MAKALAH STUDI PENGENDALIAN MANAJEMEN PEMBANGUNAN PEMBANGUNAN ORGANISASI NIRBATAS dan KEMITRAAN USAHA
Disusun Oleh: 1. Nidya Puspita Pratiwi 2. Prabu Wahyuaji Qomara Santoso 3. Putri Kinanti 4. Ratu Agung Cynthia Larasati Devi
(A1C016113) (A1C016125) (A1C016126) (A1C016130)
Kelas C S1 Akuntansi Reguler Pagi
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MATARAM 2018
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kesempatan kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PEMBANGUNAN ORGANISASI NIRBATAS dan KEMITRAAN USAHA. Pada kesempatan ini, kami juga ingin mengucapkan terimakasih kepada kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan dimana kami pun sadar bahwasanya kami hanya lah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sehingga dalam penulisan dan penyusunan makalah masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati mohon kritik dan saran demi evaulasi diri kami. Akhirnya kami hanya hanya bisa berharap dibalik dibalik ketidak sempurnaan
penulisan dan
penyusunan makalah ini dapat ditemukan sesuatu yang bermanfaat bagi kami sendiri dan pembaca.
Mataram, 7 Oktober 2018
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................................... ii DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 4 1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 4 1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................ 5 1.3 TUJUAN ......................................................................................................... 5 BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 6 2.1 FAKTOR KEBERHASILAN ORGANISASI DALAM LINGKUNGAN BISNIS GLOBAL .......................................................................................... 6 2.2 PEMBANGUNAN ORGANISASI YANG BERJENJANG SEHAT ........ 7 2.3 PEMBANGUNAN BATAS-BATAS HORISONTAL YANG SEHAT. ... 12 2.4 PENEMBUSAN BATAS-BATAS EKSTERNAL ....................................... 15 2.5 MENUJU ORGANISASI GLOBAL ............................................................ 16 2.6 DEFINISI KEMITRAAN USAHA .............................................................. 19 2.7 MITOS TENTANG HUBUNGAN BISNIS ................................................. 20 2.8 TUJUAN PEMBANGUNAN KEMITRAAN USAHA ............................... 22 2.9 LANDASAN KEMITRAAN USAHA .......................................................... 24 2.10DAMPAK KEMITRAAN USAHA TERHADAP STRUKTUR SPPM .... 24 2.11DAMPAK KEMITRAAN USAHA TERHADAP TINDAKAN PERUSAHAAN .............................................................................................. 26 BAB III PENUTUP............................................................................................... 27 3.3 KESIMPULAN ................................................................................................ 27 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pembangunan organisasi nirbatas bukan berarti pembangunan organisasi tanpa batas, namun pembangunan organisasi dengan batas-batas vertikal horisontal, eksternal, dan geografis yang sehat. Keempat macam batasan tersebut secara alami diperlukan untuk membedakan organisasi dan komponennya dari organisasi lain dan komponen lain dalam organisasi tersebut, sehingga dari interaksi antarorganisasi dan antar komponennya dapat dihasilkan produk dan jasa yang diperlukan oleh customer. Namun, batas yang ketat dan tidak fleksibel akan mengganggu interaksi antarorganisasi dan antarkomponennya, sehingga organisasi tidak dapat dengan cepat menghadapu perubahan kebutuhan customer, tidak terpadu dalam menghadapi lingkungan bisnis yang turbulen, dan tidak inovatif dalam menghadapi persaingan. Kemitraan usaha berfokus pada pentingnya hubungan (relationship)-hubungan vertikal, horisontal, dan eksternal, dan bagaimana membangun hubungan tersebut untuk melipatgandakan value bagi customer. Melalui kemitraan usaha, jejaring organisasi dapat diwujudkan. Dalam jejaring organisasi, setiap organisasi berfokus ke kompetensi intinya dalam menyediakan value terbaik bagi customer, sehingga secara keseluruhan jejaring organisasi mampu menghasilkan produk sebagai “a bundle of services” yang terbaik bagi customer. Kemitraan usaha menjadi komponen struktur SPPM, yang berfungsi sebagai perekat jejaring organisasi. Dalam menghadapi lingkungan bisnis global diperlukan persatuan yang erat diantara personel perusahaan, di antara perusahaan dengan pemasoknya, dan di antara perusahaan dengan mitra bisnisnya. Tidak ada perusahaan yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam menghadapi lingkungan bisnis global dengan hanya mengandalkan kekuatannya sendiri, tanpa dukungan penuh dan kuat dari seluruh personel perusahaan, pemasok dan mitra bisnis.
4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja faktor keberhasilan organisasi dalam lingkungan bisnis global? 2. Apa itu pembangunan organisasi berjenjang yang sehat? 3. Apa itu pembangunan batas-batas organisasi yang sehat? 4. Apa itu penembusan batas eksternal? 5. Apa itu menuju organisasi global? 6. Apa definisi kemitraan usaha? 7. Apa itu mitos tentang hubungan bisnis? 8. Apa saja tujuan pembangunan kemitraan usaha? 9. Apa dampak kemitraan usaha terhadap struktur SPPM? 10. Apa dampak kemitraan usaha terhadap tindakan perusahaan?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa saja faktor keberhasilan organisasi dalam bisnis global 2. Untuk mengetahui apa itu pembangunan organisasi berjenjang yang sehat 3. Untuk mengetahui apa itu pembangunan batas-batas organisasi yang sehat 4. Untuk mengetahui apa itu penembusan batas eksternal 5. Untuk mengetahui apa itu menuju organisasi global 6. Untuk mengetahui definisi kemitraan usaha 7. Untuk mengetahui apa itu mitos tentang hubungan bisnis 8. Untuk mengetahui apa saja tujuan pembangunan kemitraan usaha 9. Untuk mengetahui apa dampak kemitraan usaha terhadap struktur SPPM 10. Unutk mengetahui apa dampak kemitraan usaha terhadap tindakan perusahaan
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 FAKTOR KEBERHASILAN ORGANISASI DALAM LINGKUNGAN BISNIS GLOBAL
Untuk memasuki lingkungan bisnis yang telah berubah, organisasi perlu membangun faktor keberhasilan yang berbeda dengan faktor keberhasilan organisasi di masa manajemen tradisional. Sehingga, terjadi pergeseran faktor keberhasilan organisasi : (1) dari ukuran ke kecepatan, (2) dari kejelasan peran ke fleksibilitas permanen, (3) dari spesialisasi ke keterpaduan, dan (4) dari pengendalian ke inovasi. Bukan lagi ukuran (size) yang menetukan keberhasilan organisasi di masa sekarang, namun kecepatan dalam menyediakan layanan bagi customer, membawa produk dan jasa baru ke pasar, mengubah strategi, dan merespons perubahan kebutuhan customer. Bukan lagi kejelasan peran melalui job description rinci yang menetukan keberhasilan organisasi di masa sekarang, namun fleksibilitas personel dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan lingkungan bisnis, kemampuan belajar keterampilan baru, dan kesediaan untuk bergeser ke lokasi dan penugasan baru yang belum pernah dikenal. Bukan lagi spesialisasi yang menetukan keberhasilan organisasi masa sekarang, namun keterpaduan seluruh personel organisasi, dan keterpaduan organisasi perusahaan dengan organisasi pemasok dan customer, mengingat semakin kompleksnya kebutuhan customer yang harus dipuaskan oleh organisasi perusahaan. Bukan lagi, pengendalian yang harus ditekankan untuk mencapai keberhasilan organisasi, namun kemampuan untuk menghasilkan inovasi produk dan proses baru untuk memenuhi kebutuhan customer yang senantiasa berubah yang menentukan keberhasilan organisasi di masa sekarang.
6
2.2 PEMBANGUNAN ORGANISASI YANG BERJENJANG SEHAT
Organisasi
tradisional
dibangun
berjenjang
untuk
mewujudkan
keberhasilan
organisasi yang berorientasi kepada ukuran, kejelasan peran, spesialisasi, dan pengendalian. Dengan hierarki yang didesain berorientasi pada ukuran, kejelasan, peran, spesialisasi, dan pengendalian tersebut, organisasi menjadi tidak cocok untuk menghadapi lingkungan bisnis yang turbulen. Oleh karena itu, perlu dibangun organisasi dengan batasan- batasan vertikal yang sehat, sehingga organisasi mampu dengan cepat memenuhi kebutuhan customer, secara fleksibel memenuhi perubahan kebutuhan customer, secara terpadu memberikan layanan kepada customer, dan secara inovatif menghadapi perubahan persaingan. Tanda-tanda Hierarki yang Tidak Sehat
Organisasi berjenjang yang tidak sehat menunjukkan tanda - tanda berikut : 1. Inovasi atau perubahan terjadi lambat karena diperlukannya terlalu banyak persetujuan. 2. Keputusan salah dilakukan karena data dari jenjang yang lebih rendang tidak dipertimbangkan. 3. Karyawan yang bermotivasi tingggi dan berharga bagi perusahaan menjadi tidak berminat untuk berprestasi karena tidak adanya respons dari atasannya. 4. Waktu respons yang lambat. Jika organisasi memerlukan waktu lama untuk membuat keputusan, untuk merespons kebutuhan customer, atau bereaksi secara tidak efektif terhadap perubahan kondisi pasar. 5. Kaku terhadap perubahan. Jika suatu organisasi menggunakan lebih banyak usaha cara untuk tidak berubah daripada berubah, kondisi ini menunjukan hierarki organisasi tidak sehat. 6. Frustasi internal. Hierarki yang tidak sehat ditandai dengan meluasanya frustasi internal, karena orang merasa tidak dihargai kontribusinya terhadap pencapaian tujuan organisasi atau tidak diberi penghargaan semestinya, atau tidak diperhatikan kesejahteraannya. 7. Customer tidak puas. Hierarki yang tidak sehat ditandai dengan customer yang merasa frustasi dan marah, atau tidak didengar sama sekali.
7
Cara Menjadikan Hierarki Sehat
Manajemen harus mengubah dari pengendalian ketat menjadi pengurangan pengendalian empat dimensi berikut ini : 1. Informasi Informasi harus diubah, dari yang semula disimpan secara tertutup, menjadi information sharing secara terbuka bagi seluruh anggota organisasi. Karyawan tidak dapat mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya karena tidak tersedianya informasi untuk tujuan itu. Dengan menyediakan informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan, karyawan akan mampu melakukan pengambilan keputusan berkualitas. Informasi mampu memberikan kekuasaan kepada karyawan untuk menjalankan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Iinformasi juga dapat memberikan arah yang dituju bersama oleh organisasi, sehingga karyawan dapat menentukan tujuan pekerjaannya, selaras dengan tujuan organisasi secara keseluruhan. 2. Kompetensi Kompetensi
perlu
diubah,
dari
yang
semula
seluruh
pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan dikuasai manajemen puncak, menjadi kompetensi didistribusikan kepada karyawan. Dalam boundaryless organization, pelatihan yang sama diberikan ke semua jenjang organisasi. Karyawan menerima pendidikan yang bersifat strategik sama dengan pendidikan yang diberikan kepada manajemen senior. Dalam reikrutment karyawan tidak lagi dianggap sebagai sekrup mesin, namun sebagai msin itu sendiri. Perbedaan organisasi tradisional dengan boundaryless organization terletak pada penyebaran kompetensi. 3. Wewenang Dalam organisasi tradisional, keputusan diambil oleh manajemen puncak, dan garis wewenang ditarik secara jelas untuk membatasi manajer yang memiliki wewenang memberikan persetujuan. Keputusan diambil oleh manajer senior karena informasi dan kompetensi tertentu yang diperlukan untuk melakukan pilihan tindakan secara berhasil dibatasi hanya untuk tingkat manajemen tersebut. Dalam boundaryless organization, keputusan diambil oleh orang yang berada terdekat dengan isu, dan yang harus menghayati konsekuensi sebagai akibat
8
keputusan yang diambilnya. Wewenang kurang berkaitan dengan posisi atau jabatan, namun lebih merupakan fungsi informasi dan kompetensi. Oleh karena pengambilan keputusan berpindah ke jenjang terbawah organisasi, jarak antara keputusan dengan implementasi menjadi lebih pendek. 4. Penghargaan Dalam organisasi tradisonal, pemghargaan didesain sesuai dengan kedudukan vertikal dalam organisasi. Pada dasarnya, organisasi semacam ini membayar pekerjaan dan bukan orang, berdasarkan evaluasi terhadap nilai pekerjaan berdasarkan atas faktor-faktor seperti tentang pengendalian, wewenang anggaran ,dan lingkup tanggung jawab. Akibatnya terdapat perbedaan sangat besar pada kompensasi yang diberikan kepada manajer senior dengan karyawan pada tingkat awal masuk. Dalam boundaryless organization. Penghargaan memiliki dua tujuan yaitu pengakuan secara adil atas kinerja masa lalu dan pemotivasian personel untuk menghasilkan kinerja secara kompeten atau secara berbeda di masa yang akan datang. Dalam organisasi ini sistem penghargaan tidak membayar pekerjaan, sehingga tidak memotivasi orang untuk mencapai pekerjaan yang lebih tinggi kedudukannya, namun membayar orang karena perluasan kemampuannya sedemikian rupa, sehingga memeberikan kontribusi maksimum dalam pencapaian tujuan organisasi.
Jika
personel memberikan kontrinus terbaik dan menambah keterampilannya untuk kepentingan organisasi maka, akan mendapatkan penghargaan. Sistem penghargaan ini disebut performance-based reward. Mitos tentang Pembangunan Hierarki yang Sehat
Berbagai mitos berkembang dalam usaha membangun hierarki yang sehat, antara lain : 1. Pengurangan jenjang manajemen menghasilkan hierarki yang sehat. Banyak perusahaan yang telah melakukan pengurangan terhadap jenjang organisasi kemudian manajemennya mengira bahwa hierarki organisasi telah sehat. Hal ini tidak benar. Pengurangan jenjang manajemen baru merupakan satu langkah untuk membuat hierarki organisasi yang sehat. Jika informasi, wewenang, dan penghargaan tidak dibagi ke karyawan, organisasi akan tetap lamban dalam merespons perubahan kebutuhan customer, tidak fleksibel, dan kurang inovatif. 2. Pelatihan menghasilkan hierarki yang sehat.
9
Beberapa organisasi mengeluarkan jumlah biaya besar untuk pelatihan karyawan, dengan harapan hierarki organisasinya menjadi sehat. Karyawan yang telah terlatih dengan baik, namun tidak dberi kesempatan untuk memanfaatkan kompetensi mereka, dan tidak diberi wewenang untuk melakukan akses ke sumber informasi, tidak akan dapat menjadikan karyawan tersebut produktif dalam memanfaatkan pengetahuan mereka untuk menghasilkan value bagi customer. 3. Shared decision making menghasilkan hierarki yang sehat. Manajemen puncak sering salah mengira dengan memberi kesempatan kepada karyawan untuk mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, karyawan akan menjadi puas dan pemberdayaan karyawan akan segera terwujud. Kenyataannya tidak demikian. Pemberian kesempatan kepada karyawan untuk mengambil keputusan harus didahului dengan pembangunan kompetensi karyawan untuk mengambil keputusan. Tanpa kompetensi memadai, karyawan tidak akan dapat melakukan pengambilan keputusan yang berkualitas. 4. Information sharing menghasilkan hierarki yang sehat. Jika manajemen puncak hanya menyediakan informasi untuk memungkinkan karyawan melakukan pengambilan keputusan, namun karyawan tidak diberi wewenang untuk melakukan pengambilan keputusan keadaan ini tidak akan menghasilkan keputusan dari tangan karyawan. Begitu pula jika karyawan tidak dibangun
kompetensinya
untuk
memungkinkannya
melakukan
pengambilan
keputusan, penyediaan informasi bagi karyawan tidak akan ada gunanya. Information sharing harus disertai dengan peningkatan kompetensi, pemberian wewenang, dan pemberian penghargaan kepada karyawan. 5. Broad sharing of rewards menghasilkan hierarki yang sehat. Banyak yang beranggapan salah bahwa untuk memasuki hati karyawan manajemen harus melewati saku karyawan. Menurut anggapan ini, jika karyawan diberi cukup uang dan pengakuan, maka akan menghasilkan kinerja yang efektif dan dapat menghasilkan hierarki yang sehat. Kenyataannya, penghargaan saja hanya akan menghasilkan perilaku sembarang dan bahkan perilaku yang tidak produktif. Di samping penghargaan, karyawan juga memerlukan informasi, kompetensi, dan wewenang untuk bertindak. 6. Semua karyawan ingin diberdayakan dalam hierarki yang sehat. Anggapan salah lain adalah bahwa semua karyawan ingin diberdayakan, dilepas dan dibebaskan potensi mereka secara seragam. Berdasarkan anggapan ini, 10
manajemen
hanya
perlu
menyediakan
informasi,
memberikan
wewenang,
mengadakan pelatihan, dan membagi penghargaan kepada setiap karyawan, maka semua potensi karyawan dapat dilepaskan sehingga hal-hal baik akan terjadi dengan sendirinya. Kenyataannya tidak sesederhana seperti itu. Orang bekerja di suatu organisasi dengan alasan yang berbeda beda seperti untuk mendapat gaji, untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, untuk mencari teman, untuk menguasai keterampilan tertentu atau untuk mendapatkan pengakuan. Pentingnya Employee Empowerment Mindset
Hierarki yang sehat hanya dapat terwujud jika dibangun berlandaskan pada mindset yang semestinya dalam diri manajemen dan karyawan. Employee Empowerment Mindset merupakan landasan yang seharusnya dibangun untuk dasar pembangunan hierarki yang sehat. Perwujudan pemberdayaan karyawan menyangkut dua pihak : (1) Manajer yang bertanggung jawab menjadikan karyawan berdaya, dalam arti karyawan dapat dipercaya dan diandalkan oleh manajer untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang sebelumnya dilaksanakan oleh manajer (2) Karyawan yang bertanggung jawan untuk menjadikan dirinya berdaya, dalam arti dapat menumbuhkan kepercayaan dalam diri manajer bahwa ia dapat dipercaya untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang sebelumnya tidak pernah dil akukannya. Oleh karena itu, diperlukan dua mindset pemberdayaan karyawan yang perlu dibangun : (1) Mindset manajer (2) Mindset karyawan
11
2.3 PEMBANGUNAN BATAS-BATAS HORISONTAL YANG SEHAT
Dalam organisasi, batas horisontal merupakan garis pemisah antara divisi, departemen, kelompok, unit, dan fungsi. Sementara batas vertikal menentukan batas status, jenjang, kenaikan karier, batas horisontal menentukan kekuasaan fungsional, seperti pemasaran, produksi, teknik, pengadaan. Batas yang membedakan orang dalam suatu fungsisebagai contoh, karyawan yang dibayar per jam dengan karyawan yang digaji bulanan, karyawan yang mendapat bonus dengan yang tidak berhak atas bonus, karyawan tetap dengan karyawan honorer juga merupakan batas horisontal. Secara singkat, batas horisontal merupakan garis demarkasi yang digunakan oleh organisasi untuk membagi daerah dalam organisasi tersebut. Tanda-tanda Batas Horisontal yang Tidak Sehat
Tanda-tanda batas horisontal yang tidak sehat dapat dilihat dari lima karakteristik berikut ini : 1. Waktu siklus proses yang lambat dan berurutan Jika dalam pengembangan produk dan ajsa baru dan dalam pemberian respon kepada customer, berbagai departemen atau divisi harus dilibatkan satu persatu secara berurutan, waktu siklus yang diperlukan akan lama sehingga perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk merebut pasar atau akan ditinggalkan customer uang tidak puas. Jika arus kerja berjalan dari fungsi ke fungsi, anggapan yang dipakai adalah setiap fungsi akan menambah nilai khusus. Oleh karena setiap fungsi dianggap beroprasi menurut caranya masing-masing, kerja sama antarfungsi tidak mungkin dapat terjadi. Di samping itu, setiap fungsi harus menunggu sampai dengan fungsi sebelumnya selesai melakukan pekerjaannya. Dengan demikian proses pengerjaan produk dan jasa akan berjalan sangat lambat. 2. Daerah yang dilindungi Jika batas-batas horisontal menjadi kuat, orang cenderung melindungi kekuasaan dan sumber daya departemennya masing-masing. Setiap perubahan dalam proses selalu dipandang sebagai gangguan terhadap status quo; bukan dari manfaatnya terhadap organisasi secara keseluruhan. Sebagai akibatnya, manajer departemen menghabiskan waktunya lebih banyak untuk mempertahankan daerah kekuasaannya daripada melayani kebutuhan customer. 3. Tidak tercapainya optimalisasi tujuan organisasi 12
Dalam organiasi dengan batas-batas horisontal yang ketat, spesialis dalam setiap fungsi akan mendahulukan tujuan fungsinya daripada tujuan organisasi secara keseluruhan untuk mengoptimalisasi penhargaan yang disusun berdasarkan kinerja fungsi. 4. Penyakit musuh dalam selimut Dalam organisasi dengan batas horisontal ketat, akan berebut sumber daya, hak prerogatif dan kekuasaan. Antar fungsi akan mengorbankan permusuhan dalam memperebutkan sumber daya, hak prerigatif, dan kekuasaan tersebut, sehingga tidak jarang proyek mengalami kegagalan
karena terjadinya kinflik antarfungssi yang
terkait dengan proyek tersebut. 5. Customer melakukan pemaduan sendiri Dalam menghadapi organiasi yang melakukan spesialisasi sangat ketat, tidak jarang customer melakukan pemaduan sendiri berbagai spesialisasi yang disediakan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhannya. Prinsip-Prinsip untuk Membangun Batas-Batas Horisontal yang Sehat
1. Pusatkan orientasi kegiatan ke customer Untuk membangun batas horisontal yang sehat, proses intern perlu diorganisasikan dengan tujuan untuk memberikan layanan kepada customer luar. Oleh karena itu, organisasi harus disusun berdasarkan proses yang dimulai dari customer dan berakhir pada customer. Disamping itu, proses harus dirancang dari sudut pandang customer. Organisasi dengan batas horisontal yang sehat akan efektif jika seluruh karyawan memahami dan merasakan kebutuhan customer 2. Hadapi customer denga satu muka saja Jika fokus organisasi telah ditujukan kepada customer, prinsip selanjutnya yang harus dipenuhi untuk membangun batas-batas horisontal yang sehat adalah menyediakan kemudahan bagi customer untuk melakukan akses terhadap sumber daya, produk, dan jasa melintasi berbagai fungsi yang dibentuk dalam organisasi. Oleh karena itu, organisasi harus menyediakan satu titk kontak yang sederhana dan konsisten bqgi customer untuk melakukan akses terhadap sumber daya, produk dan jasa yang disediakan organisasi 3. Bentuk dan bentuk kembali tim untuk memberikan layanan bagi customer Layanan yang sesungguhnya kepada customer dilaksanakan oleh suatu tim yang sangat mudah diubah, sesuai dengan kebutuhan customer. Tim ini terdiri atas 13
anggota yang memiliki kompetensi yang berbeda dan berbagai sumber daya, sesuai dengan kebutuhan layanan bagi customer.Tim ini mengambil modal manusia dengan kompetensi yang diperlukan dan berbagai sumber daya dari tempat maupun dalam organisasi. 4. Selenggarakan suatu pusat kompetensi Untuk memenuhi kebutuhan customer, organisasi perlu membentuk pusat untuk mengumpulkan orang-orang yang kompeten. Mereka dikumpulkan dan disusun menurut fungsi seperti produksi, pemasaran, teknik, modal manusia, akuntansi, keuangan), menurut produk atau menurut daerah geografis. Pekerjaan mereka hanya bermakna jika mereka bergabung dalam tim lintas fungsional yang secara bersamasama bekerja untuk menghasilkan value bagi customer. Manajer fungsi bertanggung jawab untuk senantiasa memantau kesesuaian kompetensi orang yang berada di bawah tanggung jawabnya dengan kompetensi yang dituntut oleh customer yang dilayanin sekarang dan di masa depan. 5. Saling belajar antar tim customer Prinsip terakhir untuk membangun batas horisontal yang sehat adalah dengan membangun proses belajar. Melalui kerja sama tim lintas fungsional, setiap anggota tim akan memeiliki kesempatan untuk mendapatkan wawasan lebih luas tentang customer, tentang keahlian yang dimiliki oleh anggota lain tim, dan tentang proses bekerja bersama yang melibatkan berbagai disiplin. Pentingnya Cross- Functional Mindset
Cross Functional Mindset Terdiri atas : 1. Keyakinan dasar tenang pendekatan llintas fungsional Terdapat empat keyakinan dasar yang perlu ditanamkan dalam diri setiap personel tentang pendekatan lintas fungsional: (1) Kemampuan organisasi untuk menghasilkan value bagi customer menentukan kelangsungan hidup organisasi (2) Kinerja organisasi lebih penting daripada kinerja fungsional (3) Improvement terhadap sistem hanya dapat terjadi melalui eksperimen untuk pengetahuan dan keterbukaan terhadap hal yang baru (4) Improvement terhadap kinerja organisasi bersumber dari improvement terhadap sistem dan proses, bukan hanya improvement terhadap personel.
14
2. Nilai dasar yang melandasi pendekatan lintas fungsional Nilai dasar yang melandasi pendekatan kepemilikan sistem adalah : (1) Kerja sama (2) Mental berlimpah (3) Kerendahan hati (4) Keterbukaan terhadap hal yang baru
2.4 PENEMBUSAN BATAS-BATAS EKSTERNAL
Untuk membangun batas eksternal yang sehat, manajemen perusahaan harus mengubah pandangannya dari pandangan semput hanya terbatas pada entitasnya sendiri ke pandangan luas ke semua entitas dalam keseluruhan matarantai nilai. Manajemen perusahaan harus menyadari bahwa perusahaan yang dipimpinnya hanya merupakan satu matarantai dari keseluruhan mata rantai yang diperlukan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer akhir. Manajemen suatu perusahaan harus memperluasa cakrawalanya, tidak hanya memaksimumkan kemampuan untuk menghasilkan laba perusahaan yang dipimpinnya, namun berusaha untuk memaksimumkan keberhasilan total keseluruhan matarantai nilai. Dampak perubahan asumsi tentang mata rantai nilai tersebut dirin gkas pada Gambar ORGANISASI DENGAN BATAS-BATAS
ORGANISASI DENGAN BATAS-BATAS
EKSTERNAL YANG TIDAK SEHAT
EKSTERNAL YANG SEHAT
Strategi dan rencana dikembangkan secara Perencanaan pribadi Information
dan
operasinal
dikoordinasikan sharing
dan
penyelesaian
masalah bersama sangat terbatas Akuntansi,
bisnis
pengukuran,
dan
Informatin sharing dilaksanakan secara luas dan masalah diselesaiakan bersama
sistem
Akuntansi,
pengukuran,
dan
sistem
penghargaan dibuat secara terpisah dan tidak penghargaan dibuat konsisten serasi satu dengan lainnya. Personel pemasaran mendorong produk atas
Penjualan merupakan proses yang bersifat
dasat dan syarat-syarat yang ditentukan oleh
konsultatif
orang pemasaran Sumber daya dimanfaatkan secara tidak
Sumber daya dimanfaatkan melalui resource
efisien
sharing
15
Pentingnya Partnered Relationship Mindset
Kemitraan usaha dilandasi oleh mindset yang terdiri atas t iga komponen : 1. Paradigma “kemitraan usaha melipatgandakan customer value” Dalam lingkungannya yang didalamnya customer memegang kendali bisnis, keberhasilan perusahaan menghasilkan value bagi customer merupakan faktor penentu kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Customer value ditentukan oleh tiga faktor dalam formula berikut :
= ( − ) ∗ ℎ 2. Keyakinan dasar customer adalah tujuan pekerjaan Berdasarkan keyakinan dasar ini, n=berbagai keyakinan dasar yang lama prlu dibuang antara lain : (1) Hubungan antara perusahaan dengan pemasoknya, hubungan antara manajer dengan karyawannya, hubungan antarkaryawan, dan hubungan antarfungsi yang didasarkan atas landasan ketidak percayaan hanya akan mengakibatkan hambatan dalam mencapai tujuan kepuasan customer karena menurunnya kualitas layanan yang disediakan oleh perusahaan bagi customer. (2) Jika customer bukan merupakan pekerjaan, berarti tujuan pekerjaan hanya untuk memuaskan kebutuhan diri sendiri. Maka perusahaan cenderung melaksanakan sendiri semua pekerjaan penyediaan value bagi customer, meskipun pekerhaan tersebut merupakan kompetensi intinya. Akibatnya customer tidak mendapatkan value terbaik dari produk dan jasa yang dikonsumsinya. 3. Nilai dasar kejujuran dan integritas
2.5 MENUJU ORGANISASI GLOBAL
Proses Globalisasi semakin menigkat. Mobilitas modal dana, modal manusia, dan ide semakin meningkat, sehingga perusahaan dengan mudah memenuhi kebutuhan modal dana, modal manusia, dan ide dari sumber terbaik yang tersebar di muka bumi ini. Keserentakan perubahan semakin meningkat, sehingga perubahan yang terjadi di belahan bumi yang satu akan segera dapat diikuti, dan berdampak terhadap belahan bumi yang lain, begitu pula sebaliknya. Globalisasi juga semakin meningkatkan pluralisme – terjadinya penyebaran pusat kekuasaan ke seluruh dunia. Perusahaan dapat memanfaatkan kondisi semakin meningkatnya
16
pluralisme dengan menjadikan organisasinya berbeda dari pesaing, sehingga dipilih oleh customer karena keunggulan tertentu yang dimilikinya. Alasan Menuju Organisasi Global
Beberapa alasan berikut menjelaskan mengapa organisasi menjadi global : 1. Untuk mempertahankan hidup Dalam dunia yang sangat kompetitif ini, mempertahankan hidup merupakan alasan perusahaan menjadi global. Sering kali yang menjadi isu untuk tetap hidup adalah pengurangan biaya dan peningkatan laba. Bagi beberapa perusahaan, pengurangan biaya dilaksanakan dengan mencari negara yang upah buruhnya murah. Beberapa perusahaan lain memberikan layanan khusus sesuai dengan keunikan selera bangsa tertentu, yang hanya dapat dipenuhi dengan mendirikan perusahaan di ne gara yang bersangkutan. 2. Penyebaran beban biaya Untuk menyebarkan beban biaya sebagai akibat dari investasi yang padat modal, perusahaan sering kali menempuh merger, kemitraan, dan joint venture dengan perusahaan di luar negeri. 3. Pelopor Beberapa perusahaan membuka perusahaan di daerah baru dan di negara lain dimotivasi oleh semangat untuk menjadi pelopor. 4. Revolusi teknologi Dengan teknologi, batasa, jarak dan daerah waktu tidak lagi menjadi penghambat untuk melakukan bisnis dengan mitra bisnis di seluruh dunia. Tantangan dalam Meniadakan Batas-Batas Global
1. Pembagunan struktur organisasi global yang dapat diandalkan Umumnya struktur organisasi disesuaikan dengan perkembangan globalisasi bisnis yang dapat dicapai perusahaan. Biasanya pada awal globalisasi bisnis, perusahaan menggunakan pendekatan sentralisasi. Pada masa pertumbuhan, perusahaan merubah pendekatannya menjadi
desentralisasi,
dan
pada
masa
puncka
perkembangannya,
perusahaan
menggunakan pendekatan matriks. 2. Pemerkerjaan global super managers Global super manager ditentukan oleh dua faktor utama yaitu negara asal dan global management competencies. Kompetensi yang harus dimiliki seorang global super manager
17
adalah (1) nanaging competition, (2) managing complexity, (3) managing adaptability, (4) managing teams, (5) managing uncertainty, dan (6) managing learning. 3. Pengelolaan orang untuk lingkungan global Sebagai konsekuensi dari global super managers , perusahaan harus mengembangkan sistem manajemen modal manusia untuk mempertahankan dan mengembangkan modal manusia begitu mereka ditemukan dan dipekerjakan dalam perusahaan. 4. Penghindaran dari pandangan sempit dan kesombongan pasar Pandangan sempit dan kesombongan adalah akibat cara pandang stereotip terhadap kultur bangsa lain. Pandangan sempit tidak mau menerima ide dari luar, karena anggapan bahwa ide yang bersumber dari dirinya dan budaya bangsanya lebih unggul dari ide yang berasal dari orang lain
dang bangsa lain. Kesombongan pasar sering terjadi jika perusahaan
multinasional tidak memperdulikan selera, preferensi, dan kultur lokal dalam memasarkan produk dan jasanya. 5. Perancangan mekanisme pemersatu global mindset Perusahaan globa beroprasi dengan bahsa, daerah waktu, jarak, dam kultir yang berbeda, yang memerlukan mekanisme untuk memadukan berbagai perbedaan tersebut, agar memungkinkan perusahaan menghasilkan value bagi customer. Berbagai mekanisme yang digunakan untuk memadukan berbagai perbedaan antara lain : (1) Rapat temu muka yang diselenggarakan secara teratur untuk menghilangkan cara berpikir stereotip, memecah batas hubungan antarpribadi, dan mengembangkan jejaring orang yang menaruh kepercayaan berdasarkan hubungan pribadi. (2) Kelompok proyek horisontal yang belajar untuk bekerja sebagai tim dan untuk pemecahan masalah tanpa campur tangan dari kantor pusat. (3) Pelatihanberorientasi pada proyek untuk pengembangan kompetensi. (4) Program pengelolaan karier dan mobilitas yang membantu personel dalam mengembangkan keyterampilan jangka panjang untuk memenuhi tuntutan manajemen global dan pengembangan kompetensi lintas kultural. (5) Pembangunan shared vision and values untuk memobilisasi energi dan tindakan organisasi.
18
2.6 DEFINISI KEMITRAAN USAHA
Kemitraan Usaha ini berfokus pada pentingnya hubungan (relationship)-hubungan vertikal, horisontal, dan eksternal-dan bagaimana membangun hubungan tersebut untuk melipatgandakan value bagi custoner. Melalui kemitraan usaha, jejaring organisasi dapat diwujudkan. Pergeseran terjadi dari organisasi independent, organisasi yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan customer, menjadi organisasi interdependent, organisasi yang saling terkait satu dengan lainnya melalui kemitraan usaha dalam memenuhi kebutuhan customer. Dalam jejaring organisasi ini, setiap organisasi berfokus ke kompetensi intinya dalam menyediakan value terbaik bagi customer, sehingga secara keseluruhan jaring organisasi mampu menghasilkan produk sebagai “a bundle of services" yang terbaik bagi customer. Kemitraan usaha menjadi komponen struktur SPPM, yang berfungsi sebagai perekat jejaring organisasi. Dalam menghadapi lingkungan bisnis global diperlukan persatuan yang erat di antara personel perusahaan, di antara perusahaan dengan pemasoknya, dan di antara perusahaan dengan mitra bisnisnya. Tidak ada perusahaan yang mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam menghadapi lingkungan bisnis global dengan hanya mengandalkan kekuatannya tanpa dukungan penuh dan kuat dari seluruh personel perusahaan, pemasok, dan mitra bisnis. Siapa yang pantas untuk dijadikan mitra dalam melakukan bisnis? Pertanyaan ini selalu dihadapi oleh manajemen perusahaan setiap kali akan melakukan hubungan bisnis dengan perusahaan lain. Pertanyaan ini juga muncul jika manajemen perusahaan memerlukan personel, baik yang akan didudukkan dalam posisi manajerial maupun yang akan dipekerjakan sebagai karyawan. Di masa lalu, terdapat dua pendekatan yang biasanya ditempuh untuk memecahkan masalah tersebut di atas: pendekatan keluarga dan pendekatan bisnis, Dalam pendekatan keluarga, manajemen perusahaan cenderung untuk memilih orang atau perusahaan yang memiliki hubungan keluarga untuk dijadikan mitra usaha. Alasan utama adalah karena orang dapat meletakkan kepercayaan kepada keluarga. Hubungan keluarga dijadikan kriteria kepantasan seseorang atau perusahaan untuk dijadikan mitra usaha. Begitu pula dalam mempekerjakan personel perusahaan, kecenderungan memilih personel yang memiliki hubungan keluarga mewarnai manajemen di masa lalu. Semakin besar dan kompleks bisnis yang dijalankan perusahaan, maka semakin sulit mencari mitra bisnis apabila hubungan keluarga dipakai sebagai dasar pemilihan. Oleh karena itu, dikembangkan pendekatan bisnis untuk berhubungan bisnis dengan pihak lain. Hubungan 19
bisnis dapat dilakukan dengan bukan keluarga, namun seperangkat alat kontrol perlu dikembangkan untuk menjaga agar transaksi bisnis dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. gitu pula, karena untuk mencari personel perusahaan berdasarkan hubungan keluarga sulit dan tidak mungkin dilakukan dalam perusahaan besar, perusahaan kemudian mempekerjakan personel bukan keluarga dengan mengembangkan seperangkat alat kontrol bagi personel untuk menjaga agar transaksi dilaksanakan seperti yang diharapkan. Pendekatan bisnis memiliki segi positif. Transaksi bisnis dapat dilaksanakan secara businesslike. Namun pendekatan bisnis juga memiliki segi negatif. pihak yang terkait dalam bisnis melaksanakan hubungan hanya terbatas pada hubungan bisnis. Pihak-pihak yang terkait tidak termotivasi untuk memberikan lebih dari yang telah disepakati dalam transaksi bisnis.
2.7 MITOS TENTANG HUBUNGAN BISNIS
Ada dua konsep yang keliru mengenai hubungan bisnis : pendekatan keluarga dan pendekatan bisnis. Pendekatan Keluarga
Pendekatan keluarga dalam mengembangkan hubungan bisnis memiliki segi positif. Pendekatan keluarga dilandasi kepercayaan, dan hubungan bisnis sangat memerlukan dasar tersebut agar transaksi bisnis dapat berjalan secara lancar dan efektif. Pendekatan keluarga juga menjadikan pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis mampu mencurahkan energi mereka untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan bersama, bahkan sering kali dapat melampaui harapan sebelumnya. Namun, pendekatan keluarga mempunyai segi negatif. Pendekatan keluarga sering kali menimbulkan hambatan karena pihak yang terkait tidak dapat melaksanakan hubungan bisnis secara businesslike. Tidak jarang rasa kekeluargaan sering kali menimbulkan rasa sungkan, tidak sampai hati, pekewuh (tidak enak hati) yang mengganggu hubungan bisnis. Di samping itu, pendekatan keluarga tidak mampu menyediakan semua kompetensi yang diperlukan untuk menjalankan bisnis, sehingga dapat berakibat dalam ketidak efisienan dan ketidak produktifan proses penyediaan produk dan jasa. Sebagaimana telah diuraikan di atas, pendekatan keluarga mendasarkan hubungan keluarga dalam memilih pihak yang akan diajak untuk melakukan hubungan bisnis. Dalam perusahaan kecil, biasanya personel dipilih dari orang yang memiliki hubungan keluarga dengan pemilik perusahaan. Pemasok dan mitra bisnis dipilih berdasarkan hubungan keluarga dengan manajemen perusahaan. Dalam tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan, banyak 20
BUMN menggunakan pendekatan keluarga dalam memilih pemasok dan mitra bisnisnya. Ada BUMN yang menunjuk koperasi karyawan perusahaan sebagai pemasok bahan baku. Ada pula BUMN yang mendirikan anak perusahaan untuk menangani transportasi produknya kepada distributornya. Perkembangan konglomerasi di Indonesia sebagian ada yang didorong oleh semangat untuk menangani penyediaan produk dan jasa bagi customer melalui hubungan kekcluargaan dalam grup perusahaan (hubungan induk dan anak perusahaan). Pendekatan Bisnis
Pendekatan keluarga memiliki keterbatasan dalam penyediaan kompetensi yang diperlukan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer. Oleh karena itu, dicari alternatif pendekatan bisnis untuk mengatasi kelemahan pendekatan keluarga. Pendekatan bisnis digunakan sebagai dasar pembangunan hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok dan mitra bisnisnya, antara manajer dengan karyawan, dan antarfungsi dalam perusahaan. Melalui pendekatan bisnis, perusahaan mencari mitra bisnis di luar hubungan keluarga, sehingga dapat dibangun hubungan bisnis dengan pihak yang memang memiliki kompetensi yang diperlukan untuk menjalankan bisnis Di masa lalu dalam bisnis diyakini bahwa jika transaksi bisnis dilaksanakan oleh pihak pihak yang independen akan dapat dihasilkan transaksi yang fair, sehingga pihak-pihak yang bertransaksi akan memperoleh manfaat yang adil dari transaksi yang dilaksanakan. Transaksi demikian disebut arm's length transaction-transaksi antarpihak yang menjaga jarak, independen, tidak ada ikatan lain (misalnya ikatan keluarga), kecuali hanya ikatan bisnis semata Sebaliknya, diyakini pula bahwa bisnis akan menghasilkan transaksi yang tidak fair jika dilaksanakan oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (relaterd party transaction), karena salah atu pihak dalam transaksi ini akan memberikan keistimewaan kepada pihak lain. Transaksi antarpihak yang memilki hubungan istimewa dipandang seperti transaksi antar anggota keluarga, sehingga dipandang tidak businesslike karena jika melaksanakan transaksi bisnis antaranggota keluarga tentu banyak dilandasi rasa pakewuh, sungkan, tidak bisa businesslike. Jika salah satu pihak tidak menyerahkan barang atau jasa pada waktu yang disepakati, diperkirakan tidak mungkin anggota keluarga yang dirugikan berani bertindak sebagaimana layaknya dalam bisnis, Oleh karena itu, daripada berbisnis dengan sesama keluarga (related party) lebih baik berbisnis dengan pihak yang independen sama sekali, sehingga perusahaan dapat melaksanakan transaksi bisnis secara businesslike, dengan 21
demikian pihak-pihak yang bertransaksi dapat menghasilkan transaksi yang benar-benar fair. Timbullah keyakinan dasar bahwa arm's length transaction merupakan landasan untuk membangun hubungan bisnis dengan organisasi lain. Dalam melakukan transaksi bisnis dengan pemasok, perusahaan memakai keyakinan arm's-length transaction, sehingga dilakukan proses seleksi pemasok yang benar-benar independen melalui proses permintaan penawaran harga, pemilihan pemasok berdasarkan langkah-langkah bisnis murni. Bahkan, dalam memilih pemasok, nama pemasok sering kali tidak dianggap penting, sehingga pemilihan pemasok lebih ditekankan pada kualitas informasi yang tercantum dalam dokumen penawaran harga, bukan reputasi pemasok, agar benar-benar fair. Timbullah keyakinan dasar bahwa arm's length transaction merupakan landasan untuk membangun hubungan bisnis dengan organisasi lain. Dalam melakukan transaksi bisnis dengan pemasok, perusahaan memakai keyakinan arm'slength transaction, sehingga dilakukan proses seleksi pemasok yang benar-benar independen melalui proses permintaan penawaran harga, pemilihan pemasok berdasarkan langkah-langkah bisnis murni. Bahkan, dalam memilih pemasok, nama pemasok seringkali tidak dianggap penting, sehingga pemilihan pemasok lebih ditekankan padakualitasinformasi yang tercantum dalam dokumen penawaran harga, bukan reputasi pemasok, agar benar-benar pemeilihannya fair.
2.8 TUJUAN PEMBANGUNAN KEMITRAAN USAHA
Agar sustainable, kemitraan usaha perlu diarahkan untuk mewujudkan tujuan tujuan yang bersifat strategik. Tujuan strategik untuk menjadikan kemitraan usaha tersebut worth the efforts adalah untuk : 1. Menghadapi persaingan bisnis global a. Pembangunan jejaring organisasi, sebagai basis untuk bersaing di pasar global b. Optimalisasi smart technology dalam membangun quality relationship 2. Menyediakan value terbaik bagi customer melalui focus strategy a. Pengerahan secara optimal berbagai core competencies perusahaan yang berada dalam jejaring untuk memuasi kebutuhan customer b. Pengerahan secara optimal kemampuan dan kemauan seluruh personel perusahaan untuk memuaskan kebutuhan customer 22
Keempat tujuan tersebut bersitat strategik karena pencapaiannya menentukiam kelangsungan hidup perusahaan. Di samping itu, kemitraan usaha yang terjalin merupakan kebutuhan perusahaan yang terkait, karena persyaratan untuk hidup di lingkungan bisnis global. Tujuan pertama berkaitan dengan persyaratan untuk mampu memasuki pasar global. Jika dilihat trend-nya, persaingan tingkat dunia didominasi oleh organization network. Oleh karena perusahaan Indonesia meughadapi pasar global, untuk dapat survive mereka perlu belajar bersaing di pasar global melalui organization network-tidak dalam pengertian bersama-sama dengan perusahaan satu grup dalam satu hubungan keluarga (induk dan anak perusahaan)-namun dengan jalan menjalin kemitraan usaha dengan perusahaan lain melalui partnes relationship dengan pemasok (vertikal) dan melalui strategic alliance dengan mitra bisnis terkait (horisontal). Tujuan kedua berkaitan dengan kemampuan potensial teknologi informasi dalam mewujudkan quality relationship antara perusahaan dengan berbagai pemasok dan mitra bisnisnya. Perusahaan-perusahaan yang bersaing di tingkat dunia memanfaatkan secara optimal teknologi informasi dalam menjalin hubungan bisnis dengan pemasoknya, dengan mitra bisnisnya, maupun dengan customer. Oleh karena itu, kemitraan usaha antara perusahaan dengan pemasok dan mitra bisnisnya perlu ditunjukan ke arah pemanfaatan secara optimal smart technology dalam membangun quality relationship di antara perusahaan yang tergabung di dalam organization network. Tujuan ketiga dan keempat merupakan focus strategy yang diwujudkan dalam dua langkah: (1) pemilihan core competency perusahaan-aktivitas atau pengetahuan ang dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan yang membuat perusahaan unggul dibandingkan dengan pesaingnya, dan (2) penggalangan keterpaduan usaha seluruh personel perusahaan untuk menyediakan produk dan a yang mampu menghasilkan value bagi customer. Cuistomer merupakan penyebab utama kelangsuingan hidup perusahaan dalam bisnis. Kemitraan usaha dibangun karena ketidakmampuan perusahaan secara individual untuk memuaskan kebutuhan customer. Customer sekarang sangat penuntut (demanding), sehingga menyebabkan perusahaan harus membangun kemitraan usaha dengan pemasok dan mitra bisnisnya untuk secara bersama-sama memuaskan kebutuhan customer melalui kompetensi intinya masingmasing produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan harus mampu menghasilkan value bagi customer agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin. Di dalanı menghadapi persaingan
23
global yang tajam dan perubahan pesat kebutuhan customer, perusahaan memerlukan hubungan kohesif antarfungsi dalam organisasi perusahaan dan kemitraan antara manajer dengan karyawan, untuk memungkinkan perusahaan responsif terhadap perubahan lingkungan bisnis yang pesat dan untuk meningkatkan kecepatan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan customer.
2.9 LANDASAN KEMITRAAN USAHA
Customer adalah alasan utama perusahaan berada dalam bisnis, baik bagi perusahaan secara individual maupun secara jejaring. Tanpa customer, perusahaan tidak mempunyai alasan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang. Lalu apa perlunya perusahaan bekerja sama dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan customer? Ada empat alasan mengapa jejaring organisasi organization network) lebih mampu memuaskan kebutuhan customer daripada organisasi secara individual, yaitu : 1. Produk pada dasarnya merupakan satu ikar jasa yang berkemampuan untuk menghasilkan tatlue bagi customer 2. Produsen produk dan jasa perlu mengubah logikanya sesuai dengan logika customer agar mempunyai keserapatan untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi perusahaan mereka. 3. Konsep kualitas mencakup semua aspek organisasi perusahaan dan bahkan melampaui batas-batas organisasi perusahan, meluas ke organisasi pemasok mitra bisnis dan customer 4. Smart technology merupakan enabler untuk mewujudkan kemitraan antarperusahaan, kemitraan antarfungsi, dan antara manajer dengan karyawan dalam organisasi perusahaan.
2.10 DAMPAK KEMITRAAN USAHA TERHADAP STRUKTUR SPPM
Kebutuhan customer yang sangat kompleks dan yang běrubah dengan pesat tidak lagi dapat dipenuhi dengan baik oleh satu organisasi perusahaan, namun harus dipenuhi melalui kerja sama kemitraan antar organisasi perusahaan dalam suatu jeiaring kerja. Di samping itu, karakteristik kebutuhan customer seperti itu hanya dapat dipenuhi oleh perusahaan yang memiliki organisasi dengan karyawan yang kohesif. Kekoliesivan organisasi perusahaan
24
ditentukan olch kemampuan manajemen dalam memberdayakan karyawan dan menggunakan cross-functionel approach dalam memberikan layanan bagi customer. Virtual Organization
Kecenderungan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan customer-nya melalui pembangunan partnered relationship dengan pemasoknya mengakibatkan timbulnya virtual organization organisasi yang menghasilkan produk dan jasa untuk memenuhi kebutuhan customernya melalui kontrak bisnis dengan perusahaan lain. Virtual organization menjadikan organisasi berbentuk jejaring kerja yang terdiri atas perusahaan-perusahaan dengan core competancy-nya masing-masing yang secara bersama-sama menghasilkan produk dan jasa yang memberikan value bagi customer. Cross-Functional Approach
Cross-fiunctional approanch merupakan pendekatan untuk memadukan usaha setiap fungsi yang terkait dalam proses layanan kepada customer. Kemitraan usaha yang terjalin melalui cross-functional team menjamin terfokusnya perhatian semua fungsi yang terkait dan peningkatan kecepatan layanan bagi customer. Leadersltip from Everybody
Kemitraan usaha yang dibangun antara manajer dengan karyawan menjadikan semua karyawan berdaya untuk merencanakan, mengimplementasikan rencana, dan mengendalikan implementasi rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atau tanggung jawab kelompoknya. Pemberdayaan karyawan akan memacu potensi kepemimpinan yang terdapat dalam diri setiap karyawan perusahaan, sehingga organisasi akan dapat memanfaatkan leadership potential yang dimiliki seluruh karyawannya. Jika di masa lalu tender hanya dapat dijumpai dijenjang puncark organisasi, dengan kemitraan antara manajer dengan karyawan organisasi berubah menjadi organisasi dengan banyak leaders, leadership from everybody. Struktur organisasi perusahaan menjadi semakin datar, karena posisi manajerial menengah tidak lagi diperlukan dengan semakin berdayanya karyawan. Kondisi ini menjadikan organisasi responsif terhadap perubahan kebutuhan customer, dan bahkan mampu menciptakan perubahan yang diperlukan untuk menghadapi persaingan global yang tajam.
25
2.11 DAMPAK KEMITRAAN USAHA TERHADAP TINDAKAN PERUSAHAAN
Kemitraan usaha yang dibangun perusahaan dengan pemasok dan mitra bisnisnya akan memjadikan perusahaan responsif terhadap setiap perubahan kebutuhan customer. Oleh karena setiap komponen jasa yang terkandung dalam produk yang disediakan perusahaan bagi dihasilkan oleh perusahaan yang memiliki core competency di bidangnya masing-masing, maka berdasarkan core competency tersebut perusahaan yang tergabung dan mampu memenuhi kebutuhan customer. Kemitraan usaha juga akan meningkatkan kecepatan layanan yang diberikan perusahaan bagi customernya . Continuos improvement mindset yang menjadi paradigma setiap perusahaan yang tergabung dalam network akan menjadikan proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa semakin cepat, dengan usaha pengurangan dan penghilangan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah bagi customer.
26
BAB III PENUTUP 3.3 KESIMPULAN
Faktor-faktor yang menentukan keberhasilan organisasi telah mengalami perubahan, sejalan dengan perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh organisasi perusahaan pada umumnya. Lingkungan bisnis global telah menuntut untuk mewujudkan tujuan organisasi.Kecepatan , fleksibilitas, keterpaduan, dan kemampuan untuk menghasilkan inovasi merupakan faktor keberhasilan baru yang dituntut dari organisasi perusahaan. Kemitraan usaha merupakan conditio sine qua non-suatu quality relationship yang harus dibangun antara manajer dengan karyawan, antar fungsi dalam organisasi perusahaan dia antara organisasi perusahaan yang terkait untuk menyediakan produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer.
27
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. 2011. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen, Edisi 3, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
28