ii
TEKNIK PEMERIKSAN CT SCAN KEPALA DENGAN INDIKASI STROKE DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr. SOESELO SLAWI
Laporan Kasus
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Kerja Lapangan 3
Disusun Oleh:
Yanuar Seso Adhe Widodo
P1337430215036
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK RADIOLOGI
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus ini telah diterima, diperiksa dan disetujui untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Kerja Lapangan (PKL) 3 atas mahasiswa Jurusan Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang yang bernama :
Nama : Yanuar Seso Adhe Widodo
NIM : P 1337430215036
Kelas : 3B
Dengan judul laporan " TEKNIK PEMERIKSAN CT SCAN KEPALA DENGAN INDIKASI STROKE DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr. SOESELO SLAWI "
Slawi, Oktober 2017
Mengetahui Pembimbing
Dr.Endah Pancawati Teguh Gunawan, S.ST
NIP. 19611125 198901 2 001 NIP. 19750818 200012 1002
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul "TEKNIK PEMERIKSAN CT SCAN KEPALA DENGAN INDIKASI STROKE DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr. SOESELO SLAWI ". Penulisan laporan kasus tersebut bertujuan untuk memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan 3.
Dalam penulisan laporan kasus tersebut penulis menemui beberapa kendala, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Ibu Rini, S.Si, M.Kes selaku ketua jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang,
Ibu Siti Masrochah, S.ST, M.Si selaku ketua prodi D-IV Teknik Radiologi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang,
Dr. Endah Pancawati, selaku kepala Instalasi Radiologi RSUD dr. Soeselo Slawi,
Bapak Suherinomo, Amd.Rad selaku kepala Ruang Instalasi Radiologi RSUD dr. Soeselo
Bapak Teguh Gunawan ,S.ST selaku Clinical Instruktur Instalasi Radiologi RSUD dr. Soeselo Slawi,
Seluruh radiografer dan staf karyawan di Instalasi Radiologi RSUD dr. Soeselo Slawi,
Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis,
Teman sejawat Utpadita Christ Kohan Raray yang telah menjadi sahabat bahkan saudara baru selama penulis menimba ilmu praktik klinik di RS Dr. Soeselo Slawi
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis mohon saran dan masukan dari semua pihak. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk mahasiswa dan dijadikan studi bersama.
Slawi, Oktober 2017
Yanuar Seso Adhe Widodo
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang Masalah 1
Rumusan Masalah 3
Tujuan Penulisan 3
Manfaat Penulisan 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
Anatomi dan Fisiologi 4
Patologi Stroke 13
Komponen CT Scan 19
Parameter CT Scan 22
Teknik pemeriksaan CT Scan Kepala 28
Anatomi Otak 30
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 31
Paparan Kasus 31
Teknik Pemeriksaan 32
Hasil Radiograf 34
Evaluasi Hasil Radiograf 34
Pembahasan 35
BAB IV PENUTUP 38
Kesimpulan 38
Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 40
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cranium atau tulang tengkorak merupakan puncak dari kolum vertebrae yang terdiri dari 22 tulang yang berbeda dan dibagi kedalam 2 bagian, yaitu 8 tulang cranial dan 14 tulang facial. Tulang cranial (crani- = mengenai otak) membentuk cavum cranii yang membungkus dan melindungi otak. Kedelapan tulang cranial adalah tulang frontal, dua buah tulang parietal, dua buah tulang temporal, tulang occipital, tulang sphenoid, dan tulang ethmoid. Tulang facial berjumlah 14 buah yang membentuk wajah. Keempat belas tulang tersebut adalah dua buah tulang maxilla, dua buah tulang zygomatic, tulang mandibular, dua buah tulang lacrimal, dua buah tulang palatine, dua buah tulang conchae nasal inferior, tulang vomer, dan tulang nasal yang mendasari suatu organ yaitu organ hidung atau dengan nama latin nasal . Tulang cranial berfungsi sebagai wadah pelindung bagi otak, sedangkan tulang facial berfungsi sebagai pembentuk tulang wajah sekaligus melindungi system respiratori dan system digestive bagian atas. (Ballinger, 2016).
Stroke adalah suatu kejadian rusaknya sebagian dari otak. Terjadi jika pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otak tersumbat, atau jika robek atau bocor. Stroke, atau cerebrovascular accident (CVA), adalah hilangnya fungsi-fungsi otak dengan cepat, karena gangguan suplai darah ke otak. Hal ini dapat terjadi karena iskemia (berkurangnya aliran darah) dikarenakan oleh penyumbatan (thrombosis, arterial embolism), atau adanya haemorrhage (pendarahan). Stroke iskemik yang biasanya disebabkan oleh diabetes menjadi mayoritas pada penderita stroke dan bisa mencapai 85 persen, sedangkan stroke pendarahan hanya 15 persen, tetapi stroke pendarahan dapat menyebabkan kematian pada 40 persen pasiennya. Yang perlu diperhatikan juga adalah stroke iskemik ringan yang gejalanya mirip stroke, tetapi akan hilang dengan sendirinya dalam 24 jam (transient ischemic attacks (TIA)). Hal ini terjadi karena penyumbatan pembuluh darah hanya terjadi sementara. Tetapi bagaimanapun, jika hal ini terjadi, maka kemungkinan terjadinya stroke berikutnya yang lebih berat dapat terjadi. Di Indonesia, stroke terjadi pada 12 dari 1.000 orang dan satu dari 7 pasien yang mengalami stroke akan meninggal (Neil R. Sims, 2010).
Salah satu modalitas imejing yang dapat mendiagnosis adanya stroke adalah Computed Tomography atau biasa disebut CT Scan. Pada CT-scan tersebut memiliki prosedur pencitraan diagnostik yang menggunakan kombinasi dari sinar-x dan teknologi komputer untuk menghasilkan gambar penampang (yang sering disebut irisan atau slice), baik horisontal maupun vertikal dari tubuh. Generasi terbaru dari CT-scan yaitu MSCT-scan (Multi Slice Computed Tomography Scanning) yang mampu menghasilkan gambar secara detail dari bagian tubuh manusia seperti cranium, cardiovascular, cardiac, otak, abdomen, colon dan sebagainya. Multi Slice CT-scan dengan kecepatannya merupakan generasi CT-scan canggih dengan peningkatan kecepatan yang sangat signifikan dari generasi terdahulu, sehingga penegakan diagnosa dapat lebih akurat (Sofiana, 2013).
Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi Stroke dan mengangkatnya sebagai laporan kasus dengan judul "TEKNIK PEMERIKSAN CT SCAN KEPALA DENGAN INDIKASI STROKE DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD dr. SOESELO SLAWI ".
Rumusan Masalah
Bagaimana prosedur pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi Stroke di Instalasi Radiologi RSUD dr. Soeselo Slawi?
Tujuan Penulisan
Tujuan umum :
Memenuhi tugas Praktik Kerja Lapangan 3
Tujuan khusus
Mengetahui prosedur pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi Stroke di Instalasi Radiologi RSUD dr. Soeselo Slawi
Manfaat penulisan
Manfaat bagi penulis adalah menambah pengetahuan tentang teknik pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi Stroke
Manfaat bagi masyarakat adalah menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi Stroke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi dan Fisiologi
Menurut Gray (2004), kepala merupakan bagian terpenting dari tubuh yang terdiri dari tulang tengkorak (cranium), otak (cerebral), dan organ-organ penting seperti mata, telinga, hidung dan mulut.
Cranium
Cranium atau tulang tengkorak merupakan puncak dari kolum vertebrae yang terdiri dari 22 tulang yang berbeda dan dibagi kedalam 2 bagian, yaitu 8 tulang cranial (Gambar 2.1) dan 14 tulang facial(Gambar 2.2). Tulang cranial berfungsi sebagai wadah pelindung bagi otak, sedangkan tulang facial berfungsi sebagai pembentuk tulang wajah sekaligus melindungi system respiratori dan system digestive bagian atas. (Ballinger, 2016).
Tulang cranial yang berfungsi sebagai pelindung otak atau cerebral dibagi atas 2 bagain, yaitu calvarium (tutup kepala) dan base (dasar kepala).
Gambar 2.1 Tulang Cranial (Ballinger,2016)
Gambar 2.2 tulang facial (Ballinger,2016)
Cerebral (Otak)
Menurut Damasio (2005), cerebral atau otak merupakan struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Cerebral mengatur dan mengkoordinir sebagian besar gerakan, prilaku, dan fungsi tubuh seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Cerebral terdiri dari dua bagian utama yaitu Cerebrum (otak besar) dan Cerebellum (otak kecil). Adapun penjelasan kedua bagian tersebut ialah:
Cerebrum
Cerebrum, bagian terbesar otak manusia, dibagi menjadi dua bagian yang sama, hemisfer serebri kiri dan kanan (Gambar 2.3). Keduanya saling berhubungan melalui korpus kalosum, suatu pita tebal yang diperkirakan terdiri dari 300 juta akson neuron yang berjalan di antara kedua hemisfer. Korpus kalosum adalah "jalan layang informasi" tubuh. Kedua hemisfer berkomunikasi dan saling bekerja sama melalui pertukaran informasi instan lewat koneksi saraf ini. (Sherwood, 2011).
Gambar 2.3 Hemisfer Serebrum (Sherwood,2011)
Berdasarkan sistem fungional nya, yang dijelaskan oleh Sherwood (2011), cerebrum dibagi kedalam lobus-lobus yang dinamakan berdasarkan letak anatomisnya dengan tulang cranium. Masing-masing lobus memiliki fungsional kerja masing-masing (Gambar 2.4), seperti:
Lobus oksipitalis yang terletak di posterior (di kepala belakang), melaksanakan pemrosesan awal masukan penglihatan.
Lobus temporalis yang terletak di lateral (di kepala samping) mempresepsikan sensasi suara.
Lobus parietalis yang terletak di belakang sulkus sentralis di masing-masing sisi. Lobus ini berperan dalam menerima dan memproses masukan sensorik.
Lobus frontalis yang terletak di kepala bagian depan. Lobus parietalis terutama berperan dalam tiga fungsi utama: (1) aktivitas motorik volunter, (2) kemampuan berbicara, dan (3) elaborasi pikiran.
Gambar 2.4 Pembagian lobus dalam cerebrum(F.Netter,2014)
Cerebellum
Sherwood (2011) juga menjelaskan di serebelum ditemukan lebih banyak neuron individual daripada di bagian otak lainnya, dan hal ini menunjukkan pentingnya struktur ini. Serebelum terdiri dari tiga bagian yang secara fungsional berbeda dengan peran berbeda yang terutama berkaitan dengan kontrol bawah sadar aktivitas motorik (Gambar 2.5). Secara spesifik, bagian-bagian screbelum melakukan fungsi-fungsi berikut:
Vestibuloserebelum penting untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol gerakan mata.
Spinoserebelum meningkatkan tonus otot dan mengoordinasikan gerakan volunter terampil. Bagian otak ini sangat penting dalam memastikan waktu yang tepat kontraksi berbagai otot untuk mengoordinasikan gerakan yang melibatkan banyak sendi. Sebagai contoh, gerakan sendi bahu, siku, dan pergelangan tangan anda harus sinkron bahkan ketika anda melakukan gerakan sederhana seperti mengambil pensil. Ketika daerah-daerah korteks motorik mengirim pesan ke otot-otot untuk mengeksekusi gerakan tertentu, spinoserebelum diberi informasi tentang perintah motorik yang diinginkan. Bagian ini juga menerima masukan dari reseptor-reseptor perifer tentang gerakan tubuh dan posisi yang sebenarnya terjadi.
Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter dengan memberikan masukan ke daerah motorik korteks. Ini juga merupakan bagian serebelum yang menyimpan ingatan procedural.
Gambar 2.5 Pembagian Cerebelum ( Merah = vestibuloserebelum,ungu = spinoserebelum, hijau = serebroserebelum) (Sherwood,2011)
Meninges (Lapisan Otak)
Meninges, adalah tiga membran yang membungkus susunan saraf pusat, dari lapisan terluar hingga terdalam; dura mater, arakhnoid mater, dan pia mater. (Gambar 2.6). Berikut ini penjelasn dari ketiga membrane pembungkus saraf pusat:
Dura mater adalah pembungkus inelastik kuat yang terdiri dari dua lapisa (dura artinya "kuat"). Lapisan-lapisan ini biasanya melekat erat, tetapi di beberapa tempat keduanya terpisah untuk membentuk rongga berisi darah, sinus dural, atau rongga yang lebih besar, sinus venosus. Darah vena yang berasal dari otak mengalir ke sinus ini untuk dikembalikan ke jantung. Cairan serebrospinal juga masuk kembali ke darah di salah satu dari sinus-sinus ini. (Sherwood, 2011)
Arakhnoid mater adalah lapisan halus kaya pembuluh darah dengan penampakan "sarang laba-laba' (arahhnoid artinya "seperti labalaba'). Ruang antara lapisan arachnoid dan pia mater di bawahnya, ruang subarakhnoid, terisi oleh CSS. Penonjolan jaringan arakhnoid, vili arakhnoid, menembus celah-celah di dura di atasnya dan menonjol ke dalam sinus dura. CSS direabsorpsi menembus permukaan vilus-vilus ini untuk masuk ke sirkulasi darah di dalam sinus. (Sherwood, 2011)
Pia mater, adalah yang paling rapuh (pia artinya "lembut"). Lapisan ini memiliki banyak pembuluh darah dan melekat erat ke permukaan otak dan medula spinalis, mengikuti setiap tonjolan dan lekukan. Di daerah-daerah tertentu, lapisan ini masuk jauh ke dalam otak untuk membawa pembuluh darah berkontak erat dengan sel-sel ependim yang melapisi ventrikel. Hubungan ini penting dalam pembentukan CSS, suatu topik yang kini akan kira bahas. (Sherwood, 2011)
Gambar 2.6 Lapisan Otak (Sherwood,2011)
Sistem Ventrikel
Ventrikel terdiri dari empat rongga yang saling berhubungan di dalam interior otak serta juga bersambungan dengan kanalis sentralis sempit yang membentuk terowongan di bagian tengah medulla spinalis (Gambar 2.7). Sel-sel ependim yang melapisi ventrikel ikut membentuk cairan serebrospinal. Sel-sel ependim adalah salah satu dari beberapa jenis sel yang memiliki silia. Gerakan silia sel ependim ikut berperan mengalirkan cairan serebrospinal di seluruh ventrikel. Sel ini berfungsi sebagai sel punca neuron dengan potensi membentuk tidak saja sel glia lain tetapi juga neuron. (Sherwood, 2011).
Gambar 2.7 Sistem Ventrikel (F.Netter,2014)
Catatan Klinis
Meskipun banyak bahan dalam darah tidak pernah berkontak langsung dengan jaringan otak, namun otak, dibandingkan dengan jaringan lain, sangat bergantung pada pasokan darah yang konstan. Otak akan mengalami kerusakan jika organ ini tidak mendapat pasokan O, lebih dari 4 sampai 5 menit atau penyaluran glukosanya terputus lebih dari 10 sampai 15 menit. (Sherwood, 2011).
Patologi Stroke
Stroke adalah suatu kejadian rusaknya sebagian dari otak. Terjadi jika pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah ke otak tersumbat, atau jika robek atau bocor. Stroke, atau cerebrovascular accident (CVA), adalah hilangnya fungsi-fungsi otak dengan cepat, karena gangguan suplai darah ke otak. Hal ini dapat terjadi karena iskemia (berkurangnya aliran darah) dikarenakan oleh penyumbatan (thrombosis, arterial embolism), atau adanya haemorrhage (pendarahan). Stroke iskemik yang biasanya disebabkan oleh diabetes menjadi mayoritas pada penderita stroke dan bisa mencapai 85 persen, sedangkan stroke pendarahan hanya 15 persen, tetapi stroke pendarahan dapat menyebabkan kematian pada 40 persen pasiennya. Yang perlu diperhatikan juga adalah stroke iskemik ringan yang gejalanya mirip stroke, tetapi akan hilang dengan sendirinya dalam 24 jam (transient ischemic attacks (TIA)). Hal ini terjadi karena penyumbatan pembuluh darah hanya terjadi sementara. Tetapi bagaimanapun, jika hal ini terjadi, maka kemungkinan terjadinya stroke berikutnya yang lebih berat dapat terjadi. Di Indonesia, stroke terjadi pada 12 dari 1.000 orang dan satu dari 7 pasien yang mengalami stroke akan meninggal.
Karenanya, daerah yang terkena stroke tidak dapat berfungsi seperti seharusnya. Gejala-gejalanya termasuk: hemiplegia(ketidakmampuan untuk menggerakkan satu atau lebih anggota badan dari salah satu sisi badan, aphasia (ketidakmampuan untuk mengerti atau berbicara), atau tidak mampu untuk melihat salah satu sisi dari luas pandang (visual field). Stroke memerlukan tindakan darurat medis (medical emergency) pada masa emasnya (golden period) yang maksimum hanya berlangsung beberapa jam saja setelah terjadinya stroke. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya kerusakan tetap atau kerusakan yang lebih parah. Dan jika tidak ditangani, bahkan bisa mengakibatkan kematian. Stroke adalah penyebab ketiga terbesar kematian dan yang yang pertama dalam menyebabkan kecacatan pada dewasa di Amerika Serikat dan Eropa.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko terjadinya stroke adalah: usia, tekanan darah tinggi, stroke sebelumnya, diabetes, kolesteroltinggi, merokok, atrial fibrillation, migraine dengan aura, dan thrombophilia (cenderung thrombosis). Dari semua faktor-faktor tersebut yang paling mudah dikendalikan adalah tekanan darah tinggi dan merokok. 80 persen stroke dapat dihindari dengan pengelolaan faktor-faktor risiko.
Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Sebuah prognosis hasil sebuah penelitian di Korea menyatakan bahwa, 75,2% stroke iskemik diderita oleh kaum pria dengan prevalensi berupa hipertensi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol. Berdasarkan sistem TOAST, komposisi terbagi menjadi 20,8% LAAS, 17,4% LAC, 18,1% CEI, 16,8% UDE dan 26,8% ODE.
Deteksi secepatnya dalam masa 'Golden Period' beberapa jam setelah serangan stroke sangat berarti bagi kesehatan pasien pasca stroke. Stroke iskemik, karena penyumbatan harus diberikan obat pengencer darah untuk melancarkan sumbatan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah serangan stroke, sedangkan stroke hemorragik dimana terjadi pendarahan harus segera dilakukan pembedahan untuk membersihkan darah dari otak. Jika terlambat penangannya, maka pasien akan menderita pasca stroke yang lebih berat (Neil R.Sims. 2010).
Stroke hemorragik
Dalam stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. Pendarahan dapat terjadi di seluruh bagian otak seperti caudate putamen; talamus; hipokampus; frontal, parietal, dan occipital cortex; hipotalamus; area suprakiasmatik; cerebellum; pons; dan midbrain. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik menyerang penderita hipertensi.
Stroke hemorragik terbagi menjadi subtipe intracerebral hemorrhage (ICH), subarachnoid hemorrhage (SAH),cerebral venous thrombosis, dan spinal cord stroke. ICH lebih lanjut terbagi menjadi parenchymal hemorrhage, hemorrhagic infarction, dan punctate hemorrhage.
Stroke iskemik
Dalam stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri carotis interna merupakan cabang dari arteri carotis communis sedangkan arteri vertebralis merupakan cabang dari arteri subclavia.
Patofisiologi
Hingga saat ini patofisiologi stroke merupakan studi yang sebagian besar didasarkan pada serangkaian penelitian,terhadap berbagai proses yang saling terkait, meliputi kegagalan energi, hilangnya homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kadar Ca2+ sitosolik, eksitotoksisitas, toksisitas dengan radikal bebas, produksi asam arakidonat, sitotoksisitas dengan sitokina, aktivasi sistem komplemen, disrupsi sawar darah otak, aktivasi sel glial dan infiltrasi leukosit.
Pusat area otak besar yang terpapar iskemia akan mengalami penurunan aliran darah yang dramatis, menjadi cedera dan memicu jenjang reaksi seperti lintasan eksitotoksisitas yang berujung kepada nekrosis yang menjadi pusat area infark dikelilingi oleh penumbra/zona peri-infarksi. Menurut morfologi, nekrosis merupakan bengkak seluler akibat disrupsi inti sel, organel, membran plasma, dan disintegrasi struktur inti dan sitoskeleton.
Di area penumbra, apoptosis neural akan berusaha dihambat oleh kedua mekanisme eksitotoksik dan peradangan,oleh karena sel otak yang masih normal akan menginduksi sistem kekebalan turunan untuk meningkatkan toleransi jaringan otak terhadap kondisi iskemia, agar tetap dapat melakukan aktivitas metabolisme. Protein khas CNS seperti pancortin-2 akan berinteraksi dengan protein modulator aktin, Wiskott-Aldrich syndrome protein verprolin homologous-1 (WAVE-1) dan Bcl-xL akan membentuk kompleks protein mitokondrial untuk proses penghambatan tersebut (Mergenthaler P, 2004).
Riset terkini menunjukkan bahwa banyak neuron di area penumbra dapat mengalami apoptosis setelah beberapa jam/hari sebagai bagian dari proses pemulihan jaringan pasca stroke dengan 2 lintasan, yaitu lintasan ekstrinsik dan lintasan intrinsik.
Iskemia tidak hanya mempengaruhi jaringan parenkima otak, namun berdampak pula kepada sistem ekstrakranial. Oleh karena itu, stroke akan menginduksi imunosupresi yang dramatis melalui aktivasi berlebih sistem saraf simpatetik, sehingga memungkinkan terjadinya infeksi bakterial seperti pneumonia (Mergenthaler P, 2004)
Pencegahan
Dalam manusia tanpa faktor risiko stroke dengan umur di bawah 65 tahun, risiko terjadinya serangan stroke dalam 1 tahun berkisar pada angka 1%.Setelah terjadinya serangan stroke ringan atau TIA, penggunaan senyawa anti-koagulan seperti warfarin, salah satu obat yang digunakan untuk penderita fibrilasi atrial,akan menurunkan risiko serangan stroke dari 12% menjadi 4% dalam satu tahun. Sedangkan penggunaan senyawa anti-keping darah seperti aspirin, umumnya pada dosis harian sekitar 30 mg atau lebih, hanya akan memberikan perlindungan dengan penurunan risiko menjadi 10,4%. Kombinasi aspirin dengan dipyridamole memberikan perlindungan lebih jauh dengan penurunan risiko tahunan menjadi 9,3%.
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya stroke adalah dengan mengidentifikasi orang-orang yang berisiko tinggi dan mengendalikan faktor risiko stroke sebanyak mungkin, seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dan stenosis di pembuluh karotid, mengatur pola makan yang sehat dan menghindari makanan yang mengandung kolesterol jahat (LDL), serta olaraga secara teratur. Stenosis merupakan efek vasodilasi endotelium yang umumnya disebabkan oleh turunnya sekresi NO oleh sel endotelial, dapat diredam asam askorbatyang meningkatkan sekresi NO oleh sel endotelial melalui lintasan NO sintase atau siklase guanilat, mereduksi nitrita menjadi NO dan menghambat oksidasi LDL di lintasan aterosklerosis.
Beberapa institusi kesehatan seperti American Heart Association atau American Stroke Association Council, Council on Cardiovascular Radiology and Intervention memberikan panduan pencegahan yang dimulai dengan penanganan saksama berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan oleh aterosklerosis, penggunaan senyawa anti-trombotik untuk kardioembolisme dan senyawa anti-keping darah bagi kasus non-kardioembolisme,diikuti dengan pengendalian faktor risiko seperti arterial dissection, patent foramen ovale, hiperhomosisteinemia, hypercoagulable states, sickle cell disease; cerebral venous sinus thrombosis; stroke saat kehamilan, stroke akibat penggunaan hormon pasca menopause, penggunaan senyawa anti-koagulan setelah terjadinya cerebral hemorrhage; hipertensi,hipertensi, kebiasaan merokok, diabetes, fibrilasi atrial, dislipidemia, stenosis karotid, obesitas, sindrom metabolisme, konsumsi alkohol berlebihan, konsumsi obat-obatan berlebihan, konsumsi obat kontrasepsi, mendengkur, migrain, peningkatan lipoprotein dan fosfolipase (Sauerbeck LR. 2006).
Komponen CT Scan
Menurut Bontrager's (2018) Sistem CT terdiri dari tiga komponen utama yaitu gantry, komputer, dan operator console. Sistem ini mencakup perangkat komputasi dan pencitraan yang sangat kompleks. Bagian berikut ini memberikan pengantar yang luas untuk topik yang sangat teknis.
Gantry
Gantry terdiri dari tabung sinar-x, detektor array, dan kolimator. Bergantung pada spesifikasi teknis unit, gantry biasanya dapat disudutkan 30 ° ke setiap arah, seperti yang dibutuhkan seperti pemeriksaan CT kepala atau tulang belakang. Bukaan tengah di gantry adalah aperture. Meja CT (kadang-kadang disebut couchpasien) dihubungkan secara elektronik ke gantry atau gerakan terkontrol selama pemindaian. Anatomi pasien di dalam aperture adalah area yang sedang dipindai pada saat itu.
X-Ray Tube
Tabung sinar-x mirip dengan tabung radiografi umum dalam konstruksi dan operasi. Namun, modifikasi desain sering diperlukan untuk memastikan bahwa tabung mampu menahan kapasitas panas tambahan karena waktu exposure yang meningkat.
Detektor array
Detektor padat dan terdiri dari dioda ditambah dengan bahan kristal scintillator (cadmium tungstate atau rare earth oxide ceramic crystals). Detektor solid state mengubah energi sinar-x yang ditransmisikan menjadi cahaya, yang diubah menjadi energi listrik dan kemudian menjadi sinyal digital. Rangkaian detektor mempengaruhi dosis pasien dan efisiensi unit CT.
Kolimator
Kolimasi pada CT penting karena mengurangi dosis pasien dan meningkatkan kualitas gambar. Pemindai CT generasi sekarang umumnya menggunakan satu kolimator-prepatient (pada tabung sinar-x), yang membentuk dan membatasi sinar. Ketebalan slice pada unit CT multidetektor modern ditentukan oleh ukuran pada baris detektor yang digunakan.
Komputer
Komputer CT membutuhkan dua jenis perangkat lunak yang sangat canggih-satu untuk sistem operasi dan satu untuk aplikasi.
Sistem operasi mengelola perangkat keras, sedangkan aplikasi mengelola preprocessing, rekonstruksi gambar, dan berbagai macam operasi pasca-pengolahan. Komputer CT harus memiliki kecepatan dan kapasitas memori yang besar. Sebagai contoh, pertimbangkan bahwa satu potongan CT (gambar) dengan matriks 512 × 512, komputer secara bersamaan harus melakukan perhitungan 262.144 matematis per irisan.
Operator Console
Komponen operator console mencakup monitor single atau dual , keyboard, mouse, , tergantung pada sistem . Konsol operator memungkinkan teknolog untuk mengontrol parameter pemeriksaan, yang disebut protokol, dan melihat atau memanipulasi gambar yang dihasilkan. Protokol, yang telah ditentukan atau setiap prosedur, mencakup faktor seperti kilovoltage, milliamperage, pitch, field of view, slice thickness , pengindeksan tabel, rekonstruksi algoritma, dan jendela display. Parameter ini dapat dimodifikasi oleh teknolog, jika diperlukan, berdasarkan presentasi pasien atau riwayat klinis.
Jaringan dan Pengarsipan
Jaringan workstation komputer, sebuah setup dimana workstation berada di lokasi lain atau digunakan oleh ahli radiologi atau teknolog. Workstation ini mungkin berada dalam departemen pencitraan atau mungkin berada di daerah terpencil dengan transmisi data secara elektronik.
Pengarsipan gambar atau sebagian besar sistem CT melibatkan penggunaan media digital yang tersimpan dalam arsip PACS (picture archiving and communications system). Gambar yang tidak tersimpan pada PACS dapat menggunakan kombinasi optical disk dan hard disk drive atau penyimpanan data berkapasitas tinggi secara permanen. Printer laser juga bisa digunakan untuk mencetak gambar atau penyimpanan hard copy. Interpretasi temuan pemeriksaan umumnya dilakukan oleh radiologis pada workstation beresolusi tinggi.
Parameter CT Scan
Gambar pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas sinar-X yang mengalami perlemahan setelah menembus obyek, ditangkap detektor dan dilakukan pengolahan dalam komputer. Penampilan gambar yang baik tergantung kualitas gambar yang dihasilkan sehingga aspek klinis dari gambar tersebut dapat dimanfaatkan untuk menegakkan diagnosa.
Pada CT Scan dikenal beberapa parameter untuk pengontrolan eksposi dan output gambar yang optimal (Bushberg,2003). Adapun parameter tersebut adalah :
Slice thickness
Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari obyek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 1 mm – 10 mm sesuai dengan keperluan klinis. Slice thickness yang tebal akan menghasilkan gambaran dengan detail yang rendah sebaliknya dengan slice thickness yang tipis akan menghasilkan gambaran dengan detail yang tinggi. Slice thickness yang tebal akan menimbulkan gambaran yang mengganggu seperti garis-garis dan apabila slice thickness terlalu tipis akan menghasilkan noise yang tinggi
Scan Range
Scan range adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness, yang bermanfaat untuk mendapatkan ketebalan potongan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
Faktor Eksposi
Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi, meliputi tegangan tabung (KV), arus tabung (mA) dan waktu (s). Besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara otomatis pada setiap pemeriksaan (Jaengsri, 2004).
Tegangan tabung (KV) yaitu beda potensial antara tabung katoda dan anoda. Semakin tinggi awan elektron yang dihasilkan maka akan semakin kuat menembus anoda sehingga daya tembus yang dihasilkan akan semakin besar.
Arus tabung (mA) yaitu kuat lemahnya arus yang dihasilkan sinar-X, apabila arus tabung besar maka elektron yang dihasilkan akan semakin besar.
Waktu (s) yaitu lamanya waktu eksposi, sangat berpengaruh terhadap jumlah elektron. mAs berpengaruh terhadap jumlah elektron dan kuantitas sinar-X.
Field of View (FOV)
Field of View (FOV) adalah diameter maksimal dari gambar yang akan direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12 cm sampai dengan 50 cm. Field of View (FOV) kecil akan meningkatkan detail gambar (resolusi) karena field of view (FOV) yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel, sehingga dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti.
Field of View (FOV) kecil, antara 100 mm sampai dengan 200 mm akan meningkatkan resolusi sehingga detail gambar dan batas objek akan tampak jelas. Field of View (FOV) kecil akan menyebabkan noise meningkat (Nesseth, 2000).
Field of View (FOV) sedang, yaitu 200 mm diharapkan gambar yang dihasilkan memiliki spasial resolusi yang baik, noise serta artefak sedikit.
Field of View (FOV) besar, antara 350 mm sampai dengan 400 mm akan menghasilkan spasial resolusi yang rendah karena pixel menjadi besar akibat dilakukannya magnifikasi. Field of View (FOV) besar akan menyebabkan noise berkurang dan kontras resolusi meningkat serta dapat dihindari munculnya streak artifact (Genant, 1982).
Gantry Tilt
Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gantry (tabung sinar-X dengan detektor). Rentang gantry tilt antara -300 sampai +300. Gantry tilt bertujuan untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang dihadapi.
Pitch
Pitch adalah jangka waktu yang berhubungan dengan suatu kecepatan dan jarak. Pada CT Scan helical, pitch didefinisikan sebagai jarak (mm) pergerakan meja CT Scan selama satu putaran tabung sinar-X. Pitch digunakan untuk menghitung pitch ratio, yang mana merupakan suatu rasio pada pitch untuk slice thickness/beam collimation.
Saat jarak pergerakan meja selama satu putaran penuh, tabung sinar-X sama dengan slice thickness/ beam collimation, pitch ratio (pitch) yaitu 1:1 atau sederhananya 1. Suatu pitch dengan nilai 1 menghasilkan kualitas gambar terbaik dalam CT Scan helical. Pitch ditingkatkan untuk meningkatkan volume coverage dan kecepatan proses scanning. Nilai pitch berada dalam range 0 sampai dengan 10, sedangkan pitch faktor antara 1 dan 2.
Rekonstruksi Matriks
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari picture element (pixel) dalam proses perekonstruksian gambar. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu struktur elemen dalam memori komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi gambar. Pada umumnya matriks yang digunakan berukuran 512x512 yaitu 512 baris dan 512 kolom. Pada pemeriksaan CT Scan ukuran matriks disesuaikan dengan alat yang tersedia. Rekonstruksi matriks berpengaruh terhadap resolusi gambar. Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi detail gambar yang dihasilkan. (Bushberg, 2003)
Rekonstruksi Algorithma
Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis yang digunakan dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan karakteristik dari gambar CT Scan tergantung dari kuatnya algorithma yang dipilih. Semakin tinggi rekonstruksi algorithma yang dipilih maka semakin tinggi resolusi gambar yang dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue, dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.
Window Width
Window Width adalah nilai computed tomography yang dikonversi menjadi gray scale untuk ditampilkan ke TV monitor. Setelah komputer menyelesaikan pengolahan gambar melalui rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai computed tomography. Nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield Unit).
Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU, jaringan lunak 140 HU sampai dengan 400 HU, untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Jaringan atau substansi lain dengan nilai yang berbeda tergantung dari nilai perlemahannya. Jadi penampakan tulang pada monitor menjadi putih dan udara menjadi hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menjadi warna abu-abu bertingkat yang disebut gray scale. Khusus untuk darah yang semula dalam penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi putih apabila diberi media kontras (Rasad, 2011).
Window Level
Window Level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik perlemahan dari struktur obyek yang diperiksa. Window Level menentukan densitas (derajat kehitaman) gambar yang dihasilkan. Untuk jaringan lunak 30 HU sampai dengan 40 HU, sedangkan untuk tulang 200 HU sampai dengan 400 HU.
Gambar 2.8. Hubungan antara nomor CT dan gray scale(Seeraam,2009)
Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala
Letakan pasien pada posisi supine dengan penahan kepala. Pastikan pasien tersebut tidak berrotasi atau miring. Atur meja pemeriksaan sehingga coronal alignment light tepat berada pada pertengahan midcoronal plane. Lakukan topogram. Tentukan lokasi scan dari basis cranii ke vertex. Sudut gantry disesuaikan dengan basis cranii (tulang occipital) (foramen magnum) dan tulang frontal ( roof of orbit) (Ballinger, 2013).
Gambar.2.9 Scanogram Skull
Indikasi ( Bontrager,2018)
Indikasi umum untuk pemeriksaan CT Scan Kepala dalah sebagai berikut:
Tumor – lesi metastasi,meningioma,glioma
Sakit kepala
Patologi peredaran darah - cerebrovascular accident(CVA), aneurysm, arteriovenous malformation (AVM)
Inflamasi atau infeksi – meningitis , abses
Trauma – epidural dan subdural hematoma, fraktur
Gangguan degeneratif – brain atrophy
Kelainan bawaan
Hidrosefalus
Parameter scan
Rentang anatomical scan : Basis cranii hingga ke vertex
Tipe scan : Axial sequential
Lokalisir scan : Anteroposterior atau lateral
kVp : 120
mAs : 250 otomatis
Field of view : 22 cm
Ketebalan irisan scan : 5 mm
Ketebalan irisan recon : 2.5 mm
Kemiringan gantry : Sejajar dengan basis cranii
Inti recon : Medium average
Anatomi Otak
Ini adalah salah satu anatomi otak dengan potongan axial.
Gambar 2.10. Anatomi otak potongan axial (T.B. Moeller,2007)
BAB III
Profil Kasus dan Pembahasan
Profil Kasus
Pada tanggal 19 September 2017, pasien dengan inisial Tn. Hd datang ke Instalasi Radiologi RSUD dr. Soeselo Slawi dengan di antar oleh perawat menggunakan brankart. Pada lembar permintaan tersebut tertulis permintaan pelayanan radiologi untuk di lakukan pemeriksaan CT Scan Kepala(Lampiran 1).
Prosedur pemeriksaan ct-scan kepala yang dilakukan di RSUD dr. Soeselo Slawi dibedakan atas dua SPO, yaitu pada kasus trauma dan non-trauma atau rutin. Pada kasus trauma, diperlukannya rekonstruksi gambar untuk penambahan informasi diagnostic, seperti perhitungan volume perdarahan dan pembuatan tampilan 3D dari struktur tulang. Oleh sebab itu, penulis bermaksud untuk membahas prosedur dan teknik pemeriksaan CT-Scan Kepala dengan klinis Stroke. Berikut adalah identitas pasien :
Nama : Tn. Hd
Umur : 48 th
Jenis Kelamin : Pria
Alamat : Slawi
Tanggal pemeriksaan : 19 September 2017
Unit : Rawat inap ( R. Palm )
Diagnosa : Stroke
Pemeriksaan : CT-Scan Kepala
Prosedur Pemeriksaan
Perisiapan Alat dan Bahan
Pesawat CT-Scan
Merk : Siemens
Tipe : Somato Emotion 16 slice
No seri : 253371144
No tabung : M-CT-172
kV /mA maks: 140kV / 240 mA
Printer film radiografi
Merk : Kodak
Model : Carestream Dry View 5700
Film radiografi
Merk : Kodak
Model/ukuran : DryView Film (35 x 43 cm)
Hand dan Body starp
Head cleam
Pengganjal kepala
Selimut
Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus, hanya saja pasien harus melepaskan benda logam di sekitar kepala agar tidak mengganggu hasil gambaran radiograf. Instruksikan kepada pasien agar tidak selama pemeriksaan berjalan.
Teknik Pemriksaan
Posisi paien : Posisi pasien supine (head first) dan menempatkan kepala pasien pada head holder. Kedua lemgan di letakkan di samping tubuh.
Posisi Objek : Tempatkan kepala pasien pada head holder. Atur kepala sehingga MSP kepala sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan lampu indikator horizontal setinggi MAE. Kepala di fiksasi dengan head cleam. Central point lampu indikator 3 jari superior kepala. Tubuh pasien di fiksasi dengan body strap agar selama pemeriksaan tidak bergerak. Dan pasien diberi selimut agar lebih nyaman mengingat ruangan pemeriksaan yang ber-AC
Parameter Scaning
Protocol : Head Routine
Range : Range 1(Basis Cranii sampai Petrosum)
Range 2 (Petrosum sampai ke vertek)
Slice thickness : Base (5.0 mm)
Cerebrm (10.0mm)
Kv : 130 kVp
mA : 25
Scan time : 3.4 s
Pitch : 0.55
Hasil Radiograf
Evaluasi Radiograf
Adapun hasil bacaan Dokter Radiolog sebagai berikut (Lampiran 2):
Tampak lesi hiperdens (vol 19.78 cc) dengan perifokal odema pada nukleus lentiformis dan kapsula eksterna kanan.
Tampak lesi hiperdens lakuner pada globus palidus kiri
Diferensiasi subtansia alba dan subtansia grisea tampak normal
Sulkus kortikalis dan fisura sylvii tampak normal
Ventrikel lateral kana, kiri, III dan IV tampak normal
Cisterna tampak normal
Tak tampak midline shifting
Batang otak dan cerebellum baik.
KESAN
ICH dengan perifokal pada nukleus lentiformis dan kapsula eksterna kanan
Infark lakuner pada globus palidus kiri
Tak tampak SOL maupun tanda peningkatan tekanan intrakranial
Pembahasan
Prosedur pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi Stroke di Instalasi Radiologi RDUD dr. Soeselo Slawi hampir sama dengan prosedur yang ada dalam teori. Perbedaan yang ada di lakukan karena kondisi alat dan pasien. Secara umum teknik pemeriksaannya sama dengan Ballinger (2016) yaitu Posisi pasien supine (head first) dan menempatkan kepala pasien pada head holder. Kedua lemgan di letakkan di samping tubuh. MSP kepala sejajar dengan lampu indikator longitudinal dan lampu indikator horizontal setinggi MAE. Kepala di fiksasi dengan head cleam. Central point lampu indikator 3 jari superior kepala. Tubuh pasien di fiksasi dengan body strap agar selama pemeriksaan tidak bergerak. Dan pasien diberi selimut agar lebih nyaman mengingat ruangan pemeriksaan yang ber-AC.
Proses scaning dilakukan setelah radiografer memasukan data pasien dan mengatur parameter yang akan digunakan. Protokol yang digunakan adalah Head Routin. Dengan parameter antara lain slice thickness untuk base 5.0 mm dan cerebrum 10.0 mm, 130 kVp, mAs 25, scan time 10.41 s.
Setelah selesai scaning selanjutnya gambar di rekontruksi dengan 3D-MPR dengan slice thickness 1.5 mm, recon increment 1.0 mm dan kernel H31s medium smooth+ . Untuk range 1 (basis cranii sampai petrosum) menggunakan window base orbita sedangkan range 2 ( petrosum sampai vertex) menggunakan window cerebrum. Citra yang sudah di recon kemudian di masukan ke dalam 3D MPR. Tujuannya adalah untuk mensimetriskan citra dan objek. Setelah semua simetris kemudian di buatlah scanogram.
Ada perbedaan pada pemeriksaan CT Scan Kepala biasanya dengan pemeriksaan CT Scan Kepala dengan indikasi Stroke. Ternyata terdapat gumpalan darah pada pasien tersebut. Sehingga perlu di hitung volume darahnya. Penghitungan volume darah tersebut di hitung dengan menu bar volume dan setelah di hitung ternyata volumenya 19.78 cc.
Citra Potongan sagital
Hasil penghitungan Volume darah
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan laporan kasus " Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala dengan Indikasi Stroke di Instalasi Radiologi RSUD dr. Soeselo Slawi" penulis menarik kesimpuan sebagai berikut :
Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala dengan Indikasi Stroke di Instalasi Radiologi RSUD dr. Soeselo Slawi menggunakan protocol Head Routine. Posisi pasien supine (head first). Scaning menggunakan 2 range yaitu range 1 (basis cranii sampai ke petrosum) dengan slice thickness 5.0m dan range (petrosum sampai ke vertex). Proses rekontruksi menggunakan 3D-MPR dengan slice thickness 1.5 mm dan recon increment 1.0 mm. Perhitungan volume darah menggunakan menu bar volume. Di dapat hasil 19.78 cc
Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan pada laporan kasus ini yaitu untuk mahasiswa praktik agar dapat memahami dengan seksama teknik pemeriksaa CT Scan Kepala dengan Indikasi Stroke untuk bekal saat penanganan pasien kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bruce W. Long. 2016. Merrill's Atlas of Radiographic Positioning and Procedure. Volume 2. Edisi 13. Elsevier. USA
John P. Lampignano. 2018. Radiographic Positioning and Related Anatomy. Edisi 8. Mosby. USA
Rasad, Sjahrir. 2011. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi: 6. Terjemahan: dr. Brahm U. Pendit. Editor: dr. Nella Yesdelita. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Netter, Frank H. 2014. Atlas of Human Anatomy. Six Edition. Philadelphia, USA: Saunders Elsevier.
Damasio, Hanna. 2005. Human Brain Anatomy in Computerized Images. Second Edition. New York, USA: Oxford University Press.
Neil R.Sims. 2010. Mitochondria, oxidative metabolism and cell death in strok. Diakses tanggal 22-09-2017 pukul 21:30 WIB
Mergenthaler P. 2004. Pathophysiology of stroke: lessons from animal models.Diakses tanggal 22-09-2017 pukul 21:56 WIB
Sauerbeck LR. 2006. Primary stroke prevention. Diakses tanggal 22-09-2017 pukul 22:17 WIB
Seeram, Euclid. Computed tomography : Physical principles, Clinical applications, and Quality control.3rd ed. Philadelphia , 2009, Saunders Elsevier
T.B Moeller. 2007. Pocket Atlas Of Sectional Anatomy. Volume 1. Edisi 3. Thieme. New York
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2