Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah
Disusun oleh : Kelompok 5 Ayu Wulandari Maulia Ekanisa Nemon Silaban
KATA PENGANTAR
Segalapujibagi Allah SWT, yang telahmemberikanrahmat-Nya kepadapenyusunsehingga dapatmenyelesaikantugasmata kuliah Etika dan Hukum Keperawatan iniyaitutentangSewa Rahim. Ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Dalammakalahini, penyusunmembahastentangapa itu Sindroma Vena Cava Superior (SVCS) dan bagaimana melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan proses keperawatan yang benar. Dalampembuatanmakalahini, penyusunmenyadaribanyaksekalikekurangan. Olehkarenaitu, diharapkannya saran sertakritikdari para pembaca agar kelakpenyusun dapat memperbaikinya. Semogamakalahinidapat memberikan manfaatbaik bagipenyusun maupun para pembaca.
Majalengka, Maret 2016
Penyusun
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................................
i
DAFTAR ISI ................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................
2
C. Tujuan ...............................................................................................................
2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Definisi ...............................................................................................................
3
B. Etiologi ...............................................................................................................
3
C. Faktor Risiko ......................................................................................................
3
D. Manifestasi Klinis ..............................................................................................
4
E. Komplikasi .........................................................................................................
5
F. Patofisiologi .......................................................................................................
7
G. Diagnosa.............................................................................................................
9
H. Penatalaksanaan .................................................................................................
13
I.
13
Asuhan Keperawatan .........................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................
22
B. Saran ..................................................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
23
ii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sindrom Vena cava superior (SVCS) merupakan obstruksi aliran darah melewati vena cava superior. Hal ini merupakan kegawat daruratan dalam medis dan sering bermanifestasi pada pasien yang mengalami proses keganasan pada thorax. Pasien dengan sindrom vena cava superior memerlukan diagnosis dan terapi yang cepat. William Hunter pertama kali memperkenalkan sindrom ini tahun 1757 pada pasien yang menderita aneurysma saccular aorta ascendens karena penuakit sifilis, dari hasil otopsi dia menemukan bahwa VCS terkompresi berat oleh arteri yang berdilatasi, sehingga sama sekali tidak bisa teraliri darah. Kemudian Tahun 1954, schecter mengumpulkan data mengenai pasien dengan sindrom vena cava superior sebanyak 274 kasus, dimana 40% dari mereka mengalami sifilis aneurisma atau mediastinitis TBC, tetapi akhir – akhir ini penyakit tersebut tidak banyak menyebabkan obstruksi vena cava superior. Kanker paru merupakan penyakit dasar (kira – kira 70%) yang paling banyak mendasari terjadinya Sindrom vena cava superior. SVCS merupakan oklusi yang parsial dari vena cava superior. Hal ini menyebabkan gangguan aliran darah yang lewat ke vana cava superior. SVCS juga sering disebut sebagai sindrom mediastinum superior atau obstruksi vena cava superior. Pada pertengahan abad ke-20, keganasan menjadi penyebab tersering dari SVCS hampir sepertiga dari semua kasus yang ada. Peningkatan kejadian bronkogenik karsinoma pada dekade terakhir ini ditambah dengan adanya peningkatan dalam penanganan granulomatous dan penyakit infeksi ini yang menyebabkan terjadinya perubahan etiologi SVCS. William Stokes pada tahun 1837 melaporkan kasus SVCS pada pasien yang menderita Ca Paru dextra, dia menggambarkan kondisi pasiennya”wajahnya bengkak dan pucat, matanya sangat menonjol seperti bola dan saat bernafas cuping hidungnya sangat mengembang serta ekspresinya seperti orang yang kesakitan, vena jugularis dextra sangat menggembung, juga vena-vena di axilla dextra, gambaran ini juga sangat jelas di permukaan perut dimana nampak 2 buah vena yang sangat menggembung dan berkelok-kelok, melebar seukuran bulu angsa”. Menjelang pertengahan abad ke-20, sekitar sepertiga kasus SVCS berhubungan dengan proses malignansi ; penyebab yang lainnya adalah infeksi sekunder misal aneurysma aortaluetik, tuberkulosis, dan mediastinitis fibrotik. Saat ini kasus SVCS paling banyak 1
ditemukan (70%) pada pasien Ca Paru. Di USA diperkirakan 15.000 orang mengalami SVCS setiap tahunnya. Kegawatan napas dapat terjadi pada penyakit di saluran napas, pembuluh darah toraks dan parenkim paru, salah satunya adalah sindrom vena kava superior (SVKS).1 Sindrom vena kava superior muncul bila terjadi gangguanaliran darah dari kepala dan leher akibat berbagai sebab. Identifikasi yang cepat dan terapi yang tepat dapat menghindari kegawatan akibat SVKS dan meningkatkan hasil terapi terhadap penyebabnya. Karakteristik SVKS
adalah
terdapat
hubungan
antara
berat
ringan
klinis
dengan
derajat
obstruksi/kompresi terhadap vena kava superior. SVKS menjadi faktor prognostik penderita kanker paru. B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kita dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom vena kava superior sesuai dengan pendekatan proses keperawatan yang baik dan benar ? 2. Bagaima penyebab terjadinya sindrom vena cava superior ? C. Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien dengan Sindrom vena kava superior, meliputi aspek bio-psiko-sosial-spiritual dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dan dapat mendokumentasikan secara ilmiah.
2
BAB 2 TINJAUAN TEORI A. Definisi
Sindrom Vena cava superior adalah sekumpulan gejala akibat pelebaran pembuluh darah vena yang membawa darah dari bagian tubuh atas menuju ke jantung, penghambatan aliran darah ini (oklusis) melewati vena ini dapat menyebabkan sindrom vena cava superior (SVCS). Vena Cava Superior (VCS) adalah pembuluh darah vena mayor yang mengalirkan darah dari pembuluh-pembuluh darah vena di kepala, leher, ekstremitas atas, dan thorax bagian atas. Sindrom vena kava superior (SVKS) merupakan salah satu gejala pada keganasan di paru yang mengganggu aliran darah vena kava superior atau cabang-cabangnya. Superior vena cava syndrome (SVC), atau obstruksi vena kava superior (SVCO), biasanya merupakan hasil dari obstruksi langsung v. kava superior oleh keganasan seperti kompresi dinding kapal dengan tumor lobus kanan atas atau timoma dan / atau mediastinum limfadenopati. Sindroma
Vena
Cava
Superior
(SVCS)
adalahsuatumanifestasiklinik
yang
disebabkanolehadanyakompresiatauobstruksialirandarah yang melalui vena cava superior (VCS)
baikparsialataupun
total,
dengangambaranklinik
bervariasidariringansampaiberat. B. Etiologi
Faktor penyebab utamanya adalah : 1. Kanker pada thorax bagian atas (52-81%), 2. Tumor ganas (90%), umumnya tumor pancoast, 3. Adenoma ca (14%) 4. limfoma (biasanya di mediastinum) kanker payudara, 5. Tumor primer di mediastinum, germ cell tumor,thymoma (keganasan thymus), 6. Kanker payudara dan kanker testis yang sudah bermetastase ke paru-p aru. C. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang ditemukan untuk terjadinya SVCS ini antara lain : 1. Merokok (44%), 2. Riwayat deep venous thrombosis (25%), 3. Hipertensi (22%), 4. Diabetes (9%), 3
yang
5. Heterozygosity faktor V Leiden (6,25%), 6. Fibrosis mediastinum, penyakit pembuluh darah seperti aneurisma aorta, vaskulitis, fistul arteria-vena, 7. Infeksi seperti histoplasmosis, TBC, sifilis dan aktinomikosis, 8. Tumor jinak (teratoma, kistik higroma, timoma dan trombosis). D. Manifestasi Klinis
Saat proses awal, manifestasi klinik yang muncul tidak begitu jelas karena perubahan fisik yang ditemukan minimal. SVCS yang matur, tanda dan gejalanya lebih mudah dikenali. Lamanya onset munculnya gejala rata-rata adalah 45 hari. Tanda gejala yang sering muncul adalah: 1.
Dyspnea(63%),
2.
Rasa penuh (fullness) di kepala atau nyeri kepala ringan & pembengkakan wajah (facial swelling) sejumlah 50%,
3.
Batuk persisten (24%)
4.
Bengkak di kedua lengan (upper extremity swelling bilateral) sejumlah 18%,
5.
Disfagia (9%)
Berdasarkan penemuan fisik yang spesifik adalah: 1. Distensi venosa di leher (66%) 2. Dilatasi vena-vena superfisial di dinding dada (54%), 3. Edema wajah (46%), 4. Plethora facialis (19%), dan 5. Sianosis (19%).
Berdasarkan simptom lain yang mungkin ditemukan yaitu: 1. Termasuk orthopnea, 2. Dilatasi vena-vena di ekstremitas, 3. Hoarseness, 4. Stridor, 5. Nasal stuffiness, 6. Epistaxis, 7. Nyeri dada, 8. Edema laryng dan atau glotis. Pada beberapa kasus, serabut saraf yang melintasi mediastinum superior (misal
n.vagus & n. phrenicus) terkena efek dari SVCS, sehingga menyebabkan hoarseness dan paralisis diafragma.
4
Gejala-gejala klinik akan memburuk jika posisi tubuh tertekuk ke depan, membungkuk, atau berbaring. Pasien biasanya lebih nyaman dengan posisi tegak, sehingga tidak jarang pasien dengan SVCS tidur dalam posisi duduk di kursi untuk mengurangi sesak nafas. Manifestasi klinik yang tipikal adalah gambaran hipertensi venosa di atas level obstruksinya. Tampak gambaran vena-vena primer yang berdilatasi di batang tubuh (trunk), ekstremitas atas, dan leher. Kulit akan tampak kemerahan atau sedikit keunguan (flushing). Edema ringan di leher, wajah, dan regio periorbital dengan proptosis dan conjunctival suffusion mungkin dapat ditemukn. Adanya eksaserbasi batuk merupakan tanda telah terjadinya hipertensi venosa. Hipertensi venosa dapat juga menyebabkan terjadinya thrombosis di pembuluh-pembuluh darah cerebral dan perdarahan cerebri yang dapat menyebabkan kematian. Nyeri kepala, nausea, dizziness, dan gangguan visual jarang ditemukan. Letargi, syncope, stupor dan atau koma ditemukan sejumlah kurang dari 2% kasus, dimana gejala-gejala ini lebih sering muncul pada pasien dengan SVCS yang berat dan sangat progresif. Jarang ditemukan adanya gangguan jalan nafas (airway), tapi jika gejala ini muncul bisa disebabkan karena adanya faktor-faktor lain misalnya pembengkakan glotis, paralisis vocal cord, atau kompresi tracheal ekstrinsik. E. Komplikasi
1. Tumor massa mendesak trakea sesak napas dst. 2. Gagal hemodinamik ( gagal jantung kiri) bila kolateral belum terjadi. 3. Edema serebral dan edema laryng 4. Obstruksi saluran napas 5. Hemoptisis F. Patofisiologi
Vena cava superior merupakan pembuluh darah yang besar yang menerima darah dari kepala, leher dan ekstremitas atas dan bagian thorak atas. Vena cava superior teletak di tengah – tengah mediastinum dan dikelilingi oleh struktur yang sangat rapuh seperti sternum, trakea, bronkus kanan,aorta, arteri pulmonalis dan limfonodus parahiler dan paratrakea. Vena cava superior terbentang dari hubungan antara vena inominata kanan dan kiri menuju ke atrium kanan, panjangnya mencapai 6 – 8 cm. Dengan dinding yang tipis dan tekanan yang lemah. Dinding pembuluh darah vena cava superior ini sangat mudah tertekan karena vena ini melintang di daerah mediastinum. Obsruksi dari VCS mungkin disebabkan oleh invasi neoplastik dari dinding vena yang berhubungan dengan trombosis intravaskular atau lebih sederhana oleh karena tekanan ekstrinsik dari masa tumor. Pada pemeriksaan postmortem diketahui bahwa obstruksi total 5
dari vena cava superior dihasilkan dari kombinasi trombosis vena cava dengan kompresi ekstena. Obstruksi vena cava superior sebagian lebih sering disebabkan oleh penekanan atau kompresi intrinsik tanpa trombosis vena. Obstruksi vena cava superior mengawali aliran balik vena kolateral dari setengah bagian tubuh bagian atas menuju ke jantung melewati 4 jalur utama. Jalur pertama dan yang paling penting adalah sistem vena azygos, termasuk vena azygos, vena hemiazygos, dan vena – vena interkostal. Jalur kedua adalah sistem vena mamaria interna dan cabang – cabangnya serta hubungan sekunder ke vena epigastrik superior dan inferior, sistem vena toraksik yang panjang, dengan hubungannya menuju vena femoralis dan vena vertebralis, yang menyediakan jalur kolateral ketiga dan keempat. Akibat terjadinya perubahan jalur vena tersebut maka aliran vena hampir selalu meningkat pada bagian atas jika obstruksi vena cava superior terjadi, dimana tekanan vena cava tersebut dapat mencapai 200 – 500 cmH2O pada SVCS berat. Dengan menggunakan venografi, Standford dan Doty telah menggambarkan empat pola yang berhubungan dengan aliran vena ditentukan dari derajad obstruksi dari vena cava superior. Obstruksi vena cava superior dibawah batas insersi dari vena azigos akan menyebabkan peningkatan aliran ke vena azigos sebagai salah satu cabang mayor jalur kolateral, dengan aliran balik dan drainase menuju vena cava inferior. obstruksi diatas insersi vena azigos akan meningkatkan aliran menuju jalur alternatif, terutama pleksus cervical dan paravertebral. Pembuluh darah kolateral yang menuju ke sistem vena azigos akan mengalir balik ke vena cava inferior. Beberapa sistem vena kolateral mungkin muncul saat vena cava superiordan vena besar mengalami t rombosis. Perkembangan dari obstruksi vena cava superior menentukkan keganasan dari sindrom dan perubahannya yang berhubungan dengan perubahan aliran vena. Strangulasi dari aliran vena besar (Seperti vena cava, vena inominata, atau vena azigos ) merangsang timbulnya aliran balik menuju vena – vena yang lebih kecil. Prosesnya selalu berkembang menjadi proses yang subakut atau kronis yang berkembang lebih cepat daripada kemampuan tubuh untuk mengalirkannya ke vena kolateral untuk mencegah terjadinya kongesti. Aliran darah vena yang tinggi tepat diatas pusat obstruksi akan menyebabkan aliran berubah ke pleksus yang tekanannya lebih rendah dan venula-venula. Dalam hitungan minggu atau bulan maka akan memaksa terjadinya pelebaran pembuluh darah kolateral menjadi lebar. Ketika terjadi peningkatan aliran vena maka akan terjadi gambaran sianosis pada pasien, odema juga sering terjadi pada pasien dengan SVCS karena adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, kondisi ini sangat dipengaruhi oleh derajad aliran kolateral untuk mengurangi tekanan vena. Perubahan anatomis dan fisiologis juga terjadi sebagai 6
akibat dari kongesti yang terjadi seperti plethora pada wajah, odema rigan pada wajah, dan kemerahan pada wajah dan ekstremitas dan dilatasi dari vena kulit. Ketika obstruksi yang terjadi akut atau subakut maka perubahan fisiologis dari vena – vena kolateral tidak dapat terjadi secara cepat dan cukup untuk mengkompensasi, maka gejala klinis yang muncul akan bertambah hebat seperti odema pada wajah, leher, dan tangan, sakit kepala, sesak, bengkak pada periorbita dan eritema pada wajah. G. Diagnosis
1. USG( Ultrasonogrfi) Pemeriksaan USG sangat bernilai dalam menilai keadaan dari vena jugularis, subclavia, dan vena aksilaris sangat aman cepat dan bersifat non invasive. Sebagai screning awal untuk mengevaluasi adanya obstruksi patologis, pengukuran aliran Doppler sangat mudah dan akurat tetapi dibatasi oleh ketidakmampuan untuk melihat vena intratorak secara adekuat, penilaian lebih modern terhadap sistem vena intrathorak dapat dinilai dengan Transesofageal Echocardiografi (TEE), yang telah menunjukan hasil yang memuaskan dalam mengevaluasi vena cava superior dan struktur sekitarn ya. 2. Radionuclide Venography Nuclear scientigraphy merupakan metode yang noninvasive dan relative akurat dalam melihat gambaran system vena, gambaran yang dihasilkan tidak sebaik gambaran pada kontras venografi yang dapat melihat anatomis vena dengan jelas. tetapi technetium-99m DPTA dapat mengkonfirmasi kehadiran dari SVCS, mengikuti alur letak obstruksi, memperlihatkan daerah aliran kolateral, menilai pola sirkulasi asesorius dan mengidentifikasi area emboli paru, jika evaluasi sistem vena diharapkan untuk kearah tindakan pembedahan maka kontras venografi yang harus dilakukan. 3. Computed Tomography and Magnetic Resonance Imaging (CT/MRI). CT – scan menyediakan informasi yang banyak tentang kejadian SVCS ,CT-scan memperlihatkan secara detail anatomis dari thorak, termasuk tumor yang terletak proksimal dari vena cava superior, jantung, trakea dan struktur mayor lainnya, memperlihatkan oklusi vena cava, termasuk trombosis “kolateral loop” dari hubungan vena intratorak. Raptopoulus telah mengidentifikasi lima kategori dari kompresi vena cava superior yang berhubungan dengan derajad keganansan yang bermanifestasi pada gejala klinis yang muncul. a. Tipe 1
Tipe 1a merupakan penyempitan vena cava superior yang sedang tanpa aliran kolateral atau peningkatan ukuran vena azigos. 7
Tipe Ib merupakan penyempitan vena cava superior yang berat dengan aliran retrograde ke vena azigos.
b. Tipe II Merupakan obstruksi vena cava superior diatas lengkung azigos dengan aliran retrograde ke vena torakal, vertebral,dan vena perifer lainnya. c. Tipe III Merupakan obstruksi vena cava superior dibawah lengkung azigos dengan aliran retrograde melewati lengkung azigos ke vena cava inferior. d. Tipe IV Merupakan obtruksi vena cava superior pada lengkung azigos dengan peningkatan aliran kolateral yang multiple dan tidak terlihatnya vena azigos. Gambaran radioopaque dari vena kolateral torak oleh CT scan sering merupakan suatu SVCS, tetapi gambaran radioopaque pada saluran subkutaneous torak anterior merupakan indikator yang paling baik terhadap adanya oklusi vena cava superior. Magnetic resonance imaging (MRI) mampu mendiagnosa obsruksi vena torak sangat baik dengan sensitifitas 94% dan 100%, kelemahan dari MRI memerlukan waktu yang lama dan biaya yang besar. 4. Contrast Venography Venacavography merupakan prosedur yang penting ketika akan dilakukan intervensi bedah pada pasien. Pemeriksaan ini mampu mengetahui lokasi yang tepat dan derajad obstruksi dari vena cava, letak pembuluh darah besar yang mengalami sumbatan, derajad yang berhubungan dengan trombosis dan adanya kolateralisasi, yang merupakan informasi yang penting untuk perencanaan operasi, venography dapat dilakukan dengan menggunakan injeksi vena antekubital bilateral atau dengan injeksi kateter konvensional, tergantung sumbatan yang terjadi. 5. Sputum Cytology, Fine-Needle Aspiration, and Lymph Node Biopsy Metode yang sangat sederhana dalam mendapatkan diagnosis histologis dengan analisa sputum. FNAB juga merupakan pemeriksaan diagnostik yang mampu memberikan informasi yang penting pada kebanyakan kasus. Perdarahan atau hematum bisa terjadi pada saat melakukan tindakan ini. 6. Transluminal Radiographic Biopsy Metode lain adalah dengan menggunakan metode tranluminasi biopsy dengan panduan fluoroscopy. Metode ini dapat mengevaluasi keadaan sistem vena dengan baik tetapi jarang dikerjakan, metode ini sangat baik digunakan apabila menemukan 8
kesulitan dalam melakukan diagnostik, metode ini juga mampu mengidentifikasi apabila terjadi tumor intraluminal. 7. Mediastinoscopy Metode ini masih dipertanyakan penggunaannya dalam klinis karena ada beberapa
center
mengatakan
metode
ini
merupakan
kontraindikasi
dalam
penggunaanya, karena ditakutkan tejadinya perdar ahan, hematum ,distres pernafasan perioperatif dan infeksi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kirschner tidak menemukan adanya komplikasi pada pasien yang melakukan mediastinoskopi, Callejas and colleagues mengatakan tindakan ini sangat berguna dan reliable dalam mendiagnosa tumor yang menyebabkan timbulnya SVCS. Ketika akan melakukan pemeriksaan mediastinoskopi pada pasien dengan SVCS , ahli bedah harus mengetahui fisiologis dari SCVS dan memilih metode yang tepat untuk menurunkan kejadian perdarahan pada pasien, menempatkan pasien dalam posisi trendelenburg akan menurunkan hipertensi pada vena tubuh bagian atas. H. Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari SVCS adalah tamponade jantung dan right ventricular dysfunction. Dengan menggunakan echokardiogram dapat menegakkan perbedaan dari kelainan ini, keganasan atau tidak juga merupakan diagnosa banding yang harus dibedakan, keganasan yang umumnya terjadi seperti SVCS termasuk kanker paru , limfoma dan tumor solid dengan metastase ke mediastinum (termasuk kanker payudara). penyebab Non malignansi dari SVCS termasuk penyebab iatrogenik (kateter vena central), penyakit infeksi (TBC, infeksi fungi), vaskulitis, aneurisma aorta dan gondok. I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SVCS tergantung pada berat-ringannya gejala, penyebab terjadinya obstruksi, dan tipe histologis tumor sebagai penyakit utamanya. 1. Penanganan konservatif seperti : memposisikan kepala lebih tinggi, tirah baring, dan oksigenasi dapat dilakukan untuk mengurangi cardiac output dan tekanan hidrostatik venosa. 2. Diuretik berguna untuk menurunkan tekanan VCS karena kemampuannya menurunkan aliran balik venosa ke jantung dengan cara menurunkan preload. Diuretik dan diet rendah garam bisa berguna untuk mengurangi edema, tetapi harus diwaspadai timbulnya efek samping thrombosis yang dipicu oleh dehidrasi. Glucocorticoids dapat mengurangi reaksi inflamasi; yang ditimbulkan oleh invasi 9
tumor, edema di sekitar massa tumor, dan atau tindakan radiasi; dengan cara menekan migrasi dari lekosit PMN, dan menurunkan kembali permeabilitas kapiler yang meningkat. Dosis dewasa methylprednisolon , loading dose : 125 – 250 mg i,.v, maintenance dose : 0,5 – 1 mg/kgBB/dosis i.v setiap 6 jam selama 5 hari.
Jika SVCS terjadi karena penggunaan kateter vena sentral, kateter harus segera dilepas disertai pemberian antikoagulan untuk mencegah terjadinya emboli. Jika SVCS secara dini dapat terdeteksi, dapat diterapi dengan fibrinolitik tanpa harus melepas kateter. Warfarin dosis rendah (1 mg/hari) dapat mengurangi insidensi thrombosis karena pemasangan kateter. Terapi konservatif merupakan manuver primer yang penting untuk dilakukan sampai diagnosis berhasil ditegakkan dan terapi definitif dapat diberikan. 3. Penatalaksanaan definitif SVCS mencakup pemberian thrombolisis, antikoagulan, melebarkan VCS secara mekanis untuk menormalkan kembali aliran darah, radioterapi untuk mengurangi distensi venosa, dan jika terdapat kegawatdaruratan untuk menghilangkan obstruksi VCS dengan segera dapat dipertimbangkan prosedur pembedahan.
Radioterapi Penggunaan radioterapi pada paisen dengan SVCS tidak menunjukan hasil yang memuaskan. Pada pasien dengan SVCS dan SCLC walaupun telah diberikan radioterapi hasil yang diberikan akan lebih baik dikombinasi dengan kemoterapi, pada beberapa kasus tidak ada perbedaan antara kedua terapi tersebut namun kemoterapi memberikan keuntungan dalam mengatasi penyakit secara sistemik dan menurunkan jumlah radiasi yang diterima jantung dan paru. 43% dari 100% kasus penurunan gejala akan dicapai pada tujuh sampai 10 hari. Dalam studi yang melibatkan pasien dengan SVCS dan SCLC pasien tidak mendapatkan keutungan dengan radioterapi, tetapi pada pasien dengan SVCS dan NSCLC pasien radioterapi memegang peranan penting, dosis yang dianjurkan adalah 300 – 400 Gy sebanyak 2-4 seri, namun waktu, dosis dan jumlah dari radioterapi untuk SVCS masih belum pasti, dan tidak ada bukti klinis yang dapat menentukan jumlah dosis yang diperlukan untuk menimbulkan respon klinis pada pasien dengan SVCS. Secara umum pada NSCLC total dosis yang digunakan adalah 60 GY, dimana dosis pada limfoma dan neoplasma yang radiosensitif dosis yang sering dipakai adalah 20 – 40 Gy. Dosis dari radioterapi dapat sangat bervariasi tidak hanya tergantung jenis histologi dari tumor, tetapi juga apakah dikombinasi dengan kemoterapi atau tidak dan apakah terapinya paliatif atau kuratif. 10
Kemoterapi Pada pasien dengan SVCS yang disebabkan oleh tumor yang bersifat kemosensitif seperti limfoma atau SCLC, kemoterapi dapat digunakan sebagai terapi primer atau dikombinasi dengan radioterapi, dalam kemoterapi histologis dari kanker sendiri harus sudah tegak, dalam dekade terakhir, perkembangan dengan terapi kombinasi telah digunakan untuk pasien SVCS dengan SCLC. Pada suatu penelitan 7 pasien diterapi dengan kemoterapi (lomustine, cyclophosphamide dan MTX ) perkembangannya Sangat cepat, studi yang berbeda juga mengatakan hal yang sama dimana pada penelitian dengan menggunakan 22 sampel diterapi secara kombinasi dengan kemoterapi perkembangan yang didapat sangat cepat dimana resolusi total pada 21 pasien tersebut didapat pada hari ke 14. Pada suatu penelitian di RS. M.D Anderson ditemukan pada 18 pasien diterapi dengan radioterapi dan 18 lagi diterapi dengan kemoterapi dan 7 pasien dengan terapi kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi, semua modalitas terapi yang diberikan dapat memberikan perbaikan secara cepat pada pasien dengan gejala obstruksi vena cava superior. Namun penggunaan kemoterapi berhubungan dengan kematian prematur yang besar. Kemoterapi juga bisa digunakan pada pasien dengan limfoma atau kanker yang kemosensitif. Pada penelitian 30 pasien SVCS dengan limfoma diterapi dengan menggunakan radioterapi sebanyak 8 pasien dan kemoterapi pada pasien yang lain serta kombinasi keduanya pada 12 pasien. Setelah 2 minggu didapatkan hasil yang sama sama efektif antara kemoterapi dan radioterapi dalam menurunkan gejala SVCS. Kemoterapi diindikasikan pada pasien dengan dengan tumor yang lebih besar dari 10 cm dan secara histologis diindikasikan untuk Limfoma, kemoterapi ini diikuti oleh radiasi pada daerah mediastinum. Kemoterapi juga dipertimbangkan untuk radiasi pada pasien dengan tumor yang kemosensitif pada tahun 1983, Maddox melaporkan 59 pasien dengan SCLC yang menimbulakan SVCS, dengan terapi radiasi didapatkan 9 pasien (56%) dari 16 pasien dan 23 pasien (100%) dari 23 pasien dengan kemoterapi dan 5 pasien (83%) dari 6 pasien yang menerima terapi kombinasi.
Tindakan Pembedahan Tindakan pembedahan ada 2 yaitu bypass vena cava superior dan pemasangan stent, tindakan ini berguna pada pasien dengan terapi paliatif, dalam hal ini tindakan bedah ini diambil jika terapi radiasi dan kemoterapi gagal dikerjakan. 1) Pemasangan Stent
11
Terdapat beberapa model dari stent yang dapat digunakan dalam penanganan SVCS, karena adanya pelebaran diameter dari Vena cava superior, stent yang digunakan juga harus berdiameter lebar ( dari 12 -14 mm).
Stent Gianturco merupakan jenis stent pertama yang diperkenalkan dan digunakan dalam penanganan SVCS, merupakan stent yang mampu menyesuaikan dengan besarnya lumen, dimana stent ini terbuat dari besi stainless dan dianyam secara zigzag dan berbentuk silinder. Diemater yang disarankan oleh para klinisi adalah 1,25 sampai 1,5 kali diameter pembuluh darah. Kateter digunakan mempunyai diameter 8 – 16 F. Pemasangan gianturco stent pada salah satu Vena pasien dengan SVCS Stent Wallstent juga merupakan Auto-expandable stent, yang terbuat dari besi stainless dan berbentuk silinder, kateter yang digunakan 7 – 9 F.
Stent Wallstent tersedia dalam berbagai jenis ukuran mulai dari 10 – 24 mm, sampai saat ini ukuran 16 merupakan yang terbesar yang pernah digunakan. Lebih lentur sehingga mampu mengikuti bentuk dari pembuluh darah. Panjangnya dapat berkurang sampai 30% ketika mengalami peregangan komplit.
Palmaz stent, merupakan balon yang dapat dikembangkan yang tebuat dari stainless dan berbentuk silinder, studi experimental dari metalic stent tersebut pada binatang dapat menimbulkan endotelisasi komplit dalam kurang lebih 4 minggu setelah pemasangan.
2) Vascular Graft-tipe Bypass Dari hasil yang didapatkan pada pasien dengan mengunakan kemoterapi atau radioterapi maka tindakan pembedahan jarang dilakukan pada pasien dengan SVCS, dari duapertiga pasien dengan SVCS gejala yang muncul dapat berkurang dalam 1 - 2 minggu dengan tindakan nonbedah. Banyak klinisi yang percaya bahwa dengan melakukan vascular graft- tipe bypass tidak memberikan hasil yang baik pada SVCS sekunder karena keganasan, keuntungan dari tindakan ini adalah terjadinya penurunan gejala yang ada bersamaan dengan tejadinya penurunan obstruksi vena cava, kelemahan dari pembedahan adalah morbiditas dan mortalitas sehubungan dengan prosedur pembedahan yang dilakukan, seperti timbulnya perdarahan pasca pembedahan, karena terjadi pelebaran vena di bagian compartment atas. Indikasi yang paling mungkin digunakan bedasarkan literatur adalah neoplasma yang mendapatkan terapi (kemoterapi atau radioterapi) dan trombus 12
pada vena cava superior atas atau cabang-cabangnya, oklusi akut vena cava superior disertai gejala klinis yang berat. Indikasi yang lain untuk pembedahan adalah terjadinya kekambuhan dari SVCS setelah dilakukan kemoterapi dan radioterapi. Dapat juga dilakukan pada pasien dengan obstruksi vena cava yang ringan, selain itu juga dilakukan tindakan biopsi untuk mendapatkan struktur histologis dari proses yang sedang terjadi. Namun tindakan pebedahan dapat mengurangi gejala pada SVCS karena keganasan. J. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
Biodata Identitas pasien : Nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.
Pengkajian Primer a. Airway : biasanya tidak ditemukan adanya sumbataan jalan napas b. Breathing : dispnue(sesak napas), mengi. c. Circulation : adanya edema ekstremitas,denyut nadi perifer melemah
Pengkajian sekunder a. Mata: pupil mengecil,kelopak mata jatuh dan tidak berkeringat di satu sisi wajah b. Ekstermitas: pembengkakan vena – vena lengan, venektasi didaerah dada, dan punggung c. Leher :pembengkakan vena- vena leher,udema pada daerah leher,sakit menelan d. Paru: pernapasan biasanya dangkal dan cepat,tidak simetri
2. Diagnosa Keperawatan a. Tidak efektifnya jalan napas b/d penekanan vena bronkial dan vena bronkus dan edema leher. b. Nyeri dada b/d udema pada bronkus dan thorax. c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi b/d disfagia. d. Gangguan integritas kulit b/d udema pada lengan,dan wajah. e. Ansietas b/d gangguan persepsi sensory,nyeri dada,dan dispnue. f.
Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan suplay oksigen,edema pada bagian ekstremitas bagian atas, gangguan persepsi sensory.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
13
NO DX KEP.
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
1. Menunjukkan
a. catat upaya dan
a. penggunaan otot
Tidak efektifnya jalan napas
hilangnya dispnue.
b/d 2. Mempertahankan
penekanan
jalan
vena
dgn
bronkial
dan bronkus
vena
napas bunyi
pola napas. b. Observasi
dan
penurunan
pelebaran
napas
ekspansi dinding
menunjukkan
dada dan adanya
peningkatan
peningkatan
upaya bernapas.
bersih.
perilaku
/abdominal
paten
dan 3. Menunjukkan
edema leher.
interkostal
untuk
memperbaiki/memp
fremitus.
nasal
b. Ekspansi
c. catat
dada
terbatas atw tak
ertahankan bersihan
karakteristik
sama
jalan napas.
bunyi napas.
sehubungan dgn
d. catat
akumulasi
karakteristik
cairan,edema,dan
batuk.
sekret
e. pertahankan
seksi lobus.
posisi
c. bunyi
tubuh/kepala
napas
menunjukkan
tepat
dan
aliran
gunakan
alat
melalui
jalan
dalam
udara pohon
napas
trakeobronkial.m
sesuai kebutuhan
engi dpt mrupkn
f. bantu
dengan
batuk
/napas
dalam,
ubah
posisi
dan
penghisapan sesuai indikasi.
bukti
kontriksi
bronkus
atau
penyempitan Jalan
napas
/edema. d. Karakteristik batuk
dapat
berubah tergantung penyebab
pd gagal
napas. e. Memudahkan 14
memelihara
jln
napas atas paten bila jalan napas dipengaruhi oleh ggn
tingkt
ksadaran dll. f. penggumplan sekresi mengganggu ventilasi
atau
edema paru dan bila pasien tidak diintubasi.
2.
Nyeri dada b/d Nyeri
dada
dapat
udema
dgn
kriteria
bronkus thorax .
pada teratasi dan
a. Pantau
hasil:
a. Untuk
karakteristik
membandingkan
nyeri,
nyeri yang ada,
laporan
verbal, petunjuk
riwayat
mengeluh nyeri
non verbal dan
dan penyelidikan
Ekspresi
respon
lebih
dalam
rileks
hemodinamik
terhadap
faktor
Tidak gelisah
(gelisah,
pencetus
harus
Postur
berkeringat,
ditindak
agar
baik
napas
cepat,
nyeri hilang.
Nadi normal 60
tekanan
darah, b. Penundaan
kali/menit
frekuensi
pelaporan
darah
jantung).
menghambat
120/90
b. Anjurkan
Klien
Tekanan normal
tidak
wajah
tubuh
mmHg
klien
peredaran
nyeri
nyeri
untuk
dan memerlukan
melaporkan saat
peningkatan
nyeri dirasakan.
dosis.
c. Beri lingkungan
15
verbal
c. Menurunkan
yang
rangsangan
tenang/ataur
eksternal dimana
posisi
yang
nyaman.
ansietas
dan
regangan jantung
d. Bantu
klien
serta
untuk melakukan
keterbatasan
teknik relaksasi.
koping.
e. Berikan oksigen dengan
kanule
atau masker
d. Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri, memberikan kontrol
situasi,
meningkatkan kemampuan koping. e. Meningkatkan jumalh
oksigen
yang ada untuk pemakaian miokardial, mengurangi ketidaknyamanan . 3.
Gangguan
Asuhan
pemenuhan
terpenuhi
nutrisi a. Kaji
kebutuhan nutrisi
b/d
ketidakmampuan
seberapa
menelan.
ketidakmampuan
b. Letakan
disfagia
a. Mengetahui
posisi
lebih tinggi pada waktu
makan
gravitasi
untuk
memudahkan
adequate
dalam
sesuai
program
menelan
diit.
16
menelan
secara
d. Anjurkan
dalam
selama, b. Menggunakan
setelah makan. c. Berikan
klien
besar
proses dan
menurunkan latihan
resiko terjadinya
menelan
dengan
memberikan makanan dengan
aspirasi. c. Intake
peroral
yang
makanan
dapat
lunak.
nutrisi adekuat
mempercepat
e. Lanjutkan therapi
proses
Ranitidin
penyembuhan
3x1ampul per IV
dan memuaskan pemenuhan kebutuhan ini
saat untuk
regenerasi jaringan. d. makanan
lunak
atau cairan kental lebih
mudah
untuk mengendalikann ya
didalam
mulut, menurunkan resiko terjadinya aspirasi. e. menurunkan terjadinya peningkatan asam lambung
4.
Gangguan integritas kulit b/d
udema
1. Mempertahankan
a. kaji
integritas kulit 2. Mendemonstrasika perilaku/teknik
kulit,catat
a. Kulit
beresiko
penonjolan
karena gangguan
tulang,adanya
sirkulasi
edema,area
perifer,imobilitas
pada
n
lengan,dan
mencegah
sirkulasinya
fisik,dan
wajah.
kerusakan kulit
terganggu/kurus.
gangguan status
17
b. Pijat
area
kemerahan
atau b. Meningkatkan
yang memutih
aliran
c. Ubah posisi sering ditempat atau
nutrisi.
tidur
kursi,bantu
latihan
rentang
gerak. pasif/aktif. d. Berikan perawatan
darah,meminimal kan
hipoksia
jaringan. c. Memperbaiki sirkulasi/menuru nkan waktu satu
kulit
area yang yang
sering,meminimal
mengganggu
kan
aliran darah.
dgn
kelembaban/ekskr esi e. Berikan
tekanan
d. Terlalu
kering
atau
lembab
merusak
kulit
alternatif/kasur,dll
dan
.
mempercepat kerusakan. e. Menurunkan tekanan
pada
kulit. 5.
Ansietas ggn
b/d Setelah
2x24 jam di
a. Kaji tanda-tanda
persepsi rawat, kecemasan klien
sensory,nyeri dada,dan
ekspresi
berkurang d/k:
dispnue.
verbal
dari kecemasan.
tidur 6-8 jam / b. Temani
klien
hari
selama
gelisah hilang
kecemasan
klien kooperatif
tinggi,
mengungkapkan
kekuatan,
perasaannya
gunakan
pada
tenang.
perawat
klien
yang
prosedur
di programkan 18
kecemasan dapat berkembang
ke
panic yang dapat merangsang respon simpayik
beri
dengan melepaskan
suara
katekolamin, ini mengakibatkan
c. Orientasikan
tentang tindakan
periode
a. Tingkat
dengan rutin
peningkatan kebutuhan jantung
aka
menyatakan
dan
ansietas
yang diharapkan. b. Pengertian yang
berkurang
aktivitas
d. Beri kesempatan
oksigen.
empati
pada klien untuk
merupakan
mengungkapkan
pengobatan
kecemasannya.
mungkin
e. Lakukan
dan
meningkatkan
pendekatan
dan
komunikasi
kemampuan koping klien.
f. Beri kesempatan
c. Orientasi
dapat
pada
orang
menurunkan
terdekat
untuk
kecemasan.
mendampingi klien.
d. Dapat menghilangkan
g. Berikan
ketegangan
penjelasan
terhadap
tentang penyakit,
kekhawatiran
penyebab
yang
serta
penananganan yang
akan
dilakukan.
tidak
di
ekspresikan. e. Membina saling percaya.
h. Kolaborasi
f. Respon
terbaik
dalam pemverian
adalah
obat
mengungkapkan
anticemas/hipnot
perasaan
ik
dihadapinya.
sesuai
indikasi, contoh diazepam
klien
yang
g. Untuk memberikan jaminan kepastian tentang langkah-langkah tindakan akn
diberikan
sehingga
19
yang
klien
dan
keluarga
mendapatkan informasi
yang
jelas. h. Meninglatkan relaksasu
dan
menurynkan kecemasan.
6
Intoleransi
1. Peningkatan
aktifitas
b/d
ketidakseimba ngan
suplay
toleransi aktivitas. 2. Frekuensi
bagian
ekstremitas bagian ggn
jantung
normal.
oksigen,edema 3. Tekanan pada
a. Catat
darah
normal. 4. Nyeri berkurang.
sensory.
terhadap
perubahan
TD,
aktivitas
selama
dan
mengindikasikan
sesudah
penurunan
beraktifitas.
oksigen
pernapasan normal.
batasi b. Menurunkan dan
kerja
berikan senggang
miokardium dan
yang tidak berat.
konsumsi
c. Anjurkan
oksigen.
menghindari
c. Mengejan dapat
perilaku
yang
mengakibatkan
dapat
kontraksi
meningkatkan
dan
tekanan abdomen
vasokontriksi
seperti
pembuluh darah
mengejan
saat defekasi.
tirah sementara
baring sakit
akut. e. Evaluasi vital
otot
tanf
d. Pertahankan klien
20
dapay
miokardium.
aktivitas
6. Frekuensi
klien
dan
istirahat,
muda.
a. Respon
irama,
b. Tingkatkan
atas, 5. Kulit hangat, merah persepsi
frekuensi,
meningkatkan preload,
saat
tahnan
vaskuler sistemis dan
tanda
dapt
beban
jantung. d. Mengurangi
kemajuan aktivitas terjadi. f.
beban jantung. e. Mengetahui
Pertahankan
fungsi
penambahan
bila
oksigen program
sesuai
jantung dikaitkan
dengan aktivitas. f. Meningkatkan oksigenasi jaringan.
21
BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan
Sindrom Vena cava superior adalah sekumpulan gejala akibat pelebaran pembuluh darah vena yang membawa darah dari bagian tubuh atas menuju ke jantung, Penghambatan aliran darah ini (oklusis) melewati vena ini dapat menyebabkan sindrom vena cava superior (SVCS). Lebih dari 95% dari semua kasus sindrom vena cava superior (SVCV) melibatkan kanker pada thorax bagian atas, dan yang paling berhubungan dengan sindrom vena cava superior adalah kanker paru.SVCS mempunyai tanda dan gejala tertentu, tanda yang ditemui pada pasien dengan SVCS adalah pelebaran vena leher, plethora pada wajah, odema yang muncul pada lengan ,dan sianosis.Penanganan SVCS tegantung pada derajad dari SVCS, penyebab dari obstruksi, tipe hitologi dari tumor. Penatalaksanaan SVCS ada 2 yaitu penanganan medis dan penanganan pembedahan. Prognosis dari SVCS sangat tergantung dari penyakit yang mendasarinnya. B. Saran
Semoga makalah ini memberikan wawasan kepada kita tentang Sindrom vena kava superior (SVKS),
dan kepada ibu dosen pembimbing mata kuliah
kiranya dapat
memberikan masukan, kritik dan saran guna melengkapi pengetahuan tentang Sindrom vena kava superior (SVKS).
22
DAFTAR PUSTAKA
http://nsmumin.blogspot.co.id/2012/01/bab-1-pendahuluan.html (Accessed : 2016, Maret 30).
http://tofikrahmanto.blogspot.co.id/2010/10/sindroma-vena-cava-superior-parti.html(Accessed
:
2016, Maret 30).
Andre,
(2005-Last
Updated),”Superior
Vena
Cava
Superior:”
Avaliable
At
http://www.oascentral.emedicine.com
Beeson,
Michael
S.
eMedicine
-
Superior
Vena
Cava
Syndrome.
May
12,
2001.http://www.emedicine.com/emerg/topic561.htm.
Cirino LMI, Coelho.Rocha,Treatment Vena Cava Superior Syndrome J. bras. pneumol. vol.31 no.6 São Paulo Nov./Dec. 2005
Superior vena cavasyndrome:” Avaliable At: https://www.healthatoz.com
23