LAPORAN PELATIHAN PERAWAT PERAWAT INSTRUMEN
PENATALAKSANAAN PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Ny. S DENGAN NEFREKTOMY DEXTRA ATAS INDIKASI BATU MULTIPLE MULTIPLE RENAL DEXTRA + HYDRONEFROSIS GRADE GRADE IV DI OK 5.4 BEDAH UROLOGI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
Disusun oleh RARA FITREKA MURNAPUTRI 1601410001
INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR MALANG Jln. Jaksa Agung Suprapto No. 2 Malang Telp. 0341-362101 0341-362101
LAPORAN PELATIHAN PERAWAT PERAWAT INSTRUMEN
PENATALAKSANAAN PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA Ny. S DENGAN NEFREKTOMY DEXTRA ATAS INDIKASI BATU MULTIPLE MULTIPLE RENAL DEXTRA + HYDRONEFROSIS GRADE GRADE IV DI OK 5.4 BEDAH UROLOGI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUD Dr. SAIFUL ANWAR
Disusun oleh RARA FITREKA MURNAPUTRI 1601410001
INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR MALANG Jln. Jaksa Agung Suprapto No. 2 Malang Telp. 0341-362101 0341-362101
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan
Pendidikan
dan
Pelatihan Perawat Instrumen
di Instalasi
Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang periode 30 Januari 2017 2017 s/d 19
Mei 2017, dengan judul “Penatalaksanaan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. S Dengan Nefrektomy Dextra Atas Indikasi Batu Multiple Renal Dextra + Hydronefrosis Grade IV Di OK 5.4 Bedah Urologi Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang” telah dilaksanakan dan dinyatakan selesai serta
mendapat persetujuan :
Malang, Mei 2017 Mengetahui,
KPP
Pembimbing
Instalasi Bedah Sentral RSSA
Instalasi Bedah Sentral RSSA
Bambang Suliono, S.Kep.Ners
Candra Fajar Yuono, S. Kep., Ns
NIP. 19690203 19690203 199103 1 005 005
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan
Pendidikan
dan
Pelatihan Perawat Instrumen
di Instalasi
Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang periode 30 Januari 2017 2017 s/d 19
Mei 2017, dengan judul “Penatalaksanaan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. S Dengan Nefrektomy Dextra Atas Indikasi Batu Multiple Renal Dextra +
Hydronefrosis Grade IV Di OK 5.4 Bedah Urologi Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang” telah dilaksanakan dan dinyatakan selesai serta
mendapat persetujuan :
Malang, Mei 2017 Mengetahui,
KPP
Pembimbing
Instalasi Bedah Sentral RSSA
Instalasi Bedah Sentral RSSA
Bambang Suliono, S.Kep.Ners
Candra Fajar Yuono, S. Kep., Ns
NIP. 19690203 199103 1 005
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan program pelatihan perawat instrument di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang selama 4 bulan. Dalam mengikuti program pelatihan perawat instrument di instalasi bedah sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, penulis banyak menerima bimbingan dari berbagai pihak Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang 2. Kepala Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang 3. Bapak Bambang Suliono, S.Kep., Ners selaku Kepala UPP Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang. 4. Bapak Candra Fajar Yuono, S.Kep., Ns, selaku pembimbing dalam penyusunan laporan pelatihan perawat instrument di OK Sentral RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. 5. Bapak dan Ibu perawat beserta staf kamar Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang 6. Rekan-rekan program pelatihan perawat instrument di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang. Semoga program Pelatihan Perawat Instrumen semakin berkembang dan menunjukkan kemajuan yang nyata dalam pelayanan kesehatan. Penulis menyadari dan mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat positif demi kesempurnaan laporan akhir pelatihan ini. Malang,
Mei 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................
iv
BAB. I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................
2
1.4 Metode Penulisan ................................................................................
3
1.5 Sistematika Penulisan .........................................................................
3
BAB. II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Kamar Operasi .......................................................................
5
2.2 Konsep Anestesi ..................................................................................
13
2.3 Konsep Batu Pyelum (ginjal) ..............................................................
15
BAB. III
TINJAUAN KASUS
3.1 Gambaran Lingkungan Kamar Operasi ..............................................
34
3.2 Pengkajian ...........................................................................................
34
BAB. IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan .........................................................................................
52
4.2 Saran....................................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
54
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu pyelum (ginjal) / saluran kemih adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam calyces ginjal atau di saluran kemih. Batu ginjal didalam saluran kemih (kalkulus uriner ) adalah masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitialis) (Pratomo, 2007). Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal, kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pyelum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada system pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih. Senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu ginjal adalah kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium ammonium fosfat (sekitar 30 %), asam urat atau garam asam urat (sekitar 30 %), serta xantin atau sistin (<5 %). Beberapa zat bisa terdapat di dalam satu batu karena Kristal yang telah terbentuk sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi dan memudahkan pengendapan bagi zat metastabil terlarut lainnya (sehingga totalnya > 100%) (muttaqin, 2009). Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-2% penduduk yang menderita batu saluran kemih setiap tahunnya. Penduduk Amerika Serikat menderita BSK (Batu Saluran Kemih) sekitar 250.000 sampai 750.000. Penyakit BSK umumnya lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita, biasanya di atas usia 30 tahun sampai 50 tahun. Di Indonesia, penyakit BSK (Batu Saluran Kemih) masih memegang
andil terbesar dari total pasien di klinik urologi, dan kejadian yang tepat masih belum ditentukan. Menurut Depkes RI, Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia yang dilakukan oleh RSCM adalah sebesar 37.636. Berdasarkan hasil penelitian Rao di India (2006), ditemukan insiden BSK pada perempuan (26,6%) sedangkan pada laki-laki (73,4%) (Riskesdas : 2013). Di Provinsi Jawa Timur lebih tepatnya di RS. dr. Saiful Anwar Malang Terhitung sejak bulan Januari sampai dengan Desember 2016, tercatat ada 16 kasus yang dilakukan tindakan nefrektomi. Peran perawat untuk melakukan asuhan keperawatan perioperatf pada pasien dengan urosepsis secara tepat dan benar sangat diperlukan pada saat dilakukan operasi nefrektomi. Dengan demikian resiko-resiko yang munkin saja terjadi pada saat perioperatif bisa diantisipasi sedini mungkin. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Penatalaksanaan Keperawatan Perioperatif Pada Ny. S Dengan Nefrektomy Dextra Atas Indikasi Batu Multiple Renal Dextra +
Hydronefrosis Grade IV Di OK 5.4 Bedah Urologi Instalasi
Bedah Sentral Rsud Dr. Saiful Anwar Malang? ” 1.3
Tujuan Penulisan
1.3.1
Tujuan umum Setelah membuat tugas akhir ini peserta pelatihan diharapkan mampu
menerapkan asuhan keperawatan klien dengan tindakan nefrektomi secara komprehensif melalui pendekatan proses keperawatan perioperatif. 1.3.2
Tujuan khusus
Pada akhir pelatihan diharapkan peserta pelatihan mampu : 1. Memahami dan melakukan persiapan instrumen dasar. 2. Memahami dan mampu melakukan persiapan instrumen pada operasi dengan tindakan nefrektomi.
3. Melakukan dan menyiapkan persiapan habis pakai pada operasi dengan tindakan nefrektomi. 4. Mampu secara mandiri melaksanakan handling instrumen pada operasi dengan tindakan nefrektomi. 5. Mampu melakukan perawatan alat (pembersihan, inventaris dan packing). 6. Melakukan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien dengan tindakan nefrektomi. 7. Melakukan asuhan keperawatan klien pre, intra, dan post operasi nefrektomi.
1.4 Metode Penulisan
1. Metode Diskriptif yang menggunakan pendekatan studi kasus melalui pendekatan proses keperawatan dengan langkah pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 2. Teknik pengumpulan data dengan cara wawancara klien, keluarga maupun petugas kesehatan. 3. Sumber data : a. Data primer yang diperoleh langsung dari klien. b. Data sekunder yang diperoleh dari keluarga, tenaga kesehatan, dokumentasi medis, hasil pemeriksaan penunjang yang lain. c. Studi kepustakaan dengan mempelajari buku sumber yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
1.5 Sistematika Penulisan
Dalam penulisan seminar atau presentasi keperawatan penulis membagi 4 BAB : 1. BAB 1 Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan. 2. BAB 2 Berisi tinjauan teori, definisi penyakit, gambaran klinis, penatalaksanaan, asuhan keperawatan perioperatif.
3. BAB 3 Berisikan Askep, secara nyata dalam proses keperawatan melalui pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 4. BAB 4 Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kamar Operasi
Kamar operasi adalah salah satu unit dalam rumah sakit yang khusus untuk melakukan tindakan pembedahan baik yang bersifat emergensi maupun elektif. Ruangan ini bersifat terbatas/ketat. Orang-orang yang bisa masuk hanyalah mereka yang sedang bertugas atau petugas. Orang yang tidak berkepentingan tidak boleh masuk, hal ini dilakukan untuk menjaga sterilisitas dari ruangan ini (Tim bedah Sentral, 2006). Jumlah kamar operasi tergantung dari kebutuhan. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan jumlah kamar operasi dalam suatu rumah sakit adalah sebagai berikut: 1. Jumlah dan lama waktu operasi yang dilakukan 2. Jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta subspesialisasi barsama fasilitas penunjangnya (alat-alat) 3. Pertimbangan antara operasi berencana dan operasi segera 4. Jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar operasi baik jam perhari maupun hari perminggunya 5. Sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas dan penyediaan peralatan Secara umum setiap kamar operasi dibagi 3. Pembagian ini di dasarkan pada sterilitasnya yaitu: 1. Daerah bebas (unrestricted area), daerah ini dipisahkan oleh pintu dengan daerah rumah sakit umumnya. Pada daerah ini bila petugas dan pasien masuk tidak perlu mengganti pakaian. peralihan dari luar kedalam kamar bedah.
Ini juga merupakan daerah Yang termasuk daerah ini
adalah ruang tunggu pasien, ruang tata usaha, ruang kepala kamar bedah,
ruang rapat, ruang ganti baju, ruang istirahat, gudang, kamar mandi dan WC. 2. Derah semi terbatas (unrestricted area), daerah ini merupakan daerah penghubung antara daerah bebas dengan kamar bedah. Setiap orang yang masuk daerah ini wajib ganti pakaian dengan pakaian khusus di kamar bedah, topi dan masker, demikian pula dengan pasien. Yang termasuk daerah ini adalah ruang persiapan premidikasi, ruang koridor, ruang pulih (recovery room), ruang penyimpanan alat steril, ruang penyimpanan alat tidak steril, ruang pencucian alat bekas pakai, ruang sterilisasi, ruang depo farmasi, ruang pembuangan limbah operasi. 3. Daerah terbatas (restricted area), daerah ini meliputi ruang cuci tangan, ruang induksi dan ruang tindakan pembedahan (OK). Desain Ruangan Kamar Bedah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut (Tim Bedah Sentral, 2006): 1. Bentuk , kamar bedah tidak boleh memiliki sudut – sudut ruangan yang tajam. Lantai, dinding dan langit – langit harus dari bahan yang keras, tidak berpori, tahan terhadap api, kedap air, tidak mudah kotor, tidak mempunyai sambungan, berwarna terang, tidak memantulkan cahaya dan mudah dibersihkan serta tidak menampung debu.
Dinding kamar bedah terbaik
terbuat dari porselen atau vinyl setinggi langit – langit atau dicat dengan cat tembok yang mengandung wether shiel.
Idealnya lantainya kamar bedah
harus dari bahan yang kuat, tidak mudah menghantarkan listrik, kedap air mudah dibersihkan dan juga berwarna terang. 2. Ukuran, Ukuran kamar bedah bermacam – macam tergantung dari besar dan kecilnya rumah sakit.
Tetapi dianjurkan minimal berukuran 29,1 – 37,16
meter persegi (5,6 m x 5,6 m). Maksimal 56 – 60 meter persegi (7,2 m x 7,8m) besar kecilnya kamar bedah tergantung dari penggunaannya. Untuk tinggi kamar bedah dianjurkan 3,5 m, minimal 2,5 m dan maksimal 3,65 m. Lebar pintu minimal 1,2 m dan tinggi pintu minimal 2,1 m. Ini berhubungan dengan penempatan peralatan anestesi, lampu operasi dan kemudahan untuk membersihkan.
3. Pintu, pintu masuk dan keluar untuk pasien dan petugas harus berbeda. Setiap pintu kamar bedah harus ada kaca tembus pandang sehingga orang dari luar bisa melihat keadaan didalam tanpa harus masuk. 4. Sistem ventilasi, sistem ventilasi kamar bedah sebaiknya menggunakan pengatur suhu sentral (AC sentral). Di daerah tropis suhu udara antara 19 – 22 derajat C, sedangkan di daerah dingin antara 20 – 24 derajat C, kelembapan udaranya 55% (50 – 60%). 5. Sistem penerangan, penerangan di dalam kamar bedah harus menggunakan lampu pijar putih dan mudah dibersihkan. Lampu operasi biasanya lampu khusus yang merupakan satu sistem yang terdiri dari beberapa lampu. Lampu operasi mempunyai kekhususan dalam hal arah dan fokusnya dapat diatur, tidak menimbulkan panas, cahayanya terang dan tidak menyilaukan. Pencahayaan antara 300 – 500 lux, pada meja operasi 10.000 – 20.000 lux. 6. Sistem gas medis , gas-gas medis sebaiknya dipasang secara sentral. Pipa gas diletakkan dibawah lantai atau diatas. Tujuannya adalah untuk mencegah penimbunan gas yang berlebihan di dalam kamar bedah bila terjadi kebocoran dari pipa gas tersebut. Pipa gas dibedakan dengan warna antara gas nitrogen, karbon dioksida dan oksigen. 7. Sistem listrik , Di dalam kamar bedah sebaiknya tersedia 2 macam voltase (110 V dan 220 V) karena sering alat-alat di kamar bedah mempunyai voltase yang berbeda. Tombol penyambungan aliran listrik (stop kontak) harus aman dari kemungkinan tersentuh oleh petugas. 8. Sistem komunikasi, Sistem komunikasi di kamar bedah sangat vital, komunikasi
tiap ruangan menggunakan telepon pararel.
9. Peralatan , semua peralatan di kamar bedah harus mobile yaitu mempunyai roda. Ini memudahkan untuk mobilitas dan alat harus stainless steel sehingga mudah dibersihkan. Standart peralatan yang harus ada di kamar bedah adalah meja operasi, pesawat anestesi, lampu operasi yang tergantung tetap di atas meja operasi, monitor EKG, alat diatermi, suction pump, standart infuse, baskom tempat instrument kotor dan standarnya, tempat alat tenun kotor beroda, tempat kain kasa kotor beroda, piala ginjal, 2 buah kursi bundar beroda, jam dinding, lampu penerangan ruangan.
Perbedaan kamar operasi dengan ruangan lain di RS serta Kekhususannya menuntut diperlakukannya tata tertib agar tujuan tindakan dan perawatan bisa tercapai seperti yang diharapkan. Tata tertib kamar operasi hendaknya mencakup : 1. Wajib memakai baju operasi 2. Mengetahui pembagian area kamar operasi 3. Melaksanakan jadwal operasi 4. Perubahan jadwal operasi harus disetujui ahli bedah dan perawat kepala 5. Pembatalan operasi dijelaskan ahli bedah kepada pasien dan keluarga 6. Petugas bekerja sesuai uraian tugas 7. Memberikan askep perioperatif 8. Melakukan pemeliharaan alat 9. Mendokumentasikan semua tindakan 10. Wajib menjamin kerahasiaan informasi 11. Berbicara seperlunya 12. Anastesi menjelaskan efek pembiusan (Tim Bedah Sentral, 2006)
Perawat instrumen mempunyai peran yang sangat penting. Peran dan tugas perawat instrument dilakukan pada waktu sebelum, selama dan sesaat sesudah operasi. Tugas dan tanggung jawab yang dilakukan adalah menyiapkan ruangan, pasien, personil, maupun alat instrument dan bahan kebutuhan operasi lainnya. Selama itu tentu disesuaikan dengan macam dan jenis operasi yang akan dilakukan para operator bedah (Turkanto : 2000). Di dalam pelaksanaan sehari-hari, persiapan ruangan sebelum operasi meliputi pemeriksaan kebersihan lingkungan, meja operasi, kelayakan mesin suction, mesin diatermi, lampu operasi, persiapan alat dan bahan di ruang cuci tangan.
Perawat kamar operasi sebaiknya mengetahui dan dapat menyiapkan instrument set dimulai dari instrument dasar sampai instrument tambahan, sesuai dengan macam dan jenis operasi yang dilakukan. Selain itu, perawat kamar operasi juga bertanggung jawab menyiapkan linen set steril (linen besar 4, linen kecil 2, gaun operasi 4, sarung meja mayo 1), sarung tangan steril bermacammacam ukuran, kasa deppers kecil, selang suction, senar diatermi steril, mangkok, cucing, bengkok, bahan desinfeksi/antiseptic, mess operasi sesuai kebutuhan dan benang operasi terdiri dari benang operasi yang mudah diserap (absorbable) dan benang operasi yang tidak dapat diserap (non absorbable). Penggunaan benang operasi dan jarum ini harus disesuaikan dengan macam atau jenis operasi, lokasi, dan organ tubuh yang akan dijahit. Sesaat sebelum operasi perawat instrument meneliti dan menghitung jumlah alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian menyiapkan dan mengatur instrument di meja mayo (setelah melakukan cuci tangan dan menggunakan gaun operasi serta handschoen steril). Selama berlangsung pembedahan, perawat instrument tetap melakukan pemeliharaan dan perawatan alat, serta memantau instrument atau bahan yang dipergunakan. Begitu juga sesaat sebelum penjahitan luka operasi dan sesaat sesudah operasi, perawatan instrument
melakukan
pengecekan
kelengkapan
alat
dan
bahan
yang
dipergunakan. Sesaat setelah pasien datang diruang persiapan, segera pasien dipindah ke brancard dan bajunya diganti dengan baju khusus ruang operasi. Periksa kelengkapan pasien yang meliputi informed content, puasa atau lavamen (bila perlu), obat – obatan yang dibawa, cairan, darah, adanya gigi palsu. Selanjutnya pasien
diberitahu
untuk dilakukan pemasangan infuse
dan premidikasi.
Selanjutnya pasien dikirim ke ruang OK. Di ruang OK pasien segera dipindahkan ke meja operasi. Sebelum dilakukan anestesi, sebaiknya pasien
diajak berdo’a sesuai keyakinan, setelah itu
difiksasi untuk menghindari jatuh karena tidak sadar akibat pengaruh obat anestesi.
Pengaturan atau perubahan posisi tubuh, dilakukan sesuai dengan
macam tindakan operasi. Desinfektan lapangan operasi dan pemasangan linen steril pada pasien (drapping ) dilakukan untuk mempersempit lapangan operasi,
yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau infeksi pada luka operasi. Sebelum pembedahan dilaksanakan, tim bedah yang meliputi operator, asisten bedah, perawat instrument (scrub nurse), yang terlibat langsung dalam area aseptik 0 melakukan persiapan. Biasanya sebelum tindakan operasi tim bedah melakukan general precaution dengan cara cuci tangan bedah, kemudian memakai gaun operasi dan sarung tangan steril. Pengelolaan instrumen oleh perawat instrumen sangat menentukan tindakan operasi. Instrument terbagi menjadi dua macam yaitu instrument dasar dan tambahan. Instrumen dasar (basic instrument ) digunakan untuk pembedahan yang sifatnya sederhana dan tidak memerlukan instrument tambahan. Macam – macam instrument dasar, antara lain : 1. Scalp blade and handle (handvat mess) no 3, 4 2. Metzenbaum scoissor (gunting jaringan halus) 3. Surgical scissor (gunting jaringan kasar) 4. Tissue forceps (pinset anatomis) 5. Dissecting forceps (pinset chirurgis) 6. Sponge holding forceps (desinfeksi klem) 7. Towel klem (duk klem) 8. Haemostatic forcep pean (klem pean) 9. Haemostatic forcep kocher (klem kocher) 10. Nald voeder (needle holder ) 11. Retractor us army (langenbeck ) Instrumen tambahan yang dimaksud adalah alat
– alat yang digunakan
untuk tindakan pembedahan yang sifatnya komplek dalam macam pembedahan maupun jenis pembedahannya
2.2 Asuhan keperawatan perioperatif ( tim bedah sentral, 2006 )
Perawat perioperatif di kamar operasi bertujuan: 1. Menciptakan hubungan yang baik dengan pasien tim bedah
2. Memenuhi kebutuhan pasien perioperatif 3. Memahami dan mengetahui daerah dan prosedur pembedahan 4. Mengetahui akibat pembedahan pembedahan bagi pasien 5. Mengantisipasai dan menanggulangi kesulitan yang mungkin timbul 6. Mengevaluasi pengadaan, penggunaan, pemeliharaan alat dan tindakan berkesinambungan Asuhan keperawatan perioperatif dibagi menjadi menjadi 3 tahap yaitu yaitu : 1. Asuhan keperawatan Pre operatif Dimulai dari pasien diputuskan untuk operasi sampai pasien masuk keruang operasi (AORN, 1995). Bertujuan untuk mempersiapkan pasien untuk operasi, pengkajian klien dilakukan oleh perawat, dokter anesthasi dan dokter bedah dan lingkup diagnosa keperawatan yang muncul kurang pengetahuan, kecemasan, takut/ nyeri, antisipasi duka. Perawatan pre operasi meliputi a. Menerima pasien: -
Kelengkapan rekam medis/ status
-
Memeriksa kembali persiapan pasien identitas pasien
-
Informed consent
-
Laborat, foto, EKG, USG
-
Gigi palsu, kontak lens, perhiasan, cat kuku, peniti, jepit rambut, lipstick
-
Menggganti baju pasien dan memberi ekstra selimut
-
Menilai keadaan umum dan tanda-tanda vital
-
Pastikan pasien dalam keadaan puasa
-
Anjurkan pasien untuk mengosongkan V U
b. Memberikan pre medikasi c. Mendorong pasien ke kamar tindakan sesuai dengan jenis tindakan pembedahan d. Memindahkan pasien ke meja operasi
2.
Asuhan keperawatan intra operatif Dimulai dari pasien di operasi di kamaar bedah sampai pasien pindah ke ruang pulih sadar ( AORN, 1995). Lingkup diagnosa keperawatan yaitu resiko injuri fisik , elektrik, bahaya fisik, resiko infeksi serta gangguan perfusi jaringan dan intervensi keperawatan yaitu monitor kondisi klien , mempertahankan sterilitas dan mencegah bahaya prosedur operasi
Perawatan intra operasi meliputi a. Melaksanakan orientasi kepada pasien b. Melakukan fiksasi ( sabuk pengaman pasien) c. Memasang alat-alat pemantau hemodinamik ( infuse, EKG, tensi, kateter, alat monitoring) d. Membantu pelaksanaan pembiusan e. Mengatur
posisi
pasien
sesuai
dengan
jenis
tindakan
pembedahan f.
Menyiapkan bahan dan alat untuk antisepsis
g. Drapping h. Menjadi
instrumentator
dalam
pelaksanaan
tindakan
pembedahan i.
Memeriksa kelengkapan instrumen dan alat sebelum luka operasi di tutup: menghitung jumlah kassa yang belum terpakai dan sudah terpakai serta jumlah alat
j.
Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan : -
Menyiapkan label, etiket tempat bahan dan formulir permintaan.
-
Bahan specimen dikumpulkan oleh scrub nurse nurse dan diserahkan ke circulating nurse. nurse.
-
Circulating nurse nurse mencatat di buku register, dan mengisi formulir permintaan.
-
Menyerahkan bahan specimen dengan buku ekspedisi.
-
Semuah specimen dipindahkan dari kamar operasi.
k. Menutup luka. l.
Menyambung pipa drain.
m. Mengatur posisi pasien
3. Asuhan keperawatan post operatif Dimulai dari pasien keluar dari ruang operasi ke ruang pemulihan dan kemajuan kondisinya ( ARON, 1995 ). Lingkup diagnosa keperawatan yaitu resiko aspirasi, keseimbangan cairan dan intervensi yaitu mempertahankan adekuat jalan nafas, monitor vital sign, tingkat kesadaran, kehilangan darah. Perawatan post operasi meliputi : a. Mempertahankan jalan nafas dengan posisi kepala extensi. b. Memberi O2 bila perlu dengan dibantu perawat anastesi. c. Mengukur TTV setiap ¼ jam sampai keadaan stabil dibantu dengan perawat anestesi. d. Melaksanakan perawatan pasien yang terpasang infuse dibantu dengan perawat anestesi. e. Mengukur dan mencatat produksi urine dibantu dengan perawat anestesi. f.
Mengukur intake dan out put cairan dibantu dengan perawat anestesi.
g. Mengawasi warna dan kelembaban kulit. h. Mengatur posisi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. i.
Mengawasi adanya perdarahan pada luka operasi.
j.
Segera laukakan tindakan bila terjadi komplikasi pembedahan.
2.2 Konsep Anestesi Anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau s akit, baik sentral maupun lokal dan kehilangan kesadaran atau tidak disertai hilangnya
kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Anestesi dilakukan oleh dokter
spesialis
anestesi
atau
anestesiologis.Dokter
spesialis
atau
anestesiologis selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat ternjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya (Mansjoer, 2000). Lima rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah : 1) Mempertahankan jalan nafas. 2) Memberi bantuan jalan nafas 3) Membantu kompresi jantung 4) Mempertahankan kerja otak pasien Anestesi dibagi menjadi 2 kelompok besar 1) Anestesi umum Adalah tindakan rasa nyeri atau sakit secara sentral serta disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Cara pemberian anestesi meliputi: a. Parenteral (intra muskuler/ intra vena) b. Parektral, dapat dipakai kepada anak atau tindakan singkat c. Anestesi inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah menguap sebagai zat anastetik melalui udara pernafasan. 2) Anestesi lokal Adalah tindakan menghilangkan nyeri atau sakit secara lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran,pemberian anestetik lokal dapat dengan tehnik : a. Anestesi permukaan yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa seperti mata, hidung atau faring. b. Anestesi infiltrasi yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disektor tempat lesi, luka, insisi. c. Anestesi blok yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung ke saraf, hal ini bervariasi dari blokade saraf tunggal misalnya saraf
aksipital dan pleksus bracialis, anestesi spinal, analgetik lokal epidural dan anestesi kaudal. Pada anestesi spinal, analgetik lokal disuntikkan kedalam ruang sub arachnoid diantara konus medularis bagian akhir ruang subarachnoid. Anestesi epidural diperoleh dengan menyuntikkan zat analgetik kedalam ruang epidural. Pada anestesi kaudal, zat analgetik lokal disuntikkan melalui hiatus skralis. d. Anestesi region al intravena yaitu larutan analgetik lokal intravena ekstrimitas dieksnguinasi dan di isolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi dengan sisteknik dengan torniquet pneumatic.
2.2.1
Komplikasi Pasca Operasi
a. Respiratory
complication (obstruksi
jalan
nafas, hypoxemia,
hypoventilation) b. Circulation complication (hypotenion shok, hypertension, arytmia) c. Renal complication d. Nausea vomiting e. Hypothermia and shivening f. Bleeding complication g. Complication of spesifik of surgery (vaskuler surgery, cardiac neuro, out pasien surgery)
2.2.2 Pemilihan tehnik Anestesi
Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks, memerlukan kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik antara pasien dan faktor-faktor pembedahan. Dalam beberapa kelompok populasi pasien, pembiusan re gional ternyata lebih baik dari pada pembiusan total. Blokade neuraksial bisa mengurangi resiko thrombosis vena, emboli paru, transfuse, pneumonia, tekanan pernafasan, infark miokardinal dan kegagalan jantung.
2.3 Konsep Batu Ginjal
Batu ginjal adalah batu yang terdapat dalam pelvis dan kaliks ginjal yang terdiri atas kristal garam atau asam yang sukar larut Fisiologi sistem perkemihan 1. Sistem Perkemihan. Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih) c) satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan d) satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.
2. Ginjal (Ren) Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. 3. Fungsi ginjal Fungsi
ginjal
adalah
a)
memegang
peranan
penting
dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. 4. Fascia Renalis terdiri dari:
Fascia renalis terdiri dari ; a). fascia (fascia renalis), b). Jaringan lemak peri renal, dan c). kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal. 5. Struktur Ginjal. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masingmasing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius.
6. Proses pembentukan urin Tahap pembentukan urin. a. Proses Filtrasi di glomerulus. Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulu b. Proses Reabsorbsi. Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus
proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif ) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. c. Proses sekresi. Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar. 7. Pendarahan. Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior. 8. Persarafan Ginjal. Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. 9. Ureter. Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari: a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) b. Lapisan tengah lapisan otot polos. c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih. 10. Vesika Urinaria (Kandung Kemih).
Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Dinding kandung kemih terdiri dari: a. Lapisan sebelah luar (peritoneum). b. Tunika muskularis (lapisan berotot). c. Tunika submukosa. d. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). 11. Uretra. Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari: a. Urethra pars Prostatica b. Urethra pars membranosa ( terdapat spinchter urethra externa) c. Urethra pars spongiosa. Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini hanya sebagai saluran ekskresi. Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan: a. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika urinaria
mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup. b. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf. c. Lapisan mukosa. 12. Urin (Air Kemih). Sifat fisis air kemih, terdiri dari: a. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya. b. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
c. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya. d. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak. e. Berat jenis 1,015-1,020. f. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam). Komposisi air kemih, terdiri dari: a. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air. b. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam ureaamoniak dan kreatinin. c. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat. d. Pigmen (bilirubin dan urobilin). e. Toksin. f. Hormon. 13. Mikturisi Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu: a. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2. b. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang) Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di
pelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter
interna
konstriksi.
Sistem
saraf
parasimpatis:
impuls
menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri). 2.4 Patofisiologi
Patofisiologis Penyebab batu pyelum (ginjal) masih belum diketahui dengan pasti. Pembentukan batu ginjal merupakan hasil interaksi beberapa proses yang kompleks, merupakan komplikasi atau salah satu manifestasi dari berbagai penyakit atau kelainan yang mendasarinya. Beberapa teori terbentuknya batu pyelum (ginjal), yaitu : 1. Teori Supersaturasi/Kristalisasi Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang terlarut bila dibandingkan dengan air biasa. Dengan adanya molekul-molekul zat organik seperti urea, asam urat, sitrat dan mukoprotein, juga akan mempengaruhi kelarutan zat-zat lain. Bila konsentrasi zat-zat yang relatif tidak larut dalam urin (kalsium, oksalat, fosfat dan sebagainya) makin meningkat, maka akan terbentuk kristalisasi zat-zat tersebut. Batasan pH urin normal antara 4,5-8. Bila air kemih menjadi asam (pH turun) dalam jangka lama maka beberapa zat seperti asam urat akan mengkristal. Sebaliknya bila air kemih menjadi basa (pH naik) maka beberapa zat seperti kalsium fosfat akan mengkristal. Dengan demikian, pembentukan batu pada saluran kemih terjadi bila keadaan urin kurang dari atau melebihi batas pH normal sesuai dengan jenis zat pembentuk batu dalam saluran kemih. 2. Teori Nukleasi/Adanya Nidus Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi yang kemudian terjadi. Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai nidus adalah ulserasi mukosa, gumpalan darah, tumpukan sel epitel, bahkan juga bakteri, jaringan nekrotik iskemi yang berasal dari neoplasma atau infeksi dan benda asing 3. Teori Tidak Adanya Inhibitor Supersaturasi kalsium, oksalat dan asam urat dalam urin dipengaruhi oleh adanya inhibitor kristalisasi. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan batu saluran kemih, sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi supersaturasi. Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih
ditentukan juga oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan penghambat (inhibitor). Ternyata pada penderita batu saluran kemih, tidak didapatkan zat yang bersifat sebagai inhibitor dalam pembentukan batu. Magnesium, sitrat dan pirofosfat telah diketahui dapat menghambat pembentukan nukleasi (inti batu) spontan kristal kalsium. Zat lain yang mempunyai peranan inhibitor, antara lain : asam ribonukleat, asam amino terutama alanin, sulfat, fluorida, dan seng 4. Teori Epitaksi Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas permukaan kristal lain. Bila pada penderita ini, oleh suatu sebab terjadi peningkatan masukan kalsium dan oksalat, maka akan terbentuk kristal kalsium oksalat. Kristal ini kemudian akan menempel di permukaan kristal asam urat yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak jarang ditemukan batu saluran kemih yang intinya terjadi atas asam urat yang dilapisi oleh kalsium oksalat di bagian luarnya. 5. Teori Kombinasi Teori terakhir mengenai pembentukan BSK adalah gabungan dari berbagai teori tersebut yang disebut dengan teori kombinasi. Terbentuknya BSK dalam teori kombinasi adalah sebagai berikut : Pertama, fungsi ginjal harus cukup baik untuk mengekskresi zat yang dapat membentuk kristal secara berlebihan. Kedua, ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan pH yang sesuai untuk kristalisasi. Dari kedua hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ginjal harus mampu melakukan ekskresi suatu zat secara berlebihan dengan pH urin yang sesuai sehingga terjadi presipitasi zat-zat tersebut. Ketiga, urin harus tidak mengandung sebagian atau seluruh inhibitor kristalisasi. Keempat, kristal yang telah terbentuk harus berada cukup lama dalam urin, untuk dapat saling beragregasi membentuk nukleus, yang selanjutnya akan mengganggu aliran urin. Statis urin yang terjadi kemudian, memegang peranan penting dalam pembentukan batu saluran kemih, sehingga nukleus yang telah terbentuk dapat tumbuh. 2.5 Gambaran klinis
a. Diagnosis
Batu yang tidak menimbulkan gejala, mungkin akan diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan analisa air kemih rutin (urinalisis). Batu yang menyebabkan nyeri biasanya didiagnosis berdasarkan gejala kolik renalis, disertai dengan adanya nyeri tekan di punggung dan selangkangan atau nyeri di daerah kemaluan tanpa penyebab yang jelas. Analisa air kemih mikroskopik bisa menunjukan adanya darah, nanah atau kristal batu yang kecil. Biasanya tidak perlu di lakukan pemeriksaan lainnya, kecuali jika nyeri menetap lebih dari beberapa jam atau diagnosisnya belum pasti. Pemeriksaan tambahan yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah pengumpulan air kemih 24 jam dan pengambilan contoh darah untuk menilai kadar kalsium, sistin, asam urat dan bahan lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya batu.
b. Penatalaksanaan Penatalaksanaan batu pyelum (ginjal) di bedakan menjadi : 1. Tanpa operasi, dibedakan menjadi: a. Medikamentosa Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih. b. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuri
Persyaratan BSK yang dapat ditangani dengan ESWL : a. Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm. b. Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm. c. Fungsi ginjal masih baik. d. Tidak ada sumbatan distal dari batu. c. Endourologi Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (PCNL atau Percutanues Nefrolithotomy) . Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara atau energi laser 2. Tindakan operasi a. Bedah laparoscopy Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
b. Bedah terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat BSK yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
2.6 Terapi Pembedahan
Nefrektomi adalah pembedahan untuk menghapus seluruh ginjal atau sebagian dari ginjal. Ada tiga variasi dalam nefrektomi, yang mencakup nefrektomi sederhana, parsial atau radikal, baik pada salah satu sisi (unilateral) atau kedua sisi ( bilateral). Nefrektomi adalah Suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat ginjal dengan atau tanpa kelenjar getah bening regional. Pembedahan dapat dilakukan dengan sayatan melalui pinggang, punggung (dorsal) atau perut. Nefrektomi laparoskopik semakin banyak digunakan sebagai alternatif untuk nefrektomi konvensional dalam kasuskasus tertentu. Ketika ginjal diangkat, ginjal tersisa yang sehat akan mengambil alih fungsi ginjal yang diangkat. Jika kedua ginjal diangkat, dialisis harus dilakukan untuk mengambil alih fungsi ginjal, kecuali dilakukan transplantasi dengan ginjal baru. Adapun jenis-jenis nefrektomi meliputi : 1. Nefrektomi sederhana adalah prosedur pembedahan yang mengangkat sebuah ginjal bersama dengan bagian kecil dari tabung yang menghubungkan ginjal ke kandung kemih (ureter ). Nefrektomi sederhana dilakukan untuk kelainan ginjal bawaan atau dapatan parah yang merusak ginjal dan mengganggu fungsinya. 2. Nefrektomi radikal adalah prosedur pembedahan yang menghapus seluruh bagian dari satu ginjal bersama dengan lemak sekitar, fasia, dua pertiga ureter , kelenjar adrenal dan kelenjar getah bening di sisi yang sama. Indikasi medis dilakukannya nefrektomi radikal biasanya adalah karsinoma sel ginjal (hipernefroma) atau penyakit ginjal polikistik yang telah benar-benar merusak jaringan ginjal. 3. Nefrektomi bilateral adalah prosedur pembedahan yang menghapus kedua ginjal.
4. Nefrektomi parsial, atau hemi-nefrektomi, adalah operasi untuk mengangkat hanya sebagian dari ginjal yang rusak atau mengandung tumor . 2.7 Indikasi operasi
1. Karsinoma ginjal. 2. Ruptur ginjal dimana didapatkan fragmentasi ginjal atau ruptur pedikel dengan hemodinamik yang tidak stabil. 3. Ginjal rusak karena infeksi, batu ginjal, obstruksi aliran urine. 4. Pasien dengan hipertensi berat yang disebabkan oleh stenosis arteri renalis. 5. Seorang pendonor yang telah menyetujui untuk mendonorkan salah satu ginjalnya untuk di transplantasikan kepada orang lain 2.8 Kontra indikasi
Keadaan umum pasien jelek 2.9 Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap, tes faal ginjal, sedimen urin, foto polos abdomen, pyelografi intravena, USG atau CT scan abdomen.
3.0 Teknik Operasi 1. Sign in.
Konfirmasi identitas, area operasi, tindakan operasi, dan lembar persetujuan operasi.
Kesiapan mesin anestesi dan obat-obatannya
Penandaan area operasi
Kesiapan fungsi pulse oksimeter
Riwayat alergi pasien
Adanya penyulit airway atau resiko aspirasi
Resiko kehilangan darah
2. Setelah pasien diberikan epidural dan general anasthesi pasien, pasang arde, Pasang catheter no 16 & urobag oleh asisten. 3. Diposisikan pada posisi lumbotomy. 4. Berikan bethadine scrub dan kassa pada asisten untuk membersihkan area operasi. 5. Perawat instrument melakukan surgical scrubbing, gowning, dan gloving kemudian memakaikan schort dan handscoon sesuai ukuran kepada tim operasi. 6. Antisepsis area operasi dengan memberikan desinfeksi klem dan cucing yang berisi deppers dan povidone iodine 10% kepada operator atau assisten. 7. Drapping area operasi dengan a. Doek besar tebal 1 pada area bawah. b. Doek besar 1 lagi untuk bagian atas. c. 2 buah doek sedang pada samping kanan dan kiri. d. Fiksasi masing-masing dengan doek klem. e. Doek kecil 1 buah untuk melapisi doek besar pada bagian bawah area operasi. 8. Perawat instrument mendekatkan meja mayo dan meja instrument pada area operasi. 9. Ikat couter dan selang suction dengan kasa. Fiksasi dengan duk klem pada duk bagian bawah lalu cek fungsi alat. 10. Time out.
Konfirmasi pengenalan nama dan tugas masing-masing tim bedah
Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan, dan area yang akan dioperasi
Pemberian antibiotik profilaksis 60 menit sebelum operasi.
Antisipasi kejadian kritis yang berkaitan dengan operator, anestesi maupun instrumen.
Penggunaan instrumentasi radiologi
11. Berikan kassa basah kemudian kering kepada asisten untuk membersihkan area operasi dari bethadine 10%.
12. Berikan pinset cirurgis dan povidone iodine 10% kepada operator untuk menandai sayatan (marker). 13. Berikan hanvat mess no.22 kepada operator untuk incisi kulit. 14. Berikan kassa dan klem mosquito kepada assisten untuk rawat perdarahan. 15. Berikan haak tajam 2 buah kepada assisten untuk membuka incisi dan operator memperdalam incisi dengan couter (cutting) sampai dengan muskulus. 16. Berikan steel deppers dan langen back 2 buah pada operator & asisten untuk memisahkan otot dengan peritoneum. 17. Berikan timan 2 buah kepada assisten untuk meluaskan lapang pandang. 18. Berikan gunting mayo dan pinset anatomis panjang kepada operator untuk membuka fasia gerota. 19. Berikan klem 90 o dan pinset anatomis pada operator untuk mencari ureter lalu tegel dengan nelaton catheter no.8 dan jepit dengan kocher. 20. berikan retractor/ sprider untuk memperluas lapang pandang & bebaskan ginjal dengan gunting metzenbaum dan pinset anatomis panjang, kemudian berikan ring klem kepada asisten. 21. Siapkan utuk pengangkatan ginjal dengan membebaskan ginjal dari jaringan yang melekat dengan klem 90o 22. Setelah ginjal dan arteri renalis bebas dari jaringan sekitar, berikan 2 pedikel klem pada operator untuk menjepit arteri, kemudian berikan gunting metzenboum untuk memotong arteri, dan berikan silk no.1 untuk jahit arteri. 23. Karena ginjal lengket ke jaringann yang lain berikan gunting metzenboum pada operator untuk memotong ginjal. 24. Berikan 2 klem besar pada operator untuk menjepit pembuluh darah vena kemudian potong dengan gunting metzenboum, jahit dengan silk no.1. 25. Berikan 2 klem besar pada operator untuk menjepit ureter, potong dengan gunting metzenboum dan ikat dengan silk no.2-0. 26. Cuci dengan NS 0,9% hangat, evaluasi perdarahan & jaringan sekitar ginjal.
27. Karena terjadi rembesan di sekitar hepar berikan surgicel + spongostan pada operator untuk menghentikan perdarahan. 28. Berikan drain no. 14 pada operator dan fiksasi dengan silk 2-0 jarum cutting 29. Hitung kembali jumlah kassa, jarum dan alat. 30. Berikan nald voeder, benang vicryl 1 & pinset chirrugis pada operator, berikan gunting benang & pinset anatomis pada asisten untuk menjahit fasia dan otot. 31. Setelah jahitan slesai lanjutkan menjahit fat dengan memberikan plain no.2-0. 32. Setelah jaringan fat terjahit kemudian berikan klip untuk Kulit. 33. Evaluasi perdarahan & bersihkan luka dengan kasa basah dan kasa kering. 34. Tutup luka dengan sufratul, kassa dan hypafik. 35. Sign out.
Jenis tindakan
Kecocokan jumlah instrumen, kasa, dan jarum sebelum dan sesudah operasi
Label pada spesimen
Permasalahan pada alat yang digunakan
Perhatian khusus pada masa pemulihan
36. Inventaris kasa & alat. 37. Rapikan pasien. 38. Cuci alat dan hitung kelengkapannya kemudian di set ulang, tulis pemakaiaan bahan habis pakai pada lembar depo. 39. Rapikan area kamar operasi. 40. Operasi selesai.
3.0 Diagnosa keperawatan
a. Diagnosa peri operatif 1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan operasi
Intervensi: 1. Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah dimengerti. 2. Berikan dukungan nyata pada emosional klien dengan rasa simpati dan empati. 3. Anjurkan klien untuk tenang dan rileks dengan nafas panjang. Implementasi 1. Memberi penjelasan tentang operasi sebelum masuk kedalam ruang operasi tentang prosedur yang akan pasien lalui. 2. Menganjurkan pasien tenang dan berdoa. 3. Dampingi pasien hingga pasien dalam proses pembiusan.
Evaluasi Hasil
:
1. Pasien tampak tenang dan tidak cemas. 2. Pasien mengerti penjelasan petugas tentang prosedur tindakan operasi.
2. Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari brancart ke meja operasi. Intervensi : 1. Bantu pasien untuk berpindah dari brancart ke meja operasi. Implementasi 1. Masukkan pasien ke ruang operasi dan pastikan pengaman brancart terpasang dengan baik dan dikunci. 2. Dekatkan brancart ke meja operasi dan buka pengaman pasien sebelah kiri, kemudian brancart dikunci. 3. Bimbing pasien berpindah dari brancart ke meja operasi perlahan dan didamping minimal 2 orang petugas.
4. Atur posisi dan pasang semua perlengkapan meja operasi (alas atau penahan tangan pasien, safety belt pasien). Evaluasi Hasil
:
1. Tidak terjadi injuri pada perpindahan pasien. 2. Pasien tampak tenang dan siap untuk dilakukan tindakan operasi.
b. Diagnosa intra opratif 1. Potensial kekurangan cairan berhubungan dengan perdarahan. Intervensi: 1. Monitor tanda tanda vital. 2. Observasi kelancaran infus. 3. Transfusi darah sesuai kebutuhan. 4. Monitor produksi urin (0,5 cc / kg BB / jam). Implementasi 1. Kolaborasi dengan tim anestesi : -
Memonitor tanda-tanda vital.
-
Pastikan infus lancar.
2. Memonitor jumlah kasa, jumlah cairan yang digunakan, dan hitung darah yang di tabung suction. 3. Pasang down catheter dan observasi produksi urine. Evaluasi hasil. 1. TTV dalam batas normal. 2. Intake & output balance.
2. Potensial injuri (ketinggalan instrumen, kassa dan injuri kulit) berhubungan dengan tindakan operasi, pemasangan arde atau ground yang tidak adekuat. Intervensi: 1. Atur posisi pasien sesuai dengan jenis operasinya. 2. Atur arde dan ikat.
3. Hitung instrumen dan kassa sebelum dan sesudah operasi. Implementasi 1. Pastikan arde mempel dengan benar dengan melihat indikator pada ESU (Electro Surgical Unit) 2. Sebelum mulai insisi dan stelah selesai operasi hitung kasa, big kasa, jumlah instrumen dan instrumen tambahan yang digunakan. Evaluasi hasil 1. Instrumen, kasa, big kasa, jarum, sesuai dengan perhitungan awal dan tambahan.
c. Diagnosa pos operatif 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret skunder terhadap efek anestesi. Intervensi: 1. Kaji pola nafas pasien. 2. Kaji perubahan tanda-tanda vital secara drastis. 3. Kaji adanya cyanosis, dispneu, ronchi. 4. Bersihan sekret dijalan nafas (suction). 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman. 6. Amati fungsi otot pernafasan. Implementasi 1. Kolaborasi dengan tim anestesi. Evaluasi hasil 1. Pasien batuk dan bernafas normal. 2. Tidak ada tanda-tanda cyanosis.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d tindakan bedah terhadap jaringan / otot post operasi. Intervensi :
1. Kaji tingkat dan kharakteristik nyeri. 2. Ajarkan melakukan teknik relaksasi. 3. Kolaborasi pemberian obat analgetik. Implementasi 1. Kolaborasi dengan tim anestesi. 2. Mengajarkan tehnik relaksasi dan nafas dalam. Evaluasi hasil 1. Pasien tenang. 2. TTV normal.
3. Resiko Injuri (jatuh, terlepasnya alat infus) b.d kesadaran yang menurun gelisah dan berontak Intervensi: 1. Jaga pasien dari jatuh bila perlu pasang restrain. 2. Observasi TTV dan tetesan infus. 3. Pasang pelindung pada tempat tidur supaya pasien tidak jatuh. Implementasi 1. Setelah proses operasi selesai pindahkan pasien dibantu minimal 4 orang. 2. Sebelum memindahkan pasien pastikan slang infus, kateter sudah pada posisi yang benar. 3. Setelah pasien berhasil dipindahkan langsung pasang pengaman pasien dan kunci. Evaluasi hasil 1. Pasien tidak jatuh. 2. Selang infus, drain dan kateter tidak terlepas. 3.1 Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah adalah perdarahan dan infeksi luka operasi.
3.2 Perawatan Pascabedah 1.
Pelepasan kateter 24 jam setelah penderita siuman.
2.
Pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut - turut produksi < 20 cc/ 24 jam.
3.
Pelepasan benang jahitan keseluruhan 7 hari pasca operasi.
3.4 F ollow-up 1.
Pasca operasi kontrol 2 minggu, kontrol berikutnya tiap 3 bulan.
2.
Setiap kontrol dilakukan pemeriksaan laboratorium.
(darah lengkap, urin
lengkap faal ginjal, urin kultur dan tes kepekaan). 3.
Usahakan diuresis yang adekuat, minum 2-3 liter/ hari, sehingga dicapai diuresis 1,5 liter/hari.
BAB III TINJAUAN KASUS
3.1 Gambaran Lingkungan Kamar Operasi
Kamar bedah sentral merupakan salah satu instalasi atau unit di RSUD dr. Saiful Anwar Malang di mana semua operasi dari ruangan dilaksanakan, yang mempunyai tugas dan fungsi menyediakan sumber daya manusia, fasilitas dan kompetensi untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan pelayanan operasi bagi pasien dan pendidikan pelatihan bagi tenaga medis dan paramedis sehingga pelayanan dituntut sesuai dengan prosedur t etap yang ada. Kegiatan utamanya adalah melakukan tindakan operasi efektif dan terencana. OK RSSA Malang memiliki 16 kamar operasi, manajemen operasi dilakukan untuk menunjang kelancaran tindakan operasi yang meliputi manajemen pasien, tim operasi (operator, perawat, dan anestesi), ruang operasi, fasilitas dan peralatan serta bahan habis pakai, waktu atau jam operasi. Proses operasi diawali dari pendaftaran operasi dan Instalasi Rawat Inap pengguna kamar operasi, lalu dilanjutkan dengan penanganan oleh tim leader OK sentral maka tersusunlah jadwal operasi yang rasional sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu. Kemudian jadwal operasi ditulis agar mudah dilihat dan diketik lalu digandakan kemudian diinformasikan pada pengguna kamar operasi melalui instalasi rawat inap sehari sebelum pelaksanaan operasi. Proses pengetikan sampai pembagian jadwal ini dilakukan oleh dokter yang bertanggung jawab terhadap perencanaan jadwal operasi.
3.2
Pengkajian
Nama Pasien
: Ny. S
No. Reg.
: 11335357
Umur
: 45 tahun
Ruang Rawat
: R.17
Dx Medis
: Batu Multiple Ren Dextra + Hydronefrosis Grade IV
Dokter Operator
: dr. Rahmad
Asisten Operasi
: dr. Dur
Dokter Anestesi
: dr. Nabris
Asisten Anestesi
: Bu Lestari
Perawat Instrumen
: Herman, Rara, Indra
Perawat sirkuler
: Arif, Lalu Ryan
Tindakan
: Nefrektomi Dextra
Tgl. Operasi
: 30 Maret 2017
Jam mulai operasi
: 10.50
Jam selesai operasi
: 13.25
A. Pengkajian pre operasi
1) Keluhan utama
:
Nyeri 2) Riwayat penyakit
:
Pasien mengeluh nyeri hebat pada pinggang kanan, riwayat nyeri pinggang kanan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri saat BAK, terasa ada benjolan di pinggang kanan dan semakin membesar. 3) Keadaan umum
( √ ) Compos mentis
(
) Apatis
(
) Somnolent
(
) Stupor
(
) Coma
4) Gejala psikologis (
) Firasat buruk
(
) Mudah tersinggung
(√ ) Takut akan pikiran sendiri 5) Tanda-tanda vital
(√ ) Tekanan Darah : 130/80mmHg (√ ) Nadi (√ ) Suhu
: 36 oC
: 88 x/menit
(√ ) Pernapasan : 22 x/meni
6) Pernafasan
(√ ) Spontan
(
) Canula
(
(
) Oksigen :
) Tenang
7) Akral
(√ ) Hangat
( ) Dingin 8) Surat ijin Operasi
(√ ) Ya
(
) Belum
9) Protease, gigi palsu, cat kuku, kontak lensa (
(√ ) Tidak
) Ya
10) Perhiasan (
(√ ) Tidak
) Ya
11) Folly Cateter
(√) Ya
(
) Tidak
12) Persiapan kulit/cukur
(√) Tidak
( ) Ya 13) Huknah / glicerin (
) Ya, Pukul :
WIB
(√ ) Tidak
14) Persediaan darah
(√ ) Ya, Jlh : 2 kantong PRC
(
) Tidak
(
) Tidak
15) Hasil laboratorium
( √ ) Ya 16) Hasil Rongen,MRI, USG, dll
(√ ) Ya, BNU-IVU -
nefrolitiasis dextra
l L/menit
(
hydronephrosis dextra
) Tidak
17) Infus
(√ ) Ya,
(
Nama Cairan
: NS 0,9%
Pemasangan
: Tangan kanan
Jumlah
: 20 tpm
) Tidak
18) Obat yang telah diberikan : Ciprofloxacin 400 mg 19) Riwayat Alergi (
) Ya
(√ ) Tidak 20) Riwayat operasi ( ) Ya
( √ ) Tidak
Diagnosa keperawatan pre operatif
a) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan operasi Tujuan : Pasien tenang dan mengerti tentang prosedur operasi Data Objektif : - Pasien tampak gelisah - Nadi : 88 x/menit Intervensi: -
Jelaskan tentang prosedur operasi secara singkat dan mudah dimengerti.
-
Berikan dukungan nyata pada emosional klien dengan rasa simpati dan empati.
-
Anjurkan klien untuk tenang dan rileks dengan nafas panjang.
Implementasi
-
Memberi penjelasan tentang operasi sebelum masuk kedalam ruang operasi tentang prosedur yang akan pasien lalui.
-
Menganjurkan pasien tenang dan berdoa.
-
Dampingi pasien hingga pasien dalam proses pembiusan.
Evaluasi Hasil
:
-
Pasien tampak tenang dan tidak cemas
-
Pasien mengerti penjelasan petugas tentang prosedur tindakan operasi
b) Resiko injuri berhubungan dengan perpindahan pasien dari branchart ke meja operasi Tujuan : Tidak terjadi injuri atau cedera pada pasien Data Objektif : - Pasien tegang - Pasien tampak lemah Intervensi : -
Bantu pasien untuk berpindah dari brancart ke meja operasi
Implementasi -
Masukkan pasien ke ruang operasi dan pastikan pengaman brancart terpasang dengan baik dan dikunci.
-
Dekatkan brancart ke meja operasi dan buka pengaman pasien sebelah kiri, kemudian brancart dikunci.
-
Bimbing pasien berpindah dari brancart ke meja operasi perlahan dan didamping minimal 2 otang petugas.
-
Atur posisi dan pasang semua perlengkapan meja operasi (alas atau penahan tangan pasien, safety belt pasien)
Evaluasi Hasil
:
-
Tidak terjadi injuri pada perpindahan pasien
-
Pasien tampak tenang dan siap untuk dilakukan tindakan operasi
B. Pengkajian Intra Operasi
1) Anestesi mulai
: 10.20
2) Pembedahan mulai
: 10.50
s/d
13.25 WIB
3) Jenis Pembiusan ( ) SAB
(√ ) General
( ) Regional
(
) LA
(√ ) Tangan kanan
(
) kaki kiri
( ) Tangan kiri
(
) Arteri Line
( ) Kaki kanan
(
) CVP
4) Posisi Infus
5) Posisi Pembedahan (
) Supine
(
) Prone
(
) Lithotomi
(√ ) Lumbotomi
(
) Lain-lain
(
) Latral
(
) Meja Traksi
6) Jenis Operaasi (
) Bersih
(√ ) bersih kontaminasi
(
) Kontaminasi
(
) Kotor
(√) Khusus
(
) Sedang
(
(
) Kecil
7) Golongan Operasi
) Besar
8) Posisi Tangan
(√ ) Terlentang
( ) Terlipat
9) Katheter Urin
(√ ) Ya (
) Tidak
10) Desinfeksi kulit dengan
(√ ) Providon Iodine
(
) Yodium
( ) Alkohol
(
) Idopors:
11) Lokasi Arde diatermi (
) Bokong
(
) Punggung
(
(
) Bahu
(
) Tungkkai
(√ ) Paha
(
) Stanbay
12) Monitor anestesi
(√ ) ya
) Tangan
( ) Tidak 13) Mesin anestesi
(√ ) ya (
(
) Stanbay
) Tidak
14) Tourniquet
(√ ) Tidak
(
) ya
(
) Lokasi: (
Jam mulai :
) Lengan kanan
(
) Lengan Kiri
(
) Kaki kanan
(
) Kaki kiri
s/d
WIB
Tekanan
:
mmHg
Diawasi Oleh :.................................................. 15) Pemakaian Imaging (
) ya, Lokasi/Jenis ................................./.....................................
(√ ) Tidak 16) Irigasi Luka
(√) ya, Nama Cairan : NS 0,9%
( ) tidak
17) Tampon (
(√) Tidak
) ya
TEKNIK INSTRUMENTASI A. Tujuan
1.
Menyiapkan perlengkapan peralatan instrumen bedah pada operasi nefrektomi.
2.
Mengatur alat secara sistematis di meja instrumen dan meja mayo.
3.
Memperlancar handling instrumen.
4.
Mempertahankan
keseterilan
pembedahan. B. Persiapan
1. Persiapan Ruang Operasi
alat
alat
instrumen
selama
a. Mengatur dan mengecek fungsi mesin suction, couter, lampu operasi, meja operasi, meja maja mayo, meja instrument. b. Member underpad dan duk steril di meja operasi, memasang sarung meja mayo pada meja mayo dan memberi underpad steril
diatasnya
dan
ditutup
dengan
kain
duk
steril,
mempersiapkan linen steril dan instrument yang akan digunakan. c. Menempatkan tempat sampah yang sesuai agar mudah dijangkau 2. Persiapan pasien a. Persetujuan tindakan operasi, foto rontgen. b. Pasien dipersiapkan dalam kondisi bersih dan menggunakan pakaian khusus masuk kamar operasi. c. Mengatur posisi pasien dengan posisi lumbotomi kanan dengan posisi batu diatas. d. Pasien dilakukan dengan anasthesi GA e. Memasang arde atau plat diatermi pada penampang luas (paha, betis). f. Mencuci area yang akan dilakukan insisi. 3. Persiapan alat dan bahan operasi. a.
Alat/instrumen
Alat On steril No
Nama Alat Onsteril
Jumlah
1
Meja operasi
1
2
Meja mayo
1
3
Meja Instrumen
1
4
Lampu operasi
2
5
ESU ( Electro Surgical Unit )
1
6
Plat diatermi
1
7
Tempat sampah
1
8
Standard waskom
2
9
Standard infus
2
10
Standard foto rongen
1
11
Suction set
1
12
Scort plastic
3
Alat steril Basic Set No. 1.
Alat steril Handvat mess no. 4 (Scalp blade and
Jumlah 1
handle) 2.
Pincet anatomis (Tissue forceps)
2
3.
Pincet sirurgis ( Dissecting forceps)
2
4.
Gunting metzenbaum ( Metzenbaum
1
scoissor ) 5.
Gunting jaringan (Surgical scissor )
1
6.
Desinfeksi klem (Sponge Holder
1
Forceps) 7.
Doek klem (Towel klem)
5
8.
Pean bengkok kecil ( Haemostatic forcep
2
pean) 9.
Pean bengkok sedang
4
10.
Kocker lurus sedang ( Haemostatic forcep
2
khocker) 11. Needle holder (Nald voeder ) 12
Langenbeck (Retractor US Army)
2 2
Ekstra Set No.
Nama Instrumen Steril
Jumlah
1.
Hak gigi tajam
2
2.
Timan besar
2
3.
Pean manis panjang
1
4.
Retractor
1
5.
Ring klem
4
6.
Klem 90 ( Right angel )
2
7.
Pedicle klem
2
b. Bahan habis pakai No
Nama Bahan habis Pakai
1
Vicryl 1
2
2
Mersilk 1 jarum round
2
3
Mersilk 2-0 jarum cutting
1
4
Mersilk 2-0 jarum round
1
5
Monocryl 3-0
1
6
Kassa
20
7
Mess 22
1
8
Spuit 10 cc
2
9
Folley Cath.cab.2 no.16
1
10
Urine bag
1
11
Hypafix
secukupnya
12
K-jelly
secukupnya
13
Sufratulle
14
Povidone iodine 10%
15
U-pad steril
16
N.S 0,9%
secukupnya
17
Handscoon
secukupnya
18
Radon drain no.14
1
19
Skin stapler
1
INSTRUMENTASI TEKNIK Sign in
Jumlah
1 secukupnya 2
Konfirmasi identitas, area operasi, tindakan operasi, dan lembar persetujuan operasi.
Kesiapan mesin anestesi dan obat-obatannya
Penandaan area operasi
Kesiapan fungsi pulse oksimeter
Riwayat alergi pasien
Adanya penyulit airway atau resiko aspirasi
Resiko kehilangan darah
1. Setelah pasien diberikan general anasthesi, pasang arde, pasang catheter no 16 + urobag oleh asisten 2. Posisikan pasien lumbotomy kanan, kemudian berikan cairan clorhexidine 2-4% dan kassa pada asisten untuk mencuci area operasi, kemudian dikeringkan dengan kasa steril kering 3. Perawat instrument melakukan surgical scrubing, gowning, dan gloving kemudian memakaikan schort dan handscoon sesuai ukuran kepada tim operasi 4. Antisepsis area operasi dengan memberikan desinfeksi klem dan cucing yang berisi deppers dan povidone iodine 10% kepada operator atau asisten 5. Drapping area operasi dengan a) Doek besar tebal 1 pada area bawah b) Doek besar 1 lagi untuk bagian atas c) 2 buah doek sedang pada samping kanan dan kiri d) Fiksasi masing-masing dengan doek klem e) Doek kecil 1 buah untuk dibuat seperti kantong untuk tempat canule suction dan couter kemudian difiksasi dengan duk klem 6. Dekatkan meja mayo, meja instrument dan troli waskom kemudian ikat couter dan selang suction dengan kasa dan fiksasi dengan duk klem lalu cek fungsi alat. 7. Time out
Konfirmasi pengenalan nama dan tugas masing-masing tim bedah
Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan, dan area yang akan dioperasi
Pemberian antibiotik profilaksis 60 menit sebelum operasi.
Antisipasi kejadian kritis yang berkaitan dengan operator, anestesi maupun instrumen.
Penggunaan instrumentasi radiologi
8. Berikan kassa basah kemudian kering kepada asisten untuk membersihkan area operasi dari bethadine 10% 9. Berikan pinset cirurgis dan bethadine 10% kepada operator untuk menandai sayatan (marker) 10. Berikan hanvat mess no.22 kepada operator untuk incisi kulit 11. Berikan kassa dan klem mosquito kepada assisten untuk rawat perdarahan 12. Berikan haak tajam 2 buah kepada assisten untuk membuka incisi dan operator memperdalam incisi dengan couter (cutting) sampai dengan muskulus 13. Berikan steel deppers dan langen back 2 buah pada operator & asisten untuk memisahkan otot dengan peritoneum 14. Setelah peritoneum terbebas, berikan timan 2 buah kepada asisten untuk menarik peritoneum ke arah medial 15. Berikan gunting metzenbaum dan pinset anatomis panjang kepada operator untuk membuka fasia gerota. 16. Berikan still deppers untuk menyisihkan fat ginjal 17. Setelah ginjal teridentifikasi, berikan spuit 10cc untuk aspirasi cairan ginjal 18. Berikan mess untuk membuat sayatan di ginjal agar cairan dalam ginjal keluar dan kempes. 19. Hisap cairan yang keluar dari ginjal dengan suction 20. Berikan klem 90 o dan pinset anatomis pada operator untuk membebaskan ginjal dari jaringan sekitarnya atau fat peri renal 21. Berikan retractor/ sprider untuk memperluas lapang operasi 22. Berikan ring klem untuk menjepit ginjal 23. Setelah ginjal dan arteri renalis bebas dari jaringan sekitar, berikan 2 pedikel klem pada operator untuk menjepit arteri 24. Berikan gunting metzenbaum untuk memotong arteri dan vena
25. Berikan nald voeder + mersilk no.1 untuk jahit arteri dan vena 26. Berikan 2 klem pean panjang untuk menjepit ureter 27. Berikan gunting metzenbaum untuk memotong ureter 28. Berikan nald voeder + mersilk 2-0 untuk jahit ureter. 29. Ginjal sudah terlepas, berikan bengkok besar untuk tempat ginjal 30. Cuci dengan NS 0,9% , evaluasi perdarahan dan jaringan sekitar ginjal 31. Berikan drain no. 14 pada operator dan fiksasi dengan mersilk 2-0 jarum cutting 32. Sign out
Jenis tindakan
Kecocokan jumlah instrumen, kasa, dan jarum sebelum dan sesudah operasi
Label pada spesimen
Permasalahan pada alat yang digunakan
Perhatian khusus pada masa pemulihan
33. Berikan nald voeder + benang vicryl 1 & pinset chirrugis pada operator, gunting benang pada asisten, untuk menjahit fasia dan otot. 34. Setelah jahitan slesai lanjutkan menjahit fat dengan memberikan monocryl 3-0 35. Setelah jaringan fat terjahit kemudian berikan skin stappler untuk menutup kulit 36. Evaluasi perdarahan & bersihkan luka dengan kasa basah dan kasa kering 37. Tutup luka dengan sufratul, kassa dan hypafik 38. Drapping dilepas, Inventaris kasa & alat kemudian rapikan pasien 39. Cuci alat dan hitung kelengkapannya kemudian di set ulang, tulis pemakaiaan bahan habis pakai pada lembar depo, 40. Operasi selesai
DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa Keperawatan Intra Operasi
a) Potensial kekurangan cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan Data Objektif : - Mata cowong , Conjuctiva anemis. - Akral dingin . - Terjadi perdarahan lebih dari 50 cc Intervensi: -
Monitor tanda tanda vital
-
Observasi kelancaran infus
-
Transfusi darah sesuai kebutuhan
-
Monitor produksi urin (0,5 cc / kg BB / jam)
Implementasi -
Kolaborasi dengan tim anesthesi.
-
Memonitor tanda-tanda vital.
-
Pastikan infus lancar.
-
Memonitor jumlah kasa, jumlah cairan yang digunakan, dan hitung darah yang di tabung suction.
-
Pasang catheter dan observasi produksi urine.
b) Potensial injuri (ketinggalan instrumen, kassa dan injuri kulit) bd tindakan operasi, pemasangan pedal / arde yang tidak adekuat Tujuan : Tidak terjadi injuri Data Objektif : - Posisi pasien lumbotomi - Terpasang arde pada kaki pasien - Jumlah instrument awal : 42 kassa : 20 Intervensi: -
Atur posisi pasien sesuai dengan jenis operasinya
-
Atur arde dan ikat
-
Hitung instrumen dan kassa sebelum dan sesudah operasi
Implementasi
-
Mempoosisikan pasien lumbotomi
-
Pastikan arde mempel dengan benar dengan melihat indikator pada ESU (Electro Surgical Unit)
-
Sebelum mulai insisi dan stelah selesai operasi hitung kasa, big kasa, jumlah instrumen dan instrumen tambahan yang digunakan.
Evaluasi hasil -
Instrumen, kasa, jarum, sesuai dengan perhitungan awal dan tambahan.
-
Tempat menempelnya arde tidak ada luka
-
Tidak ada tanda-tanda nekrose akibat tekanan pada kulit terlalu lama
c) Resiko infeksi berhubungan dengan kesterilan alat, kesterilan tim operasi dan lingkungan Tujuan : Tidak terjadi infeksi Data Objektif : -
Pasien sudah di desinfeksi dengan bethadin 10%
-
Pasien di drapping dengan duk steril
Intervensi : -
Handling instrumen dengan baik
-
Pastikan posisi tim operasi secara tepat
-
Pertahankan area operasi & instrumen supaya tetap steril & tidak terjatuh
-
Rawat luka dengan benar; bersihkan dengan kasa basah Ns, bilas dengan kasa kering steril, berikan dressing yaitu dengan supratule, tutup dengan hipavix
Implementasi -
Lakukan tehnik aseptik selama persiapan operasi dan selama proses pembedahan berlangsung.
-
Setelah alat di buka di meja instrumen dan mayo, tutup kembali dengan duk steril.
-
Dalam intra operatif handling instrumen sebebas mungkin mengurangi kontak dengan sumber infeksi.
-
Pastikan duk operasi dilepas setelah luka operasi ditutup dengan kasa dan hipavix.
Evaluasi hasil -
Selama proses pembedahan tidak ada instrumen yang jatuh atau instrumen menyentuh daerah on steril.
Diagnosa keperawatan post operatif
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret sekunder terhadap efek anestesi Tujuan : Pasien tidak apneu Data Objektif : - Pasien terpasang endotracheal tube - Saturasi oksigen 100 % Intervensi: -
Kaji pola nafas pasien
-
Kaji perubahan tanda-tanda vital secara drastis
-
Kaji adanya cyanosis, dispneu, ronchi
-
Bersihan sekret dijalan nafas (suction)
-
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
-
Amati fungsi otot pernafasan
Implementasi -
Kolaborasi dengan tim anesthesi.
Evaluasi hasil -
Pasien batuk dan bernafas normal.
-
Tidak ada tanda-tanda sianosis
b. Resiko Injuri (jatuh, terlepasnya alat infus) b.d kesadaran yang menurun gelisah dan berontak
Tujuan : Pasien aman dan tidak jatuh Data Objektif : - Pasien terpasang infuse - Keadaan umum pasien lemah - Restrain pada bagian paha/kaki pasien Intervensi: -
Jaga pasien dari jatuh bila perlu pasang restain
-
Observasi TTV dan tetesan infus
-
Pasang pelindung pada tempat tidur supaya pasien tidak jatuh
Implementasi -
Setelah proses operasi selesai pindahkan pasien dibantu minimal 4 orang.
-
Sebelum memindahkan pasien pastikan slang infus, kateter sudah pada posisi yang benar.
-
Setelah pasien berhasil dipindahkan langsung pasang pengaman pasien dan kunci.
Evaluasi hasil -
Pasien tidak jatuh
-
Selang infus, drain dan kateter tidak terlepas.
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan
1. Penatalaksanaan Keperawatan Fase Pra Operasi Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu pre operasi di kamar operasi mencakup:
menelaah lembar observasi klien, mengidentifikasi
klien, memastikan daerah pembedahan, memberikan dukungan psikologis dan menyiapkan klien untuk anestesi yang diberikan serta pembedahan. Persiapan ruang operasi meliputi: penyusunan rangkaian instrumental yang disusun menjadi suatu perangkat atau rangkaian (set) yang dirancang sesuai prosedur dasar spesialis bedah. Penataan instrumen di meja mayo dan meja alat. Menyiapkan ruangan dan seluruh alat serta SDM selalu memperhatikan prinsip aseptik.
2. Penatalaksanaan Keperawatan Fase Intra Operatif Aktivitas
keperawatan
meliputi:
memasang
infus
kateter,
memberikan keselamatan untuk klien, mempertahankan lingkungan aseptif dan terkontrol, memberikan dukungan psikologis sebelum induksi dan jika pasien sadar. Perawat
instrumentator
harus
mengetahui
cara
menyusun
instrumen yang akan digunakan, manfaat setiap instrumen dan kapan instrumen tersebut digunakan selama operasi, waktu dan cara menyerahkan instrumen pada ahli bedah dan mengambilnya kembali, serta penanganan dan perawatan instrumen agar tetap steril selama pembedahan.
Kompetensi dalam mengidentifikasi dan memahami instrumen merupakan dasar dalam praktik keperawatan perioperatif sehingga harus menjadi prioritas.
3. Penatalaksanaan Keperawatan Fase Post Operatif Pemulihan dari anestesi merupakan fase kritis bagi pasien, perlu lingkungan yang tenang. Observasi terhadap intervensi pembedahan. Petugas scrub bertanggung jawab untuk menyelesaikan lapangan operasi dan mempersiapkan instrument untuk pengolahan ulang.
4.2 Saran
1. Peserta pelatihan sebelum masuk kamar OK perlu diperkenalkan satu persatu contoh instrumen dan manfaatnya serta teknik instrumentasinya pada beberapa kasus yang ada, bila perlu dalam bentuk video. 2. Tata tertib standart penggunaan kamar operasi mohon untuk lebih ditaati dan diperhatikan bagi semua petugas yang menggunakan kamar operasi 3. Perlu di buatkan standart
yang baku bagi semua kamar OK mulai dari
tehnik scrub, gloning, gloving, memasang alas pada meja instrument dan meja mayo maupun teknik instrumentnya agar tidak ada perbedaan antara OK yang satu dengan yang lainnya. 4. Penerapan Sign In, time Out serta Sign Out pada setiap tindakan sangat perlul diperhatikan, dipahami, serta dilaksanakan untuk seluruh petugas di Kamar Operasi.