89 " Page
Draft Buku Ajar
STATISTIKAPENDIDIKAN
Dosen Pengampuh : Drs. Agus Purwadi,M.Si
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
2014
Daftar Isi
Bagian 1: StatistikaPendidikan
Pengertian, Kegunaan, danJenis Data 1-10
Bagian 2: Penyajian Data danDistribusiFrekuensi 11-19
Bagian 3: UkuranTendensiPusat 20-33
Bagian 4: UkuranLetak 34-44
Bagian 5: UkuranSimpangan 45-51
Bagian 6: Kurva Normal, Sebaran Data, dan
Peringkat Data (Nilai) 52-57
Bagian 7: PengujianHipotesisdanAnalisisKorelasi 58-65
AnalisisKorelasi Tata Jenjang 66-72
KorelasiKoefisienKontingensi 73-82
KorelasiPoinBiserial 83-86
Bagian8 :TeknikAnalisisKomparasi 87-91
ContohPenggunaanUji-t 87
Tes Chi Kuadrat 92-98
DaftarPustaka 99
PENGANTAR
Bismillahi ar-rahman ar-rahiim
Dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar-mengajar pada program studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam di Universitas Muhammadiyah Malang, disusunlah buku ajar ini dengan sajian yang lebih praktis, singkat, padat, dan tetap mengacu pada pemenuhan target penguasaan mahasiswa pada materi kuliah Statistika Pendidikan.
Disusunnya buku ajar ini dengan sajian yang praktis, dimaksudkan untuk bisa lebih mudah dimengerti dan dipahami serta dapat diaplikasikan oleh mahasiswa Fakultas Agama Islam yang notabene mayoritas berasal dari latar belakang pesantren yang kurang begitu akrab dengan hitung-hitungan matematis.
Secara garis besar, sajian materi pada buku ini terbagi dalam dua kelompok katagori jika ditinjau dari jenis ilmu statistika. Pertama, sajian statistika deskriptif, disajikan sejak awal perkuliahan hingga saat ujian tengah semester. Sedangkan katagori materi kedua, yang berupa statistika induktif, disajikan setelah ujian tengah semester. Tentu tidak semua materi statistika induktif sebagaimana terdapat pada buku-buku statistika disajikan seluruhnya. Materi statistika induktif dalam buku ini hanya mengetengahkan materi yang sesuai kebutuhan mahasiswa.
Lebih dari itu, sajian matakuliah Statistika Pendidikan sebagaimana tercakup dalam materi buku ini juga ditopang dengan praktikum yang dipandu seorang asisten dengan aplikasi program SPSS.
Januari 2014,
Penulis
Bagian I
STATISTIKA PENDIDIKAN
Pengertian, Kegunaan, dan Jenis Data Statistika
Istilah Statistika Pendidikan yang dipakai dalam buku ajar ini diartikan sebagai ilmu pengetahuan cabang statistika. Di dalamnya banyak dibahas dan dikembangkan prinsip-prinsip, metode, dan prosedur yang digunakan sebagai cara pengumpulan, penganalisaan, serta penginterpretasian sekumpulan data yang berkaitan dengan masalah-masalah dalam dunia pendidikan. Wujudnya bisa berupa kegiatan mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan, kegiatan mengolah dan menganalisis data seputar masalah pendidikan untuk kemudian dinterpretasikan.
Singkatnya, Statistika Pendidikan adalah cara-cara memecahkan persoalan riil pendidikan dengan menggunakan metode Statistika.
Pengertian Statistik dan Statistika
Apa beda Statistik dan Statistika?
STATISTIK: Adalah gambaran atau ukuran suatu persoalan yang dinyatakan dengan kumpulan data, baik berupa bilangan maupun non-bilangan yang disusun dalam bentuk tabel atau diagram.
Setiap pengambil kebijakan di dunia pendidikan selalu dihadapkan dengan masalah atau persoalan yang antara lain dinyatakan dengan angka-angka. Dari kumpulan angka itu, diharapkan bisa menarik kesimpulan yang diharapkan cukup beralasan untuk memberikan gambaran atau penjelasan atas suatu masalah. Gambaran masalah atau gejala dalam bentuk angka-angka itu disebut statistik.
Contoh:
Tabel data tingkat pendidikan guru di SD di kota "X";
Tabel data Nilai tertinggi UAN SD se Kota Malang tiga tahun terakhir.
Tabel data Penerimaan Siswa Baru di SD "X" lima tahun terakhir.
Tabel data Kelahiran dan Kematian Bayi di Kecamatan "X" tiga tahun terakhir.
Tabel data Kenakalan Siswa SD "X" lima tahun terakhir. dll
STATISTIKA: Adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan atau penganalisaan dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data yang berbentuk angka-angka.
Untuk memperoleh sekumpulan informasi yang menjelaskan masalah untuk bisa menarik kesimpulan yang tepat dan benar, diperlukan beberapa proses, yaitu pengumpulan informasi (data), pengolahan data, dan proses penarikan kesimpulan. Kesemuanya itu memerlukan pengetahuan tersendiri yang disebut statistika.
2. Cara Memperoleh Pengetahuan Statistika:
Statistika Matematis (Statistika Teoritis):
Membahas statistika sebagai ilmu pengetahuan murni secara mendasar, mendalam, dan teoritis. Yang dibahas antara lain penurunan sifat-sifat, dalil-dalil, rumus-rumus, dan menciptakan model-model penganalisaan data.
Statistika Terapan (Metoda Statistika):
Mempelajari statistika semata-mata dari segi penggunaannya, tanpa mempersoalkan bagaimana rumus-rumus, dalil-dalil, dan model-model statistika itu didapatkan/diturunkan.
Matakuliah ini hanya fokus pada Statistika Terapan saja, dan tidak berkepentingan membahas Statistika Matematis.
Peranan dan Kegunaan Statistika
1). Dalam kehidupan sehari-hari; Statistika memiliki peranan sebagai penyedia bahan-bahan atau keterangan-keterangan berbagai hal untuk diolah dan ditafsirkan.
2). Dalam penelitian ilmiah; Statistika memiliki peranan sebagai penyedia alat untuk mengemukakan atau menemukan kembali keterangan-keterangan yang seolah-olah tersembunyi dalam angka-angka statistik.
3). Dalam ilmu pengetahuan; Statistika memiliki peranan sebagai peralatan analisis dan interpretasi dari data kuantitatif, sehingga didapatkan suatu kesimpulan dari data-data tersebut.
Peranan Statistika khususnya dalam penelitian ilmiah dan ilmu pengetahuan, kemudian dikenal cabang-cabang Statistika yang baru, di antaranya:
a. Ekonometrika; Suatu cabang pengetahuan sebagai bentuk penerapan Statistika pada disiplin Ekonomi.
b. Sosiometri; penerapan Statistika pada disiplin Sosiologi.
c. Psikometri; penerapan Statistika pada disiplin Psikologi.
Perlunya Statistika:
Membuat rencana dan ramalan:
Dengan statistik, rencana dan ramalan suatu pekerjaan dapat dibuat sebaik mungkin. Misalnya, rencana pembuatan perumahan untuk lima tahun mendatang dari suatu kota, yang dipengaruhi banyak faktor, seperti jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat. Analisis data berkala mampu memberikan jawaban terbaik.
Mengatasi berbagai perubahan:
Dengan statistik, perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dapat diantisipasi sedini mungkin. Misalnya penentuan perubahan upah riil buruh yang menyangkut perubahan harga-harga barang konsumsi. Perhitungan angka indeks dapat memberikan jawaban masalah ini.
Membuat Keputusan yang lebih baik:
Dengan statistik, keputusan yang baik, tepat, dan rasional dapat dihasilkan untuk suatu pekerjaan tertentu. Misalnya, suatu perusahaan apakah akan memproduksi barang jenis A atau jenis B, maka pihak perusahaan harus mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pertimbangan pasar. Teori keputusan dengan uji hipotesis dapat membantu hal ini.
Menjelaskan hubungan antara variabel-variabel:
Dengan statistik, variabel (faktor peubah) segala sesuatu dapat dijelaskan. Misalnya, hubungan antara permintaan produk dengan tingkat pendapatan, dengan jumlah penduduk atau dengan jenis penganut agama. Analisis korelasi dan regresi dapat memberikan jawaban yang baik untuk hal ini.
Fungsi Statistika
Bank Data: menyediakan data untuk diolah dan diinterpretasikan, guna menerangkan keadaan tertentu.
Alat Quality Control: sebagai alat pembantu standarisasi dan sekaligus sebagai alat pengawasan.
Alat Analisis: sebagai metode penganalisaan data.
Alat Pemecahan Masalah dan Pembuatan Keputusan: sebagai dasar penetapan kebijakan dan langkah lebih lanjut.
4. Pembagian Statistika
4.1. Pembagian Statistika Berdasar Cara Pengolahan Data
Statistika Deskriptik:
Adalah bagian dari ilmu statistika yang membicarakan tentang penyusunan data dalam tabel; mengolah, menyajikan, menganalisa & menginterpretasikan, selama tidak menyangkut generalisasi. Atau dengan kata lain, Statistika Deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data, seperti berapa rata-rata, seberapa jauh data bervariasi dan sebagainya.
Contoh pernyataan yang termasuk dalam cakupan statistik deskriptif adalah:
1). Sekurang-kurangnya 85 % dari peristiwa kebakaran hutan di Riau diakibatkan oleh tindakan-tindakan sengaja yang tidak bertanggung jawab.
2). Sebanyak 51% mahasiswa FAI tidak suka membaca novel.
3). Sebanyak 78% siswa lulusan MAN 3 Malang diterima di PTN.
4). Rata-rata tinggi badan siswa kelas 3 SD X adalah 142 cm.
5). Tingkat kelulusan UAN siswa SLTA di Malang, 100%. Dll
Didasarkan ruang lingkup bahasannya, Statistika Deskriptif mencakup:
Distribusi frekuensi beserta bagian-bagiannya:
Grafik distribusi (histogram, poligon frekuensi, dan ogif)
Ukuran nilai pusat (rata-rata, median, modus, kuartil, dll)
Ukuran dispersi (jangkauan/range, simpangan rata-rata, varians, simpangan baku, dan z-score).
Angka Indeks
Time Series / deret waktu (data berkala)
Korelasi dan regresi sederhana.
Statistika Inferensial (Induktif)
Adalah bagian dari ilmu statistika yang menyangkut semua aturan atau cara-cara yang dipakai sebagai alat dalam mencoba menarik kesimpulan yang berlaku umum dari data yang sudah tersusun dan diolah sebelumnya. Atau dengan kata lain, Statistik induktif berusaha membuat berbagai inferensia terhadap sekumpulan data yang berasal dari suatu sampel. Tindakan inferensia tersebut misalnya melakukan peramalan, perkiraan, pengambilan keputusan, dan sebagainya.
Penarikan kesimpulan pada statistika inferensial merupakan generalisasi dari suatu populasi berdasarkan data (sampel) yang ada. Ruang lingkup bahasannya meliputi:
1). Probabilitas atau teori kemungkinan;
2). Distribusi Teoritis;
3). Sampling dan distribusi sampling;
4). Pendugaan populasi atau teori populasi;
5). Uji hipotesis;
6). Analisis korelasi dan uji signifikansi, dan
7). Analisis regresi untuk peramalan.
Hal-hal yang berhubungan dengan statistika inferensial adalah:
Melakukan penafsiran tentang karakteristik populasi dengan menggunakan data yang diperoeh dari sampel.
Membuat prediksi atau ramalan tentang masalah untuk masa yang akan datang.
Menentukan ada tidaknya hubungan antar karakterististik atau gejala.
Menguji hipotesis.
Membuat kesimpulan dengan memberikan interpretasi secara umum mengenai karakteristik populasi.
Pembagian Statistika Berdasarkan Bentuk Parameternya
Statistika Parametrik:
Adalah bagian statistik yang parameter dari populasinya mengikuti suatu distribusi tertentu, seperti distribusi normal, dan memiliki varians yang homogen.
Statistika nonparametrik:
Adalah bagian statistika yang parameter dari populasinya tidak mengikuti suatu distribusi tertentu atau memiliki distribusi yang bebas dari persyaratan, dan variansnya tidak perlu homogen.
5. Pembulatan Bilangan (Data)
Dalam pengumpulan dan penganalisaan data, seringkali diperlukan pembulatan terhadap bilangan. Pembulatan dilakukan ke arah bilangan terdekat. Pembulatan ke bawah dilakukan pada bilangan sampai dengan 4, selebihnya dibulatkan ke atas. Dalam mata kuliah ini kita sepakati pembulatan sampai 3 angka di belakang koma.
6. Elemen Statistika
Populasi
Populasi diartikan sebagai sekumpulan data yang mengidentifikasi suatu fenomena, misalnya seluruh mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang.
Sampel
Sampel didefinisikan sebagai sekumpulan data yang diambil atau dipilih dari suatu populasi. Jika populasi adalah seluruh mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang, maka sampel adalah sebagian atau beberapa mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Malang.
Pengambilan sampel dilakukan karena dalam prakteknya banyak kendala yang tidak memungkinkan seluruh populasi untuk diteliti. Kendala tersebut bisa berupa masalah situasi, waktu, biaya, dan sebagainya.
7. Ciri Khas Statistik
Beberapa ciri khas atau karakeristik pokok statistik adalah sebagai berikut:
1). Statistik bekerja dengan angka
Angka-angka dalam statistk mempunyai dua pengertian, yaitu sebagai jumlah atau frekuensi, dan sebagai nilai atau harga.
Pengertian pertama mengandung arti bahwa data statistik adalah data kuantitatif yang menyatakan jumlah atau frekuensi sesuatu, atau bisa dalam bentuk persentase sesuatu. Misal, jumlah siswa suatu sekolah, persentase kelulusan siswa SMA di suatu wilayah, dan sebagainya.
Pengertian kedua adalah angka statistik sebagai nilai/harga mempunyai arti kualitatif yang diwujudkan dalam angka, seperti kecerdasan, metode mengajar, mutu sesuatu, prestasi belajar, tingkat efektifitas sesuatu, dan sebagainya.
2). Statistik bersifat obyektif
Statistik bekerja dengan angka sehingga mempunyai sifat obyektif, artinya angka statistik dapat digunakan sebagai alat pengungkap kenyataan dan kebenaran sesuatu apa adanya. Misal, ukuran tinggi badan, ukuran suhu, ukuran kecerdasan, ukuran prestasi belajar.
3). Statistik bersifat universal
Statistik tidak hanya digunakan dalam satu disiplin ilmu saja, tetapi dapat digunakan secara universal dalam berbagai disiplin ilmu.
8. Jenis-Jenis Data Statistik
Data dalam statistik, terdapat data yang bersifat kualitatif (nominal dan ordinal) dan kuantitatif (interval dan rasio). Ciri dari data kualitatif adalah tidak dapat dilakukan operasi matematika seperti penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Sedangkan data kuantitatif, data berupa angka dalam arti sebenarnya. Jadi, berbagai operasi matematika bisa dilakukan pada data kuantitatif.
1. Menurut Cara Pengukurannya
Berdasarkan pada tingkat pengukurannya (level of measurement) dapat dibedakan empat jenis, yaitu:
Nominal
Data bertipe nominal adalah data yang paling rendah dalam pengukuran data. Jika suatu pengukuran data hanya menghasilkan satu dan hanya satu-satunya kategori, maka data tersebut adalah data nominal. Misalnya jenis kelamin, tempat kelahiran, pendataan tempat tinggal, dan sebagainya.
Data nominal dalam praktek statistik biasanya akan dijadikan 'angka', yaitu proses yang disebut kategori, misalnya dalam pengisian data jenis kelamin lelaki dikategorikan sebagai '1' dan perempuan sebagai '2'. Kategori ini hanya sebagai tanda saja, tidak bisa dilakukan operasi matematika.
Ordinal
Data bertipe ordinal adalah data kualitatif yang berlevel lebih tinggi dibanding data nominal.
Pada data ordinal, ada data dengan urutan lebih tinggi dan urutan lebih rendah. Dalam pengukuran sikap responden, ada pernyataan "sangat setuju" sampai "sangat tidak setuju". Dan setiap alternatif jawaban yang diberi skor 1 sampai dengan skor 5; dimana skor 5 mewakili pernyataan "sangat setuju"; skor 4 "setuju", skor 3 "ragu-ragu"; skor 2 "tidak setuju" dan skor 1 "sangat tidak setuju".
Interval
Data interval menempati level pengukuran data yang lebih tinggi dari data ordinal, karena selain bertingkat urutannya, juga setiap urutan dapat dikuantitatifkan. Misalnya pengukuran temperatur.
Rasio
Data rasio adalah data yang memiliki tingkat pengukuran paling tinggi diantara jenis data lainnya. Data rasio adalah data bersifat angka dalam arti sesungguhnya dan dapat dioperasikan secara matematika.
Perbedaan dengan data interval adalah bahwa data rasio memiliki titik nol yang absolut. Misalnya, jumlah suatu produk adalah 0, berarti memang tidak ada produk sama sekali.
2. Menurut Sifatnya
1). Data Kualitatif: Suatu data yang diperoleh dalam bentuk katagori, bukan berbentuk bilangan. (Golongan data ini disebut pula dengan atribut)
Contoh: sembuh, sakit, manis, pahit, kecewa, puas, tidak puas, bosan, sangat bosan, gembira, tinggi, rendah, dsb.
2). Data Kuantitatif: Suatu data yang berbentuk bilangan, meliputi
2.1. Data Diskrit: Suatu data yang diperoleh dengan jalan menghitung.
Contoh: a. Jumlah mahasiswa baru dari 5 jurusan, tahun 2008 adalah:
200, 157, 182, 170, dan 151.
b. Jumlah kecelakaan lalu lintas di Malang selama satu minggu adalah: 4, 2, 1, 3, 0, 2, dan 5
2.2. Data Kontinu: Suatu data yang diperoleh dengan jalan melakukan pengukuran.
Contoh: a. Tinggi badan 6 siswa kelas V: 160, 158, 152, 163, dan 166.
b. Jarak tempuh 7 siswa dari rumah ke sekolah: 1,5 km, 2,1 km, 5 km, 12 km, 9 km, 4 km, dan 10,2 km.
c. Asupan gizi 7 siswa kelas II: 0,9 kkal; 1,4 kkal; 2 kkal; 0,8 kkal; 1,1 kkal; 2,1 kkal; 1,8 kkal.
3. Menurut Sumber Data (Cara Memperolehnya)
1). Data Intern: Suatu data yang diperoleh dari pencatatan aktivitasnya sendiri.
Contoh: Sekolah X mencatat tentang keadaan siswa, guru, jumlah inventaris, jumlah dan prestasi kelulusan per tahun, sumber pemasukan dan pengeluaran sekolah, kelengkapan sarana belajar, dsb.
2). Data Ekstern: Suatu data yang diperoleh dari pencatatan segala aktivitas pihak lain (sumber lain di luar kegiatannya sendiri).
Contoh: Sekolah X melakukan pencatatan terhadap sekolah Y mengenai hal-hal seperti contoh 1 di atas, guna perbandingan dan perbaikan bila dirasa perlu.
Data Ekstern ini dibagi menjadi dua jenis:
2.1. Data Primer: Jika suatu data diperoleh dari pencatatan sendiri
2.2. Data Sekunder: Data yang diperoleh dari pencatatan orang lain.
Bagian II
PENYAJIAN DATA DAN DISTRIBUSI FREKUENSI
Biasanya dalam penulisan Skripsi atau Laporan Penelitian, terdapat sub bab berupa Penyajian Data. Data yang telah dikumpulkan, untuk keperluan laporan dan atau analisis, perlu diatur, disusun, disajikan secara jelas dan baik.
Ada dua cara penyajian data yang sering dipakai, yaitu:
Tabel/daftar; dan
Grafik/diagram.
Biasanya, dalam pembuatan skripsi atau laporan penelitian, cara pertama sering dipakai untuk menyajikan data sebelum data tersebut dianalisa.
Macam dan Contoh Tabel/Daftar:
1. Tabel Klasifikasi: terdiri dari baris dan kolom, yang bagian tepi atas berupa judul kolom, dan tepi kiri berupa judul baris. Data yang akan disajikan ditempatkan pada badan Tabel/Daftar. Tabel ini memuat pengelompokkan data.
Contoh 1:
Jumlah siswa, kelulusan dan NEM tertinggi-terendah SMU "X" Malang dari tahun ajaran 2009/2010 sampai sekarang adalah sebagai berikut: Tahun Ajaran 2009/2010 jumlah siswa 41 laki-laki dan 43 perempuan, yang lulus 40 laki-laki dan 43 perempuan; NEM tertinggi 40,3 diraih siswa perempuan, dan NEM tertinggi siswa laki-laki 39,9; NEM terendah 33,9 diraih siswa laki-laki; dan NEM terendah perempuan 35,10.
Untuk tahun ajaran 2010/2011 jumlah siswa laki-laki 44 dan 40 siswa perempuan, yang lulus 44 siswa laki-laki, dan 40 siswa perempuan. NEM tertinggi siswa laki-laki 38,2, dan siswa perempuan 39,9. NEM terendah siswa laki-laki 31,5 dan untuk siswa perempuan 34,6.
Untuk tahun ajaran 2011/2012, jumlah siswa laki-laki 39, siswa perempuan 45, yang tidak lulus 2 siswa laki-laki. NEM tertinggi siswa laki-laki dan perempuan masing-masing 40,5 dan 41,2. NEM terendah 29 untuk siswa laki-laki, dan 30,7 untuk siswa perempuan.
Dari paparan deskriptif di atas, dapat dipermudah pembacaannya jika disusun dalam tabel/grafik berikut ini:
TABEL 1: DESKRIPSI JUMLAH, KELULUSAN DAN NEM SISWA SMU "X" MALANG SEJAK TAHUN AJARAN 2009 s/d 2012.
Tahun Ajaran
Jumlah Siswa
Kelas III
Pa Pi
Lulus
Pa Pi
NEM
Tertinggi Terendah
Pa Pi Pa Pi
2009/2010
2010/2011
2011/2012
41 43
44 40
39 45
40 43
44 40
37 45
39,9 40,3 33,9 35,1
38,2 39,9 31,5 34,6
40,5 41,2 29 30,7
Jumlah
124 128
121 128
Contoh 2: Prestasi belajar tertinggi Bidang Studi Matematika Siswa SMP "X" mulai Tahun Ajaran 2008/2009 sampai 2011/2012.
TABEL 2: DESKRIPSI PRESTASI BELAJAR TERTINGGI BIDANG STUDI MATEMATIKA SISWA SMP "X" MULAI TAHUN AJARAN 2008/2009 SAMPAI 2011/2012
Tahun
Ajaran
Prestasi Belajar Tertinggi Bidang Studi Matematika
Kelas VII Kelas VIII Kelas IX
Pa Pi RK Pa Pi RK Pa Pi RK
2008/2009
2009/2010
2010/2011
2011/2012
88 90 7 95 100 70 97 99 80
75 100 78 70 75 60 85 90 75
70 80 65 60 72 55 90 100 70
75 95 70 85 100 80 99 99 85
2. Tabel Kontingensi:
Tabel kontingensi adalah table yang menunjukkan atau memuat data sesuai dengan rinciannya. Untuk data yang terdiri dari dua atau lebih faktor/variabel, yang satu terdiri dari b katagori, dan lainnya terdiri dari k katagori, dapat dibuat Daftar Kontingensi yang berukuran b X k (baris kali kolom).
Contoh 3:
Kecepatan belajar membaca dan menulis huruf al-Qur'an berdasarkan metode yang digunakan, yang masing-masing metode diterapkan pada 10 santri TPA "Al-Hidayah" dan TPA "Walisongo" Kalipare Kab. Malang.
TABEL 3: KECEPATAN BELAJAR AL-QUR'AN BERDASAR METODE YANG DIGUNAKAN PADA TPA "AL-HIDAYAH" DAN TPA "WALISONGO" KALIPARE KAB. MALANG
Katagori
Metode
Cepat
Sedang
Lambat
Jumlah
Al-Baghdadi
Al-Barqi
Qiro'ati
Iqro'
1
2
6
5
3
3
3
4
6
5
1
1
10
10
10
10
Jumlah
14
13
13
40
Tabel Kontingensi ini adalah 4 X 3, dengan jumlah sampel 40 santri.
Catatan:
Untuk menentukan katagori Cepat, Sedang, dan Lambat, si peneliti bisa menentukan sendiri ukuran satuan waktunya.
Misalnya, 8 sampai 12 minggu masuk katagori Cepat,
12 sampai 16 minggu masuk katagori Sedang; dan
16 sampai 20 minggu masuk katagori Lambat.
Contoh 4:
Jumlah jam belajar di rumah dan pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas III SD "X". (Prestasi belajar ditentukan dari rata-rata nilai dari seluruh mata pelajaran).
TABEL 4: DESKRIPSI PRESTASI BELAJAR DAN FAKTOR JUMLAH JAM BELAJAR DI RUMAH SISWA KELAS III SD "X"
Prestasi
Jam belajar
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
10 – 30 menit
30 – 60 menit
60 – 90 menit
90 – 120 menit
120 – 150 menit
0
3
8
14
13
2
4
3
4
1
11
6
1
0
0
13
13
12
18
14
38
14
18
70
Tabel Kontingensi ini adalah 5 X 3, dengan sampel 70 siswa kelas III SD "X"
Contoh 5:
Intensitas Bimbingan Belajar di rumah oleh Orangtua dan pengaruhnya terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas III SD "X".
TABEL 5: DESKRIPSI PRESTASI BELAJAR DAN FAKTOR BIMBINGAN BELAJAR DI RUMAH OLEH ORANG TUA SISWA KELAS III SD "X"
Prestasi
Bimbingan
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Selalu
Kadang-kadang
Tidak pernah
16
8
2
9
11
6
0
8
10
25
27
18
26
26
18
70
Tabel Kontingensi ini adalah 3 X 3, dengan sampel 70 siswa kelas III SD "X"
Catatan:
Untuk menentukan katagori Selalu, Kadang-kadang, dan Tidak pernah, tergantung pada instrumen penelitian yang digunakan.
3. Tabel Korelasi
Tabel korelasi adalah table yang menunjukkan atau memuat adanya korelasi antara data yang disajikan.
Contoh 6:
TABEL 6: HASIL UJIAN STATISTIK DAN AKUNTANSI 100 MAHASISWA DI PERGURUAN TINGGI "X".
Nilai
Akuntansi
Nilai Statistik
40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-99
40-49
50-59
60-69
70-79
80-89
90-99
3 5 4
3 6 6 2
1 4 9 5 2
5 10 8 1
1 4 6 5
2 4 4
4. Tabel Distribusi Frekuensi
Penyajian data dalam table distribusi frekuensi dikenal ada tiga macam, yaitu distribusi frekuensi biasa, relatif dan kumulatif.
1). Distribusi Frekuensi Biasa
Data yang telah diperoleh dari suatu penelitian yang masih berupa data mentah, dapat dibuat menjadi data yang berkelompok, yaitu data yang disusun ke dalam kelas-kelas tertentu. Daftar yang memuat data berkelompok ini disebut distribusi frekuensi atau table frekuensi. Jadi, distribusi frekuensi adalah susunan data dalam suatu daftar menurut kelas-kelas interval tertentu atau menurut kategori tertentu.
Dari Tabel atau Daftar Distribusi Frekuensi, dapat diperoleh keterangan atau gambaran sederhana dan sistematis dari data yang diperoleh.
Daftar distribusi frekuensi dibuat, bila terdapat data kuantitatif yang berbentuk kelompok. Data mentah yang belum dikelompokkan, dan akan dikelompokkan, maka dibuatlah Daftar Distribusi Frekuensi-nya.
Contoh 7:
Andaikan kita punya data nilai Ujian Statistika dari 60 mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas 'X" sbb:
87 58 40 58 26 36
43 70 59 56 44 43
41 18 90 64 40 62
70 50 28 32 66 58
44 72 64 67 86 32
82 14 24 60 72 40
86 48 45 56 27 81
53 47 74 74 62 86
39 59 56 64 70 68
91 31 35 48 76 68
APA YANG BISA ANDA PAHAMI DARI DATA MENTAH DI ATAS?
Langkah awal untuk mengetahui urutan data di atas, dan mempermudah membuat Daftar Distribusi Frekuensinya, disusunlah terlebih dahulu data tersebut dalam bentuk array, yakni data disusun dari data yang terkecil ke data berikutnya yang lebih besar.
Biasanya, untuk bisa memahami suatu data mentah seperti di atas, disusunlah data mentah tersebut ke dalam Daftar Distribusi Frekuensi, yang bentuknya sbb:
Nilai Data
Tabulasi
Frekuensi
a1 – a2
a3 – a4
a5 – a6
.
.
.
ai – a(i+1)
n1
n2
n3
.
.
.
ni
Jumlah
N
a1 – a2 : kelas interval pertama, yang memuat semua data yang bernilai mulai dari a1 sampai a2;
s/d
ai – a(i+1) : kelas interval ke-i, yang memuat data yang bernilai mulai dari ai sampai a(i+1).
n1, n2, n3, ...., ni : banyak data pada masing-masing kelas interval.
N : jumlah dari n1, n2, n3, ..., ni
a1, a3, a5, ...., ai : disebut ujung bawah dari kelas interval ke-i
a2, a4, a6, ..., a(i+1) : disebut ujung atas dari kelas interval ke-i
a5 – a3 = a3 – a1 = a4 – a2 : disebut panjang kelas interval (p)
½ (ujung bawah + ujung atas) : disebut tanda kelas interval
a(i+1) – a1 = (data terbesar – data terkecil); disebut rentang
BAGAIMANA MEMBUAT DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI?
Untuk membuat Daftar Distribusi Frekuensi (DDF), Anda harus ingat dan paham tentang istilah-istilah berikut:
Apa itu rentang?
Berapa banyaknya kelas interval yang akan dibuat?
Berapa panjang kelas interval?
Ujung bawah kelas interval. Untuk ini biasanya diambil data terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil, tapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas interval yang telah ditentukan.
LANGKAH-LANGKAH MEMBUAT DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI
Kita ambil data contoh di atas. Langkah-langkahnya sbb:
1. Cari data terbesar dan data terkecil, kemudian buatlah rentang.
Rentang = 91 - 14 = 77
2. Banyak kelas interval, gunakan rumus: 1 + (3,3) log N
Banyaknya kelas interval = 1 + (3,3) log 60
= 1 + (3,3) 1,778
= 1 + 5,868
= 6,868 6, atau 7
Jadi banyak kelas interval bisa 6 atau 7. Untuk penghitungan di sini, misalkan kita ambil 6.
Rentang 77
3. Panjang kelas interval (p) = = = 12,83 12 atau 13
Banyak kelas interval 6
Jadi panjang kelas interval bisa 12 atau 13
4. Tentukan ujung bawah kelas interval pertama, dengan cara:
1). Bisa diambil dari data terkecil, yakni 14, atau
2). Kurang dari 14, tapi selisihnya dengan 14 tidak boleh lebih atau sama dengan harga (p).
Misal ujung bawah tersebut X; maka X 14 dan (14 –X) < p
5. Andai kita ambil banyak kelas interval = 6; p = 13; dan
ujung bawah kelas interval = 14 (data terkecil), maka dapat kita buat DDF sbb:
Data Nilai
Tabulasi
Frekuensi
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
\\\\
\\\\ \\\
\\\\ \\\\ \\\
\\\\ \\\\ \\\\
\\\\ \\\\ \\
\\\\ \\\
4
8
13
15
12
8
Jumlah
60
2. Distribusi Frekuensi Relatif
Bentuk Daftar Distribusi Frekuensi yang disajikan di atas merupakan bentuk yang paling umum digunakan. Selain bentuk di atas, daftar distribusi frekuensi juga bisa ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi relatif. Distribusi Frekuensi Relatif digunakan jika nilai-nilai frekuensi yang ada tidak dinyatakan dalam bentuk bilangan bulat, melainkan dinyatakan dalam bentuk nilai-nilai relatif atau prosentase.
Contoh 8
TABEL 7: Distribusi Frekuensi Relatif Hasil Pengukuran Tinggi Badan 50 siswa
Interval Kelas
(Tinggi (cm))
Frekuensi
Prosentase
140 – 144
145 – 149
150 – 154
155 – 159
160 – 164
165 – 169
170 – 174
2
4
10
14
12
5
3
(2/50) x 100% = 0,04 (4 %)
(4/50) x 100% = 0,08 (8 %)
(10/50) x 100% = 0,20 (20 %)
(14/50) x 100% = 0,28 (28 %)
(12/50) x 100% = 0,24 (24 %)
(5/50) x 100% = 0,10 (10 %)
(3/50) x 100% = 0,06 (6 %)
Jumlah
50
100%
3. Distribusi Frekuensi Kumulatif.
Distribusi frekuensi kumulatif adalah distribusi frekuensi yang berisikan frekuensi kumulatif, yakni frekuensi yang dijumlahkan. Ada dua macam distribusi frekuensi kumulatif, yaitu distribusi frekuensi kumulatif kurang dari dan lebih dari.
Contoh 9:
TABEL 8: Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari
Dis. Frekuensi Biasa
Tinggi (cm) Frekuensi
Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari
Tinggi (cm) Frekuensi Kumulatif
140 - 144 2
145 – 149 4
150 – 154 10
155 – 159 14
160 – 164 12
165 – 169 5
170 – 174 3
Kurang dari 140 = 0
Kurang dari 145 0 + 2 = 2
Kurang dari 150 0 + 2 + 4 = 6
Kurang dari 155 0 + 2 + 4 + 10 = 16
Kurang dari 160 0 + 2 + 4 + 10 + 14 = 30
Kurang dari 165 0 + 2 + 4 + 10 + 14 + 12 = 42
Kurang dari 170 0 + 2 + 4 + 10 + 14 + 12 + 5 = 47
Kurang dari 175 0 + 2 + 4 + 10 + 14 + 12 + 5 + 3 = 50
Contoh 10:
TABEL 9: Distribusi Frekuensi Kumulatif Lebih Dari
Distribusi Frekuensi Biasa
Tinggi (cm) Frekuensi
Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari
Tinggi (cm) Frekuensi Kumulatif
140 - 144 2
145 – 149 4
150 – 154 10
155 – 159 14
160 – 164 12
165 – 169 5
170 – 174 3
lebih dari 140 = 50
lebih dari 145 50 – 2 = 48
lebih dari 150 50 – 2 – 4 = 44
lebih dari 155 50 – 2 – 4 – 10 = 34
lebih dari 160 50 – 2 – 4 – 10 – 14 = 20
lebih dari 165 50 – 2 – 4 – 10 – 14 – 12 = 8
lebih dari 170 50 – 2 – 4 – 10 – 14 – 12 – 5 = 3
lebih dari 175 50 – 2 – 4 – 10 – 14 – 12 – 5 – 3 = 0
Latihan Soal 1.
1). Data mentah Penghasilan Keluarga per Tahun di Wilayah X tahun 2010 (dalam jutaan rupiah):
21 10 33 42 51 60 72 80 91 13
22 34 44 52 62 72 82 96 18 25
34 45 53 62 75 86 98 26 36 45
54 63 76 87 99 38 46 55 63 76
87 99 38 46 55 63 76 87 39 47
55 63 78 88 31 48 56 64 78 49
56 64 79 42 56 68 45 57 69 46
24 42 60 66 45 77 68 94 83 14
Buatlah Daftar Distribusi Frekuensinya (kolom tabulasi tidak perlu dibuat).
2). Dari hasil ujian semester I, Bidang studi Bahasa Arab siswa kelas VIII SMP 'X", diperoleh hasil sbb:
90 25 35 60 75 75 80 40 55 70
35 45 55 60 80 85 95 90 75 60
65 40 50 65 75 70 80 85 30 65
75 90 95 40 55 65 75 75 80 85
30 25 55 60 70 75 80 80 60 60
65 75 85 50 80 85 90 70 75 65
Buatlah Daftar Distribusi Frekuensi, lengkap dengan distribusi frekuensi relatif dan kumulatifnya (kolom tabulasi tidak perlu dibuat).
Bagian III
UKURAN TENDENSI PUSAT
Untuk mengetahui gambaran yang lebih jelas tentang sekumpulan data (data mentah), selain yang telah disajikan dalam bentuk tabel atau grafik, diperlukan gambaran tentang ukuran-ukuran dari kumpulan data tersebut.
1). Ukuran gejala pusat (tendensi central), yang meliputi:
- rata-rata hitung, dan rata-rata gabungan
- rata-rata ukur
- rata-rata harmonik, dan
- modus
2). Ukuran Letak, yang meliputi:
- median
- kuartil
- desil, dan
- persentil
1. Rata-Rata Hitung: ( x ) selanjutnya cukup disebut rata-rata)
Kumpulan data kuantitatif yang berjumlah n buah dari suatu sampel, akan dinyatakan dengan simbol: x1, x2, x3, …, xn, di mana n menyatakan banyaknya data.
Rata-rata hitung untuk data kuantitatif yang terdapat dalam sebuah sampel dihitung dengan jalan: membagi jumlah nilai data oleh banyak data.
Rumus untuk rata-rata hitung x adalah:
Σ xi x = n
Σ xi
x =
n
x1 + x2 + x3 + … + xn
x = atau … Rumus (1)
n
Contoh 11:
Jika ada 10 nilai ujian Bahasa Arab siswa MTs "X" seperti berikut:
55, 60, 50, 75, 80, 95, 65, 85, 100, 70
x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10
55+60+50+75+80+95+65+85+100+70
Rata-rata hitung ( x ) = = 73,5
10
Contoh 12:
Dari ujian Bahasa Arab siswa MTs "X" diperoleh hasil nilai sbb:
4 siswa bernilai 70; 3 siswa bernilai 100; 2 siswa 90; 5 siswa bernilai 85, dan 6 siswa bernilai 55. Berapa rata-rata dari nilai-nilai tersebut?
Untuk memudahkan menghitung, lebih baik data ditulis dalam bentuk tabel berikut:
xi
fi
xi.fi
70
100
90
85
55
4
3
2
5
6
280
300
180
425
330
20
1515
xi menyatakan nilai ujian, dan fi menyatakan frekuensi untuk nilai xi yang bersesuaian.
Untuk data berbentuk demikian, rumus rata-ratanya adalah:
Σ fi xi x = Σ fi
Σ fi xi
x =
Σ fi
…….. Rumus (2)
Dengan menggunakan rumus (2), diperoleh nilai rata-rata:
1515
x = = 75,75
20
Rumus (2) di atas, disebut pula rumus rata-rata yang diboboti, dan sering dipakai untuk memperbaiki rata-rata yang dihitung dengan rumus (1).
Latihan Soal 2:
Ibu Tutik pedagang sayur, mempunyai simpanan barang di gudang berupa tomat 150 kg rusak 30 kg; lombok 200 kg rusak 60 kg; Wortel 75 kg rusak 15 kg; dan kentang 250 kg yang rusak 15 kg. Berapa persen barang dagangan bu Tutik yang rusak?
Penyelesaian Latihan Soal 2:
Untuk memudahkan penghitungan, buat daftar/tabel sbb:
Barang
Disimpan
Rusak
%
Tomat
Lombok
Wortel
Kentang
150
200
75
250
30
60
15
15
20
30
20
6
120
76
Jika rata-rata persen barang yang rusak dihitung dengan rumus (1), akan diperoleh hasil sbb:
20 + 30 + 20 + 6
x = = 19
4
Coba kalau kita hitung dengan rumus (2).
Barang
xi
fi
xi fi
Tomat
Lombok
Wortel
Kentang
20%
30%
20%
6%
150
200
75
250
30
60
15
15
675
120
Σ fi xi x = Σ fi
Σ fi xi
x =
Σ fi
Dengan menggunakan rumus (2)
akan diperoleh hasil sbb:
120
rata-rata persen barang yang rusak = X 100 % = 17,77 %
675
Mana hasil penghitungan yang benar dari dua cara di atas?
Jika Anda seorang pedagang, apa yang bisa Anda bayangkan dengan dua cara penghitungan yang berbeda di atas?
2. Rata-rata Gabungan
Rata-rata gabungan adalah rata-rata dari beberapa sub sampel, lalu dijadikan satu nilai rata-ratanya.
Kalau ada s buah sub sampel masing-masing dengan keadaan spb:
Sub sampel 1: berukuran n1, dengan rata-rata x1
sub sampel 2: berukuran n2, dengan rata-rata x2
……………..
Sub sampel s: berukuran ns, dengan rata-rata xs
Σ ni xi x = Σ niMaka rata-rata gabungan dari s buah sub sampel dapat dihitung dengan rumus:
Σ ni xi
x =
Σ ni
….. Rumus (3)
Contoh 13:
Terdapat 3 sub sampel kelas VIII A, B, dan C dari MTs "X", masing-masing berukuran (jumlah siswa tiap kelas): 31, 27, dan 30, masing-masingnya memiliki rata-rata kelas: 82, 65, dan 70. Berapa rata-rata gabungan dari 3 sub sampel kelas VIII paralel tersebut?
Jika Anda hitung dengan rumus (1), akan diperoleh hasil sbb:
82 + 65 + 70
Rata-rata gabungannya = = 72,33
3
Benar atau salah hasil penghitungan di atas?
Sekarang kita coba menghitung dengan Rumus (3) di atas.
(31)82 + (27)65 + (30)70
Rata-rata gabungannya = = 72,69
31 + 27 + 30
Yang benar adalah penghitungan dengan Rumus (3).
Karena itu, hati-hati Anda ketika menghitung rata-rata gabungan dari rata-rata kelas paralel. Jika Anda gunakan Rumus (1), Anda akan salah.
Untuk data yang telah disusun dalam Daftar Distribusi Frekuensi, rata-ratanya dihitung dengan menggunakan rumus (2):
Σ fi xi x = Σ fi
Σ fi xi
x =
Σ fi
Bedanya di sini adalah:
xi adalah tanda kelas interval = ½ (ujung bawah +ujung atas); dan
fi adalah frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas xi
Contoh 14:
Dari contoh 7 pada materi ke-3 yang lalu, berapa nilai rata-rata dari 60 mahasiswa dalam mata ujian Statistika?
Untuk memudahkan penghitungan, tambahkan kolom tanda kelas (xi) dan kolom fi xi.
Interval Data
Frekuensi
fi
Tanda kelas (xi)
fi xi
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
4
8
13
15
12
8
20
33
46
59
72
85
80
264
598
885
864
680
60
3371
Dengan memasukkan harga Σ fi = 60 dan Σ fi xi = 3371 ke dalam rumus (2), akan diperoleh hasil sbb:
3371
x = = 56,18
60
Latihan Soal 3:
Dari soal Latihan Soal 1 yang lalu, hitung berapa nilai rata-ratanya?
Andaikata Anda menyimpan 5 jenis barang, masing-masing berjumlah 32, 30, 31, 28, dan 25; dan masing-masing barang rata-rata kondisinya adalah 67%, 72%, 56%, 80%, dan 75%; berapa prosen rata-rata gabungan (keseluruhan) kondisi dari 5 jenis barang yang Anda simpan itu? (gunakan daftar distribusi frekuensi untuk mempermudah penghitungan)
3. Rata-Rata Ukur
Jika perbandingan tiap dua data berurutan tetap, atau hampir tetap, rata-rata ukur lebih baik dipakai daripada rata-rata hitung.
nU = x1 . x2 . x3 . ... xnUntuk data bernilai x1, x2, x3, …, xn, maka rata-rata ukur U didefinisikan sbb:
n
U = x1 . x2 . x3 . ... xn
….. Rumus (6)
log xiLog U = nUntuk data bernilai besar, lebih baik digunakan logaritma. Rumus (6) di atas diubah menjadi:
log xi
Log U =
n
….. Rumus (7)
Rata-rata ukur U akan didapat setelah mencari kembali harga logaritmanya (anti log) => (lihat Tabel Logaritma, atau dihitung dengan kalkulator)
Contoh 15:
Nilai tertinggi bidang pelajaran Bahasa Arab dari lima kelas paralel adalah: 75, 80, 85, 90, dan 100; maka rata-rata ukurnya adalah:
x1 = 75, x2 = 80, x3 = 85, x4 = 90, dan x5 = 100
log 75 + log 80 + log 85 + log 90 + log 100
Log U =
5
1,8751 + 1,9031 + 1,9294 + 1,9542 + 2
Log U =
5
9,6618
Log U = = 1,9324
5
Log U = 1,9324
maka untuk mencari harga U dengan jalan mencari anti log dari 1,9324.
(jika pakai kalkulator Casio fx-4500PA, caranya adalah: tekan SHIFT, tekan log (atau tekan 10X), ketik 1,9324, tekan EXE.)
Anti log U = 85,58
Diperoleh U = 85,58 Jadi rata-rata Ukurnya adalah 85,58
Rata-rata ukur bisa juga digunakan untuk fenomena (data) yang bersifat tumbuh, dengan menggunakan rumus sbb:
xPt = Po (1 + )t 100
x
Pt = Po (1 + )t
100
… Rumus (8)
Keterangan: Po = keadaan awal atau permulaan
Pt = keadaan akhir
x = rata-rata pertumbuhan setiap satuan waktu
t = satuan waktu yang digunakan
Contoh 16:
Angka kelahiran bayi di Kecamatan "X" akhir tahun 1990 ada 14 bayi, dan pada akhir tahun 2000 ada 27 bayi. Berapa rata-rata pertumbuhan kelahiran bayi tiap tahun di kecamatan itu?
Po =14; Pt = 27; t = 10; masukkan dalam rumus (8).
x
Maka didapat 27 = 14 (1 + )10
100
atau
x
log 27= log 14 + 10 . log ( 1 + )
100
x
1,4314 = 1,1461 + (10) . log (1 + )
100
Menghasilkan
x 0,2853 x
1,4314– 1,1461 = 10 . log (1 + ) = log (1 + )
100 10 100
atau:
x
log (1 + ) = 0,02853 anti log 0,02853 = 1,0679
100
x x
1 + = 1,0679 = 1,0679 – 1 = 0,0679 ( x) = 6,79
100 100
Jadi rata-rata kelahiran bayi per tahun adalah 6,79 % per tahun.
Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi (DDF), rata-rata ukurnya dihitung dengan rumus:
( fi log xi )Log U = fi
( fi log xi )
Log U =
fi
…… Rumus (9)
xi adalah tanda kelas
harga rata-rata ukur U dicari kembali dari log U (anti log dari U)
Contoh 17: Dari contoh soal materi III, berapa rata-rata ukur nilai dari 60 mahasiswa dalam ujian Statistika?
Setelah data dimasukkan dalam Daftar Distribusi Frekuensi di bawah ini,
Data Nilai
Frekuensi
fi
Tanda kelas (xi)
log xi
fi log xi
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
4
8
13
15
12
8
20
33
46
59
72
85
1,301
1,519
1,663
1,771
1,857
1,929
5,204
12,152
21,619
26,565
22,284
15,432
60
103,256
maka sesuai rumus (9), diperoleh:
103,256
log U = = 1,721
60
log U = 1,721
Untuk mencari harga U, dicari harga anti log dari 1,721
(jika pakai kalkulator fx-4500PA; tekan SHIFT, tekan log (atau tekan 10X), ketik 1,721, tekan EXE.)
Maka didapat harga U = 52,60
Jadi rata-rata ukur nilai ujian Statistika dari 60 mahasiswa adalah 52,60
4. Rata-Rata Harmonik
Untuk data x1, x2, x3, …, xi dalam sebuah sampel berukuran n, maka rata-rata harmonik ditentukan dengan rumus sbb:
nH = ( 1/xi)
n
H =
( 1/xi)
….. Rumus (10)
n
Atau, H =
1/x1 + 1/x2 + 1/x3 + … + 1/xn
Contoh 18: Rata-rata harmonik untuk data: 50, 56, 69, 80, 75, 55, dan 70 ialah:
7 7
H = = = 63,06
1/50 + 1/56 + 1/69 + 1/80 + 1/75 + 1/55 + 1/70 0,111
Penggunaan lain rata-rata harmonik adalah dalam hal berikut:
Contoh 19:
Pak Azhar berangkat ke Surabaya dengan kecepatan 50 km/jam. Sedangkan saat pulangnya dengan kecepatan 20 km/jam. Jarak rumah pak Azhar ke Surabaya 100 km. Berapa rata-rata kecepatan pulang-pergi?
Jawaban otomatis, anda pasti menggunakan rata-rata hitung (rumus (1)), yaitu: ½ (50 + 20) km/jam = 35 km/jam.
Ini jawaban salah, karena jika panjang jalan 100 km, maka untuk pergi diperlukan waktu 2 jam, dan kembali diperlukan waktu 5 jam. Pergi-pulang perlu waktu 7 jam, dan menempuh jarak 2X100 km. Ini berarti rata-rata kecepatan perjalanan pak Azhar adalah: 200/7 = 28,57 km/jam.
Rata-rata kecepatan perjalanan pak Azhar tidak lain adalah rata-rata harmonik (mari kita buktikan dengan rumus 10).
2 2
H = = = 28,57
1/50 + 1/20 0,07
(angka 2 menunjukkan dua kali perjalanan pergi-pulang)
Untuk data dalam Daftar Distribusi Frekuensi, rata-rata harmonik dihitung dengan rumus:
fiH = (fi / xi) …… Rumus (11)
fi
H =
(fi / xi)
Contoh 20:
Dari contoh 17 di atas, rata-rata harmoniknya dapat dihitung dengan bantuan tabel sbb:
Data Nilai
Frekuensi
fi
Tanda kelas (xi)
fi / xi
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
4
8
13
15
12
8
20
33
46
59
72
85
0,200
0,242
0,283
0,254
0,167
0,094
60
1,240
Dari tabel diperoleh fi/xi = 1,240 dengan fi=60. Dengan rumus (11) diperoleh:
60
H = = 48,39 ; jadi rata-rata harmoniknya adalah 48,39
1,240
Dengan melihat contoh 14 dan contoh 17 di atas, diketahui bahwa untuk mata ujian Statistika diperoleh gambaran:
Rata-rata hitung ( x ) = 56,18
Rata-rata Ukur (U) = 52,60, dan
Rata-rata Harmonik = 48,39
Secara umum berlaku ketentuan:
H U x
H U x
Di luar ketentuan ini, berarti penghitungannya salah.
5. Modus
Biasanya modus digunakan untuk menentukan rata-rata dari data kualitatif, atau gambaran terhadap fenomena yang sering terjadi. Sebagai misal, penurunan prestasi belajar siswa banyak disebabkan oleh perhatian orang tua yang kurang terhadap proses belajar anak-anaknya.
Faktor perhatian orang tua ini bisa disebut modus dari penyebab penurunan prestasi belajar siswa.
(untuk pengujian lebih lanjut sampai pada analisa korelasi antara data prestasi belajar dengan perhatian orang tua, data kualitatif perhatian orang tua dikuantifikasikan. Pembahasan lebih lanjut pada materi Analisa Korelasi).
Untuk data kuantitatif, modus ditentukan dengan jalan menentukan frekuensi terbanyak di antara data itu.
Jika data telah disusun dalam Daftar Distribusi Frekuensi, modusnya dapat ditentukan dengan rumus:
b1Mo = b + p ( ) b1 + b2
b1
Mo = b + p ( )
b1 + b2
……. Rumus (12)
b = batas bawah kelas modal, ialah kelas interval dengan frekuensi terbanyak; (= ujung bawah kelas modal – 0,5)
p = panjang kelas modal;
b1 = frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih kecil sebelum tanda kelas modal;
b2 = frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi kelas interval dengan tanda kelas yang lebih besar sesudah tanda kelas modal.
Contoh 21:
Dari contoh 20 di atas, dapat dicari modusnya dengan rumus (12) sbb:
kelas modal = kelas keempat ( f terbanyak)b = (53 - 0,5) = 52,5 b1 = 15 – 13 = 2b2 = 15 – 12 = 3p = 13 2Mo = 52,5 + (13) ( ) 2+3Jadi Mo = 57,7
kelas modal = kelas keempat ( f terbanyak)
b = (53 - 0,5) = 52,5
b1 = 15 – 13 = 2
b2 = 15 – 12 = 3
p = 13
2
Mo = 52,5 + (13) ( )
2+3
Jadi Mo = 57,7
Data Nilai
fi
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
4
8
13
15
12
8
60
6. Median
Median menentukan letak tengah dari suatu data.
Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi, median dapat dihitung dengan rumus:
½ n – FMe = b + p ( ) f
½ n – F
Me = b + p ( )
f
…… Rumus (13)
b = batas bawah kelas median, ialah kelas di mana median akan terletak,
p = panjang kelas median;
n = ukuran sampel atau banyak data;
F = jumlah semua frekuensi pada semua tanda kelas lebih kecil dari tanda kelas median;
f = frekuensi kelas median
Contoh 22:
Dari contoh 21 di atas, dapat dicari harga mediannya sbb:
Data Nilai
fi
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
4
8
13
15
12
8
60
Setengah dari seluruh data adalah 60/2 = 30.
Dengan demikian, median akan terletak di kelas interval keempat, karena sampai pada kelas interval keempat, jumlah frekuensi sudah lebih dari 30, dan tidak kurang dari 30. (selanjutnya kelas interval keempat disebut sebagai kelas median)
Dari kelas median ini didapat:
b = (53 - 0,5) = 52,5; p = 13; dan f = 15; adapun F = 4 + 8 + 13 = 25.
Dengan demikian harga Me adalah:
30 – 25
Me = 52,5 + (13) ( ) = 52,5 + 4,33 = 56,83 Jadi Me = 56,83
15
Dari hasil penghitungan pada contoh 4, 11 dan 12 di atas, didapat hasil:
Rata-rata ( x ) = 56,18; Me = 56,83; dan Mo = 57,7
Jika digambar dalam bentuk kurva, akan terlihat sbb:
f
Kurva ini miring ke kanan,
berarti ini kurva negatif, yang menggambarkan banyak gejala yang bernilai makin besar.
nilai
x Me Mo ( x < Me < Mo )
Gambar 1: Kurva negatif
Bandingkan dengan kurva positif di bawah ini:
f Kurva ini miring ke kiri, yang menggambarkan adanya sedikit gejala yang bernilai makin besar.
nilai
Mo Me x (Mo < Me < x )
Gambar 2: Kurva positif
Untuk kasus penghitungan contoh 4, 11, dan 12 di atas, di mana gambar kurvanya negatif ( x < Me < Mo), menandakan gejala bahwa banyak siswa yang memperoleh nilai makin besar. Ini bisa disebabkan karena siswa-siswa tersebut memang cerdas dan pandai, atau disebabkan karena soal ujiannya terlalu mudah.
Sebaliknya, jika dari hasil suatu ujian, diperoleh gambaran Mo < Me < x, dan jika digambar menghasilkan kurva positif (miring ke kiri), ini menandakan bahwa terdapat sedikit gejala siswa yang bernilai makin besar (banyak siswa yang bernilai kecil). Ini bisa saja disebabkan karena siswa-siswa yang mengikuti ujian itu kurang persiapan atau kurang pintar, atau disebabkan karena soal ujiannya terlalu sulit (materi ujian belum pernah dijelaskan).
Gambaran tentang Modus, Rata-rata, dan Median, serta gambar kurvanya, dapat dijadikan bahan evaluasi proses belajar-mengajar seorang guru, dan evaluasi hasil belajar siswa keseluruhan.
Latihan Soal 4: (tugas rumah)
Data dari Latihan Soal 1 tentang Penghasilan Keluarga per Tahun di Wilayah Dusun X tahun 2010 (dalam jutaan rupiah):
21 10 33 42 51 60 72 80 91 13
22 34 44 52 62 72 82 96 18 25
34 45 53 62 75 86 98 26 36 45
54 63 76 87 99 38 46 55 63 76
87 99 38 46 55 63 76 87 39 47
55 63 78 88 31 48 56 64 78 49
56 64 79 42 56 68 45 57 69 46
24 42 60 66 45 77 68 94 83 14
1). Tentukan harga Rata-Rata Hitung.
2). Tentukan harga Rata-rata Ukur' dan
3). Rata-Rata Harmonik.
4). Tentukan harga Mediannya.
5). Tentukan harga Modusnya.
6). Gambarkan hasilnya dalam suatu kurva (bersifat positif atau negatif)
7). Dari gambar kurva, simpulkan kecenderungan apa yang nampak!
(langkah awal, buat dulu Daftar Distribusi Frekuensinya).
Bagian IV
UKURAN LETAK
Ukuran letak membahas posisi (letak) suatu nilai dari data pada suatu distribusi frekuensi. Pemahaman mengenai ukuran letak ini akan sangat bermanfaat manakala seorang peneliti ingin membagi suatu distribusi menjadi beberapa katagori sesuai kebutuhan penelitiannya.
Misalnya peneliti membutuhkan nilai-nilai yang ada di suatu distribusi frekuensi mengenai penghasilan orangtua mahasiswa di suatu perguruan tinggi menjadi empat bagian. Pembagian ini dibutuhkan berkaitan dengan pemberian subsidi beasiswa, di mana 25% dari penghasilan terendah akan diberikan subsidi sebesar 200 ribu/bulan; 25% di atasnya akan diberikan beasiswa 100 ribu/bulan; 25% di atasnya lagi akan diberikan beasiswa 50 ribu/bulan; dan 25% selanjutnya tidak diberikan beasiswa.
Untuk keperluan pembagian data semacam itu, maka hanya konsep ukuran letak yang bisa menjawabnya. Jika distribusi data dibagi menjadi empat bagian, maka disebut kuartil, dan jika dibagi sepuluh bagian, disebut desil.
Kuartil
Jika median membagi distribusi menjadi dua bagian, maka Kuartil membagi distribusi menjadi empat bagian yang sama, masing-masing bagian 25%. Pada suatu distribusi terdapat tiga Kuartil: K1, K2, dan K3. Pembagiannya dalam kurva dapat digambarkan sbb:
f
25% 25% 25% 25%
K1 K2 K3 Nilai Data
Gambar 3: Pembagian Distribusi Kuartil
a. Untuk Data Tunggal
Rumus untuk menentukan letak kuartil:
Letak Kuartil 1 (K1) = ¼ (n + 1)
Letak Kuartil 2 (K2) = 2/4 (n + 1) = ½ (n + 1)
Letak Kuartil 3 (K3) = ¾ (n + 1)
Atau,
Ki = i/4 (n + 1)
(pembagi 4 merupakan pembagian empat bagian distribusi dalam kuartil)
Contoh 23:
Tentukan Letak dan Nilai K1, K2, dan K3 dari data berikut:
2 5 4 8 9 12 3 7 9 10 11
Jawab:
Untuk mencari Nilai K1, K2, dan K3 digunakan langkah-langkah sbb:
Data diurutkan dari yang terkecil:
2 3 4 5 7 8 9 9 10 11 12
Menentukan letak K1, K2, dan K3 dengan rumus di atas:
Letak Kuartil 1 (K1) = ¼ (11 + 1) = 3
Letak Kuartil 2 (K2) = ½ (11 + 1) = 6
Letak Kuartil 3 (K3) = ¾ (11 + 1) = 9
Menentukan nilai K1, K2, dan K3 berdasarkan letak masing-masing kuartil:
Nilai K1 yang terletak pada urutan ke-3, yaitu: 4
Nilai K2 yang terletak pada urutan ke-6, yaitu: 8
Nilai K3 yang terletak pada urutan ke-9, yaitu: 10
b. Untuk Data Berkelompok
Letak Kuartil 1 (K1) = ¼ n
Letak Kuartil 2 (K2) = ½ n
Letak Kuartil 3 (K3) = ¾ n ; atau Ki = i/4 . n
Dengan menurunkan rumus Median (Rumus 13), Nilai Kuartil dapat dicari dengan rumus:
i/4 n – FKuartil i (Ki) = bi + p ( ) fKi
i/4 n – F
Kuartil i (Ki) = bi + p ( )
fKi
(Rumus 14)
Contoh 24:
Dari hasil ujian Statistika 1, diperoleh data nilai dari 100 mahasiswa seperti tertera pada table di bawah ini. Tentukan distribusi nilai dengan ukuran kuartil!
Tabel 10: Distribusi Frekuensi Untuk Menghitung Nilai Kuartil
Nilai Data
Frekuensi (f)
Frekuensi Kumulatif
Batas bawah kelas (b)
26 – 30
31 – 35
36 – 40
41 – 45
46 – 50
51 – 55
56 – 60
61 – 65
66 – 70
71 – 75
76 – 80
3
5
7
12
13
15
14
11
10
6
4
3
8
15
27
40
55
69
80
90
96
100
25,5
30,5
35,5
40,5
45,5
50,5
55,5
60,5
65,5
70,5
75,5
n = 100
Jawab:
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan Letak Kuartil.
Letak K1 = ¼ n = ¼ x 100 = 25 (dilihat berdasarkan letak frekuensi kumulatifnya)
Letak K2 = ½ n = ½ x 100 = 50
Letak K3 = ¾ n = ¾ x 100 = 75
Langkah selanjutnya adalah menentukan Nilai Kuartilnya dengan rumus 14:
25 – 15
K1 = 40,5 + 5 ( ) = 40,5 + 4,17 = 44,67
12
50 – 40
K2 = 50,5 + 5 ( ) = 50,5 + 3,33 = 53,83
15
75 – 69
K3 = 60,5 + 5 ( ) = 60,5 + 2,73 = 63,23
11
Jika hasil perhitungan di atas disajikan dalam bentuk gambar, maka akan nampak sbb:
f
25% 25% 25% 25%
44,67 53,83 63,23 Nilai
Gambar 4: Kurva Distribusi Kuartil Nilai Statistika
Dari gambar kurva di atas, nampak bahwa 25% mahasiswa memperoleh nilai 44,67. Lima puluh prosen (50%) memperoleh nilai 53,83; dan di antara 53,83 sampai 63,23 sebesar 25%, serta di atas 63,23 sebesar 25%.
Desil
Desil membagi suatu distribusi menjadi sepuluh bagian yang sama, masing-masingnya 10%. Dalam suatu distribusi terdapat 9 desil, yaitu desil 1 (D1) sampai desil 9 (D9).
Pembagian distribusi desilnya dapat digambarkan sbb:
f
10% 10%
10% 10%
10% 10% 10% 10%
10% 10%
D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9
Gambar 5: Pembagian Distribusi Desil
Dari gambar di atas, letak Desil 5 (D5) sama letaknya dengan nilai Median dan Kuartil 2 (K2), yakni tepat pada posisi tengah, sehingga nilai D5 juga sama dengan nilai Median dan K2.
Untuk Data Tunggal
Letak Desil 1 (D1) = 1/10 (n + 1)
Letak Desil 2 (D2) = 2/10 (n + 1)
Letak Desil 3 (D3) = 3/10 (n + 1)
Letak Desil 6 (D6) = 6/10 (n + 1)
Letak Desil 9 (D9) = 9/10 (n + 1)
Contoh 25: Carilah nilai D1, D2, D6, dan D9 dari data berikut:
2 5 4 8 9 12 3 7 9 10 11
Jawab:
Data diurutkan:
2 3 4 5 7 8 9 9 10 11 12
Letak D1 = 1/10 (11 + 1) = 1,2 dibulatkan menjadi 1
Letak D2 = 2/10 (11 + 1) = 2,4 dibulatkan menjadi 2
Letak D6 = 6/10 (11 + 1) = 7,2 dibulatkan menjadi 7
Letak D9 = 9/10 (11 + 1) = 10,8 dibulatkan menjadi 11
Nilai D1 terletak pada urutan ke-1, yaitu 2
Nilai D2 terletak pada urutan ke-2, yaitu 3
Nilai D6 terletak pada urutan ke-7, yaitu 9
Nilai D9 terletak pada urutan ke-11, yaitu 12
Untuk Data Berkelompok
Letak Desil 1 (D1) = 1/10 . n
Letak Desil 2 (D2) = 2/10 . n
Letak Desil 3 (D3) = 3/10 . n dan seterusnya sampai D9 = 9/10 x n.
Atau, Di = i/10 . n ; di mana i adalah urutan ke-i dari desil
Dengan menurunkan rumus Median, nilai desil dapat dicari dengan rumus:
i/10 .n – FDesil ke-i (Di) = bi + p ( ) fDi
i/10 .n – F
Desil ke-i (Di) = bi + p ( )
fDi
(Rumus 15)
Contoh 26:
Dari contoh 24 Tabel 10 di atas, hitunglah Letak dan Nilai dari Desil 1, 2, 6 dan 9.
Tabel 11: Distribusi Frekuensi Untuk Menghitung Nilai Desil
Nilai Data
Frekuensi (f)
Frekuensi Kumulatif
Batas bawah kelas (b)
26 – 30
31 – 35
36 – 40
41 – 45
46 – 50
51 – 55
56 – 60
61 – 65
66 – 70
71 – 75
76 – 80
3
5
7
12
13
15
14
11
10
6
4
3
8
15
27
40
55
69
80
90
96
100
25,5
30,5
35,5
40,5
45,5
50,5
55,5
60,5
65,5
70,5
75,5
n = 100
Penentuan Letak Desil:
Letak D1 = 1/10 x n = 1/10 x 100 = 10
Letak D2 = 2/10 x n = 2/10 x 100 = 20
Letak D6 = 6/10 x n = 6/10 x 100 = 60
Letak D9 = 9/10 x n = 9/10 x 100 = 90
Setelah didapatkan letak kelas desilnya, kemudian hitung nilai untuk masing-masing desil dengan rumus 15.
10 – 8
D1 = 35,5 + 5 ( ) = 35,5 + 1,428 = 36,928 = 36,99
7
20 – 15
D2 = 40,5 + 5 ( ) = 40,5 + 2,083 = 42,583 = 42, 58
12
60 – 55
D6 = 55,5 + 5 ( ) = 55,5 + 1,785 = 57,285 = 57, 29
14
90 – 80
D9 = 65,5 + 5 ( ) = 65,5 + 5 = 70,5
10
Letak dan nilai desilnya dapat digambarkan sbb:
10% 10%
10% 10% 10% 10%
10% 10%
10% 10%
36,99 42,58 ? ? 57,29 ? 70,5
Gambar 6: Kurva Distribusi Desil Nilai Statistika
Dari gambar di atas, dapat diketahui, bahwa hanya ada 10% mahasiswa yang mendapatkan nilai Statistika di atas 70,5.
Hitung lebih lanjut untuk menentukan nilai D3 dan D8!
3. Persentil
Persentil membagi distribusi suatu data menjadi seratus bagian yang sama, yaitu masing-masing bagian 1%. Dalam suatu distribusi terdapat 99 persentil (P1 s/d P99). (lihat gambar).
1% 1%
P1 P50 P99
Gambar 7: Pembagian Distribusi Persentil
Dari gambar di atas, nampak bahwa letak P50 sama dengan letak Median, Kuartil 2 (K2) dan Desil 5 (D5), yaitu tepat berada pada posisi tengah, sehingga nilai P5 = Median = K2 = D5.
1. Untuk Data Tunggal
Letak Persentil 1 (P1) = 1/100 (n + 1)
Letak Persentil 5 (P5) = 5/100 (n + 1)
Letak Persentil 70 (P70) = 70/100 (n + 1) ….
Pi = i/100 (n + 1) ; di mana i adalah urutan ke-i
Contoh 27:
Cari nilai P8 dari data berikut:
2 5 4 8 9 12 3 7 9 10 11
Jawab:
Data diurutkan: 2 3 4 5 7 8 9 9 10 11 12
Letak persentil 8 (P8) = 8/100 (11 + 1) = 0,96 dibulatkan 1
Nilai Persentil 8 (P8) terletak pada urutan ke-1, yaitu 2
2. Untuk Data Berkelompok
Letak Persentil 1 (P1) = 1/100 . n
Letak Persentil 5 (P5) = 5/100 . n
Letak Persentil 70 (P70) = 70/100 . n
Letak Persentil 86 (P86) = 86/100 . n
Atau;
Pi = i/100 . n
Dengan menurunkan rumus Median, nilai Persentil dapat dicari dengan rumus:
i/100 .n – FPersentil ke-i (Pi) = bi + p ( ) fPi
i/100 .n – F
Persentil ke-i (Pi) = bi + p ( )
fPi
(Rumus 16)
Contoh 28:
Dari Contoh 26 Tabel 11 di atas, hitunglah Letak dan Nilai dari Persentil 1 (P1), P5, P30, dan P86
Jawab:
Letak P1 = 1/100 . 100 = 1 ; Letak P5 = 5/100 . 100 = 5
Letak P30 = 30/100 . 100 = 30 ; Letak P86 = 86/100 . 100 = 86
Setelah didapatkan letak kelas persentil, kemudian dihitung nilai masing-masing persentil menggunakan rumus 16:
1 – 0
Nilai P1 = 25,5 + 5 ( ) = 25,5 + 1,667 = 27,167
3
5 – 3
Nilai P5 = 30,5 + 5 ( ) = 30,5 + 2 = 32,5
5
30 – 27
Nilai P30 = 45,5 + 5 ( ) = 45,5 + 1,15 = 46,65
13
86 – 80
Nilai P86 = 65,5 + 5( ) = 65,5 + 3 = 68,5
10
Latihan Soal 5:
Data dari Latihan Soal 1 tentang Penghasilan Keluarga per Tahun di Wilayah Dusun X tahun 2010 (dalam jutaan rupiah), diperoleh data sbb:
21 10 33 42 51 60 72 80 91 13
22 34 44 52 62 72 82 96 18 25
34 45 53 62 75 86 98 26 36 45
54 63 76 87 99 38 46 55 63 76
87 99 38 46 55 63 76 87 39 47
55 63 78 88 31 48 56 64 78 49
56 64 79 42 56 68 45 57 69 46
24 42 60 66 45 77 68 94 83 14
Tentukan:
1. Distribusi Letak dan Nilai Kuartilnya
2. Distribusi Letak dan Nilai Desil 1, 2, 3, 8, dan 9
3. Distribusi Letak dan Nilai Persentil 5, 15, 30, dan 75
4. Jika pemerintah ingin membagi dana bantuan sosial kepada 30 % penduduk di Dusun X tersebut, berapa batas atas (tertinggi) penghasilan penduduk yang bisa memperoleh dana bantuan tersebut?
5. Jika 33% pendapatan tertinggi penduduk Dusun X diharuskan untuk berinfaq, berapakah batas terendah pendapatannya?
Latihan Soal 6 (Tugas Rumah)
Berikut ini adalah data gaji karyawan suatu perusahaan di kota kecil "X":
Gaji karyawan
(dalam ribuan Rp)
Jumlah Karyawan
701 – 1000
1001 – 1300
1301 – 1600
1601 – 1900
1901 – 2200
2201 – 2500
2501 – 2800
2801 – 3100
3101 – 3400
3401 – 3700
3701 – 4000
4001 – 4300
4301 – 4600
4601 – 4900
9
7
8
13
15
17
11
9
7
5
3
4
2
1
111
Berdasar data di atas:
Berapakah rata-rata gaji karyawan tersebut?
Berapakah nilai tengah gaji karyawan?
Berapakah batas bawah gaji karyawan yang mempunyai gaji 10% tertinggi?
Berapakah batas bawah gaji karyawan yang mempunyai gaji 15% tertinggi?
Berapakah batas bawah gaji karyawan yang mempunyai gaji 25% tertinggi?
Berapakah batas atas gaji karyawan yang mempunyai gaji 10% terendah?
Berapakah batas atas gaji karyawan yang mempunyai gaji 15% terendah?
Berapakah batas atas gaji karyawan yang mempunyai gaji 25% terendah?
Jika 22% karyawan yang mempunyai gaji terendah akan dinaikkan gajinya sebesar 5%, berapakah batas atas gaji karyawan yang akan mengalami kenaikan gaji tsb?
Jika 27% karyawan yang mempunyai gaji tertinggi diwajibkan membayar infaq sebesar 2,5% dari gajinya, berapakah batas bawah gaji karyawan yang terkena kewajiban infaq tersebut?
Kuis Matakuliah Statistika Waktu: 70 menit
Soal:
Nilai rata-rata ujian Statistika sekelompok mahasiswa yang berjumlah 40 orang adalah 6,2. Jika seorang mahasiswa dalam kelompok ini mendapat nilai 8,5 tidak dimasukkan dalam perhitungan rata-rata tersebut, berapa nilai rata-rata ujian ke-39 mahasiswa tersebut?
Gaji rata-rata suatu perusahaan Rp 250.000,00 per minggu. Gaji rata-rata pegawai pria Rp 260.000,00 per minggu, sedang gaji rata-rata pegawai wanitanya Rp 210.000,00 per minggu. Berapakah perbandingan jumlah pegawai pria dan wanita di perusahaan itu?
Tentukan laju pertumbuhan rata-rata penduduk Indonesia jika pada akhir tahun 1946 dan akhir tahun 1956 jumlah penduduk masing-masing 60 juta dan 78 juta jiwa!
Seorang pedagang kain sutra di Pasar Turi Surabaya memperoleh hasil penjualan per minggu sbb:
- minggu pertama, dapat menjual 15 helai seharga Rp 60.000,00/helai
- minggu kedua, dapat menjual 35 helai seharga Rp 50.000,00/helai
- minggu ketiga, dapat menjual 25 helai seharga Rp 46.000,00/helai
- minggu keempat, dapat menjual 45 helai seharga Rp 32.000,00/helai.
Berapakah harga rata-rata kain sutra tersebut per helai?
5. Berikut ini adalah data gaji karyawan suatu perusahaan di kota "X":
Gaji karyawan
(dalam ribuan Rp)
5.1. Jika 30% karyawan yang mempunyai gaji terendah akan dinaikkan gajinya sebesar 10%, berapakah batas atas gaji karyawan yang akan mengalami kenaikan gaji tsb?Jika 35% karyawan yang mempunyai gaji tertinggi diwajibkan membayar infaq sebesar 2,5% dari gajinya, berapakah batas bawah gaji karyawan yang terkena kewajiban infaq tersebut?Jumlah Karyawan
5.1. Jika 30% karyawan yang mempunyai gaji terendah akan dinaikkan gajinya sebesar 10%, berapakah batas atas gaji karyawan yang akan mengalami kenaikan gaji tsb?
Jika 35% karyawan yang mempunyai gaji tertinggi diwajibkan membayar infaq sebesar 2,5% dari gajinya, berapakah batas bawah gaji karyawan yang terkena kewajiban infaq tersebut?
701 – 1000
1001 – 1300
1301 – 1600
1601 – 1900
1901 – 2200
2201 – 2500
2501 – 2800
2801 – 3100
3101 – 3400
3401 – 3700
3701 – 4000
4001 – 4300
4301 – 4600
4601 – 4900
9
7
8
13
15
17
11
9
7
5
3
4
2
2
112
Bagian V
UKURAN SIMPANGAN
Dalam materi ini kita akan mempelajari: Rata-rata simpangan, Simpangan baku (standar deviasi), dan Bilangan Baku. Kesemua hal itu dipakai untuk membandingkan keadaan atau fenomena suatu data.
1. Rata-Rata Simpangan
Rata-Rata simpangan ini digunakan untuk menentukan jarak suatu data dengan rata-rata x. Jarak ini ditulis dengan simbol "xi – x " (baca: harga mutlak dari selisih xi dengan x ).
Jika hasil pengamatan terhadap sampel sejumlah n diperoleh data yang berbentuk x1, x2, x3, ..., xn, maka rata-rata simpangan (rata-rata deviasi) dapat dicari dengan rumus:
"xi – x"RS = n
"xi – x"
RS =
n
...... Rumus (14)
Contoh 13:
Dari contoh 12 pada Materi IV, Rata-Rata deviasinya dapat diperoleh sbb:
(diketahui rata-rata x = 56,18)
Data Nilai
fi
xi
xi - x
" xi-x "
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
4
8
13
15
12
8
20
33
46
59
72
85
-36,18
-23,18
-10,18
2,82
15,82
28,82
36,18
23,18
10,18
2,82
15,82
28,82
60
117
Dari tabel/daftar di atas, diketahui n = 60; dan "xi – x" = 117, maka
sesuai rumus (14), harga rata-rata simpangan RS = 117/60 = 1,95
2. Simpangan Baku (standar deviasi) dan Varians
Simpangan baku untuk sampel disimbolkan dengan s, sedangkan untuk varians disimbolkan s2 (pangkat dua simpangan baku).
Jika kita mempunyai sampel berukuran n dengan data x1, x2, x3, ..., xn; dan rata-rata x, maka statistik s2 dihitung dengan rumus:
(xi – x)2 s2 = n - 1
(xi – x)2
s2 =
n - 1
.......... Rumus (15-a)
Harga simpangan baku (s) adalah akar dari s2. Rumus di atas disebut rumus varians sampel.
Contoh 14:
Terdapat sampel dengan data: 8, 7, 10, 11, 4
Untuk menentukan simpangan baku s, kita buat tabel berikut:
Dari data di atas, rata-rata x = 8 (xi – x)2 = 30; dan n = 5Sesuai rumus (15-a), diperoleh 30s2 = = 7,5 ; 4Sehingga harga s = 7,5 = 2,74
Dari data di atas, rata-rata x = 8
(xi – x)2 = 30; dan n = 5
Sesuai rumus (15-a), diperoleh
30
s2 = = 7,5 ;
4
Sehingga harga s = 7,5 = 2,74
xi
xi - x
(xi – x)2
8
7
10
11
4
0
-1
2
3
-4
0
1
4
9
16
30
Di samping rumus (15-a) di atas, terdapat rumus lain untuk menghitung simpangan baku s, atau varians s2.
n xi2 – ( xi)2 s2 = n(n – 1)
n xi2 – ( xi)2
s2 =
n(n – 1)
............. Rumus (15-b)
Sangat dianjurkan anda menggunakan rumus (15-b), karena tingkat kekeliruannya lebih kecil (tingkat ketelitiannya lebih tinggi).
Coba anda selesaikan contoh 14 di atas dengan rumus (15-b). Bagaimana hasilnya? (perhatikan, kolom apa saja yang diperlukan untuk membuat tabel).
(kedua rumus di atas (15-a dan 15-b) tidak bisa digunakan untuk data yang telah tersusun dalam daftar distribusi frekuensi).
Jika data dari sampel telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi (DDF), maka untuk menentukan simpangan baku s, atau varians s2 dipakai rumus sbb:
fi (xi – x)2 s2 = n – 1
fi (xi – x)2
s2 =
n – 1
......... Rumus (16-a)
Atau, lebih baik anda menggunakan rumus berikut ini:
n fi xi2 – ( fi xi)2 s2 = n (n – 1)
n fi xi2 – ( fi xi)2
s2 =
n (n – 1)
............ Rumus (16-b)
Perbedaan kedua rumus di atas adalah, Rumus (16-a) menggunakan rata-rata x, sedangkan rumus (16-b) hanya menggunakan nilai tengah atau tanda kelas interval.
Contoh 15:
Dari contoh 13 di atas, tentukan harga simpangan bakunya!
(langkah awal anda harus membuat tabel dengan kolom-kolom yang dibutuhkan).
A. Penyeselaian dengan rumus (16-a):
x = 56,18
Data Nilai
fi
xi
xi - x
(xi – x)2
fi (xi – x)2
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
4
8
13
15
12
8
20
33
46
59
72
85
-36,18
-23,18
-10,18
2,82
15,82
28,82
1308,9924
537,3124
103,6324
7,9524
250,2724
830,5924
5235,9696
4298,4992
1347,2212
119,2860
3003,2688
6644,7392
60
20648,9840
Dari tabel diperoleh fi (xi – x)2 = 20648,9840 dan n – 1 = 59
20648,9840
maka s2 = = 349,983 harga varians
59
Harga simpangan bakunya adalah, s = 349,983 = 18,71
n fi xi2 – ( fi xi) 2 s2 = n (n – 1)B. Penyelesaian dengan rumus 16-b:
n fi xi2 – ( fi xi) 2
s2 =
n (n – 1)
Data Nilai
fi
xi
xi2
fixi
fixi2
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
4
8
13
15
12
8
20
33
46
59
72
85
400
1089
2116
3481
5184
7225
80
264
598
885
864
680
1600
8712
27508
52215
62208
57800
60
3371
210043
Dari penghitungan dalam tabel di atas, diperoleh:
fi xi2 = 210043
fi xi = 3371 ( fi xi)2 = 11363641
60. 210043 – (3371)2 12602580 - 11363641
s2 = = = 349,983
60 (59) 3540
Harga varians, s2 = 349,983
sehingga harga simpangan baku, s = 349,983 = 18,71
(dengan rumus 16-a dan rumus 16-b, diperoleh hasil yang sama).
Latihan soal 7:
Dari Latihan Soal 4, tentukan simpangan bakunya! (Anda dibantu dengan tabel di bawah ini –menggunakan rumus 16-b)
Data nilai
fi
xi
xi2
fixi
fixi2
31 – 40
41 – 50
51 – 60
61 – 70
71 – 80
81 – 90
91 – 100
2
2
16
27
18
11
4
35,5
45,5
55,5
65,5
75,5
85,5
95,5
1260,25
2070,25
3080,25
4290,25
5700,25
7310,25
9120,25
71
91
888
1768,5
1359
940,5
382
2520,5
4140,5
49284
115836,75
102604,5
80412,75
36481
80
5500
391280
3. Bilangan Baku
Penyimpangan atau deviasi dari rata-rata dinyatakan dalam satuan simpangan baku. Dan bilangan yang didapat dinamakan bilangan z.
Jika terdapat sebuah sampel berukuran n dengan data: x1, x2, x3,...,xn sedangkan rata-ratanya = x, dan simpangan baku = s, maka dari sini akan membentuk data baru z1, z2, z3, ..., zn dengan rumus:
xi – x zi = untuk i = 1, 2, 3, ..., n s
xi – x
zi = untuk i = 1, 2, 3, ..., n s
.... Rumus (17-a)
Data baru berupa variabel z1, z2, z3, ..., zn ternyata mempunyai rata-rata = 0, dan simpangan baku = 1.
xi – xzi = xo + so ( ) sBilangan z ini sering diubah menjadi keadaan distribusi baru, yang mempunyai rata-rata xo, dan simpangan baku so yang ditentukan. Bilangan inilah yang disebut bilangan baku, yang dapat dicari dengan rumus:
xi – x
zi = xo + so ( )
s
..... Rumus (17-b)
Perhatikan, bahwa untuk xo = 0 dan so = 1, rumus (17-b) dapat diubah menjadi rumus (17-a), sehingga bilangan z sering disebut bilangan standar.
Bilangan z ini sering dipakai untuk membandingkan keadaan distribusi fenomena (suatu hal).
Contoh 16:
Seorang mahasiswa mendapat nilai 86 pada ujian matematika di mana rata-rata dan simpangan baku kelompok (pada pelajaran matematika) masing-masing 78 dan 10. Dan pada ujian statistika mendapat nilai 92 dengan rata-rata kelompok 84 dan simpangan baku 18. Dalam mata ujian mana ia mencapai kedudukan yang lebih baik?
Dengan rumus (17-a), diperoleh bilangan baku z:
86 - 78
Untuk matematika, z = = 0,8
10
(0,8 standar deviasi di atas rata-rata)
92 - 84
Untuk statistika, z = = 0,44
18
(0,44 standar deviasi di atas rata-rata)
Dari harga z ini, mahasiswa itu mendapat kedudukan lebih tinggi pada pelajaran matematika.
Contoh 17:
Seorang mahasiswa mendapat nilai ujian Bahasa Arab 76, di mana rata-rata dan standar deviasi kelasnya untuk mata ujian Bahasa Arab masing-masing 56 dan 10.
Sedangkan nilai ujian Tafsir 87 dengan rata-rata dan standar deviasi pada ujian Tafsir masing-masing 80 dan 14. Dalam mata ujian mana mahasiswa tersebut mencapai kedudukan nilai yang lebih baik?
Diketahui:
Untuk Ujian Bahasa Arab, x = 76; x = 56; dan s = 10
76 – 56
Harga z = = 2 (2 s di atas rata-rata)
10
Untuk Ujian Tafsir, x = 87; x = 80; dan s = 14
87 – 80
Harga z = = 0,5 ( 0,5s di atas rata-rata)
14
Jadi mahasiswa tersebut lebih baik posisi nilainya dalam ujian Bahasa Arab, karena posisi nilainya berada 2s di atas rata-rata. Sedangkan nilai ujian Tafsir posisi nilainya berada 0,5s di atas rata-rata.
Dengan demikian, kendati nilai 76 < 87, tidak berarti nilai 87 lebih baik dari nilai 76.
Latihan soal 8:
Seorang siswa memperoleh nilai ujian Aqidah Akhlaq 96, rata-rata kelas untuk ujian AA adalah 74, dan simpangan bakunya 10. Sedangkan dalam ujian PPKN, ia memperoleh nilai 100, dengan rata-rata kelas untuk hasil ujian PPKN adalah 71,85 dan s = 15,5. Pada bidang pelajaran manakah siswa tersebut memperoleh posisi nilai yang lebih baik?
Dua perusahaan A dan B masing-masing memperoleh laba sebesar Rp 45.000,00 dan Rp 37.500,00 dalam bulan yang sama. Jika laba rata-rata perusahaan A sebesar Rp 32.000,00 dengan simpangan baku Rp 8.500,00; dan perusahaan B rata-rata labanya sebesar Rp 26.000,00 dengan simpangan baku Rp 5.500,00; perusahaan manakah yang memiliki prestasi keuntungan lebih baik?
Bagian VI
KURVA NORMAL, SEBARAN DATA, DAN PERINGKAT DATA (NILAI)
Kurva normal adalah suatu poligon yang telah dimuluskan, yang berbentuk menyerupai genta, ordinatnya melukiskan frekuensi (f), dan absisnya melukiskan variabel nilai. Kurva normal ini selalu berbentuk simetris dan mempunyai sebuah puncak. Kurva dengan sebuah puncak disebut unimodal. Ini berbeda dengan kurva positif dan kurva negatif yang telah dibahas terdahulu.
Gambar 3: Kurva normal
f
nilai
-3s -2s -1s x 1s 2s 3s
0s
Luas daerah di bawah kurva seluruhnya: 100 %
Luas daerah antara x sampai 3s (-3s) adalah: 50 %
Luas daerah antara x sampai 2s (-2s) adalah: 47,72 %
Luas daerah antara x sampai 1s (-1s) adalah: 34,13 %
Luas daerah antara -1s sampai 1s adalah: 68,26 %
Dalam penghitungan, kurva normal hanya memberikan persentase setinggi-tingginya 50 %. Dan untuk menentukan luas daerah tertentu di bawah kurva, di samping dengan menghitung angka standar (bilangan baku) (z), juga menggunakan Tabel Distribusi Normal.
Dengan kurva normal dan angka standar (z), kita akan mengetahui posisi atau keadaan suatu data (nilai), sebagaimana telah diberikan pada contoh 16 dan 17 (materi V).
SEBARAN DATA & PENENTUAN PERINGKAT DATA (NILAI)
Pada umumnya para peneliti atau pendidik menghendaki informasi lebih banyak mengenai sebaran data dari hasil penelitiannya, atau jika bagi seorang pendidik, dari nilai para peserta didiknya.
Misalnya, pada hasil suatu ujian, ingin diketahui:
Pada keadaan (posisi) yang bagaimana nilai 85 dari suatu mata ujian?
Berapa jumlah mahasiswa yang bernilai lebih besar dari 85?
Berapa jumlah mahasiswa yang bernilai lebih kecil dari 85?
Berapa jumlah mahasiswa yang bernilai kurang dari 50?
Jika batas ketidaklulusan adalah nilai D, berapa nilai D itu, dan berapa jumlah mahasiswa yang tidak lulus? Dst.
Pertanyaan-pertanyaan di atas tak dapat dijawab apabila hanya diketahui rata-rata (x) dan standar deviasinya (s) saja. Hal itu hanya dapat diselesaikan dengan distribusi normal, yang digambarkan dengan kurva normal dan penghitungan bilangan standar (z).
Di samping itu juga perlu diketahui ketentuan batasan nilai standar (di mana untuk 0 s = x ), yang secara statistik dipatok sbb:
Nilai A jika 1,5s < z
Nilai B jika 0,5s < z 1,5s
Nilai C jika -0,5s < z 0,5s
Nilai D jika -1,5s < z -0,5s
Nilai E jika z -1,5s
Gambar 4 : distribusi z untuk peringkat nilai
f
C
D B
E A
Nilai z
-3s -2s -1,5s -1s -0,5s 0s 0,5s 1s 1,5s 2s 3s
Contoh 18:
Nilai ujian Statistika dari 68 mahasiswa FAI semester V Tahun Ajaran 1999/2000 adalah sbb:
61 45 39 43 61 28 74 57 62 39
42 30 24 50 45 49 22 72 54 44
62 75 48 18 13 70 13 51 72 33
79 59 31 73 30 29 53 50 55 46
30 36 34 80 55 71 66 50 64 68
61 83 32 54 53 60 38 64 81 25
37 17 21 12 21 18 18 47
Tentukan:
Rata-Ratanya (x)
Standar deviasi (s);
Angka standar (z) untuk nilai rata-rata x
Peringkat nilai (A, B, C, D, E) berdasar angka standar z
Berapa jumlah mahasiswa pada masing-masing peringkat nilai?
Berapa jumlah mahasiswa yang tidak lulus (nilai D dan E)?
Penyelesaian:
Nilai tertinggi = 83; nilai terendah = 12
Rentang = 83 – 12 = 71
Jumlah kelas interval = 1 + (3,3) log 68 = 7,04 7
p = 71/7 = 10,143 10 atau 11 (kita ambil 11)
Nilai
fi
xi
fi xi
xi – x
(xi – x)2
fi (xi – x)2
12 – 22
23 – 33
34 – 44
45 – 55
56 – 66
67 – 77
78 – 88
10
10
9
16
11
8
4
17
28
39
50
61
72
83
170
280
351
800
671
576
332
-29,765
-18,765
-7,765
3,235
14,235
25,235
36,235
885,995
352,125
60,295
10,465
202,635
636,805
1312,975
8859,550
3521,250
542,655
167,440
2228,985
5094,440
5251,900
68
3180
25666,220
3180 25666,220
1) x = = 46,765 2) s2 = = 383,078 s = 383,078 = 19,57
68 67
3) Rumus angka standar adalah:
xi – xz = s
xi – x
z =
s
Karena nilai xi yang dimaksud adalah nilai rata-rata, maka harga z-nya adalah:
46,765 – 46,765
z = = 0
19,57
Gambar 5: distribusi z = 0
z =0
Ini berarti bahwa z = 0 adalah letak (posisi) nilai rata-rata x
4) Dengan memerhatikan batasan nilai standar, dan Gambar 4 di atas, maka dapat ditentukan batas posisi nilai sbb:
Nilai A; jika 1,5s < z
Posisi nilai A adalah jika 1,5 < z (1,5 s di atas rata-rata x ).
x – x x – 46,765
z = 1,5 = x – 46,765 = 1,5 X 19,57
s 19,57
x = (1,5 X 19,57) + 46,765
x = 76,12
Jadi nilai x yang menjadi batas bawah nilai A adalah 76,12
Artinya: sekelompok mahasiswa yang mempunyai nilai dalam batas
76,12 < x berarti masuk peringkat/kategori A (nilai 77 ke atas sudah bisa masuk kategori A).
Untuk mengetahui jumlah mahasiswa yang bernilai A, di mana posisinya di atas z = 1,5 maka dengan melihat Tabel Distribusi Normal, diperoleh luas daerah di atas z = 1,5 adalah: (50 – 43,32) % = 6,68 %
Jadi, mahasiswa yang bernilai A berjumlah:
6,68 % X 68 = 4,54 4 orang
Luas daerah nilai A = 6,68 %
z=1,5
Nilai B; jika 0,5 < z 1,5
Batas bawah nilai A secara otomatis merupakan batas atas nilai B. Sedangkan batas bawah nilai B adalah pada z= 0,5 ; maka besaran nilai batas bawahnya adalah:
x – x x – 46,765
z = 0,5 = x – 46,765 = 0,5 X 19,57
s 19,57
x = (0,5 X 19,57) + 46,765
x = 56,55
Ini berarti nilai B terletak antara nilai 56,55 sampai 76,12 atau
56,55 < B 76,12
56,55 < B 76,12
Dengan demikian cakupan nilai B adalah nilai antara 57 sampai 76.
Nilai C; jika -0,5 < z 0,5
Batas bawah nilai B secara otomatis merupakan batas atas nilai C. Sedangkan batas bawah nilai C terletak pada z= - 0,5 ; maka besaran nilai batas bawahnya adalah:
x – x x – 46,765
z = -0,5 = x – 46,765 = (-0,5) X 19,57
s 19,57
x = (-0,5 X 19,57) + 46,765
x = 36,98
Ini berarti nilai C terletak antara nilai 36,98 sampai 56,55; atau
36,98 < C 56,55
36,98 < C 56,55
Dengan demikian cakupan nilai C adalah nilai antara 37 sampai 57
Nilai D; jika -1,5 < z -0,5
17,41 < D 36,98Batas bawah nilai D pada z = -1,5. Dengan cara yang sama di atas, kategori nilai D jika:
17,41 < D 36,98
E 17,41
E 17,41
Nilai E; jika z -1,5 Ini berarti nilai E berada di
Jika nilai D dan E tidak lulus, berapa mahasiswa yang tidak lulus?
Latihan Soal 7:
Dari contoh soal 15 terdahulu, tentukan:
Batasan (range) nilai A, B, C, D, dan E.
Jika nilai D dan E adalah katagori tidak lulus, tentukan berapa jumlah siswa yang tidak lulus!
Diketahui: x = 56,18 dan simpangan baku s = 18,71
Data Nilai
fi
14 – 26
27 – 39
40 – 52
53 – 65
66 – 78
79 – 91
4
8
13
15
12
8
60
TUGAS RUMAH
Dari hasil UTS Statistika mahasiswa Program Khusus Semester IV, diperoleh data nilai sbb:
25 100 60 100 95 25 100 100 20 60
95 95 100 75 25 25 60 25 30 25
75 60 100 100 20 25 75 25 100 35
95 100 75 90 75 50 80 100 100 50
100 80 80 100 90 100 90 100 75 100
75 100 100 85 100 100 100 100 100 85
Tentukan:
1)Nilai Rata2 Kelas, 2) Standar deviasi
3)Batasan (range) nilai A, B, C, D, dan E.
4)Jika nilai D dan E adalah katagori tidak lulus, berapa jumlah mahasiswa yang tidak lulus!
Bagian 7
PENGUJIAN HIPOTESIS DAN ANALISIS KORELASI
Hipotesis
Hipotesis adalah asumsi atau dugaan yang dirumuskan dengan singkat dan jelas mengenai sesuatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu, yang sering dituntut untuk melakukan pengecekan atau pengujian terhadapnya. Sebagai misal, hal-hal berikut dapat dianggap sebagai hipotesis:
Struktur berpikir siswa MAN jurusan IPA lebih logis dibanding siswa jurusan IPS dan bahasa.
Mahasiswa FAI yang mendapat uang saku di atas Rp 700.000,- lebih konsumtif.
Pengajaran PAI di sekolah tidak memberikan pengaruh pada pembentukan akhlaq siswa.
Sumber rejeki yang syubhat dari orangtua, akan berpengaruh pada kematangan emosional dan kecerdasan intelektual anak.
Bila contoh-contoh paparan di atas dianggap sebagai hipotesis, yang bisa benar atau tidak benar, maka untuk mengetahui benar tidaknya perlu dilakukan pengujian hipotesis.
Pengujian hipotesis akan membawa pada kesimpulan untuk menerima atau menolak hipotesis. Dalam melakukan pengujian hipotesis, ada dua macam kekeliruan yang dapat terjadi:
Kekeliruan type I : ialah menolak hipotesis yang seharusnya diterima.
Kekeliruan type II : ialah menerima hipotesis yang seharusnya ditolak.
Tipe Kekeliruan ketika Membuat Kesimpulan tentang Hipotesis
KESIMPULAN
KEADAAN SEBENARNYA
HIPOTESIS BENAR HIPOTESIS SALAH
Terima Hipotesis
BENAR KELIRU
(Kekeliruan tipe II)
Tolak Hipotesis
KELIRU BENAR
(Kekeliruan tipe I)
Dalam rangka pengujian hipotesis, tipe kekeliruan itu kita nyatakan sebagai peluang, dan taraf peluang kekeliruannya harus dibuat sekecil mungkin. Peluang membuat kekeliruan tipe I biasa dinyatakan dengan α, dan peluang membuat kekeliruan tipe II dinyatakan dengan β. (Dalam matakuliah Statistika Pendidikan untuk mahasiswa FAI, hanya akan dijelaskan kekeliruan tipe I).
Dalam penggunaannya, kekeliruan tipe I dinamakan kekeliruan α, atau taraf signifikansi α. Yang dimaksud dengan taraf signifikansi, adalah besarnya peluang kekeliruan dalam menarik kesimpulan dari pengujian suatu hipotesis.
Sebagai misal, bila dalam suatu penelitian dengan pengujian hipotesis, dinyatakan taraf signifikansi α = 0,05 (sebut 5 %), ini berarti kira-kira 5 dari tiap 100 kesimpulan bahwa kita akan menolak hipotesis yang seharusnya diterima. Dengan kata lain, kira-kira 95 % yakin bahwa kita telah membuat kesimpulan yang benar. Dalam hal demikian dikatakan bahwa hipotesis telah ditolak pada taraf signifikansi 0,05; yang berarti kita mungkin salah dengan peluang 0,05 (5%).
ANALISIS KORELASI
Dalam statistik inferensial yang sering digunakan untuk mengetahui atau menguji adanya hubungan antara satu atau lebih gejala atau variabel, digunakan alat uji statistik yang disebut Analisis Korelasi. Atau dengan pengertian lain, Statistik Korelasi adalah hubungan antara dua atau lebih variabel yang sifatnya kuantitatif.
Sebagai misal, dalam dunia pendidikan, variabel kecerdasan siswa –boleh jadi- sangat dipengaruhi oleh keseharian siswa dalam belajar di rumah dan di sekolah. Dengan demikian, langkah yang harus dilakukan adalah dengan uji statistik antar variabel tersebut untuk mengetahui apakah ada keterkaitan atau tidak. Kemudian hasil korelasinya diadakan pengujian hipotesis, baik hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).
Teknik analisis korelasi dapat dilakukan terhadap berbagai macam data, yaitu data yang bersifat data skala interval, ordinal, maupun nominal.
Korelasi Product Moment Pearson, digunakan untuk menguji hubungan antara sesama data interval.
Korelasi Tata Jenjang (Rank-Order Correlation), digunakan untuk menguji hubungan antara data yang berskala interval ordinal.
Korelasi Poin-Biserial, digunakan untuk menguji hubungan antara data berskala interval nominal.
Teknik Analisis Korelasi berdasarkan jumlah variabel:
Korelasi Bivariat; korelasi yang didasarkan pada dua variabel. Contoh, korelasi antara ketaatan siswa pada peraturan sekolah (variabel X1) dengan nilai mata pelajaran Aqidah Akhlaq (variabel X2).
Korelasi Multivariat; korelasi yang berdasarkan lebih dari dua variabel. Contoh, ketaatan siswa pada peraturan sekolah (variabel X1) dengan ketaatan siswa pada peraturan di lingkungan keluarga (X2), ketaatan siswa pada peraturan di lingkungan masyarakat (variabel X3), dan prestasi siswa pada bidang Aqidah Akhlaq (Variabel X4).
Macam-Macam Korelasi
1. Korelasi Product-Moment (Korelasi Pearson) merupakan salah satu teknik korelasi yang sering digunakan untuk mencari korelasi antar dua variabel. Disebut Korelasi Product-Moment karena koefisien korelasinya didapatkan dengan mengalikan antara moment-moment variabel yang dikorelasikan.
Koefisien korelasi dinyatakan dengan bilangan antara 0 sampai +1, atau 0 sampai -1. Koefisien korelasi (r) mendekati +1 atau -1 berarti terdapat hubungan yang kuat, dan sebaliknya apabila mendekati 0 (nol) berarti hubungan korelasinya lemah, atau tidak ada hubungan. Jika korelasi (r) sama dengan +1 atau -1 berarti terdapat hubungan positif sempurna, atau hubungan negatif sempurna.
Untuk menghitung koefisien korelasi (r) Product-Moment Pearson, digunakan rumus berikut:
N X1 X2 – ( X1) ( X2)
rxy = (Rumus 18)
[(N X12 – ( X1)2] [N X22 – ( X2)2]
Di mana
rxy = angka indeks korelasi product-moment
N = Number of cases
X1 X2 = Jumlah hasil perkalian X1 dan X2
X1 = Jumlah seluruh skor X1
X2 = Jumlah seluruh skor X2
Contoh 19:
Suatu penelitian kuantitatif mengenai hubungan Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Mengarang Argumentatif Mahasiswa FAI, diajukan Hipotesis sbb:
H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan penalaran mahasiswa terhadap kemampuan mengarang argumentatif.
Ha = Terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan penalaran mahasiswa terhadap kemampuan mengarang argumentatif.
Dari hasil penelitian di lapangan mengenai hubungan Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Mengarang Argumentatif Mahasiswa, diperoleh data dari sejumlah sampel 20 mahasiswa, sebagaimana telah disusun dalam Tabel VII-1 sbb:
(Mengenai instrument penelitian, dibahas lebih lanjut pada matakuliah Metode Penelitian Kuantitatif).
Tabel VII-1: Hasil Skor dari Tes Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Mengarang Argumentatif Mahasiswa FAI
No
Kemampuan Penalaran
(X1)
Kemampuan Mengarang (X2)
X12
X22
X1X2
1
80
80
6400
6400
6400
2
80
78
6400
6084
6240
3
78
75
6084
5625
5850
4
78
75
6084
5625
5850
5
75
78
5625
6084
5850
6
75
73
5625
5329
5475
7
75
73
5625
5329
5475
8
70
73
4900
5329
5110
9
70
70
4900
4900
4900
10
70
70
4900
4900
4900
11
70
68
4900
4624
4760
12
70
68
4900
4624
4760
13
68
70
4624
4900
4760
14
68
65
4624
4225
4420
15
65
68
4225
4624
4420
16
65
60
4225
3600
3900
17
60
58
3600
3364
3480
18
56
57
3136
3249
3192
19
54
54
2916
2916
2916
20
50
52
2500
2704
2600
X1= 1377
X2= 1365
X12= 96193
X22= 94435
X1X2= 95258
Diketahui pula (setelah dihitung):
Rata-rata untuk X1 adalah X1= 68,85 dan simpangan baku s1 = 8,543
Rata-rata untuk X2 adalah X2= 68,25 dan simpangan baku s2 = 8,188
Untuk mencari Koefisien Korelasi Product Moment, gunakan rumus 18 di atas.
N X1 X2 – ( X1) ( X2)
rxy = (Rumus 18)
[(N X12 – ( X1)2] [N X22 – ( X2)2]
20 (95258) – (1377) (1365)
r =
[(20(96193) – (1377)2] [20(94435) – (1365)2]
25555
r =
(27731 x 25475)
r = 0,9614706 dibulatkan menjadi 0,9615
Untuk menguji hasil koefisien korelasi (r) product moment, kita hubungkan dengan tabel korelasi product moment (r-tabel).
Tetapi sebelumnya harus dicari derajat bebasnya (db).
Rumus mencari db = N – 1; karena N = 20, maka db = 20 – 1= 19.
Pada r-tabel dengan taraf signifikansi 5% dan 1% terhadap db= 19 masing-masing adalah 0,456 dan 0,575, maka bisa kita perbandingkan antara r-hitung dengan r-tabel.
Diperoleh hasil r-hitung = 0,961; dan r-tabel = 0,575 (1%) dan 0,456 (5%).
Terlihat bahwa, baik dengan taraf signifikansi α = 0,05 atau α = 0,01;
harga r-hitung > r-tabel.
Dalam pengujian hipotesis, perlu diperhatikan kriteria sbb:
hipotesis H0 diterima, apabila r-hitung < r-tabel
hipotesis H0 ditolak, apabila r-hitung > r-tabel
Karena r hasil perhitungan di atas ternyata lebih besar dari harga rtabel, maka H0 ditolak. Ini artinya, bahwa Ha diterima, yakni terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan penalaran terhadap kemampuan mengarang argumentatif mahasiswa.
Kemudian, untuk memberi penafsiran terhadap besar-kecilnya koefisien korelasi, dapat berpedoman pada ketentuan baku yang tertera pada Tabel VII-2 berikut:
Tabel VII-2: Penafsiran Koefisien Korelasi
Interval Koefisien
Derajat Korelasi
0,00 – 0,199
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,00
Sangat kuat
Karena r-hitung besarnya 0,961, maka tingkat korelasi antara variabel kemampuan penalaran dengan kemampuan mengarang argumentatif, sangat kuat.
Kesimpulan penelitian:
Dari hasil uji statistika dengan menggunakan uji Korelasi Product Moment, diperoleh hasil, bahwa terdapat hubungan (korelasi) yang sangat kuat antara kemampuan penalaran dengan kemampuan mengarang argumentatif mahasiswa FAI. Dengan kata lain, mahasiswa yang mempunyai kemampuan penalaran baik, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan yang baik pula dalam hal mengarang argumentatif.
Latihan Soal 8:
Suatu penelitian kuantitatif mengenai hubungan kemampuan Takalum bi al-Lughoh al-Arabiyah dengan prestasi belajar Qiro'at al-Kutub pada mahasiswa FAI.
Hipotesis yang diajukan:
H0 = Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan Takalum bi al-Lughoh al-Arabiyah dengan prestasi belajar Qiro'at al-Kutub Mahasiswa FAI.
Ha = Terdapat hubungan yang siginifikan antara kemampuan Takalum bi al-Lughoh al-Arabiyah dengan prestasi belajar Qiro'at al-Kutub Mahasiswa FAI.
Dari hasil penelitian di lapangan, diperoleh data sbb:
Tabel ... : Hasil Skor dari Tes Kemampuan Takalum bi al-Lughoh al-Arabiyah dengan prestasi belajar Qiroa'atul Kutub Mahasiswa FAI Angkatan .....
No
Kemampuan Takalum (X1)
Prestasi QK
(X2)
1
95
100
2
95
95
3
90
90
4
85
90
5
85
90
6
80
85
7
80
75
8
80
80
9
75
70
10
70
75
11
65
65
12
65
60
13
65
60
14
60
80
15
60
55
16
60
55
17
60
70
18
55
60
19
55
50
20
55
70
21
55
60
22
65
50
23
75
45
Dengan taraf signifikansi 5 % dan 1%, apakah H0 diterima atau ditolak? Simpulkan hasil penelitian di atas!
Soal Latihan dengan Program SPSS:
(Kerjakan dulu secara hitungan manual, kemudian cocokkan hasilnya dengan menggunakan program SPSS, atau sebaliknya)
Berikut ini data motivasi belajar mahasiswa dengan prestasi mahasiswa. Sampel diambil 35 orang mahasiswa:
No
Motivasi
X1
Prestasi
X2
1
38
60
2
45
50
3
46
62
4
30
40
5
53
68
6
54
59
7
61
79
8
50
69
9
52
65
10
51
70
11
69
89
12
53
79
13
65
79
14
60
55
15
55
78
16
60
90
17
39
51
18
44
46
19
67
95
20
55
59
21
49
60
22
66
77
23
51
75
24
35
45
25
56
70
26
45
55
27
44
57
28
30
50
29
70
90
30
43
85
31
55
67
32
50
75
33
43
50
34
60
80
35
51
60
Hipotesis yang diajukan:
H0 = Tidak terdapat hubungan signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar mahasiswa.
Ha = Terdapat hubungan signifikan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar mahasiswa.
Dengan taraf signifikansi 5%, apakah hipotesis di atas diterima atau ditolak. Buatlah kesimpulan.
2. Analisis Korelasi Tata Jenjang (Spearman Rank)
Teknik analisis dengan Korelasi Tata Jenjang adalah korelasi yang besar-kecilnya atau kuat-lemahnya korelasi antara variabel yang sedang diamati diukur berdasarkan pada urutan kedudukan skor atau nilainya (Rank of Difference), bukan berdasarkan pada skor atau nilai hasil pengukuran yang ada.
Berdasarkan hal di atas, berarti data yang dapat dianalisis dengan korelasi tata jenjang adalah data yang berskala ordinal atau data berjenjang, atau data yang berurutan.
Rumus yang digunakan untuk Korelasi Tata Jenjang adalah sbb:
6 Σ D2
Rho ( ρ) = 1 – Rumus 19
N (N2 – 1)
Di mana:
Rho (ρ) : Koefisien korelasi tata jenjang yang dicari
D : Perbedaan skor antara dua kelompok pasangan
N : Number of cases
Untuk memberikan interpretasi pada hasil angka indeks korelasi tata jenjang, kita harus menguji terlebih dahulu dengan hipotesis Nihil/Nol dan Hipotesis Kerja (alternatif) sbb:
Ho : Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara variabel pertama dengan variabel kedua.
Ha : Ada korelasi positif yang signifikan antara variabel pertama dengan variabel kedua
Hasil yang didapat pada angka indeks korelasi tata jenjang Spearman (ρ), kita hubungkan dengan tabel Nilai Rho dengan df = N, pada taraf signifikansi α=5% dan atau 1%.
Jika ρ0 (Rho hitung) yang didapatkan sama dengan atau lebih besar dari ρt (Rho tabel) ( ρ0 ρt ); maka Hipotesis Nol (H0) ditolak;
atau jika (ρ0 < ρt ); maka Hipotesis Nol (H0) diterima.
Terdapat dua cara menghitung Korelasi Tata Jenjang Spearman (Rho), yaitu:
A. Menghitung Rho pada Keadaan Tidak Terdapat Urutan Skor yang Kembar
Sebagai contoh, penelitian pada SMP "X", dilakukan untuk mengetahui hubungan antara keaktifan siswa mengikuti ekstrakurikuler dengan prestasi belajar siswa tahun ajaran 2009/2010.
Diambil 10 siswa sebagai sampel. Dilakukan penelitian dengan pengumpulan data quesioner untuk mengetahui keaktifan siswa mengikuti ekstrakurikuler (variabel X); dan mengambil data hasil prestasi siswa tahun ajaran 2009/2010 (variabel Y).
Dari data quesioner untuk mengetahui keaktifan siswa mengikuti ekstrakurikuler, didapat seperti pada tabel VIII-3a berikut:
Tabel VIII-3a: Skor Quesioner untuk Mengetahui Keaktifan Siswa Mengikuti Ekstrakurikuler
No.
Nama Siswa
Butir
Soal
Jmlh
Resp
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(X)
1
Bagus Pradopo
3
2
1
3
1
2
1
3
1
3
20
2
Nita Mariana
2
1
3
1
3
3
3
2
3
2
24
3
M. Yasin
3
1
1
3
1
1
1
1
2
1
15
4
Saiful Bahri
1
2
1
2
2
2
3
2
2
2
19
5
M. Ulum
3
1
1
3
1
1
1
1
1
1
14
6
Maya Zakiya
2
2
2
1
2
1
2
2
1
2
17
7
Sulaiman
2
3
2
3
1
2
2
2
2
2
21
8
Bani Azwar
3
2
1
1
1
1
1
1
1
1
13
9
Kholidah
1
2
2
2
2
2
2
2
2
1
18
10
Yuniawati
1
1
2
1
2
2
2
2
1
2
16
Jumlah
21
18
16
20
16
17
18
18
16
27
177
Tabel VIII-3b: Hasil Prestasi Belajar Siswa Tahun Ajaran 2009/2010
No. Resp
Nama Siswa
Nilai Prestasi
Belajar Siswa (Y)
1
Bagus Pradopo
75
2
Nita Mariana
67
3
M. Yasin
88
4
Saiful Bahri
69
5
M. Ulum
73
6
Maya Zakiya
77
7
Sulaiman
85
8
Bani Azwar
79
9
Kholilah
80
10
Yuniawati
84
Untuk menyelesaikan permasalahan penelitian di atas dengan korelasi tata jenjang, langkah-langkahnya sbb:
(1). Merumuskan Hipotesis Nol (Ho) dan Hipotesis Kerja (Ha) sbb:
- Ho : Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara variabel X (keaktifan siswa mengikuti Ekstrakurikuler) dengan variabel Y (prestasi belajar siswa tahun ajaran 2009/2010).
- Ha : Ada korelasi positif yang signifikan antara variabel X (keaktifan siswa mengikuti Ekstrakurikuler) dengan variabel Y (prestasi belajar siswa tahun ajaran 2009/2010).
(2). Menyiapkan tabel perhitungan dan menyususn urutan kedudukan (ranking) yang terdapat pada masing-masing variabel; yaitu variabel X (keaktifan siswa mengikuti ekstrakurikuler) dengan variabel Y (prestasi siswa). Seperti terlihat pada tabel VIII-4 berikut ini:
Tabel VIII-4: Perhitungan dan Susunan Urutan Kedudukan (Ranking) yang Terdapat pada Masing-Masing Variabel
No.
Skor
Rank
D =
Resp
X
Y
RX
RY
RX- RY
D2
1
20
75
8
4
4
16
2
24
67
10
1
9
81
3
15
88
3
10
-7
49
4
19
69
7
2
5
25
5
14
73
2
3
-1
1
6
17
77
5
5
0
0
7
21
85
9
9
0
0
8
13
79
1
6
-5
25
9
18
80
6
7
-1
1
10
16
84
4
8
-4
16
-
-
-
-
Σ D2= 214
(3). Menghitung korelasi tata jenjang (Rho) dengan Rumus 19:
6 Σ D2
ρ = 1 –
N (N2 – 1)
Dari Tabel VIII-4 didapat Σ D2= 214, dan N = 10, maka
6 x 214 1284
ρ = 1 – = 1 – = 1 – 1,3
10(102-1) 990
ρ = – 0,3
(4). Memberikan interpretasi terhadap hasil Rho (ρ) yang didapat.
Dari hasil korelasi ρ= -0,3, dapat diinterpretasikan bahwa korelasinya bersifat negatif, atau berlawanan arah, sehingga dapat dikatakan, bahwa siswa yang mengikuti ekstrakurikuler, maka prestasinya makin menurun.
Untuk menguji Hipotesis yang sudah dibuat, dan diketahui hasil korelasi ρ = -0,3; kita konsultasikan ke dalam Nilai Rho tabel (ρtabel). Terlebih dulu nilai Rho negatif diganti dengan positif.
Dengan df = N = 10
Pada taraf signifikansi 5%, Rho-tabel (ρtabel) = 0,648; dan
Pada taraf signifikansi 1%, Rho-tabel (ρtabel) = 0,794
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa:
0,3 < 0,648 < 0,794 (atau ρ0 < ρt ). Ini artinya Ho diterima; yakni tidak ada korelasi positif yang signifikan antara variabel X (keaktifan siswa mengikuti Ekstrakurikuler) dengan variabel Y (prestasi belajar siswa tahun ajaran 2009/2010).
Tetapi sebenarnya secara teoritis, Rho hitung berarah negatif yang mengandung pengertian bahwa ada korelasi berlawanan arah, tetapi karena nilainya sebesar 0,3 berarti korelasinya kecil sekali.
Kesimpulan penelitian:
Karena diperoleh hasil hitung korelasi negatif, berarti semakin aktif siswa mengikuti ekstrakurikuler, akan semakin menurun nilai prestasinya. Akan tetapi, karena tingkat korelasinya rendah (0,3) (lihat Tabel VII-2), maka korelasi antara keaktifan siswa mengikuti ekstrakurikuler dengan prestasi belajar siswa, bisa dikatakan tidak terdapat korelasi yang signifikan.
B. Menghitung Rho pada Keadaan Terdapat Urutan skor yang Kembar Dua atau Lebih
Contoh:
Dilakukan penelitian pada 12 siswa untuk mengetahui korelasi antara keaktifan mengikuti ekstrakurikuler dengan prestasi belajar siswa. Data hasil penelitian di lapangan disusun sebagaimana Tabel VIII-5 berikut:
Tabel VIII-5: Skor Tentang Keaktifan Mengikuti Ekstrakurikuler dan Prestasi Belajar Siswa SMP "X"
No
Nama Siswa
Keaktifan siswa mengikuti Ekstrakurikuler *)
(X)
Nilai Prestasi Belajar Siswa
(Y)
1
Alfiatul Husna
42
87
2
Aprilia Ratna
38
90
3
Ayu Susanti
35
85
4
Beri Wijaya
36
86
5
Deni Prasetya
42
70
6
Diyah Ayu
45
92
7
Eva Setyoningrum
40
65
8
Fitria Rahmah
42
95
9
Shalihul Hadi
46
70
10
Eka Hamdani
42
80
11
Monika Monik
48
64
12
Jumiatul Ulum
50
70
Langkah-Langkah:
(1). Membuat tabel Penolong untuk menentukan rank dari skor yang kembar.
Sebelum melakukan penghitungan, dibuat tabel penolong untuk mengurutkan ranking skor, baik pada variabel X maupun variabel Y, sbb:
No urut
X
RX
No
Y
RY
1
35
1
1
64
1
2
36
2
2
65
2
3
38
3
3
70
4
4
40
4
4
70
4
5
42
6,5
5
70
4
6
42
6,5
6
80
6
7
42
6,5
7
85
7
8
42
6,5
8
86
8
9
45
9
9
87
9
10
46
10
10
90
10
11
48
11
11
92
11
12
50
12
12
95
12
(2). Langkah selanjutnya, menghitung angka indeks korelasi tata jenjang (ρ) dengan urutan rank yang telah didapat pada tabel penolong di atas, dengan menyusunnya ke dalam Tabel VIII-5a berikut:
Tabel VIII-5a: Perhitungan angka Indeks Rho dengan Urutan Rank pada Dua Variabel Keaktifan Siswa mengikuti Ekstrakurikuler dan Prestasi Belajar Siswa
No Resp
X
Y
RX
RY
D= RX-RY
D2
1
42
87
6,5
9
-2,5
6,25
2
38
90
3
10
-7
49
3
35
85
1
7
-6
36
4
36
86
2
8
-6
36
5
42
70
6,5
4
2,5
6,25
6
45
92
9
11
-2
4
7
40
65
4
2
2
4
8
42
95
6,5
12
-5,5
30,25
9
46
70
10
4
6
36
10
42
80
6,5
6
0,5
0,25
11
48
64
11
1
10
100
12
50
70
12
4
8
64
-
-
-
-
-
ΣD2= 372
(3). Menghitung nilai korelasi tata jenjang (Rho) dengan Rumus 19:
6 ΣD2
ρ = 1 –
N(N2 – 1)
Dari tabel VII-5a, diketahui ΣD2= 372; dan N = 12, maka:
6 x 372 2232
ρ = 1 – = 1 – = 1 – 1,3007
12(144 – 1) 1716
ρ = -0,3007
(4) Dengan derajat bebas (db) = N = 12,
pada taraf signifikansi 5% , ρ tabel = 0,591, dan
pada taraf signifikansi 1%, ρ tabel = 0,777
Dengan demikian didapat, bahwa ρ < ρ tabel (0,3007 < 0,591 < 0,777)
Dari hal ini diperoleh hasil, bahwa Ho diterima. Artinya, tidak ada korelasi positif yang signifikan antara keaktifan siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dengan prestasi belajar siswa. Tanda negatif pada korelasi menunjukkan bahwa semakin siswa aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, semakin menurun nilai prestasi belajarnya. Tetapi, sekali lagi, tingkat korelasi ini bersifat lemah (rendah).
Latihan Soal 9: (selesaikan secara manual, kemudian cocokkan hasilnya dengan program SPSS)
Suatu penelitian dilakukan untuk mengungkap hubungan (korelasi) antara Ketaatan Beribadah dengan prestasi belajar siswa MTsN "X".
Dari hasil pengumpulan data quesioner, dan data prestasi belajar siswa diperoleh hasil skor sebagaimana tertera pada tabel-tabel berikut:
Tabel ...: Skor Quesioner Ketaatan Beribadah siswa
No.
Nama Siswa
Butir
Soal
Jmlh
Resp
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
(X)
1
Siswa 1
3
2
1
3
2
2
1
3
2
3
22
2
Siswa 2
2
1
3
1
3
3
3
2
3
2
23
3
Siswa 3
3
1
2
3
1
2
1
1
2
1
17
4
Siswa 4
1
2
1
2
2
2
3
2
2
2
19
5
Siswa 5
3
1
2
3
3
2
3
1
3
3
24
6
Siswa 6
2
2
2
1
2
1
2
2
3
2
19
7
Siswa 7
2
3
2
3
1
2
2
2
2
2
21
8
Siswa 8
3
2
3
3
3
1
3
1
3
3
25
9
Siswa 9
1
2
2
3
2
3
2
3
2
1
21
10
Siswa 10
3
3
3
3
3
2
2
2
3
3
27
11
Siswa 11
3
3
1
2
3
3
1
1
1
2
20
12
Siswa 12
3
3
1
1
2
2
2
2
2
3
21
13
Siswa 13
3
2
1
3
1
1
3
1
2
3
20
14
Siswa 14
2
1
1
2
1
2
2
2
3
2
18
15
Siswa 15
3
1
2
3
1
2
3
1
3
2
21
16
Siswa 16
1
1
2
1
2
2
2
2
1
2
16
Jumlah
Tabel ...: Nilai Prestasi Belajar siswa MTsN "X"
No. Resp
Nama Siswa
Nilai Prestasi
Belajar Siswa (Y)
1
Siswa 1
Selesaikan: Rumuskan Hipotesisnya Hitung Rho Spearman Apakah Ho diterima atau Ho ditolak. Interpretasikan hasilnya.75
Selesaikan:
Rumuskan Hipotesisnya
Hitung Rho Spearman
Apakah Ho diterima atau Ho ditolak. Interpretasikan hasilnya.
2
Siswa 2
88
3
Siswa 3
79
4
Siswa 4
69
5
Siswa 5
77
6
Siswa 6
77
7
Siswa 7
85
8
Siswa 8
85
9
Siswa 9
80
10
Siswa 10
95
11
Siswa 11
79
12
Siswa 12
77
13
Siswa 13
70
14
Siswa 14
68
15
Siswa 15
70
16
Siswa 16
65
3. Korelasi Koefisien Kontingensi (C)
Pengertian Korelasi Koefisien Kontingensi (C) adalah salah satu analisis korelasi dua variabel (bivariat) yang berbentuk katagori, atau merupakan data ordinat (urutan kedudukan) dan bersifat diskrit (terpisah secara tajam). Biasanya, Korelasi C ini sering digunakan untuk data dengan jumlah besar (respondennya, N > 30).
Tetapi, untuk melengkapi penghitungan Koefisien Korelasi (C), terlebih dahulu menghitung harga Chi Kuadrat (χ2), kemudian menguji harga χ2 yang didapat dengan taraf signifikansi (α) tertentu, dan db = (baris – 1)(kolom – 1).
Adapun kriteria pengujian statistika untuk harga χ2 adalah sbb:
Tolak H0, jika χ2 χ2 tabel; dan
Terima H0, jika χ2 < χ2 tabel
(pengujian statistika Chi Kuadrat ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan awal mengenai ada tidaknya hubungan dari kedua variabel yang akan diuji).
Rumus Chi Kuadrat:
( fo – fe)2
χ2 = Rumus: 20
fe
di mana, fo = frekuensi observasi (frekuensi empiris); dan fe = frekuensi harapan
(Setelah pengujian statistika Chi Kuadrat dilakukan, dan untuk mengetahui lebih lanjut tingkat hubungan atau tingkat korelasi antara dua variabel, dilakukan pengujian statistika dengan menggunakan Korelasi Koefisien Kontingensi)
Adapun rumus Korelasi Koefisien Kontingenasi (C) yang digunakan adalah:
χ2
C = Rumus: 21
χ2 + N
Di mana, χ2 = harga Chi Kuadrat, dan N = Jumlah Responden (Number of Cases)
Untuk memberikan interpretasi, harga C harus diubah terlebih dahulu menjadi korelasi phi (φ), dengan rumus:
C
φ = Rumus: 22
(1 – C2)
Kemudian harga phi (φ) yang didapat dikonsultasikan dengan nilai tabel korelasi (r) Product Moment, dengan terlebih dahulu menentukan taraf signifikansi (α ), dan derajat bebas (db) = N – b (b = jumlah baris).
Kriteria uji statistikanya:
Tolak H0, jika φ > r tabel; dan
Terima H0, jika φ < rtabel
Contoh:
Dengan mengembangkan Latihan Soal 9, dilakukan penelitian untuk mengungkap keterkaitan atau pengaruh hubungan antara Ketaatan Ibadah Siswa dengan Hasil Prestasi Belajar Siswa MTsN "X", dengan jumlah responden sebanyak 180 siswa.
Dari penyebaran angket (quesioner) dan pengumpulan data Prestasi Belajar Siswa, kemudian dibuat katagorisasi pada dua variabel tersebut dengan jalan mencari Rata-Rata Skor (X) dan Standar Deviasinya (sd). Katagori dibuat berdasarkan frekuensi yang muncul, dan bukan berdasarkan skor.
Ketentuan Katagorisasi:Tinggi : bila [skor/nilai > ( X + sd)]Sedang : bila [(X + sd) skor/nilai (X – sd)] Rendah : bila [skor/nilai < (X – sd)]
Ketentuan Katagorisasi:
Tinggi : bila [skor/nilai > ( X + sd)]
Sedang : bila [(X + sd) skor/nilai (X – sd)]
Rendah : bila [skor/nilai < (X – sd)]
(dalam contoh ini, untuk menyingkat pembahasan, tidak disertakan/ditampilkan data mentahnya)
Setelah data diolah (dibuat katagorisasinya), diperoleh hasil sebagaimana terlihat pada Tabel VIII-6 berikut ini:
Tabel VIII-6: Tabel Kontingensi 3 x 3 tentang Katagorisasi Ketaatan Ibadah dan Prestasi Belajar Siswa MTsN "X"
Taat Ibadah
Prestasi Belajar
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Tinggi
24/1
34/2
32/3
90
Sedang
18/4
12/5
10/6
40
Rendah
10/7
10/8
30/9
50
Jumlah
52
56
72
180 = N
Untuk menyelesaikan permasalahan penelitian di atas, langkah-langkahnya sbb:
1. Merumuskan hipotesis penelitian:
- Ho = Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara ketaatan ibadah dengan prestasi belajar siswa.
- Ha = Terdapat korelasi positif yang signifikan antara ketaatan ibadah dengan prestasi belajar siswa.
2. Menghitung harga Chi Kuadrat (χ2) dari Tabel VIII-6 di atas, dengan membuat tabel penghitungan Chi Kuadrat.
Tabel VIII-6a: Tabel Penghitungan Chi Kuadrat
Cells
fo
fe
fo – fe
(fo – fe)2
(fo – fe)2
fe
1
24
(90x52)/180 = 26
-2
4
0,15385
2
34
(90x56)/180 = 28
6
36
1,28571
3
32
(90x72)/180 = 36
-4
16
0,44444
4
18
(40x52)/180 = 11,56
6,44
41,4736
3,58768
5
12
(40x56)/180 = 12,44
-0,44
0,1936
0,01556
6
10
(40x72)/180 = 16
-6
36
2,25
7
10
(50x52)/180 = 14,44
-4,44
19,7136
1,36521
8
10
(50x56)/180 = 15,56
-5,56
30,9136
1,98674
9
30
(50x72)/180 = 20
10
100
5
N=180
N = 180
16,089 = χ2
Dari perhitungan di atas, diperoleh harga Chi Kuadrat χ2 = 16,089
3. Menguji hipotesis dengan uji Chi Kuadrat untuk tabel kontingensi 3 x 3;
Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah:
Ho : Kedua faktor/variabel bebas statistik (Tidak ada hubungan);
Ha : Kedua faktor/variabel tidak bebas statistik (Terdapat hubungan).
Dengan taraf signifikansi 5% dan derajat bebas; db = (3-1) (3-1) = 4, diperoleh harga χ2 tabel sebesar 9,488; sementara χ2 hitung sebesar 16,089
Karena χ2 hitung > χ2 tabel, 16,089 > 9,488; maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya, bahwa kedua variabel bersifat tidak bebas statistik. Atau, terdapat hubungan antara variabel Ketaatan Ibadah dengan variabel Prestasi Belajar Siswa.
Setelah langkah ini, untuk mengetahui tingkat/derajat hubungan kedua variabel, dilakukan langkah berikut ini.
4. Mencari harga Koefisien Kontingensi (C) dengan rumus 21.
χ2
C =
χ2 + N
16,089
C = = 0,08205 = 0,286444
16,089 + 180
5. Mengubah harga C menjadi harga Phi (φ) dengan rumus 22.
C
φ =
(1 – C2)
0,286444 0,286444
φ = = = 0,29897 dibulatkan 0,299
(1 – 0,08205) 0,9580971
6. Memberi interpretasi harga C yang sudah diubah ke dalam harga phi (φ)
Untuk hal ini, harga phi (φ) yang didapat dari hasil hitungan di atas, dikonsultasikan dengan harga tabel product moment (r), dengan derajat bebas (db) = N – baris = 180 – 3 = 177. (Dalam tabel product moment r tidak terdapat nilai db = 177, maka dicari nilai yang lebih dekat dengan db = 177, yaitu db = 170.
Pada taraf signifikansi 5%, db = 170; r tabel = 0,148
Dari hal di atas, ternyata harga φ > r tabel, 0,299 > 0,148.
Dengan demikian, Ho ditolak, dan Ha diterima. Artinya, terdapat korelasi positif yang signifikan antara ketaatan ibadah dengan prestasi belajar siswa. Atau dengan kata lain, bahwa faktor ketaatan ibadah memberikan pengaruh atau korelasi terhadap prestasi belajar siswa MTsN "X". Kendati demikian, karena nilai korelasi φ sebesar 0,299, memberikan gambaran bahwa derajat korelasi (keterhubungan) antara dua variabel tersebut bersifat rendah.
Lebih lanjut, dalam penjelasan dalam hasil penelitian, secara teoritis dapat dijelaskan bahwa faktor penentu prestasi belajar siswa tidak semata-mata oleh faktor ketaatan ibadah siswa, walaupun faktor ketaatan ibadah, dalam penelitian ini sedikit memberikan pengaruh pada prestasi belajar.
----------------------
Latihan Soal 10:
Suatu penelitian dengan judul: PENGARUH MOTIVASI BELAJAR AGAMA TERHADAP PERILAKU KESEHARIAN SISWA PADA SEKOLAH MENENGAH UMUM "X".
Dalam penelitian itu diajukan hipotesis sbb:
- Ho : Tidak terdapat pengaruh atau hubungan yang signifikan antara variabel Motivasi Belajar Agama dengan variabel Perilaku keseharian Siswa.
- Ha : Terdapat pengaruh atau hubungan yang signifikan antara variabel Motivasi Belajar Agama dengan variabel Perilaku keseharian Siswa.
Dengan menggunakan instrumen penelitian berupa quesioner, diperoleh data dari 50 siswa sbb:
Tabel A: Skor Angket Motivasi Belajar Agama Siswa SMU "X"
No.
Butir
Soal
Responden
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Σ
1
Siswa 1
4
4
3
2
2
1
1
2
2
3
4
4
32
2
Siswa 2
3
4
2
2
2
2
1
1
1
1
2
3
24
3
Siswa 3
2
4
4
4
4
2
3
3
4
4
4
4
42
4
Siswa 4
1
1
1
2
2
2
3
2
4
3
2
2
23
5
Siswa 5
3
3
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
19
6
Siswa 6
2
2
2
2
3
3
3
4
4
1
1
1
28
7
Siswa 7
3
3
3
3
4
4
4
4
4
3
4
4
43
8
Siswa 8
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
3
26
9
Siswa 9
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
47
10
Siswa 10
2
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
3
20
11
Siswa 11
1
3
3
3
3
2
2
2
3
4
4
1
31
12
Siswa 12
2
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
2
27
13
Siswa 13
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
48
14
Siswa 14
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
42
15
Siswa 15
3
2
2
2
3
3
4
4
3
2
2
3
33
16
Siswa 16
2
2
3
3
4
4
1
1
1
2
2
4
29
17
Siswa 17
3
3
2
4
4
1
2
2
2
2
2
2
29
18
Siswa 18
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
2
1
32
19
Siswa 19
1
2
1
4
4
3
3
3
3
3
2
1
20
20
Siswa 20
3
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
44
21
Siswa 21
1
2
3
1
4
4
3
3
3
2
2
2
30
22
Siswa 22
2
2
1
1
2
2
2
2
2
3
2
2
23
23
Siswa 23
4
4
4
3
3
4
4
4
2
3
3
4
42
24
Siswa 24
2
2
1
2
1
2
1
2
2
1
2
3
20
25
Siswa 25
3
2
1
1
2
3
4
1
2
2
1
1
23
26
Siswa 26
2
2
4
4
2
2
4
4
3
3
2
4
36
27
Siswa 27
4
3
4
4
2
2
2
2
3
2
4
3
35
28
Siswa 28
3
3
3
4
3
3
3
4
3
4
4
4
41
29
Siswa 29
4
4
3
3
4
4
3
4
4
4
4
4
45
30
Siswa 30
2
4
2
3
3
4
4
3
3
3
3
3
37
31
Siswa 31
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
2
4
41
32
Siswa 32
2
2
1
3
4
4
4
4
1
3
3
2
33
33
Siswa 33
3
4
4
4
2
3
3
3
3
4
4
2
39
34
Siswa 34
2
3
3
3
4
4
4
2
2
2
2
3
34
35
Siswa 35
1
2
3
4
2
2
2
2
2
2
3
1
26
36
Siswa 36
1
1
1
2
2
1
1
2
2
2
1
1
17
37
Siswa 37
1
2
3
1
1
1
3
1
2
1
2
1
19
38
Siswa 38
1
3
4
1
2
3
4
4
2
3
1
2
30
39
Siswa 39
4
3
4
3
3
3
4
4
4
3
3
3
41
40
Siswa 40
2
3
3
3
4
4
2
2
2
3
2
2
32
41
Siswa 41
4
1
2
1
3
3
3
4
2
2
2
2
29
42
Siswa 42
1
1
2
2
1
1
1
1
2
2
1
1
16
43
Siswa 43
1
2
3
2
4
1
1
1
1
1
2
2
21
44
Siswa 44
1
1
2
2
3
4
3
3
2
2
4
3
30
45
Siswa 45
2
3
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
38
46
Siswa 46
3
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
44
47
Siswa 47
1
1
4
4
3
3
3
3
2
2
3
2
31
48
Siswa 48
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
25
49
Siswa 49
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
36
50
Siswa 50
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
46
1599
Tabel B: Skor Angket Perilaku Keseharian Siswa SMU "X"
No.
Butir
Soal
Responden
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Σ
1
Siswa 1
3
3
4
4
4
4
4
3
2
3
4
4
42
2
Siswa 2
4
4
3
2
2
4
3
2
2
2
3
3
34
3
Siswa 3
2
4
4
4
4
2
3
3
3
3
3
4
39
4
Siswa 4
2
2
2
2
2
2
3
2
4
3
2
2
26
5
Siswa 5
3
3
2
2
2
3
3
3
3
3
2
4
33
6
Siswa 6
2
2
2
2
3
3
3
4
4
2
1
2
30
7
Siswa 7
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
44
8
Siswa 8
4
4
4
4
2
4
3
3
3
4
2
2
39
9
Siswa 9
2
2
2
2
4
4
2
4
3
3
3
3
34
10
Siswa 10
2
2
4
2
2
2
2
2
4
2
4
3
31
11
Siswa 11
2
3
3
3
3
2
2
2
3
4
4
4
35
12
Siswa 12
2
2
2
2
2
1
3
2
2
2
2
2
24
13
Siswa 13
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
43
14
Siswa 14
3
3
2
2
1
1
2
2
2
4
2
2
26
15
Siswa 15
3
4
4
4
3
4
4
4
3
2
2
3
40
16
Siswa 16
2
2
3
3
4
4
3
3
3
4
4
4
39
17
Siswa 17
3
3
2
4
4
1
1
2
2
2
2
2
24
18
Siswa 18
3
2
2
4
4
4
2
4
3
3
3
3
41
19
Siswa 19
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
41
20
Siswa 20
2
2
1
1
2
2
2
1
1
1
1
2
18
21
Siswa 21
1
2
3
1
2
2
3
3
3
2
2
2
26
22
Siswa 22
4
4
4
4
2
4
4
3
3
3
4
4
43
23
Siswa 23
4
4
4
3
3
3
4
2
2
3
3
4
39
24
Siswa 24
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
2
22
25
Siswa 25
3
3
4
4
4
3
4
3
4
4
3
3
42
26
Siswa 26
2
2
4
4
2
2
4
3
2
1
2
2
30
27
Siswa 27
1
1
2
1
2
2
2
2
2
2
1
1
19
28
Siswa 28
3
3
3
4
3
3
3
4
3
2
2
2
35
29
Siswa 29
2
2
3
3
2
2
3
2
3
2
2
2
28
30
Siswa 30
2
2
2
3
3
2
2
2
2
3
3
3
29
31
Siswa 31
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
4
3
43
32
Siswa 32
4
4
3
3
4
4
4
4
2
3
3
4
43
33
Siswa 33
3
4
4
4
2
3
3
3
3
2
2
2
35
34
Siswa 34
2
3
3
3
4
4
4
4
4
4
3
3
41
35
Siswa 35
2
2
3
4
2
2
2
2
4
3
3
3
32
36
Siswa 36
3
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
4
28
37
Siswa 37
1
2
3
1
1
1
3
1
2
3
2
4
24
38
Siswa 38
1
3
3
1
2
3
4
4
2
3
1
2
29
39
Siswa 39
2
3
2
3
3
3
2
2
2
3
2
3
30
40
Siswa 40
2
3
3
3
3
3
2
2
2
3
3
2
31
41
Siswa 41
4
4
2
4
3
3
3
4
4
4
2
4
41
42
Siswa 42
2
2
2
2
3
3
2
3
2
4
3
2
30
43
Siswa 43
3
2
3
2
4
3
2
4
1
1
2
2
29
44
Siswa 44
3
2
2
2
3
4
3
3
2
2
4
3
33
45
Siswa 45
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
42
46
Siswa 46
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
35
47
Siswa 47
4
4
4
4
3
3
3
3
2
4
3
4
41
48
Siswa 48
4
4
4
4
3
3
2
2
2
2
2
3
35
49
Siswa 49
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
3
2
26
50
Siswa 50
2
3
3
2
3
2
3
2
4
4
3
4
36
1680
Berdasarkan Data pada Tabel A dan B di atas, selesaikanlah penelitian itu dengan melakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan penghitungan Korelasi Koefisien Kontingensi (C).
Buat katagorisasi dan frekuensinya dari dua data di atas pada tabel Kontingensi 3x3.
Untuk Motivasi Belajar Agama, katagori yang dipakai: TINGGI, SEDANG, DAN RENDAH
Untuk Perilaku Keseharian, katagori yang dipakai: BAIK, CUKUP, KURANG BAIK
Catatan:
Untuk menyelesaikan hal di atas, langkah awal yang harus dilakukan adalah menghitung Rata-rata Skor dan standar deviasi pada masing-masing data. Kemudian, dari hasil Rata-rata skor dan standar deviasi itu, dibuatlah katagorisasi. Katagori yang sudah disusun dalam tabel penolong, barulah kemudian dibuat tabel kontingensi 3x3.
Penyelesaian
- Pada Tabel A: Rata-rata Skor (X) = 1599/50 = 31,98 ; sd = 8,45
Skor Tinggi : jika Skor > (31,98 + 8,45) Skor > 40,43
Sedang : jika (X + sd) Skor (X – sd) 40,43 Skor 23,53
Rendah : Jika Skor < (X – sd) Skor < 23,53
- Pada Tabel B: Rata-rata Skor (X) = 1680/50 = 33,6 ; sd = 7,02
Skor BAIK : jika Skor > (33,6 + 7,02) Skor > 40,62
CUKUP : Jika 40,62 Skor 26,58
KURANG : Jika Skor < 26,58
Tabel Penolong Katagorisasi skor Dua Variabel
No Respnd
A
Katagori (A)
B
Katagori (B)
Siswa 1
32
Sedang
42
Baik
Siswa 2
24
Sedang
34
Cukup
Siswa 3
42
Tinggi
39
Cukup
Siswa 4
23
Rendah
26
Kurang
Siswa 5
19
Rendah
33
Cukup
Siswa 6
28
Sedang
30
Cukup
Siswa 7
43
Tinggi
44
Baik
Siswa 8
26
Sedang
39
Cukup
Siswa 9
47
Tinggi
34
Cukup
Siswa 10
20
Rendah
31
Cukup
Siswa 11
31
Sedang
35
Cukup
Siswa 12
27
Sedang
24
Kurang
Siswa 13
48
Tinggi
43
Baik
Siswa 14
42
Tinggi
26
Kurang
Siswa 15
33
Sedang
40
Baik
Siswa 16
29
Sedang
39
Cukup
Siswa 17
29
Sedang
24
Kurang
Siswa 18
32
Sedang
41
Baik
Siswa 19
20
Rendah
41
Baik
Siswa 20
44
Tinggi
18
Kurang
Siswa 21
30
Sedang
26
Kurang
Siswa 22
23
Rendah
43
Baik
Siswa 23
42
Tinggi
39
Cukup
Siswa 24
20
Rendah
22
Kurang
Siswa 25
23
Rendah
42
Baik
Siswa 26
36
Sedang
30
Cukup
Siswa 27
35
Sedang
19
Kurang
Siswa 28
41
Tinggi
35
Cukup
Siswa 29
45
Tinggi
28
Cukup
Siswa 30
37
Sedang
29
Cukup
Siswa 31
41
Tinggi
43
Baik
Siswa 32
33
Sedang
43
Baik
Siswa 33
39
Sedang
35
Cukup
Siswa 34
34
Sedang
41
Baik
Siswa 35
26
Sedang
32
Baik
Siswa 36
17
Rendah
28
Cukup
Siswa 37
19
Rendah
24
Kurang
Siswa 38
30
Sedang
29
Cukup
Siswa 39
41
Tinggi
30
Cukup
Siswa 40
32
Sedang
31
Cukup
Siswa 41
29
Sedang
41
Baik
Siswa 42
16
Rendah
30
Cukup
Siswa 43
21
Rendah
29
Cukup
Siswa 44
30
Sedang
33
Cukup
Siswa 45
38
Sedang
42
Baik
Siswa 46
44
Tinggi
35
Cukup
Siswa 47
31
Sedang
41
Baik
Siswa 48
25
Sedang
35
Cukup
Siswa 49
36
Sedang
26
Kurang
Siswa 50
46
Tinggi
36
Cukup
Dari tabel penolong di atas, dapat dibuat Tabel Kontingensi 3x3 sebagai berikut:
Tabel Kontingensi 3x3 : Tentang Motivasi Belajar Agama dan Perilaku Keseharian Siswa
Motivasi
Perilaku
Tinggi
Sedang
Rendah
Jumlah
Baik
3
9
3
15
Cukup
8
12
5
25
Kurang Baik
2
5
3
10
13
26
11
50
1). Menghitung Harga Chi Kuadrat dengan Tabel Kontingensi 3x3 (9 cells).
Tabel : Perhitungan Chi Kuadrat
Cells
fo
fe
f0 – fe
(f0 – fe)2
(f0 – fe)2
fe
1
3
(15x13)/50 = 3,9
-0,9
0,81
0,20769
2
9
(15x26)/50 = 7,8
1,2
1,44
0,18462
3
3
(15x11)/50 = 3,3
-0,3
0,09
0,02727
4
8
(25x13)/50 = 6,5
1,5
2,25
0,34615
5
12
(25x26)/50 = 13
-1
1
0,07692
6
5
(25x11)/50 = 5,5
-0,5
0,25
0,04545
7
2
(10x13)/50 = 2,6
-0,6
0,36
0,13846
8
5
(10x26)/50 = 5,2
-0,2
0,04
0,00769
9
3
(10x11)/50 = 2,2
0,8
0,64
0,29091
50
50
1,3252
Harga χ2 = 1,3252
Dengan taraf signifikansi 5% dan db = (3-1) (3-1) = 4, Harga χ2 tabel = 9,488;
Karena χ2 hitung < χ2 tabel; maka Ho diterima. Ini artinya, kedua variabel bebas statistik. Atau, tidak ada korelasi antara variabel motivasi belajar agama dengan perilaku keseharian siswa.
2). Mencari harga Koefisien Kontingensi (C) dengan rumus 21.
χ2 1,3252
C = = = 0,02582 = 0,1607
χ2 + N 1,3252+50
3). Mengubah harga C menjadi harga Phi (φ) dengan rumus 22.
C 0,1607 0,1607
φ = = = = 0,1628
(1 – C2) (1- 0,02582) 0,987
4). Memberikan interpretasi harga φ
Harga φ di atas, kemudian dikonsultasikan dengan harga tabel product moment (r).
Pada taraf signifikansi α = 5%,
db = N – baris = 50 – 3 = 47,
harga r tabel = 0,288
Karena harga φ < r tabel ; maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ini artinya, bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara variabel motivasi belajar agama dengan perilaku keseharian siswa.
4. Korelasi Poin Biserial (Analisis Validitas Item)
Pengertian korelasi Poin Biserial (Point Biserial Correlation) adalah sebuah analisis korelasi dua variabel yang biasanya digunakan untuk mencari korelasi antara variabel pertama yang berbentuk variabel kontinu dan variabel kedua berbentuk diskrit murni.
Salah satu kegunaan korelasi Poin Biserial adalah untuk menguji atau menganalisis validitas soal (validity item). Biasanya, dalam menyusun soal test atau soal quesioner perlu diketahui kesesuaian atau konsistensi antara fungsi item dan fungsi test secara keseluruhan. Dengan korelasi Poin Biserial, akan dapat diketahui korelasi antara distribusi skor suatu item (soal) dan distribusi skor test, atau korelasi antara butir-butir soal dengan total butir-butir soal tersebut.
Karena nilai korelasi berkisar 0 s/d 1, bila korelasi mendekati 1, maka uji validitas soal dapat dikatakan valid, dan bila mendekati 0, validitas soal kurang/tidak valid (Lihat tabel korelasi pada Tabel VIII-2).
Perlu ditandaskan di sini, bahwa fungsi suatu item (soal) dalam tes adalah mendeteksi perbedaan individual (subyek tes) yang sekecil-kecilnya di antara para subyek tes sejalan dengan fungsi dan tujuan tes itu sendiri. Item yang memenuhi fungsi demikian itulah yang dianggap sebagai item yang hasil ukurnya valid.
Rumus yang digunakan untuk mencari korelasi Poin Biserial adalah:
Mp – Mt p
rpb = ( ) Rumus 23
Sd 1 – p
Di mana:
rpb = Koefisien Korelasi Poin Biserial
Mp = Rata-rata skor test dari subyek yang menjawab benar (skor 1) pada item yang bersangkutan
Mt = Rata-rata skor total dari seluruh subyek
Sd = standart deviasi skor test dari seluruh subyek
p = Indeks kesukaran item (proporsi menjawab benar)
Untuk menghitung validitas item, kita harus mempunyai distribusi skor item dan distribusi skor tes. Sebagaimana diketahui, distribusi skor tes adalah distribusi angka-angka yang merupakan banyaknya jawaban yang benar bagi masing-masing subyek tes. Dan distribusi skor item hanya terdiri atas dua macam angka, yaitu 1 dan 0, dikarenakan setiap jawaban yang benar terhadap item diberi angka 1, sedangkan jawaban yang salah diberi angka 0. Distribusi skor semacam ini disebut distribusi skor dikotomi.
Contoh:
Untuk uji coba suatu soal tes, diberikan 12 pertanyaan kepada 10 siswa (subyek tes). Hasilnya sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
(Catatan: contoh di bawah ini hanya sekadar untuk memudahkan pemahaman. Dalam praktik sesungguhnya, suatu tes hendaknya tidak terdiri hanya sesedikit subyek dan sesedikit item pertanyaan).
Tabel VIII-7: Distribusi Skor Item dari 10 Siswa
Respdn
Nomr
item
Skor
Tes
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
X
X2
Anang
1
0
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
6
36
Badu
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
6
36
Cecep
0
0
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
7
49
Dian
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
1
1
4
16
Endang
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
10
100
Fifi
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
0
4
16
Bianto
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
Hana
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
7
49
Ita
1
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
8
64
Jamal
0
0
1
1
0
0
0
1
1
1
1
0
6
36
5
4
7
6
3
6
5
5
5
5
4
4
59
403
P
0,5
0,4
0,7
0,6
0,3
0,6
0,5
0,5
0,5
0,5
0,4
0,4
Dari 12 item (soal) di atas, ingin diketahui validitas item nomor 1 dan 7.
Untuk mengetahui permasalahan di atas, langkah-langkahnya sbb:
1). Mencari Rata-rata skor:
Σ X 59
Mt = Mt = = 5,9
N 10
2). Mencari standart deviasi skor test dari seluruh subyek:
ΣX2 403
Sd = [ – (Mt)2] Sd = [ – (5,9)2]
N 10
Sd = (40,3 – 34,81) = 5,49
Sd = 2,343
3). Menganalisis validitas item nomor 1; dengan terlebih dulu mencari rata-rata skor test (Mp) dari subyek yang menjawab benar (skor 1) pada item nomor 1:
- Pada item nomor 1, yang menjawab benar (skor 1) ada lima siswa, yaitu Anang, Badu, Endang, Bianto, dan Ita. Secara berurutan masing-masing skor tesnya adalah: 6, 6, 10, 1, dan 8.
Dengan demikian Mp untuk item nomor 1 adalah: (6+6+10+1+8)/5 = 6,2
Indeks kesukaran item (proporsi yang menjawab benar) pada item nomor 1 adalah: p = 5/10 = 0,5
Setelah diketahui harga Mt = 5,9 ; Sd = 2,343 ; Mp = 6,2 dan p = 0,5 ; maka harga-harga itu kita substitusikan ke dalam rumus 23.
Mp – Mt p
rpb = ( )
Sd 1 – p
6,2 – 5,9 0,5
rpb = ( ) rpb = 0,128. 1 = 0,128
2,343 1-0,5
Untuk menafsirkan harga korelasi Poin Biserial (rpb) di atas, dapat dilihat kembali Tabel penafsiran koefisien korelasi di bawah ini.
Tabel VIII-2: Penafsiran Koefisien Korelasi
Interval Koefisien
Derajat Korelasi
0,00 – 0,199
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,00
Sangat kuat
Dengan demikian, mengenai item (soal) nomor 1 di atas menghasilkan koefisien korelasi rpb = 0,128, yang berarti derajat korelasinya rendah. Ini menunjukkan bahwa validitas item nomor 1 tidak baik (tidak valid).
Hal ini menjadi jelas bila kita perhatikan bahwa item nomor 1 ternyata dapat dijawab oleh beberapa siswa yang mempunyai skor tes (X) lebih kecil, atau sama dengan median (Anang dan Badu dapat menjawab item nomor 1, padahal skor tes mereka hanya 6), bahkan Bianto yang skor tesnya hanya 1 pun dapat menjawab item tersebut. Idealnya, item nomor 1 harus dapat dijawab dengan benar hanya oleh Endang, Ita, Cecep, dan Hana. Sayangnya, Cecep dan Hana justru salah menjawab. Jadi dalam hal ini tentu ada sesuatu di dalam item itu yang menyebabkan konsistensi antara item dengan tes tidak valid.
Bagaimana dengan validitas item nomor 7? Hitunglah koefisien korelasi Poin Biserialnya, dan buatlah analisa validitas itemnya!
Latihan Soal 11:
Dalam suatu try-out ujian matematika yang diberikan kepada 20 siswa, diajukan 15 soal. Siswa yang menjawab benar memperoleh skor 1 dan yang menjawab salah memperoleh skor 0. Hasil dari try-out tersebut terlihat pada tabel berikut:
Respdn
No
item
Skor
Tes
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
X
X2
Siswa 1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
Siswa 2
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
Siswa 3
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
0
Siswa 4
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
1
Siswa 5
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
Siswa 6
0
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
Siswa 7
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
Siswa 8
0
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
Siswa 9
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
Siswa 10
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
Siswa 11
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
Siswa 12
1
1
0
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
Siswa 13
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
Siswa 14
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
Siswa 15
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
Siswa 16
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Siswa 17
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
Siswa 18
1
1
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
Siswa 19
0
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
Siswa 20
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
p
Buatlah analisa validitas untuk item nomor 1,3, 5, 8, 9, 11, 13, 14, dan 15 dengan menggunakan korelasi Poin Biserial..
Bagian 8
TEKNIK ANALISIS KOMPARASI
Teknik Analisis Komparasi adalah salah satu teknik analisis kuantitatif atau analisis statistika yang dapat digunakan untuk menguji suatu hipotesis mengenai apakah ada perbedaan antar variabel yang sedang diteliti; apakah dalam hipotesis itu ada perbedaan yang sangat signifikan (berpengaruh), atau sebuah perbedaan yang kebetulan saja.
Teknik analisis komparasi ini terdiri dari dua macam. Pertama, teknik analisis komparasi dengan dua variabel saja, disebut Teknik Analisis Komparasi Bivariat; dan kedua, Teknik Analisis Multivariat yang terdiri lebih dari dua variabel. Dan dalam hal ini, kita hanya mempelajari Teknik Analisis Komparasi Bivariat.
Untuk Teknik analisis komparasi ini, bisa digunakan uji t (T-Test) dan uji Chi Kuadrat.
1. Contoh Penggunaan Uji t (T-Test)
Uji t adalah alat tes statistika yang digunakan untuk menguji kebenaran atau kepalsuan Hipotesis Nihil.
MD
Rumus yang digunakan: t = Rumus 24
SEMD
Di mana: t = Nilai T-Test
MD = Mean Difference, yg rumusnya adalah:
ΣD
MD = Rumus 24-a
N
( D = beda selisih antara varibel I dan variabel II)
SEMD = Standart Error dari MD, yg rumusnya adalah;
SDD
SEMD = Rumus 24-b
(N-1)
SDD = Standart Deviasi dari perbedaan antara skor variabel I dan skor variabel II, yang rumusnya adalah:
ΣD2 ΣD
SDD = [ – ( )2 ] Rumus 24-c
N N
Contoh:
Suatu penelitian percobaan (eksperimen) dilakukan untuk mendapatkan efektivitas metode pembelajaran matematika. Dilakukan pengujian awal atau Pre-Test dengan metode lama, dan setelah diterapkan metode baru, kemudian dilakukan pengujian lanjutan atau post-Test dengan metode baru tersebut.
Pada pengujian dengan metode baru, diajukan hipotesis untuk melihat perbandingan metode dengan hipotesis nihil sbb: "apakah tidak terdapat perbedaan antara metode lama dengan metode baru dengan sebelumnya dilakukan pre-test dan sesudahnya dengan post-test pada pembelajaran matematika".
Dalam uji coba pada 25 siswa, didapatkan nilai pre-test (sebelum dilakukan metode baru), dan post-test (setelah dilakukan metode baru) sebagaimana tertera pada Tabel IX di bawah ini.
Tabel IX: Nilai Matematika Siswa pada Saat Pre-Test dan Post-Test
Nilai
Matematika
Responden
Sebelum
Diterapkan
Metode Baru (X)
Sesudah
Diterapkan
Metode Baru (Y)
1
70
67
2
60
68
3
70
71
4
55
59
5
57
63
6
49
54
7
69
66
8
70
74
9
81
89
10
30
33
11
55
51
12
40
50
13
63
69
14
85
83
15
70
77
16
62
69
17
58
73
18
65
65
19
75
76
20
69
86
21
46
51
22
70
74
23
76
80
24
55
62
25
56
65
Langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan mencari T-test (t) adalah:
1). Mencari nilai perbedaan (D) antara Nilai X dan Nilai Y, dan menyusunnya dalam tabel berikut ini:
Tabel IX-1: Perhitungan Perbedaan antara Nilai Pre-Test dan Post-Test pada Metode Pembelajaran Matematika
Nilai
Matematika
Responden
Sebelum
Diterapkan
Metode Baru (X)
Sesudah
Diterapkan
Metode Baru (Y)
D = X – Y
D2 = (X – Y)2
1
70
67
3
9
2
60
68
-8
64
3
70
71
-1
1
4
55
59
-4
16
5
57
63
-6
36
6
49
54
-5
25
7
69
66
3
9
8
70
74
-4
16
9
81
89
-8
64
10
30
33
-3
9
11
55
51
4
16
12
40
50
-10
100
13
63
69
-6
36
14
85
83
2
4
15
70
77
-7
49
16
62
69
-7
49
17
58
73
-15
225
18
65
65
0
0
19
75
76
-1
1
20
69
86
-17
289
21
45
51
-6
36
22
70
74
-4
16
23
76
80
-4
16
24
55
62
-7
49
25
56
65
-9
81
Jumlah
-120
1216
Dari tabel di atas, diperoleh: Σ D = -120; dan Σ D2 = 1216
2). Mencari Rata-Rata Perbedaan (Mean Difference) dengan rumus 24-a
ΣD -120
MD = = = - 4,8
N 25
3). Mencari standart deviasi perbedaan dengan rumus 24-c
ΣD2 ΣD
SDD = [ – ( )2 ]
N N
1216 -120
SDD = [ - ( )2] = [48,64 – (-4,8)2]
25 25
= (48,64 – 23,04) = 5,1
4). Mencari standart error dari MD, dengan rumus 24-b:
SDD
SEMD =
(N-1)
5,1 5,1
SEMD = = = 1.033
(25-1) 24
5). Mencari harga t dengan rumus 24
MD -4,8
t = t = = - 4,68
SEMD 1,033
6). Memberikan interpretasi terhadap harga t.
Dengan harga db = N-1 = 25-1 =24, dan taraf signifikansi 5 %, diperoleh harga kritik t atau t tabel (uji dua pihak) didapat harga 2,064.
Mengkonsultasikan harga t hitung terhadap t tabel, dengan mengubah harga (-) menjadi (+), dan didapat bahwa: thitung > t tabel (4,68 > 2,064).
Karena t hitung > t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa hasil eksperimen menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara metode lama dengan metode yang baru dalam pembelajaran matematika (hipotesis nihil ditolak). Dengan demikian, metode baru pembelajaran matematika menunjukkan efektivitasnya yang nyata.
Dari hasil penelitian ini, dapat direkomendasikan, bahwa metode baru pembelajaran matematika dapat diandalkan dan dapat ditindaklanjuti sebagai metode pembelajaran berikutnya dalam bidang studi matematika.
Latihan Soal 12:
Suatu penelitian eksperimen mengenai metode belajar Bahasa Arab dilakukan untuk mengetahui perbedaan penggunaan metode lama dengan metode baru.
Dari hasil uji coba metode, diperoleh hasil sbb:
Tabel A: Nilai Tes Bahasa Arab dengan Metode Lama dan Metode Baru
Nilai
Bhs. Arab
Responden
Nilai Pre-test dg
Metode Lama (X)
Nilai Post-test dg
Metode Baru (Y)
D = X – Y
D2 = (X – Y)2
1
87
76
2
65
69
3
75
80
4
65
50
5
80
75
6
75
78
7
63
70
8
77
81
9
80
90
10
50
45
11
66
51
12
76
65
13
78
75
14
85
88
15
95
90
16
100
100
17
85
100
18
88
76
19
62
68
20
55
45
21
50
48
22
63
60
23
51
67
24
89
70
25
65
65
26
73
70
27
78
80
28
49
55
29
55
50
30
74
60
31
80
70
Jumlah
Apakah terdapat perbedaan secara signifikan antara kedua metode tersebut?
Apakah metode baru lebih efektif bila dibandingkan dengan metode lama dalam pembelajaran Bahasa Arab?
2. Tes Chi Kuadrat (χ2)
Tes Chi Kuadrat atau Chi Square Test (χ2) adalah teknik analisis komparasi yang berdasarkan pada perbedaan frekuensi data yang sedang diteliti. Dalam tes model ini, digunakan pengelompokan data berupa kriteria atau katagori yang disusun dalam tabel kontingensi.
Dalam pembelajaran Statistika Pendidikan ini, akan dijelaskan penggunaan Tes chi kuadrat dalam tiga model pengujian.
1). Tes Chi Kuadrat untuk menguji perbedaan frekuensi variabel tunggal;
2). Tes Chi Kuadrat untuk menguji perbedaan frekuensi variabel ganda, di mana sel-sel dalam tabel kontingensi berfrekuensi 10 atau lebih dari 10;
3). Tes Chi Kuadrat dengan Koreksi Yates, untuk menguji perbedaan frekuensi ganda, di mana terdapat sel yang berfrekuensi kurang dari 10.
1). Tes Chi Kuadrat (χ2) untuk menguji perbedaan frekuensi variabel tunggal.
Rumus yang digunakan, sama dengan rumus 20, yaitu:
( fo – fe)2
χ2 = …. Rumus 25
fe
Contoh:
Dilakukan penelitian kepada 100 siswa MA "X", untuk mengetahui pendapat mereka tentang, apakah:
Pembelajaran Bahasa Arab yang baru lebih baik daripada yang lama;
Pembelajaran Bahasa Arab yang lama lebih baik daripada yang baru; atau
Pembelajaran Bahasa Arab yang baru dan yang lama sama saja, tidak ada perbedaan.
Setelah siswa memberikan jawaban quesioner, diperoleh hasil sbb:
Tabel IX-2: Frekuensi Jawaban Siswa tentang Pembelajaran Bahasa Arab
Pendapat
Frekuensi
Pembelajaran Bahasa Arab yang baru lebih baik daripada yang lama.
Pembelajaran Bahasa Arab yang lama lebih baik daripada yang baru.
Pembelajaran yang lama dan yang baru sama saja, tidak ada perbedaan.
Tidak menjawab
41
32
24
3
100
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pendapat siswa tersebut, perlu dilakukan langkah-langkah sbb:
1). Rumuskan hipotesis penelitiannya:
- Ho : Tidak terdapat perbedaan pendapat yang siginifikan mengenai pembelajaran yang diharapkan siswa.
- Ha : Terdapat perbedaan pendapat yang signifikan mengenai pembelajaran Bahasa Arab yang diharapkan siswa.
2). Menyusun data hasil observasi dan frekuensi teoritiknya ke dalam tabel kontingensi 1 x 4, seperti pada tabel berikut:
Tabel IX-3: Data Frekuensi Observasi dan Frekuensi Harapan mengenai Pendapat Siswa tentang Pembelajaran Bahasa Arab
Pendapat Siswa ttg Pembelajaran Bahasa Arab
Frekuensi hasil observasi
(fo)
Frekuensi Harapan
(fe)
Pembelajaran Bahasa Arab yang baru lebih baik daripada yang lama.
Pembelajaran Bahasa Arab yang lama lebih baik daripada yang baru.
Pembelajaran yang lama dan yang baru sama saja, tidak ada perbedaan.
Tidak menjawab
41
32
24
3
25
25
25
25
100
100
3). Membuat tabel penghitungan Chi Kuadrat
fo
fe
fo – fe
(fo – fe)2
(fo – fe)2
fe
41
25
16
256
10,24
32
25
7
49
1,96
24
25
-1
1
0,04
3
25
-22
484
19,36
100
100
31,6
Karena ( fo – fe)2
χ2 = ; maka χ2 = 31,6
fe
dengan derajat bebas (db) = Σbaris – 1 = 4 – 1 = 3; dan taraf signifikansi 5%, diperoleh harga χ2 tabel sebesar 7,815.
Karena χ2 hitung > χ2tabel , maka Ho ditolak.
Dari hasil perhitungan tersebut, bagaimana deskripsi kesimpulannya?
Latihan Soal
Kepada 41 mahasiswa yang mengambil matakuliah Statistika, dimintai pendapatnya mengenai performance mengajar dosen pengampu matakuliah tersebut. Dan diperoleh data dari angket yang diisi mahasiswa, sbb:
Pendapat mahasiswa
Frekuensi jawaban
Materi yang disajikan, menarik dan menyenangkan
Materi yang disajikan tidak menarik tapi menyenangkan
Materi yang disajikan menarik tapi tidak menyenangkan
Materi yang disajikan membingungkan
Tidak menjawab
12
12
10
5
2
41
Adakah perbedaan yang signifikan mengenai pendapat mahasiswa terhadap performace mengajar dosen Statistika?
2). Tes Chi Kuadrat ( χ2) untuk menguji perbedaan frekuensi variable ganda, di mana sel-selnya berfrekuensi 10 atau lebih dari 10.
Rumus yang digunakan:
N (AD – BC)2
χ2 = …. Rumus 26
(A+B) (C+D) (A+C) (B+D)
Di mana:
N = Jumlah responden
A, B, C, D = Lambang yang ada dalam sel-sel; Sel pertama (A); Sel kedua (B); Sel ketiga (C); Sel keempat (D) dengan ordo table 2x2.
Contoh:
Kepada seratus (100) siswa diujikan pengaruh pengajaran bahasa secara tradisional di pesantren terhadap pemahaman pelajaran bahasa Arab pada kelas VII sebanyak 55 siswa dan pada kelas VIII sebanyak 45 siswa sebagai sampel dalam penelitian.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pengajaran bahasa secara tradisional di pesantren terhadap pemahaman pelajaran bahasa Arab, responden dipilih secara acak untuk menjawab pertanyaan dengan dua criteria jawaban "paham" dan "tidak paham".
Data yang diperoleh dari hasil penelitian sbb:
Tabel IX-4. Data Pengaruh Pengajaran Bahasa secara Tradisional di Pesantren terhadap Pemahaman pelajaran Bahasa Arab.
Kelas
Pemahaman
Paham Tidak Paham
Jumlah
VII
35 20
(B)
55
VIII
20 25
(C) (D)
45
Jumlah
55 45
100
Masalah penelitian: "adakah perbedaan pengaruh yang signifikan atas pengajaran bahasa secara tradisional di Pesantren terhadap pemahaman siswa pada pelajaran bahasa Arab".
Untuk menjawab permasalahan di atas, dilakukan dengan mencari nilai Chi Kuadrat (χ2).
Rumuskan hipotesis kerja dan hipotesis nihilnya.
Ha : Ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi yang diobservasi/diteliti dengan frekuensi teoritiknya.
Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi yang diobservasi/diteliti dengan frekuensi teoritiknya.
2. Mencari nilai χ2 dengan rumus di atas (Rumus 26).
N (AD – BC)2
χ2 =
(A+B) (C+D) (A+C) (B+D)
Dari table IX-4 di atas, kita dapatkan:
Frekuensi hasil observasi pada sel A = 35
Frekuensi hasil observasi pada sel B = 20
Frekuensi hasil observasi pada sel C = 20
Frekuensi hasil observasi pada sel D = 25
Dengan mensubstitusikan pada rumus 26, didapatkan:
100 ((35x25) – (20x20))2
χ2 =
(35+20)(20+25)(35+20)(20+25)
100(875 – 400)2
=
(55)(45)(55)(45)
100 (475)2
= = 3,683
6125625
χ2 = 3,683
Dengan rumus di atas kita tidak sedang menghitung nilai frekuensi teoritiknya. Sebagai perbandingan apakah nilainya benar, kita uji perbedaan dengan menghitung frekuensi teoritiknya seperti pada table IX-5 berikut ini.
Tabel IX-5: Tabel kerja dalam perhitungan χ2 yang terdapat pada table IX-4 untuk menghitung frekuensi teoritiknya.
Kelas
Pemahaman
Paham Tidak Paham
Jumlah
VII
35 20
(1) (2)
55 = Rn
VIII
20 25
(3) (4)
45 = Rn
Jumlah
55 = Cn 45 = Cn
100 = N
Tabel IX-6: Tabel lanjutan dalam mencari χ2 pada table IX-5
Sel
fo
ft
fo – ft
(fo – ft)2
χ2
1
35
30,25
4,75
22,5625
0,745868
2
20
24,75
-4,75
22,5625
0,911616
3
20
24,75
-4,75
22,5625
0,911616
4
25
20,25
4,75
22,5625
1,114198
100
100
0
3,683298
Catatan:
Dalam perhitungan mencari ft rumusnya adalah:
Cn x Rn
ft = untuk masing-masing sel.
N
(fo – ft)2 (fo – ft)2 (fo – ft)2 (fo – ft)2
χ2 = + + +
ft ft ft ft
χ2 = 0,745868 + 0,911616 + 0,911616 + 1,114198
χ2 = 3,683
Ternyata hasilna sama, baik yang menggunakan frekuensi observasi dan frekuensi teoritiknya, yaitu χ2 = 3,683
3. Memberikan interpretasi pada nilai χ2
Pertama kita perhatikan derajat bebas (db) dengan rumus
db = (k – 1)(b – 1). Karena k = 2 dan b = 2, maka db = 1
Setelah diketahui harga db = 1, maka kita konsultasikan dengan table harga kritik χ2 dengan taraf signifikansi 5% atau 1%.
Pada taraf signifikansi 5% = 3,841
Pada taraf signifikansi 1% = 6,635
Dengan taraf signifikansi 5% dan 1% di atas, kita ketahui bahwa nilai χ2 = 3,683 lebih kecil dari nilai kritik table Chi Kuadrat, atau
3,683 < 3,841 < 6,635
4. Dengan demikian Ho diterima; yakni tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi yang diobservasi/diteliti dengan frekuensi teoritiknya.
Dapat disimpulkan, bahwa tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan atas pengajaran bahasa secara tradisional di Pesantren terhadap pemahaman siswa pada pelajaran bahasa Arab". Ini artinya, kendati pengajaran bahasa dengan cara yang tradisional, siswa masih punya kecnderungan untuk bisa memahami pelajaran bahasa Arab.
Latihan Soal:
200 mahasiswa FAI dijadikan sampel untuk penelitian yang bertujuan mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal apresiasi terhadap belajar bahasa Arab antara lulusan pesantren dengan lulusan sekolah umum yang diketahui dari frekuensi gemar membaca teks berbahasa Arab, menulis artikel berbahasa Arab, dan gemar bercakap-cakap berkomunikasi dengan berbahasa Arab.
Datanya terkumpulkan sbb:
Tabel IX-7: Apresiasi Mahasiswa FAI terhadap Bahasa Arab
Lulusan
Apresiasi
Mahasiswa
Jumlah
Membaca Teks
Menulis
Komunikasi
Sek. Umum
40
60
25
125
Pesantren
20
40
15
75
60
100
40
200
Rumusan masalah penelitian:
"Adakah perbedaan yang signifikan dalam hal apresiasi belajar bahasa Arab antara lulusan pesantren dengan lulusan sekolah umum".
Variabel penelitian:
Lulusan mahasiswa, dengan variasi Sekolah umum dan Pesantren;
Apresiasi mahasiswa terhadap bahasa Arab, dengan variasi atribut: membaca teks berbahasa Arab, Menulis artikel berbahasa Arab, dan berkomunikasi dengan bahasa Arab.
Lakukan pengujian dengan teknik komparasi!
Daftar Pustaka
Agus Irianto, Statistik Pendidikan, Depdiknas, Jakarta: 1988
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, Radja Grafindo Persada
Andi Nasoetion & Barizi, Metode Statistika Untuk Penarikan Kesimpulan, Gramedia, Jakarta: 1985
Bambang Sumarno, Metode Kuantitatif dalam Penelitian Ilmu-ilmu Sosial dan Pendidikan, Depdiknas, Jakarta: 1987
Dwi Priyo Utomo, Statistika Dasar, UMM Press, Malang
Iqbal Hasan, Ir, M., Pokok-Pokok Materi Statistika 1, Bumi Aksara, Jakarta: 2012
Riduwan, Dr., Sunarto, Dr., Pengantar Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung: 2010
Ronald E. Walpole, Pengantar Statistika, Edisi ke-3, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 1995
Subana, Moersetyo Rahadi, Sudrajat, Statistika Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung: 2000
Sudjana, Prof., Dr., Metode Statistika, Tarsito, Bandung
Sugiyono, Prof., Dr., Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung: 2013
Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsito, Bandung: 1994
Yuyun Wahyuni, SE, MSi., Dasar-Dasar Statistika Deskriptif, Nuha Medika, Bantul, 2011