Tafsir Bil al-Ra’yi1 Oleh: Ach Baiquni
[email protected] Abstrak: Tafsir bil Ra’yi berupaya untuk mengungkapkan kandungan al-Qur’an uptudate dengan kondisi masyarakat sekarang, namun demikian penafsiran dengan bil al-Ra’yi ada batasan dengan tujuan agar tidak terjadi penyimpangan dalam menafsirkan alQur’a. Ketika terjadi penyimpangan dalam menafsirkan, maka tafsirnya disebut dengan tafsir sesat yaitu tidak sesuai dengan tujuan al-Qur’an itu sendiri sebagai hudan linas, tetapi terkadang tafsir diselewengkan sehingga ada pro dan kontra terhadap tafsir ini. Namun berkat pro dan kontra tersebut ulama menetapkan langkah-langkah dalam penafsiran ini sehingga tidak keluar dari tujuan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia. Kata Kunci : Tafsir, Bil al-Ra’yi, Ijtihad
A. Pendahuluan Berangkat dari hadis yang mengatakan bahwa dalam mengunakan hujjah, sumber hukum dalam Islam ada tiga hal yaitu carilah dalam al-Qur’an, kalau tidak ditemukan dalam hadis dan kalau tidak ditemukan dengan mengunakan Ijtihad”, begitu dengan menafsirkan al-Qur’an pada masa Nabi para sahabat ketika tidak memahami, maka bertanya kepada Nabi, namun pasca wafatnya Nabi permsalahan semakin kompleks sehingga dibutuhkan adanya penafsiran yang sesuai dengan konteks kekinian dengan demikian maka al-Qur’an akan salih likuli zaman wal makan (Uptu date) dengan kondisi masyarakat kekinian. Tafsir bil Ra’yi berupaya untuk mengungkapkan kandungan al-Qur’an uptudate dengan kondisi masyarakat sekarang, namun demikian penafsiran dengan bil al-Ra’yi ada batasan dengan tujuan agar tidak terjadi penyimpangan dalam menafsirkan al-Qur’an. Ketika terjadi penyimpangan dalam menafsirkan, maka tafsirnya disebut dengan tafsir sesat yaitu tidak sesuai dengan tujuan al-Qur’an itu sendiri sebagai hudan linas (Petunjuk bagi Manusia). Para penafsir dalam menafsirkan al-Qur’an tidak menggunakan semua sumber dalam penafsirannya akan tetapi mengkolaborasikannya sehingga terkadang sumber yang 1
Disampaikan Pada Mata Kuliah Metodologi Penafsiran di Pesantren Amanatu Huda Ciledug
1
digunakan ada yang bil ma’sur ada juga bil al-ra’yi, namun mereka lebih didominasi oleh salah satu dari keduanya contoh al-Tafsir al-Thabari yang menggunakan sumber penafsirnya adalah bil ma’sur tetapi tafsir bi al-ra’yi juga terdapat di dalamnya begitu juga sebaliknya, sehingga dominasi sumber itu menetukan pengkategorian tafsir tersebut. Pada kenyataannya tafsir bil al-ra’yi sangat mendominasi, namun terkadang ada tafsir bil ra’yi yang keluar dari koridor atau ketentuan yang telah ditetapkan ulama sehingga tafsirnya dianggap menyimpang. B. Pengertian Tafsir Bil al-Ra’yi Secara etimologi al-ra’yu berarti al-I’tiqadu (keyakinan), al-aqlu (akal) dan alta’biru (perenunga). Para ahli fiqih yang sering berijtihad disebut dengan ashab al-ra’yu. Dengan demikian, karena tafsir bil al-ra’yi disebt dengan tafsir al-aqly dan bil ijtihady, tarsir yang berdasarkan nalar atau ijtihad.2 Adapun arti secara terminologi adalah upaya untuk memahami nash al-Qur’an dengan menggunakan ijtihad para mufassir (seorang yang menafsirkan al-Qur’an ) yang memahami betul kaidah bahasa Arab, lafadz-lafadnya dan dalalahnya, memngetahui asbabun nuzul, memahami nasikh dan mansukh dalam al-Qur’an serta mengusai ilmu penduung lainnya yang dibutuhkan dalam menafsirkan al-Qur’an. 3 Menurut Ansori yang dimaksud dengan ijtihad dalam menafsirkan al-Qur’an tidak sama dengan ijtihad dalam ushul fiqih. Dalam ushul fiqih yang dimaksud dengan Ijtihad adalah kesunguhan para mujtahid dalam menentukan hokum syara’ berdasarkan dali-dali yang terperinci dalam menetapkan hukum. Sedangkan dalam tafsir yang dimaksud dengan ijtihad yaitu kesunguhan para mufasir untuk mengungkap makna nas al-Qur’an ditinjau dari beragai aspek : lafadznya, kandunganya, hukum-hukum syari’at, hikmahhikmah dan contoh teladan. 4
C. Sejarah Munculnya Tafsir Bil al-Ra’yi Pada dasarnya Tafsir bil al-ra’yi sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW, namun kategorisasi tersebut sebagian ulama memberi nama tafsir bil ma’sur karena 2
Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad), (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), h.
3
Husen al-Dzahabi, al-Tafsir wal Mufassirun, (al-Qahirah: Maktabah Wahbah, 2003), Jilid I, h. 183 Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad),h. 2.
1. 4
2
bersumber dari Nabi, apa yang diucapkan Nabi itu semuanya dianggap wahyu, akan tetapi Ansori mengkategorikan dan menyatakan bahwa pada masa Nabi sudah ada penafsiran yang berdasarkan Ijtihad meskipun belum tampak. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad Tafsir bil al-Ra’yi terus berkembang mengikut perkembangan manusia. Maka lahirlah penafsiran bil ra’yi masa sahabat. 5 1. Tafsir Bil al-Ra’yi Pada Masa Sahabat Para sahabat dikatagorikan sebagia orang Arab yang sangat fasih berbahasa Arab. Dalam menafsirkan al-Qur’an, mereka akan menafsirkan secara bi al-ra’yi jika tidak ada keterangan makna suatu ayat al-Qur’an dari Nabi Muhammad SAW.6 2. Tafsir Bil al-Ra’yi Pada Masa Tabi’in Para tabi’in juga menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan Ijtihad tetapi mereka masih berlandasan pada penafsiran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat. Adapun contoh penafsir para tabi’in yang berupa ijtihad sebagai berikut:
Artinya: perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (QS. al-Baqarah :17) Ditafsiri dengan kalimat laila ha illah menyinari mereka, lalu mereka minum, makan, dan beriman di dunia mereka menikasi wanita dan mereka melindungi mereka dengan kekuasaannya sehingga ketika mereka dalam kondisi gelap yang tidak bisa melihat. Ini berlaku bagi orang-orang munafik
5 6
Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad),h. 53. Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad),h. 54.
3
lalu dia masuk Islam dan mengetahui yang halal dan harm, baik dan buruk tapi mereka mengingkarinya sehingga tidak mengenal lagi halal dan haram baik dan buruk. 7 3. Tafsir Bil al-Ra’yi Pasca Tabi’in sampai sekarang Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan usaha pengumpulan tafsir terus diupayakan. Mereka membukukan tafsir dan ilmu tafsir dalam ukuran kecil dan besar, maka jadilah kitab-kitab mereka kumpulan dari terdahulu seperti kitab karya Muqatil bin Sulaiman (w. 150), tafsir Ishaq bin Ruwaih (w. 220 H), dan lain-lain. Pada masa inilah kemudian penafsiran yang mengunakan metode bil alra’yi mulai berkembang pesat seiring dengan lahirnya karya ulama dalam bidang tafsir seperti tafsir al-Razi yang bercorak kalam dan banyak menggunakan nalar (ijtihad) dalam menafsirkan kandungan al-Qur’an, begitu juga dengan Imam al-Zamakhsyari pengarang kitab al-Kasyaf yang juga banyak mengunakan corak bahasa dan lebih didominasi oleh Ijtihadnya.8 Sampai pada dekade keduapuluh penafsiran terhadap al-Qur’an banyak didominasi dengan nalar naqli seperti tafsir karya Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha (Penafsir dari Mesir) dengan karyanya Tafsir alManar, Muhammad al-Sya’rawi dengan karyanya Tafsir al-Sya’rawi, Muhammad Wahbah Zuhaili (W. 2015 ) dengan karya tafsir al-Munir, Qurais Syihab dengan karya Tafsir al-Misbah, Buya Hamka dengan karya Tafsir alAzhar, Hasbi As-Shidiqi dengan karyanya tafsir al-Nur. Walaupun demikian, ada juga beberapa ulama yang mengarang kitab tafsir bil ma’sur seperti Izza Darwazah dengan Tafsir Nuzuli dan Amin al-Syinqiti dengan Tafsir alSinqiti.9
7
Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad),h. 67. Ali Iyazi, Tafsir Wal Mufassirun, (Bairut: Darl al-Fikr, 1999), h. 23. 9 Tafsir yang disebutkan tersebut adalah tafsir yang lahir setelah masa Tabi’in seperti tafsir al-Razi dan Tafsir al-Kasyaf karya Imam Zamaksyari yang menganut paham Mu’tazilah. Sedangkan Muhammad Abduh adalah pembaru Islam Abad 19 yang hidup ditenggah masyarakat Mesir yang waktu itu dalam, kondisi ketinggalan dari kemajuan pradaban Arab, maka kemudian muncullah Tafsir al-Manar sebagai penyemagat bagi orang Islam untuk bisa menyainggi orang-orang Barat. Sedangkan Tafsir al-Misbah, al-Nur dan al-Azhar Karya orang-orang Indonesia yang mempunyai latar belakang akademisi. 8
4
D. Pro Kontra Tafsir Bil al-Ra’yi Pamulanya, penafsiran dengan mengunakan ijtihad tidak terjadi pro dan kontra, tetapi karena ada penyimpingan sehingga melahirkan sebagian ulama yang menolak terhadp tafsir ini dengan alasan tafsir in bisa melahirkan penafsiran yang sesat, kesesatan tersebut terjadi karena muffasir tidak memahami kaidah bahasa Arab kemudian menafsirkan al-Qur’an. Ada bebarapa argumentasi dari para ulama yang menolak tafsir bil al-ro’yi yaitu: Pertama, penafsiran dengan bil al-ra’yi tafsirnya tidak menggunakan ilmu, bagi orang yang menolak tafsir ini mengatakan bahwa “orang yang menafsirkan dengan bil ra’yi menyamakan apa yang mereka tafsirkan sedah sesuai dengan kehendak Allah. 10 Kedua, sebagian ulama menolak tafsir ini karena penafsir yang berhak menafsirkan al-Qur’an hanyalah Nabi Muhammad SAW. Seperti dijelaskan dalam ayat al-Qur’an 11
Artinya: keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan, (QS. Al-Nahl: 44)
Ketiga, berdasarkan argumentasinya hadi yang mengatakan bahwa “barangsiapa yang menafsirkan al-Qur’an dengan logika, maka disedikan tempatnya di neraka”(HR. Tirmidy).12 Adapun ulama yang menerima tafsir bil al-ra’yi berargumentasi sebagai berikut ini:
10
Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad),h. 5. Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad),h. 4. 12 Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad),h. 6. 11
5
Pertama, al-Qur’an telah memerintahkan untuk menggunakan logika
Artinya: . Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS al-Nisa: 82) Kedua, para ulama pendukung tafsir ini mengatakan bahwa seandainya tafsir bi al-ra’yi tidak diperbolehkan, lalu mengapa Ijtihad diperbolehkan ? seorang mujtahid dalam hokum syara’ diperbolehkan untuk memutuskan kalau salah diberi satu pahala dan akalu benar diberi dua pahala, sehingga tafsir ini diperbolehkan juga. 13 Terlepas dari dua perbatan pro dan kontra yang jelas bahwa tafsir bil al-ra’yi tetap diterima dikalangan para ulama dan ada dua kategorisasi apabila penafsirannya keluar dari koridur tersebut, maka disebut tafsir Madzmumah sedangkan yang sesuai dengan pentunjuk al-Qur’an disebut dengan tafsir mahmudah.
E. Manhaj Tafsir bil al-Ra’yi Muhammad Husen al-Dzahabi menyebutkan bahwa langkah yang harus dilakukan dalam menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad adalah sebagai berikut: 1. Menyingkap dan mengungkap makan yang logis. 2. Mengungkap rahasia yang terdapat dalam al-Qur’an. 3. Mengungkap maksud ayat al-Qur’an sesuai kemampuan manusia. 4. Menangkan kebesaran al-Qur’an dalam kemukjizatan bahasanya. 5. Tafsir dilakukan sesuai dengan apa yang ditafsirkan 6. Teli dan jeli dalam melihat makna hakiki dan majazi 7. menyebut al-Sababun Nuzul ayat. 8. Menyebutkan munasbah (hubungan) antar ayat.
13
Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad),h. 7.
6
9. Hendaknya mufassir menghindari penjelasan yang pajang dan pengulangan. 14 F. Sumber-Sumber Tafsir Bil Ra’yi Adapun sumeber penafsiran bil al-Ra’yi sebagai berikut : 1. Al-Qur’an 2. Mengutip hadis 3. Mengambil penafsiran Sahabat dan Tabi’iin karena mereka dianggak orang yang paling baik dalam menafsirkan al-Qur’an 4. Mendasarkan kepada makna bahasa Arab, karena al-Qur’an turun di Arab 5. Tafsir yang dihasilkan harus sesua dengan makna dzahir kalam. 15
G. Simpulan Penulis dapat menyimpulkan bahwa tafsir bil ra’yi adalah upaya menafsirkan alQur’an dengan mengunakan nalar pemikiran, namun demikian ada batasan yang harus diikuti oleh para mufassir seperti mereka harus menguasai bahasa Arab, al-Sababun Nuzul, Munasbah ayat dan lain-lain sehingga kalau syarat ini dipenuhi tafsirnya akan diterima dan tergolong dalam tafsir bil al-Ra’yi mahmudah.
14 15
Husen al-Dzahabi, al-Tafsir wal Mufassirun, Jili 1, h. 197-199 Ansori LAL, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad),h. 41.
7
Daftar Pustaka
Al-Qur’an Dzahabi, al, Husen al-Tafsir wal Mufassirun, al-Qahirah: Maktabah Wahbah, 2003 Iyazi, Ali, Tafsir Wal Mufassirun, Bairut: Darl al-Fikr, 1999 LAL , Ansori, Tafsir Bil Ra’yi (menafsirkan al-Qur’an dengan Ijtihad), Jakarta: Gaung Persada Press, 2010
8