Target Costing and Cost Plus Pricing Posted by Restu Alpiansah on 12 March 2016 BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perusahaan yang menghasilkan suatu produk dalam proses produksinya menginginkan agar labanya meningkat setiap tahunnya. Cara yang terbaik bagi perusahaan agar laba dapat tercapai di tengah ketatnya persaingan yaitu dengan mengurangi biaya. Perusahaan memerlukan informasi mengenai berapa besar jumlah biaya yang digunakan dalam menghasilkan produk produk tersebut dan sekaligus diharapkan dapat menghitung dan menetukan harga pokok penjualan yang tepat dan produk yang dihasilkan. Harga pokok merupakan faktor yang penting dalam pertimbangan untuk menetapkan harga jual yang nantinya diharapkan untuk memperoleh laba. Mulyadi (2009:26) menyatakan Terdapat dua pendekatan dalam penentuan harga pokok produksi: pendekatan full pendekatan full costing dan pendekatan variable costing . Dalam metode full costing biaya produksi p roduksi yang diperhitungkan dalam penentuan pen entuan harga pokok produksi adalah biaya bahan bah an baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku tetap dan yang berperilaku variabel. Dalam metode variable costing , biaya produksi yang diperhitungkan dalam perhitungan harga pokok produksi adalah hanya terdiri dari biaya produksi variabel, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan b iaya overhead pabrik variabel. Perusahaan juga membutuhkan suatu alat yang efektif untuk menekan biaya tanpa mengurangi nilai produknya bagi konsumen. Target costing merupakan salah satu alat yang efektif untuk mengurangi biaya. Metode ini juga membantu manajemen dalam menentukan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Dengan menggunakan target costing , perusahaan menentukan biaya produk berdasarkan harga yang mampu dibeli konsumen. Biaya yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit produk tidak boleh melampaui harga pasar. Dengan demikian produk yang dihasilkan akan mampu bersaing dan perusahaan dapat memperoleh laba yang diharapkan. Untuk merealisasikan biaya target digunakan perekayasaan nilai (value engineering) kemudian membandingkan biaya target dengan pencapaiannya. Tujuan utama suatu perusahaan didirikan selain untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah untuk mendapatkan keuntungan yang layak. Adanya keuntungan yang layak dimungkinkan suatu perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan dapat membuat usahanya menjadi lebih maju dan berkembang. Perusahaan harus selalu berusaha menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi namun dengan harga yang masih dapat dijangkau oleh konsumen. Penentuan harga jual, perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktorfaktor tersebut berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan diantaranya adalah persaingan, permintaan dan penawaran, biaya, keadaan ekonomi dan lain-lain. Penetapan harga tidak didasarkan pada perkiraan saja, tetapi dengan perhitungan yang akurat dan teliti. Harga jual
harus dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan dan harus dapat menghasilkan laba yang diinginkan. Faktor biaya merupakan faktor utama dalam menentukan harga jual, karena biaya menggambarkan batas minimum yang harus dipenuhi perusahaan agar tidak mengalami kerugian.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan Target Costing ? 2. Bagaimana metode cost plus pricing ? 3. Apa yang dimaksud dengan perencanaan laba, konsep biaya serta metode penetapan harga dengan cost plus pricing ? 4. Apa alasan penerapan target costing ? 5. Apa karakteristik, tujuan serta kegunaan target costing ? 6. Bagaimana tahap-tahap pelaksanaan target costing ? 7. Apa yang dimaksud dengan value engineering yang yang digunakan dalam target costing serta serta bagaimana prosesnya? 8. Bagaimana contoh kasus penggunaan metode cost plus pricing untuk penentuan harga jual dan metode target costing untuk untuk perencanaan laba dalam suatu perusahaan? Tujuan o 9. Untuk mengetahui tentang pengertian target costing 10. Untuk mengetahui tentang metode cost plus pricing 11. Untuk mengetahui tentang perencanaan laba, konsep biaya dan metode penetapan harga dengan cost plus pricing 12. Untuk mengetahui alasan perusahaan menggunakan target costing 13. Untuk mengetahui karakteristik, tujuan serta kegunaan dari target costing 14. Untuk mengetahui tahap-tahap pelaksanaan target costing 15. Untuk mengetahui tentang bagaimana penggunaan value engineering dalam target costing 16. Untuk mengetahui kasus nyata tentang penggunaan metode cost plus pricing dan metode target costing dalam perusahaan Manfaat o 17. Dapat mengetahui tentang pengertian target costing 18. Dapat mengetahui tentang metode cost plus pricing 19. Dapat mengetahui tentang perencanaan laba, konsep biaya dan metode penetapan harga dengan cost plus pricing 20. Dapat Untuk mengetahui alasan perusahaan menggunakan target costing 21. Dapat mengetahui karakteristik, tujuan serta kegunaan dari target costing 22. Dapat mengetahui tahap-tahap pelaksanaan target costing 23. Dapat mengetahui tentang bagaimana penggunaan value engineering dalam target costing 24. Dapat mengetahui kasus nyata tentang penggunaan metode cost plus pricing dan metode target costing dalam perusahaan
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Targ et Costi Costi ng
Beberapa literatur yang mengemukakan pengertian target costing , yaitu: 1. Menurut Hansen dan Mowen (2000): “Kalkulasi biaya target (target costing) costing) adalah suatu metode penentuan biaya produk atau jasa berdasarkan harga (harga target) dimana pelanggan bersedia membayarnya. Ini juga sering disebut sebagai kalkulasi biaya berdasarkan harga (price-driven costing).” costing).” 2. Menurut Horngren, Sundem, Stratton (1999): “Target costing is a cost management cost management tool for making cost reduction a key focus througtout the life of a product.” 3. Menurut Glenn Uminger (1998): “Target costing is a strategic profit planning and planning and cost management system that incorporates a strict focus on customer wants, needs and values, and translates them into delivered delivered products or services.” Dapat disimpulkan bahwa target costing adalah suatu metode penentuan biaya produk berdasarkan harga yang bersedia dibayar oleh konsumen, yang bertujuan untuk mengurangi biaya agar target laba yang dikehendaki dapat tercapai. Berdasarkan definisi tersebut penelitian p enelitian ini merumuskan bahwa metode target costing target costing memiliki keterkaitan yang erat dengan istilah : (1) Perencanaan laba; (2) Harga; dan (3) Biaya.
cost plus plus pri cing ci ng Metode cost
Setiap perusahaan menghasilkan produk dan menjualnya ke pasar untuk memperoleh laba demi kelangsungan hidup mereka. Agar produk yang dihasilkan dapat laku di pasaran maka berbagai strategi dilakukan perusahaan, termasuk strategi penetapan harga. Kebanyakan perusahaan menetapkan harga produk baru mereka sebagai penjumlahan dari biaya dan laba yang dikehendaki. Metode yang dikenal dengan “cost-plus “cost-plus pricing ” ini banyak diterapkan oleh sebagian besar perusahaan Amerika dan Eropa. Alasannya bahwa perusahaan harus menghasilkan pendapatan yang dapat menutup semua biaya dan memperoleh laba. Namun metode cost-plus pricing seringkali mengabaikan faktor permintaan dan persaingan. Semakin ketatnya persaingan dan kompleksnya pasar membuat perusahaan sulit untuk menetapkan harga produknya sesuai dengan yang dikehendaki, karena harga dibentuk oleh permintaan dan penawaran (pasar).
Perencanaan Laba
Setiap perusahaan membuat perencanaan laba sebagai acuan bagi kegiatannya untuk mencapai sasaran laba tersebut. Menurut Matz, Usry, Hammer (1997), “Istilah “perencanaan laba” dan “penganggaran” (budgeting) dapat dipandang sebagai istilah yang sinonim. Perencanaan laba merupakan rencana kerja yang telah diperhitungkan dengan cermat dimana implikasi keuangannya dinyatakan dalam bentuk proyeksi perhitungan laba rugi, neraca, kas dan modal kerja untuk jangka panjang dan jangka pendek. Anggaran (budget) hanyalah merupakan suatu rencana yang dinyatakan dalam nilai uang atau satuan kuantitatif lainnya. Perencanaan laba ditujukan untuk sasaran akhir organisasi dan bermanfaat sebagai pedoman untuk mempertahankan arah kegiatan yang pasti.” Untuk memperoleh laba yang maksimum, perusahaan harus menghasilkan produk pada tingkatan mutu dan nilai yang sesuai dengan keinginan konsumen serta dalam volume, waktu, biaya, dan harga yang tepat. Aktivitas tersebut memerlukan peran serta dan koordinasi dari fungsi perekayasaan, pabrikasi, pemasaran, penelitian, keuangan, dan akuntansi. Metode target costing menetapkan biaya target untuk membantu masing-masing fungsi dalam merencanakan dan merancang konsep yang tepat agar produk yang dihasilkan berhasil di pasar dan memperoleh laba yang diinginkan. Target costing efektif diterapkan pada tahap perencanaan sehingga membantu manajemen dalam mengoptimalkan perencanaan laba.
Konsep Harga
Setiap perusahaan menetapkan harga atas produk yang ditawarkannya. Hal ini dilakukan karena harga merupakan elemen yang akan menghasilkan pendapatan. Dari pendapatan tersebut akan didapat laba/rugi bagi perusahaan setelah dikurangi beban-beban yang ada
Pengertian Harga
Harga merupakan suatu cara bagi perusahaan untuk membedakan penawarannya dari pesaing. Harga juga salah satu penentu utama pilihan pembeli. Berikut merupakan pendapat beberapa ahli tentang harga: Menurut Basu Swastha DH, dan Ibnu Sukotjo W (1997): “Harga adalah sejumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi beserta pelayanannya.” Menurut Mc. Charty (1993), “Price is what is charged for something. Of course price may be called different things in different sett ing.” Dapat menyimpulkan bahwa harga adalah sejumlah uang yang harus dibayar untuk memiliki atau menggunakan suatu produk. Setiap harga yang dikenakan perusahaan akan menghasilkan tingkat permintaan yang berbeda-beda. Oleh karena itu perusahaan harus menetapkan harga jual yang tepat agar produknya dapat diserap oleh pasar sesuai dengan yang direncanakan. Perusahaan yang menggunakan metode target costing menentukan terlebih dahulu harga produk baru yang akan dijual kemudian merancang suatu produk yang dapat dibuat dengan biaya yang rendah untuk memperoleh marjin laba yang cukup. Karena harga ditentukan oleh kondisi pasar kompetitif, maka penelitian pasar dilakukan pada awal kegiatan target costing untuk memberikan informasi mengenai permintaan dan kebutuhan konsumen.
Konsep Biaya
Biaya merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh perusahaan dalam menetapkan harga jual produknya. Biaya menjadi batas terendah bagi perusahaan dalam menetapkan harga produknya.
Pengertian Biaya
Horngren, et .al. (2008) mengungkapkan bahwa biaya didefinisikan sebagai suatu sumber daya yang dikorbankan ( sacrified ) atau dilepaskan ( forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam unit uang yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa. Biaya yang dibebankan pada produk membantu keputusan penetapan harga dan untuk menganalisis bagaimana tingkat profitabilitas produk yang berbeda. Muliadi (2009): 8 menyatakan bahwa biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
Metode Penetapan Harga
Swastha (2010:154) menyatakan bahwa metode penentuan harga jual yang berdasarkan biaya dalam bentuk yang paling sederhana, yaitu : 1. Cost plus pricing method Penentuan harga jual cost plus pricing , biaya yang digunakan sebagai dasar penentuan, dapat didefinisikan sesuai dengan metode penentuan harga pokok produk yang digunakan. Dalam menghitung cost plus pricing, digunakan rumus : Harga jual = Biaya total + Margin 1. Mark up pricing method Mark up pricing banyak digunakan oleh para pedagang. Para pedagang akan menentukan harga jualnya dengan cara menambahkan mark up yang diinginkan pada harga beli per satuan. Persentase yang ditetapkan berbeda untuk setiap jenis barang. Dalam menghitung harga jual, menggunakan rumus : Harga jual = Harga beli + Mark up 1. Penentuan harga oleh produsen Dalam metode ini, harga yang ditetapkan oleh perusahaan adalah awal dari rangkaian harga yang ditetapkan oleh perusahaan-perusahaan lain dalam saluran ditribusi. Karena itu, penetapan harga oleh produsen memegang peranan penting dalam menentukan harga akhir barang. Dalam menetapkan harga jualnya, produsen dapat berorientasi pada biaya. Proses penetapan harga dimulai dengan menghitung biaya per unit barang yang dihasilkan, kemudian menambahkan sejumlah mark up tertentu. Produsen menggunakan rumus yang mereka anggap cocok bagi mereka, tentunya berdasarkan pengamatan atas produk yang dihasilkannya. Setiap produk mempunyai pola biaya yang berbeda satu sama lainnya. Budiarto (2011:90) menyatakan Cost
Plus Pricing adalah penetapan harga dengan menambahkan sejumlah (presentase) tertentu dari harga jual atau biaya sebagai keuntungannya.
Alasan Penerapan Targ et Costing
Menurut Garrison, Noreen (2001), metode target costing dikembangkan berdasarkan observasi dari dua karakteristik penting pasar dan biaya. Pertama adalah bahwa perusahaan tidak dapat mengendalikan harga, kecuali pasarlah (permintaan dan penawaran) yang menentukan harga, dan perusahaan yang berusaha untuk mengabaikan hal ini, mereka menanggung resikonya sendiri. Kedua adalah bahwa sebagian besar biaya produk ditentukan pada tahap desain.
Karakteristik Target Costing
Menurut Supriyono (1997) karakteristik target costing adalah sebagai berikut: 1) Target costing diterapkan dalam tahap pengembangan dan perancangan serta costing ini berbeda dari sistem pengendalian biaya standar yang diterapkan dalam tahap produksi. 2) Target costing bukan merupakan metode manajemen untuk pengendalian biaya dalam pemikiran tradisional, namun salah satu tujuannya adalah untuk mengurangi biaya. 3) Dalam proses penentuan biaya target, banyak metode ilmu manajemen digunakan, sebab tujuan manajerial penentuan biaya target meliputi teknik-teknik pengembangan dan perancangan produk. 4) Kerjasama banyak departemen diperlukan dalam melaksanakan target costing. Proses target costing merupakan sebuah sistem perencanaan laba dan pengendalian biaya yang memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut (Glenn Uminger (1998): 1) Target costing merupakan kalkulasi biaya berdasarkan harga, dalam hal ini harga pasar menentukan biaya yang diperkenankan (allowable cost ). 2) Analisis sistematis atas fungsi dan keistimewaan produk yang paling penting bagi konsumen menjadi pedoman dalam pengurangan biaya. 3) Pengendalian biaya kebanyakan berlangsung pada tahap perancangan produk. 4) Proses target costing dilaksanakan oleh antar kelompok fungsional yang termasuk dalam dan di luar anggota rantai nilai. 5) Target costing memulai pengendalian biaya pada tahap awal pengembangan produk dan menerapkannya sepanjang siklus hidup produk.
Tujuan Targ et Costing
Menurut Monden (1995) target costing mempunyai dua tujuan, yaitu: 1) Untuk mengurangi biaya produk baru agar tingkat keuntungan yang dikehendaki dapat tercapai. 2) Untuk memotivasi seluruh karyawan perusahaan agar memperoleh laba target pada saat pengembangan produk baru dengan menjalankan metode target costing di seluruh aktivitas perusahaan.
Kegunaan Targ et Costing
Target costing mempertimbangkan faktor eksternal perusahaan (pasar). Melalui analisis pasar dan pesaing dapat membantu manajemen dalam merancang produk yang dibutuhkan konsumen dengan harga yang kompetitif. Menurut Albano, Bird, Clifton, Townsend (2003), metode target costing membantu perusahaan untuk: a) Menjamin bahwa produk disesuaikan dengan kebutuhan konsumen dengan lebih baik, b) Menyesuaikan harga dari keistimewaan produk dengan
kesediaan konsumen untuk membayarnya, c) Mengurangi siklus pengembangan produk, d) Mengurangi biaya produk secara signifikan, e) Meningkatkan kerjasama antar departemen dalam perusahaan berkaitan dengan penyusunan, pemasaran, perencanaan, pengembangan, pembuatan, penjualan, pendistribusian, dan penempatan produk, f) Menggunakan konsumen dan pemasok untuk merancang produk yang benar dan untuk mengintegrasikan seluruh rantai persediaan dengan lebih efektif.
Tahap-tahap Pelaksanaan Target Costing
Menurut Supriyono (1997) proses target costing secara luas dapat dibagi menjadi lima tahap, yaitu: 1. Perencanaan korporasi. Tahap ini dimulai dengan dilakukannya penelitian pasar untuk mengetahui kebutuhan/keinginan konsumen, harga yang berlaku, dan volume produksi yang diinginkan. Setelah perusahaan meneliti kebutuhan pelanggan dan harga pasar, maka manajemen mulai menyusun rencana laba jangka panjang dan menengah perusahaan secara keseluruhan dan menentukan target laba secara menyeluruh untuk setiap periode yang terinci untuk setiap produk. 2. Pengembangan proyek produk baru tertentu. Pada tahap ini, departemen perencanaan korporasi memberi informasi kepada departemen perencanaan perekayasaan tentang jenis produk yang ingin dikembangkan dan isi perubahan rancangan model yang didasarkan atas riset pasar. 3. Penentuan rencana dasar untuk produk baru tertentu. Dalam tahap ini, manajer produk meminta setiap departemen untuk menelaah: (1) bahan yang diperlukan; (2) proses pengolahan; dan (3) menaksir biaya. Sesuai dengan laporan yang dibuat oleh departemen departemen tersebut, dihitunglah biaya taksiran total (drifting cost). Dalam waktu yang sama, harga target ditentukan oleh divisi pemasaran. Dari harga target dan laba, selanjutnya dapat dihitung biaya yang diperkenankan (allowable cost) atau biaya target (target cost) melalui pengurangan dari harga jual target dengan laba target 4. Rancangan produk. Pada tahap ini, departemen rancangan menyusun draft cetak biru percobaan untuk sekumpulan biaya target setiap komponen. Kegiatan ini memerlukan informasi dari setiap departemen. Departemen rancangan juga membuat produk percobaan yang sesungguhnya sesuai dengan cetak biru yang telah dibuat, kemudian departemen manajemen biaya menaksir biaya tersebut. Drifting cost dihitung sebagai biaya yang diestimasikan berdasarkan biaya periode yang sedang berjalan (current cost projection). Setelah memeriksa drifting cost dan komponen biaya satu per satu, tiap departemen akan berunding. Jika timbul kesenjangan antara allowable cost dengan drifting cost maka tiap departemen akan mencoba menekan selisih antara allowable cost dan drifting cost tersebut melalui value engineering . 5. Rencana pemindahan produksi. Pada tahap ini, kondisi perlengkapan produksi diperiksa dan departemen manajemen biaya menaksir biaya sesuai dengan draft cetak biru. Departemen perekayasaan produksi menyusun standar nilai bahan yang akan dikonsumsi, biaya tenaga kerja langsung, dan sebagainya. Standar nilai ini digunakan sebagai dasar data dalam menghitung biaya dan merencanakan harga komponen/bahan dengan pemasok. Setelah biaya target ditentukan dan jika rencana tersebut disahkan maka produksi dimulai. Biaya target ini akan menjadi dasar dalam pelaksanaan produksi.
Proses target costing secara singkat dijelaskan oleh Michael Maher (1997) yaitu melalui empat langkah sebagai berikut: a) Mengembangkan produk yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen potensial, b) Menetapkan harga target berdasarkan nilai produk yang dipersepsikan konsumen dan harga pesaing, c) Memperoleh biaya target dengan mengurangi marjin laba yang dikehendaki dari harga target, d) Melaksanakan value engineering untuk mencapai biaya target.
Value Engineering
Value engineering dilaksanakan dengan tujuan agar biaya taksiran akhir mencapai angka yang sama atau kurang dari biaya target. Proses tersebut memerlukan peran serta semua fungsi dalam perusahaan untuk bekerjasama menekan biaya sampai mencapai target.
Pengertian Value Engineering
Pendapat para ahli mengenai value engineering sebagai berikut: 1. Menurut Horngren, Sundem, Stratton (1999): “Value engineering is a cost reduction technique, used primarily during design, which uses information about all value-chain function to satisfy customer needs while reducing costs.” 2. Menurut Michael Maher (1997): “Value engineering is a systematic evaluation of all aspecs of research and development, design of products and processes, production, marketing, distribution, and customer service to reduce cost and satisfy customer needs.” Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas, dalam penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa value engineering adalah sebuah upaya sistematis dengan cara mengevaluasi fungsifungsi dan proses dalam organisasi serta melakukan perbaikan yang dibutuhkan agar dapat menurunkan biaya sekaligus memuaskan kebutuhan konsumen.
Proses Value E ngineering
Value engineering dimulai dengan analisis rantai nilai. Rantai nilai didefinisikan oleh Michael Maher (1997) sebagai berikut: “The value chain is the set of activities required to design, develop, produce, market, and service a product.” Jadi proses awal dari value engineering yaitu dengan mengevaluasi kegiatan perusahaan mulai dari merancang, mengembangkan, memproduksi, memasarkan, dan melayani konsumen yang memakai produk terebut. Tugas setiap departemen adalah untuk memeriksa biaya dan kinerjanya kemudian mencari cara untuk memperbaikinya dengan tujuan agar biaya target dapat tercapai dan meningkatkan kepuasan pelanggan atas produknya. Menurut Cowe (1994) value engineering melibatkan penilaian sistematis mengenai bahan – bahan, komponen penampilan, desain, dan sebagainya. Proses tersebut termasuk menjawab pertanyaan – pertanyaan berikut: 1) Apakah penggunaan produk tersebut menyumbangkan nilai? 2) Apakah biaya sesuai dengan kegunaannya? 3) Apakah produk tersebut memerlukan semua sifat – sifat (ciri – ciri/keistimewaannya)? 4) Adakah sesuatu lebih baik untuk kegunaan yang dimaksud? 5) Dapatkah bagian (komponen) yang terpakai dibuat dengan metode biaya yang
lebih rendah? 6) Dapatkah ditemukan produk standar yang akan dapat digunakan? 7) Produk tersebut dibuat dengan alat – alat yang sesuai, sudahkah mempertimbangkan jumlah yang digunakan? 8) Apakah bahan – bahan, tenaga kerja, biaya tak langsung, dan laba sesuai dengan harganya? 9) Dapatkah pemasok lain yang dapat diandalkan menyediakan produk tersebut dengan biaya yang lebih murah? 10) Adakah orang yang membelinya lebih murah? Metode target costing diterapkan pada tahap pengembangan dan perancangan sebelum proses produksi dimulai. Dengan demikian target costing dapat digunakan sebagai alat bantu manajemen dalam mengoptimalkan perencanaan laba.
Gambar 1. Proses pelaksanaan Target Costing melalui Value E ngi neering
Study Kasus Penggunaan Metode Cost Plus Pricing dalam Penentuan Harga Jual dan Metode Target Costing untuk mengoptimalkan Perencanaan Laba
Jurnal 1 :
Manajemen melakukan upaya pengurangan biaya dan penyesuaian karakteristik produk agar dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Agar nilai drifting cost dapat sama dengan atau kurang dari target cost, maka harus manajemen harus melaksanakan value engineering. Proses Value Engineering. Dalam membahas proses pelaksanaan value engineering, dalam jural penelitian ini menggunakan daftar 10 pertanyaan berkaitan dengan produk Motor X. Daftar ini akan membantu menajemen dalam merancang produk yang dapat diproduksi secara efisien dan memuaskankebutuhan konsumen. Proses pelaksanaan value engineering dengan menggunakan daftar 10 pertanyaan mengenai produk Motor X akan disajikan pada tabel 10 Tabel 10. Daftar Pertanyaan Value Engineering
No
Pertanyaan
Keterangan
Rekomendasi Diferensiasikan
Motor X akan dibeli karakteristik Motor X
Apakah penggunaan jika karakteristiknya 1.
berdasarkan
produk tersebut sesuai kebutuhan dan
kebutuhan dan
menyumbangkan nilai? keinginan konsumen
keinginan konsumen 2
Belum, karena drifting
Upayakan penurunan
cost masih lebih besar
biaya lewat evaluasi
daripada target cost
aktivitas rantai nilai
Memerlukan, namun
Tonjolkan
Apakah biaya sesuai dengan kegunaannya? 3
Apakah produk tersebut
memerlukan semua
harus ada
keistimewaan
sifat (ciri/
keistimewaan yang
berdasarkan segmen
keistimewaannya)?
ditonjolkan
yang dituju.
4
Jadikan Motor X Ada, yaitu yang sesuai Adakah sesuatu lebih
sebagai sepeda motor segmen sasaran,
baik untuk kegunaan
yang “paling” berdaya keandalan dan kualitas
yang dimaksud?
tahan lama dan hemat kinerja bahan bakar
5
Dapatkah bagian
Dimungkinkan, dengan
Pilih cara yang dapat
(komponen) yang
cara mengevaluasi
meningkatkan
terpakai dibuat dengan
bahan, mengurangi
karakteristik yang
metode biaya yang lebih
berat, dan
ditonjolkan dan tidak
rendah?
penyederhanaan
mengurangi kualitas
6
Kurangi kerumitan Ya, namun perusahaan
rancangan dengan
Dapatkah ditemukan
harus cermat dalam
konsep “bentuk
produk standar yang
menentukan
mengikuti fungsi” agar
akan dapat digunakan?
komponen mana yang
meningkatkan
akan distandarisasi
kenyamanan berkendara
7
Produk tersebut dibuat dengan alat-alat yang sesuai, sudahkah mempertimbangkan
Dapat disesuaikan Kurangi kapasitas menurut tingkat pemakaian mesin penghematan bahan, yang menganggur penyederhanaan
jumlah yang digunakan? 8
Apakah bahan-bahan,
Belum, karena harga
upayakan penekanan
tenaga kerja, biaya tak
tidak dapat menutupi
biaya dengan cara
langsung, dan laba
seluruh biaya dan laba
yang tidak mengurangi kualitas
sesuai dengan labanya?
target produk
9 Dapatkah pemasok lain
Dimungkinkan jika kualitas komponen
yang dapat diandalkan tersebut dengan biaya yang sesuai dengan kriteria lebih rendah ? perusahaan
10
Ada karena perilaku Adakah orang yang konsumen berbeda – beda. membelinya lebih murah ? Oleh karena itu terdapat segmen dalam pasar
Menyeleksi pemasok dengan cara tender berdasarkan kriteria sistem JIT yang diterapkan perusahaan Tetap fokus pada segmen sasaran, tingkatkan keandalan dan kualitas kinerja
Hasil Pelaksanaan Value Engineering
Berdasarkan hasil penelusuran sejumlah pertanyaan tentang produk Motor X yang telah dibahas sebelumnya, diperoleh informasi yang dapat dijadikan acuan dalam membuat produk yang sesuai keinginan konsumen dan mengurangi biaya. Informasi tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Untuk menjadikan sepeda motor yang hemat bahan bakar, maka harus dilakukan pengurangan berat produk. Hal itu dapat diupayakan dengan merancang komponen rangka motor yang lebih tipis. Dengan pengurangan berat tersebut perusahaan juga dapat menghemat biaya bahan Black Welded Steel (BWS). Kebutuhan BWS untuk membuat satu unit dapat dikurangi menjadi 10 sheet. 2. Untuk membuat mesin Motor X menjadi lebih handal dan tahan lama, maka komposisi alumunium murni harus ditambahkan dan alumunium campuran dikurangi supaya mesin tidak cepat panas dan lebih tahan lama pada kondisi dingin. Hal ini dilakukan dengan menambah 3 sheet alumunium Ingot menjadi 16 sheet dan mengurangi kebutuhan alumunium alloy sebesar 5 kg sehingga komposisinya menjadi 13,8 kg. 3. Untuk meningkatkan kenyamanan para pemakai Motor X, maka desain produk harus disesuaikan berdasarkan konsep “bentuk mengikuti fungsi” dan mengurangi tingkat kerumitan desain yang tidak fungsional. Selain meningkatkan kepuasan konsumen, konsep tersebut dapat menurunkan jumlah kebutuhan bahan baku plastik. Perusahaan dapat menghemat 2 kg penggunaan Cushion Front menjadi 12,6 kg dan menurunkan kebutuhan Stem Comp Steering sebesar 2,5 kg sehingga menjadi 15 kg.
Berdasarkan informasi diatas, dalam penelitian ini akan menyusun anggaran bahan baku langsung setelah proses value engineering pada tabel 11. Tabel 11. Anggaran Bahan Baku Langsung Setelah Value Engineering
No
Harga
Biaya yang
Total biaya
satuan
dibutuhkan
27.600 unit
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(2)
(3)=(1)x(2)
(4)=(3)x27.600
Kebutuhan Nama Satuan per unit bahan baku (1)
1
BWS
Sheet
10
222.000
2.220.000
61.272.000.000
2
Al Ingot
Sheet
16
73.350
1.173.600
32.391.360.000
3
Al Alloy
Kg
13,8
66.225
913.905
25.223.778.000
4
CF
Kg
12,6
8.500
107.100
2.955.960.000
5
SCS
Kg
15
10.658
159.870
4.412.412.200
6
Parts
–
1.246.450
34.402.020.000
5.830.504
160.657.530.200
–
–
Total
Dari tabel 11 total biaya bahan baku langsung untuk Motor X berkurang menjadi Rp 160.657.530.200. Besarnya total penghematan biaya bahan baku setelah value engineering diperoleh dengan cara: Penghematan
= Biaya bahan baku sebelum VE – Biaya bahan baku setelah VE
Rp 171.055.002.000 – Rp 160.657.530.200 Rp 10.397.471.800
Rasio penghematan biaya bahan baku langsung dihitung sebagai berikut: Rp 10.397.471.800 = x 100 % = 6,47 % Rp 160.657.530.200 4. Dengan mengurangi tingkat kerumitan pada desain produk, maka akan menghemat waktu pengerjaan sebesar 1,2 menit atau 0,02 jam. Dengan demikian waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit Motor X menjadi 0,105 jam. Anggaran tenaga kerja langsung untuk Motor X setelah value engineering akan ditunjukkan pada tabel 12. Besarnya penghematan biaya tenaga kerja langsung diperoleh dengan cara:
Penghematan= Biaya TK L sebelum VE – B iaya TK L setelah VE
Rp 241.327.500 – Rp 202.715.100 Rp 38.612.400
Tabel 12. Anggaran Tenaga Kerja Langsung setelah Value Engineering
Volume
Jam kerja
Total jam yang Tarif upah
Total biaya
produksi
per unit
dibutuhkan
per jam
tenaga kerja
(unit)
(jam)
(jam)
(Rp)
langsung (Rp)
(1)
(2)
(3) = (1) x (2)
(4)
(5) = (3) x (4)
27.600
0,105
2.898
69.950
202.715.100
5. Dengan adanya pengurangan jumlah bahan baku langsung, beberapa bahan pembantu akan dapat diturunkan. Bahan pembantu tersebut yaitu paint dan coat powder . Karena penggunaan bahan pembantu tersebut berdasarkan jumlah pemakaian bahan langsung, maka penurunannya akan dihitung berdasarkan rasio penghematan biaya bahan baku langsung, yaitu sebesar 6,24%. Besarnya biaya bahan pembantu setelah value engineering akan disajikan dalam tabel 13. Tabel 13. Biaya Bahan Pembantu Setelah Value Engineering
Nama bahan
Total biaya
Penghematan
Total biaya
pembantu
sebelum VE
biaya (6,47%)
setelah VE
(1)
(2)
(3) = (1) – (2)
Paint
4.599.454.978
297.584.737
4.301.870.241
Coatpowder
862.397.809
55.797.138
806.600.671
Total
5.461.852.787
353.381.875
5.108.470.912
Dari tabel 13 diketahui penghematan biaya bahan pembantu setelah value engineering yaitu sebesar Rp 353.381.875. Penghematan biaya tersebut akan mengurangi biaya overhead untuk Motor X dari Rp 57.377.534.699 menjadi sebesar Rp 57.024.152.824. Total penghematan biaya produksi yang dapat dicapai setelah proses value engineering dihitung dengan menjumlahkan penghematan biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead sebagai berikut: Total penghematan = Rp 10.397.471.800 + Rp 38.612.400 + Rp 353.381.875 = Rp 10.789.466.075 Tabel 14. Perhitungan Drifting Cost Setelah Value Engineering
Jenis biaya
Total biaya (Rp)
Biaya produksi : Biaya bahan baku langsung
160.657.530.200
Biaya tenaga kerja langsung
202.715.100
Biaya overhead
57.024.152.824
Biaya nonproduksi : Biaya administrasi & umum
22.934.554.641
Biaya pemasaran
34.401.948.079
Total
275.220.900.844
Volume produksi
27.600 unit
Biaya per unit
9.971.772
Setelah dilakukan proses value engineering, menajemen kembali membanding-kan drifting cost dengan target untuk mengetahui pencapaian target cost. Perhitungan drifting cost setelah value engineering yang ditunjukkan pada tabel 14 dengan biaya per unit sebesar Rp 9.971.772. Jumlah ini mencapai target yang ditentukan, bahkan lebih kecil dari biaya target sebesar Rp 9.987.600. Dengan pencapaian biaya target sebesar Rp 9.971.772 menunjukkan bahwa penerapan metode target costing melalui proses value engineering dapat mengurangi biaya. Selanjutnya manajemen dapat meneruskan tahap pelaksanaan target costing selanjutnya. Metode Target Costing Mengoptimalkan Perencanaan Laba
Perencanaan laba untuk produk Motor X akan disajikan dalam bentuk proyeksi rugi laba pada tabel 15. Tabel 15. Proyeksi Rugi-Laba Produk Motor X
Penjualan (Rp 12.180.000 x 27.600 unit)
336.168.000.000
Biaya produksi : Bahan baku langsung
160.657.530.200
Tenaga kerja langsung
202.715.100
Overhead
57.024.152.824
Total biaya produksi Biaya nonproduksi : Biaya administrasi dan
22.934.554.641
umum Biaya pemasaran Total biaya nonproduksi Laba operasi
217.884.398.124 34.401.948.079 57.336.502.720 60.947.099.156
Laba target yang diproyeksikan untuk Motor X pada tabel 15 sebesar Rp 60.947.099.156. Perhitungan persentase laba untuk Motor X setelah proses value engineering dengan menggunakan rumus ROS sebagai berikut:
Persentase laba target untuk Motor X menjadi 18,13 % dari persentase laba sebelumnya sebesar 18 % setelah dilakukan proses value engineering. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan metode target costing melalui proses value engineering menghasilkan proyeksi laba yang optimal. Perencanaan laba yang optimal akan dihasilkan oleh penerapan target costing melalui pendekatan pasar dan biaya. Target costing menggunakan analisa pasar untuk mengidentifikasi kebutuhan konsumen dan kesediaan mereka untuk membayarnya. Kemudian melakukan penekanan biaya pada tahap perancangan produk agar biaya target dapat dicapai.
Kesimpulan
1. Penerapan metode target costing melalui proses value engineering dapat mengurangi biaya pada PT. XYZ. Berdasarkan penelusuran 10 pertanyaan tentang produk motor X diperoleh informasi yang membantu perusahaan untuk mengurangi biaya produknya. Pengurangan biaya dilakukan dengan cara mengurangi berat produk, jumlah bahan baku, jam kerja langsung dan tingkat kerumitan. Proses value engineering menghasilkan penghematan biaya produksi dengan total sebesar Rp 10.789.466.075. Dengan penghematan tersebut drifting cost/unit yang sebelumnya sebesar Rp 10.362.694 dapat ditekan menjadi Rp 9.971.772, atau lebih kecil dari target cost sebesar Rp 9.987.600. 2. Penerapan metode target costing melalui proses value engineering dapat mengoptimalkan perencanaan laba usaha PT.XYZ. Proyeksi rugi laba produk Motor X menghasilkan laba operasi sebesar Rp 60.947.099.156. Persentase laba untuk produk Motor X meningkat dari yang sebelumnya sebesar 18% menjadi 18,13% setelah dilaksanakan proses value engineering.
Jurnal 2 :
Dalam sehari ibu Jeny memproduksi 1500 buah kue pia, jadi dalam sebulan dapat menghasilkan 36000 buah dengan harga jual Rp. 800/buah dan masa kerja mulai hari senin-sabtu sehingga dalam sebulan masa kerja sebanyak 24 hari. Dan untuk daerah pemasaran sendiri masih disekitaran area manado yang dipasarkan ke beberapa supermarket dan beberapa pedagang eceran seperti di daerah winangun, kembang, wonasa dan teling. Masa ketahanan kue Pia ini hingga 1 bulan dengan ketentuan dimasukkan ke dalam lemari pendingin, tetapi jikalau tidak dimasukkan ke dalam lemari pendingin maka ketahanannya tidak lebih dari 1 bulan. Proses Produksi
Tahap I : Semua bahan baku dicampur kemudian dibagi dalam 3 adonan untuk rasa cokelat, rasa keju, dan rasa kacang hijau. Tahap II: Setelah dibagi dalam tiga bagian, kemudian dibentuk menjadu bulatan-bulatan kecil dan di isi beberapa rasa, rasa cokelat, keju dan kacang hijau.
Tahap III : Setelah dibentuk dan diberi isi kemudian kue pia pun siap untuk dipanggang dalam suhu yang telah ditentukan. Tahap IV : Pada tahap ini adalah menjadi tahap akhir, setelah diangkat dari oven, kue pia didiamkan untuk beberapa menit ditempat yang telah disediakan, kemudian dikemas dalam kemasan plastik.
Penggolongan Biaya
Biaya Bahan Baku Langsung
Bahan Baku Langsung yang digunakan UD. Vanela dalam memproduksi produk mereka adalah sebagai berikut: 36. Bahan Baku Langsung untuk kulit 36.000 buah per bulan 37. Vanela untuk biaya bahan baku dalam memproduksi 36.000 buah sebulan adalah Rp. 8.952.000 dan untuk masing-masing jenis pia adalah Rp. 2.984.000. 38. Bahan Baku Langsung Rasa Kacang Hijau 39. Bahan Baku Langsung Rasa Cokelat 1. Bahan Baku Langsung Rasa Keju
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Jumlah tenaga kerja langsung yang terlibat dalam proses produksi berjumlah 3 orang, 1 orang dibagian pia rasa kacang hijau, 1 orang dibagian pia rasa cokelat dan 1 orang dibagian pia rasa keju. Tenaga kerja ini bibayar perhari dengan upah harian untuk pia rasa kacang hijau Rp. 70.000, pia rasa cokelat Rp. 65.000, dan pia rasa keju Rp. 60.000. Karena proses produksi dilakukan per bulan maka upah tenaga kerja langsung dihitung 1 bulan :
Biaya Overhead
Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa total biaya overhead pabrik tetap pada UD. Vanela selama bulan maret adalah sebesar Rp. 9.500.000. Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa total biaya overhead pabrik variabel pada UD. Vanela selama bulan maret adalah sebesar Rp. 1.700.000. Harga Pkok Produksi dengan menggunakan Metode Cost Plus Pricing
Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa total biaya produksi pia kacang hijau selama bulan Maret 2010 adalah Rp. 20.280.000 dengan jumlah pia yang dihasilkan sebulan adalah 36.000 buah. Maka harga pokok produk dapat dihitung sebagai berikut. Selanjutnya, harga jual produk dapat dihitung dengan menjumlahkan Total Biaya Produksi dengan laba yang ditetapkan sebesar 30% kemudian dibagi dengan Total Produksi Produk selam sebulan. Perhitungannya sebagai berikut. Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa total biaya produksi pia cokelat selama bulan Maret 2014 adalah Rp. 20.964.000 dengan jumlah yang dihasilkan sebulan adalah 36.000 buah. Maka harga pokok produk dapat dihitung sebagai berikut. Selanjutnya, harga jual produk dapat dihitung dengan menjumlahkan Total Biaya Produksi dengan laba yang ditetapkan sebesar 30% kemudian dibagi dengan Total Produksi Produk selam sebulan. Perhitungannya sebagai berikut. Tabel 12 menunjukkan bahwa total biaya produksi pia keju selama bulan Maret 2014 adalah Rp. 20.700.000 dengan jumlah tahu yang dihasilkan sebulan adalah 36.000 buah. Maka harga pokok produk dapat dihitung sebagai berikut. Selanjutnya, harga jual produk dapat dihitung dengan menjumlahkan Total Biaya Produksi dengan laba yang ditetapkan sebesar 30% kemudian dibagi dengan Total Produksi Produk selam sebulan. Perhitungannya sebagai berikut. Perbandingan harga jual produk menurut perusahaan dengan metode Cost Plus Pricing memperoleh selisih untuk pia rasa kacang hijau Rp. 68, pia rasa cokelat Rp. 42, 97, dan pia rasa keju Rp. 52,5. Penelitian ini bertujuan untuk meninimumkan harga jual sehingga bisa bersaing dengan kompetitor yang mempunyai usaha sejenis. UD. Vanela menetapkan harga jual produknya masih menggunakan cara yang tradisional. Perhitungan biaya produksi yang dilakukan oleh perusahaan biasanya tidak dihitung secara rinci melainkan beberapa biaya dihitung berdasarkan biaya yang diestimasi atau diperkirakan oleh perusahaan. Metode cost plus pricing yakni menghitung seluruh pengeluaran yang terjadi mulai dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik, menghitung harga pokok produksi kemudian mnetapkan harga jual produk dengan menambahkan laba yang diharapkan. Penetapan harga jual produk dengan menggunakan metode cost plus pricing lebih murah dibandingkan dengan penetapan harga jual produk menurut UD. Vanela. Hasil ini menunjukan bahwa metode cost plus pricing sangat tepat diterapkan pada perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan kue Pia. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Gayatri (2013) yang menunjukan hasil yang positif dengan menggunakan metode cost plus pricing yaitu harga jual produk menjadi lebih rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan penentuan harga jual produk dengan menggunakan metode cost plus pricing sangat tepat digunakan oleh perusahaan.
Jurnal 3 :
Penetuan harga jual produk dengan Metode Cost Plus Pricing
Dalam menentukan harga jual dengan metode cost plus pricing perlu ditentukan : 1. Biaya yang berhubungan langsung dengan volume 2. Persentase Mark up 1. Penentuan biaya yang berhubugan langsung dengan oproduk benih padi yang terdiri dari 6 varietas : 2. Bahan Baku Biaya Bahan Baku = Harga x Jumlah Produksi Cigelis
= 3.600 x 213.150
= Rp 767.340.000
Inpari 8
= 3.600 x 143.000
= Rp 514.800.000
Ciherang
= 3.600 x 74.450 = Rp 268.020.000
Mekongga
= 3.600 x 415.560
Inpari 13 Wayapoburu TOTAL
= Rp 1.496.016.000
= 3.600 x 13.000 = Rp 46.800.000 = 3.600 x 27 530 = Rp 99.108.000 = Rp 3.210.084.000
Untuk menghasilkan produk benih padi yang terdiri dari 6 varietas, PT Pertani mengeluarkan biaya untuk bahan baku sebesar Rp.3.210.084.000. Data pada Tabel 4 diatas, dapat dilihat terjadi perbedaan signifikan untuk beberapa varietas yaitu varietas ciherang, mekongga, dan varietas inpari 13 karena perusahaan tidak membebankan biaya tenaga kerja, biaya overhead variabel dan laba secara proporsional, sehingga terjadi perbedaan harga jual yang ditetapkan perusahaan dengan yang dilakukan oleh penelitian ini yaitu dengan mengunakan metode cost plus pricing. Perusahaaan menjual benih padi varietas ciherang, mekongga, dan varietas inpari 13 yang tidak mendapat keuntungan yang sesuai dengan yang diharapkan (persentase markup). Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Penetapan Harga Jual dengan metode cost plus pricing dilakukan dengan menetapkan : Biaya yang berhubungan langsung dengan volume Persentase Markup Dengan pengelompokkan biaya tersebut maka dapat diperoleh Harga Jual benih padi Varietas cigelis sebesar Rp 7.400, varietas Inpari 8 sebesar Rp 8.000, varietas Ciherang
Rp 12.500, varietas Mekongga Rp 6.700, varietas Inpari 13 sebesar Rp 9.250 dan varietas Way apo Buru sebesar Rp 7.750. 5. Dengan menggunakan cost plus pricing maka harga jual dari masing-masing varietas benih padi lebih bervariasi yaitu antara Rp 6.000 ± Rp 12.000 . hal ini disebabkan pembebanan biaya tenaga kerja, biaya overhead variabel dan laba dialokasikan secara proporsional dengan jumlah produksi. 6. Dengan variasi harga yang didapatkan dari masing-masing varietas dapat meningkatkan laba penjualan dari perusahaan. BAB III PENUTUP KESIMPULAN
Penggunaan metode cost plus pricing oleh perusahaan ditujukan untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan suatu produk. Metode cost plus pricing ini merupakan salah satu metode yang digunakan dalam penentuan harga jual produk. Beberapa penelitian yang telah dilakukan pada perusahaan menunjukkan bahwa penerapan metode cost plus piricing dapat menghasilkan harga jual produk yang lebih rendah sehingga dapat lebih bersaing dengan prusahaan sejenis. Penelitian yang dilakukan pada UD. Vanela sebuah perusahaan kue menunjukkan hasil bahwa penetapan harga jual produk dengan menggunakan metode cost plus pricing lebih murah dibandingkan dengan penetapan harga jual produk yang dilakukan sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan metode cost plus pricing menghitung seluruh pengeluaran yang terjadi mulai dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik, menghitung harga pokok produksi kemudian menetapkan harga jual produk dengan menambahkan laba yang diharapkan. Hasil ini menunjukan bahwa metode cost plus pricing sangat tepat diterapkan pada perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan kue. Hasil yang sama diperoleh juga pada penelitian pada PT.Pertani, sebuah perusahaan yang bergerak dibidang pertanian. Penelitian pada perusahaan tersebut menunjukkan bahwa penerapan metode cost plus pricing mampu menghasilkan harga jual produk benih yang lebih variatif dan kompetitif. Hal ini disebabkan pembebanan biaya tenaga kerja, biaya overhead variabel dan laba dialokasikan secara proporsional dengan jumlah produksi sehingga dengan variasi harga yang didapatkan dari masing-masing varietas dapat meningkatkan laba penjualan dari perusahaan. Disamping itu, penggunaan metode target costing yang merupakan suatu metode penentuan biaya produk berdasarkan harga yang bersedia dibayar oleh konsumen, yang bertujuan untuk mengurangi biaya agar target laba yang dikehendaki dapat tercapai juga mampu mengurangi biaya. Hal tersebut dibuktikan pada penelitian yang dilakukan pada PT. XYZ yang mendapati bahwa penerapan metode target costing melalui proses value engineering dapat mengurangi biaya pada PT. XYZ. Pengurangan biaya dilakukan dengan cara mengurangi berat produk, jumlah bahan baku, jam kerja langsung dan tingkat kerumitan. Penerapan metode target costing melalui proses value engineering ini dapat mengoptimalkan perencanaan laba usaha PT.XYZ yang ditunjukkan oleh meningkatnya presentasi laba dari yang sebelumnya 18% menjadi
18,13%. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa penerapan metode cost plus pricing dalam penentuan harga jual serta penerapan metode target costing sama-sama mampu untuk mengurangi biaya produk dan mengoptimalkan perencanaan laba yang diharapkan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Gayatri, Winny. 2013. Penentuan Harga Jual Produk dengan Metode Cost Plus Pricing Pada PT.Pertani (Persero) Cabang Sulawesi Utara. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Jurusan Akuntansi Woran, Reza. Dkk. 2014. Penentuan Harga Jual Produk dengan Metode Cost Plus Pricing Pada UD Vanela. Vol. 2. No. 2 Juni 2014. Universitas Sam Ratulangi Manado Himawan, Ferdinandus Agung. 2005. Penerapan Metode Target Costing sebagai Alat Bantu Manajemen Dalam Mengoptimalkan Perencanaan Laba (Studi Kasus PT. XYZ). Esensi, Volume 8 No. 2/2005
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Transformasi ekonomi dunia menciptakan peluang luar biasa dan tantangan yang signifikan untuk perusahaan. Sehingga keunggulan kompetitif menarik sejumlah besar peneliti, di mana beberapa dianggap target biaya sebagai tujuan strategis organisasi bisnis, di mana konstruksi dan promosi mengharuskan perusahaan untuk mengadopsi teknik target costing Ewert dan Emst, (1999). Sekarang ini perusahaan Barat juga perlahan-lahan memperkenalkan target costing untuk proses pengembangan produk mereka karena kompetisi saat ini sengit ada di pasar. Target costing telah berhasil diterapkan di industri perakitan. Target Costing (TC) telah diusulkan sebagai salah satu cara bahwa perusahaan dapat mengadopsi dalam memastikan produk saing dari segi harga produk, desain dan pengembangan. Ketiga unsur adalah perhatian utama TC dalam memastikan target dari produk-produk berkualitas tinggi dengan biaya yang lebih rendah dan waktu yang lebih singkat berdasarkan pasar dan berorientasi pada pelanggan. Ketika Jepang berada dalam kesulitan di tahun 1930-an setelah Perang Dunia Kedua, mereka harus bekerja keras untuk memikirkan target biaya yang tepat. Kemudian target costing mulai diterapkan di banyak perusahaan Jepang, dimana industri Jepang mengembangkan beberapa metode dan konsep dari Amerika, memperoleh sifat baru sesuai dengan variabel lingkungan bisnis yang dihadapi industri saat ini. Para ahli industri Jepang juga mengembangkan apa yang
disebut Value Engineering, dan ditransfer ke sistem dinamis untuk mengurangi biaya dan perencanaan profit, sambil memastikan kualitas dan mencapai keunggulan kompetitif. Selain itu di Malaysia selama dekade terakhir, industri otomotif telah menanggapi persaingan global dan tekanan untuk memastikan keunggulan kompetitif mereka dan keberlanjutan antara pesaing global. Sebagai contoh, beberapa teknik akuntansi manajemen yang efektif seperti JustIn-Time (JIT), Activity-Based Costing (ABC), Ramping Sistem produksi, Total Quality Management (TQM), dan Balance Scorecard (BSC) telah dibentuk (Hamood et al., 2011). Meskipun TC, sebagai salah satu teknik ini, adalah sangat penting khususnya untuk otomotif perusahaan. Oleh karena itu bagi yang melaksanakan TC, produk mereka bisa dibedakan sebagai produk dengan kualitas tinggi, harga yang dapat diterima, dan waktu pengiriman lebih pendek, sehingga dapat menciptakan nilai pelanggan mereka dan mempertahankan daya saing mereka di luar negeri. Selain itu pentingnya penelitian berasal dari peran yang menargetkan biaya teknik bisa bermain dalam promosi keunggulan kompetitif, pada saat target biaya menjadi salah satu teknik yang paling penting dari biaya manajemen sehingga bisa juga digunakan dalam menanggapi persaingan dengan universitas lain, kebutuhan pelanggan, dan kendala dari lingkungan eksternal. Penelitian ini akan memberikan kontribusi pada aktivasi hasil yang dihasilkan dari penggunaan teknik biaya sasaran untuk meningkatkan persaingan.
Rumusan Masalah Apa konsep target costing ? o Apa dimensi dalam target costing ? o Apa dimensi keunggulan kompetitif itu? o Apakah perbedaan biaya tradisional dengan sistem target biaya? o Apa strategi dalam target costing ? o Apa saja desain produk dan pengembangan fase dalam target costing ? o Tujuan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Untuk mengetahui tentang konsep target costing Untuk mengetahui dimensi target costing Untuk mengetahui tentang dimensi keunggulan kompetitif Untuk mengetahui perbedaan biaya tradisional dengan biaya target Untuk mengetahui strategi dalam target costing Untuk mengetahui desain produk dan pengembangan fase dalam target costing Manfaat o 7. Dapat mengetahui tentang konsep target costing 8. Dapat mengetahui dimensi target costing 9. Dapat mengetahui tentang dimensi keunggulan kompetitif 10. Dapat mengetahui perbedaan biaya tradisional dengan biaya target 11. Dapat mengetahui strategi dalam target costing 12. Dapat mengetahui desain produk dan pengembangan fase dalam target costing BAB II
Pembahasan 2.1 Konsep Targ et Costing
Target costing adalah metode perencanaan dan manajemen biaya dan tujuan target costing adalah pengurangan biaya. Cooper (1995) melaporkan bahwa target costing praktek yang dikenal sebagai Genka-Kikaku dalam bahasa Jepang dan digunakan oleh produsen Jepang untuk mengontrol biaya produk selama pengembangan produk. Saat ini teknik ini dikenal sebagai target costing dan rumus terkenal digunakan untuk menghitung target biaya adalah: Target / Attainable Harga Jual – Target Profit = Target / Biaya Allowable
Persamaan di atas berkaitan dengan memutuskan biaya target yang dicapai pada saat pengembangan produk untuk mewujudkan margin keuntungan yang cukup jika produk masuk ke pasar. Target biaya menetapkan target biaya dengan mengurangi target margin keuntungan dari harga target dan perusahaan menentukan harga jual target di mana suatu produk dapat dijual di pasar. Menurut Garrison et al. (2006) Target costing menentukan batas biaya yang diijinkan untuk produk baru dan kemudian mengembangkan produk baru yang dapat menguntungkan. Sebuah harga pasar untuk produk ditentukan pertama kemudian dengan mengurangi keuntungan yang diperlukan dari target biaya harga pasar ditentukan, setelah produk ini dirancang dan dikembangkan dalam biaya maksimum yang diijinkan. Target sistem biaya beroperasi pada tahap pengembangan produk baru melalui mekanisme yang sangat kompeten untuk merencanakan, mengelola dan mengurangi biaya dengan kerjasama dari banyak kelompok di seluruh organisasi. proses biaya Target memulai manajemen biaya pada tahap pertama dari pengembangan produk di seluruh siklus hidup produk dengan secara aktif melibatkan seluruh rantai nilai (Ansari et al., 1999). Ini terutama menekankan pasar dan kebutuhan pelanggan. Target costing adalah disiplin yang menekankan pemahaman yang lebih baik dari kompetisi, pasar dan kebutuhan pelanggan dalam hal kualitas, produk, fungsi, pengiriman, waktu dan harga. Target penetapan biaya diakui sebagai alat untuk mengendalikan biaya dan menghasilkan produk memastikan bahwa produk akan memberikan pembeli nilai yang paling dan pada saat yang sama untuk perusahaan menciptakan keuntungan yang diinginkan. Target costing lebih peduli tentang manajemen biaya jangka panjang, itu adalah bagian dari manajemen biaya yang lebih luas, mengkoordinasikan kegiatan desainer produk dan dapat dianggap sebagai sistem akuntansi manajemen strategis. Aturan utamanya dari target costing adalah “target biaya tidak pernah dapat terlampaui” (Cooper dan Slagmulder, 1999). Cooper dan Slagmulder (1997) dijelaskan bahwa titik inti dari target costing konsep adalah estimasi harga jual dicapai dengan margin keuntungan target yang akan digunakan untuk menentukan biaya yang diijinkan untuk produk baru. Metode ini membutuhkan kreativitas, komitmen, dan hubungan kerja dibuka dan juga dukungan pemasok. Target costing memiliki keberhasilan pelaksanaan dalam industri otomotif dan manufaktur dalam mengurangi biaya dan meningkatkan nilai (Cooper dan Slagmulder, 1997).
Saat ini, kemajuan yang kompetitif dan teknologi menjadi penting untuk manufaktur dan jasa industri sebagai akibat dari kekurangan produk hidup dan berubah dalam kebutuhan pelanggan. Hal ini memerlukan organisasi untuk merangsang operasi bisnis yang cocok untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan mereka dan mengadopsi kebijakan harga yang sesuai. Harga atas dasar mempelajari dan menganalisis pasar lebih baru karena didasarkan awalnya pada dasar penelitian pasar untuk menentukan harga dan kemudian biaya dalam harga yang ditentukan setelah keuntungan ditentukan marjin sesuai keinginan organisasi Zeenat, (1995). Ide dasar dari sistem biaya target dianggap ide sederhana dan langsung. Target sistem biaya mengacu rencana untuk biaya rendah untuk produk baru dan menyediakan produk ke pasar dengan kualitas tinggi dan harga yang kompetitif bagi pelanggan untuk mencapai suatu keuntungan yang wajar. Hal ini dapat dicapai melalui tahap mengurangi biaya faktor produktif melalui tahap siklus hidup produk dalam tahap perencanaan produk, desain, dan pengembangan. Namun, proses penyusunan menargetkan biaya ditandai dengan kompleksitas dan multi-faceted, sehingga sangat berguna untuk mengingat poin yang berbeda dari melihat untuk menggambarkan konsep target biaya. Al-Thahabi dan Al-Ghabban (2007) menggunakan konsep target biaya pada umumnya untuk menunjukkan bahwa teknik manajemen biaya yang berorientasi ke pasar seperti yang digunakan dalam menyajikan tahap produk dari siklus hidup produk dalam rangka meningkatkan profitabilitas dan produktivitas. Al-Suboo (2000: 44) mendefinisikan teknik target biaya sebagai salah satu alat manajemen biaya dalam kompetitif lingkungan karena target tiga unsur utama kompetitif yaitu: harga, kualitas, dan biaya, serta kreativitas. Mufti dan Sheikh (2005) didefinisikan sebagai salah satu perkenalan akuntansi manajemen yang digunakan dalam biaya manajemen untuk mengurangi biaya desain produk dan pengembangan dan menyediakan berbagai produk berkualitas tinggi yang memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Ewert dan Emst (1999) menggambarkannya sebagai strategis Pendekatan untuk manajemen akuntansi yang digunakan dalam pengelolaan biaya produk. Penerapan teknik target biaya di berbagai organisasi yang dirancang untuk mencapai tujuan sebagai berikut Al-Matarneh, (2008); Cooper dan Slagmuder, (2002); Robinson, (1999); Lee, (1994): 1. Memberikan kontribusi dalam mencapai margin keuntungan yang memuaskan bagi perusahaan, harga jual pesaing untuk produksi ini unit untuk memastikan dan mencapai tujuan strategis. 2. Memberikan produk bersaing dalam hal spesifikasi dan diperlukan kualitas, harga, waktu dan memenuhi kebutuhan penerima manfaat dan keinginan mereka dalam potensi keuangan mereka. 3. Memantau tahap siklus hidup produk, dan layanan purna jual. 4. Mengurangi biaya elemen produksi untuk produk untuk memastikan dan mencapai target profit. 5. Mencapai tujuan manajemen perusahaan dalam jangka panjang. Selain itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan yang terkait dengan jenis industri dan efektivitas strategi perusahaan terhadap tahapan pelaksanaan TC. Tahap ini adalah enam tahapan umum diadaptasi dari Elmer (2006) teoritis yaitu; (1) identifikasi
karakteristik produk, (2) penentuan produk harga jual, (3) Perhitungan produk target biaya yang diijinkan, (4) alokasi biaya target untuk komponen produk, (5) menutup kesenjangan antara target biaya yang diijinkan dan perkiraan biaya , dan (6) perbaikan terus-menerus. Pendekatan konvensional manajemen biaya tidak kompatibel dengan layanan industri dan diperbarui lingkungan, karena mereka mencoba untuk mengendalikan biaya dan kualitas setelah selesainya memproduksi produk, mengakses ke titik dari keseimbangan sementara, dan berfokus pada internalenvironment organisasi. Di Selain itu memecahkan hambatan dalam pandangan kumulatif dan tidak dengan gambaran, sebagai target biaya lebih yang tepat untuk memenuhi kebutuhan layanan dan lingkungan industri kontemporer yang mencapai integrasi tiga dimensi utama keunggulan kompetitif: kualitas, biaya dan waktu, sebagai perusahaan berusaha untuk memberikan produk untuk kondisi saat ini kondisi industri dan permintaan dan kondisi pasar melalui ini entri strategis Ansari et al., (2006). 2.2 Dimensi Target Costing
Ansari et al. (2006) mengembangkan sebuah model yang menargetkan costing tergantung pada pencapaian laba yang tepat melalui perencanaan, menganalisis dan mempelajari kedua keuntungan dan biaya pada saat yang sama. Ini termasuk enam prinsip utama: 1. Kepemimpinan Target Harga Jual Harga yang kompetitif biasanya mengalami kondisi persaingan, kondisi permintaan dan penawaran dan lainnya faktor mengendalikan pasar. Target profit ditentukan oleh persyaratan keuangan organisasi dan kondisi industri milik perusahaan. Ini menyimpulkan bahwa unsurunsur pengendalian menentukan batas maksimum biaya yang terletak di lingkungan eksternal perusahaan di bawah target biaya teknik, sebaliknya, sistem konvensional, yang terutama tergantung pada produksi faktor dalam lingkungan internal, thisprinciple terdiri dari dua sub prinsip. 2. Fokus pada Pelanggan Hal ini diperlukan untuk mengidentifikasi apa kebutuhan pelanggan, dan apa organisasi kompetitif lakukan sekarang, dan apa yang diharapkan untuk melakukan di futureto memenuhi kebutuhan pelanggan. Fokus pada pelanggan menyebabkan merampingkan dan memandu kegiatan rekayasa untuk mengembangkan dan membangun produk, di mana tuntutan dan kebutuhan pasar diidentifikasi dan membentuk persyaratan teknik. Karakteristik produk tidak akan diverifikasi kecuali memenuhi pelanggan harapan atau setidaknya kompatibel dengan atau melebihi itu. customermust memiliki kemauan untuk membayar sifat ini dan perbaikan. 3. Menggunakan dan Mengembangkan Kerja Tim Teknik biaya Target didasarkan pada penggunaan tim kerja untuk masing-masing produk dan operasi. Kerja tim terdiri dari anggota dengan keahlian spesialisasi yang berbeda dan fungsi yang terdiri dari; insinyur desain, manufaktur insinyur, perwakilan dari masing-masing produksi, penjualan dan pemasaran, pengadaan, akuntansi dan layanan purna jual fungsi, staf juga
mencakup perwakilan dari luar entitas tersebut sebagai anggota pemasok dan satu lagi untuk pelanggan, distributor dan pedagang besar dan pengecer dan bahan yang digunakan dan perusahaan pelayaran dan transportasi. Tim ini bertanggung jawab un tuk semua fase siklus hidup dari produk dalam arti luas. Berdasarkan ini, diketahui bahwa kerja tim tidak orang hanya multi berbakat yang berkontribusi keahlian dan kemampuan mereka, tetapi juga anggota yang bertanggung jawab penuh atas produk dalam semua tahap kehidupan siklus. 4. Mengurangi Biaya Siklus Hidup Produk Teknik biaya Target didasarkan pada mempelajari semua unsur biaya yang terkait dengan memiliki produk melalui semua tahap siklus hidupnya. Barang-barang ini termasuk purchaseprice, biaya bia ya operasi, persyaratan operasi, biaya pemeliharaan dan perbaikan p erbaikan di samping biaya disposalof produk di akhir ofits siklus hidup. Sasaran sistem biaya bertujuan pada doingso untuk mengurangi biaya siklus hidup produk. 5. Fokus pada Tahap Desain Produk Target teknik biaya bergantung pada operasi desain produk dan merancang proses produksi, yang merupakan elemen kunci dalam manajemen biaya. Oleh karena itu, berfokus pada tahap desain, dan mengurangi waktu untuk menempatkan produk di pasar, dengan pengecualian dari variabel mahal sebelum dan perubahan, yang mungkin menguras banyak waktu dan usaha jika mereka tidak dibuang awal. Hal ini terjadi karena penemuan akhir dari variabel-variabel ini dan penyimpangan yang tidak diinginkan pada periode akhir dari siklus hidup produk yang dapat mengakibatkan suatu biaya tinggi yang sulit untuk mengontrol. 6. Perhatian kepada semua Tahapan Rantai Nilai sistem biaya Target berdasarkan melibatkan perwakilan dari semua rantai nilai seperti pemasok, agen, distributor dan layanan purna jual yang ada dalam sistem target biaya. Tujuan ini untuk menyebarkan konsep dan upaya untuk mengurangi biaya atas semua rantai nilai melalui pengembangan kerjasama semangat dan pemahaman di antara semua anggota organisasi yang terkait dengan produk dari pemasok, produsen, pelanggan, agen dan penyedia layanan. Sistem biaya Target ini didasarkan pada konsep hubungan jangka panjang dan saling manfaat dalam jangka panjang antara pemasok dan semua anggota perwakilan dari semua rantai nilai. 2.3 Dimensi Keunggulan Kompetitif
Liu (2003) menekankan pada bahwa keunggulan kompetitif perusahaan berarti keuntungan perusahaan dari perspektif pasar dari produk yang akan membawa posisi yang lebih kompetitif untuk itu. Sementara Stevenson (2007) menekankan pada bahwa itu praktis bertujuan kebutuhan pertemuan pelanggan dan keinginan untuk memiliki perusahaan produk. Evans dan Collier (2007) menunjukkan bahwa itu adalah pengumuman kemampuan perusahaan untuk unggul dalam bidang pemasaran dan manajemen keuangan yang di atas semua prioritas oleh kemampuan perusahaan senior manajemen untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dia menunjukkan menun jukkan cara menyampaikan men yampaikan kepada k epada mereka me reka pada waktu yang tepat, selain
diperhitungkan tingkat kapasitas operasional perusahaan. Juga keunggulan kompetitif terlihat pada umumnya, sebagai penggunaan organisasi untuk kekuatan internal poin dari kinerja administratif dan fungsional, soit dapat mencapai fitur yang pesaing tidak bisa meniru atau meniru Pitts dan David, (1999). Perusahaan ini memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bila mampu mempertahankan tingkat keuntungan yang lebih tinggi daripada tingkat profitabilitas industri selama beberapa tahun melalui kemampuan untuk menghasilkan produk dengan biaya lebih rendah dibandingkan pesaingnya Hill dan Jones, (2008). Ini dari satu sisi dan dari sisi lain, target penetapan biaya dianggap sebagai dukungan teknis dari kegiatan organisasi selain bantuan dalam akses apa yang terbaik dengan menyediakan manajemen senior dengan yang diperlukan informasi untuk mengelola biaya, karena mereka mewakili sistem yang komprehensif keuntungan perencanaan, dan bekerja untuk mengurangi produksi biaya Abdel-El-Dayem, (2001). 2.4 Biaya Tradisional Vs. Sistem Biaya Target
Garrison et al. (2003) menggambarkan perbedaan antara pengaturan harga produk dengan menggunakan metode penetapan biaya tradisional dan target costing. Sistem biaya ditambah juga dikenal sebagai sistem biaya tradisional. perusahaan tradisional manufaktur tertarik dalam pendekatan “biaya-plus” untuk memperkirakan harga produk. Dalam “biaya- plus” proses manufaktur pendekatan ditentukan untuk mengidentifikasi total biaya komponen maka persentase laba ditambahkan untuk mengatur harga produk. Sebaliknya menargetkan costing menentukan biaya produk “diijinkan” dan memutuskan biaya diijinkan prosesnya dimulai dari harga pasar yang ditentukan oleh riset pasar dan direncanakan margin keuntungan yang diinginkan dikurangi dari harga jual untuk menentukan biaya yang diijinkan. Butcher & Laker (2000) mengatakan bahwa costing tradisional “dalam keluar pendekatan” dan target costing adalah “luar -dalam pendekatan”. Mengikuti aturan yang diberikan oleh Cooper (1995) yang digunakan dalam metode biaya tersebut. Target Costing: Target Harga Jual – Target Profit = Biaya Target Cost Plus Pricing: Biaya + Profit Margin = Harga Jual Perbedaan utama antara tradisional dan target biaya adalah target costing menggunakan harga didorong biaya pendekatan sementara costing tradisional berikut harga biaya didorong. Konsep biaya tradisional adalah bahwa biaya produksi suatu produk diidentifikasi pertama kemudian setelah pengembangan produk, harga jual ditetapkan. Namun dalam target costing harga jual dan laba yang diinginkan ditentukan produk pertama kemudian dikembangkan. Biaya tradisional ditambah pendekatan adalah dari tanggal dan target costing cocok dalam lingkungan bisnis yang tidak menentu saat ini. Biaya konvensional ditambah pendekatan mewakili sebagai “sistem tertutup biaya” sementara target costing merupakan sebagai “sistem biaya terbuka” (Ansari & Bell, 1997). Biaya ditambah metode masih populer di banyak perusahaan meskipun memiliki beberapa kritik. Metode ini populer di perusahaan karena mudah untuk menghitung, memerlukan informasi pasar minimal
dan penelitian. Kaplan & Cooper (1998) berpendapat bahwa biaya ditambah sistem tidak efektif untuk umpan balik atau informasi yang benar atau keterlambatan pelaporan, kurang kontrol, miskin pilihan biaya driver dll Bila metode ini dibandingkan dengan target costing maka beberapa perbedaan dapat diidentifikasi. Dari penelitian sebelumnya perbedaan umum antara target costing dan biaya ditambah pendekatan harga adalah sebagai di bawah:
Biaya metode produk desain tradisional pertama dan kemudian mencari tahu biaya produk sementara di target costing biaya target ditempatkan pertama dan kemudian produk dirancang untuk mencapai target biaya. Pertimbangan pasar tidak penting sebagai bagian dari perencanaan biaya dalam cost plus pricing pendekatan sementara target costing menganggap pasar yang kompetitif untuk mendorong perencanaan biaya. Biaya menentukan harga dalam metode cost plus pricing sementara harga menentukan biaya dalam target metode biaya. Desain adalah kunci dari pengurangan biaya dalam target biaya tetapi metode cost plus pricing mengabaikan desain produk. Akuntan biaya bertanggung jawab untuk pengendalian biaya di metode cost plus pricing sementara target costing karya dengan tim lintas fungsional untuk mengelola biaya. Pemasok yang terlibat dalam metode cost plus pricing setelah tahap desain produk, sehingga hal itu menunjukkan keterlibatan rendah dari anggota rantai pasokan dalam metode tradisional sementara pemasok yang terlibat dari awal tahap pengembangan produk di target costing, dan ini menunjukkan keterlibatan tinggi dari anggota rantai pasokan dalam target biaya. Melalui penggunaan target costing perusahaan dapat mengungkapkan operasi internal yang mungkin tersembunyi dalam metode biaya tradisional. Target penetapan biaya disebut sebagai metode biaya yang dipimpin harga dan metode biaya tradisional disebut sebagai biaya dipimpin harga. Harga pendekatan tradisional didasarkan pada langkah-langkah sebelumnya dalam proses dan ketika harga kenaikan biaya sering diangkat untuk mempertahankan margin keuntungan. Tapi target costing berkonsentrasi pada target biaya tidak pada menaikkan harga jual produk untuk mempertahankan tingkat keuntungan. Menargetkan penetapan biaya membangun harga jual sasaran sesuai dengan pelanggan, kebutuhan pasar dan persaingan sementara costing tradisional tidak memberikan banyak pentingnya pelanggan, kebutuhan pasar dan persaingan. Target biaya penggunaan rekayasa nilai, fungsi kualitas penyebaran dan alat-alat lain untuk mencapai target biaya tapi costing tradisional tidak termasuk alat tersebut. Dalam biaya pengurangan biaya metode tradisional jika diperlukan sesuai dengan konsumen dan kondisi kemudian untuk langkah-langkah pengurangan biaya diambil setelah dimulainya produksi sementara target costing fokus pada desain produk dan proses sebelum memulai produksi untuk mengurangi biaya atau biaya dikelola sebelum terjadinya. Metode biaya Target berfokus pada manajemen biaya jangka panjang sementara costing tradisional berfokus pada manajemen biaya jangka pendek. Dalam tradisional biaya kerjasama antara pemasar dan insinyur rendah karena insinyur mengembangkan produk dan departemen pemasaran menjual produk sementara target costing melibatkan setiap departemen untuk desain dan pengembangan produk.
2.5 Target Costing dan Strategi
Dalam strategi cara sederhana dapat didefinisikan sebagai rencana atau serangkaian aturan yang diperlukan untuk menyesuaikan keadaan masa depan yang tidak pasti dan termasuk tindakan sesuai dengan situasi. tingkat manajer atau kelompok manajer puncak memainkan peran penting dalam penciptaan strategi. Cooper (1996) menyatakan bahwa sistem yang efektif biaya manajemen yang dikembangkan untuk menghadapi perubahan kondisi kompetitif. Perusahaan tidak bisa lagi mempertahankan kondisi mereka atau mempertahankan keunggulan kompetitif dengan mengejar strategi kepemimpinan biaya atau diferensiasi. Dalam strategi biaya rendah atau biaya perusahaan strategi kepemimpinan mencoba untuk menjadi produsen biaya terendah tanpa berfokus kualitas produk sementara dalam diferensiasi perusahaan strategi berusaha untuk memproduksi kualitas dan fungsionalitas produk tinggi untuk orang kelompok berpenghasilan tinggi tanpa berfokus biaya produk. Di bawah lingkungan yang kompetitif strategi non-konfrontatif rendah, kepemimpinan biaya dan diferensiasi produk bisa sukses. Oleh karena itu, perusahaan telah pindah ke menggunakan strategi baru dalam lingkungan yang kompetitif yang “konfrontasi strategi” (Cooper, 1996). Perusahaan yang menerapkan strategi konfrontasi tidak menghindari persaingan. Ide dasar dari strategi konfrontasi adalah bahwa perusahaan harus bersaing di bawah konsep “survival triplet”. Strategi kompetitif perusahaan berhubungan erat dengan adopsi dari target costing (Ansari & Bell, 1997). Target costing adalah alat akuntansi manajemen strategis (Ewert & Ernst, 1999). Cooper dan Slagmulder (1997) dijelaskan bahwa target costing secara langsung berkaitan dengan organisasi “strategi kompetitif. Strategi konfrontatif adalah sekitar tiga bidang kompetitif utama kualitas, fungsi dan harga. manajemen konfrontasi pemikiran muncul selama abad ke-20 sebagai akibat dari meningkatnya persaingan modern. Ini adalah strategi di mana perusahaan dapat beroperasi secara internasional terhadap persaingan. Perusahaan yang mengadopsi strategi ini dapat mengembangkan produk dengan biaya rendah, kualitas tinggi dan fungsionalitas. Ini adalah strategi kompetitif karena perusahaan yang gagal untuk mengurangi biaya dengan cepat perubahan lingkungan dan pesaing akan melihat bahwa margin keuntungan sedang diperas dan keberadaannya dalam bahaya. Fitur atau kelangsungan hidup produk tiga triplet memainkan peran penting untuk kelangsungan hidup perusahaan di bawah strategi konfrontasi. Strategi persaingan konfrontatif menuntut integrasi biaya, kualitas dan fungsionalitas dan ini harus diterapkan secara konsisten untuk memenuhi kualitas yang sempurna dan fungsionalitas dengan harga yang sempurna. Strategi konfrontatif membutuhkan integrasi dari harga, kualitas dan fungsionalitas dan integrasi ini dapat memungkinkan perusahaan untuk merespon dengan cepat persaingan pasar (Cooper & Slagmulder, 1997). Beberapa studi sebelumnya menafsirkan konfrontasi sebagai strategi menghasilkan produk yang lebih murah dengan pengenalan dan pasokan tercepat. Hal ini sulit untuk bekerja sesuai strategi ini karena; sebuah perusahaan harus memiliki budaya belajar yang kuat. strategi kepemimpinan biaya rendah dan strategi diferensiasi produk yang digunakan dengan target costing karena ini adalah bagian dari strategi konfrontasi untuk mengambil keuntungan kompetitif yang berkelanjutan selama ketidakpastian. Perusahaan tidak bisa mengabaikan kualitas produk untuk menghasilkan produk dengan biaya serendah mungkin. Strategi konfrontasi didasarkan pada asumsi bahwa persaingan di pasar tidak dapat dihindari dan
strategi ini paling cocok dalam lingkungan kompetisi yang tinggi. Strategi yang dipilih oleh organisasi dipengaruhi oleh tekanan persaingan dan tekanan ini tidak sama untuk setiap perusahaan. strategi konfrontatif non seperti diferensiasi dan kepemimpinan biaya yang cocok di lingkungan intensitas kurang dari kompetisi. 2.6 Desain Produk dan Pengembangan Fase
Banyak peneliti menyatakan bahwa hingga 80 biaya% dari produk ditentukan selama fase desain. Dalam tahap ini kemungkinan pengurangan biaya besar dapat ditemukan. Target costing membagi proses pengembangan produk atau target costing terdiri dua tahap utama tahap pembentukan pertama dan tahap pencapaian kedua untuk pengembangan produk baru (Ansari & Bell, 1997). Tahap pertama adalah tahap tahap pembentukan atau perencanaan produk atau juga pengembangan konsep produk dan tahap uji kelayakan dan mendefinisikan posisi produk. Tahap kedua dari proses biaya target tahap pencapaian atau tahap pengembangan desain dan desain produk tahap ini selesai yang berakhir dengan tahap produksi. Tahapan desain dan pengembangan produk diklasifikasikan atas dasar keputusan dan fungsi mengenai produk. Menurut Amara (1998) ada empat fase desain produk dan pengembangan produk. fase ini adalah:
Perencanaan Laba dan Strategi Produk
Langkah ini berfokus dan mendefinisikan tujuan strategis dan keuangan perusahaan yang didasarkan pada tingkat yang direncanakan pengembalian dan rencana terkait pasar. Tingkat diinginkan pengembalian set sesuai dengan harapan pemegang saham dan harga produk pesaing.
Konsep produk dan Kelayakan
Dalam langkah ini konsep produk layak ditentukan. Fase ini menganggap atribut pelanggan dan biaya untuk merancang produk segar atau baru. Harga jual target langkah ini, menargetkan biaya dan hanyut biaya untuk produk baru ditentukan. Langkah ini tidak menentukan proses manufaktur tetapi analisis langkah ini konsep produk yang berbeda untuk menentukan konsep terbaik. Menurut Amara (1998) langkah ini meliputi permintaan pelanggan, metode manufaktur dan margin keuntungan yang diinginkan. Konsep produk fokus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atau kebutuhan dan setelah titik ini fungsi dari produk yang dianalisis. Berbagai faktor yang dipertimbangkan pada saat merancang produk seperti siklus hidup produk, persaingan, material, kinerja produk dll berbagai departemen “anggota yang memberikan kontribusi dalam konsep produk melalui pengetahuan fungsional mereka. Di bawah konsep produk dan tahap kelayakan, dianalisis bahwa biaya target dapat dicapai atau tidak.
Desain Produk dan Pengembangan
Pada langkah ini konsep produk Langkah kedua adalah disempurnakan untuk menambahkan fungsi lebih banyak dan mengurangi biaya produk. Tahap ketiga meliputi perbaikan proses dan juga dalam desain langkah ini produk dan manufaktur metode diselesaikan. Langkah ini meliputi penyebaran fungsi kualitas untuk membangun hubungan antara karakteristik kualitas dan permintaan pelanggan. proses manufaktur dianalisis untuk mengetahui apakah kebutuhan
pelanggan ekstra dapat disediakan tanpa menambahkan biaya besar. Kualitas fungsi alat penyebaran membantu dalam merancang produk secara efisien oleh upaya perbaikan. Setelah pembentukan desain produk untuk mencapainya alat rekayasa nilai digunakan dalam proses pengurangan biaya. pengurangan biaya tergantung pada proses manufaktur dan jenis produk. Menurut Amara (1998) konsep produk dianggap layak secara ekonomis ketika sebenarnya atau saat biaya pembuatan produk baru lebih rendah dari target biaya. Dalam kasus ketika sebenarnya atau saat biaya pembuatan produk baru lebih tinggi dari target biaya maka biaya produk dikurangi dengan proses manufaktur ditingkatkan. pengurangan biaya dapat dicapai dengan mengakui kapan dan di mana biaya terjadi.
Produksi dan Logistik
Produksi aktual dimulai ketika target biaya dianggap dicapai. Fase ini terutama melibatkan menerapkan proses manufaktur. Setelah pelanggan sering ini survei dapat dilakukan untuk menentukan perubahan pelanggan “kebutuhan dan memodifikasi produk sesuai. Pengembangan produk juga dapat dibagi menjadi empat fase kontinyu sebagai: perencanaan produk, desain dasar, desain rinci dan desain proses (Shimizu & Lewis, 1998). siklus ini dari empat fase secara efektif diulang jika ada perbaikan yang diperlukan untuk mencapai target biaya. Keempat fase memiliki aplikasi serupa seperti di atas menyatakan empat fase. Menurut Shimizu & Lewis (1998) semua empat fase ini digunakan untuk memastikan pencapaian target biaya dan empat ini dijelaskan seperti di bawah.
Tahap perencanaan produk: Atas dasar konsep, ukuran, berat, bentuk, warna dan kinerja yang diharapkan dari produk cetak biru kasar disusun. Ini cetak biru juga dipertimbangkan untuk target biaya penentuan. Fase ini membantu dalam penentuan lead produk atau waktu pengembangan dan kegiatan operasional. Fase desain dasar: Pada fase ini rencana mendasar tambahan untuk ide-ide desain produk dan pengurangan biaya potensial siap untuk dicapai dalam fase berikutnya. Fase desain rinci: Dalam produk fase ini rencana dasar diklasifikasikan lebih lanjut secara rinci untuk fungsi atau komponen produk. Dibandingkan fase ini dibuat antara cetak biru dan rencana dasar untuk setiap komponen dengan desain produksi. Proses desain: Pada tahap keempat atas dasar atas tiga cetak biru fase diubah menjadi produk akhir. Study Kasus Penggunaan Target Costing dan Metode Cost Plus Pricing pada o perusahaan
Jurnal 1:
Penelitian ini dilakukan pada Perguruan Tinggi Swasta Yordania. Penelitian tersebut mencoba untuk menghubungkan teknik target costing untuk keunggulan kompetitif dan kekuatan pada tingkat Perguruan Tinggi Swasta Yordania, terutama yang menarik siswa dari pasar internasional. Konsep teknik target costing ini yang relatif baru di lembaga pendidikan. Banyak lembaga pendidikan masih tidak menunjukkan cukup perhatian untuk menargetkan teknik biaya;
mereka tidak mau berusaha di bidang jasa modern karena alasan ketidakmampuan untuk mengontrol pasar dan keputusan harga serta biaya. Sementara, lingkungan yang kompetitif mempengaruhi biaya akuntansi yang diwakili oleh teknik terbaru manajemen sebagai teknik target costing , yang mana hal ini memungkinkan untuk mengurangi biaya. Penelitian ini adalah yang pertama dari jenisnya, yang terlihat pada sifat hubungan antara komponen teknik biaya target dan keunggulan kompetitif dari Perguruan Tinggi Swasta Yordania sebagai sebuah contoh. Hal ini mengacu pada dimensi dan komponen keunggulan kompetitif dalam bentuk Porter dikembangkan oleh Wiseman, yang ia sebut sebagai kekuatan pendorong strategis teori, yang dikembangkan untuk kelengkapan kerangka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara penggunaan target costing dengan keunggulan kompotitif. Ketika Perguruan Tinggi Swasta Yordania menerapkan metode target costing, ia mampu memperoleh keunggulan kompetitif dalam persaingan dengan perguruan tinggi lainnya.
Jurnal 2:
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan otomotif di Malaysia. Penelitian ini mengukur kemampuan perusahaan Malaysia terhadap pelaksanaan target costing terkait dengan jenis industri dan efektivitas strategi perusahaan. Untuk meneliti tujuan ini, industri otomotif Malaysia dipilih untuk mewakili berbagai perusahaan Malaysia bertindak dalam industri tersebut terutama di bagian dan komponen manufaktur. Tujuannya adalah terutama untuk mengukur bagaimana tahap pelaksanaan TC diadaptasi dari model teoritis Elmer (2006) sedang dipraktekkan. Tahap ini meliputi: (1) identifikasi karakteristik produk, (2) penentuan harga jual produk, (3) Perhitungan target biaya produk yang diijinkan, (4) target biaya alokasi untuk komponen produk, (5) menutup kesenjangan antara target biaya yang diijinkan dan estimasi biaya, dan (6) perbaikan terus-menerus. Survei kuesioner digunakan untuk mengumpulkan informasi divalidasi tentang praktik TC. RMM digunakan untuk menganalisis kemampuan perusahaan otomotif Malaysia terhadap tahapan pelaksanaan TC. Hasil secara umum mengungkapkan kemampuan diterima terhadap enam tahapan pelaksanaan TC kecuali beberapa kemampuan yang diperlukan untuk menindaklanjuti kegiatan TC. Dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan AS yang mengadopsi pendekatan TC, beberapa perbedaan yang jelas ditemukan. Hal ini dapat mencatat terutama dalam keterlibatan pemasok di tahap desain di mana untuk mencapai tujuan tergantung pada kerja tim dalam hubungannya dengan keterlibatan pemasok. Dengan melihat jenis industri, pembuat mobil memiliki kemampuan lebih tinggi dari pembuat suku cadang. Perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok ditemukan dalam menentukan harga penjualan produk. Selain itu, hasil memberikan beberapa dukungan untuk strategi konfrontatif direkomendasikan oleh Cooper (1995) untuk implementasi TC di mana sebagian besar perusahaan ditempatkan di atas item. Hal ini menunjukkan upaya yang terus menerus untuk menjaga kualitas produk dan fungsionalitas ketika mereka mengurangi biaya produk. Studi ini telah menambahkan ide baru untuk pengetahuan mengenai penggunaan berguna RMM dalam manajemen Penelitian akuntansi seperti penggunaan populer dalam penelitian pendidikan. Selain itu, studi ini memberikan bukti empiris pelaksanaan TC antara perusahaan Malaysia dan menentukan kemampuan mereka terhadap teknik ini.
Jurnal 3:
Salah satu studi pustaka juga membahas proses pengembangan produk dengan penerapan target costing, menghubungkan strategi dan sasaran metode biaya dan menyelidiki perbedaan mendasar antara pembiayaan yang sebelumnya dan sasaran metode biaya. Studi ini telah menjelaskan bahwa kedua pembiayaan dan metode target costing yang lama memiliki fitur yang berbeda. Metode biaya yang lama cocok dan populer sebelum tahun 1960 tetapi target lingkungan bisnis saat ini lebih baik daripada metode biaya yang lama. Filosofi dari target costing lebih baik untuk produksi dan pengembangan baru serta untuk produk yang sudah ada dari metode biaya yang lama. Di pasar yang kompetitif ini setiap produk didiferensiasi atau biaya kepemimpinan yang tidak tepat di lingkungan bisnis yang kompetitif ini menuntut kombinasi kedua strategi tersebut. Untuk penggunaan strategi konfrontasi, target costing lebih cocok karena target costing fokus pada setiap tiga dimensi produk. Studi ini menjelaskan bahwa strategi konfrontasi diperlukan di pasar saat ini untuk kelangsungan hidup perusahaan. Dalam perbandingan sasaran metode biaya yang lama penetapan biaya terbukti sebagai metode biaya kunci untuk pengembangan produk. Disimpulkan bahwa dalam pasar yang kompetitif strategi konfrontasi mungkin tepat dengan penerapan target costing karena dengan penggunaan target costing dalam proses pengembangan produk perusahaan dapat menjaga keseimbangan antara kualitas dan harga produk dan dapat dibuktikan sistem kunci untuk pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan. Akhirnya, diketahui bahwa target costing dengan strategi yang baik adalah cara yang lebih baik untuk mengurangi biaya produk baru dan untuk menyeimbangkan harga dan kualitas produk dari metode biaya yang lama.
BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN
Target costing merupakan suatu metode perencanaan dan manajemen biaya yang bertujuan untuk mengurangi biaya yang berkaitan dengan produk. Penggunaan metode target costing ini membantu perusahaan untuk dapat lebih bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain sejenis. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa penelitian yang dilakukan pada perusahaan internasional. Penelitian pada Perguruan Tinggi Swasta Yordania menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara target costing dengan keunggulan kompetitif. Ketika Perguruan Tinggi Swasta Yordania menerapkan metode target costing, ia mampu memperoleh keunggulan kompetitif dalam persaingan dengan perguruan tinggi lainnya. Penelitian lain juga dilakukan pada perusahaan di Malaysia dengan menggunakan perusahaan otomotif sebagai sampel yang ditujukan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menerapkan target costing. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa perusahaan otomotif di Malaysia telah memiliki kemampuan untuk menjalankan tahap pelaksanaan target costing dengan tetap menjaga kualititas produk meski dilakukan pengurangan biaya.
Di samping itu, suatu study pustaka yang dilakukan oleh Gurgaon (India) juga menyimpulkan bahwa dalam pasar yang kompetitif strategi konfrontasi mungkin tepat dengan penerapan target costing karena dengan penggunaan target costing dalam proses pengembangan produk perusahaan dapat menjaga keseimbangan antara kualitas dan harga produk dan dapat dibuktikan sistem kunci untuk pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan. Akhirnya, diketahui bahwa target costing adalah cara yang lebih baik untuk mengurangi biaya produk baru dan untuk menyeimbangkan harga dan kualitas produk dari metode biaya yang lama. DAFTAR PUSTAKA
Mjalli, Walled. 2012. The Relationship Between Target Costing and Kompetitif Advantage of Jordanian Private University. Vol.7. No. 8; April 2012. International Journal of Business and Management Sharaf, Hussein.2015. Using The Rasch Model to Mesure Malaysia Companies Capabilities Toward Target Costing Implementation. Vol. II, No. 5. 2015. Published by Canadian of Science and Education Kaur, Manmeet. 2014. Poising Between Price and Quality Using Target Costing. Volume 2, Issue 1
1. Pendahuluan Transformasi ekonomi dunia menciptakan peluang luar biasa dan tantangan yang signifikan untuk perusahaan. Dengan demikian, keunggulan kompetitif tertarik sejumlah besar peneliti, di mana beberapa dianggap target biaya sebagai tujuan strategis organisasi bisnis, di mana konstruksi dan promosi mengharuskan perusahaan untuk mengadopsi target costing teknik Ewert dan Emst, (1999). Hal ini diterapkan di banyak perusahaan Jepang, dimana industri Jepang mengembangkan beberapa metode dan konsep Amerika, memperoleh sifat baru sesuai dengan variabel lingkungan bisnis yang dihadapi industri ini. Para ahli industri Jepang mengembangkan Amerika apa yang disebut Value Engineering, dan ditransfer ke sistem dinamis untuk mengurangi biaya dan perencanaan profit, sambil memastikan kualitas dan mencapai keunggulan kompetitif. Lebih dari 80% dari industri di Jepang, seperti mobil, elektronik, peralatan mesin dan pencelupan, Target penggunaan biaya teknik Ansari dan Bell, (1997). Persaingan sengit perusahaan Yordania dan Arab dengan pasar global, menyebabkan penarikan beberapa dari pasar, dan lain-lain dipaksa untuk menerapkan metode modern biaya. Sistem biaya konvensional tidak lagi cukup untuk mengidentifikasi peluang untuk keberhasilan perusahaan dan kelangsungan hidup, tanpa menggunakan teknologi baru dimanajemen biaya. biaya konvensional tidak bisa menanggapi faktor lingkungan (ekonomi, sosial, teknologi, politik dan hukum) dan tidak memiliki kemampuan untuk mencapai pengendalian biaya dan pengurangan substansial dalam biaya Ansari et al, (2006).; Cooper dan Slagmulder, (2002); Cooper dan Chew, (1996). Di samping itu, Perguruan Tinggi Swasta Yordania mengadopsi target costing teknik dan aplikasinya sebagai teknologi yang mungkin mendukung keunggulan kompetitif dan mencapai
pengurangan yang signifikan dalam biaya baik dalam tahap desain produk atau awal menindaklanjuti Ibusuki dan Kaminski, (2007). Pentingnya penelitian berasal dari peran yang menargetkan biaya teknik bisa bermain dalam promosi keunggulan kompetitif, pada saat target biaya menjadi salah satu teknik yang paling penting dari biaya manajemen yang digunakan oleh Yordania Perguruan Tinggi Swasta dalam menanggapi persaingan dengan universitas lain, kebutuhan pelanggan, dan kendala dari lingkungan eksternal. Penelitian ini akan memberikan kontribusi pada aktivasi hasil yang dihasilkan dari penggunaan teknik biaya sasaran untuk meningkatkan persaingan. 2. Berdasarkan Literatur Ulasan dan studi 2.1 Sasaran Biaya Saat ini, kemajuan yang sangat kompetitif dan teknologi menjadi penting untuk kedua manufaktur dan jasa industri sebagai akibat dari kekurangan produk hidup dan berubah dalam kebutuhan pelanggan. Hal ini memerlukan organisasi untuk merangsang operasi bisnis yang cocok untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan mereka dan mengadopsi kebijakan harga yang sesuai. Harga atas dasar mempelajari dan menganalisis pasar lebih baru karena didasarkan awalnya pada dasar penelitian pasar untuk menentukan harga dan kemudian biaya dalam terang harga yang ditentukan setelah keuntungan ditentukan marjin bahwa organisasi keinginan Zeenat, (1995). Ide dasar dari sistem biaya target dianggap ide sederhana dan langsung. Target sistem biaya mengacu rencana untuk biaya rendah untuk produk baru dan menyediakan produk ke pasar dengan kualitas tinggi dan harga yang kompetitif bagi pelanggan untuk mencapai suatu keuntungan yang wajar. Hal ini dapat dicapai melalui tahap mengurangi biaya faktor produktif melalui produk kehidupan tahapan siklus dalam tahap perencanaan produk, dan desain, pengembangan. Namun, proses penyusunan menargetkan biaya ditandai dengan kompleksitas dan multi-faceted, sehingga sangat berguna untuk mengingat poin yang berbeda dari melihat untuk menggambarkan konsep target biaya. Al-Thahabi dan Al-Ghabban (2007) menggunakan konsep target biaya pada umumnya untuk menunjukkan bahwa teknik manajemen biaya yang berorientasi ke pasar seperti yang digunakan dalam menyajikan tahap produk dari siklus hidup produk dalam rangka meningkatkan profitabilitas dan produktivitas. Al-Suboo (2000: 44) mendefinisikan teknik target biaya sebagai salah satu alat manajemen biaya dalam kompetitif lingkungan karena target tiga unsur utama kompetitif yaitu: harga, kualitas, dan biaya, serta kreativitas. Mufti dan Sheikh (2005) didefinisikan sebagai salah satu perkenalan akuntansi manajemen yang digunakan dalam biaya manajemen untuk mengurangi biaya desain produk dan pengembangan dan menyediakan berbagai tinggi produk-produk berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Ewert dan Emst (1999) menggambarkannya sebagai strategis Pendekatan untuk manajemen akuntansi yang digunakan dalam pengelolaan biaya produk. Sementara Cooper dan Slagmuder (2002) menggambarkannya sebagai metode akuntansi untuk keuntungan masa depan managementby perusahaan termasuk target biaya jelas dalam proses pengembangan produk. Selanjutnya, Fouda (2007) dan Abdel-Al-Dayem (2001). Target Dianggap biaya sebagai titik masuk strategis dalam lingkungan manufaktur modern. Ini membantu perusahaan dalam merencanakan biaya rendah untuk produk baru dan menyediakan
produk ke pasar dengan kualitas tinggi dan kompetitif harga untuk pelanggan untuk mencapai keuntungan yang wajar dengan mengurangi tahapan biaya faktor produktif melalui tahap-tahap siklus hidup produk dalam tahap perencanaan produk, desain, pengembangan, dan penjualan. Dibandingkan dengan biaya tradisional akuntansi fokus organisasi yang lebih berorientasi pada memproduksi produk dan kemudian menentukan biaya. Kemudian organisasi akan mencoba untuk memulihkan biaya mereka dengan persentase keuntungan dengan menjual produk di pasar (Ansari, et al, 2006). Penerapan teknik target biaya di berbagai organisasi yang dirancang untuk mencapai tujuan sebagai berikut Al-Matarneh, (2008); Cooper dan Slagmuder, (2002); Robinson, (1999); Lee, (1994): 1. Memberikan kontribusi dalam mencapai margin keuntungan yang memuaskan bagi perusahaan, harga jual pesaing untuk produksi ini unit untuk memastikan dan mencapai tujuan strategis. 2. Memberikan produk bersaing dalam hal spesifikasi dan diperlukan kualitas, harga, waktu dan memenuhi kebutuhan penerima manfaat dan keinginan mereka dalam potensi keuangan mereka. 3. Memantau tahap siklus hidup produk, dan layanan purna jual. 4. Mengurangi biaya elemen produksi untuk produk untuk memastikan dan mencapai target profit. 5. Mencapai tujuan manajemen perusahaan dalam jangka panjang. Pendekatan konvensional manajemen biaya tidak kompatibel dengan layanan industri dan diperbarui lingkungan, karena mereka mencoba untuk mengendalikan biaya dan kualitas setelah selesainya memproduksi produk, mengakses ke titik dari keseimbangan sementara, dan berfokus pada lingkungan internal organisasi. Selain memecahkan hambatan dalam pandangan kumulatif dan tidak dengan gambaran, sebagai target biaya lebih yang tepat untuk memenuhi kebutuhan layanan dan lingkungan industri kontemporer yang mencapai integrasi tiga dimensi utama keunggulan kompetitif: kualitas, biaya dan waktu, sebagai perusahaan berusaha untuk memberikan produk untuk kondisi saat ini kondisi industri dan permintaan dan kondisi pasar melalui ini entri strategis Ansari et al., (2006). 2.2 Dimensi Target Costing Ansari et al. (2006) mengembangkan sebuah model yang menargetkan costing tergantung pada pencapaian laba yang tepat melalui perencanaan, menganalisis dan mempelajari kedua keuntungan dan biaya pada saat yang sama. Ini termasuk enam prinsip utama: 1. Kepemimpinan Target Harga Jual Harga yang kompetitif biasanya mengalami kondisi persaingan, kondisi permintaan dan penawaran dan faktor lainnya mengendalikan pasar. Target laba ditentukan oleh persyaratan keuangan organisasi dan kondisi industri milik perusahaan. Ini menyimpulkan bahwa unsurunsur pengendalian menentukan batas maksimum biaya yang terletak di lingkungan eksternal
perusahaan di bawah target biaya teknik, sebaliknya, sistem konvensional, yang terutama tergantung pada produksi faktor dalam lingkungan internal, prinisp ini terdiri dari dua sub prinsip. 2. Fokus pada Pelanggan Hal ini diperlukan untuk mengidentifikasi apa kebutuhan pelanggan, dan apa yang organisasi kompetitif lakukan sekarang, dan apa yang diharapkan untuk dilakukan dimasa yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Fokus pada pelanggan menyebabkan merampingkan dan memandu kegiatan rekayasa untuk mengembangkan dan membangun produk, di mana tuntutan dan kebutuhan pasar diidentifikasi dan membentuk persyaratan teknik. Karakteristik produk tidak akan diverifikasi kecuali memenuhi pelanggan harapan atau setidaknya kompatibel dengan atau melebihi itu. Pelanggan harus memiliki kemauan untuk membayar sifat ini dan perbaikan. 3. Menggunakan dan Mengembangkan Kerja Tim Teknik biaya Target didasarkan pada penggunaan tim kerja untuk masing-masing produk dan operasi. Kerja tim terdiri dari anggota dengan keahlian spesialisasi yang berbeda dan fungsi yang terdiri dari; insinyur desain, manufaktur insinyur, perwakilan dari masing-masing produksi, penjualan dan pemasaran, pengadaan, akuntansi dan layanan purna jual fungsi, staf juga mencakup perwakilan dari luar entitas tersebut sebagai anggota pemasok dan satu lagi untuk pelanggan, distributor dan pedagang besar dan pengecer dan bahan yang digunakan dan perusahaan pelayaran dan transportasi. Tim ini bertanggung jawab untuk semua fase siklus hidup dari produk dalam arti luas. Berdasarkan ini, diketahui bahwa kerja tim tidak orang hanya multi berbakat yang berkontribusi keahlian dan kemampuan mereka, tetapi juga anggota yang bertanggung jawab penuh atas produk dalam semua tahap kehidupan siklus. 4. Mengurangi Biaya Siklus Hidup Produk Teknik biaya Target didasarkan pada mempelajari semua unsur biaya yang terkait dengan memiliki produk melalui semua tahap siklus hidupnya. Barang-barang ini termasuk harga pembelian, biaya operasi, persyaratan operasi, biaya pemeliharaan dan perbaikan di samping biaya disposalof produk di akhir ofits siklus hidup. Sasaran sistem biaya bertujuan untuk mengurangi biaya siklus hidup produk. 5. Fokus pada Tahap Desain Produk Target teknik biaya bergantung pada operasi desain produk dan merancang proses produksi, yang merupakan elemen kunci dalam manajemen biaya. Oleh karena itu, berfokus pada tahap desain, dan mengurangi waktu untuk menempatkan produk di pasar, dengan pengecualian dari variabel mahal sebelum dan perubahan, yang mungkin menguras banyak waktu dan usaha jika mereka tidak dibuang dari awal. Hal ini terjadi karena penemuan akhir dari variabel-variabel ini dan penyimpangan yang tidak diinginkan pada periode akhir dari siklus hidup produk yang dapat mengakibatkan suatu biaya tinggi yang sulit untuk mengontrol. 6. Perhatian kepada semua Tahapan Rantai Nilai
Sistem biaya Target berdasarkan melibatkan perwakilan dari semua rantai nilai seperti pemasok, agen, distributor dan layanan purna jual yang ada dalam sistem target biaya. Tujuan ini untuk menyebarkan konsep dan upaya untuk mengurangi biaya atas semua rantai nilai melalui pengembangan kerjasama semangat dan pemahaman di antara semua anggota organisasi yang terkait dengan produk dari pemasok, produsen, pelanggan, agen dan penyedia layanan. Sistem biaya Target ini didasarkan pada konsep hubungan jangka panjang dan saling manfaat dalam jangka panjang antara pemasok dan semua anggota perwakilan dari semua rantai nilai. 2.3 Dimensi Keunggulan Kompetitif Liu (2003) menekankan pada bahwa keunggulan kompetitif perusahaan berarti keuntungan perusahaan dari perspektif pasar dari produk yang akan membawa posisi yang lebih kompetitif untuk itu. Sementara Stevenson (2007) menekankan pada bahwa itu praktis bertujuan kebutuhan pertemuan pelanggan dan keinginan untuk memiliki perusahaan produk. Evans dan Collier (2007) menunjukkan bahwa itu adalah pengumuman kemampuan perusahaan untuk unggul dalam bidang pemasaran dan manajemen keuangan yang di atas semua prioritas oleh kemampuan perusahaan senior manajemen untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dia menunjukkan cara menyampaikan kepada mereka pada waktu yang tepat, selain diperhitungkan tingkat kapasitas operasional perusahaan. Juga keunggulan kompetitif terlihat pada umumnya, sebagai penggunaan organisasi untuk kekuatan internal poin dari kinerja administratif dan fungsional, soit dapat mencapai fitur yang pesaing tidak bisa meniru atau meniru Pitts dan David, (1999). Perusahaan ini memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan bila dapat mampu mempertahankan tingkat keuntungan yang lebih tinggi daripada tingkat profitabilitas industri selama beberapa tahun melalui kemampuan untuk menghasilkan produk dengan biaya lebih rendah dibandingkan pesaingnya Hill dan Jones, (2008). Ini dari satu sisi dan dari sisi lain, target penetapan biaya dianggap sebagai dukungan teknis dari kegiatan organisasi selain bantuan dalam akses apa yang terbaik dengan menyediakan manajemen senior dengan yang diperlukan informasi untuk mengelola biaya, karena mereka mewakili sistem yang komprehensif keuntungan perencanaan, dan bekerja untuk mengurangi produksi biaya Abdel-El-Dayem, (2001). Setelah meninjau literatur penelitian, diketahui bahwa model (Porter) dapat diterapkan, yang dikembangkan oleh (Wiseman) dan dia menyebutnya, teori momentum strategis yang kuat, yang berguna dalam kompetitif lingkungan menjadi kerangka yang lebih komprehensif, ia memilih bergerak kompetitif organisasi dalam lima keunggulan kompetitif, diadopsi oleh penelitian ini sebagai dimensi untuk keunggulan kompetitif Zoubi, (2005, PP: 161-162):
Diferensiasi dan Kualitas Produk: Menambahkan karakteristik yang unik untuk produk organisasi akan memberikan daya tarik lebih kompetitif di pasar sasaran, mereka sangat penting untuk keberhasilan organisasi, dan untuk mencapai posisi kompetitif yang lebih baik Darwish, (2007) . Pentingnya keunggulan dan kualitas, dua tren yang berbeda telah muncul karena adanya mendefinisikan: dari pandangan organisasi; berarti sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, perspektif pelanggan; berarti tingkat layanan organisasi
dan bagaimana mencapai harga yang diinginkan pelanggan membayar untuk mendapatkan produk atau memilikinya. Krajewski dan Ritzman, (1999) menjelaskan bahwa ada dua keuntungan kompetitif treatedwith kualitas, yang kualitas desain dan kualitas yang cocok. Berdasarkan hal tersebut di atas, dua peneliti melihat bahwa kualitas mengacu pada serangkaian fitur dan spesifikasi yang dimiliki produk yang memberikan daya tarik kompetitif dari produk lain dan menjadi manfaat kepada pelanggan. Biaya Produk: Biaya produksi didefinisikan sebagai nilai dari apa yang perusahaan membayar untuk mendapatkan masukan dari berbagai produksi, seperti: biaya informasi, bahan baku dan tenaga kerja; biaya mengambil dua bentuk: Biaya Alternatif, mereka berarti nilai barang alternatif dibayar oleh organisasi, yang dapat diproduksi dengan sumber daya yang sama digunakan untuk produksi ofpresent barang, dengan penggunaan sumber daya ini dalam penggunaan alternatif terbaik; dan biaya pribadi untuk barang ini, dibagi menjadi dua bagian: Biaya semu, dan Biaya implisit Al-Qura’an, (2007). Berdasarkan atas, dua peneliti melihat bahwa mengurangi biaya untuk universitas swasta dapat dilakukan melalui: biaya penelitian dan pengembangan, pemasaran, biaya administrasi dan pengajaran dosen, mahasiswa, gedung administrasi dan laboratorium. Inovasi: Inovasi mengambil banyak bentuk harmonisasi dengan output yang datang dengan proses kreatif, yaitu Al-Skarna, (2005): Inovasi berarti setiap pembedaan datang dengan apa yang berbeda dari pesaing langsung dan lainnya, menciptakan sampel pasar dengan unik merespon kebutuhan melalui kreativitas. Inovasi datang dengan baru seluruhnya atau sebagian dalam pertukaran untuk situasi yang ada, sebagai sumber pembaharuan dalam rangka mempertahankan pangsa pasar perusahaan dan perkembangannya. Inovasi; kombinasi baru yang seperti meletakkan hal-hal lama dalam sintesis baru di bidang yang sama (Kombinasi dari hal-hal) atau memindahkannya ke tempat lain tidak digunakan sebelumnya. Pertumbuhan: Berarti ekspansi untuk mencapai tingkat tujuan melebihi apa yang telah dicapai di sebelumnya tahun, hal ini dilakukan dengan meningkatkan profitabilitas, atau meningkatkan jumlah pendapatan dari penjualan, atau peningkatan pasar share, atau perluasan pasar. Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan volume penjualan domestik mendorong permintaan domestik dalam tindakan untuk mengurangi harga atau menggunakan merek-merek terkenal dan meningkatkan volume penjualan ekspor, juga mereka ditentukan di sisi lain dengan jumlah pesaing, di mana kecil perusahaan negara seperti perusahaan Yordania mendorong lebih untuk mencari pasar luar negeri untuk meningkatkan pasar share, peningkatan penjualan saham organisasi untuk organisasi pesaing penjualan ‘Ergun dan Yilmaz,(2008). Aliansi: aliansi strategis global dikenal sebagai membentuk aliansi strategis antara kedua organisasi dengan keterampilan dan kemampuan untuk mencapai tujuan dan sasaran dari strategi, yang satu organisasi tidak dapat mencapai sendiri Wahyuni et al., (2007). Tujuan dari aliansi antara perusahaan yang menginvasi baru pasar, partisipasi pengetahuan, berpartisipasi dalam risiko, mengurangi biaya, dan mengurangi persaingan Hill dan Jones, (2008).
2.4 Studi Terkait
Al-Matarneh (2008) menunjukkan bahwa perusahaan industri Yordania tidak menerapkan target costing dan bahwa perusahaan memiliki elemen yang diperlukan untuk menerapkannya, bahwa ada sejumlah hambatan mencegah penerapannya seperti takut mengadopsi metode baru. Mufti dan Sheikh (2005) menyimpulkan bahwa tujuan yang paling penting dikejar oleh organisasi dalam menerapkan target costing adalah untuk mengurangi biaya dan meningkatkan daya saing, dan bahwa sebagian besar bagian menerapkan teknik ini adalah akuntansi, departemen produksi designand, juga bahwa ada beberapa perusahaan menerapkan teknik ini karena kurangnya pengetahuan tentang teknologi ini. Sementara Abdel-Dayem (2001) mengindikasikan bahwa target costing menggunakan informasi yang tersedia untuk manajemen biaya dalam tahap awal produk lingkaran kehidupan; memungkinkan perusahaan untuk mencapai target biaya tanpa mengorbankan keinginan pelanggan, dan menjaga kualitas produk akan mencapai keunggulan kompetitif, menyediakan produk ke pasar dalam waktu, juga gaya value engineering kontribusi untuk meningkatkan efektivitas biaya. Zeenat (1995) yakin bahwa metode ini dari target costing baik untuk aplikasi efisien dalam hal penetapan harga produk baru, terutama jika perusahaan tidak menikmati kebebasan yang besar dalam mengendalikan harga, seperti penelitian menjelaskan bahwa keberhasilan penerapan metode ini adalah signifikan dalam industri maquiladora. Perpustakaan Arab tidak memiliki studi yang berhubungan dengan Link subyek ‘antara target costing teknik (TC), dan keunggulan kompetitif, terutama studi lapangan, sebagai salah satu teknologi modern dalam lingkungan modernservices yang memenuhi suatu biaya manajemen yang efektif. Ibusuki dan Kaminiski (2007) menunjukkan bahwa mengandalkan sasaran teknik biaya, dan value engineering Metode dalam biaya pengelolaan sudah sukses dalam perusahaan, di mana itu mengarah untuk mengurangi biaya produk, dan mencapai kualitas dan spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dan strategi perusahaan. Ellram (2006) ditentukan bahwa pembelian bahan baku mempengaruhi secara positif dalam mencapai target costing. Cooper dan Chew (1996) ditentukan bahwa proses mengurangi biaya menggunakan metode target costing merupakan proses yang terintegrasi dilakukan oleh tim terpadu dari anggota perusahaan melalui re-desain produk, asalkan tidak mempengaruhi efisiensi fungsional dari produk. Kato dan Chow (1995) mencapai bahwa sebagian besar orang Jepang perusahaan yang telah menerapkan target penetapan biaya difokuskan pada penerapan konsep manajemen profitabilitas, mengingat target metode costing konsisten dengan sistem administrasi lainnya diterapkan dalam perusahaan. Fisher (1995) menetapkan bahwa tujuan utama dari penerapan target costing adalah untuk mengurangi biaya keseluruhan tanpa mengorbankan karakteristik kualitas produk, dan menggunakan aktivitas akuntansi biaya metode adalah elemen kunci ketika menerapkan target metode biaya, sehingga kita mendapatkan biaya yang lebih akurat untuk produk. Juga, Monden (1995) mencapai bahwa kurangnya metode yang tepat dari standar konvensional biaya metode untuk tujuan pengendalian biaya dalam lingkungan bisnis yang kompetitif modern, sebagaimana dimaksud keberhasilan target metode biaya, yang tergantung pada tren pasar, dan menyediakan jembatan antara pemasaran strategis dan pengendalian operasional, serta kemungkinan menggunakan metode yang berbeda untuk mencapai target costing seperti mengurangi jumlah bagian yang rusak dan mengurangi biaya alat dan peralatan dan menggunakan re-engineering metode. Selanjutnya, Kato (1993) mencapai bahwa metode biaya target tidak bekerja dalam
isolasi dalam perusahaan, tetapi ada cara untuk membantu tosupport penerapan methodwithin perusahaan, seperti nilai rekayasa, analisis rantai nilai dan biaya dikembangkan. Dari review di atas, berikut adalah melihat beberapa penelitian menganggap bahwa teknik biaya target sistem yang terintegrasi dengan sistem lain dan metode, juga bekerja dalam perusahaan sebagai (A.B.C), dan menerapkan biaya standar bukanlah pengganti untuk menerapkan metode target costing.
Kebanyakan penelitian difokuskan pada perencanaan dan desain produk dan tidak memberikan perhatian yang memadai untuk mempelajari biaya atau informasi yang mendukung kegiatan dan penelitian pemasaran, yang merupakan langkah pertama untuk menerapkan target teknik biaya. Penerapan teknik ini tidak memiliki tujuan tunggal, tetapi satu set tujuan, yang paling penting adalah untuk mengurangi biaya dalam proses perencanaan dan desain produk, diikuti dengan menekankan pada kualitas dan untuk mencapai pengiriman tepat waktu dari produk baik baru dan ditingkatkan. Ada kurangnya minat dalam studi tentang aspek teoritis dan praktis untuk masuknya target costing dan berbagai aplikasi, yang membawa harga produk. Beberapa studi sebelumnya dianggap thatthe sasaran tujuan utama teknik biaya adalah untuk mengurangi biaya produk dalam dua tahap desain dan pengembangan produk, sementara mempertimbangkan teknik target costing dari sudut sempit ini hanya kecil, sementara teknik ini dianggap lebih komprehensif dari itu dan itu adalah tidak terbatas pada dua fase desain dan pengembangan produk, tetapi merupakan metode terus mengurangi biaya seluruh siklus hidup produk, dengan mempertimbangkan peningkatan kualitas produk.
3. Pernyataan masalah Penelitian ini mencoba untuk menghubungkan teknik target costing untuk keunggulan kompetitif dan kekuatan pada tingkat tertentu Perguruan Tinggi Swasta di Yordania, terutama yang menarik siswa dari pasar internasional. Konsep target teknik biaya yang relatif baru di lembaga pendidikan. Banyak lembaga pendidikan masih tidak menunjukkan cukup perhatian untuk menargetkan teknik biaya; mereka tidak mau usaha di bidang jasa modern untuk alasan terkait ketidakmampuan untuk mengontrol pasar dan keputusan harga dan biaya. Sementara, lingkungan yang kompetitif mempengaruhi biaya akuntansi yang diwakili oleh update biaya manajemen sebagai teknik target costing, melalui yang menjadi mungkin untuk mengurangi biaya. Penelitian ini adalah yang pertama dari jenisnya, yang terlihat pada sifat hubungan antara komponen teknik biaya target dan keunggulan kompetitif dari Perguruan Tinggi Swasta Yordania sebagai sebuah contoh. Hal ini mengacu pada dimensi dan komponen keunggulan kompetitif dalam bentuk Porter dikembangkan oleh Wiseman, yang ia sebut sebagai kekuatan pendorong strategis teori, yang dikembangkan untuk kelengkapan kerangka. 4. Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sejauh mana Perguruan Tinggi Swasta Yordania menggunakan Target teknik dan dimensi keunggulan kompetitif biaya.
Selanjutnya penelitian ini akan mencoba mengidentifikasi paling dimensi penting yang menargetkan teknik biaya berdasarkan dalam membangun dan memperkuat kompetitif keuntungan dari Perguruan Tinggi Swasta Yordania. Penelitian ini akan menjawab dua pertanyaan berikut: 1. Apakah tingkat estimasi biaya yang diimplementasikan menargetkan dimensi di perguruan tinggi swasta Yordania menurut dengan manajer fungsional? 2. Apakah tingkat estimasi dimensi yang dilaksanakan membentuk keunggulan kompetitif di Yordania Perguruan Tinggi Swasta menurut manajer fungsional? 3. Penelitian Hipotesis 4. Tidak ada hubungan antara target costing dimensi teknik dan dimensi keuntungan Kompeitif. 5. Dimensi yang di atasnya teknik sasaran biaya berdasarkan tidak memiliki kemampuan prediksi dari kompetitif keuntungan dari universitas. 6. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif data sekunder dan primer. Berdasarkan penelitian sebelumnya dan ulasan teoritis, alat ini dikembangkan untuk menentukan dimensi yang membentuk target teknik biaya pengukuran dan keunggulan kompetitif. Hal ini juga tergantung pada analisis statistik sebagai akun keandalan Koefisien, (Cronbach Alpha), yang memberikan stabilitas tertinggi dan metode (Hewitt) yang memberikan kurang stabilitas di Selain koefisien korelasi, statistik deskriptif, berarti aritmatika, dan standar deviasi untuk masing-masing komponen biaya target teknik, dan dimensi keunggulan kompetitif.
Populasi dan Sampel penelitian
Populasi penelitian termasuk Perguruan Tinggi Swasta di Yordania yang (13) University. Daftar nama-nama universitas ini telah diperoleh dari website Departemen Pendidikan Tinggi dan Riset Ilmiah. Sampel dipilih dari pejabat unit departemen keuangan, yang bertanggung jawab untuk menentukan target biaya dan bagaimana menggunakannya dalam memperkuat pilihan advantages. Yang diinginkan kompetitif ini universitas adalah untuk: (1) pentingnya sasaran teknik biaya untuk itu; dan (2) ketersediaan subjektif mereka Data mencatat bahwa aktivitas ini universitas menguntungkan dapat meluas ke pasar Arab dan internasional, di selain pasar lokal. Tentang 50 kuesioner didistribusikan, dan 40 kuesioner diterima kembali.
Studi Desain dan Kuesioner
Untuk menjawab pertanyaan penelitian variabel berikut telah diukur: variabel (1) target costing, enam dimensi termasuk dalam kuesioner (kepemimpinan harga jual target, berfokus pada siswa, menggunakan tim kerja dan perkembangan mereka, mengurangi biaya siklus hidup spesialisasi di universitas, berfokus pada tahap desain spesialisasi universitas dan mengurus semua tahapan rantai nilai); (2) penilaian memperkuat keunggulan kompetitif, lima dimensi ditanyai (Excellence dan Kualitas Universitas Spesialisasi, Universitas Spesialisasi Biaya, Inovasi dan Kreativitas di Akademik Spesialisasi, Perluasan Spesialisasi Akademik, dan Aliansi). Kuesioner dikembangkan
berdasarkan Rankin, Knezek, Wallace, dan Zhang (2004). Bahkan, kuesioner direvisi dan diuji mengenai triangulasi dan validitas.
Uji Reliabilitas dan analisis koefisien konsistensi internal
Tabel 1 menunjukkan hasil indikator statistik tersebut yang kredibilitas dan konsistensi kuesioner. koefisien reliabilitas dihitung dengan cara Cronbach yang menunjukkan stabilitas yang tinggi dari estimator. Hewitt Metode juga tersirat dan hasilnya relatif tinggi. Nilai konsistensi transaksi (Cronbach alpha) untuk wilayah studi berkisar antara (0,70-0,80), semua nilai yang dapat diterima untuk aplikasi penelitian tujuan. transaksi Hewitt untuk bidang studi berkisar antara (50,26-152,86), yang nilai yang dapat diterima untuk penerapan tujuan studi. Sebuah analisis faktor dilakukan dengan menggunakan Confirmatory Factor Analysis dengan rotasi orthogonal dalam cara Varimax rotasi untuk mengukur derajat kejenuhan eachparagraph dari studi lapangan yang dimiliki saya t. Tabel menggambarkan derajat kejenuhan dari paragraf penelitian. Tampaknya bahwa pernyataan yang dimuat lebih dari (0.40) yang digunakan untuk mengukur variabel. Koefisien korelasi dihitung untuk menilai kredibilitas statistik indicatorof afiliasi disesuaikan untuk satu paragraf dari ukuran yang seharusnya milik itu adalah link yang tinggi, 0,43 kurang mereka. Dikoreksi koefisien korelasi diekstraksi dari setiap paragraf dalam target biaya dimensi sebagai meja 3 menunjukkan. Perlu dicatat bahwa semua link dengan dimensi paragraf mana mereka berasal relatif kuat.
Data Statistik
Beberapa teknik statistik telah diterapkan dalam penelitian ini seperti: 1) Analisis deskriptif seperti: Rata-rata dan standar deviasi. 2) Partial Korelasi Koefisien dan Regression Analysis digunakan untuk menguji hipotesis. Demi diskusi dan interpretasi hasil penelitian, para peneliti menerapkan pada data berikut persamaan untuk menghitung kisaran: Kisaran = (rata-rata tertinggi nilai-nilai rata-rata terendah) / (jumlah tingkat): (5-1) / (3) = 1.33 Oleh karena itu hasilnya akan seperti berikut: 1) Hasil antara (1 – 2.33) merupakan tingkat respon rata-rata minggu. 2) Hasil antara (2,34-3,67) merupakan tingkat respon rata-rata menengah. 3) Hasil antara (3,68-5) akan menjadi respon rata-rata tinggi 7. Temuan presentasi dan hasil diskusi 7.1 Analisis Deskriptif Tabel (4) menunjukkan bahwa proporsi manajer dalam sampel penelitian, yang berada dalam kelompok usia 49-40 tahun, mencapai persentase 35%, sedangkan persentase manajer pada kelompok usia 39-30 tahun adalah 26%. Itu persentase manajer dalam sampel penelitian pada
kedua kelompok usia 29-20 tahun dan 50 tahun dan lebih merupakan 24% dan 15%, masingmasing. Adapun tingkat pendidikan, Tabel (4) menunjukkan bahwa 80% ofthe manajer berpartisipasi memiliki Gelar universitas pertama (BA), sedangkan manajer memegang studi tinggi, yang mewakili 15%, juga Tabel (4) menunjukkan rendahnya persentase manajer yang memegang gelar diploma perguruan tinggi atau kurang, karena mereka mewakili 5%, sementara tidak ada perwakilan untuk Ph.D. pemegang dalam unit analisis. Dalam hal spesialisasi universitas (Major), 64% dari manajer berpartisipasi memegang gelar administrasi bisnis. Persentase manajer yang memegang gelar akuntansi yang 33%, sedangkan persentase manajer dari spesialisasi lainnya adalah 3%. Distribusi responden menurut totheir pengalaman di bidang spesialisasi disajikan pada Tabel (4) sebagai berikut: 50% responden memiliki pengalaman setara dengan lima tahun atau kurang, dan orang-orang dengan pengalaman (06/10) tahun adalah (30%), dan orang-orang yang pengalaman mereka adalah morethan atau sama dengan 11-15 tahun adalah 15%, sedangkan dengan pengalaman dalam pekerjaan mereka saat ini adalah 16 tahun dan lebih membuat 5% dari total sampel. Lebih dari setengah mereka memegang jabatan manajer keuangan (52%), persentase manajer yang memegang posisi direktur perencanaan dan kualitas yang 28%, sementara 54% dari responden adalah dari tingkat manajemen senior, dan 41% dari tingkat manajemen menengah, seperti yang ditunjukkan pada Tabel (4). Secara umum, persentase sebelumnya dapat disimpulkan bahwa anggota sampel dengan rata-rata usia dan tingkat pendidikan yang relatif tinggi, dan dengan spesialisasi ilmiah yang sesuai, memiliki cukup pengalaman, mereka khawatir dalam penggunaan teknik biaya target, yang memberikan indikasi bahwa diperoleh hasil terkait dengan dimensi teknik biaya target dan dimensi keunggulan kompetitif naik dengan tingkat kredibilitas profesional asthey adalah faktor yang memberikan credibilityto realitas universitas bekerja bahwa mereka bek erja. 7.2 Menjawab Pertanyaan Penelitian Sarana dan standar deviasi dari laporan mengenai kepemimpinan target harga jual sebagai salah satu dimensi target teknik biaya disajikan pada Tabel 5. Hal ini jelas dari meja bahwa semua pernyataan tinggi, sedangkan laporan atas kontribusi target teknik biaya untuk memperluas jumlah kursi di universitas di pasar rata-rata memiliki (4.28). Kontribusi target teknik biaya untuk meningkatkan pangsa pasar di pasar yang berbeda di mana universitas beroperasi rata-rata memiliki (4,27), untuk membantu universitas untuk menentukan target profit sesuai dengan persyaratan keuangan memiliki ratarata (4,18), dan untuk menentukan inaccordance target profit dengan kondisi pelayanan pendidikan tinggi memiliki rata-rata (4,09). Selanjutnya, dalam memberikan kontribusi untuk memperluas jumlah kursi di universitas di pasar, sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan dan membantu universitas memiliki rata-rata (4,00). Ini mendukung Ibusuki dan Kaminisk (2007); Ellram (2006); dan Zeenat, (1995) yang menekankan pentingnya Target Biaya Teknik pada harga produk baru, pembelian input, biaya produk yang lebih rendah, dan mencapai berkualitas bagi pelanggan ini memiliki positif merefleksikan dimensi keunggulan kompetitif dari perusahaan. Sisipkan Tabel 6- sini
Estimasi mengungkapkan pentingnya peran yang Kalkulasi Biaya Target Techniqueplays dalam memfokuskan pada klien (siswa), pada Tabel (6). Rata-rata keseluruhan adalah (4.08), terutama dalam hal berfokus pada pencapaian keunggulan pada harapan siswa, atau untuk merespon kebutuhan terbarukan dari mahasiswa, atau menanggapi siswa kebutuhan dalam hal kualitas pelayanan pendidikan dan untuk memenuhi harapan mereka. Ini mendukung Monden (1995) yang menunjukkan bahwa tidak pantas standar metode biaya konvensional untuk tujuan pengendalian biaya di lingkungan saing. Dia mengindikasikan bahwa metode sasaran biaya berhasil, karena tergantung pada tren pasar yang menyediakan jalan antara sebuah pemasaran strategis dan pengendalian operasional. Dalam hal menggunakan tim kerja dan mengembangkan mereka, estimasi disajikan pada Tabel mengindikasikan penting dari target teknik biaya. Salah satu dimensi yang paling dasar yang mendasari teknik biaya target menggunakan tim kerja, karena mereka bank informasi untuk universitas dan yang mempromosikannya jelas bahwa pengembangan spesialisasi universitas baru melalui tim kerja khusus dan berpengalaman dengan beragam tugas (akademik, administrasi, keuangan dan departemen teknis) terhadap daya saing secara geografis, atau melalui lulusan siswa anggota keterlibatan, anggota tersebut yang tua, berarti adalah antara (4,36) dan (3,73), diikuti oleh pentingnya melibatkan anggota pasar tenaga kerja di rata-rata tim withan dari (3,45). Proses prediksi dan harapan tren ekonomi masa depan dan gerakan pesaing yang paling faktor keberhasilan penting. Oleh karena itu, responden menekankan target peran teknik biaya dimainkan dengan mengikuti pembentukan tim kerja, yang setuju Ansari et al. (2006), karena mereka menunjukkan bahwa tim kerja harus termasuk perwakilan dari luar entitas. Mengenai penurunan biaya siklus hidup spesialisasi universitas, estimasi untuk sampel di Tabel (8) menunjukkan tingkat menengah persetujuan (2,50-3,49) di mana tanggapan mereka datang antara (2,73) dan (3.27), hasil ini menunjukkan kurangnya perhatian yang cukup dalam siklus hidup spesialisasi universitas, di mana Al-Matarneh (2008), Cooper dan Slagmulder (2002), Robinson (1999), Lee (1994) menunjukkan kebutuhan untuk memantau semua tahap siklus hidup produk, layanan purna jual untuk mencapai tujuan dalam jangka panjang. Dalam hal berfokus pada tahap desain spesialisasi universitas, meja menunjukkan bahwa ratarata adalah (2,99) meskipun peran yang dimainkan oleh teknik target biaya dalam kaitannya dengan aspek ini, tanggapan berkisar antara (2,82) dan (3.18). Hasil ini menunjukkan kurangnya perhatian yang cukup dalam merancang fase spesialisasi universitas, sementara Fouda (2007) dan Abdel-Dayem (2001) menganggapnya sebagai titik masuk strategis di lingkungan kerja modern yang membantu dalam perencanaan biaya rendah untuk produk baru, menyediakan produk ke pasar dengan kualitas tinggi dan harga yang kompetitif untuk pelanggan, mencapai keuntungan yang wajar dengan mengurangi biaya faktor produktif, dan mengembangkan berakhir dengan menjualnya. Akhirnya, mengurus semua tahapan rantai nilai, tabel menunjukkan bahwa secara keseluruhan rata-rata adalah (3,08), meskipun peran dimainkan dengan teknik target biaya dalam kaitannya dengan aspek ini, tanggapan berkisar antara (2,91) dan (3,27). Ini menunjukkan kurangnya perhatian yang memadai dalam rantai nilai, bertentangan dengan Kato (1993) saran. Lima dimensi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif yaitu: Keunggulan dan Kualitas Universitas
Spesialisasi, Universitas Spesialisasi Biaya, Inovasi dan Kreativitas dalam spesialisasi Akademik, Perluasan Akademik Spesialisasi, dan Aliansi. Sisipkan Tabel 11- sini Tabel ini menunjukkan bahwa universitas berusaha terus menerus mencoba mengurangi biaya langsung atau biaya yang terkait dengan mengajar, pendidikan, proses administrasi dan keuangan, yang benar-benar tujuan yang perguruan tinggi swasta mencari. Ini akan berdampak positif pada daya saing mereka dengan memberikan tingkat pelayanan pendidikan mereka untuk siswa dibandingkan dengan pesaing mereka. Dalam kaitan dengan dimensi Excellence dan Kualitas Universitas Spesialisasi, rata-rata didakwa persetujuan di tingkat tinggi, terutama dalam hal usaha dari universitas untuk membuat program- program pendidikan mereka ‘spesifikasi dan spesialisasi yang ditawarkan cocok dengan kebutuhan pasar. Ini artinya universitas sejalan dengan kebutuhan siswa. Dalam hal Universitas Spesialisasi Biaya, tanggapan pada Tabel 11 menunjukkan persetujuan di tingkat tinggi. Dengan kondisi persuasi universitas ‘untuk mengurangi tingkat spesialisasi menawarkan yang tidak menguntungkan, atau di jangka meningkatkan kinerja rata-rata harian untuk anggota fakultas dan untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk menggunakan teknologi, hasil menunjukkan persetujuan tingkat tinggi. Untuk kecepatan dari universitas untuk meluncurkan baru spesialisasi, penggunaan teknologi yang tersedia oleh pesaing, dan harga yang kompetitif adalah yang paling penting dimensi target costing yang menawarkan keunggulan kompetitif. Dalam hal Perluasan Universitas Spesialisasi dalam spesialisasi dan sesuai dengan pasar tenaga kerja, kebutuhan siswa, biaya, analisis, dan kecepatan mengakses kepada pelanggan, hasil showedthat ini adalah faktor yang paling penting dari target costing, yang membantu dalam meningkatkan jumlah mahasiswa Arab dan asing, menembus pasar baru, dan dengan demikian mencapai peningkatan laba dan pangsa pasar. Adapun aliansi dengan Arab dan universitas internasional, hasil menunjukkan ini sebagai yang paling dimensi penting dari keunggulan kompetitif. Hal ini meningkatkan daya saing perguruan tinggi dan antusiasme siswa untuk mendaftarkan diri di dalamnya. Juga aliansi akan meringankan beban administrasi dan keuangan. 7.3 Pengujian pertama utama Null Hipotesis H0 Yang menyatakan: Tidak ada hubungan antara dimensi teknik biaya target dan dimensi keuntungan kompetitif. Tabel 12 menunjukkan analisis korelasi dan regresi untuk semua faktor untuk menentukan kontribusi keseluruhan faktor-faktor ini. Ini adalah jelas dari meja bahwa ada enam kelompok faktor semua signifikan secara statistik. Komponen dimensi teknik di satu sisi, dan komponen dimensi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif yang berbeda terutama berkaitan dengan berfokus pada siswa. 7.4 Pengujian kedua H0 sub-hipotesis Yang menyatakan: Dimensi di mana teknik sasaran biaya yang mendasar tidak memiliki kemampuan prediksi dari keuntungan kompetitif dari universitas.
Korelasi internal di dalam masing-masing bidang yang lebih homogen, dan pengenalan korelasi ini dalam proses analisis lain untuk tujuan prediksi. Seperti yang terlihat dari Tabel 13, dengan fokus pada siswa sebagai dimensi dari target costing adalah kemampuan yang paling prediktif keunggulan kompetitif secara keseluruhan. Ini diikuti dengan sasaran kepemimpinan harga, sementara fokus pada tahap desain spesialisasi universitas tidak memiliki statistik yang signifikan dalam peningkatan kemampuan prediksi advantages.Findings kompetitif mengungkapkan pentingnya enam faktor target costing, di mana berarti adalah: (4.14, 4.08, 3.82, 3.08, 2.99, 2.92), masing-masing. Karena itu, departemen dan unit di universitas sampel memainkan peran penting dalam membimbing karyawan dan memotivasi mereka untuk menggunakan sasaran teknik dan perkembangan up-to-date biaya dalam manajemen biaya. Teknik biaya Target adalah alat untuk menyediakan data dan informasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan mengenai adopsi dimensi strategis keunggulan kompetitif. Mana aritmatika berarti dari dimensi (Excellence dan Kualitas Universitas Spesialisasi, Universitas Spesialisasi Biaya, Inovasi dan Kreativitas dalam Akademik Spesialisasi, Perluasan Spesialisasi akademik, dan Alliance) yang masing-masing (3.62, 3.30,3.34, 3.69, 3.56) dengan rata-rata keseluruhan = 3.46. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan dalam kekuatan dan tingkat signifikansi statistik dimensi dalam sumbu (target biaya dan meningkatkan keunggulan kompetitif) antara menengah dan tinggi, lihat Tabel 12. Ini berarti perbedaan faktor relatif dengan kemampuan prediksi dari dimensi ini. Faktor-faktor ini memberikan kontribusi setelah berfokus pada mahasiswa, ini adalah yang paling signifikan secara statistik dalam keunggulan kompetitif secara keseluruhan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 13. 8.Ringkasan Kesimpulan 1. Penelitian menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi Swasta Yordania mengadopsi target costing dengan rata-rata keseluruhan dari (3,48). Temuan menunjukkan bahwa perguruan tinggi swasta menikmati keuntungan kompetitif menengah den gan rata-rata (3.46); 2. Teknik biaya Sasaran dianggap salah satu teknik manajemen biaya oleh perguruan tinggi swasta, dan mereka berorientasi pasar, seperti yang digunakan dalam tahap menghadirkan produk dari siklus hidup produk untuk meningkatkan profitabilitas dan produktivitas dan mendukung proses pengambilan keputusan strategis; 3. perbedaan yang signifikan dalam kekuatan hubungan antara dimensi target biaya teknik dan dimensi memperkuat keunggulan kompetitif di P erguruan Tinggi Swasta Yordania; 4.Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa Perguruan Tinggi Swasta Yordania yang terhubung ke mereka lingkungan, karyawan bahkan mencari jawaban untuk masalah yang mereka hadapi dari sumber yang berbeda di dalam organisasi, pada saat yang sama mereka terbuka untuk lingkungan eksternal diwakili oleh eksternal masyarakat; 5.Kepemimpinan yang mendukung target costing peluang dimensionsusage dan pelatihan, terus belajar, dan menjaga sistem nilai, hadir dalam organisasi diteliti, namun masih ada ruang untuk perbaikan.
9. Rekomendasi Berikut ini adalah disarankan sebagai rekomendasi untuk perguruan tinggi swasta: 1. Aktifkan peran dimensi target teknik biaya lebih. 10. Mengurangi biaya siklus hidup spesialisasi universitas dan desain, mengurus semua tahapan rantai nilai dari organisasi perdagangan dunia. 11. Terbuka untuk dunia luar dan menghadapi keterbatasan ekonomi dan teknologi, membutuhkan perhatian lebih karena dampaknya pada keberlanjutan universitas, pertumbuhan mereka, dan kelangsungan hidup mereka. 12. Target Gunakan biaya dimensi teknik yang lebih untuk reducethe biaya pengembangan spesialisasi dan program ilmiah sesegera mungkin untuk memun gkinkan perguruan tinggi untuk meningkatkan keunggulan kompetitif mereka. 13. Mengembangkan unit administratif khusus dalam target aspek biaya dan dipercayakan dengan lebih luas dan lebih tugas yang luas dan fungsi dari departemen akuntansi. 6.Melatih karyawan dengan program untuk meningkatkan keterampilan dan pengalaman mereka dalam dimensi teknik target biaya untuk memenuhi persyaratan bekerja di lingkungan yang baru. 7. Untuk memberikan perhatian kepada dimensi yang telah mencapai keunggulan untuk universitas yang ada, dan untuk memperkuat keunggulan kompetitif melalui aktivasi teknik target costing, sebagai universitas yang beroperasi di atasnya memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi. 8. Untuk mempertimbangkan model hubungan internal sebagai model analisis jalur untuk mendeteksi hubungan kausal dalam sistem di Perguruan Tinggi Swasta Yordania. 9. Untuk melakukan studi lebih lanjut dan penelitian lapangan pada target teknik biaya untuk: mengurangi universitas ‘ biaya, meningkatkan keuntungan, dan meningkatkan keunggulan kompetitif. 10. Keterbatasan Studi Penelitian ini terbatas pada salah satu teknik manajemen biaya, yaitu: teknik biaya target dan mengukur dampaknya dalam meningkatkan keunggulan kompetitif pada kebijaksanaan manajer keuangan, perencanaan dan kualitas manajer, kepala departemen akuntansi dan biaya bagian di perguruan tinggi swasta karena kekhususan perguruan tinggi ini berkaitan dengan aspek keuangan. Penelitian ini melibatkan satunya Yordania Swasta Universitas dan tidak termasuk universitas Yordania lainnya. Hal ini terutama karena perbedaan kapasitas, kapasitas administrasi, keuangan dan teknis, dan tujuan universitas swasta dari masyarakat yang. 11. Rekomendasi untuk penelitian masa depan Penelitian di masa depan mungkin mencoba untuk mengaktifkan dimensi sasaran teknik biaya untuk mencapai kompetitif keuntungan dan mempromosikan universitas pada umumnya dan Perguruan Tinggi Swasta Yordania khususnya, serta memperkenalkan variabel dalam satu model atau lebih dari hubungan langsung dan tidak langsung sesuai dengan metode analisis jalur (Path Analysis). Kerjasama yang mengatur perguruan mengaktifkan dimensi target costing teknik untuk mencapai keunggulan kompetitif dan mempromosikannya suasana juga dapat menjadi daerah untuk penelitian di masa depan.
Menggunakan Model Rasch untuk Mengukur Kemampuan Perusahaan Malaysia menuju Pelaksanaan Target Costing
Hussein H. Sharaf-Addin, Normah Omar & Suzana Sulaiman Fakultas Ilmu Administrasi, Thamar University, Yaman Akuntansi Lembaga Penelitian dan Fakultas Akun tansi, Universiti Teknologi MARA, Malaysia Korespondensi: Hussein H. Sharaf-Addin, asisten dosen di Fakultas Ilmu Administrasi, Thamar Universitas, Yaman. Penulis saat ini tengah melakukan program PhD di Fakultas Akuntansi,Universiti Teknologi MARA (UiTM), Malaysia. E-mail:
[email protected] Menerima: 7 Agustus 2014
Diterima: 9 Oktober 2014 online Diterbitkan: 12 Februari 2015
doi: 10,5539 / ass.v11n5p33 URL: http://dx.doi.org/10.5539/ass.v11n5p33 Abstrak
Target Costing (TC) telah banyak dikenal sebagai teknik manajemen biaya untuk mengelola biaya produk selama tahap awal dari siklus hidup produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan Malaysia terhadap tahapan pelaksanaan TC yang terkait dengan jenis industri dan efektivitas strategi perusahaan. Di antara 380 perusahaan otomotif Malaysia, 48 terlibat dalam mengisi kuesioner yang meliputi enam konstruksi yang mewakili enam tahapan umum dari pelaksanaan TC diadaptasi dari Ellram (2006) model teoritis. Model Pengukuran Rasch (Rasch Measurement Model) digunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan diterima untuk perusahaan menanggapi tahap implementasi TC terutama pembuat mobil dan ketika mempekerjakan strategi konfrontasi, kecuali beberapa kemampuan yang diperlukan untuk menindaklanjuti kegiatan TC dalam mencapai tujuan pengurangan biaya. Semua enam tahapan memiliki tingkat yang berbeda dari pelaksanaan kesulitan, tahap 5 (menutup kesenjangan antara target biaya yang diijinkan dan estimasi biaya) adalah tahap yang paling sulit ketika tahap 3 (Perhitungan produk ‘target biaya yang diijinkan) dan tahap 1 (mengidentifikasi karakteristik produk) adalah yang paling mudah. Keterlibatan pemasok dalam memberikan alternatif desain yang paling sulit, sedangkan mengidentifikasi harapan pelanggan sebelum tahap desain adalah yang paling mudah untuk dilaksanakan. Penelitian ini telah memberikan bukti pelaksanaan TC di wilayah Malaysia dan menambahkan ide baru untuk pengetahuan mengenai penggunaan RMM dalam akuntansi manajemen penelitian. Kata kunci: target costing, industri otomotif, model pengukuran Rasch
1. Pengenalan
Target Costing (TC) telah diusulkan sebagai salah satu cara bahwa perusahaan dapat mengadopsi dalam memastikan produk dari segi harga, desain dan pengembangan. Ketiga unsur adalah perhatian utama TC dalam memastikan target dari produk-produk berkualitas tinggi dengan biaya yang lebih rendah dan waktu yang lebih singkat berdasarkan pasar-dorongan dasar dan berorientasi pada pelanggan. Dalam praktek TC, setelah harga jual ditentukan berdasarkan harga pasar, perusahaan harus mengembangkan produk dengan biaya yang dapat mencapai margin keuntungan yang dapat diterima. Namun, praktek terbaik dari TC tergantung pada Kemampuan Organisasi (OC) di mana fungsi organisasi digabungkan dengan tim lintas fungsional. Dalam literatur TC (mis Joshi, 2001; Swenson et al,. 2005; Kossoy et al., 2008; Huh et al., 2008), OC telah diakui sebagai faktor yang paling penting untuk TC keberhasilan implementasi. Dalam konteks Malaysia selama dekade terakhir, industri otomotif telah menanggapi tekanan persaingan global untuk memastikan keunggulan kompetitif mereka dan keberlanjutan antar pesaing global. Sebagai contoh, beberapa teknik akuntansi manajemen yang efektif seperti Just In-Time (JIT), Activity-Based Costing (ABC), Ramping Sistem produksi, Total Quality Management (TQM), dan Balance Scorecard (BSC) telah dibentuk (Hamood et al., 2011). Meskipun TC, sebagai salah satu teknik ini, adalah sangat penting khususnya untuk perusahaan otomotif, studi empiris langsung memeriksa pelaksanaan TC hampir tidak ada. Dengan melaksanakan TC, produk mereka bisa dibedakan dengan kualitas tinggi, harga yang dapat diterima, dan waktu pengiriman lebih pendek, sehingga dapat menciptakan nilai pelanggan mereka dan mempertahankan daya saing mereka di luar negeri. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan otomotif Malaysia yang terkait dengan jenis industri dan efektivitas strategi perusahaan terhadap tahapan pelaksanaan TC. Tahap ini adalah enam tahapan umum diadaptasi dari Elmer (2006) teoritis yaitu; (1) identifikasi karakteristik produk, (2) penentuan produk harga jual, (3) Perhitungan target biaya produk yang diijinkan, (4) alokasi target biaya untuk komponen produk, (5) menutup kesenjangan antara target biaya yang diijinkan dan perkiraan biaya , dan (6) perbaikan terusmenerus. Sisa studi ini disusun sebagai berikut: Bagian 2 memberikan gambaran tentang penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pelaksanaan TC di industri otomotif. Bagian 3 menyajikan metode penelitian disesuaikan dalam penelitian ini. Berikut ini, temuan studi disajikan dan dibahas pada bagian 4. Akhirnya, penelitian ini termasuk dalam bagian 5. 2. Tinjauan Pustaka TC dikembangkan oleh Toyota pada awal tahun 1960-an dan telah digunakan sejak periode itu oleh industri otomotif Jepang secara umum (Afonso et al., 2008). Ini telah ditinjau oleh akuntansi sebagai alat yang sangat baik untuk mengelola biaya produk dan jasa, dan paling banyak tercatat sebagai praktik untuk mendukung pengembangan produk baru (NPD) (Ellram, 2006). Cooper dan Slagmulder (1997) menggambarkan TC sebagai biaya umpan-maju teknik manajemen daripada teknik umpan balik tradisional yang digunakan untuk mengelola biaya produk selama proses produksi. Kato (1993) menekankan bahwa “… target costing bukan teknik pengurangan biaya sederhana, tapi sistem manajemen laba strategis “. Hal ini didukung oleh Cooper dan Slagmulder (1997) menyatakan bahwa jangka TC harus menjadi “manajemen biaya” dan bukan “pengurangan biaya”. Oleh karena itu, TC memungkinkan perusahaan untuk
mengelola biaya produk mereka dan target laba pada akhirnya masa depan dengan menentukan fitur produk ‘di mana produk harus diproduksi. Dihadapkan dengan semakin meningkatnya persaingan dalam industri otomotif di seluruh dunia, banyak dari industri sedang mencari untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan biaya yang lebih rendah (misalnya perusahaan Jepang seperti Toyota, Nissan, Matsushita, dan Daihatsu) (Cooper dan Slagmulder, 1997; Tanaka, 1993). Dengan demikian, mengadopsi TC terutama dimulai sebagai suatu teknik manajemen biaya untuk secara drastis mengelola fitur produk; biaya, kualitas, dan fungsi pada tahap awal dari siklus hidup produk. Namun, industri otomotif Jepang telah secara global menjadi lebih beragam produknya dan mereka berorientasi pada pasar dalam pertumbuhan mereka. Ini benar-benar membutuhkan siklus hidup produk yang lebih pendek dengan lebih fokus pada biaya yang terjadi pada setiap tahap kehidupan produk (perencanaan, desain dan manufaktur). Monden dan Hamada (1991) meneliti proses TC di perusahaan otomotif Jepang dan membagi dalam lima langkah sebagai berikut: (1) perencanaan perusahaan, (2) mengembangkan proyek produk baru tertentu, (3) menentukan rencana dasar untuk produk baru tertentu, (4) desain produk, dan (5) rencana transfer produksi. Melalui langkah-langkah ini, mereka menekankan peran efektif sistem akuntansi manajemen dalam menentukan sasaran keuntungan, target biaya dan perkiraan biaya. Selain itu, Ellram (2006) memberikan penjelasan mendalam tentang langkah-langkah TC dipraktekkan dalam perusahaan-perusahaan AS. Gambar 1 menunjukkan proses TC, langkah demi langkah dieksekusi di perusahaan-perusahaan AS. Dia menemukan hubungan yang sangat erat antara manajemen persediaan dan fungsi desain dalam praktek TC, terutama pada Langkah 1, 4, dan 5, yang kontras dengan fokus Jepang karena mereka membayar banyak perhatian pada sistem akuntansi manajemen dalam menetapkan TC (Monden & Hamada, 1991; Cooper dan Slagmulder, 1997). Tabel 1 menunjukkan bagaimana TC sedang dipraktekkan di antara industri otomotif dan apa variabel yang digunakan untuk menentukan penerapan praktek ini di perusahaan non-Jepang dibandingkan dengan penggunaan awal di perusahaan Jepang. Namun, proses pemesinan adalah penting dan banyak digunakan dalam industri mobil, dan persentase yang tinggi dari bagian produk telah komponen mesin dan dirakit untuk menghasilkan produk akhir (Gopalakrishnan et al., 2007). Sebagai akibatnya, biaya mesin mewakili porsi yang signifikan dari total biaya produk akhir, dan secara bersamaan tergantung pada proses pemesinan. Gopalakrishnan et al. (2007) juga menunjukkan bahwa pengurangan biaya dapat dicapai dengan desain yang tepat dan pemilihan parameter seperti proses pemesinan, alat, tenaga kerja, jenis mesin, bahan, dan berbagai faktor lainnya memotong. Namun, beberapa penulis telah diasumsikan bahwa TC hanya berlaku pada tahap awal dari siklus hidup produk. Sebagai contoh, Betis dan Fisher (1999) percaya bahwa TC yang harus diterapkan di awal siklus hidup produk berdasarkan proposisi bahwa biaya tetap setelah sebuah produk di bidang manufaktur. Selain itu, Monden dan Hamada (1991) disebutkan bahwa alasan utama pentingnya aplikasi TC di perusahaan otomotif Jepang adalah bahwa rasio biaya variabel total biaya telah meningkat sangat (sampai 90 persen) dan rasio langsung biaya bahan terhadap total biaya variabel adalah sekitar 85 persen. Hal ini menunjukkan peran penting dari manajemen untuk mengadopsi TC untuk mengendalikan biaya ini dibandingkan dengan biaya tetap.
Sebaliknya, Kocsoy et al. (2008) menemukan bahwa sekitar 70 persen dari perusahaan Turki menentukan TC untuk semua produk di lini produksi, 22 persen menentukan hanya untuk produk-produk baru, dan 11 persen menentukan hanya untuk bagian-bagian penting dari suatu produk. Ini mendukung temuan Rattray et al. (2007) yang menunjukkan bahwa TC tersebut digunakan perusahaan manufaktur Selandia Baru untuk semua produk yang ada. Selain itu, Ju et al. (2009) disajikan metodologi yang digunakan untuk kontrol TC selama tahap desain industri mobil Cina. Dalam studi mereka, metodologi yang dikembangkan terdiri dari dua langkah; estimasi target biaya dan realisasi target biaya. Untuk setiap langkah, model tertentu dikembangkan lebih lanjut. A Back Propagation (BP) jaringan saraf dikembangkan untuk memperkirakan target biaya berbagai desain pada tahap awal, sedangkan Genetik Algoritma dikembangkan untuk menyeimbangkan pengurangan target biaya dan kepuasan pemasok. Mereka melaporkan bahwa jika total biaya pengadaan menurun 2%, kepuasan pemasok rata-rata akan mampir 4,17%, dan dalam hal ini, perusahaan mobil harus waspada terhadap potensi risiko yang disebabkan oleh pemasok. Demikian pula, awal studi yang dilakukan oleh Ibusuki dan Kaminski (2007) mengusulkan suatu metodologi untuk Proses Pengembangan Produk (PDP) dalam industri otomotif yang bertujuan untuk menggabungkan TC dan VE. Mereka menemukan bahwa VE dan TC adalah proses yang saling melengkapi dan mengidentifikasi beberapa poin positif bahwa kunci keberhasilan integrasi ini. Namun, membenarkan gagasan bahwa sementara VE membantu untuk mengidentifikasi di mana pencapaian pengurangan biaya bisa, TC menunjukkan sasaran yang ingin dicapai sehingga untuk memastikan rencana strategis keuntungan jangka panjang dari sebuah perusahaan. Tabel 1. Sasaran aplikasi biaya di industri otomotif Dalam studi perbandingan TC Jepang-Jerman, Horvath dan Tani (1997) menemukan bahwa pengurangan biaya adalah tujuan paling penting diikuti oleh pengembangan produk berorientasi pasar dan pengurangan lead time tanpa mengorbankan kualitas tinggi dari produk. Selain untuk pentingnya partisipasi tim lintas fungsional pada praktek TC di semua negara, akuntan manajemen atau pengendali memiliki peran penting daripada yang lain di perusahaan otomotif Jerman. Kesimpulannya, melalui tinjauan literatur, dapat dikatakan bahwa variable digunakan dalam membangun pelaksanaan TC terutama yang melibatkan unsur-unsur yang berasal dari prinsip-prinsip TC; price-led, customer-focused, design-centered and cross-functional.
3. Metodologi Penelitian 3.1 Contoh
Industri otomotif Malaysia terpilih untuk melaksanakan penelitian ini. Di antara 380 perusahaan otomotif Malaysia, 48 perusahaan otomotif yang terlibat dalam survei kuesioner berdasarkan Malaysia Otomotif Institute (MAI). Memilih industri otomotif adalah percaya diri lebih cocok dalam praktek TC terutama di hal praktek ini telah awalnya dikembangkan dalam industri tersebut.
3.2 Pengumpulan Data
Kuesioner dirancang untuk mengumpulkan data numerik yang berkaitan dengan enam konstruksi diidentifikasi mewakili enam tahap umum pelaksanaan TC. Menggunakan distribusi tangan, beberapa kunjungan ke sampel perusahaan, dan masih banyak lagi diskusi tentang tujuan studi dan bagian kuesioner selama banyak pertemuan dengan focus kelompok manajer yang relevan dilakukan. Seiring dengan kuesioner yang disebarkan, kunci informan CEO / GM / COO / MD, manajer senior dan eksekutif yang relevan adalah unit analisis diberitahu. Melalui 515 kuesioner dibagikan kepada 26 kelompok fokus. Setelah selang tujuh bulan, total 201 kuesioner dikumpulkan, 11 dari mereka berasal dari pembuat sepeda motor, 72 dari pembuat mobil, dan sisanya 118 dari Parts dan pembuat komponen. Sejak perusahaan Motorcycle belum dibahas dalam literature Ulasan dalam penelitian ini, 11 kuesioner dibatalkan. Selain itu, karena jawaban tidak dapat digunakan untuk beberapa pertanyaan dan penuh / bagian parsial yang belum selesai, yang lain 14 kuesioner tersingkir. Sebagai hasil dari ini, jumlah tanggapan diturunkan menjadi 176 mencapai tingkat respon bersih 34%. 3.3 Analisis Data
Model Pengukuran Rasch (RMM) yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur pelaksanaan TC menyeluruh tahap yang uni-dimensi dari kemampuan perusahaan otomotif Malaysia ketika memutuskan untuk menerapkan pendekatan TC. Dalam studi sebelumnya tidak ada temuan TC, telah menawarkan wawasan tentang keandalan konstruk dan kontrol kualitas TC implementasi dengan menggunakan RMM. Oleh karena itu, penelitian ini memberikan kontribusi untuk penelitian TC dengan memberikan informasi dasar tentang penilaian validitas konstruk item yang dikembangkan dalam kaitannya dengan tahap pelaksanaan TC. Menurut asumsi RMM, pertanyaan Likert dikembangkan untuk mengukur kemampuan responden umumnya dikenal sebagai “uni-dimensi” yang merupakan asumsi dasar dari RMM. Oleh karena itu, 36 item dikembangkan dalam kaitannya dengan tahapan pelaksanaan TC telah dibuat kuesioner untuk mengukur kemampuan perusahaan otomotif Malaysia. Karena, dalam konteks penelitian ini, semua 36 pertanyaan menggunakan skala Likert dari 0 “tidak yakin” untuk 5 “sangat tinggi” dengan konteks yang sama, varian paling populer RMM diketahui sebagai Rasch Rating Scale Model (RRSM; Andrich, 1978) digunakan untuk menganalisis data. Analisis Rasch dilakukan dengan menggunakan software WINSTEPS (Linacre, 2005) yang dimulai dengan perkiraan besar untuk item dan orang. Dalam metode tersebut, statistik fit dilaporkan sebagai mean-square (MNSQ) residual, yang memiliki perkiraan distribusi Chisquare dan t standar (Linacre, 2005, hal. 12). Untuk membangun kehandalan dan kontrol kualitas dalam menangani tujuan studi, sifat psikometrik dasar dari tindakan dibangun tahap pelaksanaan TC dibahas di bawah ini. Fokusnya akan terbatas pada implikasi dari dua penting masalah: (1) Barang Statistik Fit dan (2) Barang Differential Berfungsi (DIF) untuk tahap pelaksanaan TC. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Statistik Fit
Dalam mengukur kemampuan perusahaan otomotif Malaysia terhadap diadaptasi enam pelaksanaan tahapan TC, statistik fit dari 36 item diperiksa menggunakan RMM. RMM menyarankan menggunakan statistik fit Chi-square untuk menentukan kecocokan dari data empiris dengan model (Obligasi & Fox, 2007). Program analisis RMM biasanya melaporkan statistik fit sebagai dua rasio Chi-square yaitu: Infit dan Outfit berarti statistik persegi (Wright, 1994; Wright & Masters, 1982; Obligasi & Fox, 2007). Item outfit MNSQ itu antara 1,48 dan 0,70 logit, sedangkan Infit MNSQ adalah antara 1,39 dan 0,72 logit. Ini mendukung uni-dimensi di mana hasil Rasch Prinsip Analisis Komponen diungkapkan bahwa varians dijelaskan oleh tindakan (30,4%) telah cocok dengan yang diharapkan (30,8%), dan tak terduga perbedaan dijelaskan dalam kontras pertama hanya 7,6% kurang dari 10,9%. Oleh karena itu, data sesuai model dimana estimasi tindakan Rasch berhasil. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2 juga, pakaian yang lebih tinggi MNSQ 1,48 dan 1,40 logits diidentifikasi untuk item 20 “Alokasi S4c_TC berdasarkan departemen secara” dan konten 17 “S3e_using TC rumus populer”. Hasil ini didukung alokasi TC berdasarkan departemen dalam tahap (4) dan menggunakan rumus TC pada tahap (3) yang item bermasalah, sangat tak terduga. Karena hanya satu item terlihat menjadi outfit, ini menunjukkan perbedaan sedikit atau variasi dari RMM menurut Linacre (2010). Karena Infit MNSQ dari kedua item di bawah 1,4 logit dan masing-masing mendapat titik positif -ukuran korelasi (PTMEA CORR.) di atas 0,3 logit, kedua item dipertahankan. Untuk menentukan apa definisi struktural pelaksanaan TC tahap item yang mengukur barang polaritas, kecocokan barang dan uni-dimensi merupakan indikator spesifik keprihatinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keandalan yang tinggi item dan orang, 0,93 dan 0,90 logits berturut-turut. Indeks konsistensi internal untuk 36 item itu 0.99 logit, Cronbach-α untuk 176 responden adalah 0,93 logit dengan standard error 0,07 logit untuk masing-masing. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa pemesanan yang sama penempatan orang adalah wajar jika analisis serupa dilakukan pada sampel ini menggunakan satu set item yang mengukur fenomena yang sama. Setelah mendiagnosis data, 176 responden dan 36 item ditransformasikan untuk memesan responden ke dalam kontinum kemampuan langkah-langkah dari tahap pelaksanaan TC dan dukungan barang masing-masing. Langkah kalibrasi dari 36 item menunjukkan cocok untuk model; sulitnya barang yang didistribusikan dari 0.88 ke -0,89 logit dengan rata-rata error 0,11 logit. Seperti yang diharapkan, dapat diberitahu bahwa partisipasi 30 item “S5h_suppliers dalam memberikan alternatif desain dari produk “(Mean = 0,88 logit) dan angka 9” harga S2d_determin berdasarkan partisipasi pemasok dalam memberikan awal estimasi harga jual “(Mean = 0.68 logit) adalah yang paling sulit untuk disahkan. Di sisi lain, item 2 “S1B Identifikasi harapan pelanggan sebelum tahap desain” (Mean = -0,89 logit) dan barang 33 “S6b Kaizen Costing untuk perbaikan terus-menerus dalam proses produksi” (Mean = -0,69 logit) item yang paling sulit. 4.2 Differential Item Functioning (DIF)
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa jenis sampel perusahaan industri diklasifikasikan menjadi dua kelompok: Pembuat Mobil (Grup 1, N = 67) dan Suku Cadang dan pembuat Komponen (Group 2, N = 109), Differential Item Functioning (DIF) analisis adalah penting untuk menetapkan validitas di dua kelompok. analisis DIF dijalankan melalui persamaan item
memperkirakan untuk dua kelompok. Ditunjukkan hasil analisis DIF dengan garis yang menunjukkan interval kepercayaan 95%. Investigasi item di luar garis kontrol, memberikan deskripsi item berdasarkan perbedaan logits, standard error bersama, t-statistik dan probabilitas. Semua item dianggap sangat bermasalah sebagai DIF logit dari setiap item lebih dari 0,5 logit berdasarkan pedoman dari Obligasi & Fox (2007). Dalam kasus ini, item mudah untuk kelompok 1 adalah angka 16 “menghitung biaya yang dikeluarkan setelah harga jual target dan sasaran laba telah ditentukan – tahap 3 “(DIF = 1,12, Ƥ <0,005). Sebaliknya, item 8 “penentuan harga berdasarkan negosiasi dengan pelanggan utama – tahap 2 “(DIF = 1,21, Ƥ <0,005) lebih mudah untuk kelompok 2. Hal ini menunjukkan bahwa penentuan harga berdasarkan negosiasi dengan pelanggan utama adalah sulit bagi para pembuat mobil untuk diimplementasikan. Dengan kata lain, harga dari pembuat mobil tersebut dianggap tetap dan hanya ditentukan berdasarkan kondisi pasar tanpa mengacu kepada pelanggan utama mereka. Namun, ini benar-benar kontras dengan konsepsi utama TC karena harga produk adalah bahwa pelanggan bersedia membayar dan terdiri dengan Metode penetapan harga kompetisi berorientasi diperiksa oleh Kocsoy et al. (2008). Metode ini dari Crow (1999) komentar seperti dikutip oleh Ibusuki dan Kaminski (2007) adalah komponen dari langkah harga berbasis pasar yang sesuai dengan TC pelaksanaan. Di sisi lain, menghitung TC diijinkan setelah penentuan harga jual dan target profit dipandang sulit bagi Parts dan pembuat komponen. Itu berarti TC produk diijinkan tidak terkait dengan penentuan target harga dan keuntungan antara Suku Cadang dan pembuat komponen. Oleh karena itu, ada kesalahpahaman antara Parts dan pembuat komponen terhadap rumus TC karena mereka bergantung sepenuhnya pada estimasi biaya tapi TC tidak diijinkan. Hal ini didukung dengan Outfit tinggi MNSQ item tersebut menunjukkan kesalahpahaman mereka tentang bagaimana rumus TC praktis bekerja. Mengingat temuan ini merangkum pandangan TC pelaksanaan item berbeda dengan kontras DIF lebih dari 1.00 logit, ditegaskan bahwa angka 8 dan angka 16 memenuhi kriteria ini direkomendasikan oleh Obligasi & Fox (2007). Butir 8 sebagai item kinerja “penentuan harga berdasarkan negosiasi dengan pelanggan utama” tampaknya sulit untuk kelompok 1 dan mudah untuk kelompok 2. Sementara itu, angka 16 adalah barang kinerja “diijinkan menghitung Biaya sekali harga jual target dan target profit sudah ditentukan “tampaknya mudah untuk kelompok 1 dan satu-satunya yang paling sulit untuk kelompok 2. 5. Kesimpulan Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengukur kemampuan perusahaan Malaysia terhadap pelaksanaan TC terkait dengan jenis industri dan efektivitas strategi perusahaan. Untuk meneliti tujuan ini, industri otomotif Malaysia dipilih untuk mewakili berbagai perusahaan Malaysia bertindak dalam industri tersebut terutama di bagian dan komponen manufaktur. Tujuannya adalah terutama untuk mengukur bagaimana tahap pelaksanaan TC diadaptasi dari Elmer (2006) model teoritis sedang dipraktekkan. tahap ini meliputi: (1) identifikasi karakteristik produk, (2) penentuan harga produk jual, (3) Perhitungan produk target biaya yang diijinkan, (4) target biaya alokasi untuk komponen produk, (5) menutup kesenjangan antara target biaya
diijinkan dan estimasi biaya, dan (6) perbaikan terus-menerus. Survei kuesioner digunakan untuk mengumpulkan informasi Divalidasi tentang praktik TC. RMM digunakan untuk menganalisis kemampuan perusahaan otomotif Malaysia terhadap tahapan pelaksanaan TC. Hasil secara umum mengungkapkan kemampuan terhadap enam tahapan pelaksanaan TC kecuali beberapa kemampuan yang diperlukan untuk menindaklanjuti kegiatan TC. Misalnya, partisipasi pemasok dalam kasus produk re-desain (Tahap 5), penentuan harga (tahap 2) dan identifikasi karakteristik (tahap 1) ditemukan paling sulit untuk diimplementasikan. Selain itu, rumus populer TC dan alokasi TC berdasarkan departemen sebagai pusat biaya yang menemukan item lebih bermasalah dalam tahap pelaksanaan TC. Dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan AS mengadopsi TC Pendekatan, beberapa perbedaan yang jelas yang ditemukan. Hal ini dapat mencatat terutama dalam keterlibatan pemasok di tahap desain di mana mencapaian tujuan tergantung pada kerja tim dalam hubungannya dengan keterlibatan pemasok. Dengan melihat jenis industri, pembuat mobil memiliki kemampuan lebih tinggi dari Suku Cadang dan pembuat komponen terhadap semuatahap item TC. Perbedaan yang signifikan secara statistik antara kedua kelompok ditemukan dalam menentukan produk harga penjualan. Selain itu, hasil memberikan beberapa dukungan untuk strategi konfrontatif direkomendasikan oleh Cooper (1995) untuk implementasi TC di mana sebagian besar perusahaan ditempatkan di atas item berarti dalam orang-peta item. Hal ini menunjukkan upaya yang terus menerus untuk menjaga kualitas produk dan fungsionalitas ketika mereka mengurangi biaya produk. Studi ini telah menambahkan ide baru untuk pengetahuan mengenai penggunaan RMM berguna dalam Penelitian manajemen akuntansi seperti populer dalam penggunaan penelitian pendidikan. Selain itu, studi ini memberikan bukti empiris pelaksanaan TC antara perusahaan Malaysia dan menentukan kemampuan mereka terhadap teknik. Seperti studi lain, ada beberapa keterbatasan yang harus ditangani dalam penelitian masa depan. Pertama, ukuran sampel terbatas pada industri otomotif. Selain itu, penelitian ini hanya yang bersangkutan pada tahap implementasi TC tanpa berfokus pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan TC. Untuk keterbatasan ini, sangat dianjurkan untuk penelitian masa depan untuk melibatkan studi kasus beberapa untuk kekayaan pengalaman yang cukup dari peserta yang berbeda. Akhirnya, dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) sangat penting untuk digunakan untuk menguji pengaruh faktor relatif pada pelaksanaan TC. KESEIMBANGAN ANTARA HARGA DAN KUALITAS MENGGUNAKAN TARGET
COSTING
Manmeet Kaur
Asisten Profesor in Commerce Pemerintah. Perguruan tinggi, Sektor -14, Gurgaon [India] Abstrak
Selama akhir tahun sasaran penetapan biaya diterima sebagai cara yang lebih baik untuk pengembangan produk baru. Metode biaya target digunakan untuk mengontrol biaya tahap awal produk. Makalah ini membahas empat tahap proses pengembangan produk dengan menggunakan target costing . Makalah ini menjelaskan strategi yang tepat dalam lingkungan bisnis yang kompetitif dan penggunaan strategi dalam target costing dengan zona kelangsungan hidup dan makalah ini juga menyajikan bagaimana target costing lebih baik daripada metode biaya yang lama untuk pengembangan produk dalam lingkungan bisnis saat ini. Akhirnya, makalah ini menyajikan bahwa target costing adalah cara yang lebih baik untuk mengurangi biaya produk baru dan untuk menyeimbangkan harga dan kualitas produk dari metode lama. Pendahuluan
Jepang berada dalam kesulitan di tahun 1930-an setelah Perang Dunia Kedua sehingga mereka bekerja untuk menemukan pemikiran baru mengenai sasaran biaya. Sekarang ini perusahaan barat juga perlahan-lahan memperkenalkan target costing untuk proses pengembangan produk mereka karena kompetisi sengit di pasar saat ini. Target costing telah berhasil diterapkan di industri proses perakitan. Menurut Cooper dan Slagmulder (1997) sasaran biaya adalah alat yang efektif untuk kedua biaya langsung seperti bahan dan tenaga kerja dan biaya tidak langsung seperti pengurangan biaya overhead selama tahap pengembangan produk. Target costing telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur besar Jepang seperti Nissan Motor Company, Toyota Motor Corporation, Sony Corporation dan di negara-negara lain banyak pemimpin pasar seperti Kodak, Boeing, Mercedes, Chrysler dan Goodyear (Kato, 1993). Target penetapan biaya itu digunakan oleh 100% dari produsen mobil Jepang dan 80% perusahaan perakitan Jepang, tetapi hanya 40% dari perusahaan USA yang menggunakan sasaran biaya (Helms et al., 2005). Namun, hanya 30% dari perusahaan-perusahaan Eropa yang sedang menerapkan target costing (Ansari et al., 2007). Ellram (2000) melaporkan bahwa otomotif, peralatan elektronik, perangkat komputer dan produk konsumen produsen menggunakan sasaran metode biaya. Banyak penelitian sebelumnya melaporkan bahwa sebagian besar menargetkan penetapan biaya diterapkan selama tahap awal pengembangan produk meskipun prinsip-prinsip metode ini juga dapat diterapkan pada tahap berikutnya tetapi metode ini jarang diterapkan pada tahap akhir dari siklus hidup produk. Cooper (1994) mengidentifikasi bahwa metode sasaran biaya digunakan untuk kegiatan manufaktur saja. Fisher (1995) menemukan target costing hanya berfokus pada biaya produksi. Tulisan ini meneliti bahwa target costing telah diadopsi di seluruh dunia terutama oleh mobil atau produsen mobil untuk meningkatkan kualitas, proses dan kepemilikan persediaan. Target costing memiliki banyak keuntungan dan kelemahan yang menarik karena kelemahan yang mudah untuk dihilangkan dibandingkan dengan metode biaya yang sebelumnya. Metode ini lebih baik daripada metode biaya lama untuk pengembangan produk. Menurut penelitian sebelumn ya metode target costing lebih cocok bagi perusahaan yang tercakup sebagai: industry yang beriorentasi produksi massa kontras dengan industri produk proses yang berulang-ulang menghasilkan produk yang seragam dan produk industri berat dengan diversifikasi lini produk. Target costing dapat digunakan dengan strategi yang tepat untuk hasil yang lebih baik. Metode ini dapat dengan mudah diimplementasikan dengan menggunakan strategi yang baik. Target costing diterapkan pada tingkat rendah di sektor jasa karena sifat industri tidak dapat sepenuhnya cocok dengan target costing . Sakurai (1989) disebutkan bahwa peningkatan permintaan konsumen dan pemendekan siklus hidup produk adalah alasan untuk penerapan target costing dari metode biaya yang lama di Jepang.
Konsep Target Costing
Target costing adalah metode perencanaan dan manajemen biaya dan tujuan target costing adalah pengurangan biaya. Cooper (1995) melaporkan bahwa praktek target costing yang dikenal sebagai Genka-Kikaku dalam bahasa Jepang dan digunakan oleh produsen Jepang untuk mengontrol biaya produk selama pengembangan produk. Target penetapan biaya awalnya digunakan oleh perusahaan-perusahaan mobil Jepang untuk menghasilkan produk masa depan yang saling baik oleh desainer dan pemasok dan itu menyeimbangkan biaya terendah dan yang terpenting adalah kepuasan. Target costing tidak benar-benar berasal dari biaya melainkan adalah program yang luas untuk mengurangi biaya (Kato, 1993). Slogan “Set target; mencapai target; mempertahankan target “digunakan dalam sasaran-biaya (Cooper, 2002). Produsen mobil Jepang Toyota diasumsikan bahwa harga jual produk ditentukan oleh kekuatan pasar (Tanaka, 1993). Saat ini teknik ini dikenal sebagai target costing dan rumus terkenal digunakan untuk menghitung target biaya adalah: Target / Sell Price Attainable – Target Profit = Target / Allowable Cost
Persamaan di atas berkaitan dengan memutuskan biaya target yang dicapai pada saat pengembangan produk untuk mewujudkan margin keuntungan yang cukup jika produk masuk ke pasar. Target biaya menetapkan target biaya dengan mengurangi target margin keuntungan dari harga target dan perusahaan menentukan harga jual target di mana suatu produk dapat dijual di pasar. Menurut Garrison et al. (2006) Target costing menentukan batas biaya yang diijinkan untuk produk baru dan kemudian mengembangkan produk baru yang dapat menguntungkan. Sebuah harga pasar untuk produk ditentukan pertama kemudian dengan mengurangi keuntungan yang diperlukan dari target biaya harga pasar yang ditentukan, setelah produk ini dirancang dan dikembangkan dalam biaya maksimum yang diijinkan. Target sistem biaya beroperasi pada tahap pengembangan produk baru melalui mekanisme yang sangat kompeten untuk merencanakan, mengelola dan mengurangi biaya dengan kerjasama dari banyak kelompok di seluruh organisasi. Proses sasaran biaya memulai manajemen biaya pada tahap pertama dari pengembangan produk di seluruh siklus hidup produk dengan secara aktif melibatkan seluruh rantai nilai (Ansari et al., 1999). Ini terutama menekankan pasar dan kebutuhan pelanggan. Target costing adalah disiplin yang menekankan pemahaman yang lebih baik dari kompetisi, pasar dan kebutuhan pelanggan dalam hal kualitas, produk, fungsi, pengiriman, waktu dan harga. Target penetapan biaya diakui sebagai alat untuk mengendalikan biaya dan menghasilkan produk yang memastikan bahwa produk akan memberikan nilai tambah bagi pembeli dan pada saat yang sama untuk perusahaan menciptakan keuntungan yang diinginkan. Target costing lebih peduli tentang manajemen biaya jangka panjang, itu adalah bagian dari manajemen biaya yang lebih luas, mengkoordinasikan kegiatan desainer produk dan dapat dianggap sebagai sistem akuntansi manajemen strategis.
Aturan utamanya dari target costing adalah “target biaya tidak pernah dapat terlampaui” (Cooper dan Slagmulder, 1999). Cooper dan Slagmulder (1997) dijelaskan bahwa titik inti dari target costing konsep adalah estimasi harga jual dicapai dengan margin keuntungan target yang akan digunakan untuk menentukan biaya yang diijinkan untuk produk baru. Metode ini membutuhkan kreativitas, komitmen, dan keterbukaan dalam bekerja dan juga dukungan pemasok. Target costing memiliki keberhasilan pelaksanaan dalam industri otomotif dan manufaktur dalam mengurangi biaya dan meningkatkan nilai (Cooper dan Slagmulder, 1997). Layak (1991) mengatakan bahwa penggunaan target costing mengurangi biaya pembuatan produk. Hiromoto (1988) mengidentifikasi target costing adalah alat yang berkelanjutan untuk perusahaan Jepang di pasar global selama kompetisi tahun 1980. Penulis yang berbeda setuju bahwa target costing adalah kegiatan yang bersangkutan dengan estimasi seiring biaya dan revisi (Fisher, 1995); interaksi serius di antara pegawai, perancang produk dan penerimaan pegawai (Iwabuchi, 1992) dan manajer proyek berpengaruh kuat atas keputusan pengembangan utama (Kato, 1993). Semua kegiatan ini mengurangi biaya produksi dan juga berpengaruh positif pada produktivitas. Target biaya adalah proses manajemen untuk menyelesaikan kesenjangan antara dua tingkat biaya produk dari aspek yang berbeda: (1) biaya di mana perusahaan dapat menyediakan produk dengan mengambil margin keuntungan yang cukup dan (2) biaya yang memungkinkan perusahaan untuk menjual produk dalam persaingan pasar untuk konsumen. Cooper dan Slagmulder (1997) menyatakan bahwa target costing sebagai sistem di mana pasar, kualitas dan fungsi produk yang dipertimbangkan ketika biaya produk untuk menghasilkan tingkat keuntungan. Harga produk yang paling tepat diputuskan atas dasar jumlah dari biaya dan margin keuntungan yang diinginkan untuk memperoleh penghasilan yang cukup dengan menutup semua biaya. Sasaran biaya bukan teknik biaya kuantifikasi melainkan program pengurangan biaya lengkap mulai bahkan sebelum persiapan pertama dari produk (Kato, 1993). Ini adalah pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi biaya produk baru di seluruh siklus hidup mereka dan juga memenuhi kebutuhan konsumen dalam hal kualitas dan keandalan antara lain memeriksa semua ide yang mungkin berkaitan dengan pengurangan biaya di perencanaan, pengembangan dan prototipe tahap (Kato, 1993). Target costing adalah metode manajemen biaya yang berorientasi pada pelanggan dan pasar (Kato, 1993). Target costing bukan teknik pengurangan biaya sederhana namun sistem manajemen laba lengkap dengan strategis (Kato, 1993). Satu-satunya cara untuk menetapkan harga adalah memulai dengan kesediaan pasar untuk membayar (Hansen & Mowen, 2003). Beberapa penulis berkomentar bahwa target costing bukan teknik biaya melainkan adalah sebuah metode untuk manajemen biaya yang efisien. Metode Target costing memaksa manajemen untuk mengubah pandangan mereka mengenai hubungan antara biaya, harga dan profitabilitas penjualan. Target costing berfokus pada penghapusan biaya yang dihindari tanpa mengorbankan nilai produk. Target costing adalah teknik manajemen biaya bukan metode produk biaya. Biaya Tradisional Vs. Sistem Target Biaya
Garrison et al. (2003) menggambarkan perbedaan antara pengaturan harga produk dengan menggunakan metode penetapan biaya tradisional dan target costing . Sistem cost plus pricing juga dikenal sebagai sistem biaya tradisional. Perusahaan tradisional manufaktur yang tertarik dalam pendekatan “cost-plus” untuk memperkirakan harga produk. Dalam “cost-plus” proses manufaktur pendekatan ditentukan untuk mengidentifikasi total biaya komponen maka
persentase laba ditambahkan untuk mengatur harga produk. Sebaliknya menargetkan biaya menentukan biaya produk yang “diijinkan” dan memutuskan biaya yang diijinkan yang mana prosesnya dimulai dari harga pasar yang ditentukan oleh riset pasar dan direncanakan margin keuntungan yang diinginkan dikurangi dari harga jual untuk menentukan biaya yang diijinkan. Butcher & Laker (2000) mengatakan bahwa biaya tradisional ” pendekatan dalam ” dan target costing adalah ” pendekatan keluar “. Mengikuti aturan yang diberikan oleh Cooper (1995) yang digunakan dalam metode biaya tersebut. Target Costing: Target Harga Jual – Target Profit = Biaya Target Cost Plus Pricing: Biaya + Profit Margin = Harga Jual Perbedaan utama antara tradisional dan target costing adalah target costing menggunakan pendekatan price driven costing sementara biaya tradisional menggunakan cost driven pricing . Konsep biaya tradisional adalah bahwa biaya produksi suatu produk diidentifikasi pertama kemudian setelah pengembangan produk, harga jual ditetapkan. Namun dalam target costing harga jual dan laba yang diinginkan ditentukan kemudian produk pertama dikembangkan. Pendekatan cost-plus sudah tidak berlaku dan target costing cocok dalam lingkungan bisnis yang tidak menentu saat ini. Perbedaan antara penghitungan biaya tradisional dan target costing ditunjukkan pada gambar berikut. Gambar 1: Biaya dengan penambahan markup atau biaya tradisional dibandingkan target costing Sumber: Diadaptasi dari Rybkowski (2009) Pendekatan cost-plus konvensional mewakili sebagai “sistem tertutup biaya” sementara target costing merupakan “sistem biaya terbuka” (Ansari & Bell, 1997). Metode cost plus masih populer di banyak perusahaan meskipun memiliki beberapa kritik. Metode ini populer di perusahaan karena mudah untuk menghitung, memerlukan informasi pasar minimal dan penelitian. Kaplan & Cooper (1998) berpendapat bahwa sistem cost plus tidak efektif untuk umpan balik atau informasi yang benar atau keterlambatan pelaporan, kurang kontrol, miskin pilihan biaya dan lain-lain. Bila metode ini dibandingkan dengan target costing maka beberapa perbedaan dapat diidentifikasi. Dari penelitian sebelumnya perbedaan umum antara target costing dan pendekatan cost plus pricing adalah sebagai di bawah:
Biaya metode produk desain tradisional pertama dan kemudian mencari tahu biaya produk sementara di target costing biaya target ditempatkan pertama dan kemudian produk dirancang untuk mencapai target biaya. Pertimbangan pasar tidak penting sebagai bagian dari perencanaan biaya dalam pendekatan cost plus pricing sementara target costing menganggap pasar yang kompetitif untuk mendorong perencanaan biaya. Biaya menentukan harga dalam metode cost plus pricing sementara harga menentukan biaya dalam metode target biaya. Desain adalah kunci dari pengurangan biaya dalam target biaya tetapi metode cost plus pricing mengabaikan desain produk.
Akuntan biaya bertanggung jawab untuk pengendalian biaya di metode cost plus pricing sementara target costing karya dengan tim lintas fungsional untuk mengelola biaya. Pemasok yang terlibat dalam metode cost plus pricing setelah tahap desain produk, sehingga hal itu menunjukkan keterlibatan rendah dari anggota rantai pasokan dalam metode tradisional sementara pemasok yang terlibat dari awal tahap pengembangan produk di target costing , dan ini menunjukkan keterlibatan tinggi dari anggota rantai pasokan dalam target biaya. Melalui penggunaan target costing perusahaan dapat mengungkapkan operasi internal yang mungkin tersembunyi dalam metode biaya tradisional. Target penetapan biaya disebut sebagai metode biaya yang dipimpin harga dan metode biaya tradisional disebut sebagai biaya dipimpin harga. Pendekatan harga tradisional didasarkan pada langkah-langkah sebelumnya dalam proses dan ketika kenaikan harga biaya sering diangkat untuk mempertahankan margin keuntungan. Tapi target costing berkonsentrasi pada target biaya tidak pada menaikkan harga jual produk untuk mempertahankan tingkat keuntungan. Menargetkan penetapan biaya membangun harga jual sasaran sesuai dengan pelanggan, kebutuhan pasar dan persaingan sementara biaya tradisional tidak memberikan pentingnya pelanggan, kebutuhan pasar dan persaingan. Penggunaan target biaya rekayasa nilai, fungsi kualitas penyebaran dan alat-alat lain untuk mencapai target biaya tapi biaya tradisional tidak termasuk alat tersebut. Dalam pengurangan biaya, metode biaya tradisional jika diperlukan sesuai dengan konsumen dan kondisi kemudian untuk langkah-langkah pengurangan biaya diambil setelah dimulainya produksi sementara target costing fokus pada desain produk dan proses sebelum memulai produksi untuk mengurangi biaya atau biaya dikelola sebelum terjadinya. Metode sasaran biaya berfokus pada manajemen biaya jangka panjang sementara biaya tradisional berfokus pada manajemen biaya jangka pendek. Dalam biaya tradisional kerjasama antara pemasar dan pegawai rendah karena pegawai mengembangkan produk dan departemen pemasaran menjual produk sementara target costing melibatkan setiap departemen untuk desain dan pengembangan produk.
Kelangsungan hidup Triplet / Zona kelangsungan hidup
Cooper dan Slagmulder (1997) mengungkapkan tiga karakteristik produk yang dikenal sebagai zona kelangsungan hidup atau survival triplet dan memainkan peran penting dalam keberhasilan perusahaan. Kelangsungan hidup triplet terdiri dari sudut pandang internal sebagai produsen perspektif dan titik eksternal dilihat sebagai perspektif pelanggan. Tiga fitur produk dari sudut pandang pelanggan sebagai kelangsungan hidup triplet adalah harga produk, kualitas produk dan fungsionalitas produk sementara dari sudut pandang produsen ini adalah biaya produk, kualitas dan fungsionalitas. Oleh karena itu, tiga karakteristik produk seperti kembar tiga kelangsungan hidup yang berkualitas, fungsi dan biaya / harga. Cooper dan Slagmulder (1997) menegaskan tiga survival fitur produk terkait yang memainkan peran penting dalam membentuk keberhasilan perusahaan. Zona hidup produk menunjukkan minimal dan maksimal dari tiga unsur kualitas, fungsi dan harga. Perusahaan harus memutuskan maksimum layak dan minimum yang diijinkan harga / biaya, kualitas dan fungsionalitas. Cooper dan Slagmulder (1997) menggambarkan bahwa tingkat minimum yang diizinkan dari kualitas dan fungsi memiliki nilai terendah dan
tingkat layak maksimal baik kualitas dan fungsi memiliki nilai tertinggi dari karakteristik produk untuk konsumen. Fungsionalitas minimum yang diizinkan adalah bahwa titik fungsi di mana pelanggan tidak memilih produk sementara fungsi layak maksimum adalah bahwa titik fungsi di mana itu akan menjadi mahal bagi perusahaan untuk mempertahankan pelanggan dengan harga tinggi. Terlepas dari kualitas dan fungsionalitas harga maksimum adalah harga jual tertinggi produk yang akan diterima oleh pelanggan dan harga layak minimum adalah harga termurah diputuskan oleh perusahaan sesuai dengan kualitas dan fungsi produk. Tidak ada keseimbangan yang ideal antara tiga fitur produk ini untuk semua perusahaan karena perbedaan lingkungan, intensitas persaingan, pelanggan , kecanggihan dan produk. Tingkat maksimum yang diijinkan diputuskan dari perspektif pelanggan dan tingkat layak minimum memutuskan dari perspektif perusahaan. Hal ini tidak mudah bagi perusahaan untuk merespon zona hidup sesuai dengan meluncurkan produk yang sukses. Unsur-unsur dari pendekatan survival triplet disebutkan sebagai di bawah:
Biaya / Harga adalah jumlah yang dibayarkan untuk sumber daya yang dikonsumsi untuk mendapatkan produk ke pasar untuk konsumen. Biaya mencakup semua biaya produksi, biaya penelitian dan pengembangan, pemasaran dan biaya penjualan. Harga adalah jumlah yang dibebankan dari konsumen untuk produk. Kualitas dapat didefinisikan sebagai kinerja fungsi produk tertentu. Hal ini terkait dengan spesifikasi produk. Ada perbedaan antara kualitas dan fungsionalitas. Kualitas adalah tingkat atau derajat kinerja fungsi produk misalnya standar atau produk di bawah standar dapat melakukan fungsi yang sama tetapi keduanya berbeda sesuai dengan kualitas mereka. Fungsi adalah multidimensi dan juga terkait dengan spesifikasi produk. Fungsi adalah tingkat keberhasilan dalam merancang produk untuk memenuhi spesifikasi produk yang dibutuhkan oleh pelanggan (Cooper, 1996). Ini mencakup fungsi yang berbeda dari produk atau prihatin dengan penggunaan produk. Fungsi adalah karakteristik produk yang dapat memuaskan pelanggan. Fungsi adalah rata-rata atau tujuan bahwa setiap produk diharapkan untuk ditampilkan.
Gambar 2: Zona Kelangsungan hidup produk Sumber: Diadaptasi dari Cooper dan Slagmulder (1997) Setiap produk yang dijual oleh perusahaan sesuai nilai yang berbeda atau karakteristik. Untuk setiap produk kesenjangan antara batas-batas yang diijinkan dan layak dari ketiga aspek harus difokuskan untuk penerimaan produk di pasar berhasil. Perancang harus mencoba untuk mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk menambahkan fitur baru atau mengubah sifat produk. Perusahaan harus mengelola biaya produk secara efektif dengan semangat tenaga kerja. Kelangsungan hidup triplet diakui sebagai batas strategis untuk target costing dan jika ini memahami dengan baik maka akan meningkatkan manfaat dari target costing . Dalam lingkungan yang kompetitif zona hidup ini adalah kunci keberhasilan dan perusahaan harus memberikan perhatian untuk tiga dimensi bukan salah satu dari tiga dimensi.
Target Costing dan Strategi
Secara sederhana strategi dapat didefinisikan sebagai rencana atau serangkaian aturan yang diperlukan untuk menyesuaikan keadaan masa depan yang tidak pasti dan termasuk tindakan sesuai dengan situasi. Tingkat manajer atau kelompok manajer puncak memainkan peran penting dalam penciptaan strategi. Cooper (1996) menyatakan bahwa sistem yang efektif biaya manajemen yang dikembangkan untuk menghadapi perubahan kondisi kompetitif. Perusahaan tidak bisa lagi mempertahankan kondisi mereka atau mempertahankan keunggulan kompetitif dengan mengejar strategi kepemimpinan biaya atau diferensiasi. Dalam strategi biaya rendah atau biaya perusahaan strategi kepemimpinan mencoba untuk menjadi produsen biaya terendah tanpa berfokus kualitas produk sementara dalam diferensiasi perusahaan strategi berusaha untuk memproduksi kualitas dan fungsionalitas produk tinggi untuk kelompok berpenghasilan tinggi tanpa berfokus biaya produk. Di bawah lingkungan yang kompetitif strategi non-konfrontatif rendah, kepemimpinan biaya dan diferensiasi produk bisa sukses. Oleh karena itu, perusahaan telah pindah ke menggunakan strategi baru dalam lingkungan yang kompetitif yang “konfrontasi strategi” (Cooper, 1996). Perusahaan yang menerapkan strategi konfrontasi tidak menghindari persaingan. Ide dasar dari strategi konfrontasi adalah bahwa perusahaan harus bersaing di bawah konsep “survival triplet”. Strategi kompetitif perusahaan berhubungan erat dengan adopsi dari target costing (Ansari & Bell, 1997). Target costing adalah alat akuntansi manajemen strategis (Ewert & Ernst, 1999). Cooper dan Slagmulder (1997) dijelaskan bahwa target costing secara langsung berkaitan dengan organisasi “strategi kompetitif. Strategi konfrontatif adalah sekitar tiga bidang kompetitif utama kualitas, fungsi dan harga. manajemen konfrontasi pemikiran muncul selama abad ke-20 sebagai akibat dari meningkatnya persaingan modern. Ini adalah strategi di mana perusahaan dapat beroperasi secara internasional terhadap persaingan. Perusahaan yang mengadopsi strategi ini dapat mengembangkan produk dengan biaya rendah, kualitas tinggi dan fungsionalitas. Ini adalah strategi kompetitif karena perusahaan yang gagal untuk mengurangi biaya dengan cepat seiring perubahan lingkungan dan pesaing akan melihat bahwa margin keuntungan sedang diperas dan keberadaannya dalam bahaya. Fitur atau kelangsungan hidup produk tiga triplet memainkan peran penting untuk kelangsungan hidup perusahaan di bawah strategi konfrontasi. Strategi persaingan konfrontatif menuntut integrasi biaya, kualitas dan fungsionalitas dan ini harus diterapkan secara konsisten untuk memenuhi kualitas yang sempurna dan fungsionalitas dengan harga yang sempurna. Strategi konfrontatif membutuhkan integrasi dari harga, kualitas dan fungsionalitas dan integrasi ini dapat memungkinkan perusahaan untuk merespon dengan cepat persaingan pasar (Cooper & Slagmulder, 1997). Beberapa studi sebelumnya menafsirkan konfrontasi sebagai strategi menghasilkan produk yang lebih murah dengan pengenalan dan pasokan tercepat. Hal ini sulit untuk bekerja sesuai strategi ini karena; sebuah perusahaan harus memiliki budaya belajar yang kuat. strategi kepemimpinan biaya rendah dan strategi diferensiasi produk yang digunakan dengan target costing karena ini adalah bagian dari strategi konfrontasi untuk mengambil keuntungan kompetitif yang berkelanjutan selama ketidakpastian. Perusahaan tidak bisa mengabaikan kualitas produk untuk menghasilkan produk dengan biaya serendah mungkin. Strategi konfrontasi didasarkan pada asumsi bahwa persaingan di pasar tidak dapat dihindari dan strategi ini paling cocok dalam lingkungan kompetisi yang tinggi. Strategi yang dipilih oleh organisasi dipengaruhi oleh tekanan persaingan dan tekanan ini tidak sama untuk setiap perusahaan. Strategi non konfrontatif seperti diferensiasi dan kepemimpinan biaya yang cocok di lingkungan intensitas kurang dari kompetisi.
Desain Produk dan Pengembangan Fase
Banyak peneliti menyatakan bahwa hingga 80% biaya dari produk ditentukan selama fase desain. Dalam tahap ini kemungkinan pengurangan biaya besar dapat ditemukan. Target costing membagi proses pengembangan produk atau target costing terdiri dua tahap utama tahap pembentukan pertama dan tahap pencapaian kedua untuk pengembangan produk baru (Ansari & Bell, 1997). Tahap pertama adalah tahap tahap pembentukan atau perencanaan produk atau juga pengembangan konsep produk dan tahap uji kelayakan dan mendefinisikan posisi produk. Tahap kedua dari proses biaya target adalah tahap pencapaian atau tahap pengembangan desain dan desain produk tahap ini selesai yang berakhir dengan tahap produksi. Tahapan desain dan pengembangan produk diklasifikasikan atas dasar keputusan dan fungsi mengenai produk. Menurut Amara (1998) ada empat fase desain produk dan pengembangan produk. fase ini adalah:
Perencanaan Laba dan Strategi Produk
Langkah ini berfokus dan mendefinisikan tujuan strategis dan keuangan perusahaan yang didasarkan pada tingkat yang direncanakan pengembalian dan rencana terkait pasar. Tingkat diinginkan pengembalian set sesuai dengan harapan pemegang saham dan harga produk pesaing.
Konsep produk dan Kelayakan
Dalam langkah ini konsep produk layak ditentukan. Fase ini menganggap atribut pelanggan dan biaya untuk merancang produk segar atau baru. Harga jual target langkah ini, menargetkan biaya dan biaya hanyut untuk produk baru ditentukan. Langkah ini tidak menentukan proses manufaktur tetapi analisis langkah ini konsep produk yang berbeda untuk menentukan konsep terbaik. Menurut Amara (1998) langkah ini meliputi permintaan pelanggan, metode manufaktur dan margin keuntungan yang diinginkan. Konsep produk fokus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan atau kebutuhan dan setelah titik ini fungsi dari produk yang dianalisis. Berbagai faktor yang dipertimbangkan pada saat merancang produk seperti siklus hidup produk, persaingan, material, kinerja produk dan lain-lain berbagai anggota departemen yang memberikan kontribusi dalam konsep produk melalui pengetahuan fungsional mereka. Di bawah konsep produk dan tahap kelayakan, dianalisis bahwa biaya target dapat dicapai atau tidak.
Desain Produk dan Pengembangan
Pada langkah ini konsep produk kedua adalah disempurnakan untuk menambahkan fungsi lebih banyak dan mengurangi biaya produk. Tahap ketiga meliputi perbaikan proses dan juga dalam desain langkah ini produk dan metode manufaktur diselesaikan. Langkah ini meliputi penyebaran fungsi kualitas untuk membangun hubungan antara karakteristik kualitas dan permintaan pelanggan. Proses manufaktur dianalisis untuk mengetahui apakah kebutuhan pelanggan ekstra dapat disediakan tanpa menambahkan biaya besar. Kualitas fungsi alat penyebaran membantu dalam merancang produk secara efisien oleh upaya perbaikan. Setelah pembentukan desain produk untuk mencapainya alat rekayasa nilai digunakan dalam proses pengurangan biaya. Pengurangan biaya tergantung pada proses manufaktur dan jenis produk. Menurut Amara (1998) konsep produk dianggap layak secara ekonomis ketika sebenarnya atau saat biaya pembuatan
produk baru lebih rendah dari target biaya. Dalam kasus ketika sebenarnya atau saat biaya pembuatan produk baru lebih tinggi dari target biaya maka biaya produk dikurangi dengan proses manufaktur ditingkatkan. Pengurangan biaya dapat dicapai dengan mengakui kapan dan di mana biaya terjadi.
Produksi dan Logistik
Produksi aktual dimulai ketika target biaya dianggap dicapai. Fase ini terutama melibatkan menerapkan proses manufaktur. Setelah survei pelanggan ini, dapat dilakukan untuk menentukan perubahan kebutuhan pelanggan dan memodifikasi produk yang sesuai. Gambar 3: siklus pengembangan produk dan metode target costing Sumber: Diadaptasi dari Ansari & Bell (1997) Keempat fase desain produk yang diberikan oleh Ansari & Bell (1997) dan Amara (1998) dengan proses target costing yang digambarkan dalam gambar 3. Gambar 4: Proses target biaya dan desain produk & pengembangan fase Sumber: Diadaptasi dari Amara (1998) Angka ini menunjukkan bahwa (1) strategi produk dan perencanaan laba dianggap dalam dua langkah pertama dari target costing, (2) konsep produk dan kelayakan dianggap dari penentuan target biaya dengan keputusan kelayakan produk, (3) desain produk & pengembangan difokuskan setelah keputusan kelayakan produk untuk profitabilitas produk atau untuk mencapai target biaya kemudian (4) produksi dan logistik tahap meliputi keputusan akhir dari produk manufaktur. Hal ini dapat dicatat bahwa proses target costing melibatkan berbagai tahap pengembangan produk. Dengan demikian, target costing terutama diterapkan untuk pengurangan biaya produk baru atau masa depan. Pengembangan produk juga dapat dibagi menjadi empat fase kontinu yakni sebagai berikut: perencanaan produk, desain dasar, desain rinci dan desain proses (Shimizu & Lewis, 1998). dari siklus ini empat fase secara efektif diulang jika ada perbaikan yang diperlukan untuk mencapai target biaya. Keempat fase memiliki aplikasi serupa seperti di atas menyatakan empat fase. Menurut Shimizu & Lewis (1998) keempat fase ini digunakan untuk memastikan pencapaian target biaya dan empat ini dijelaskan seperti di bawah.
Tahap perencanaan produk: Atas dasar konsep, ukuran, berat, bentuk, warna dan kinerja yang diharapkan dari produk cetak biru kasar disusun. Cetak biru ini juga dipertimbangkan untuk target biaya penentuan. Fase ini membantu dalam penentuan lead product atau waktu pengembangan dan kegiatan operasional. Fase desain dasar: Pada fase ini rencana mendasar tambahan untuk ide-ide desain produk dan pengurangan biaya potensial siap untuk dicapai dalam fase berikutnya. Fase desain rinci: Dalam produk fase ini rencana dasar diklasifikasikan lebih lanjut secara rinci untuk fungsi atau komponen produk. Dibandingkan fase ini dibuat antara cetak biru dan rencana dasar untuk setiap komponen dengan desain produksi.