletakan pada papan triplek dengan sisi ventral menghadap ke bawah dan ke dua pasang kaki di atur sedemikian rupa sehingga kaki depan lurus ke depan dan kaki belakang lurus ke belakang sejajar dengan badan. Ujung – ujung kaki dipaku sedang ujung ekor dijepit dengan dua paku di kanan kirinya. Spesimen dikeringkan (Gambar 12).
9
Gambar 12. Awetan tikus diletakkan di papan dengan posisi lurus Kepala yang masih menyatu dengan badan tikus dipotong dengan menggunakan gunting dan direbus (Gambar 13). Setelah dagingnya lunak dibersihkan dan disimpan di dalam tabung plastik setelah diberi label berisi nomer, lokasi, tgl. dan kolektor
Gambar 13. Tengkorak tikus yang diberi label Awetan tikus yang telah terbentuk sempurna, sebelum disimpan di dalam plastik diberi label yang lengkap sebagai berikut ; No. tikus Lokasi penangkapan Tgl. Penangkapan Kolektor
: : : :
Jenis tikus dan sex Ukuran Berat Mammae/testes
kantong
: : : :
Gambar 14. Contoh label G.
TEKNIK PENGAMBILAN DARAH TIKUS Tikus dalam kantong kain dipingsankan dengan dibius kloroform. Cara ini dapat diganti dengan melemaskan tikus. Kapas beralkohol 70% dioleskan di bagian dada, selanjutnya jarum suntik ditusukkan di bawah tulang pedang-pedangan (tulang rusuk) sampai masuk lebih kurang 0 50 – 75 % panjang jarum. Posisi jarum membentuk sudut 45 terhadap badan tikus yang dipegang tegak lurus. Setelah posisi jarum tepat mengenai jantung, secara hati-hati darah dihisap diusahakan alat suntik terisi penuh. Pengambilan darah dari jantung tikus dapat diulang maksimal 2 kali, karena apabila lebih dari 2 kali biasanya darah mengalami hemolisis (Gambar 15). Penanganan darah tikus untuk pemeriksaan bakteriologi atau serologi dapat dilakukan
10
dengan beberapa cara, yaitu filter strip dan pengambilan serum darah. Penggunaan filter strip, diawali dengan darah dalam alat suntik diteteskan pada filter strip (kertas Nobuto) sebanyak lebih kurang 3 tetes atau dimasukkan ke dalam tabung hampa udara yang telah diberi label sesuai dengan kode sampel tikus. Filter strip yang telah ditetesi darah dikeringkan pada suhu kamar dan diletakan pada rak khusus. Untuk mencegah kerusakan, kertas ini dihindarkan dari sinar matahari secara langsung atau panas api. Filter strip yang telah kering ditempelkan sedemikian rupa pada karton 5 x 10 cm, dimasukkan ke dalam amplop dan disimpan di dalam almari es sebelum pemeriksaan serologi. Pengambilan serum darah, yaitu darah dalam jarum suntik dimasukkan dalam tabung atau tabung hampa udara, maka didiamkan terlebih dahulu selama 2 – 3 jam, atau disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Cara lain adalah jarum suntik berisi darah diletakkan secara terbalik dan di diamkan selama 5 jam maka serum akan terpisah dengan sel darah. Serum yang telah terpisah dari darah dihisap dengan pipet yang telah disucihamakan, kemudian dimasukkan ke dalam tabung serum yang telah berlabel, disimpan di dalam termos es atau almari es (freezer) sebelum pemeriksaan selanjutnya (serologi)
Tusukan jarum suntik di bawah tulang rusuk
Gambar 15. Cara mengambil darah jantung tikus. H.
TEKNIK PENGAMBILAN EKTOPARASIT Tikus atau mencit yang telah lemas atau diambil darahnya, disikat atau disisir di atas nampan putih. Ektoparasit yang terkumpul dinampan diseleksi jenisnya, dihitung dan dicatat di tabel yang tersedia. Bila ektoparasit ini akan diisolasi rickettsia/virus yang dikandung maka ektoparasit dibiarkan hidup terisolasi dan apabila tidak akan mengisolasi rickettsia/virus, maka ektoparasit dimasukan ke dalam botol kecil berisi alkohol 70 % dan ditutup rapat. Selanjutnya bila akan diidentifikasi, maka ektoparasit dimasukan ke dalam larutan pembersih Kloral fenol (clearing solution). Setelah itu dengan medium tertentu preparat di mounting. I.
TEKNIK PENGAMBILAN ENDOPARASIT Spesimen tikus yang telah dikuliti dibedah, kemudian organ dalamnya dipisah dalam cawan petri. Di bawah mikroskop, organ dicawan diamati endoparasitnya. Endoparasit yang kemudian dimasukan botol dan direndam dengan larutan pengawet. Misalnya untuk nematoda
11
digunakan gliserin-alkohol 10 %, sedang untuk cacing lainnya dapat digunakan formalin 10 %. J. TEKNIK PENEMPATAN, PENYUSUNAN, PERAWATAN KOLEKSI TIKUS 1. Penempatan, penyusunan dan perawatan koleksi tikus Spesimen-spesimen awetan dalam suatu koleksi tikus secara sistematik harus disusun dan dilindungi dari hama-hama, cahaya, dan kelembaban. Susunan yang umum dari suatu koleksi akan tergantung terutama pada ukurannya, maksud dan tujuannya, serta cara yang dipakai dalam mengawetkan spesimen tikus dna mencit tersebut misalnya awetan basah dan awetan kering. Pada koleksi tikus, mencit dan ektoparasitnya untuk tujuan pendidikan, pelatihan dan koleksi referensi di bidang kesehatan, pada umumnya dalam bentuk awetan kering. Awetan kering tersebut dapat bertahan lama (lebih dari 10 tahun), mudah perawatannya, tidak membutuhkan tempat yang banyak, mudah dibungkus saat pengiriman dan bentuk relatif masih seperti aslinya, namun sering kali berubah warna karena jamur, sehingga untuk menghindari hal tersebut perlu ditempatkan dalam kotak yang tertutup rapat dan diberi kamper secukupnya. Awetan tikus dan mencit biasanya disimpan bersama tengkoraknya yang berada dalam botol kecil di almari, rak, kotak atau dipajang di kotak kaca (Gambar 85). Ukuran almari rak yang umum digunakan adalah 50 x 50 x 120 cm dengan rak berukuran 45 x 45 x 10 cm atau tempat penyimpanan dapat disesuaikan dengan keinginan kolektor. Kebanyakan lembaga-lembaga yang besar dan banyak kolektor-kolektor menempatkan koleksi mereka dalam laci-laci museum yang seragam dan tertutup rapat. Sistem satuan laci memudahkan pengembangan yang cepat dan penyusunan kembali setelah menggunakan koleksi tersebut tanpa perlu memperlakukan spesimen individual yang menghabiskan waktu dan dapat merusak spesimen. Setiap kotak, rak atau laci biasanya disusun berdasarkan jenis tikus atau lokasi tempat ditemukan jenis tikus tersebut dan set iap laci mempunyai nomor urut yang telah ditentukan. Awetan tikus perlu diperiksa dan diganti atau ditambah kamper yang ada di dalam kotak atau almari penyimpanan minimal 2 bulan sekali. Untuk awetan tikus yang terkena jamur maka perlu disikat secara hati-hati untuk menghilangkan jamur tersebut dan apabila kelembaban ruang penyimpanan relatif tinggi, di dalam kotak-kotak awetan perlu dilengkapi dengan desiccant (bahan pengering) atau silica gel. Sebaiknya kotak penyimpan awetan tikus terhindar dari air. Hama yang sering merusak awetan tikus dan mencit adalah semut. Serangga ini merusak telinga awetan tikus dan mencit. Kucing atau anjing kadang-kadang merusak keseluruhan awetan saat awetan dijemur atau disimpan ditempat yang tidak terlindung. Penyimpanan awetan tikus dengan tujuan untuk dipamerkan maka, awetan tikus atau mencit tersebut dapat disimpan dalam kotak-kotak yang tertutup kaca atau dalam kabinet-kabinet berpintu kaca. 2. Pengemasan dan pengiriman awetan Tikus, Awetan kulit tikus merupakan bahan yang tidak mudah rusak, tetapi untuk menjaga keutuhannya dalam suatu pengiriman maka, kemasan awetan tersebut tetap perlu diperhatikan. Awetan tikus yang akan dikirim sebaiknya dibungkus dalam plastik berisi kamper yang tertutup rapat, semua keterangan tentang tikus dan mencit, seperti tengkorak, label dan lain-lain harus berada di dalam plastik tersebut. Untuk menghindari benturan- benturan yang menyebabkan bentuknya berubah, plastik berisi tikus tersebut dimasukkan dalam kotak kemasan yang terbuat dari kotak kardus, plastik atau papan kayu yang tertutup rapat.
12
K. TEKNIK PENGAMATAN KEPADATAN TIKUS (SENSUS POPULASI TIKUS) Tikus merupakan bianatang pengganggu dan sering merupakan vertebrata utama sebagai reservoir beberapa penyakit, bahkan hampir semua kasus pes pada manusia berhubungan dengan epizootik tikus. Program surveilans yang bersifat penelusuran, melakukan kegiatan pemantauan penyakit bersumber tikus seperti pes pada populasi tikus rentan, merupakan suatu kegiatan bagi petugas kesehatan di suatu daerah endemis penyakit tersebut. Surveilans akan memberikan gambaran tentang peningkatan resiko penularan penyakit bersumber tikus pada manusia, sehingga perlu mengambil tindakan cepat dan tepat dengan melaksanakan program pencegahan dan pengendalian sebelum terjadi wabah. Identifikasi penyakit bersumber tikus pada popu lasi tikus dan mencit di suatu tempat juga berperan sebagai peringatan untuk siap mengobati kasus manusia yang mungkin terjadi. Berdasarkan uraian tersebut maka mempelajari tikus dan mencit merupakan hal yang penting untuk menentukan jenis tikus dan ektoparasit yang berpotensi menyebarkan penyakit di sekitar rumah, mengetahui dinamika kepadatan jenis tikus, serta ektoparasitnya, struktur umur populasi tikus, habitat kesukaan tikus dan data distribusi setempat. Dari data tersebut maka diperoleh secara memadai data dasar ekologi yang penting dalam menentukan tindakan pengendalian tikus dan mencit di daerah tersebut. Pendugaan kepadatan absolut populasi tikus dan mencit dapat menggunakan teknik tangkap-tanda-tangkap (T3), namun kurang efisien untuk pengetahuan yang bersifat praktis dan dalam jangka pendek atau hanya untuk lingkungan keluarga. Cara yang mudah untuk mengetahui kepadatan populasi tikus di lingkungan rumah adalah dengan menduga kepadatan relatif sebagai persentase keberhasilan penangkapan, yaitu menentukan jumlah tikus tertangkap dibagi dengan jumlah periode penangkapan dibagi dengan jumlah perangkap yang digunakan dikalikan 100. Tetapi untuk kebutuhan ilmiah di bidang biologi, pertanian dan kesehatan terutama pada program surveilans untuk pengendalian penyakit bersumber tikus dalam daerah yang luas dan waktu yang lama maka, penelitian Tangkap -Tanda – Tangkap ( Mark and Release studies) merupakan metode yang sebaiknya digunakan. Ada beberapa model Tangkap -Tanda – Tangkap (T3) untuk mengetahui kepadatan tikus yaitu metode T3 Petersen, Metode T3 Schanabel, MetodeT3 Jolly-Seber, metode T3 Eberhardt dan lain-lain. Dasar pemikiran dari metode T3 adalah individu-individu tikus yang tertangkap adalah sebagai anggota sampel dari suatu populasi, kemudian ditandai lalu dilepaskan, maka populasi tikus dalam suatu habitat yang diteliti akan terdiri atas dua kategori individu yaitu yang bertanda pengenal dan yang tidak. Secara rinci metode ini dibahas pada buku-buku ekologi kuantitatif. Untuk melengkapi data kepadatan tikus di suatu habitat seorang peneliti tikus juga perlu mengetahui tentang perhitungan parameter reproduksi tikus dan mencit, serta definisinya. Difinisi dan penghitungan parameter reproduksi meliputi; a. Seks Rasio (sex ratio) yaitu jumlah kelamin jantan per betina atau jumlah tikus jantan dibagi dengan tikus betina. b. Seks rasio kombinasi (Combined sex ratio) yaitu, seks ratio ditambah 1 c. Jumlah embrio ( Embryo number ) yaitu, rata-rata embrio per anak tikus atau jumlah embrio dibagi dengan baik jumlah betina bunting atau jumlah anak tikus yang dihasilkan oleh betina yang bunting).
13
d. Angka kebuntingan ( Rate of pregnancy) yaitu, proporsi betina hamil terhadap jumlah betina yang tyerdapat dalam populasi. e. Angka kebuntingan (Crude pregnancy rate) kasar yaitu, jumlah betina bunting dibagi dengan seluruh jumlah betina yang tertangkap. f. Angka penyesuaian kebuntingan ( Adjusted pregnancy rate) yaitu, jumlah betina bunting dibagi dengan jumlah betina dewasa. g. Angka koreksi kebuntingan (Corrected pregnancy rate). Karena pada tikus genus Rattus, penanaman embrio baru tidak terjadi sampai pada hari ke 6 atau ke 7 kebuntingan (jadi, kebuntingan tidak tampak pada pengamatan sampai saat ini), sesungguhnya jumlah atau kehamilan tidak dapat diperkirakan. Agar dapat memperhitungkan kebuntingan yang terlihat pada R. exulans, pengamatan angka kebuntinggan digandakan dengan faktor koreksi 1,3. Faktor ini adalah diperoleh dari pembagian 23 hari (rata-rata panjang periode kebuntingan), dengan 17 hari (rata-rata panjang kenampakan kebuntingan). h. Angka embrio ( Embryo rate) yaitu rata-rata jumlah embrio yang dihasilkan oleh 100 betina. i. Angka emvbrio kasar (Crude embryo rate) yaitu, per 100 betina lebih besar daripada umur menyusui (Jumlah embrio dikalikan dengan angka kebuntingan kasar). j. Angka penyesuaian embrio ( Adjusted embryo rate) yaitu per 100 betina dewasa secara seksual (Jumlah embrio dikalikan dengan angka penyesuaian kebuntingan). k. Angka reproduksi (Rate of reproduction) yaitu, rata-rata jumlah embrio yang dikalikan oleh 100 tikus (baik jantan dan betina) pada suatu populasi l. Angka reproduksi kasar (Crude rate of reproduction) yaitu, per 100 tikus dewasa secara seksual lebih besar daripada tikus yang sedang menyusui (Angka penyesuaian embrio dibagi kombinasi seks rasio) m. Angka penyesuaian reproduksi ( Adjusted rate of reproduction) yaitu, per 100 ekor tikus dewasa seksual (Angka penyesuaian embrio dibagi dengan angka kombinasi seks rasio). n. Insidesi kebuntingan ( Incidence of pregnancy). Perkiraan jumlah anak (contoh pada kebuntingan per betina parous setiap tahun (angka kebuntingan, dinyatakan dalam desimal, dikalikan dengan jumlah anak yang berpotensi dapat dihasilkan dalam satu tahunnya). Jumlah anak yang berptensi untuk R. exulans diperoleh dengan pembagian lama hari dalam satu tahun (365 hari) dengan lama kebuntingan (23 hari) hasilnya adalah 16. o. Insidensi kebuntingan kasar ( Incidence of pregnancy) yaitu per betina lebih besar daripada umur yang menyusui (angka kebuntingan kasar dikalikan 16) p. Angka penyesuaian insidensi kebuntingan (Adjusted incidence of pregnancy) yaitu, per betina dewasa secara seksual (Angka penyesuaian kebuntingan dikalikan dengan 16). q. Produksi tahunan ( Annual production) yaitu perkiraan rata-rata jumlah tikus muda yang dihasilkan per betina porous setiap tahun (Jumlah embrio, dikalikan dengan insidensi kebuntingan). r. Angka produksi tahunan kasar (Crude annual production) yaitu per betina parous lebih besar daripada umur menyesui (Jumlah embrio dikalikan dengan angka insidensi kebuntingan kasar). 14
s. Angka penyesuaian produksi ( Adjusted annual production) yaitu, per beyina dewasa parous (Jumlah embrio dikalikan dengan angka penyesuaian insidensi kebuntingan). Parameter tersebut untuk menduga perkembangan tikus tahunan. Pengetahuan tersebut berperanan penting dalam meramalkan atau mendeteksi puncak kepadatan tikus dalam satu tahun, sehingga dapat menentukan waktu pengendalian tikus secara tepat dan tindakan pencegahan penyakit bersumber tikus dapat dilakukan secara dini. RANGKUMAN Survei tikus adalah kegiatan pengumpulan data tikus yang dilakukan untuk dokumentasi dan bahan pertimbangan menetapkan kebijaksanaan operasional. Survei dapat bersifat pendahuluan, longitudinal, sewaktu dan intensif sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.. Hasil survei akan memberikan gambaran tentang biologi, ekologi dan tingkat masalah yang ditimbulkannya. Oleh karena peralatan yang emamdai perlu dipersiapkan. Selain itu untuk koleksi dan referensi ilmiah, serta untuk keperluan konfirmasi jenis tikus perlu dilakukan pengawaetan dan menentukan cara penyimpanan dan pengiriman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1968. Laboratory methods and reagents Departement of Microbiology, Harvard School of public Health, p. 21 46-48 Boeady, 1975, Techniques of collecting and preserving vertebrates. BIOTROP Training course in ectoparasite biology, Bogor, July-August Booth, E.S. 1971. How to know the mammals. W.M.C. Brown Company Publisher, Dubuque, Iowa, USA, p. 22-32. Haas, G.E., 1966. A technique for estimating the total number of rodent fleas in cane fields in Hawaii. J. Med. Entomol. 2(4): 392-394. Kadarsan, S., 1975. Some notes on clearing and mounting mites. BIOTROP Training course in ectoparasite biology, Bogor, July – August. Kaiser, M.N. and H. Hoogstraal, 1968. Simple field and laboratory method for recovering living ticks (Ixodidea) from host. J. Parasitol. 54 (1): 188-189. Kettle, P.R., 1974. A rapid techniques for making permanent whole mounts of Mallophaga. J. Parasitol. 60 (4): 631. Kranzt, G.W., 1978. A manual of acarology. Oregon State University Book Stores. Inc. Corvallis, Oregon, USA, p. 85-93. Michael. P. 1994. Metode ekologi untuk penyelidikan lading dan laboratorium. UI-Press. Jakarta.
15