BAB I
PENDAHULUAN
1. . LATAR BELAKANG
Pemukiman kota yang padat merupakan salah satu masalah yang ada
di suatu negara. Kepadatan disebabkan oleh banyaknya manusia yang
tinggal dan adanya kekurangan lahan untukbertempat tinggal.
Padatnya tempat ini menimbulkan banyak masalah yang terjadi pada
kehidupan manusia. Penataan ruang yang kurang baik, kekurangan
lahan untuk mendesain rumah, kekurangan lahan menyebabkan tidak
adanya lahan yang seharusnya digunakan semisal jamban dan banyak
masalah yang lain.
Faktor lain yang dapat menjadi masalah adalah kesehatan. Dengan
kekurangan lahan inilah masalah kesehatan dapat muncul. Kekurangan
lahan dapat menyebabkan kekurangan tempat menyimpan sehingga semua
diletakkan dalam satu tempat. Ketidakrapian terjadi, dapat
menyebabkan kesemrawutan sehingga banyak vektor senang untuk ikut
bernaung semisal dalam suatu rumah. Serangga dan binatang
pengganggu dapat juga menjadi masalah akibat kekurangan lahan.
Salah satu dari vektor penyebab dari masalah tersebut adalah tikus.
Tikus identik dengan lingkungan manusia yang tidak sehat dan
dekat dengan sawah atau dekat dengan hutan. Tikus merupakan hewan
pengerat yang mengganggu kehidupan manusia dan juga dapat
menularkan penyakit. Penyakit yang ditularkan oleh tikus dilakukan
secara tidak sengaja seperti halnya kuman yang menempel di badan
tikus, kutu yang hidup di kulit dan penyakit yang ada di dalam
pencernaan tikus. Hewan ini merupakan hewan yang menjijikkan
menurut manusia disebabkan karena perilakunya yang mengganggu dan
bau yang dihasilkan oleh beberapa jenis tikus.
Tikus dapat dijadikan indikator kesehatan dan baiknya manajemen
suatu tempat. Semisal rumah sakit yang ada beberapa diantaranya
hidup banyak tikus. Kebersihan, kenyamanan, dan kesehatan rumah
sakit tersebut terganggu akibat adanya vektor ini. Selain itu di
restoran kelas dunia, kebersihan dapurnya dari adanya tikus menjadi
hal penting dan menjadi tolok ukur manajemen dalam restoran
tersebut. Tikus yang selama ini kita tahu selalu membawa masalah
kemudian dengan melakukan praktikum penangkapan dan identifikasi
tikus ini diharapkan kita nanti mampu untuk mengetahui informasi
tentang tikus yang lebih mendalam. Sehingga kita bisa melakukan
pengendalian terhadap tikus yang dapat menyebabkan masalah-masalah
kesehatan dan juga masalah-masalah gangguan yang dilakukan oleh
tikus.
1. . METODE
Metode yang di lakukan adalah ceramah tentang kegiatan
penjebakan tikus dan kegiatan identifikasi tikus
.
1. . TUJUAN
1. Untuk mengidentifikasi atau mengetahui ciri-ciri khas dari tikus
berdasarkan jenis dan habitatnya
2. Untuk mengetahui jenis makanan kesukaan tikus, dalam mempermudah
dalam proses trapping
3. Untuk mengetahui keberadaan atau habitat tikus
4. Untuk mengetahiu keberadaan adanya ektoparasit tikus
1.4 . TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengenalan Tikus
Ahmad (2011) menyatakan, Tikus adalah mamalia yang termasuk
dalam suku Muridae. Spesies tikus yang paling dikenal adalah mencit
(Mus spp.) serta tikus got (Rattus norvegicus) yang ditemukan
hampir di semua negara dan merupakan suatu organisme model yang
penting dalam biologi.
Tikus merupakan binatang pengerat yang sudah menjadi musuh
masyarakat karena sebagai faktor penyakitdan identik dengan image
kotor. Selain itu tikus sering merusak property rumah kita karena
sifat pengeratnya danmenjadi musuh para petani karena sering
merusak tanaman/sawah mereka. Berbagai tindakan sering kita lakukan
untukmembasmi tikus ini seperti dengan jebakan, lem ataupun dengan
racun.
Klasifikasi Tikus
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub famili : Murinae
Genus : Bandicota, Rattus, dan Mus
Insect dan rodent, baik disadari atau tidak, kenyataanya telah
menjadi saingan bagi manusia. Lebih dari itu insect dan rodent,
pada dasarnya dapat mempengaruhi bahkan mengganggu kehidupan
manusia dengan berbagai cara. Dalam hal jumlah kehidupan yang
terlibat dalm gangguan tersebut, erat kaitanya dengan
kejadian/penularan penyakit.hal demikian dapat dilihat dari pola
penularan penyakit pest yang melibatkan empat faktor kehidupan,
yakni Manusia, pinjal, kuman dan tikus. Beranjak dari pola
tersebut, upaya untuk mempelajari kehidupan tikus menjadi sangat
relefan. Salah satunya adalah mengetahui jenis atau spesies tikus
yang ada, melalui identifikasi maupun deskripsi.
Untuk keperluan ini dibutuhkan kunci identifikasi tikus atau
tabel deskripsi tikus, yang memuat ciri–ciri morfologi masing –
masimg jenis tikus. Ciri–ciri morfologi tikus yang lazim dipakai
untuk keperluan tersebut di antaranya adalah : berat badan ( BB ),
panjang kepala ditambah badan (H&B), ekor (T), cakar (HF), telinga
(E), tengkorak (SK) dan susunan susu (M). Disamping itu, lazim pula
untuk diketahui bentuk moncong, warna bulu, macam bulu ekor, kulit
ekor, gigi dan lain-lain. Insect atau ektoparasit yang
menginfestasi tikus penting untuk diketahui, berkaitan dengan
penentuan jenis vektor yang berperan dalam penularan penyakit yang
tergolong rat borne deseases.
B. Makanan Tikus
Tikus merupakan hewan yang mempunyai preferensi makanan yang
banyak, baik yang berasal dari tumbuhan maupun dari hewan. Walaupun
demikian biji-bijian seperti gabah, beras dan jagung tampaknya
lebih disukai daripada yang lain. Seekor tikus dapat merusak 283
bibit padi per hariatau 103 batang padi bunting per hari. Setelah
itu, tikus juga menyukai umbi-umbian serperti ubi jalar dan ubi
kayu.Makanan yang berasal dari hewan terutama adalah serangga dan
hewan-hewan kecil lainnya. Makanan dari hewan ini merupakan sumber
untuk pertumbuhan dan untuk memperbaiki bagian-bagian tubuh yang
rusak, sedangkan makanan yang berasal dari tumbuhan dimanfaatkan
sebagai sumber tenaga.Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan
bahwa kebutuhan makanan seekor tikus setiap hari kira-kira 10% dari
bobot tubuhnya, tergantung dari kandungan air dan gizi dalam
makanannya.Tikus merupakan hewan yang aktif pada maam hari sehingga
sebagian besar aktivitas makannya dilakukan pada malam hari.Tikus
memiliki sifat "neo-fobia", yaitu takut atau mudah curiga terhadap
benda-benda yang baru ditemuinya. Dengan adanya sifat tikus yang
demikian, maka makanan akan dimakan adalah makanan yang sudah biasa
ditemui. Dia akan mencicipi dulu makanan yang baru ditemuinya. Hal
ini dapat mempengaruhi keberhasilan pengendalian secara kimia
dengan menggunakan umpan beracun, sehingga harus diusahakan agar
umpan yang digunakan adalah umpan yang disukai oleh tikus dan
tempat umpanyang digunakan adalah benda-benda alami yamg banyak
terdapat di alam. Dan bila makanan yang dimakan tersebut membuat
keracunan dengan cepat maka dia akan mengeluarkan suara kesakitan
dan tanda bahaya kepada teman-temannya. maka dari itu untuk
penggunaan pestida kimia sebaiknya digunakan pestisida yang
membunuh secara perlahan, dimana tikus tersebut akan mati dalam
beberapa hari, sehingga tikus tersebut tidak merasa kapok dan tidak
akan tahu kalau makanan yang dimakannya ternyata beracun. Dalam
mencari makanan, tikus selalu pergi dan kembali melalui jalan yang
sama, sehingga lama-lama terbentuk jalan tikus. Hal ini disebabkan
tikus akan merasa aman untuk melewati jalan yang sama, daripada
setiap saat harus membuat jalan baru. Jalan yang sama dapat
ditandai dengan gesekan benda-benda di sekitar jalan tersebut
dengan misainya, dan juga karena adanya air seni yang dikeluarkan
pada jalan tersebut yang dapat diciuminya.
C. Indera Pada Tikus
Indera Penglihatan Tikus
Dilihat dari pengelihatannya menurut para ahli konon tikus
ternyata tikus mempunyai pengelihatan yang jelek, yaitu ternyata
tikus adalah hewan yang buta warna, artinya ia hanya dapat melihat
benda-benda berwarna hitam dan putih. Akan tetapi, tikus tampaknya
tertarik pada warna-warna hijau, kuning dan hitam. Warna hijau dan
kuning diduga merupakan warna daun dan malai tanaman padi yang
merupakan makanan utamanya di lapang. Sedangkan warna hitam
merupakan warna gelap yang terlihat pada malam hari. Kemampuan
tikus dalam melihat benda-benda yang ada di depannya dapat mencapai
10 meter.
Indera Penciuman Tikus
Organ penciuman tikus sangat baik, terutama untuk mencium bau
makanannya. Tikus jantan dapat mencium bau tikus betina yang sedang
birahi untuk dikawininya.Tikus betina dapat mencium bau anaknya
yang keluar dari sarang berdasarkan air seni yang dikeluarkan oleh
anaknya.
Indera Pendengaran Tikus
Pendengaran tikus sangat baik. Tikus dapat mendengar suara-suara
dengan frekuensi tinggi, yang tidak dapat didengar oleh manusia.
Berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan oleh tikus, dapat dibagi
menjadi beberapa suara, yaitu :
-Suara-suara pada saat akan melakukan perkawinan
-Suara-suara menandakan adanya bahaya
-Suara-suara pada saat menemukan makanan
-Suara-suara pada saat tikus mengalami kesakitan
D. Sarang
Sarang yang dibuat biasanya mempunyai lebih dari satu pintu,
pintu utama untuk jalan keluar dan masuk setiap hari, pintu darurat
yang digunakan dalam keadaan yang membahayakan, misalnya pada saat
dikerjar oleh predator ataupun pada saat dilakukan gropyokan, dan
pintu yang menuju ke sumber air sebagai minumnya. Pintu darurat ini
disamarkan dengan cara ditutupi dengan daun-daunan.Selain itu,
sarang tikus juga terdiri dari lorong yang berkelok-kelok; semakin
banyak anggota keluarga tikus, semakin panjang lorong yang dib
Sarang tikus juga dilengkapi dengan ruangan/kamar yang difungsikan
untuk beranak dan kamar sebagai gudang tempat meyimpan bahan
makanan.
E. Perkembangbiakan
Tikus berkembang biak dengan sangat cepat, tikus menjadi dewasa
dalam arti dapat kawin mulai umur 3 bulan, masa bunting tikus
betina sangat singkat, kira-kira 3 minggu. Jumlah anak yang
dihasilkan setiap kelahiran berkisar antara 4 – 12 ekor (rata-rata
6 ekor) tergantung dari jenis dan keadaan makanan di lapangan. Dan
setelah 2-3 hari setelah melahirkan tikus-tikus tersebut sudah siap
kawin lagi.
F. Pengendalian
Pengendalian yang paling sering kita gunakan biasanya
menggunakan metode gropyokan atau dengan memasang umpan, namun yang
palig tepat dilakukan adalah pengendalian terpadu.
Kalau kita menggunakan umpan beracun ada baiknya kita
menggunakan umpan yang tidak langsung membunuh dengan cepat,
gunakanlah rodentisida yang membunuh secara perlahan misal Klerat
dan ratikus, karena seperti yang saya bicarakan diatas tikus bila
makan makanan yang beracun cepat reaksi kematiannya, maka dia akan
memberi sinyal suara kesakitan dan tanda bahaya kepada temannya ,
sehingga teman-temannya akan waspada terhadap makanan baru, dan
tidak mau makan terhadap umpan yang kita berikan.
Pemberian umpan tersebut sebaiknya jangan disentuh dengan tangan
sebab indra penciuman tikus sangat tajam terhadap bau yang baru dan
aneh termasuk bau manusia.Lakukan pada saat paceklik pangan bagi
tikus yaitu saat lahan beras (tidak ditanami) sampai pada saat
menjelang produksi pangan (bila pada padi menjelang bunting).
G. Jenis-jenis tikus antara lain:
-Mencit (Mus sp.)
-Tikus rumah (Rattus rattus)
-Tikus got (Rattus norvegicus)
-Tikus sawah (Rattus argentiventer)
-Wirok (Bandicota sp.)
-Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus)
-Mencit Rumah (Mus-musculus)
-Mencit Ladang (Mus-Caroli)
-Celurut (shrew), yang sering disebut sebagai "tikus",
sesungguhnya bukanlah termasuk golongan hewan pengerat, melainkan
hewan pemangsa serangga (Insectivora). Tikus rumah (Rattus rattus)
adalah hewan pengerat biasa yang mudah dijumpai di rumah-rumah
dengan ekor yang panjang dan pandai memanjat serta melompat. Hewan
ini termasuk dalam subsuku Murinae dan berasal dari Asia. Namun
demikian, ia lalu menyebar ke Eropa melalui perdagangan sejak awal
penanggalan modern dan betul-betul menyebar pada abad ke-6.
Selanjutnya ia menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tikus rumah pada
masa kini cenderung tersebar di daerah yang lebih hangat karena di
daerah dingin kalah bersaing dengan tikus got.
Tidak seperti saingannya, tikus got, tikus rumah adalah perenang
yang buruk dan bangkainya sering ditemukan di sumur-sumur. Namun
demikian, ia lebih gesit dan pemanjat ulung, bahkan berani
"terbang". Warnanya biasanya hitam atau coklat terang, meskipun
sekarang ada yang dibiakkan dengan warna putih atau loreng.
Ukurannya biasanya 15-20 cm dengan ekor ± 20cm. Hewan ini nokturnal
dan pemakan segala, namun menyukai bulir-bulir. Betinanya mampu
beranak kapan saja, dengan anak 3-10 ekor/kelahiran. Umurnya
mencapai 2-3 tahun dan menyukai hidup berkelompok.
H. Jumlahkelahiran tikus dapat dipengaruhi oleh:
-Kondisi Iklim
-Pakan yang terlimpah
-Tempat tinggal yang aman
I. Tanda-tanda keberadaan tikus
Tanda dan keberadaan adanya tikus dapat dilihat melalui jejak
yang ditinggalkan. Jejak yang ditinggalkan seperti dropping atau
kotoran tikus. Kotoran
tikus mudah dikenal dari bentuk dan warna khasnya. Kotoran tikus
yang masih baru lebih terang dan mengkilap serta lebih lembut (agak
lunak), semakin lama kotoran akan menjadi lebih keras. Selain itu
tanda keberadaan tikus juga dapat dilihat dari bekas gigitan tikus,
karena tikus memiliki kebiasaan menggigit dan membuat lubang.
(Hannang, 2005).
Simanjuntak (2006) menyatakan bahwa dalam rangka mencegah
penyakit yang disebabkan oleh tikus, maka perlu memperhatikan
kepadatan tikus. Adanya tikus di lingkungan pemukiman perlu
diwaspadai pula keberadaan ektoparasit terutama pinjal yang
berpotensi menularkan penyakit pes, murine typhus, dan tularemia.
Pes merupakan penyakit bersifat akut. Penyakit Pes dikenal ada 2
macam yaitu Pes bubo ditandai dengan demam tinggi, tubuh menggigil,
perasaan tidak enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat,
pembengkakan kelenjer (lipat paha,ketiak dan leher). Sedangkan Pes
pneumonic ditandai dengan gejala batuk hebat, berbuih, air liur
berdarah, dan sesak nafas.
Penyakit yang ditimbulkan oleh vektor diantaranya adalah
penyakit pes dan leptospirosis, dalam hal ini Nurjannah (2011)
mengemukakan :
-Penyakit Pes (Plague)
Di dalam siklus penyakit ini tikus berperan sebagai "host".
Epizootic umumnya terjadi pada Rattus rattus diardii. Apabila
tikus banyak yang mati, pinjal yang dalam hidupnya memerlukan
darah kemudian pindah ke manusia. Bila pinjal-pinjal tersebut
mengandung baksil per yaitu Yersinia (Pasteurella) pestis, maka
bisa menular kepada manusia. Pes ini pada manusia disebut pes bubo
"bubonic plague" dan disamping itu ada pula yang disebut pes paru-
paru "pneumonic plague atau lung plague" dan pes septichaemia –
"septichaemic plague". Bila pes bubo ini dibiarkan saja (tidak
diobati), bisa menjalar ke paru-paru, timbullah pes paru-paru
skunder (secondary lung plague) yang sangat ditakuti, karena bisa
menular melalui udara. Pes inilah yang biasanya menyebabkan
epidemi dan menimbulkan banyak korban. Pada keadaan yang luar
biasa dimana baksil pes telah meracuni seluruh pembuluh darah,
bisa menyebabkan pes septichaemi. Penderita bisa meninggal secara
tiba-tiba dalam keadaan yang sangat mengerikan. Mungkin inilah
yang menyebabkan kenapa penyakit pes zaman dahulu disebut
"penyakit setan atau black death". Sebelum penyakit pes tersebut
pindah ke manusia melalui perantaraan pinjal tikus (Xenophsylla
spp, Nosopsyllus fasciatus, dan pinjal tikus lainnya) dari
"host"nya yang terkenal (di Indonesia) yaitu R.r diardi. Di dalam
tubuh tikus penyakit pes tersebut dapat bersiklus secara abadi
pada tubuh beberapa jenis binatang lainnya ("rodent").
Jenis-jenis binatang pengerat ini tidak semuanya akan mati
bila kena penyakit pes. Binatang tersebut berfungsi sebagai
pembawa ("carrier atau vehicle") baksil pes. Di Indonesia R.
exulans telah diketahui sebagai pembawa penyakit pes di daerah
Boyolali, sedangkan di Amerika dikenal jenis-jenis lainnya yaitu :
Citellus variegates dan C beechevi. Hal inilah antara lain yang
menyebabkan mengapa bidang kesehatan banyak menaruh perhatian
kepada binatang mengerat dan melakukan penelitian-penelitian.
Penyakit pes yang abadi pada berjenis-jenis binatang pengerat
di alam terbuka yang umumnya jauh dari kehidupan manusia disebut
"sylvatic plague" atau "campestral plague". Tempat-tempat di alam
dimana binatang mengerat selalu mengandung bibit penyakit disebut
"foci" (jamak) atau "focus" (tunggal). Mengetahui sumber dan
pergerakan penyakit-penyakit tersebut ke manusia sangat menarik
bagi para "epidemiologist" sedangkan mengetahui jenis-jenis
binatang yang terlibat beserta situasi habitatnya sangat menarik
bagi para "mammalogist" dan "animal ecologist". Pekerjaan untuk
mengetahui dimana ada foci tersebut disebut "foci detection" dan
data yang diperoleh sangat berguna untuk melakukan program
pemberantasan penyakit pes. Inilah salah satu kegunaan dari
binatang pengerat tersebut, disamping sebagai binatang percobaan
di laboratorium juga digunakan dalam evaluasi kegiatan di lapangan
(melakukan pooling test).
-Leptospirosis
Penyakit ini di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda
banyak menimpa pekerja-pekerja pada tempat-tempat penggalian
tanah, terutama tanah-tanah yang lembab ataupun yang berair,
seperti misalnya got-got dan tambang-tambang. Pada saat itu tikus
yang menularkan penyakit ini adalah R. novergicus. Terakhir
penyakit ini memperlihatkan dirinya kembali di kecamatan Kayu
Agung, kabupaten Ogan Komering Ilir, sekitar tahun 1970. Dengan
adanya sistem adanya "trapping" yang meluas ditemukan banyak R.
exulans yang terjangkit Leptospirosis. Di Malaysia "host"nya yang
terkenal adalah R. novergicus dan R. argentiventer. Leptospira
berkembang biak pada ginjal tikus. Kemidian Leptospira ini
dikeluarkan melalui urine dan akan tetap hidup untuk beberapa
waktu lamanya di tanah yang lembab/basah ataupun di air. Penularan
kepada manusia terjadi melalui selaput lendir atau luka di kulit.
Pada dewasa ini penyakit tersebut sudah tidak begitu kelihatan
lagi namun diduga penyakit tersebut masih berkembang biak terus di
hutan diantara rodentia liar.
BAB II
ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
a. Pit Trap (Perangkap tikus)
b. Mistar penggaris
c. Neraca ohaus
d. Kantong plastik ukuran besar
e. Alat tulis
f. Kunci identifikasi
g. Sisir tikus
h. Handscoon
i. Masker
j. Baskom
2. BAHAN
a. Kapas
b. Chloroform
c. Insektisida aerosol
d. Umpan tikus
e. Tikus hidup
BAB III
CARA KERJA
1. PRE BITTING
a. Memasang berbagai makanan ditempat yang akan dipasang perangkap
tikus, hindarkan kemungkinan termakan hewan lain.
b. Membiarkan selama sehari semalam lalu amati jenis makanan apa
paling banyak di makan tikus.
c. Ulangi sampai diperoleh data yang meyakinkan.
d. interpretasi data yang ada : makanan yang paling banyak dimakan
adalah makanan yang disukai dan digunakan sebagai umpan.
2. TRAPPING
a. Cuci perangkap yang akan di pakai menggunakan ditergen atau air
panas agar bau dari bekas tikus sebelumnya tidak terbawa.
Gunakan perangkap tikus hidup (cage trap )
b. Pasang beberapa tempat ( sesuai kaidah sampling) dengan
menggunakan umpan berdasarkan data predibiting ( sembarang ).
Waktu dpemasangan di lakukan pada sore hari.
c. Pada hari berikutnya, semua perangkap di ambil. Pisahkan
perangkap yang ada tikusnya dan perangkap yang kosong.
d. Tikus yang tertangkap di bawa ke laboratoriun untuk di
identifikasi.
3. IDENTIFICATION
a. Perangkap yang sudah ada tikusnya di masukkan pada kantong
plastik, kemudian kantong di ikat rapat
b. Ambil chloroform dengan spuit, kemudian suntikan kedalam kanting
tersebut
c. Diamkan beberapa saat hingga tikus mati, kemudian kantong di
buka, dengan mulut kantong tidak berhadapan dengan kita.
d. Bila perlu, semprotkan insektisida aerosol ke dalam kantong
untuk membunuh ektoparasit yang tidak mati oleh chloroform
e. Perangkap di keluarkan dari kantong plastik, dan tikus yang mati
juga di keluarkan dari perangkap.
f. Lakukan penyisiran terhadp tikus tersebut, untuk mendapatkan
ektoparasit.
g. Ektoparasit yang di peroleh, dimasukkan pada botol yang di
berikan pengawet ( misal : alcohol ), untuk mengidentifikasi
pada waktu yang lain.
h. Selanjutnya, lakukan pemeriksaan dan pengukuran terhadap tikus
tersebut sesuai dengan kunci identifikasi. Dapat pula hanya
dilakukan pengukuran terutama terhadap berat badan (H & B),
panjang kepala (H & B), ekor (T), cakar (HF), telinga (E),
tengkorak (SK), dan jumlah puting susu (M).
i. Interprestasi data di atas, sesuai dengan kunci identifikasi,
atau mencocokkan pada table diskripsi tikus.
BAB III
HASIL
Berdasarkan prakikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Trapping
Untuk trapping/penjebakan dilakukan di desa Pucangan, Kartasura
(di belakang KOPASUS) pada tanggal 30 April. Pembagian perangkap
sesuai yang disediakan oleh Prodi. Perangkap di pasang di rumah Ibu
Siti. Sedangkan Umpan yang di pakai adalah badan ikan tongkol
matang.
Pada pemasangan perangkap tikus kali ini di rumah Ibu Siti tidak
terdapat tikus yang tertangkap. Keseluruhan jumlah perangkap adalah
18 buah kemudian dihari yang sama terdapat 6 perangkap yang
terperangkap, 4 diantaranya tikus yang akan diidentifikasi dan 2
adalah tikus clurut. Pembagian kelompok identifikasipun terdapat 4
kelompok dengan hanya satu tikus per kelompok.
2. Identifikasi
No "TL
(mm) "T
(mm) "HF
(mm) "E (mm) "M "PINJAL "WARNA BULU "SPESIES " " " " " " " " "ATAS "BAWAH "
" "1 "300 "155 "20 "10 "6 " "Coklat Tua Kelabu "Putih Kelabu "Ratus
tiomanicus (Tikus Kebun) " "
Keterangan : TL ( Total lengeth ) = Penjang keseluruhan
T ( Tail ) = Panjang ekor
HF ( Hind food ) = Panjang Telapak kaki belakang
E ( Ear ) = Panjang Telinga
M ( Mammae ) = Jumlah puting susu
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah didapat yaitu penjebakan
dan identifikasi tikus di desa Pucangan, Kartasura pada tanggal 30
April 2015 didapatkan 6 ekor tikus dan kemudian 4 tikus saja yang
diidentifikasi. Hasil identifikasi tikus pada praktikum kali ini
adalah sebagai berikut :
1. Berat 96,7 gram
2. Panjang keseluruhan (TL) 300 mm. (Tikus kebun, Tikus reol, Tikus
bukit, Tikus rumah)
3. Panjang ekor (T) 155 mm. (Ratus sabanus)
4. Panjang telapak kaki belakang (HF) 20 mm. (Tikus bukit, Celurut)
5. Panjang telinga (E) 10 mm. (Tikus rumah, Tikus sawah, Tikus
piti, Mus musculus, Celurut)
6. Jumlah puting susu (M) ada 6 buah.
7. Untuk warna bulu di bagi menjadi 2 bagian yaitu bagian atas dan
bawah, untuk warna atas didapati warna coklat tua kelabu dan
warna bagian bawah berwarna putih kelabu.
Dari ciri-ciri yang telah didapat dari kunci identifikasi di
dapatilah spesies Tikus Kebun (Ratus tiomanicus).
Dalam penyajian data praktikum ini, sebelumnya telah dilakukan
persiapan selama 3 hari. Hari pertama untuk mencuci alat trap, hari
kedua untuk melakukan pemasangan trap, dan hari ketiga pengambilan
trap sekaligus melakukan identifikasi tikus. Kegiatan ini dilakukan
pada tanggal 28, 29 dan 30 April 2015. Alat trap ada yang baru dan
ada yang sudah lama. Pencucian trap dilakukan pada siang hari
kemudian pemasangan trap pada pagi hari sekitar pukul 7.30 dan pada
hari terkahir pengambilan trap dilakukan pada waktu yang sama.
Terdapat banyak kendala atau hambatan yang dapat mempengaruhi
hasil praktikum. Dimulai dari sejak pertama pencucian alat trap
apabila pencucian yang dilakukan dengan menyikat dengan sabun atau
merendam dalam air panas tidak dilakukan dengan baik, maka sisa
cairan tikus sebelumnya yang terperangkap akan tetap ada di alat
trap sehingga saat alat trap dipasang tikus lain enggan untuk masuk
kedalam trap. Karena tikus dapat mengenali tanda bahaya dengan
cairan yang dihasilkannya.
Kemudian saat pemasangan trap yang dilakukan dengan jalan
menitipkan ke rumah warga desa Pucangan memiliki beberapa kendala
diantaranya adalah kurangnya partisipasi warga sehingga ada kasus
dimana trap tidak dipasang, komunikasi antar mahasiswa dan
masyarakat kurang sehingga menyebabkan terhambatnya jalan untuk
mendapatkan tikus. Pada saat pemasangan trap untuk umpan yang
digunakan dari mahasiswa bervariasi. Namun, seharusnya dilakukan
dahulu Pre Bitting untuk mendapatkan hasil maksimal umpan mana yang
mudah dikenali tikus dan disenangi tikus sehingga penangkapan tikus
keberhasilannya dapat meningkat. Karena tikus memiliki perilaku
mengenali makanannya dahulu sehingga apabila makanan tidak dikenali
tidak akan dimakan tikus sampai habis. Umpan yang dipasang kemudian
mendapatkan tikus adalah umpan ikan asin yang merangsang penciuman
tikus.
Tikus yang telah didapat dan dibawa ke laboratorium kemudian
dimatikan dengan chloroform di dalam plastik memiliki sedikit
kendala, dengan sekalian dimasukannya alat trap, sehingga alat trap
dapat melubangi sisi plastik dan proses mematikan tikus dapat
terhambat. Setelah itu penyisiran dilakukan, tidak ditemukan
ektoparasit dikarenakan banyak hal, mungkin karena pembawaan tikus
yang tidak sesuai sehingga membuat ektoparasit jatuh. Untuk
identifikasi, sulit dalam menentukan nama spesies tikus karena
banyak kesamaan dan tidak sesuai dengan data dalam kunci
identifikasi. Hal ini dapat dikarenakan tikus yang diperiksa
mungkin belum dewasa secara sempurna sehingga sulit untuk menemukan
kecocokan dalam tabel.
Pengendalian Tikus perlu di lakukan apabila populasi tikus
banyak dan mengganggu kehidupan manusia sehingga menimbulkan
masalah kesehatan. Ada beberapa cara untuk mengendalikan tikus
diantaranya :
1. Pengendalian secara Biologi
Dengan menggunakan musuh alami dari tikus sendiri seperti
ular, burung hantu, elang, kucing dan hewan pemakan tikus lain.
Dengan pengendalian secara biologi, populasi tikus yang tinggi
dapat ditekan dengan menjaga kelestarian hewan dalam rantai
makanan yaitu hewan pemangsa tikus.
2. Pengendalian secara Kimia
Pengendalian secara kimia ini sebenarnya kurang bagus dalam
prakteknya, karena berhubungan dengan bahan kimia yaitu dengan
menggunakan racun tikus (rodentisida) yang dapat mempengaruhi
lingkungan sekitar. Hal ini tidak boleh dilakukan sembarangan
mengingat masih banyak hewan yang dapat memakan racun ini.
Selain itu, sisa tikus yang mati karena telah memakan racun
dapat menimbulkan masalah baru semisal bangkai tikus yang mati
di tempat yang sulit dijangkau.
3. Pengendalian secara Fisika
Ada sebuah cara unik yang dilakukan untuk mengusir dan
mengendalikan tikus yaitu dengan menggunakan gelombang
ultrasonik. Gelombang ultrasonik yang dipancarkan akan
mengganggu tikus sehingga tikus takut kemudian menjauh. Hal ini
dapar terjadi karena pendengaran tikus yang tajam sehingga tikus
sangat sensitif. Untuk kemudian waktu pengendalian ini masih
perlu dilakukan peningkatan yaitu melakukan variasi gelombang
sehingga tikus tidak datang lagi.
4. Pengendalian dengan cara lainya
a. Memperhatikan sanitasi dan higinitas lingkungan sehingga
tikus tidak dapat hidup atau tinggal
b. Menggunakan tempat sampah yang tertutup untuk mencegah
tikus masuk
c. Mendesain kembali bangunan agar tidak dapat dimasuki tikus
dan agar tikus tidak dapat bersarang
BAB IV
KESIMPULAN
Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam famili Muridae. Tikus
merupakan hewan pengganggu dan merupakan vektor dari beberapa penyakit
yaitu penyakit Pes yang disebabkan oleh ektoparasit yang menempel di
tubuhnya dan penyakit Leptospirosis lewat air kencingnya. Tikus memiliki
indra yang tajam kecuali indra pengelihatannya yang buta warna. Tikus
memiliki perilaku mengenali makanannya, tikus akan mencoba makanan sedikit
untuk mengetahui reaksi alergi dalam tubuhnya untuk selanjutnya apabila
tidak terjadi alergi tikus akan memakan semua.
Pengendalian pada tikus meliputi pengendalian fisika, kimia, dan
biologi. Dengan melakukan pengendalian ini, penyakit akibat tikus dapat
dihindari. Untuk selanjutnya mahasiswa sudah mampu untuk melakukan
identifikasi tikus menggunakan kuci identifikasi yang sesuai. Dengan
mengetahui spesies tikus dapat diketahui tikus darimanakah yang menjadi
masalah