Strategi Pencegahan Stunting melalui Perbaikan Gizi Remaja: Best Practise di Berbagai Negara Galih Purnasari Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680, Indonesia
Proporsi balita stunting di Indonesia mengalami peningkatan. Prevalensi malnutrisi, salah satunya stunting pada balita, merupakan indikator bagi keadaan gizi masyarakat. Stunting merupakan kondisi yang dapat menghambat perkembangan mental dan fisik secara permanen jka tidak tertangani dengan tepat. Selama ini program melawan stunting terfokus pada balita hingga usia 2 tahun yang merupakan bagian dari periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Penelitian longitudinal di beberapa negara menunjukkan bahwa fase pertumbuhan pesat saat remaja memungkinkan adanya pemulihan bagi stunting, terutama pada anak perempuan. Mengingat tinggi badan ibu berpengaruh bagi kesehatan anaknya. Proses pertumbuhan bersifat kompleks dengan berbagai faktor, salah satunya gizi, yang mempengaruhi di dalamnya sehingga tidak menutup kemungkinan adanya pemulihan stunting pada usia setelah 2 tahun. Masa remaja memungkinkan terjadinya fase kesempatan tambahan (an additional window of opportunity) di dalam siklus kehidupan yang dapat memperbaiki stunting dan dapat memberikan efek positif bagi generasi seterusnya. Kata kunci: stunting, 1000 HPK, pertumbuhan, remaja
stunting meningkat dari 35.6% di tahun
Pendahuluan Pertumbuhan
dan
perkembangan
2010
menjadi
37.2%
tahun
(Riskesdas,
penting bagi masa depan anak-anak tersebut
menggambarkan keadaan gizi masyarakat.
dan kualitas suatu negara (Sguassero et al,
Stunting umunya terjadi keluarga miskin,
2008). Stunting masih menjadi masalah
rumah
kesehatan
Indonesia.
ketidakamanan pangan, pendidikan orang
Meskipun masalah overweight dan obesitas
tua rendah, kurangnya akses pelayanan
telah mengancam kesehatan masyarakat
kesehatan, dan lingkungan yang tidak sehat
Indonesia.
(Black et al, 2003). Stunting pada usia di
Peningkatan
bagi
proporsi
balita
tangga
Kejadian
2013
bayi dan balita yang optimal adalah hal
masyarakat
2013).
di
yang
stunting
mengalami
1
bawah 2 tahun dapat menjadi penyebab
pada usia setelah 2 tahun. Fase percepatan
kesakitan dan kematian utama pada balita
pertumbuhan setelah umur 2 tahun adalah
(Black et al, 2008 dan Pelletier et al, 2003)
periode remaja. Masa remaja menjadi fase
dan stunting yang tidak tertangani dengan
kesempatan
tepat dapat menghambat perkembangan
window of opportunity) setelah periode 1000
mental dan fisik secara permanen. Walaupun
HPK di dalam siklus kehidupan yang dapat
sebenarnya stunting merupakan salah satu
memulihkan stunting dan dapat memberikan
resiko kematian yang paling dapat dicegah
efek positif bagi generasi seterusnya. Gizi
(Penny et al, 2005).
menjadi salah satu faktor yang berperan
Konsep “window of opportunity”
tambahan
(an
additional
penting yang mempengaruhi pertumbuhan.
berkembang dengan penekanan bahwa usia
Tanpa
hingga 2 tahun merupakan periode optimal
pentingnya periode kritis 1000 HPK, tulisan
untuk
ini menganalisis adanya periode lain di
perbaikan
pertumbuhan
dan
bertujuan
dalam
ini yang biasa disebut sebagai periode 1000
memulihkan stunting. Sebagai dasar dari
Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).
tulisan
Selama ini program melawan stunting
longitudinal yang dilakukan di 5 negara:
terfokus pada balita hingga usia 2 tahun.
Brazil, Guatemala, India, Filipina, dan
Penelitian
Afrika Selatan serta dibandingkan dengan
menunjukkan
di
pemberian
Guatemala makanan
suplementasi pada balita (hingga usia 3
data
ini
kehidupan
menggeser
perkembangan termasuk stunting. Periode
kohort
siklus
untuk
adalah
penelitian
yang
data
dapat
penelitian
cross-sectional
dan
longitudinal di Gambia.
tahun) dapat mengurangi prevalensi stunting (Habitcht et al, 1995), sementara penelitian
Besar Masalah Stunting dan Dampak
intervensi gizi pada ibu hamil dan balita di
yang Ditimbulkan
54
negara
menghasilkan
peningkatan
Menurut
Budiharjo
(2009),
panjang badan yang tidak terlalu besar
malnutrisi dikategorikan menjadi masalah
(Victora et al, 2010).
kesehatan masyarakat apabila prevalensi
Proses
pertumbuhan
bersifat
underweight, wasted, dan stunting pada anak
kompleks. Berbagai faktor mempengaruhi di
sebesar 10%, 5%, dan 20% secara berurutan.
dalamnya
Sementara
sehingga
tidak
menutup
proporsi
balita
stunting
di
kemungkinan adanya pemulihan stunting 2
Indonesia sebesar 37.2% di tahun 2013
panjang dan jangka pendek. Sebuah survei
(Riskesdas, 2013)
nasional di Brazil menunjukkan pencapaian tinggi badan lebih tinggi berhubungan dengan pencapaian prestasi di sekolah, pilihan pekerjaan, jabatan, dan pendapatan bulanan yang lebih besar dibanding yang mencapaian tinggi badan lebih rendah (Curi et al, 2008). Menurut Carba et al (2009), tinggi badan yang lebih rendah berkaitan dengan penurunan kesempatan kerja, upah
Gambar 1. Proporsi balita pendek
lebih kecil, dan pengukuran human capital
Sumber: Riskesdas 2013
lainnya. Selain itu wanita yang tergolong
Berdasarkan data penelitian kohort di 5
negara,
terdapat
keterlambatan
sangat pendek berkaitan dengan kesehatan reproduksi (WHO 2005). Menurut Heckman
pada
(2006), diduga secara luas bahwa program
usia di bawah 2 tahun dengan pemulihan
penuruan kejadian gagal tumbuh memiliki
yang tidak besar hingga usia pertengahan
potensi besar pada pengembalian jangka
kanak-kanak. Gagal tumbuh (growth failure)
panjang jika diimplementasikan pada balita
merupakan hasil dari kombinasi praktik
berusia kurang dari 36 bulan.
pertumbuhan (growth retardation)
pemberian makan yang tidak tepat, termasuk
Penelitian kohort di 5 negara ini
ASI non eksklusif hingga usia 6 bulan,
menunjukkan bahwa gagal tumbuh di
peningkatan
periode antara 12–24 bulan kurang prediktif
prevalensi
infeksi
pada
lingkungan yang kurang sehat ditambah
terhadap
dengan praktik merawat anak yang kurang
dibandingkan dengan gagal tumbuh yang
optimal Gagal tumbuh merupakan prediktor
terjadi saat lahir atau di tahun pertama
keberlangsungan hidup masyarakat lemah
kehidupan. Selain itu, hasil dampak meta
(Black et al, 2003).
analisis dari penelitian Victora di 54 negara
Program penuruan prevalensi gagal tumbuh
memiliki
keuntungan
tinggi
badan
saat
dewasa
menunjukkan bahwa, panjang badan yang
jangka
3
diperoleh dari intervensi gizi pada saat
jaringan lain tumbuh dan berkembang
kehamilan
setelah tahap ini.
dan
balita
menghasilkan
pencapaian yang tidak terlalu besar (0,3 TB/U). Hal ini setara dengan hanya 15% dari penurunan TB/U rata-rata pada balita usia 24 bulan (Prentice et al, 2013). Lantas pada periode usia berapa saja stunting dapat dicegah atau dipulihkan?
Periode
Remaja
sebagai
Fase
Kesempatan Tambahan (An Additional Window of Opportunity) Secara luas diakui bahwa intervensi untuk menurunkan stunting harus dilakukan selama (atau bahkan sebelum) kehamilan
Gambar 2. Waktu yang berbeda dari pertumbuhan sistem tubuh manusia
dan pada usia 2-3 tahun pertama kehidupan (Heckman, 2006), namun terdapat beberapa bukti adanya tumbuh kejar (catch up) di kemudian hari (Eckhardt et al, 2005). Diketahui potensi proliferasi sel organ terus berlanjut di sepanjang kehidupan sehingga tidak menutup kemungkinan adanya catch up di usia setelah 24 bulan, walaupun tanpa intervensi gizi. Waktu pertumbuhan sistem organ utama pada manusia untuk mencapai ukuran akhir terlihat pada Gambar 2. Pola normal perkembangan manusia kembali mengingatkan sebagian
besar
kita dari
bahwa,
meskipun
jaringan
syaraf
berkembang pada usia 24 bulan, banyak
Hasil penelitian kohort pada 5 negara (Brazil, Guatemala, India, Filipina, dan Afrika Selatan) dikumpulkan dan dibawa pada penelitian Consortium of Health Oriented Research in Transitioning Societies (COHORTS).
Kumpulan
data
ini
menunjukan adanya penurunan BB/TB pada rentang usia lahir hingga 24 bulan, namun menunjukkan
peningkatan
TB
yang
signifikan di rentang usia 24 sampai 48 bulan. Dari ke-5 negara hanya India yang menunjukkan tidak adanya tumbuh kejar. Hal ini tampak pada Gambar 3. Adanya tumbuh kejar yang terjadi pada penelitian kohort ini meskipun tanpa 4
Gambar 3. Rata-rata z-skor BB/TB dan perubahan Z-Skor TB/U partisipan penelitian Consortium of Health Oriented Research in Transitioning Societies.
intervensi gizi, sangat berlawanan dengan
pertambahan tinggi badan atau tumbuh kejar
luasnya
(Prentice et al, 2013).
kesan
bahwa
“window
of
oppprtunity” tertutup pada usia 24 bulan.
Penelitian Prentice et al (2013) di
Adanya tumbuh kejar pada usia setelah 24
Gambia memonitor status
bulan
ketersediaan
populasi pertanian miskin dari 3 desa selama
makanan,
lebih dari 6 dekade. Sebanyak 36.828
komposisi makanan, dan pengaruh besar
sampel baik laki-laki maupun perempuan
dari infeksi terutama infeksi saluran cerna
diukur panjang atau tinggi badannya. Hasil
(Prentice et al, 2013).
antropometri dibandingkan dengan standar
menggambarkan
makanan,
pola
konsumsi
Dengan persamaan karakteristik dan setting
yang
lebih
besar
antropometri
UK 1990. Baik laki-laki maupun perempuan
ketimbang
memiliki karakteristik pendek saat lahir (~-
perbedaannya pada studi kohort ini, gagal
0.75 TB/U) dan semakin turun pada usia 24
tumbuh pada masa balita merupakan faktor
bulan (hingga ~-2.25 hingga -2.5 TB/U),
determinan kuat untuk mengalami
diikuti dengan tumbuh kejar hingga usia 5 tahun (~-1.75 TB/U), periode stabil, periode 5
penurunan
TB/U,
perpanjangan
kemudian
tumbuh
periode
kejar
hingga
pencapaian akhir tinggi badan dewasa (pada ~-1.5 TB/U pada laki-laki dan ~-0.75 TB/U pada perempuan). Kejar tumbuh setelah usia 24 bulan diinterpretasikan
sebagai
kombinasi
kematangan normal postnatal pada sistem imun anak dan perkembangan respon adaptif melawan
pathogen
mengurangi
sebelumnya
frekuensi
dan
untuk
keparahan
gangguang pertumbuhan akibat infeksi – sebuah hipotesis yang dikembangkan oleh survelilans angka kesakitan dan pencatatan klinis (Prentice et al, 2013). Studi kohort lain di Gambia dengan sampel 80 anak laki-laki dan 80 anak perempuan usia 8 – 12 tahun (rerata umur 10 tahun; prepubertas pada kondisi ini) hingga usia 24 tahun. Tinggi badan mereka ditunjukkan pada Gambar 4., dimana juga menunjukkan kejar tumbuh selama fase perpanjangan
pertumbuhan
Perubahan TB/U pada anak-anak
prepubertal;
perempuan Gambia ini menegaskan adanya
anak laki-laki mengejar pertumbuhan dari -
plastisitas pada periode ini dan mengarahkan
1.25 ke -0.5 TB/U dan anak perempuan
kita pada pertanyaan apakah pertumbuhan
mengejar pertumbuhan dari -1.1 ke -0.2
dapat lebih ditingkatkan dengan intervensi
TB/U (Prentice et al, 2013).
bijaksana yang memaksimalkan kesehatan reproduksi calon ibu (Prentice et al, 2013).
6
Gambar 5. Rata-rata tinggi badan anak laki-laki dan perempuan (cm) usia 5-18 tahun di Indonesia dibandingkan dengan rujukan WHO
Dijumpai 11.4% remaja laki-laki dan 8.7% Status Gizi Remaja Indonesia
remaja putri yang sangat pendek; dijumpai
Berdasarkan Riskesdas 2013, rata-
pula 20.8% remaja laki-laki dan 20.0%
rata tinggi badan (cm) anak usia 5-18 tahun
remaja putri dengan postur tubuh pendek. Di
di Indonesia lebih pendek jika dibandingkan
tingkat Nasional terdapat 9.0% remaja
rujukan WHO 2007. Namun tidak diketahui
dengan gizi kurang dan 11 propinsi dengan
apakah anak usia 5-18 tahun yang lebih
remaja gizi kurang >9%. Di tingkat nasional
pendek dibanding rujukan WHO juga
terdapat 13% remaja yang kegemukan, dan
mengalami stunting saat balita (Gambar 5).
16 propinsi dengan kegemukan >13%. Di
Sedangkan hasil Riskesdas 2010
tingkat nasional terdapat 30.3% remaja yang
menunjukkan bahwa dari 22.805 remaja
pendek dan 20 propinsi dengan remaja
laki-laki dan 21.799 remaja putri, lndeks
pendek >30.3%. Hasil ini menunjukkan
Masa Tubuh remaja berdasar Umur (IMT/U)
bahwa remaja Indonesia dihadapi masalah
dijumpai 3.1% remaja laki-laki dan 1.7%
gizi ganda dan perlu mendapat perhatian
remaja putri yang sangat kurus; 7.9% remaja
serius.
laki-laki dan 5.0% remaja putri yang kurus;
Anak dengan tinggi tubuh yang
9.3% remaja laki-laki dan 9.7% remaja putri
kurang atau pendek berasal dari ibu hamil
dengan gizi lebih dan 4.2% remaja laki-laki
yang mengalami kurang gizi. Ibu hamil yang
dan 2,7% remaja putri yang kegemukan.
kurang gizi mempunyai resiko lebih tinggi
7
untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan
pada
periode
yang
tepat
dapat
ibu hamil normal. Apabila bayi BBLR tidak
memaksimalkan status gizi dan kesehatan
meninggal pada awal kehidupn, bayi BBLR
reproduksi terutama pada perempuan yang
akan tumbuh dan berkembang dengan
kelak menjadi calon ibu.
tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lambat, terlebih lagi apabila
Kesimpulan
mendapat ASI eksklusif yang kurang dan
Fokus terhadap periode 1000 HPK tidak
makanan pendamping ASI yang tidak
menghalangi kemungkinan upaya perbaikan
cukup.
BBLR
gizi pada tahap sensitif lain di luar 1000
cenderung menjadi balita dengan status gizi
HPK. Pertumbuhan bersifat kompleks dan
yang lebih jelek. Balita yang kurang gizi
periode remaja memberikan kesempatan
biasanya
hambatan
tambahan di dalam siklus kehidupan yang
konsumsi
dapat memperbaiki stunting dan dapat
makanannya tidak cukup dan pola asuh tidak
memberikan efek positif bagi generasi
benar. Balita kurang gizi ini akan cenderung
seterusnya. Perlunya pembuktian mengenai
tumbuh menjadi remaja yang mengalami
intervensi gizi yang tepat dan bijaksana,
gangguan pertumbuhan dan mempunyai
terutama pada anak perempuan, yang dapat
produktifitas rendah. Jika remaja ini tumbuh
meningkatkan tinggi badan ketika dewasa.
dewasa, maka remaja tersebut akan menjadi
Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
dewasa yang pendek, dan apabila terjadi
status gizi dan kesehatan reproduksi calon
pada perempuan maka perempuan tersebut
ibu serta kualitas generasi mendatang.
Oleh
karena
akan
pertumbuhan
itu,
bayi
mengalami
terutama
jika
akan mempunyai resiko melahirkan bayi BBLR lagi, begitu seterusnya (Hadi, et al. 2002) Hasil penelitian kohort di Gambia memberikan hasil menarik bahwa balita stunting tanpa intervensi gizi apa pun dapat tumbuh memiliki tinggi badan normal saat dewasa karena adanya tumbuh kejar di usia remaja. Hal ini menggiring kita pada pertanyaan apakah intervensi yang cukup 8
Referensi Black R, for the Maternal and Child Undernutrition Study Group, et al.: Maternal and child undernutrition: Global and regional exposures and health consequences. Lancet 2008, 371:243360. Black RE, Allen LH, Bhutta ZA, Caulfield LE, de Onis M, Ezzati M et al. Maternal and child undernutrition: global and regional exposures and health consequences. Lancet 2008;371:243– 60. doi:10.1016/S0140-6736(07)61690-0 PMID:18207566 Budiharjo. 2009. Manajemen percepatan penurunan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang. Paper yang dipresentasikan dalam Workshop Prakarsa Strategis Sesi IV: Percepatan Penuruan Prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Juli 7th 2009. Bappenas, Jakarta. Carba DB, Tan VL, Adair LS. 2009. Early childhood length-for-age is associated with the work status of Filipino young adults. Econ Hum Biol 7:7–17. Curi AZ, Menezes-Filho NA. 2008. A relac¸a˜o entre altura, escolaridade, ocupac¸a˜o e sala´rios no Brasil (Relationships among height, schooling, occupation and salaries in Brazil). Pesquisa e Planejamento Econoˆmico 38:413–458. Departemen Kesehatan (Depkes). 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Depkes RI, Jakarta. Departemen Kesehatan (Depkes). 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Depkes RI, Jakarta. Eckhardt CL, Gordon-Larsen P, Adair LS. 2005. Growth patterns of Filipino children indicate potential compensatory growth. Ann Hum Biol 32:3–14. Hadi, H. 2002. Meningkatkan Status Kesehatan dan Gizi Keluarga Melali Kemitraan Pria dan Wanita dalam Rumah Tangga. Makalah disampaikan pasa Seminar Nasional “Meningkatkan Kualitas Bangsa Bangsa Melalui Kesetaraan Perempuan”. Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. 15 Juni 2002.
Habicht JP, Martorell R, Rivera JA. 1995. Nutritional impact of supplementation in the INCAP longitudinal study: analytic strategies and inferences. J Nutr 125:1042S–1050S. Heckman JJ. 2006. Skill formation and the economics of investing in disadvantaged children. Science 312:1900–1902. Sguassero Y, de Onis M, Carroli G: Communitybased supplementary feeding for promoting the growth of young children in developing countries(Review). (http://www.cochrane.org/reviews/en/ab005039. html]. (assessed 12 Dec., 2008) Pelletier D, Frongillo EA: Changes in Child Survival Are Strongly Associated with Changes in Malnutrition in Developing Countries. Journal of Nutrition 2003, 133:107-119. Penny M, Creed-Kanashiro HM, Robert RC, Narro MR, Caulfield LE, Black RE: Effectiveness of an educational intervention delivered through the health services to improve nutrition in young children: a cluster randomized controlled trial. Lancet 2005, 365:1863-1872. Prentice, et al. Critical windows for nutritional interventions against stunting. Am J Clin Nutr 2013;97:911–8. Stein, et al. Growth Pattern in Early Chidhood and Final Attained Stature: Data from Five Birth Cohorts from Low- And Middle-Income Countries. American Journal of Human Bioogy 2009: 22:353-359 Victora CG, de Onis M, Hallal PC, Blo¨ssner M, Shrimpton R. Worldwide timing of growth faltering: revisiting implications for interventions. Pediatrics 2010;125:e473–80. WHO. 1995. Maternal anthropometry and pregnancy outcomes: a WHO Collaborative Study. World Health Organ Suppl 73:32–37.
9