KEBERGATUNGAN DUA PROSES HETEROSKEDASTIK BERBASIS COPULA
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Institut Teknologi Bandung
Oleh MARIANIK NIM : 10110066 (Program Studi Sarjana Matematika)
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014
KEBERGATUNGAN DUA PROSES HETEROSKEDASTIK BERBASIS COPULA
ABSTRAK
Return merupakan salah satu alat ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat pengembalian pengembalian investasi. investasi. Perubahan Perubahan nilai return dapat dinyatak dinyatakan an dengan volatilivolatilitas. Volatilitas olatilitas menarik untuk dikaji karena nilainya nilainya cenderung berubah b erubah terhadap waktu wa ktu.. Model ARCH(1) ARCH(1) dan GARCH( GARCH(1,1) 1,1) merupakan merupakan model deret deret wa waktu ktu yang mengasumsikan volatilitas tidak konstan. Pada Tugas Akhir ini, kedua model tersebut digunakan digunakan untuk untuk merepres merepresen entasi tasikan kan return aset. Lebih Lebih lanjut, lanjut, akan akan dilihat dilihat perilaku kebergantungan dari dua return aset. Korelasi Pearson merupakan ukuran kebergantungan yang sering digunakan, namun terbatas untuk mendeteksi kebergantungan linear. Oleh karena itu, digunakan Kendall’s tau yang dapat mendeteksi kebergantungan kebergantungan non-linear. non-linear. Kendall’s Kendall’s tau juga dapat dinyatakan dinyatakan sebagai fungsi distribusi bivariat yaitu Copula, sehingga Copula dapat digunakan untuk mendeteksi adanya adanya kebergan kebergantung tungan an antara antara dua return. return. Metode Metode yang yang digunak digunakan an untuk untuk membangun Copula adalah metode inversion dan pendekatan Archimedean.
Kata Kunci : return, volatilitas, ARCH/GARCH, koefisien korelasi Pearson, Kendall’s tau.
ii
KEBERGATUNGAN DUA PROSES HETEROSKEDASTIK BERBASIS COPULA
ABSTRAK
Return merupakan salah satu alat ukur yang digunakan untuk menentukan tingkat pengembalian pengembalian investasi. investasi. Perubahan Perubahan nilai return dapat dinyatak dinyatakan an dengan volatilivolatilitas. Volatilitas olatilitas menarik untuk dikaji karena nilainya nilainya cenderung berubah b erubah terhadap waktu wa ktu.. Model ARCH(1) ARCH(1) dan GARCH( GARCH(1,1) 1,1) merupakan merupakan model deret deret wa waktu ktu yang mengasumsikan volatilitas tidak konstan. Pada Tugas Akhir ini, kedua model tersebut digunakan digunakan untuk untuk merepres merepresen entasi tasikan kan return aset. Lebih Lebih lanjut, lanjut, akan akan dilihat dilihat perilaku kebergantungan dari dua return aset. Korelasi Pearson merupakan ukuran kebergantungan yang sering digunakan, namun terbatas untuk mendeteksi kebergantungan linear. Oleh karena itu, digunakan Kendall’s tau yang dapat mendeteksi kebergantungan kebergantungan non-linear. non-linear. Kendall’s Kendall’s tau juga dapat dinyatakan dinyatakan sebagai fungsi distribusi bivariat yaitu Copula, sehingga Copula dapat digunakan untuk mendeteksi adanya adanya kebergan kebergantung tungan an antara antara dua return. return. Metode Metode yang yang digunak digunakan an untuk untuk membangun Copula adalah metode inversion dan pendekatan Archimedean.
Kata Kunci : return, volatilitas, ARCH/GARCH, koefisien korelasi Pearson, Kendall’s tau.
ii
DEPENDENCE TWO HETEROSCEDASTIC PROCESS BASED ON COPULA
ABSTRACT
Return Return is one of the measuring instrument used to determine rate of return on investmen investment. t. Changing Changing return value can be expressed expressed by volatility volatility.. Volatility olatility has become interesting interesting to discuss because volatilit volatility y changes over time. ARCH(1) ARCH(1) and GARCH(1,1) are time series models which assume changing volatility over time. This This finel project project uses uses both models to represe represent nt the return return assets. assets. Furthermo urthermore, re, we want want to know know the dependence dependence behavio behaviorr between between them. Pearson Pearson’s ’s correlation correlation coefficient is a measure of depedence which widely used, but it has limitation that only can detect linear depedence. Therefore, Therefore, Kendall’s tau is a measure of depedence which which can detect detect non-lin non-linear ear depedence. depedence. Kendall Kendall’s ’s tau can be stated stated in bivaria bivariate te distribution function model, named Copula. Besides, Copula can detect depedence between two asset returns. Two used methods for constructing copula are inversion method and method which used generator function.
Keywords : return, volatilit volatility y, ARCH/GAR ARCH/GARCH, CH, Pearson’s correlation coefficient, coefficient, Kendall’s Kendall’s tau
iii
KEBERGATUNGAN DUA PROSES HETEROSKEDASTIK BERBASIS COPULA
Oleh : MARIANIK NIM : 10110066 (Program Studi Sarjana Matematika) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung
Menyetujui Pembimbing Tanggal 28 Mei 2014
(Khreshna I.A. Syuhada, M.Sc, Ph.D) NIP. 132206229
Saat akhirnya satu per satu pintu ilmu terbuka dan cahayanya memancar menyilaukan, sadarilah, hal yang paling menyenangkan dalam proses belajar adalah hijrah dari tidak mengerti menjadi mengerti
Jika semua keinginan kita selalu dikabulkan, bagaimana kita tahu arti sabar? Jika semua permintaan kita selalu dimudahkan, bagaimana kita tahu arti berjuang? Jika kita tidak pernah gagal, bagaimana kita tahu cara untuk bangkit?
Kupersembahkan, Sebagai ibadah kepada-Nya, Yang memiliki kekuatan yang tidak dimiliki makhluk-Nya, Sebagai cinta kepada Rasul-Nya, Yang telah memberikan teladan melalui sunnahnya, Dan sebagai bakti kepada orangtua tercinta.
Prakata Bismillahirrahmanirrahim Penulis panjatkan syukur kepada Allah SWT atas segala keberkahan yang dilimpahkanNya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Kepada Bapak Walomo, Ibu Sarisih, Mas Maruji Rahayu dan Mbak Estri, terima kasih atas doa dan dukungan sehingga penulis selalu termotivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis sangat bersyukur dikaruniai keluarga yang hebat dan menyayangi Penulis. Alhamdulillahhirabbil’alamin. Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Pembimbing Tugas Akhir, Bapak Khreshna Imaduddin Ahmad Syuhada, MSc, PhD atas perhatian, kesabaran, arahan, nasihat, dan saran yang diberikan, baik yang bersifat akademik maupun nonakademik. Bapak telah mengajarkan kepada Penulis pentingnya kedisiplinan, kerja keras, pantang menyerah dan komunikasi yang baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen wali, Dr. Hilda Assiyatun atas arahan akademik kepada Penulis selama menempuh program Sarjana Matematika. Kepada Dr. Utriweni Mukhaiyar, dan Dr. Oki Neswan selaku dosen penguji Tugas Akhir I dan Tugas Akhir II, terima kasih Penulis sampaikan atas saran dan kritik yang sangat membangun wawasan Penulis. Terima kasih Penulis sampaikan kepada ’Tim Bimbingan Mr. KS’ : Mbak Aniq Atiqi Rohmawati, Kak Setyo Nugroho, Teh Tika Lestari, Teh Tiara Husnul Khotimah, Mutiara Kusuma Wardani, Sukono, Tiara Rihensa, Widyan Riadhi, dan Yulianto Nur Arifin atas kebersamaan, tawa, tangis dan motivasi yang sangat membantu perjalanan Penulis menyelesaikan Tugas Akhir. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Kak Octa, Kak Evi, Kak Rizky, Kak vi
Prakata
Vanes dan Mbak Dika yang mau di’repot’in Penulis selama proses penulisan Tugas Akhir ini. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada sahabat terbaik: Vidiya Gunarsih, Hylda Damayanti, Retna Ayu Mustikarini (Tika), Khusnul Khotimah, Atia Sonda, Nisa Fadlilah, Fauzia Fahmi, Amira Putri Rahmaida (Puput), Alitta Yelsya Junanda, Sifa Fidelia dan Tiya Juniarti atas canda, motivasi dan kebersamaan yang sangat menyenangkan. Terima kasih Penulis sampaikan kepada Arif Nurwahid, Mirza Widihananta, Ahmad Fauzan, Kevin Mandira Limanta dan Mbak Mahfudotin(Ocin) atas motivasi, tawa dan bantuan yang diberikan kepada Penulis selama proses belajar di ITB. Terima kasih Penulis sampaikan kepada seluruh Badan Pengurus HIMATIKA ITB periode 2013/2014 atas kebersamaan dan suka-duka selama tingkat empat. Penulis bangga punya teman-teman hebat dengan pemikiran yang ’unik’ seperti kalian. Terima kasih juga buat seluruh teman-teman Sarjana Matematika ITB 2010. Sukses buat kita semua. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan untuk ’Tim Futsal Putri HIMATIKA 2013’ atas kebersamaan, tawa dan kerja keras. Tak lupa Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman divisi Akademik HIMATIKA 2013/2014, kalian hebat-hebat, semoga sukses. Terima kasih juga kepada temen-temen 2011 : Meli, Sandra, Dita (Bocil), Atsila dan Karin atas kebersamaan dan keseruan kalian, semoga sukses. Terimaka kasih juga Penulis sampaikan kepada Beasiswa ITB Untuk Semua (BIUS) dan Karya Salemba Empat (KSE) atas bantuan secara finansial sehingga Penulis bisa menyelesaikan Perkuliahan dengan lancar. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman BIUS 2010 dan kakak-kakak BIUS 2009 atas tawa, kebersamaan dan pengalaman yang diberikan selama perkuliahan di ITB. Terima kasih Penulis sampaikan kepada teman-teman ’Tamasya Ganesha’ yang telah memberikan ’ilmu’ pendakian dan kebersamaan menyaksikan kebesaran Allah SWT melalui alam. Terima kasih juga buat ’Ganesha Bersenyum’ atas secercah cahaya untuk memajukan Temanggung. Ucapan terimakasih Penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan SMA ’Mangsa’: Theoza Nopranda, Andri Rahmat Wijaya dan Agha Ahmad Reza. Se-
vii
Prakata
moga sukses di masa yang akan datang. Tak lupa ucapan terima kasih sebesar - besarnya kepada staf administrasi di lingkungan Matematika ITB, terutama: Teh Nina, Pak Yana, Bu Diah dan Kang Asep untuk semua bantuan yang diberikan demi kelancaran proses akademik Penulis selama perkuliahan hingga akhir. Ucapan terima kasih terakhir disampaikan kepada semua pihak yang belum disebutkan, namun secara nyata telah membantu Tugas Akhir ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan mereka terhadap Penulis. Jazakumullahu khairan katsiiran. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi Pembaca. Bandung, 28 Mei 2014
Penulis
viii
Daftar Isi Abstrak
ii
Abstract
iii
Prakata
vi
Daftar Isi
x
Daftar Gambar
xii
Daftar Tabel
1 Pendahuluan
xiii 1
1.1
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2
Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2
2 Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
3
2.1 Return dan Volatilitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
2.2
Kestasioneran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
2.2.1
Kestasioneran Model ARCH(1) . . . . . . . . . . . . . . . . .
6
2.2.2
Kestasioneran Model GARCH(1,1) . . . . . . . . . . . . . . . 11
ix
Prakata
3 Penaksiran Parameter
16
3.1 Penaksiran Parameter Model ARCH(1) . . . . . . . . . . . . . . . . . 17 3.2 Penaksiran Parameter Model GARCH(1,1) . . . . . . . . . . . . . . . 18 3.3 Simulasi Penaksiran Parameter . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
4 Kebergantungan dan Copula
25
4.1 Korelasi Pearson dan Kendall’s Tau . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25 4.2 Kebergantungan dalam Copula . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35 4.3 Konstruksi Copula Bivariat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
5 Kesimpulan
46
Daftar Pustaka
47
Lampiran 1
48
Lampiran 2
54
x
Daftar Gambar 2.1 Simulasi Nilai Fungsi Gabungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
8
2.2 Simulasi Proses ARCH(1) dengan α0 = 0.01, α1 = 0.3 dan n = 1500 .
9
2.3 Simulasi Proses ARCH(1) dengan α0 = 0.01, α1 = 0.8 dan n = 1500 .
9
2.4 Simulasi Proses ARCH(1) dengan α0 = 0.01, α1 = 1.5 dan n = 1500 . 10 2.5 Simulasi Nilai Fungsi Gabungan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 2.6 Simulasi Proses GARCH(1,1) dengan α0 = 0.01, α1 = 0.4, β 1 = 0.2 dan n = 1500 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13 2.7 Simulasi Proses GARCH(1) dengan α0 = 0.01, α1 = 1.5, β 1 = 0.05 dan n = 1500 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14 4.1
Visualisasi concordant dan discordant pada Kendall’s Tau untuk dua sampel acak yang berdistribusi normal dengan berbagai nilai korelasi yaitu 0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 0.99 (berturut-turut dari kiri ke kanan, atas ke bawah) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
4.2 Hubungan koefisien korelasi Pearson dan Kendall’s tau . . . . . . . . 30 4.3 Simulasi Kebergantungan Dua Proses ARCH(1,1) . . . . . . . . . . . 32 4.4 Simulasi Kebergantungan Proses ARCH(1) dan GARCH(1,1) . . . . . 33 4.5 Simulasi Kebergantungan Dua Proses GARCH(1,1) . . . . . . . . . . 35
xi
Prakata
4.6
Visualisasi nilai C (u, v ) untuk dua sampel acak yang berdistribusi normal standar dengan berbagai nilai korelasi yaitu 0.1, 0.3, 0.5, 0.7, 0.9, 0.99 (berturut-turut dari kiri ke kanan, atas ke bawah) . . . . . . . . . . . 37
4.7 Visualisasi nilai c(u, v ) untuk dua sampel acak yang berdistribusi normal standar dengan berbagai nilai korelasi yaitu 0.1, 0.3, 0.5, 0.7, 0.9, 0.99 (berturut-turut dari kiri ke kanan, atas ke bawah) . . . . . . . . . . . 37 4.8
Visualisasi scatter plot U dan V pada Copula Clayton dengan berbagai nilai theta yaitu 1, 3, 5, 8 (berturut-turut dari kiri ke kanan, atas ke bawah) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
4.9
Visualisasi scatter plot U dan V pada Copula Gumbel dengan berbagai nilai theta yaitu 1.5, 2.5, 3.5, 5 (berturut-turut dari kiri ke kanan, atas ke bawah) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44
4.10 Hubungan antara τ dan θ pada Copula Clayton dan Copula Gumbel
xii
45
Daftar Tabel 3.1 Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter ARCH(1) Kasus I . . . . . . 22 3.2 Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter ARCH(1) Kasus II . . . . . 22 3.3 Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter GARCH(1,1) Kasus I . . . . 23 3.4 Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter GARCH(1,1) Kasus II . . . 23 3.5 Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter GARCH(1,1) Kasus III . . . 24 4.1
Penentuan concordance antara dua observasi . . . . . . . . . . . . . . 28
4.2 Hasil Simulasi Kebergantungan Dua Proses ARCH(1) Kasus I . . . . 31 4.3 Hasil Simulasi Kebergantungan Dua Proses ARCH(1) Kasus II . . . . 31 4.4 Hasil Simulasi Kebergantungan ARCH(1) dan GARCH(1,1) Kasus I . 33 4.5 Hasil Simulasi Kebergantungan ARCH(1) dan GARCH(1,1) Kasus II 33 4.6 Hasil Simulasi Kebergantungan Dua Proses GARCH(1,1) Kasus I . . 34 4.7 Hasil Simulasi Kebergantungan Dua Proses GARCH(1,1) Kasus II . . 34
xiii
BAB 1 Pendahuluan 1.1
Latar Belakang
Imbal hasil atau return menjadi salah satu alat bagi para investor untuk menentukan nilai aset yang diinvestasikan, apakah mengalami keuntungan atau kerugian. Pada umumnya, nilai return berubah terhadap waktu. Besar perubahan nilai return tersebut dapat dinyatakan dengan volatilitas. Volatilitas dalam model keuangan, khususnya model deret waktu, sering menggunakan asumsi dengan nilai volatilitas konstan. Asumsi tersebut kurang sesuai dengan kenyataan karena nilai dari volatilitas yang tidak pernah tetap. Sehingga dibutuhkan suatu model deret waktu yang dapat mengakomodasi nilai volatilitas yang tidak konstan yaitu model heteroskedastik. Saat ini, banyak investor melakukan investasi lebih dari satu aset sehingga bahasan mengenai model deret waktu yang cocok belum cukup. Penting juga untuk mengetahui kebergantungan antara aset yang diinvestasikan. Adanya informasi mengenai kebergantungan antara aset tersebut diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk memilih aset yang paling menguntungkan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kebergantungan antara dua aset disebut ukuran kebergantungan. Ukuran kebergantungan yang sering digunakan adalah koefisien korelasi Pearson. Koefisien korelasi Pearson sebagai ukuran kebergantungan memiliki beberapa kekurangan, diantaranya tidak memberikan hasil yang akurat apabila data yang dimiliki 1
BAB I : Pendahuluan
mengandung nilai-nilai ekstrim dan koefisien korelasi Pearson juga tidak memenuhi sifat ”invariant under nonlinear strictly increasing transformations ”. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, diperkenalkan juga Kendall’s Tau yang memenuhi sifat invariant . Selain itu, kendall’s Tau dapat mengatasi kebergantungan nilai-nilai yang ekstrim. Keunggulan lain yang dimiliki Kendall’s Tau adalah ukuran kebergantungan ini dapat dinyatakan dengan fungsi distribusi bivariat yaitu Copula. Copula memiliki keunggulan yaitu setiap peubah acak dapat ditransformasikan melalui fungsi distribusinya ke peubah acak baru yang berdistribusi U nif orm[0, 1]. Dengan diperkuat adanya keterkaitan antara Kendall’s Tau dengan Copula membuat ukuran kebergantungan ini lebih fleksibel digunakan. Tugas Akhir ini membahas mengenai Keunggulan Kendall’s Tau dalam mengukur kebergantungan pada proses stokastik yang mengikuti model ARCH(1) dan GARCH(1,1).
1.2
Tujuan
Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah: 1. memperkenalkan dan menentukan kestasioneran model deret waktu ARCH(1) dan GARCH(1,1) 2. menentukan penaksir parameter model ARCH(1) dan GARCH(1,1) 3. menentukan kebergantungan dua return aset yang mengikuti model ARCH(1) dan GARCH(1,1) 4. melakukan kajian mengenai ukuran kebergantungan korelasi Pearson dan Kendall’s Tau serta kaitannya dengan Copula
2
BAB 2 Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik Return dan volatilas memiliki keterkaitan yang cukup erat. Informasi mengenai perilaku return saja tidak cukup. Volatilitas digunakan untuk mengetahui perilaku perubahan dari return itu sendiri. Sifat volatilitas yang tidak terobservasi mengakibatkan susah diprediksi. Model ARCH(1) dan GARCH(1,1) merupakan contoh model volatilitas dengan asumsi volatilitas sebagai fungsi terobservasi. Pada Bab ini, akan dijabarkan return dan kestasioneran model volatilitas.
2.1
Return dan Volatilitas
Dalam bidang finansial, orang cenderung memilih untuk memodelkan return daripada harga. Tsay (2005) menyatakan ada dua alasan yang menyebabkan return lebih banyak digunakan dibandingkan dengan harga. Pertama, return memiliki ringkasan investasi yang lebih lengkap dan bebas skala dibandingkan dengan harga. Kedua, return lebih mudah didekati dengan sifat-sifat statistik dibandingkan harga. Return adalah tingkat pengembalian dari suatu investasi selama waktu atau p eriode tertentu (Elton dan Gruber, 1995). Nilai return positif menyatakan keuntungan dan nilai return negatif menyatakan kerugian. Tsay (2005) telah mendefinisikan dua macam return yaitu return sederhana dan return majemuk.
3
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
Return Sederhana Misalkan P t menyatakan harga aset pada waktu t dan rt menyatakan return sederhana aset pada waktu t. Return sederhana pada waktu (t 1) ke t dinyatakan sebagai
−
1 + rt =
P t . P t−1
Bentuk umum dari return sederhana untuk k periode, yaitu P t P t−k P t P t−1 = P t−1 P t−2
1 + rt (k) =
· ·· P P
t−k+1 t−k
= (1 + rt )(1 + rt−1 ) k−1
=
··· (1 + r
t−k+1
)
(1 + rt− j ).
j =0
Return sederhana untuk k periode menunjukkan hasil perkalian dari return sederhana hariannya. Rumusan return sederhana tersebut sulit ditangani karena tidak memenuhi sifat aditif, yaitu compound return sederhana tidak dapat dinyatakan sebagai penjumalahan dari return hariannya, namun perkalian dari return sehariannya. Sebagai alternatifnya digunakan return majemuk. Return Majemuk Misalkan P t menyatakan harga aset pada waktu t dan Rt menyatakan return ma jemuk aset pada waktu t. Return majemuk pada waktu (t 1) ke t dinyatakan sebagai
−
Rt = ln
P t P t−1
.
Bentuk umum dari return majemuk untuk k periode, yaitu Rt (k) = ln
= ln
· ·· P t P t−k
P t P t−1 P t−1 P t−2
P t = ln P t−1
P t−k+1 P t−k
P t−1 P t−2
+ ln
4
+
· ·· + ln
P t−k+1 P t−k
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
Rt (k) = R t + Rt−1 + k−1
=
··· + R
t−k+1
Rt− j
j =0
Dari rumusan di atas, didapat bahwa return majemuk selama k periode merupakan jumlahan dari return majemuk hariannya. Ini menunjukkan bahwa return majemuk memenuhi sifat aditif. Oleh karena itu, return majemuk sering digunakan untuk menghitung return aset. Lebih lanjut lagi, nilai return aset ini mengalami perubahan nilai dalam waktu yang relatif singkat sehingga dibutuhkan ukuran untuk menghitung perubahan return aset. Volatilitas pada return merupakan perubahan return aset yang dapat dinyatakan sebagai deviasi standar bersyarat. Semakin tinggi volatilitasnya mengindikasikan terjadinya perubahan nilai return yang besar. Volatilitas menjadi menarik untuk diamati karena sifatnya yang tidak dapat terobservasi secara langsung menjadikannya sulit untuk diprediksi. Karakteristik volatilitas dapat dilihat dari return asetnya. Salah satu karakteristik yang menarik dari volatilitas adalah volatilitas menunjukkan persistensi. Volatilitas dikatakan persisten jika nilai return saat ini berpengaruh terhadap nilai variansi beberapa waktu ke depan. Forward persistence didefinisikan sebagai berikut: ϑt+k =
∂σ t2+k|t ∂Y t2
dengan σt2+k|t merupakan variansi bersyarat dan Y t2 merupakan return kuadrat. Nilai ϑt+k yang semakin besar menunjukkan bahwa volatilitasnya persisten. Volatilitas yang menunjukkan presistensi ini mengakibatkan variansi bersyaratnya tidak konstan sehingga dibutuhkan model deret waktu yang mengasumsikan bahwa variansi tidak konstan terhadap waktu. Pada tugas akhir ini digunakan model deret waktu dengan volatilitas sebagai fungsi yang terobservasi, yaitu ARCH(1) dan GARCH(1,1).
5
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
2.2
Kestasioneran
Dalam menentukan model deret waktu yang cocok dengan kenyataan tentunya diperlukan ketepatan dalam menentukan parameter yang sesuai. Penentuan parameter yang sesuai dengan kenyataan ini akan sulit dilakukan jika model yang dimiliki tidak stasioner atau nilai mean dan variansinya berubah terhadap waktu. Oleh karena itu, dibutuhkan sifat kestasioneran pada model deret waktu. Ada dua jenis proses stasioner yang sering digunakan yaitu 1. Stasioner Kuat Proses stokastik dikatakan stasioner kuat jika distribusi gabungan Y t1 , Y t2 , , Y tn sama dengan distribusi gabungan Y t1+k , Y t2 +k , , Y tn+k dituliskan sebagai:
···
· ··
F Yt 1 ,Y t2 ,··· ,Y tn (yt1 , yt2 ,
··· , y
tn
) = F Yt 1+k ,Y t2+k ,··· ,Y tn +k (yt1 +k , yt2+k ,
· ·· , y
tn +k
)
untuk semua nilai n dan k. 2. Stasioner Lemah Proses stokastik dikatakan stasioner lemah jika mean dan variansi dari Y t untuk semua t tidak bergantung waktu (konstan), ditulis sebagai: E (Y t ) = µ V ar(Y t ) = σ 2
dan nilai kovariansinya hanya bergantung pada lag k dan tidak bergantung pada waktu, ditulis sebagai: Cov (Y t , Y t−k ) = C ov (Y t−1 , Y t−1−k ) = C ov(Y t−2 , Y t−2−k ) =
2.2.1
·· ·
Kestasioneran Model ARCH(1)
Misalkan Y t merupakan proses stokastik yang mengikuti model ARCH(1) yang didefinisikan sebagai berikut: Y t = σ t εt σt2 = α 0 + α1 Y t2−1
6
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
dengan α0 > 0, α1
≥ 0. Asumsi yang digunakan :
1. εt
∼ N (0, 1)
2. εt berdistribusi identik dan saling bebas 3. σt dan εt saling bebas 4. Y t−1 dan εt saling bebas Dengan asumsi-asumsi di atas, dapat diketahui lebih lanjut mengenai kestasioneran kuat dan lemah dari model ARCH(1). Untuk mengetahui sifat kestasioneran dari model ARCH(1), diperlukan fungsi distribusi Y t dan Y t Y t 1. Dengan melihat pada lampiran, didapatkan Y t N (0, 1−α0α1 ) dan Y t Y t 1 N (0, σt2 ).
∼
| − ∼
| −
Kestasioneran Kuat Proses kestasioneran kuat dapat dilihat dari F Yt 1,Y t2,··· ,Y tn = F Yt 1+k ,Y t2+k ,··· ,Y tn+k dengan definisi: F Y t1 ,Y t2 ,··· ,Y tn = Φ
− yt1
E (Y t1 )
V ar(Y t1 )
− Φ
yt2
E (Y t2 )
V ar(Y t2 )
− ··· Φ
ytn
E (Y tn )
V ar(Y tn )
dan F Yt 1+k ,Y t2+k ,··· ,Y tn+k = Φ
− yt1+k
E (Y t1+k )
V ar(Y t1+k )
− ··· Φ
ytn+k
E (Y tn+k )
V ar(Y tn+k )
.
Pembuktian secara anaitik untuk kestasioneran kuat ini cukup sulit sehingga digunakan bukti secara numerik. Dibawah ini, dilakukan disimulasikan kestasioneran kuat dengan membangkitkan kedua fungsi distribusi gabungan tersebut. Simulasi ini menggunakan 1000 data yang dibangkitkan dari model ARCH(1) dengan parameter α0 = 0.1 dan α1 = 0.3 dengan lag sebesar 100. Pada gambar 2.1 dapat dilihat grafik berwarna biru (kiri) menunjukkan fungsi gabungan F Yt 1,Y t2 ,··· ,Y tn yang konvergen ke nol, sedangkan grafik berwarna merah (tengah) menunjukkan fungsi gabungan F Yt 1+k ,Y t2+k ,··· ,Y tn+k yang juga konvergen ke nol. Grafik berwarna hijau (kanan) merupakan selisih nilai dari kedua fungsi gabungan yang konvergen ke nol. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi gabungan F Yt 1,Y t2,··· ,Y tn
7
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
0.5
0.06
0.05
0.45
0 0.05
0.4
−0.05
0.35
−0.1 0.04
0.3
−0.15
0.25
0.03
−0.2
0.2
−0.25 0.02
0.15
−0.3
0.1
−0.35 0.01
0.05 0 0
−0.4
200
400
600
800
0 0
1000
−0.45 200
400
600
800
1000
0
200
400
600
800
1000
Gambar 2.1: Simulasi Nilai Fungsi Gabungan sama dengan fungsi gabungan F Yt 1+k ,Y t2+k ,··· ,Y tn+k . Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa model ARCH(1) memiliki sifat kestasioneran kuat. Kestasioneran Lemah Sifat kestasioneran ini dapat dilihat dari nilai mean dan variansi yang konstan terhadap waktu. Pada model ARCH(1) σt didefinisikan sebagai: σt2 = α 0 + α1 Y t2−1 σt2 = α 0 + α0 α1 ε2t−1 + α12 Y t2−2 σt2 = α 0 + α0 α1 ε2t−1 + α0 α12 ε2t−1 ε2t−2 + α13 Y t2−3
.. . σt2 = α 0 + α0
∞
i
i=1
j =1
(α1 ε2t− j ) .
Untuk mencari secara eksplisit nilai σt2 digunakan teorema bahwa ”apabila ekspektasi dari jumlahan tak hingga dari variabel acak tak negatif terbatas pada suatu nilai, maka jumlahan variabel acak juga konvergen ke nilai tersebut”, sehingga dibutuhkan nilai dari ekspektasi σt2 pada model ARCH(1) yaitu E [σt2 ] = α 0 + α0
∞
i
i=1
j =1
∞
= α 0 + α0 =
α0 , 1 α1
α1i
(α1 E [ε2t− j ])
i=1
−
didapatkan bahwa nilai σt2 akan konvergen menuju 1−α0α1 . Karena nilai σt2 haruslah nonnegatif, maka nilai 0 α1 < 1. Oleh karena itu, didapatkan batas nilai
≤
8
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
parameter α0 dan α1 agar model ARCH(1) stasioner, yaitu α0 > 0 dan 0
≤α
1
< 1.
Berikut ini contoh proses kestasioneran lemah model ARCH(1) : a. Model ARCH(1) yang stasioner dengan α0 = 0.01 dan α1 = 0.3.
Gambar 2.2: Simulasi Proses ARCH(1) dengan α0 = 0.01, α1 = 0.3 dan n = 1500 Simulasi proses ARCH(1) yang ditunjukkan pada gambar 2.2 menggambarkan proses ARCH(1) yang stasioner dapat dilihat bahwa nilai mean (kiri) akan konvergen ke nol dan nilai variansi (tengah) akan menuju ke nilai 0.01428. Hal tersebut cocok dengan nilai analitik yang telah diturunkan, yaitu nilai 0.01 E (Y t ) = 0 dan V ar(Y t ) = 1−α0α1 = 1−0 = 0.01428. .7 b. Model ARCH(1) yang stasioner dengan α0 = 0.01 dan α1 = 0.8.
Gambar 2.3: Simulasi Proses ARCH(1) dengan α0 = 0.01, α1 = 0.8 dan n = 1500 Simulasi proses ARCH(1) yang ditunjukkan pada gambar 2.3 menggambarkan proses ARCH(1) yang stasioner dapat dilihat bahwa nilai mean (kiri) akan konvergen ke nol dan nilai variansi (tengah) akan menuju ke nilai 0.01428. Hal tersebut cocok dengan nilai analitik yang telah diturunkan, yaitu nilai 0.01 E (Y t ) = 0 dan V ar(Y t ) = 1−α0α1 = 1−0 = 0.05. .8 c. Model ARCH(1) yang tidak stasioner dengan α0 = 0.01 dan α1 = 1.5. 9
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
Gambar 2.4: Simulasi Proses ARCH(1) dengan α0 = 0.01, α1 = 1.5 dan n = 1500 Dari simulasi proses ARCH(1) yang tidak stasioner yang ditunjukkan pada gambar 2.4, dapat dilihat bahwa nilai mean (kiri) dan nilai variansi (kanan) divergen. Dengan melihat hasil simulasi dan perhitungan analitik yang cocok, dapat disimpulkan bahwa kestasioneran model ARCH(1) tersebut dipenuhi dengan syarat kestasioneran 0 α1 < 1.
≤
Pembahasan mengenai kestasioneran pada proses ARCH(1) memberikan informasi besar rentang nilai parameter yang dipenuhi oleh model ARCH(1). Selanjutnya, akan dibahas mengenai ukuran persistensi untuk model ARCH(1). Ukuran persistensi dapat menunjukkan pengaruh nilai saat ini terhadap prediksi variansi beberapa periode yang akan datang. Pandang, Y t = σt εt dan telah diketahui bahwa E [Y t ] = 0. Akibatnya, σt2+k = E [(Y t+k )2 ]. σt2+k = E [(Y t+k )2 ]
= E [σt2+k ε2t+k ] = E [α0 εt+k + α0 = α 0 + α0
(1 (1
k−1
i
i=1
j =1
k
(α1 ε2t− j ) + αk1 Y t2 Y t]
× −− αα )) + α Y 1
1
k 2 1 t
|
didapatkan forward persistance untuk model ARCH(1) yaitu ϑt+k
∂ = (α0 + α0 ∂Y t2
(1 (1
k
× −− αα )) + α Y ) = α . 10
1
1
2 1 t k
k
1
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai α1 , maka nilai persistensinya semakin besar, akibatnya nilai saat ini memiliki pengaruh yang besar terhadap prediksi variansi beberapa waktu ke depan.
2.2.2
Kestasioneran Model GARCH(1,1)
Misalkan Y t merupakan proses stokastik yang mengikuti model GARCH(1, 1), didefinisikan sebagai Y t = σ t εt σt2 = α 0 + α1 Y t2−1 + β 1 σt2−1
dengan α0 > 0, α1
≥ 0, β ≥ 0. Asumsi yang digunakan : 1
1. εt
∼ N (0, 1)
2. εt berdistribusi identik dan saling bebas 3. σt dan εt saling bebas 4. Y t−1 dan εt saling bebas Dengan asumsi-asumsi di atas, dapat diketahui lebih lanjut mengenai kestasioneran kuat dan lemah dari model GARCH(1,1). Untuk mengetahui sifat kestasioneran dari model GARCH(1,1), diperlukan fungsi distribusi Y t dan Y t Y t−1. Dengan melihat pada lampiran, didapatkan Y t N (0, 1−αα10−β1 ) dan Y t Y t 1 N (0, σt2 ).
|
∼
| − ∼
Kestasioneran Kuat Proses kestasioneran kuat dapat dilihat dari F Yt 1,Y t2,··· ,Y tn = F Yt 1+k ,Y t2+k ,··· ,Y tn+k dengan definisi: F Y t1 ,Y t2 ,··· ,Y tn = Φ
− yt1
E (Y t1 )
V ar(Y t1 )
− Φ
yt2
E (Y t2 )
V ar(Y t2 )
− ··· Φ
ytn
E (Y tn )
V ar(Y tn )
dan F Yt 1+k ,Y t2+k ,··· ,Y tn+k = Φ
− yt1+k
E (Y t1+k )
V ar(Y t1+k )
11
− ··· Φ
ytn+k
E (Y tn+k )
V ar(Y tn+k )
.
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
Pembuktian secara anaitik untuk kestasioneran kuat ini cukup sulit sehingga digunakan bukti secara numerik. Di bawah ini, dilakukan simulasi kestasioneran kuat dengan membangkitkan kedua fungsi distribusi gabungan tersebut. Simulasi ini menggunakan 1000 data yang dibangkitkan dari model GARCH(1,1) dengan parameter α0 = 0.1, α1 = 0.4 dan β 1 = 0.2 dengan lag sebesar 100. 0.5
1
0.45
0.9
0.7
0.6 0.4
0.8
0.35
0.7
0.3
0.6
0.25
0.5
0.2
0.4
0.15
0.3
0.1
0.2
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1 0.05
0 0
0.1
0 200
400
600
800
1000
0
200
400
600
800
1000
0 0
200
400
600
800
1000
Gambar 2.5: Simulasi Nilai Fungsi Gabungan Grafik berwarna biru (kiri) menunjukkan fungsi gabungan F Y t1 ,Y t2 ,··· ,Y tn yang konvergen ke nol, sedangkan grafik berwarna merah (kanan) menunjukkan fungsi gabungan F Yt 1+k ,Y t2+k ,··· ,Y tn+k yang juga konvergen ke nol. Grafik berwarna hijau (bawah) merupakan selisih nilai dari kedua fungsi gabungan yang konvergen ke nol. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi gabungan F Yt 1,Y t2,··· ,Y tn sama dengan fungsi gabungan F Yt 1+k ,Y t2+k ,··· ,Y tn+k . Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa model GARCH(1,1) memiliki sifat kestasioneran kuat. Kestasioneran Lemah Sifat kestasioneran ini dapat dilihat dari nilai mean dan variansi yang konstan terhadap waktu. Pada model GARCH(1,1) σt didefinisikan sebagai: σt2 = α 0 + α1 Y t2−1 + β 1 σt2−1 σt2 = α 0 + ( α1 ε2t−1 + β 1 )σt2−1 σt2 = α 0 + ( α1 ε2t−1 + β 1 )(α0 + ( α1 ε2t−1 + β 1 )σt2−2 )
.. . σt2 = α 0 + α0
∞
k
(α1 ε2t− j + β 1 ) .
k=1 j =1
12
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
Kemudian dicari nilai dari ekspektasi σt2 pada model ARCH(1) yaitu E [σt2 ] = α 0 + α0
∞
k
(α1 E [ε2t− j ] + β 1)
k=1 j =1
∞
= α 0 + α0
(α1 + β 1 )k
k=1
=
1
−
α0 . (α1 + β 1 )
Dengan menggunakan teorema bahwa ”apabila ekspektasi dari jumlahan tak hingga dari variabel acak tak negatif terbatas pada suatu nilai, maka jumlahan variabel acak juga konvergen ke nilai tersebut” didapatkan bahwa nilai σ t2 akan konvergen menuju α0 . Karena nilai σt2 haruslah nonnegatif, maka nilai 0 α1 + β 1 < 1. Oleh 1−(α1 +β1 ) karena itu, didapatkan batas nilai parameter α0 dan α1 +β 1 agar model GARCH(1,1) stasioner yaitu α0 > 0, α1 0, β 1 0 dan 0 α1 + β 1 < 1.
≤
≥
≥
≤
Berikut contoh proses kestasioneran lemah model GARCH(1,1) : a. Model GARCH(1,1) yang stasioner dengan α0 = 0.01, α1 = 0.4 dan β 1 = 0.2.
Mean GARCH(1,1)
Variansi GARCH(1,1)
0.06
0.04
Simulai GARCH(1,1)
0.035
0.8
0.03
0.6 0.4
0.025 0.02
0.2 0.02 0
0 0.015 −0.2
−0.02 0.01 −0.04
−0.06 0
−0.4
0.005
500
1000
1500
0
0
−0.6
500
1000
1500
−0.8 0
500
1000
1500
Gambar 2.6: Simulasi Proses GARCH(1,1) dengan α0 = 0.01, α1 = 0.4, β 1 = 0.2 dan n = 1500 Dari simulasi proses GARCH(1,1) yang stasioner dapat dilihat bahwa nilai mean (kiri) akan konvergen ke nol dan nilai variansi (tengah) akan menuju ke nilai 0.025. Hal tersebut cocok dengan nilai analitik yang telah diturunkan 0.01 yaitu nilai E (Y t ) = 0 dan V ar(Y t ) = 1−αα10−β1 = 1−0 = 0.025. .6 b. Model GARCH(1,1) yang tidak stasioner dengan α0 = 0.01, α1 = 1.5 dan β 1 = 0.05 13
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik
Mean GARCH(1,1)
Variansi GARCH(1,1)
0.6
70
0.4
60
0.2
50
0
40
−0.2
30
−0.4
20
−0.6
10
Simulai GARCH(1,1) 80
60
40
20
0
−0.8 0
500
1000
0
1500
0
−20
500
1000
−40 0
1500
500
1000
1500
Gambar 2.7: Simulasi Proses GARCH(1) dengan α0 = 0.01, α1 = 1.5, β 1 = 0.05 dan n = 1500 Dari simulasi proses GARCH(1,1) yang tidak stasioner dapat dilihat bahwa nilai mean (kiri) dan nilai variansi (kanan) divergen. Dengan melihat hasil simulasi dan perhitungan analitik yang cocok, dapat disimpulkan bahwa kestasioneran model GARCH(1,1) tersebut dipenuhi dengan syarat kestasioneran 0 α1 + β 1 < 1.
≤
Ukuran persistensi pada model GARCH(1,1) juga memiliki makna yang sama. Di bawah ini akan dijabarkan ukuran persistensi untuk model GARCH(1,1). Akan dijabarkan terlebih dulu σt2 pada model GARCH(1,1) sebagai berikut: σt2 = α 0 + α1 Y t2−1 + β 1 σt2−1 σt2 = α 0 + α0 (α1 εt−1 + β 1 ) + ( α1 εt−1 + β 1 )(α1 Y t2−2 + β 1 σt2−2 )
.. . 2
σt = α 0 + α0
k−1
i
k
(α1εt− j +
β 1 ) + ( α1 Y t2−k +
β 1 σt2−k )
i=0 j =1
(α1 εt− j + β 1 ).
j =1
Pandang Y t sebagai proses stokastik yang mengikuti model GARCH(1,1) dengan beberapa asumsi yang telah dijabarkan pada subbab ini, sehingga E [Y t2 ] = 0. Selanjutnya, akan dicari nilai dari σt+k|t melalui momen kedua Y t yaitu σt2+k|t = E [Y t2+k Y t ]
= E [Y t2+k = E [σt2+k
2
| − (E [Y |Y ]) |Y ] ε |Y ] t+k
t
2 t+k
14
t
t
BAB 2 : Return dan Model Volatilitas Heteroskedastik k−1
= E [α0 + α0
i
k
2
(α1 εt+k− j + β 1) + ( α1 Y t + β 1 σt )
i=0 j =1
=
α0 (1
1
1
1
(α1 εt+k− j + β 1 ) Y t ]
j =1
k
− (α + β ) ) + (α + β ) (α Y 1 − (α + β ) 1
2
1
1
2 1 t
k
|
+ β 1 σt2 ),
diperoleh ϑt+k|t =
∂σ t2+k|t ∂Y t2
= α 1 (α1 + β 1 )k Jadi, didapatkan ukuran persistensi untuk model GARCH(1,1) adalah ϑt+k = α 1 (α1 + β 1 )k ,
artinya semakin besar nilai parameter α1 dan β 1 , maka ukuran persistensinya akan semakin besar, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa nilai saat ini memiliki pengaruh terhadap variansi yang akan datang.
15
BAB 3 Penaksiran Parameter Pembahasan mengenai model deret waktu tidak lepas dari penaksiran parameter. Keakuratan dalam menaksir parameter pada model deret waktu ikut berperan dalam menentukan seberapa sesuai model deret waktu yang digunakan. Metode Likelihood Maksimum merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menaksir parameter. Penaksiran parameter yang menggunakan metode Likelihood Maksimum membutuhkan beberapa langkah, antara lain: 1. Menentukan fungsi likelihood dari tiap model. Misalkan Y t adalah barisan peubah acak yang berdistribusi identik dengan fungsi peluang f (y; θ), dengan θ adalah parameter pada model yang akan ditaksir. Fungsi likelihood dari θ didefinisikan sebagai:
{ }
n
L(θ) =
f Yi (yi ; θ)
i=1
2. Menentukan fungsi log-likelihood dari tiap model Fungsi log-likelihood dari θ didefinisikan sebagai: n
(θ) =
log f Yi (yi ; θ)
i=1
3. Memaksimumkan fungsi log-likelihood untuk menaksir parameternya. Untuk memaksimumkan fungsi log-likelihoodnya sama dengan membuat nol turunan pertama fungsi log-likelihood terhadap parameter yang ingin ditaksir 16
BAB 3 : Penaksiran Parameter
atau menyelesaikan persamaan
∂ (θ ) ∂θ
= 0.
Dalam pembahasan kali ini, akan dibahas mengenai penaksiran parameter pada model ARCH(1) dan GARCH(1,1). Selanjutnya, akan dilakukan simulasi penaksiran parameter pada kedua model tersebut.
3.1
Penaksiran Parameter Model ARCH(1)
Akan dilakukan tiga langkah penaksiran parameter pada model ARCH(1) dengan menggunakan metode Likelihood Maksimum. Untuk menentukan fungsi likelihood dari model ARCH(1) digunakan fungsi peluang bersyarat pada model ARCH(1). Misalkan Y t merupakan barisan peubah acak yang mengikuti model ARCH(1). Fungsi peluang bersyaratnya adalah
{ }
− −
exp f Yt |Y t−1 (yt ) =
yt σt
1 2
2
exp
=
(2πσt2 )
1 2
yt α0 +α1 yt2−1
2
(2π (α0 + α1 yt2−1 ))
dengan fungsi likelihoodnya adalah
− n
L(α0 , α1 ) =
1 2
exp
Y t α0 +α1 Y t 2−1
2
(2π(α0 + α1Y t2−1 ))
t=2
dan fungsi log-likelihoodnya adalah
− − − n
(α0 , α1 ) = log
t=2
= =
exp
1 2
Y t σt
2
(2πσt2 )
1 n Y t 2 2 log2π + log σt + 2 t=2 σt 1 n Y t2 2 log2π + log(α0 + α1 Y t−1) + 2 t=2 (α0 + α1Y t2−1 )
17
BAB 3 : Penaksiran Parameter
Parameter αˆ0 dan αˆ1 dapat ditentukan dengan memaksimumkan fungsi log-likelihoodnya ∂ atau dengan menyelesaikan sistem persamaan diferensial yang dibangun dari ∂α =0 0 ∂ dan ∂α = 0. 1 Turunan parsial terhadap α0 adalah ∂ = ∂α 0
−
=
−
1 n 1 Y t2 2 t=2 α0 + α1 Y t2−1 (α0 + α1Y t2−1 )2 1 n α0 + α1 Y t2−1 Y t2 2 t=2 (α0 + α1 Y t2−1)2
− −
Turunan parsial terhadap α1 adalah ∂ = ∂α 1
−
=
−
1 n Y t2−1 Y t2−1 Y t2 2 t=2 α0 + α1 Y t2−1 (α0 + α1Y t2−1 )2 1 n α0 Y t2−1 + α1Y t4−1 Y t2−1 Y t2 2 t=2 (α0 + α1Y t2−1 )2
−
−
Sistem persamaan yang dibangun oleh turunan parsial fungsi log-likelihood terhadap α0 dan α1 tidak ditemukan solusi secara analitik. Oleh karena itu, penaksir parameter untuk model ARCH(1) dilakukan secara numerik.
3.2
Penaksiran Parameter Model GARCH(1,1)
Langkah yang sama digunakan untuk melakukan penaksiran parameter pada model GARCH(1,1) dengan menggunakan metode Likelihood Maksimum. Untuk menentukan fungsi likelihood dari model GARCH(1,1) digunakan fungsi peluang bersyarat pada model GARCH(1,1). Misalkan Y t merupakan barisan peubah acak yang mengikuti model GARCH(1,1). Fungsi peluang bersyaratnya adalah
{ }
f Y t |Y t−1 (yt ) =
1
− 12
2
(2πσt )
e
yt σt
exp
2
=
− 1 2
yt α0 +α1 yt2−1 +β1 σt2−1
2
(2π(α0 + α1 yt2−1 + β 1 σt2−1 ))
fungsi peluang bersyarat di atas masih mengandung σt2−1 . Pada tahap ini, akan 18
BAB 3 : Penaksiran Parameter
dijabarkan σt2 dalam bentuk barisan Y t yaitu sebagai berikut:
{ }
σt2 = α 0 + α1 Y t2−1 β 1 σt2−1
= α 0 + α1 Y t2−1 β 1 (α0 + α1 Y t2−2 β 1 σt2−2 ) = α 0 (1 + β 1 ) + α1 (Y t2−1 + β 1 Y t2−2 ) + β 12 σt2−2 = α 0 (1 + β 1 ) + α1 (Y t2−1 + β 1 Y t2−2 ) + β 12 (α0 + α1 Y t2−3 β 1 σt2−3 ) = α 0 (1 + β 1 + β 12) + α1(Y t2−1 + β 1Y t2−2 + β 12 Y t2−3) + β 13 σt2−3 .. . 2
t−1
σt = α 0
t−1
j
β 1 + α1
j =0
j
β 1 Y t−1− j + β 1t−1 σ12 ,
j =0
sehingga didapatkan fungsi peluang bersyaratnya adalah
−
f Yt |Y t−1 (yt ) =
yt2
1 2
exp
α0
t−1
j
β1 +α1
j =0
2π (α0
t−1
j =0
t−1
j =0
j
β 1 + α1
t−1
j =0
j β1 yt−1−j +β1t−1 σ12
j
β 1 yt−1− j + β 1t−1 σ12 )
Dengan fungsi likelihoodnya adalah
− exp
Y t 2
1 2
α0
n
L(α0 , α1 ) =
t−1
j
β1 +α1
j =0
t=2
2π(α0
t−1
j =0
t−1
j =0
j
β 1 + α1
t−1
j =0
j β1 Y t−1−j +β1t−1 σ12
j
β 1 Y t−1− j + β 1t−1 σ12 )
dan fungsi log-likelihoodnya adalah
− exp
Y t 2
1 2
α0
n
(α0 , α1 ) = log
t−1
j
β1 +α1
j =0
t=2
2π(α0
t−1
j =0
j
β 1 + α1
19
t−1
j =0
t−1
j =0
j β1 Y t−1−j +β1t−1 σ12
j
β 1 Y t−1− j + β 1t−1 σ12 )
BAB 3 : Penaksiran Parameter
(α0 , α1 ) =
−
1 n log(2π) 2 t=2
+ α0
t−1
j =0
−
t−1 t−1 1 n j j log(α0 β 1 + α1 β 1 Y t−1− j + β 1t−1 σ12 ) 2 t=2 j =0 j =0
Y t2 j
β 1 + α1
t−1
j =0
j
β 1 Y t−1− j + β 1t−1 σ12
Dari penjabaran di atas, tidak didapatkan penaksiran parameter pada proses GARCH(1,1) secara analitik, sehingga untuk menaksir parameter pada proses GARCH(1,1) dilakukan secara numerik.
3.3
Simulasi Penaksiran Parameter
Keakuratan taksiran parameter dapat diukur dengan menggunakan bias parameter dan rata-rata kesalahan kuadrat (MSE). Misalkan θ merupakan parameter dari suatu model dan θˆ merupakan nilai taksirannya, maka kedua ukuran tersebut didefinisikan sebagai berikut: •
Bias Parameter Bias parameter didefinisikan sebagai Bias[θˆ] = E[θˆ]
−θ
Suatu penaksir parameter disebut tidak bias jika E[θˆ] = θ dan bias jika E[θˆ] = θ.
•
Mean Squared Error (MSE) MSE atau rataan kesalahan kuadrat merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur ketepatan suatu prediksi. MSE untuk suatu parameter θ didefinisikan sebagai: MSE(θˆ) = E[(θˆ θ)2 ]
−
Selanjutnya, akan dilakukan simulasi penaksiran parameter pada model ARCH(1) dan GARCH(1,1). Algoritma membangkitkan data simulasi dan penaksir parameter model ARCH(1) dan GARCH(1,1):
20
BAB 3 : Penaksiran Parameter
1. membangkitkan sejumlah T data simulasi dengan N kali pengulangan dengan parameternya untuk model ARCH(1) dan GARCH(1,1)
2. menaksir parameter model ARCH(1) dan GARCH(1,1) dari data simulasi yang diperoleh sebanyak N kali pengulangan
3. mencari bias parameter dengan cara menghitung rata-rata selisih antara parameter yang diberikan dengan parameter yang ditaksir
4. menghitung rata-rata kesalahan kuadrat (MSE) dengan cara menghitung ratarata kuadrat selisih antara parameter yang diberikan dengan parameter yang ditaksir.
Hasil Simulasi Model ARCH(1) Pada simulasi ini dibangkitkan data yang mengikuti model ARCH(1) sebanyak 1500 data dengan pengulangan sebanyak 1000 kali pada berbagai nilai parameter. Simulasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh nilai taksiran parameter pada model terhadap keakuratan model yang digunakan. Akan dilihat perilaku dari bias parameter dan MSE untuk setiap parameter yang diuji. Simulasi ini dibagi menjadi dua kasus. Kasus pertama, simulasi dengan nilai parameter α0 sama pada α1 yang berbeda-beda. Kasus kedua, simulasi dengan nilai parameter α0 berbeda-beda untuk α1 yang sama. Hasil simulasi ini diringkas dalam tabel 3.1 dan tabel 3.2. Sebagai cacatan simulasi yang dilakukan adalah simulasi pada model ARCH(1) yang stasioner. Dari hasil simulasi pada kasus I terlihat bahwa semakin besar nilai taksiran parameter α1 , nilai Bias dan MSE parameter cenderung naik, walaupun nilai ukuran tersebut pernah tidak stabil untuk penaksiran parameter dengan nilai 0.6, 0.7 dan 0.8. Berlaku juga untuk nilai taksiran parameter α0, semakin besar nilai αˆ0 , maka nilai Bias dan MSE parameternya akan semakin besar juga.
21
BAB 3 : Penaksiran Parameter
Tabel 3.1: Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter ARCH(1) Kasus I Parameter αˆ0 αˆ1 0.01 0.1 0.01 0.2 0.01 0.3 0.01 0.4 0.01 0.5 0.01 0.6 0.01 0.7 0.01 0.8 0.01 0.9
Bias Parameter (10−2 ) αˆ0 αˆ1 0.0042 1.2287 0.0390 1.0594 0.8021 3.8939 0.0116 4.7674 0.0029 6.0135 0.0939 8.0759 0.0705 3.5669 0.0224 4.3252 0.0599 5.1126
− −
− − −
−
MSE αˆ0 0.0091 0.0009 0.0009 0.0003 0.0003 0.0012 0.0009 0.0005 0.0007
(10−3 ) αˆ1 1.5682 1.7536 3.2697 4.7969 6.6609 9.3163 4.5393 5.9347 5.1486
Tabel 3.2: Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter ARCH(1) Kasus II Parameter αˆ0 αˆ1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.3 0.1 0.4 0.1 0.5 0.1 0.6 0.1 0.7 0.1 0.8 0.1 0.9 0.1
Bias Parameter (10−2) αˆ0 αˆ1 0.3839 4.6483 0.7721 4.6545 1.0615 4.5415 2.6729 3.5322 3.4158 3.5850 1.8615 1.2298 2.2953 5.1981 2.6223 5.1956 7.3130 6.2598
− − − − − −
− −
MSE αˆ0 0.0394 0.1559 0.3910 1.0802 1.6437 1.1845 1.6339 2.1336 7.0460
(10−3 ) αˆ1 3.4839 3.4804 3.4666 2.5089 2.5185 1.3190 3.5031 3.5007 5.3128
Hasil Simulasi Model GARCH(1,1) Pada simulasi ini dibangkitkan data yang mengikuti model GARCH(1,1) sebanyak 1500 data dengan pengulangan sebanyak 1000 kali pada berbagai nilai parameter. Simulasi ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh nilai taksiran parameter pada model terhadap keakuratan model GARCH(1,1) yang digunakan. Akan dilihat perilaku dari bias parameter dan MSE untuk setiap parameter yang diuji. Simulasi ini dibagi menjadi tiga kasus. Kasus pertama, simulasi dengan nilai parameter α0 dan β 1 sama pada α1 yang berbeda-beda. Kasus kedua, simulasi dengan nilai parameter α0 dan α1 sama pada β 1 yang berbeda-beda. Kasus ketiga, simu22
BAB 3 : Penaksiran Parameter
lasi dengan nilai α0 berbeda-beda untuk α1 dan β 1 yang sama. Hasil simulasi ini diringkas dalam tabel 3.3, tabel 3.4 dan tabel 3.5. Sebagai catatan data yang dibangkitkan adalah data yang mengikuti model GARCH(1,1) stasioner. Tabel 3.3: Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter GARCH(1,1) Kasus I Parameter αˆ0 αˆ1 β 1 0.01 0.1 0.09 0.01 0.2 0.09 0.01 0.3 0.09 0.01 0.4 0.09 0.01 0.5 0.09 0.01 0.6 0.09 0.01 0.7 0.09 0.01 0.8 0.09 0.01 0.9 0.09
Bias Parameter (10−3 ) αˆ0 αˆ1 β 1 0.8484 2.2637 70.3024 0.1736 2.3165 14.3170 0.0173 1.3968 1.4263 0.0869 2.2624 1.0608 0.0513 2.3450 1.4059 0.0599 4.7164 0.5472 0.0285 3.2707 0.0122 0.0963 3.1841 1.9649 0.1952 2.2171 0.8740
− − −
− − − − − − − − −
− − − − − −
MSE (10−3 ) αˆ0 αˆ1 β 1 0.0063 1.0873 44.1216 0.0022 1.5179 12.7251 0.0014 1.9739 6.1390 0.0012 2.6521 3.8043 0.0010 2.8534 2.3726 0.0009 3.3701 1.4724 0.00087 3.6998 1.0965 0.00087 3.8553 0.8015 0.00086 2.7212 0.5921
Hasil Simulasi pada model GARCH(1,1) dengan nilai α0 dan β 1 tetap yang ditun jukkan pada tabel 3.3 menunjukkan semakin besar nilai taksiran α 1 maka nilai Bias ˆ1 cenderung semakin kecil. Namun, berbeda dan MSE parameter untuk αˆ0 dan β dengan perilaku Bias dan MSE parameter untuk α1 , semakin besar nilai taksiran parameter α1 maka nilai Bias dan MSE parameternya akan semakin besar. Tabel 3.4: Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter GARCH(1,1) Kasus II Parameter αˆ0 αˆ1 β 1 0.01 0.1 0.1 0.01 0.1 0.2 0.01 0.1 0.3 0.01 0.1 0.4 0.01 0.1 0.5 0.01 0.1 0.6 0.01 0.1 0.7 0.01 0.1 0.8 0.01 0.1 0.89
Bias Parameter (10−3 ) αˆ0 αˆ1 β 1 0.8958 3.2863 73.8464 0.2960 0.6645 20.9482 0.1309 1.7582 6.6909 0.5941 0.2539 29.0288 1.0056 1.5416 41.8313 0.9707 1.5183 31.2426 1.1530 2.4323 25.2889 1.2590 1.1974 14.0680 2.5377 0.3442 4.5095
− −
− − − −
− − − − − − −
23
MSE (10−3 ) αˆ0 αˆ1 β 1 0.0073 1.1725 51.3205 0.0086 1.2895 46.2617 0.0122 1.1740 48.5339 0.0171 1.1157 47.8160 0.0220 1.0210 41.0202 0.0239 0.8939 26.0715 0.0261 0.7669 14.0650 0.0206 0.5260 3.5476 0.0328 0.2595 0.3267
BAB 3 : Penaksiran Parameter
Hasil Simulasi pada model GARCH(1,1) dengan nilai α0 dan α1 tetap yang ditun jukkan pada tabel 3.4 tabel 3.4 menunjukkan menunjukkan semakin besar nilai taksiran β 1 maka nilai Bias ˆ1 cenderung dan dan MSE parame parameter ter untuk untuk αˆ1 dan β cenderung semakin semakin kecil. kecil. Namun, Namun, berbed b erbedaa dengan perilaku Bias dan MSE parameter untuk α0 , semakin besar nilai taksiran parameter β 1 maka nilai Bias dan MSE parameternya cenderung semakin besar. Tabel 3.5: Hasil Simulasi Bias dan MSE Parameter GARCH(1,1) Kasus III Parameter αˆ0 αˆ1 β 1 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.1 0.3 0.1 0.1 0.4 0.1 0.1 0.5 0.1 0.1 0.6 0.1 0.1 0.7 0.1 0.1 0.8 0.1 0.1 0.9 0.1 0.1
Bias Parameter (10−3) αˆ0 αˆ1 β 1 7.4950 0.9372 62.7089 17.5209 2.9184 72.7228 20.1627 2.1416 55.4765 29.8650 1.6674 62.8025 37.3073 1.7836 61.2068 45.4159 1.2940 62.2861 55.5194 2.1274 64.9602 61.0379 2.3600 63.3123 64.3948 1.0538 57.6795
− − − − − − − − −
− − − − − − − − −
MSE (10−3 ) αˆ0 αˆ1 β 1 0.6625 1.1472 44.9691 2.9056 1.1922 50.4028 5.2971 1.1864 40.3168 10.9825 1.1717 46.5832 16.1081 1.2597 44.3475 24.1770 1.1588 46.3674 31.7252 1.0934 44.2523 43.0678 1.1537 46.5411 52.8634 1.1713 45.3824
Hasil Simulasi pada model GARCH(1,1) dengan nilai α1 dan β 1 tetap yang ditun jukkan pada tabel 3.5 tabel 3.5 menunjukk menunjukkan an semakin semakin besar nilai taksiran α 0 maka nilai Bias ˆ1 cenderung berada pada suatu rentang yaitu dan MSE MSE parameter parameter untuk untuk αˆ1 dan β berturut-turut 1 3 dan 44 50. Namun, berbeda dengan perilaku Bias dan MSE parameter untuk α 0 , semakin besar nilai taksiran parameter α 0 maka nilai Bias dan MSE parameternya cenderung semakin besar.
−
−
24
BAB 4 Kebergantungan dan Copula Ukuran kebergantungan merupakan ukuran kuantitatif yang menunjukkan besarnya kebergantungan kebergantungan dua proses stokastik. Korelasi Korelasi Pearson merupakan merupakan ukuran kebergantung gantungan an yang yang umum umum digunak digunakan. an. Dalam Dalam analisi analisiss deret deret wa waktu ktu,, korel korelasi asi Pearson Pearson digunakan untuk mengetahui korelasi nilai saat ini dengan nilai-nilai sebelumnya. Pada bab ini, korelasi Pearson akan digunakan untuk mengetahui besar korelasi antara dua proses stokastik yang mengikuti suatu model ARCH(1) dan GARCH(1,1). Korelasi Pearson ini memiliki keterbatasan, antara lain tidak invariant tidak invariant under nonlinear strictly increasing transformations . Oleh Oleh karena itu, itu, digunak digunakan an ukuran ukuran kebergantungan yang berbasis pada konsep concordance konsep concordance yaitu yaitu Kendall’s Tau. Kendall’s Tau memiliki kelebihan lain dibandingkan dengan korelasi Pearson yaitu Kendall Kendalls’s s’s Tau Tau dapat dapat dinya dinyataka takan n dengan dengan fungsi fungsi Copula Copula.. Melalu Melaluii Copula Copula dapat dilihat dilihat karakteri karakteristi stik k dari pasangan pasangan dua sampel sampel acak. acak. Copula Copula merupakan merupakan fungsi distribusi bersama dengan fungsi marginalnya U nif nif orm orm[0, 1].
4.1
Korelas orelasii Pear Pearson son dan Kendal Kendall’s l’s Tau
Pada subbab ini difokuskan kepada keterkaitan korelasi Pearson dan Kendall’s Tau serta akan dijabarkan mengenai sifat invariant sifat invariant pada pada kedua ukuran kebergantungan tersebut.
25
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
Korelasi Pearson Misalkan X dan Y merupakan dua peubah acak, koefisien korelasi Pearson antara peubah acak X dan Y didefinisikan sebagai berikut: Corr(X, Y ) = ρ X,Y = dengan Cov(X, Y ) = E [(X
Cov(X, Y )
Var(X ) Var(Y )
])(Y − − E [X ])( − E [Y ])].
Definisi di atas merupakan definisi parametrik dari koefisien korelasi Pearson. Selan jutnya didefinisikan pula koefisien korelasi Pearson untuk samp el acak yang berukub erukuran n. Misalk Misalkan an terdapat terdapat n buah pasangan observasi yaitu (xi , yi ) merupakan obˆY merupakan standar deviasi servasi ke-i dengan i = 1, 2, , n, dengan S ˆX X dan S Y dari sampel acak X dan Y , maka korelasi Pearson didefinisikan sebagai:
···
n
rˆX,Y
− x¯)(y − y¯) = (n − 1)S ˆ S ˆ (x − x¯)(y − y¯) = (x − x¯) (y − y¯)
(xi
i
i=1
X X Y Y
n
i
i=1
n
i=1
i
2
i
n
2
i
i=1
Korelasi Pearson dikatakan invariant dikatakan invariant under strictly increasing linear transformations jika jika memenuhi ρ(X, Y ) = ρ (a1 + b1 X, a2 + b2 Y ), dengan b1 > 0 dan b2 > 0. Untuk Untuk membuktika membuktikan n bahwa bahwa korelasi korelasi Pearson memenuhi sifat invariant sifat invariant tersebut, tersebut, digunakan definisi korelasi Pearson. ρ(a1 + b1 X, a2 + b2 Y ) =
= =
Cov(a1 + b1 X, a2 + b2 Y )
Var(a2 + b2Y ) Var(a2 + b2 Y ) b1 b2 Cov(X, Y )
b21 Var(Y )
b22Var(Y )
Cov(X, Y ) Var(Y ) Var(Y )
= ρ (X, Y )
26
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
Namun demikian, korelasi Pearson tidak invariant under non-linear strictly increasing transformations artinya ρ(X, Y ) = ρ (F X (x), GY (y))
untuk F X (x) dan G Y (y ) yang merupakan transformasi non-linier dan monoton naik dari X dan Y . Karena sifat F X (x) dan GY (y ) yang non-linear strictly increasing transformations inilah yang menyebabkan korelasi Pearson X dan Y berbeda dengan F X (x) dan GY (y ). Hal yang penting untuk diperhatikan pada korelasi Pearson adalah bahwa korelasi Pearson ini menyatakan kebergantungan secara linier, artinya jika didapatkan nilai ρX,Y = k maka proporsi kenaikan atau penurunan nilai Y terhadap X sebesar k . Kendall’s Tau Kendall’s Tau merupakan ukuran kebergantungan yang menggunakan konsep concordance untuk menghitung nilai kebergantungannya, yaitu dengan menghitung banyaknya pasangan yang concordant dan discordant . Dua buah peubah acak dikatakan concordant jika nilai-nilai yang besar dari peubah acak cenderung berhubungan dengan nilai-nilai yang besar dari peubah acak lainnya, begitu juga sebaliknya. Berbeda dengan korelasi Pearson yang tidak memiliki sifat invariant under nonlinear strictly increasing transformations , Kendall’s Tau memiliki sifat invariant tersebut. Kendall’s Tau yang menggunakan konsep concordance sebagai perhitungannya membuat ukuran kebergantungan ini memiliki nilai τ (X, Y ) yang sama dengan τ (F X (x), GY (y)). Secara matematis konsep concordance ini didefinisikan sebagai berikut, misalkan (xi , yi ) dan (x j , y j ) menyatakan dua buah observasi dari vektor (X, Y ) yang merupakan peubah acak kontinu, •
(xi , yi ) dan (x j , y j ) adalah concordant bila (xi
•
− x )(y − y ) > 0 j
i
j
(xi , yi ) dan (x j , y j ) adalah discordant bila (xi
− x )(y − y ) < 0. j
27
i
j
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
Lebih lengkapnya akan dijelaskan pada tabel berikut: Tabel 4.1: Penentuan concordance antara dua observasi xi
−x
j
positif positif negatif negatif
Hasil positif concordant negatif discordant positif discordant negatif concordant yi
−y
j
Definisi Kendall’s Tau, yaitu misalkan (xn , yn ) barisan sampel acak dari n buah observasi dari vektor (X, Y ) yang merupakan peubah acak kontinu. Barisan tersebut mempunyai Cn2 pasang observasi (xi , yi ) dan (x j , y j ) berbeda. Untuk c menyatakan banyak pasangan concordant dan d menyatakan banyaknya pasangan discordant , maka Kendall’s Tau didefinisikan sebagai
{
tˆ =
c n
C2
}
− Cd , −1 ≤ tˆ ≤ 1 n
2
Definisi Kendall’s Tau di atas menunjukkan bahwa nilai Kendall’s Tau dapat dihitung dari peluang concordant dikurangi dengan peluang discordant . Nilai negatif menunjukkan nilai discordant yang lebih besar sehingga kebergantungannya berbanding terbalik, begitu pula sebaliknya. Sama halnya dengan definisi Kendall’s tau non parametrik, Kendall’s Tau parametrik menggunakan konsep concordance dalam perhitungannya. Misalkan terdapat vektor (X, Y ) dengan X dan Y adalah peubah acak kontinu, Kendall’s Tau parametrik didefiisikan sebagai peluang kejadian concordant dikurangi dengan peluang kejadian discordant yaitu τ X,Y = P [(X 1
− X )(Y − Y ) > 0] − P [(X − X )(Y − Y ) < 0] 2
1
2
1
2
1
2
Berikut ini akan dibuktikan bahwa Kendall’s Tau memiliki sifat invariant under non-linear strictly increasing transformation yang artinya untuk suatu fungsi F X (x)
28
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
dan GY (y) yang kontinu dan monoton naik maka τ (X, Y ) = τ (F (X ), G(Y )).
Bukti bahwa Kendall’s Tau memiliki sifat tersebut adalah dengan menggunakan konsep concordance sebagai berikut: •
•
(concondant ) (xi
− x )(y − y ) > 0 ⇒ (F (x ) − F (x ))(G(y ) − G(y )) > 0 (discondant ) (x − x )(y − y ) < 0 ⇒ (F (x ) − F (x ))(G(y ) − G(y )) < 0 i
j
j
i
i
j
i
j
i
j
i
j
i
j
j
Dari ketaksamaan di atas didapatkan bahwa banyaknya pasangan concordant dan discordant pada himpunan pasangan (xk , yk ) akan sama dengan banyaknya pasangan concordant dan discordant pada himpunan pasangan (F (xk ), G(yk )) . Oleh karena itu, akan didapat nilai Kendall’s Tau yang sama.
{
}
{
}
Representasi dari Kendall’s Tau dalam bentuk grafik (scatter plot ) dapat memberikan gambaran mengenai perilaku nilai Kendall’s Tau-nya. Berikut ini akan dibangkitkan dua sampel acak berukuran 10 yang berdistribusi normal dengan mean 0, variansi 1 dan korelasi yang semakin besar.
Gambar 4.1: Visualisasi concordant dan discordant pada Kendall’s Tau untuk dua sampel acak yang berdistribusi normal dengan berbagai nilai korelasi yaitu 0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 0.99 (berturut-turut dari kiri ke kanan, atas ke bawah) Pada gambar 4.1 menunjukkan enam grafik visualisasi konsep concordance dalam perhitungan nilai Kendall’s tau, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika terdapat dua 29
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
sampel acak dengan scatter plot berkumpul pada suatu garis lurus maka dua sampel acak tersebut memiliki kebergantungan yang kuat. Sebaliknya, jika terdapat dua sampel acak dengan scatter plot mendekati bentuk poligon (menyebar) maka dua sampel acak tersebut memiliki kebergantungan yang lemah. Penjabaran di atas menunjukkan bahwa Kendall’s memiliki kelebihan dibandingkan dengan korelasi Pearson. Selain kelebihan pada sifat invariant nya, ukuran kebergantungan Kendall’s Tau dapat dinyatakan dengan fungsi Copula, sedangkan korelasi Pearson tidak. Oleh karena itu, Kendall’s Tau lebih fleksibel untuk digunakan. Walaupun demikian, Greiner’s relation telah menyatakan adanya hubungan antara Kendall’s Tau dan korelasi Pearson yaitu τ =
2sin−1 (ρ) π
.
Hubungan tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut:
Gambar 4.2: Hubungan koefisien korelasi Pearson dan Kendall’s tau
Pada gambar 4.2 menunjukkan hubungan antara koefisien korelasi Pearson dan Kendall’s tau. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai korelasi Pearson maka nilai Kendall’s tau akan semakin besar. Ukuran kebergantungan korelasi Pearson dan Kendall’s Tau ini akan digunakan untuk menghitung kebergantungan antara dua proses stokastik yang mengikuti model ARCH(1) maupun GARCH(1,1) yang memiliki kebergantungan. Berikut ini akan dilakukan beberapa simulasi untuk beberapa nilai parameter yang berbeda pada kedua model. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai parameter pada kedua proses terhadap nilai korelasi Pearson dan Kendall’s Taunya. 30
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
Pada simulasi ini dibangkitkan data error yang berdistribusi normal bivariat dengan korelasi 0.7. Data yang dibangkitkan sebesar 1500 dengan 1000 kali pengulangan. Untuk mendapatkan dugaan awal mengenai kebergantungannya, akan divisualisasikan concordance untuk setiap simulasi model. Simulasi Model ARCH(1) Vs. Model ARCH(1) Berikut ini merupakan hasil simulasi kebergantungan dua proses stokastik yang mengikuti model ARCH(1). Simulasi ini dibagi menjadi dua kasus dengan nilai α0 pada kedua model sama. Kasus pertama, nilai α1 pada model pertama tetap dan nilai α1 pada model kedua semakin besar. Kasus kedua, nilai α1 pada kedua model secara bersama semakin besar. Tabel 4.2: Hasil Simulasi Kebergantungan Dua Proses ARCH(1) Kasus I Model I
Model II
Ukuran Kebergantungan
α0
α1
α0
α1
ρ
τ
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 0.99
0.6982 0.6902 0.6657 0.6168 0.5344 0.5010
0.4931 0.4914 0.4865 0.4810 0.4720 0.4695
Tabel 4.3: Hasil Simulasi Kebergantungan Dua Proses ARCH(1) Kasus II Model I
Model II
Ukuran Kebergantungan
α0
α1
α0
α1
ρ
τ
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 0.99
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 0.99
0.6982 0.6853 0.6550 0.5907 0.4942 0.4372
0.4931 0.4892 0.4838 0.4752 0.4656 0.4613
Dari hasil simulasi yang ditunjukkan pada tabel 4.2 dan tabel 4.3, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan nilai α0 pada kedua model sama, dengan α1 pada model 31
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
pertama tetap dan α1 pada model kedua semakin besar, maka nilai dari kebergantungannya semakin kecil. Demikian juga, dengan nilai α0 pada kedua model sama, namun kedua nilai α1 secara bersama semakin besar, nilai kebergantungannya cenderung turun. Pada gambar 4.3 terdapat tiga grafik yang menujukkan scatter plot dua barisan sampel acak X dan Y yang mengikuti model ARCH(1) dengan parmeter α 0 = 0.01 dan nilai α 1 dari kiri ke kanan secara berturut-turut semakin mendekati 1. Ketiga grafik tersebut menunjukkan bahwa simulasi kebergantungan pada dua proses ARCH(1) dengan parameter α1 mendekati 1, korelasi Pearson tidak dapat menggambarkan kebergantungan pada nilai ekstrim.
Gambar 4.3: Simulasi Kebergantungan Dua Proses ARCH(1,1) Simulasi Model ARCH(1) Vs. Model GARCH(1,1) Berikut ini merupakan hasil simulasi kebergantungan dua proses stokastik yang mengikuti model ARCH(1) dan GARCH(1,1). Pada simulasi ini digunakan nilai α 0 pada kedua model tetap. Model pertama yaitu ARCH(1) dan model kedua yaitu GARCH(1,1). Simulasi ini dibagi menjadi dua kasus. Kasus pertama, nilai α 1 pada model pertama tetap dan nilai α1 + β 1 semakin besar. Kasus kedua, nilai α1 pada model pertama dan nilai α1 + β 1 pada model kedua secara bersama semakin besar. Dari hasil simulasi yang ditunjukkan pada tabel 4.4 dan tabel 4.5, dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan α 1 pada ARCH(1) tetap dengan α 1 + β 1 pada GARCH(1,1) semakin besar maka nilai kebergantungannya akan semakin kecil. Demikian juga, jika kedua nilai α1 pada ARCH(1) dan α1 + β 1 pada GARCH(1,1) secara bersama semakin besar maka nilai kebergantungannya cenderung semakin kecil juga. Penurunan nilai Kendall’s Tau pada simulasi ini cenderung tidak signifikan dibandingkan dengan korelasi Perason. Gambar 4.4 menunjukkan tiga contoh struktur kebergantungan pada proses ARCH(1) dan GARCH(1,1) dengan parameter berbeda-beda yaitu berturut-turut dari kiri ke kanan parameter pada kedua model medekati 1. 32
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
Tabel 4.4: Hasil Simulasi Kebergantungan ARCH(1) dan GARCH(1,1) Kasus I Model I
Model II
Ukuran Kebergantungan
α0
α1
α0
α1
β 1
ρ
τ
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.05 0.1 0.3 0.5 0.7 0.8 0.85 0.89
0.6990 0.6989 0.6977 0.6969 0.6960 0.6914 0.6854 0.6518
0.4938 0.4935 0.4928 0.4922 0.4920 0.4902 0.4885 0.4789
Tabel 4.5: Hasil Simulasi Kebergantungan ARCH(1) dan GARCH(1,1) Kasus II Model I
Model II
Ukuran Kebergantungan
α0
α1
α0
α1
β 1
ρ
τ
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.3 0.3 0.5 0.5 0.5 0.7 0.7 0.9 0.99
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.1 0.3 0.3 0.3 0.5 0.5 0.7 0.9 0.9
0.1 0.3 0.3 0.3 0.5 0.3 0.3 0.1 0.05 0.09
0.6989 0.6901 0.6817 0.6656 0.6558 0.6311 0.6015 0.5784 0.4835 0.4428
0.4935 0.4907 0.4883 0.4851 0.4830 0.4802 0.4754 0.4741 0.4656 0.4615
Gambar 4.4: Simulasi Kebergantungan Proses ARCH(1) dan GARCH(1,1) Simulasi Model GARCH(1,1) Vs. GARCH(1,1) Berikut ini merupakan hasil simulasi kebergantungan dua proses stokastik yang mengikuti model GARCH(1,1). Simulasi ini dibagi menjadi dua kasus dengan nilai α0 pada kedua model sama. Kasus pertama, nilai α 1 + β 1 pada model pertama tetap 33
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
dan nilai α 1 + β 1 pada model kedua semakin besar. Kasus kedua, nilai α 1 + β 1 pada kedua model secara bersama semakin besar. Tabel 4.6: Hasil Simulasi Kebergantungan Dua Proses GARCH(1,1) Kasus I Model 1
Model 2
Ukuran Kebergantungan
α0
α1
β 1
α0
α1
β 1
ρ
τ
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
0.1 0.3 0.5 0.7 0.8 0.89
0.6997 0.6988 0.6975 0.6953 0.6916 0.6534
0.4942 0.4937 0.4928 0.4915 0.4903 0.4787
Tabel 4.7: Hasil Simulasi Kebergantungan Dua Proses GARCH(1,1) Kasus II Model 1
Model 2
Ukuran Kebergantungan
α0
α1
β 1
α0
α1
β 1
ρ
τ
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.3 0.3 0.3 0.5 0.7 0.9 0.99
0.1 0.1 0.3 0.5 0.3 0.1 0.05 0.001
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
0.1 0.3 0.3 0.3 0.5 0.7 0.9 0.99
0.1 0.1 0.3 0.5 0.3 0.1 0.05 0.001
0.6997 0.6980 0.6803 0.6658 0.6191 0.5702 0.4724 0.4407
0.4942 0.4930 0.4883 0.4845 0.4785 0.4732 0.4640 0.4612
Hasil Simulasi yang ditunjukkan pada tabel 4.6 dan tabel 4.7 memberikan kesimpulan bahwa nilai kebergantungan dua proses stokastik yang mengikuti model GARCH(1,1) memiliki kecenderungan semakin kecil untuk model yang memiliki jumlahan dari α 1 + β 1 yang semakin besar atau dapat dikatakan bahwa sifat persistensi pada kedua model tersebut membuat pengaruh data saat ini terhadap prediksi variansi ke depan semakin besar. Pada gambar 4.5 terdapat tiga grafik yang menunjukkan scatter plot dua barisan sampel acak X dan Y yang mengikuti model GARCH(1,1) dengan parmeter α0 = 0.01 dan nilai α1 + β 1 dari kiri ke kanan secara berturut-turut semakin mendekati 1. Ketiga grafik tersebut menunjukkan bahwa simulasi kebergantungan pada dua 34
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
proses GARCH(1) dengan α1 +β 1 mendekati 1, korelasi Pearson tidak dapat menggambarkan kebergantungan pada nilai ekstrim.
Gambar 4.5: Simulasi Kebergantungan Dua Proses GARCH(1,1) Besarnya kebergantungan antara dua proses stokasik yang mengikuti model ARCH(1) dan GARCH(1,1) dapat dihitung dengan menggunakan formula korelasi Pearson dan Kendall’s Tau non-parametriknya. Telah disinggung sebelumnya bahwa korelasi Pearson tidak dapat menggambarkan kebergantungan dua sampel acak yang memiliki nilai ekstrim, sehingga digunakan Kendall’s Tau yang memiliki keterkaitan dengan Copula dapat menangani kebergantungan pada dua sampel acak yang memiliki nilai ekstrim.
4.2
Kebergantungan dalam Copula
Copula merupakan fungsi distribusi bersama dengan fungsi marginalnya Uniform[0, 1]. Copula ini lebih fleksibel digunakan karena setiap peubah acak melalui fungsi distribusinya dapat ditrasformasikan menjadi peubah acak baru yang berdistribusi Uniform[0, 1]. Mengetahui kebergantungan antara dua proses stokastik dengan Copula dapat dilihat dari fungsi Copula dan Copula densitasnya. Melalui Teorema Sklar akan diperlihatkan bahwa fungsi Copula dan densitas Copula dapat dijadikan sebagai ukuran kebergantungan. Sebelum lebih jauh membahas mengenai ukuran kebergantungan dalam Copula, berikut akan dipaparkan definisi Copula sebagai fungsi distribusi.
Teorema 4.2.1 (Teorema Sklar) Misalkan X dan Y peubah acak kontinu dengan fungsi distribusi F X dan G Y . H X,Y menyatakan fungsi distribusi bersama X dan Y ,
35
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
C disebut Copula dari X dan Y jika H X,Y = C (F X (x), GY (y) = C (u, v )
dengan u = F X dan v = G Y . Dari teorema tersebut didapatkan bahwa Copula merupakan fungsi distribusi dengan fungsi distribusi marginalnya Uniform[0,1]. Teorema Sklar ini juga menunjukkan bahwa fungsi distribusi bersama dapat dibangun melalui Copula. Selain fungsi distribusi, fungsi densitas bersama juga dapat dinyatakan dalam Copula yaitu ∂ 2 hX,Y (x, y ) = H X,Y (x, y ) ∂x∂y ∂ 2 = C (F X (x), GY (y)) ∂x∂y ∂ 2 C (F X (x), GY (y)) d(F X (x)) = ∂F X (x)∂G Y (y) dx
×
× d(Gdy(y)) Y
= c (F X (x), GY (y ))f X (x)gY (y ) = c (u, v )f X (x)gY (y ) c(u, v ) adalah fungsi densitas Copula.
Teorema Sklar menujukkan bahwa Copula dapat digunakan sebagai ukuran kebergantungan. Perhatikan rumusan dari C (u, v ) dan c(u, v ). Nilai C (u, v ) = uv dan c(u, v ) = 1 menunjukkan bahwa fungsi marginal yang dimiliki saling bebas. Untuk mendapatkan gambaran mengenai perilaku C (u, v ) dan c(u, v ) sebagai ukuran kebergantungan, dibangkitkan dua sampel acak berdistribusi bivariat normal standar dengan beberapa nilai ρ. Pada simulasi ini digunakan Copula Clayton sebagai ilustrasinya. Gambar 4.6 dan gambar 4.7 menunjukkan perilaku C (u, v ) dan c(u, v ) pada distribusi normal bivariat dengan X dan Y saling bebas (garis berwarna merah) serta X dan Y tidak saling bebas (garis berwarna biru). Keenam grafik pada gambar 4.6 memperlihatkan bahwa semakin besar nilai ρ yang dibangkitkan maka nilai dari C (u, v ) akan semakin cekung dan menjauh dari garis C (u, v ) = uv , sedangkan keenam grafik pada gambar 4.7 memperlihatkan bahwa semakin besar nilai ρ yang diberikan mengakibatkan nilai dari c(u, v ) memiliki rentang yang semakin besar. 36
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
Gambar 4.6: Visualisasi nilai C (u, v ) untuk dua sampel acak yang berdistribusi normal standar dengan berbagai nilai korelasi yaitu 0.1, 0.3, 0.5, 0.7, 0.9, 0.99 (berturutturut dari kiri ke kanan, atas ke bawah)
Gambar 4.7: Visualisasi nilai c (u, v ) untuk dua sampel acak yang berdistribusi normal standar dengan berbagai nilai korelasi yaitu 0.1, 0.3, 0.5, 0.7, 0.9, 0.99 (berturutturut dari kiri ke kanan, atas ke bawah) Fungsi Copula dan densitas Copula memang dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kebergantungan antara dua peubah acak, namun besar dari kebergantungannya belum dapat diketahui. Kendall’s Tau sebagai ukuran kebergantungan
37
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
dapat dinyatakan dengan fungsi Copula yaitu τ X,Y = P [(X 1
− X )(Y − Y ) > 0] − P [(X − X )(Y − Y ) < 0] = P [(X − X )(Y − Y ) > 0] − (1 − P [(X − X )(Y − Y ) > 0]) = 2P [(X − X )(Y − Y ) > 0] − 1 = 2(P [X > X , Y > Y ] + P [X < X , Y < Y ]) − 1 =4 H (x, y )dH (x, y ) − 1 2
1
2
1
2
1
2
∞
1
2
1 ∞
2
X,Y
1
1
1
2
1
1
2
2
1
2
2
2
1
2
1
2
X,Y
−∞ −∞
Dari teorema Sklar, didapatkan hubungan H X,Y (x, y ) = C (F X (x), GY (y )). Misalkan peubah acak U dan V berturut-turut menyatakan fungsi distribusi X dan Y , maka didapatkan bentuk Kendall’s Tau dalam bentuk Copula yaitu 1 1
τ X,Y = 4
C (F X (x), GY (y ))dC (F X (x), GY (y))
0 0 1 1
=4
C (u, v )dC (u, v )
0 0
−1
−1
Pada subbab selanjutnya akan dibahas mengenai metode yang digunakan untuk membangun Copula bivariat. Salah satu metode yang akan digunakan adalah metode inversion .
4.3
Konstruksi Copula Bivariat
Membangun Copula bivariat dengan menggunakan metode inversion perlu diketahui fungsi distribusi bersamanya, oleh karena itu dibutuhkan suatu formula yang dapat digunakan untuk membangun fungsi distribusi bersama yaitu Farlie-GumbelMorgenstern .
Definisi 4.3.1 (Farlie-Gumbel-Morgenstern) Misalkan X dan Y merupakan peubah acak yang berdistribusi kontinu dengan fungsi distribusi F X (x) dan GY (y ). Fungsi
38
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
distribusi bersama X dan Y didefinisakn sebagai H X,Y (x, y ) = F X (x)GY (y) 1 + α[1
{
− F (x)][1 − G X
(y )]
}
Y
Dari definisi di atas didapatkan fungsi densitas bersama untuk X dan Y yaitu ∂ 2 hX,Y = H X,Y ∂y∂x ∂ = GY [f X (1 + α(1 ∂y
− F )(1 − G )) − αf F (1 − G )] =g [f (1 + α(1 − F )(1 − G )) − αf F (1 − G )] + G [−αf g (1 − F ) + αf F g ] =f g + αf g − αf g F − αf g G + αf g F G − αf g F + αf g F G − αf g G + 2αf g F G =f g + αf g − 2αf g F − 2αf g G + 4αf g F G =f g (1 + α(1 − 2F )(1 − 2G )) Y
X
X
Y
X Y
X
X Y
Y
X
X Y
X Y
Y
Y
X
Y
X Y
X Y X
X Y
Y
X X Y
X Y X
X Y
X X
X X
X Y X
X Y X
X Y
Y
X Y
X Y X
Y
Y
X Y X
Y
X Y X
Y Y
Y
Berhubungan dengan model deret waktu yang digunakan yaitu model ARCH(1) dan GARCH(1,1), maka selanjutnya dibangun fungsi distribusi bersama untuk peubah acak X t dan Y t . Telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa X t dan Y t berdistribusi normal dengan parameternya bergantung terhadap model yang digunakan. Misalkan X t N (0, σx ) dan Y t N (0, σy ), berikut ini akan dijabarkan fungsi distribusi bersama dan fungsi densitas bersama untuk X t dan Y t . Untuk mempermudah penulisan peubah acak X t akan ditulis sebagai X dan peubah acak Y t akan ditulis sebagai Y .
∼
∼
Konstanta α pada formula Farlie-Gumbel-Morgenstern dapat dijadikan sebagai ukuran kebergantungan. Namun, merujuk pada salah satu ukuran kebergantungan yang digunakan yaitu korelasi Pearson sehingga dibutuhkan hubungan antara α dan ρ untuk distribusi bivariat normal. Hubungan antara α dan ρ diselidiki dengan menentukan nilai Corr(X, Y ) yaitu Corr(X, Y ) =
Cov (X, Y )
V ar(X )V ar(Y )
39
=
E [XY ]
− E [X ]E [Y ]
V ar(X )V ar(Y )
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
Fungsi densitas X dan Y dengan menggunakan FGM adalah hX,Y = f X gY (1 + α(1
=
1
e
2πσx σy
− 12
2F X )(1
− x2 +y2 σx σy
− 2G
))
Y
√ 2xσ
1 + αerf
erf
x
√ 2yσ
y
Untuk mencari hubungan ρ dan α diperlukan E[XY]. Selanjutnya, dicari nilai dari E[XY] dengan menggunakan FGM. E [XY ] =
= =
√ √ √ √ √ √ √ √ √ × √ √ √ × √ √ √ √ √ − √ √ − √ × √ √ √ √ √ √ × √ √ − xyhX,Y dxdy −1 xy e 2 2πσx σy
x2 +y2 σx σy
−1 xy e 2 2πσx σy
x2 +y2 σx σy
+α
=
y
y2 σx σy
− 12
2πσy
e
y
+α
2πσy
x
− 12
2πσx
y
=α
e
2
x
π
2πσx
y
− 12
2πσy
e
2
x
π
2πσx
y
=α
− 12
2πσy
2
π
e
− 12
2πσy
=α
e
e
1 2σx
dy
y2 σx σy
y2 σx σy
e
y
dxdy
2σy
y
dxdy
dx
dy
2σy
√ x
2σx
σx σy
2σy
dx
2σx
y2
x2 σx σy
y
dy
2σy
x
erf
e
− 12
erf
erf
2σx
2πσx
erf
− 12
2σx
x
erf x
y2 σx σy
− 12
y
erf
dxdy
x2 +y2 σx σy
−1 xy e 2 2πσx σy
x
1 + αerf
− 12
e
t2 σx σy
dtdx
0
y2
2 σy
y
erf
− 12
e
y2 2 σx
x
2σx
y2
2 σy
dy
2σy
y
erf
x2
2πσx
2σx
− 12
e
x2 2 σx
40
1 x3 + 2σx3 3!
3 x5 2σx5 5!
15 x7 + 2σx7 7!
· ··
dy
dx
1 3!σx2
x4
2πσx
− 12
e
x2 2 σx
dx +
···
dx
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
E [XY ] =α
√
y
− 12
e
y
=α
e
√ 2yσ
erf
dy
y
− 12
√ × − √ √
=α
y2
2 σy
2πσy 2 1 σx2 π 2σx
× √ √ =α
−
3σx4 3 15σx6 + 3!σx2 5!σx4
·
y2 2 σy
√ 2yσ
erf
2πσy 1 3 1 + 2 2 2 2!
dy
y
15 105σx8 + 7!σx6
− ·
σ × √ 2π × √ 2 x
3 5 3 5 7 + 4 23 3! 2 4!
− ·
· · −···
√ × √ × √ √ × √ × √ × √ √ y
1 2
−
2πσy y
e
− 12
2πσy
σx =α π σx =α π ασx σy = π
e
y2
2 σy
y
erf
2 σy
2πσy
y
erf
− 12
e
dy
2σy
y2
y
· ··
dy
2σy
y2 2 σy
y
erf
2σy
2
σx
π
2
2
1
(1 + 1)− 2
σx
π
2
dy
σ × √ × √ π y
didapat hubungan antara ρ dan α untuk distribusi bivariat normal adalah E [XY ] σx σy ασx σy = π α = π
ρ =
× σ 1σ
x y
maka, α dapat dinyatakan dengan koefisien korelas Pearson yaitu α = πρ.
sehingga, fungsi densitas bivariat normal dalam ρ dengan menggunakan FGM adalah hX,Y = f X gY (1 + α(1
− 2F )(1 − G )) = f g (1 + πρ (1 − 2F )(1 − G )) x 1 = e 1 + πρ × erf √ 2πσ σ 2σ X Y
X
Y
X
− 12
Y
x2 +y 2 σx σy
x y
41
erf
x
√ 2yσ
y
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
Merujuk pada teorema Sklar didapatkan Copula densitas untuk X dan Y adalah c(u, v ) = 1 + πρ (1
− 2u)(1 − 2v)
dan fungsi Copula untuk X dan Y adalah C (u, v ) = uv (1 + πρ(1
− u)(1 − v)).
Dapat dilihat dari penjabaran di atas bahwa dalam membangun fungsi Copula dengan metode Inversion perlu diketahui secara eksplisit fungsi marginalnya. Hal tersebut yang mengurangi kefleksibilitas dari fungsi Copula itu sendiri, sehingga diperlukan metode lain yaitu melalui suatu fungsi generator φ(t) dengan φ (t) adalah fungsi monoton turun yang terdefinisi untuk setiap t (0, 1) dan φ(1) = 0. Copula Clayton dan Gumbel merupakan contoh Copula yang dibangun melalui fungsi generator. Copula yang dibangun melalui fungsi generator adalah Copula Archimedean, didefinisikan sebagai:
∈
C (u, v ) = φ −1 [φ(u) + φ(v )],
∀u, v ∈ [0, 1]
Copula Clayton Copula Clayton memiliki fungsi generator yaitu φ(t) =
t−θ
−1
θ
dengan 1
φ−1 (t) = (θt + 1)− θ
sehingga u−θ 1 v −θ 1 + = (u−θ + v −θ θ θ
− 1)
∂ C (u, v ) = (θ + 1)(uv )−(θ+1) (u−θ + v −θ ∂u∂v
− 1)
C (u, v ) = φ −1
−
−
− 1θ
dan c(u, v ) =
dengan θ
∈ (0, ∞). 42
− 2θθ+1
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa semakin besar nilai θ yang dibangkitkan mengakibatkan perilaku pasangan data yang dibangkitkan semakin mendekati garir lurus atau mengumpul pada diagonalnya. Dari simulasi tersebut diduga terdapat hubungan yang berbanding lurus antara parameter θ dan τ . Copula Clayton memiliki ciri bahwa kebergantungan kuat terjadi pada nilai yang kecil.
Gambar 4.8: Visualisasi scatter plot U dan V pada Copula Clayton dengan berbagai nilai theta yaitu 1, 3, 5, 8 (berturut-turut dari kiri ke kanan, atas ke bawah)
Copula Gumbel Copula Gumbel memiliki fungsi generator yaitu φ(t) = ( ln t)θ
−
dengan 1
φ−1 (t) = exp( t θ )
−
sehingga C (u, v ) = φ
−1
−
θ
( ln u) + ( ln v )
−
θ
1
= exp( (( ln u)θ + ( ln v )θ ) θ )
− − 43
−
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
dan c(u, v ) =
=
∂ C (u, v ) ∂u∂v
11
1
− uv
−
dengan w = [( ln u)θ + ( ln v )θ ] dan θ
−
1
( ln u)θ−1 ( ln v )θ−1w θ −2 C (u, v )(w θ + (1
−
− θ))
∈ [1, ∞)
Gambar 4.9 menunjukkan bahwa semakin besar nilai θ yang dibangkitkan mengakibatkan perilaku pasangan data yang dibangkitkan semakin mendekati garir lurus atau mengumpul pada diagonalnya. Dari simulasi tersebut diduga terdapat hubungan yang berbanding lurus antara parameter θ dan τ . Copula Gumbel memiliki ciri bahwa kebergantungan kuat terjadi pada nilai yang kecil maupun nilai yang besar.
Gambar 4.9: Visualisasi scatter plot U dan V pada Copula Gumbel dengan berbagai nilai theta yaitu 1.5, 2.5, 3.5, 5 (berturut-turut dari kiri ke kanan, atas ke bawah)
Kendall’s tau sebagai ukuran kebergantungan yang dapat dinyatakan dengan Copula mengakibatkan adanya hubungan dengan parameter pada Copula. Gambar 4.10 menunjukkan hubungan antara τ dan θ pada Copula Clayton dan Copula Gumbel. Garis berwarna biru menyatakan hubungan antara parameter copula (θ) pada Copula Clayton dan garis berwarna merah menunjukkan hubungan antara parame44
BAB 4 : Kebergantungan dan Copula
ter copula (θ) pada Copula Gumbel. Grafik tersebut menunjukkan bahwa semakin besar nilai θ yang diberikan mengakibatkan kebergantungan antara dua sampel acaknya semakin besar. Kelemahan dari kedua jenis Copula ini adalah hanya dapat mendeteksi kebergantungan yang bernilai positif. Artinya kedua Copula ini tidak dapat mendeteksi hubungan antara nilai yang kecil dengan nilai yang besar pada sampel acak yang ada. Hubungan ukuran kebergantungan dengan parameter Copula mengindikasikan bahwa Copula sendiri juga bisa dijadikan sebagai salah satu alat untuk menentukan kebergantungan antara dua sampel acak.
Gambar 4.10: Hubungan antara τ dan θ pada Copula Clayton dan Copula Gumbel
45
BAB 5 Kesimpulan Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari Tugas Akhir ini. Pertama, data return aset yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah data yang dibangkitkan dengan model ARCH(1) dan GARCH(1,1). Model ARCH(1) memenuhi stasioner lemah dengan nilai parameter 0 < α1 < 1 dan model GARCH(1,1) memenuhi stasioner lemah dengan nilai parameter 0 < α1 + β 1 < 1. Kedua, nilai forward persistence pada model ARCH(1) dan model GARCH(1,1) akan semakin besar untuk nilai parameter α1 mendekati 1. Selain dipengaruhi oleh parameter α1 , nilai forward persistence pada model GARCH(1,1) juga dipengaruhi oleh nilai β 1 dengan α1 + β 1 < 1. Ketiga, penaksir parameter model ARCH(1) dan GARCH(1,1) menggunakan metode Likelihood Maksimum dengan ukuran keakuratan penaksir parameter pada model dihitung dengan Bias dan MSE parameter. Hasil simulasi menunjukkan nilai taksiran parameter pada model memeiliki perilaku yang berbeda-beda terhadap nilai Bias dan MSE. Keempat, ukuran kebergantungan yang digunakan adalah koefisien korelasi Pearson dan Kendall’s tau. Dilakukan tiga simulasi kebergantungan yaitu ARCH(1) Vs ARCH(1), ARCH(1) Vs GARCH(1,1) dan GARCH(1,1) Vs GARCH(1,1) dengan hasil semakin besar nilai parameter pada kedua model maka nilai kebergantungannya (korelasi Pearson dan Kendall’s Tau) cenderung turun. Kelima, dua metode yang digunakan yaitu metode inversion dengan menggunakan formula FGM yang hanya dipenuhi jika π1 < ρ < π1 dan pendekatan Archimedean (Copula Clayton dan Copula Gumbel).
−
46
Daftar Pustaka [1 ] Nelson, B. (2005). An Intoduction to Copulas. Springer. [2 ] Criyer, D. (2008). Times Series Analysis With Applications in R. [3 ] Tsay, R. (2005). Analysis of Financial Time Series. Wiley. [4 ] McNeil, J., Frey R. dan Embrechts, P. (2005). Quantitative Risk Management. [5 ] Jondeue, E. dan Rockinger, M. (2006). The Copula - GARCH Model of Conditional Depedencies: An International Stock Market Application. Journal of International Money and Finance 25 (2006) 827-853. [6 ] Meng, L. Liang, Y. (2013). Modelling The Volatility of Futures Return in Rubber Abd Oil - A Copula - Based GARCH Model Approach. Economic Modelling 35 (2013) 576-581. [7 ] Davis, K. dan Chen, G. (2006). Graphing Kendall’s τ . Computational Statistics and Data Analysis 51 (2007) 2375-2378.
47
Lampiran 1 Lampiran A : Distribusi Y t dan Y t−1 Proses ARCH(1) dan GARCH(1,1) Distribusi Y t Misalkan εt N (0, 1) maka fungsi pembangkit momennya adalah
∼
1
2
M εt (s) = E [eεt s ] = e − 2 s .
Misalkan Y t = σ t εt , akan ditentukan fungsi pembangkit momennya M Yt (s) = E [eσt εt s ]
= E [eεt u ] (misalkan u = σ t s) 1
2
1
2 2
= e − 2 u
= e − 2 σt s sehigga didapat Y t
2
2
∼ N (0, σ ) dengan σ merupakan variansi tak bersyarat Y . t
t
t
Distribusi Y t Y t−1 Misalkan εt N (0, 1) maka fungsi pembangkit momennya adalah
∼
|
1
2
M εt (s) = E [eεt s ] = e − 2 s .
Misalkan Y t = σ t εt , akan ditentukan fungsi pembangkit momennya M Y t |Y t−1 (s) = E [eσt εt s Y t−1 ]
|
48
Lampiran 1
M Yt |Y t−1 (s) = E [eεt u Y t
| − 1]
1
2
1
2 2
= e − 2 u
(misalkan u = σ t s)
= e − 2 σt s sehigga didapat Y t
2
2
∼ N (0, σ ) dengan σ merupakan variansi bersyarat Y . t
t
t
Ekspektasi dan Variansi Tak Bersyarat ARCH(1) E [Y t ] = E [σt et ] = E [σt ]E [et ] = 0,
Var(Y t ) = E [Y t2 ]
2
− E [Y ] t
= E [σt2 e2t ]
= E [σt2 ]E [e2t ] = E [α0 + α1 Y t2−1 ] = α 0 + α1E [Y t2−1 ] = α 0 + α1(Var(Y t−1 ) + E [Y t−1 ]2) Var(Y t ) = α 0 + α1Var(Y t ) Var(Y t ) =
α0 . (1 α1 )
−
Ekspektasi dan Variansi Bersyarat ARCH(1) E [Y t Y t−1 ] = E [σt εt Y t−1 ] = E [σt Y t−1 ]E [εt Y t−1 ] = 0,
| Var(Y |Y t
t−1
|
) = E [Y t2 Y t−1 ]
|
|
− E [Y |Y
t−1
t
= E [σt2 ε2t Y t−1 ]
|
= E [σt2 Y t−1 ]E [ε2t Y t−1 ]
|
= E [α0 + α1Y t2−1 = α 0 + α1 Y t2−1 = σ t2
49
| |Y
t−1
]
]2
|
Lampiran 1
Ekspektasi dan Variansi Tak Bersyarat GARCH(1,1) E [Y t ] = E [σt et ] = E [σt ]E [et ] = 0,
Var(Y t ) = E [Y t2 ]
2
− E [Y ] t
= E [σt2 e2t ]
= E [σt2 ]E [e2t ] = E [α0 + α1 Y t2−1 + β 1 σt2−1] = α 0 + α1E [Y t2−1 ] + β 1 E [σt2−1 ] = α 0 + ( α1 + β 1 )Var(Y t−1) Var(Y t ) = α 0 + ( α1 + β 1 )Var(Y t ) Var(Y t ) =
(1
α0 α1
− − β ) . 1
Ekspektasi dan Variansi Bersyarat GARCH(1,1) E [Y t Y t−1 , σt−1 ] = E [σt εt Y t−1 , σt−1 ]
|
|
= E [σt Y t−1 , σt−1 ]E [εt Y t−1 , σt−1 ]
|
|
= 0, Var(Y t Y t−1 , σt−1 ) = E [Y t2 Y t−1 , σt−1 ]
|
|
= E [σt2 ε2t Y t−1 , σt−1 ]
|
= E [σt2 Y t−1 , σt−1 ]
|
= E [α0 + α1 Y t2−1 + β 1σt2−1 Y t−1, σt−1] = α 0 + α1 Y t2−1 + β 1σt2−1 = σ t2 .
50
|
Lampiran 1
Lampiran B : Ukuran Kebergantungan dan Copula Kendall’s Tau dalam Copula Misalkan terdapat vektor (X 1 , Y 1 ) dan (X 2 , Y 2 ) adalah vektor peubah acak kontinu yang saling bebas dan memiliki fungsi distribusi H dengan F fungsi distribusi marginal dari X 1 dan X 2 dan G fungsi distribusi marginal dari Y 1 dan Y 2 . Misalkan C adalah Copula dari (X 1 , Y 1 ) dan (X 2 , Y 2 ) sehingga H (x, y ) = C (F (x), G(y )). Kendall’s Tau didefiisikan sebagai peluang kejadian concordant dikurangi dengan peluang kejadian discordant yaitu τ = P [(X 1
− X )(Y − Y ) > 0] − P [(X − X )(Y − Y ) < 0] = P [(X − X )(Y − Y ) > 0] − (1 − P [(X − X )(Y − Y ) > 0]) = 2P [(X − X )(Y − Y ) > 0] − 1 2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
1
1
2
2
1
2
2
Perhatikan bahwa: P [(X 1
− X )(Y − Y ) > 0] = P [X > X , Y > Y ] + P [X > X , Y > Y ] 2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
dan perhatikan bahwa : P [X 1 > X 2 , Y 1 > Y 2 ] = P [X 2 < X 1 , Y 2 < Y 1 ]
= = = =
P [X 2
≤ x, Y ≤ y]dC (F (x), G(y)) (H (x, y ) − H (x, −∞) − H (−∞, y) + 0)dC (u, v ) 2
H (x, y )dC (F (x), G(y )) C (F (x), G(y ))dC (F (x), G(y ))
I 2
=
C (u, v )dC (u, v )
I 2
51
Lampiran 1
P [X 1 < X 2 , Y 1 < Y 2 ] =
= = =
I 2
=
P [X 2
≥ x, Y ≥ y]dC (F (x), G(y)) (H (∞, ∞) − H (x, ∞) − H (∞, y) + H (x, y ))dC (u, v ) (1 − F (x) − G(y) + C (F (x), G(y)))dC (F (x), G(y )) (1 − u − v + C (u, v ))dC (u, v ) 2
C (u, v )dC (u, v )
I 2
Sehingga didapatkan bentuk Kendall’s Tau dinyatakan dalam Copula sebagai berikut: τ = 2P [(X 1
= 2(2(
I 2
=4
− Y ) > 0] − 1 C (u, v )dC (u, v ))) − 1
−
X 2 )(Y 1
2
C (u, v )dC (u, v )
I 2
−1
Hubungan Kendall’s Tau dengan Parameter Copula
τ = 4
− − − − −
C (u, v )dC (u, v )
I 2
−1
1
=4
tdK C (t)
1
0
1
=4 1
−
K C (t)dt
0
1
=3
4
φ(t) dt φ (t)
t
0
=3
1 4 t2 2 1
=1+4
0
1
+4
0
φ(t) dt φ (t)
52
1
1
0
φ(t) dt φ (t)
Lampiran 1
Copula Clayton 1
τ = 1 + 4
φ(t) dt φ (t)
− − − − − − 0
1
=1+4
t−θ −1 θ dt −( t θ+1)
0
=1 =1 =1 =1 =1 =
4
−θ
4
−θ
4
−θ − −
1 −θ
t 1 dt t−(θ+1)
0
1
0
t−θ
1
t−(θ+1)
t−(θ+1)
1
tθ+1 )dt
(t
0
4 1 2 t(θ+2) t θ 2 θ + 2 4 1 1 θ 2 θ + 2
θ
1 0
θ + 2
Copula Gumbel 1
τ = 1 + 4
φ(t) dt φ (t)
− − − − 0
1
=1+4
( ln t)θ dt θ (θ−1) ( ln t ) t
0
=1 =1
4
−θ
4
−θ
=1
− θ− =
1
t
( ln t)−1
0
dt
1
t ln(t)dt
0
4 1 2 t ln(t) θ 2 1
θ
53
−
1 4t2
1 0
dt
Lampiran 2 Lampiran A : Kode Matlab Simulasi Kebergantungan ARCH(1) vs. ARCH(1) %Simulasi ukuran rho pada model ARCH(1)& ARCH(1) function [output]=AA(x, alpha) %simulasi model ARCH(1) %input alpha01=0.01; alpha11=alpha(1); alpha02=0.01; alpha12=alpha(2); T=1500; rho=0.7; X(1)=0; Y(1)=0;
− sigma22(1)=alpha02/(1 −alpha12); sigma21(1)=alpha01/(1 alpha11);
eps = mvnrnd([0 0],[1 rho; rho 1], T) ; for t = 2:T
−
sigma21(t)=alpha01+alpha11 *X(t 1).ˆ2; X(t)=sqrt(sigma21(t)) *eps(t,1); end for t = 2:T
−
sigma22(t)=alpha02+alpha12 *Y(t 1).ˆ2; Y(t)=sqrt(sigma22(t)) *eps(t,2); end
54
Lampiran 2
a=0; b=0; c=0; d=0; for i = 2:T
−
for j=1:i 1
−
−
if (X(i) X(j)>0)&&(Y(i) Y(j)>0) a=1; b=0; c=c+a; d=d+b; end
−
−
if (X(i) X(j)<0)&&(Y(i) Y(j)<0) a=1; b=0; c=c+a; d=d+b; end
−
−
if (X(i) X(j)<0)&&(Y(i) Y(j)>0) a=0; b=1; c=c+a; d=d+b; end
−
−
if (X(i) X(j)>0)&&(Y(i) Y(j)<0) a=0; b=1; c=c+a; d=d+b; end end end
−
−
tau=2*(c d)/(T*(T 1)); output(2) = tau;
clc; clear all;
55
Lampiran 2 alpha1=[0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 0.95 0.99]; n = size(alpha1); for j=1:n for k=j:n temp = [j k]; for i=1:1000 [output]=AA(i, temp); arr tau(i)=output(2); end rata tau(j,k) = mean(arr tau); end end for j = 1:n for k=1:n display(['alpha1: ',num2str(alpha1(j)), ', alpha2: ... ',num2str(alpha1(k)), ' end end
56
−
>
',num2str(rata tau(j,k))]);
Lampiran 2
Lampiran B : Kode Matlab Simulasi Kebergantungan ARCH(1) vs. GARCH(1,1) %Simulasi ukuran rho pada model ARCH(1)& ARCH(1) function [output]=AG(x, alpha, beta) %simulasi model ARCH(1,1) %input %Nilai parameter proses pertama yaitu ARCH(1) alpha01=0.01; alpha11=alpha(1); %Nilai parameter proses kedua yaitu
GARCH(1,1)
alpha02=0.01; alpha12=alpha(2); beta12=beta; %Jumlah data yang dibangkitkan T=1500; %Nilai korelasi error untuk kedua proses rho=0.7; X(1)=0; Y(1)=0;
− sigma22(1)=alpha02/(1 −alpha12−beta12); sigma21(1)=alpha01/(1 alpha11);
eps = mvnrnd([0 0],[1 rho; rho 1], T) ; for t = 2:T
−
sigma21(t)=alpha01+alpha11 *X(t 1).ˆ2; X(t)=sqrt(sigma21(t)) *eps(t,1); end for t = 2:T
−
−
sigma22(t)=alpha02+alpha12 *Y(t 1).ˆ2+beta12*sigma22(t 1); Y(t)=sqrt(sigma22(t)) *eps(t,2); end a=0; b=0; c=0; d=0; for i = 2:T
−
for j=1:i 1
57
Lampiran 2
−
−
if (X(i) X(j)>0)&&(Y(i) Y(j)>0) a=1; b=0; c=c+a; d=d+b; end
−
−
if (X(i) X(j)<0)&&(Y(i) Y(j)<0) a=1; b=0; c=c+a; d=d+b; end
−
−
if (X(i) X(j)<0)&&(Y(i) Y(j)>0) a=0; b=1; c=c+a; d=d+b; end
−
−
if (X(i) X(j)>0)&&(Y(i) Y(j)<0) a=0; b=1; c=c+a; d=d+b; end end end
−
−
tau=2*(c d)/(T*(T 1)); output(2) = tau;
function AGhasil clc; clear all; NilaiParameter=[0.01 0.05 0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 0.95 0.99]; [o, n] = size(NilaiParameter); for j = 1:n;
−
for k=1:n 1;
−
for l=1:n k; temp alpha = [NilaiParameter(j) NilaiParameter(k)]; temp beta = [NilaiParameter(l)]; rata tau(j,k,l) = anik(temp alpha, temp beta);
58
Lampiran 2 end l=n; temp alpha = [NilaiParameter(j) 0.0001]; temp beta = [NilaiParameter(l)]; rata tau(j,k,l) = anik(temp alpha, temp beta); end end for j = 1:n;
−
for k=1:n 1
−
for l=1:n k; display(['alpha11: ',num2str(NilaiParameter(j)), ', ... alpha12: ', num2str(NilaiParameter(k)), ', beta12: ', num2str(NilaiParameter(l)), '
−
>
...
',num2str(rata tau(j,k,l))]); end l=n; display(['alpha11: ',num2str(NilaiParameter(j)), ', alpha12: ... 0.0001', ', beta12: 0.0001',' end
−
>
',num2str(rata tau(j,k,l))]);
end for j = 1:n; for k=n; temp alpha = [NilaiParameter(j) NilaiParameter(k)]; temp beta = [0.0001]; rata tau(j,k) = anik(temp alpha, temp beta); display(['alpha11: ',num2str(NilaiParameter(j)), ', alpha12: ', num2str(NilaiParameter(k)), ', beta12: 0.0001',' num2str(rata tau(j,k))]); end end function [x] = anik(temp alpha, temp beta) for i=1:1000 [output]=AG(i, temp alpha, temp beta); arr tau(i)=output(2); end x = mean(arr tau);
59
−
>
',
Lampiran 2
Lampiran C : Kode Matlab Simulasi Kebergantungan GARCH(1,1) vs. GARCH(1,1) %Simulasi ukuran rho pada model GARCH(1,1)& GARCH(1,1) function [output]=GG(x, alpha, beta) %simulasi model GARCH(1,1) %input alpha01=0.01; alpha11=alpha(1); beta11=beta(1); alpha02=0.01; alpha12=alpha(2); beta12=beta(2); T=1500; rho=0.7; X(1)=0; Y(1)=0;
− − sigma22(1)=alpha02/(1 −alpha12−beta12); sigma21(1)=alpha01/(1 alpha11 beta11);
eps = mvnrnd([0 0],[1 rho; rho 1], T) ; for t = 2:T
−
sigma21(t)=alpha01+alpha11 *X(t 1).ˆ2; X(t)=sqrt(sigma21(t)) *eps(t,1); end for t = 2:T
−
−
sigma22(t)=alpha02+alpha12 *Y(t 1).ˆ2+beta12*sigma22(t 1); Y(t)=sqrt(sigma22(t)) *eps(t,2); end a=0; b=0; c=0; d=0; for i = 2:T
−
for j=1:i 1
−
−
if (X(i) X(j)>0)&&(Y(i) Y(j)>0) a=1;
60
Lampiran 2 b=0; c=c+a; d=d+b; end
−
−
if (X(i) X(j)<0)&&(Y(i) Y(j)<0) a=1; b=0; c=c+a; d=d+b; end
−
−
if (X(i) X(j)<0)&&(Y(i) Y(j)>0) a=0; b=1; c=c+a; d=d+b; end
−
−
if (X(i) X(j)>0)&&(Y(i) Y(j)<0) a=0; b=1; c=c+a; d=d+b; end end end
−
−
tau=2*(c d)/(T*(T 1)); if x==175 figure(1) plot(X,Y,'.')
−
title('Simulasi GARCH(1,1) GARCH(1,1)') xlabel('alpha0=0.01, alpha1=0.4 dan beta1=0.1' ) ylabel('alpha0=0.01, alpha1=0.8 dan beta1=0.1' ) end output(1) = korelasitopi; output(2) = tau;
function GGhasil clc;
61
Lampiran 2 clear all; NilaiParameter=[0.01 0.05 0.95 0.99]; [o, n] = size(NilaiParameter);
−
for j = 1:n 1
−
for k=1:n j
−
for l=1:n 1
−
for m=1:n l temp alpha = [NilaiParameter(j) NilaiParameter(l)]; temp beta = [NilaiParameter(k) NilaiParameter(m)]; rata tau(j,k,l,m) = anik(temp alpha, temp beta); end m=n; temp alpha = [NilaiParameter(j) NilaiParameter(l)]; temp beta = [NilaiParameter(k) 0.0001]; rata tau(j,k,l,m) = anik(temp alpha, temp beta); end end k=n;
−
for l=1:n 1
−
for m=1:n l temp alpha = [NilaiParameter(j) NilaiParameter(l)]; temp beta = [0.0001 NilaiParameter(m)]; rata tau(j,k,l,m) = anik(temp alpha, temp beta); end m=n; temp alpha = [NilaiParameter(j) NilaiParameter(l)]; temp beta = [0.0001 0.0001]; rata tau(j,k,l,m) = anik(temp alpha, temp beta); end end
−
for j = 1:n 1
−
for k=1:n j
−
for l=1:n 1
−
for m=1:n l display(['alpha1: ... ',num2str(NilaiParameter(j)), ',beta1:', num2str(NilaiParameter(k)), ', alpha2: ', num2str(NilaiParameter(l)), ', beta2: ', num2str(NilaiParameter(m)), '
−
num2str(rata tau(j,k,l,m))]); end
62
>
',