SOP Pengambilan Corpus Alienum di Telinga dan Hidung SOP Pengambilan Corpus Alienum di Telinga dan Hidung Pengertian Memberikan tindakan pertolongan akibat adanya benda padat atau binatang yang masuk kedalam telinga dan hidung Tujuan 1. Agar luka tidak terjadi infeksi lanjut 2. mengembaliukan fungsi indera Kebijakan Prosedur PERSIAPAN ALAT : Streril 1. Bak instrumen a. Spuit irigasi 50 cc b. Pinset anatomis c. Pinset chirrugis d. Arteri klem 2. THT shet 3. Kassa dan depres dalam tromol 4. Handschone / gloves steril 5. Neerbeken (bengkok) 6. Lampu kepala 7. Kom kecil/ sedang 8. Tetes telingga 9. Cairan pencuci luka dan disinfektan (Cairan NS) Non Streril 1. Schort / gown 2. Perlak + alas perlak / underpad 3. Handschone / gloves bersih 4. Sketsel / tirai 5. Neerbeken / bengkok A PENATALAKSAAN CORPUS ALIENUM PADA TELINGA dan HIDUNG . 1. Perawat memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga/pasien menandatangani Informed concern. 2. Perawat menyiapkan alat dan didekatkan pada pasien 3. Perawat memeriksa lokasi corpus alienum ditelingga baik dengan langsung atau memakai lampu kepala 4. Perawat menetukan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan letak dan jenis benda yang masuk ke telingga / hidung antara lain : a. Benda Padat Biji-bijian dan Benda kotak a) Perawat memakai alat sonde telingga / hidung (ukuran sonde sesuai dangan ukuran biji didalam) b) Perawat memasukan sonde kedalam telinga / hidung dengan arah masuk melalui bagian luar biji-bijian tersebut. c) Setelah sonde masuk kedalam telingga / hidung dan posisi sonde sudah lebih dalam dari pada posisi biji-bijian, maka dilakukan pergerakan untuk mengeluarkan biji-bijian. d) Bila biji-bijian belum keluar dilakukan pengulangan mulai dari awal. b. Binatang 1) Lintah a) Perawat memasukan sonde kedalam telinga / hidung dengan arah masuk melalui bagian luar lintah tersebut. b) Setelah sonde masuk kedalam telingga / hidung dan posisi sonde sudah lebih dalam dari pada posisi lintah, maka dilakukan pergerakan untuk mengeluarkan lintah c) Perawat memakai alat sonde telingga / hidung (ukuran sonde
sesuai dangan ukuran lintah didalam) d) Bila lintah belum keluar dilakukan pengulangan mulai awal
SOP Pemasangan NGT / Penduga Lambung SOP Pemasangan NGT / Penduga Lambung Pengertian Memasukkan NGT (Penduga lambung) melalui hidung ke dalam lambung. 1. Memberi makanan dan obat-obatan. 2. Membilas/mengumbah lambung Tujuan Sebagai acuan untuk melakukan tindakan pemasang NGT 1. Membilas/mengumbah lambung 2. Memberi makanan dan obat-obatan. Kebijakan -1 Perawat yang terampil -2 Tersedia alat-alat lengkap Prosedur Persiapan alat : 1.NGT 9. Stetoscope 2. Plester 10. Spuit 10 cc 3. Gunting 11. aquades dalam Kom 4. Bengkok 12. obat- obatan/ makanan yang akan dimasukan 5. Sarung tangan 6. aqua Jelly 13. . corong 7. Perlak + Pengalas 14. kasa 8. Alat tulis 15. spatel PENATALAKSANAAN 1. Menjelaskan tujuan pemasangan NGT pada keluarga pasien 2. Membawa alat-alat ke dekat pasien 3. Mengatur posisi pasien sesuai dengan keadaan pasien 4. Memasang perlak + pengalas pada daerah dada 6. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan 7. Mengukur dan memberi tanda pada NGT yang akan dipasang lebih kurang 40-45 cm (diukur mulai dahi s/d proxesus xypoideus) 8. Mengolesi NGT dengan aquaJelly sepajang 15 cm dari ujung NGT 9. Memasukkan NGT malalui lubang hidung dan pasien dianjurkan untuk menelan (jika pasien tidak sadar tekan lidah pasien dengan spatel) masukan NGT sampai pada batas yang sudah ditentukan sambil perhatikan keadaan umum pasien. 10. Cek posisi NGT (apakah masuk di lambung atau di paru-paru) dengan 3 cara : a. Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc jika cairan bercampur isis lambung berarti sudah masuk kelambung, b. Memasukan ujung NGT (yang dihidung) kedalam air dalam kom bila ada gelembung berarti NGT dalam paru-paru c. Petugas memasukan gelembung udara melalui spuit bersamaan dilakukan pengecekan perut dengan stetoskop untuk mendengarkan gelembung udara di lambung 11. Memasang corong (yang sudah dibilas dengan air hangat), kemudian memasukan obatobatan/makanan 12. Melepas corong, menutup NGT dengan spuit 10 cc. 13. Merapikan alat-alat dan pasien kemudian sarung tangan dilepas. 14. Mendokumentasikan Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. NGT / Sonde dipasang selama 7 hari (ganti setiap 7 hari sekali) Unit terkait Rawat Inap
SOP mengobati luka tusuk paku SOP mengobati luka tusuk paku Pengertian Tatacara mengobati luka tusuk paku -1 Memberi rasa aman Mencegah komplikasi dan infeksi nosokomial Tujuan -2 Sebagai acuan dalam melakukan pengobatan luka tusuk paku Kebijakan -3 Perawat yang terampil -4 Alat-alat yang lengkap Prosedur PERSIAPAN ALAT STERIL : 1. Pinset anatomi 2. Pinset chirurge 3. Gunting 4. Bengkok 5. Kom kecil 6. Kassa 7. Kapas 8. Hand scoen 9. Spuit 10. NaCl 11. Mess BAKI/POLEY BERISI ALAT NON STERIL : 1. Gunting balutan 2. Plester 3. Verban 4. Obat desinfektan dalam tempatnya (bethadine) 5 Tempat sampah 6. Lidokain injeksi sebagai anasthesi PELAKSANAAN : 1. Memberitahu pasien dan keluarga 2. Perawat cuci tangan 3. Mengatur posisi (perawat memakai hand scoen) 4. Perawat membersihkan luka 5. Mendesinfektan luka dan sekitarnya dengan NaCl 6. Memberikan diclor ethil atau lidokain 7. Membuat luka tusuk paku pada luka/ cros incisi 8. Dikeluarkan darahnya dan dibersihkan dengan bethadine 9. Tutup luka dengan kasa steril 9. Mencatat kegiatan dan hasil observasi 10. Klien dirapikan 11. Alat dibereskan dan dibersihkan 12. Perawat cuci tangan Uniot terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
SOP Penanganan Luka Bakar SOP Penanganan Luka Bakar Pengertian Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (misalnya : api, air panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (misalnya : asam kuat dan basa kuat) Mencegah masukan kuman-kuman dan kotoran kedalam luka Mencegah sekresi yang berlebihan Mengurangi rasa sakit Mengistirahatkan bagian tubuh yang luka atau sakit Merawat semua derajat luka bakar sesuai dengan kebutuhan Tujuan Sebagai acuan dalam melakukan pengobatan luka bakar Kebijakan Perawat yang terampil Alat-alat yang lengkap Prosedur PERSIAPAN ALAT STERIL : 1. pinset anatomi 6. Kassa 2. Pinset chirurge 7. Kapas 3. Gunting 8. Hand scoen 4. bengkok 9. spuit 5. kom kecil 10. NaCl BAKI/POLEY BERISI ALAT NON STERIL : 1. Gunting balutan 4. SSD (silver sulfa diacin) 2. Plester 5. Tempat sampah 3. Verban PELAKSANAAN : 1. Memberitahu pasien dan keluarga 2. Perawat cuci tangan 3. Mengatur posisi (perawat memakai hand scoen) 4. Perawat membersihkan luka bakar 5. Mendesinfektan luka dan sekitarnya dengan NaCl Unit terkait Rawat Inap
OP Observasi Pasien Gawat
SOP Observasi Pasien Gawat Pengertian Memantau keadaan pasien gawat Tujuan Sebagai acuan pemantauan/ observasi penderita gawat agar selamat jiwanya . Kebijakan Pelayanan yang cepat dan tepat akan menyelamatkan jiwa seseorang. Prosedur 1. Penderita gawat harus di observasi 2. Observasi dilakukan tiap 5 – 15 menit sesuai dengan tingkat kegawatannya. 3. Observasi dilakukan oleh paramedis perawat, bila perlu oleh dokter. 4. Hal-hal yang perlu diobservasi : a. Keadaan umum penderita b. Kesadaran penderita c. Kelancaran jalan nafas (air Way). d. Kelancaran pemberian O2 e. Tanda-tanda vital : Tensi Nadi Respirasi / pernafasan
Suhu f. Kelancaran tetesan infus 5. Apabila hasil observasi menunjukkan keadaan penderita semakin tidak baik maka paramedis perawat harus lapor kepada Dokter yang sedang bertugas (diluar jam kerja pertelpon). 6. Apabila kasus penyakitnya diluar kemampuan Dokter UGD maka perlu dirujuk 7. Observasi dilakukan maksimal 2 jam, selanjutnya diputuskan penderita bisa pulang atau rawat inap. 8. Perkembangan penderita selama observasi dicatat di kartu status penderita (les UGD) / lembar observasi. 9. Setelah observasi tentukan apakah penderita perlu : rawat jalan / rawat inap / rujuk Unit terkait Rawat Inap
ROTAP / SOP PENANGANAN GASTROENTERITIS DI PUSKESMAS PROTAP / SOP PENANGANAN GASTROENTERITIS DI PUSKESMAS Pengertian Mengetahui gejala , tanda tingkat dehidrasi dan prinsip tindakan atau ( rehidran ) Tujuan Sebagai acuan tatalaksana penderita GE agar petugas menyatakan tanda , gejala , tingkat dehidrasi dan mampu menghitung kebutuhan cairan. Kebijakan Sikap petugas harus mampu menyatakan tanda gejala dan tingkat dehidrasi serta mampu mengukur kebutuhan cairan bagi penderita. Prosedur 1. Gejala yang menonjol dari GE adalah muntah dan berak serta berulang, sehingga berakibat kehilangan cairan / dehidrasi. 2. Dehidrasi secara klinik dibedakan 3 langkah : a. Dehidarasi ringan Kehilangan cairan 2 – 5 % BB b. Dehidrasi sedang Kehilangan cairan 5 -8 % BB Gambaran klinik : Turgon jelip suara serak, nadi cepat, nafas cepat, pre shok c. Dehidrasi Beratat Kehilangan cairan : 8 – 10 % BB Gambaran klinik : syok, apatis, syonotik, kejang, sampai koma 3. Prinsip tindakan adalah Rehidrasi sesuai dengan tingkatan dehidrasi: a. Dehidrasi ringan dilakukan rehidrasi peroral. b. Dehidrasi sedang dan berat dilakukan rehidrasi parenteral dengan Infus cairan. 4. Penderita di MRS kan Dalam 3 jam pertama diharapkan penderita berubah status tingkat dehidrasi menjadi dehidrasi ringan. Unit terkait RAWAT INAP, BP, PUSTU/POLINDES
PROTAP / SOP PENANGANAN DIARE AKUT DI PUSKESMAS PROTAP / SOP PENANGANAN DIARE AKUT DI PUSKESMAS Pengertian Kriteria diagnosis : Mencret, ubun-ubun cekung, mulut/bibir kering, turgor menurun, nadi cepat, mata cekung, nafas cepat dan dalam, oliguri Tujuan Sebagai acuan penatalaksanaan tentang diare akut Kebijakan Dibawah tanggungjawab UGD dan rawat inap. Prosedur Diagnosis Diferensial Menret psikologi (shigella, V. Cholera, Salmonella, E. Coli, Raota Firus, Campilo bacter) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan rutin tinja. PERAWATAN Rawat Inap, bila terdapat dehidrasi berat / sedang Terapi Rehidrasi oral / prenteral, antibiotik atas indikasi, diit Penyulit Asidosis, hipokalemi, renjatan, hipernatremi, kejang Informet concent (tertulis) Diperlukan pada tindakan invasif Lama perawatan Tiga sampai lima hari Masa pemulihan Dua sampai tiga minggu Out Put Sembuh total Terapi Dehidrasi ringan : (BB s/d 5%) - Oralit - Diit sesuai dengan umur - Susu - Pengeceran (1 T = 40-50 cc) - Susu rendah laktosa / bebesa laktosa - Antibiotik : atas indikasi Dehidrasi sedang : (BB s/d 10%) - Infus Ringer Laktat Dehidrasi berat : (BB s/d 5%) - Infus RL : 1-2 jam I 20cc/KgBB - Selanjutnya sesuai jumlah cc/24 jam Unit terkait
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramixovirus. Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak
Penyebab Penyakit Kolera dan Pencegahannya 29-03-2012 diposkan oleh melindacare
Penyakit kolera tercatat dalam sejarah sebagai penyakit berbahaya dan termasuk dalam tujuh pandemi yang membunuh jutaan manusia di tahun 1861 dan awal tahun 60an. Penyakit yang memiliki istilah lain sebagai penyakit infeksi saluran usus bersifat akut ini disebabkan bakteri Vibrio cholerae. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri Vibrio Cholerae akan mengeluarkan enterotoksin atau racunnya di saluran usus sehingga terjadinya diare yang disertai muntah akut. Gejala ini menyebabkan penderita hanya dalam beberapa hari dapat kehilangan banyak cairan tubuh atau dehidrasi. Jika dehidrasi tidak segera ditangani atau mendapatkan penanganan yang tepat dapat berlanjut ke arah hipovolemik danasidosis metabolik sampai akhirnya menyebabkan kematian.Hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah di mana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ. Sedangkan asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadarbikarbonat dalam darah. Pada tahapan ini, penderita tidak banyak terbantu dengan pemberian air minum biasa. Penderita kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam (Normal saline) atau bentuk cairan infus gabungan keduanya (Dextrose Saline). Penyebaran Penyakit Kolera Penyakit kolera dapat menyebar baik sebagai penyakit yang endemik, epidemik atau pandemik. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feses (kotoran) manusia. Jika kotoran yang mengandung bakteri mengkontaminasi air sungai dan lainnya, maka orang yang melakukan kontak dengan air tersebut beresiko terkena kolera, bahkan mengonsumsi ikan dalam air yang sudah terkontaminasi pun bisa menyebabkan Anda terkena kolera. Gejala Penyakit Kolera
Berikut merupakan gejala dan tanda-tanda yang ditampakkan penderita kolera :
Diare encer dan berlimpah tanpa didahului rasa mulas atau tenesmus (rasa ingin buang air besar walaupun perut sudah terasa kosong). Diare terjadi berkali-kali dalam jumlah yang cukup banyak.
Kotoran yang semula berwarna dan berbau mulai berubah menjadi cairan putih keruh tanpa bau busuk ataupun amis. Tetapi berbau manis yang menusuk.
Kotoran berwarna putih ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
Muntah setelah diare dan tidak merasakan mual sebelumnya.
Kejang otot dan bisa disertai nyeri yang hebat.
Akibat banyaknya cairan yang keluar sehingga terjadi dehidrasi dengan tanda-tanda : detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lainnya. Jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian.
Penanganan dan pengobatan penyakit kolera Penderita kolera harus segera mendapatkan penanganan, di mana langkah awalnya dengan memberikan cairan berupa infus. Selanjurnya diberikan pengobatan terhadap infeksi yang terjadi. Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolong berat tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan kematian. Pencegahan penyakit kolera Menjaga kebersihan lingkungan, terutama air dan tempat pembuangan kotoran merupakan cara mencegah penyakit kolera. Mengonsumsi air yang sudah dimasak terlebih dahulu, mencuci tangan sampai bersih sebelum makan, mencuci sayuran, dan menghindari mengonsumsi ikan dan kerang yang dimasak setengah matang. Jika salah satu anggota keluarga ada yang menderita penyakit kolera, sebaiknya diisolasi dan segera berikan pengobatan. Lakukan sterilisasi pada benda yang tercemar muntahan atau tinja. Dapatkan vaksinasi kolera untuk melindungi orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita.
Penyakit taun atau kolera (juga disebut Asiatic cholera) adalah penyakit menular di saluran pencernaan yang disebabkan olehbakterium Vibrio cholerae. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar atau dengan memakan ikan yang tidak dimasak benar, terutama kerang. Gejalanya termasuk diare, perut keram, mual, muntah, dan dehidrasi. Kematian biasanya disebabkan oleh dehidrasi. Kalau dibiarkan tak terawat, maka penderita berisiko kematian tinggi. Perawatan dapat dilakukan dengan rehidrasi agresif "regimen", biasanya diberikan secara intravena secara berkelanjutan sampai diare
isentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (=gangguan) dan enteron (=usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah [1]. Gejala-gejala disentri antara lain adalah:
Buang air besar dengan tinja berdarah
Diare encer dengan volume sedikit
Buang air besar dengan tinja bercampur lender(mucus)
Nyeri saat buang air besar (tenesmus) Daftar isi [sembunyikan]
1 Etimologi
2 Patofisiologi 2.1 Disentri basiler
o
2.1.1 Shigella dan EIEC
2.1.2 Salmonella
2.1.3 Campylobacter jejuni
o
2.2 Disentri amoeba
o
2.3 Komplikasi
3 Diagnosis
o
3.1 Simtoma klinis
3.1.1 Disentri basiler
3.1.2 Disentri amoeba
4 Penanganan
5 Referensi dan pranala luar
Etimologi[sunting] 1. Bakteri (Disentri basiler)
Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella [2].
Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
Salmonella
Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahun
Patofisiologi[sunting] Referensi:[3][4][5][6] Transmisi : fecal-oral, melalui : makanan / air yang terkontaminasi, person-to-person contact.
Disentri basiler[sunting] Shigella dan EIEC[sunting] MO --> kolonisasi di ileum terminalis/kolon, terutama kolon distal invasi ke sel epitel mukosa usus --> multiplikasi --> penyebaran intrasel dan intersel --> produksi enterotoksin --> ↑ cAMP --> hipersekresi usus (diare cair, diare sekresi).--> produksi eksotoksin (Shiga toxin) --> sitotoksik --> infiltrasi sel radang --> nekrosis sel epitel mukosa --> ulkus-ulkus kecil --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen usus --> tinja bercampur darah.--> invasi ke lamina propia ? --> bakteremia (terutama pada infeksi S.dysenteriae serotype 1)
Salmonella[sunting] MO --> kolonisasi di jejunum/ileum/kolon --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> invasi ke lamina propia --> infiltrasi sel-sel radang --> sintesis Prostaglandin --> produksi heat-labile cholera-like enterotoksin --> invasi ke Plak Peyeri --> penyebaran ke KGB mesenterium -->hipertrofi -->
penurunan aliran darah ke mukosa --> nekrosis mukosa --> ulkus menggaung --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen --> tinja bercampur darah.
Campylobacter jejuni[sunting] MO --> kolonisasi di jejunum/ileum/kolon --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> invasi ke lamina propia --> infiltrasi sel-sel radang --> Prostaglandin --> produksi heat-stabile cholera-like enterotoksin --> produksi sitotoksin ?? --> nekrosis mukosa --> ulkus --> eritrosit dan plasma keluar ke lumen --> tinja bercampur darah.--> masuk ke sirkulasi (bakteremia).
Disentri amoeba[sunting] Bentuk histolitika (trofozoit) --> invasi ke sel epitel mukosa usus --> produksi enzim histolisin nekrosis jaringan mukosa usus --> invasi ke jaringan submukosa --> ulkus amoeba --> ulkus melebar dan saling berhubungan membentuk sinus-sinus submukosa --> kerusakan permukaan absorpsi malabsorpsi --> ↑ massa intraluminal --> tekanan osmotik intraluminal --> diare osmotik.
Komplikasi[sunting] Referensi:[2][3][4][7] 1. Dehidrasi 2. Gangguan elektrolit, terutama hiponatremia 3. Kejang 4. Protein loosing enteropathy 5. Sepsis dan DIC 6. Sindroma Hemolitik Uremik 7. Malnutrisi/malabsorpsi 8. Hipoglikemia 9. Prolapsus rektum 10. Reactive arthritis 11. Sindroma Guillain-Barre 12. Ameboma 13. Megakolon toksik 14. Perforasi lokal
15. Peritonitis
Diagnosis[sunting] Referensi:[2][3][4][7][6] Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika empiris. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
Pemeriksaan tinja
Makroskopis : suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam tinja
Benzidin test
Mikroskopis : leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .
Biakan tinja :
Media : agar MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 – 15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat ditemukan leukopenia.
Simtoma klinis[sunting] Disentri basiler[sunting]
Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik.
Muntah-muntah.
Anoreksia.
Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
Disentri amoeba[sunting]
Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
Sakit perut hebat (kolik)
Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
Penanganan[sunting] Referensi:[2][3][4][7][8][9][10][6] 1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok sepsis. 2. Komponen terapi disentri : a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit. b. Diet c. Antibiotika d. Sanitasi Ad. a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit. Ad. b. Diet Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng oral8,9. Dalam pemberian obatobatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko untuk memperpanjang masa sakit. Ad. c. Antibiotika • Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian. • Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari. • Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol dibandingkan plasebo10. • Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari,
dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. • Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain. • Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler. • Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi. Ad. d. Sanitasi Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
Referensi dan pranala luar
PEMERINTAH KABUPATEN GIANYAR DINAS KESEHATAN UPT KESMAS UBUD I Jln Dewi Sita Telp (0361 974415) PROSEDUR TETAP MEMBUAT DAN MEMBERIKAN LARUTAN ORALIT No. Dokumen Revisi Tanggal Berlaku Halaman PENGESAHAN DISIAPKAN OLEH: DIPERIKSA OLEH: DISETUJUI OLEH: Pemegang Program P2 Diare Koordinator P2 Kepala UPT Kesmas UBUD I Nama I Wayan Gede Subandita,S.Kep Nama I Wayan Gede Subandita,S.Kep Nama Ni Made Sulastri,SKM.MPH NIP 19870922 201001 1 005 NIP 19870922 201001 1 005 NIP 19751031 199903 2 004 Tanggal Januari 2012 Tanggal Tanggal Dasar Hukum 1. UU No. 4 tahun1984 tentang KLB Penyakit Menular 2. PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan KLB Penyakit Menular 3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1501 tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya Pengertian Oralit adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl), Kalium klorida (KCL), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Tujuan 1. Untuk mencegah dehidrasi 2. Untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare 3. Untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh Kebijakan UPT Kesmas Ubud 1 dan jejaringnya termasuk Banjar, Desa/ Kelurahan dan Kecamatan di wilayah Kerja UPT Kesmas Ubud 1 Prosedur 1. Cara membuat dan memberikan larutan oralit a. Cara membuat/mencampur larutan oralit 1) Cuci tangan dengan air dan sabun 2) Sediakan 1 gelas air minum yang telah dimasak/ air the (200 cc) 3) Masukan satu bungkus ORALIT 200 cc 4) Aduk sampai larut benar 5) Berikan larutan ORALIT kepada balita b. Cara memberikan larutan oralit 1)
Berikan dengan sendok atau gelas 2) Berikan sedikit-sedikit sampai habis, atau hingga anak tidak kelihatan haus 3) Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan sabar sesendok setiap 2 atau 3 menit 4) Walau diare berlanjut, ORALIT tetap diteruskan 5) Bila larutan Oralit npertama habis, buatkan satu gelas larutan ORALIT berikutnya Unit Terkait 1. Lintas Program meliputi program P2 Diare, PL, Promkes, Bides, pustu dan Bimwil 2. Jejaring Surveilans (Puskesmas, Lab, Rumah Sakit) 3. Lintas Sektor. Meliputi : Dinas Kesehatan, kecamatan, Desa/ kelurah
TIM Penanggulangan KLB, Bencana dan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kab. Kebumen Latar Belakang Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit adalah melakukan pengamatan yang intensif. Kegiatan ini dikenal dengan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap penyakit potensial KLB. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha Penanggulangan KLB, Bencana dan Masalah Kesehatan secara efektif dan efisien. Atas dasar hal-hal di atas, dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan, dibentuk Tim Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB), Bencana dan Masalah Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen, Nomor:188.4/067/Kep/2011 tanggal 12 Mei 2011. Landasan Hukum 1. Undang-undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara No. 20 Tahun 1984, tambahan Lembaga Negara No. 3273); 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah; 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan; 6. Kepmenkes No. 979/2001 tentang Protap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana & Penanganan Pengungsi; 7. Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 2 Tahun 2001 tentang struktur organisasi dan tata kerja Dinas-dinas Daerah Kabupaten Kebumen; Tugas dan Tanggungjawab Tim Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB), Bencana dan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen bertugas melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap KLB, Bencana dan Masalah Kesehatan serta melakukan tindakan penanggulangan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya Tim Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB), Bencana dan Masalah Kesehatan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen.
Tim Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB), Bencana dan Masalah Kesehatan dalam melaksanakan kegiatannya terus menerus melaksanakan koordinasi serta melibatkan lintas program dan lintas sektoral. Susunan Tim
SUSUNAN TIM PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB), BENCANA DAN MASALAH KESEHATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 Penanggung dr. H. A. Dwi Budi Satrio, M. Kes
Jawab
Ketua Ketua I Ketua II
: Cokro Aminito, SIP, M. Kes : Seto, S. Sos
Sekretaris Desi Frageti, S. KM Sub Tim
:
1.
Tim Gerak Cepat (Pelayanan dr. Hj. Y. : Rini Kristiani, M. Kes (Koordinator) Kesehatan) Laila Erni Yusnita, S.KM, M. Kes Aim Luthful Hakim, Apt Parasian Manalu, S.Kep. Ners Tukimin Sarwadi
2.
Tim RHA (Rapid Health Assesment)
3.
Tim Bantuan Kesehatan
dr. Widodo Suprihantoro (Koordinator) : dr. H. Teguh Riyanto (RSUD) Dra. Hj. Tini Winastuti, Apt H. Agus Kuntono (PKM Karanggayam I) Khamidah, Amd. Keb Sugihartana, S.Gz Gunarso Surip Hartono, ST
4.
Tim Perbaikan Lingkungan
Joko Irianto, S.KM (Koordinator) : Rina Agustin, S.KM Maryati, Bsc
5.
Tim Laboratorium
Sarwo :Eddy, S.KM (Koordinator) Pujianto
6.
Tim Penyuluh Kesehatan dan Dokumentasi
dr. H. Agus Sapariyanto (Koordinator) : Eko Laksono Hady, S.KM Akhmad Mukhibin, S.KM Agung Cahyono, S.KM Sri Tri Retnaningsih Ssit, M.Kes Erni Rahayu, S.KM Sunardi
drg. Sri: Purwitasari (Koordinator) Widi Subarkah, S.KM Edi Martono, Amd. Kl
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan mala petaka (UU No 4. Tahun 1984). Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global (pandemi). Kejadian atau peristiwa dalam masyarakat atau wilayah dari suatu kasus penyakit tertentu yang secara nyata melebihi dari jumlah yang diperkirakan. 2. PEMBAGIAN WABAH MENURUT SIFATNYA : 1.
Common Source Epidemic
Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Adapun Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum, biasa pada letusan keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka, menggambarkan satu puncak epidemi, jarak antara satu kasus dengan kasus, selanjutnya hanya dalam hitungan jam,tidak ada angka serangan ke dua 1.
Propagated/Progresive Epidemic
Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive epidemic terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik langsung maupun melalui vector, relatif lama waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masya yang rentan serta morbilitas dari pddk setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal abggota masyarakat yang rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis yang sesuai dengan urutan generasi kasus. 3. LANGKAH-LANGKAH INVESTIGASI WABAH 1. Konfimasi / menegakkan diagnosa
Definisi kasus
Klasifikasi kasus dan tanda klinik
Pemeriksaan laboratorium
2. Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan
Bandingkan informasi yang didapat dengan definisi yang sudah ditentukan tentang KLB
Bandingkan dengan incidende penyakit itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya
3. Hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang
Kapan mulai sakit (waktu)
Dimana mereka mendapat infeksi (tempat)
Siapa yang terkena : (Gender, Umur, imunisasi, dll)
4. Rumuskan suatu hipotesa sementara
Hipotesa kemungkinan : penyebab, sumber infeksi, distribusi penderita (pattern of disease)
Hipotesa : untuk mengarahkan penyelidikan lebih lanjut
5. Rencana penyelidikan epidemiologi yang lebih detail Untuk menguji hipotesis :
Tentukan : data yang masih diperlukan sumber informasi
Kembangkan dan buatkan check list.
Lakukan survey dengan sampel yang cukup
6. Laksanakan penyelidikan yang sudah direncanakan
Lakukan wawancara dengan : a.
Penderita-penderita yang sudah diketahui (kasus)
b.
Orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik mengenai waktu/tempat terjadinya penyakit, tetapi mereka tidak sakit (control)
Kumpulkan data kependudukan dan lingkungannya
Selidiki sumber yang mungkin menjadi penyebab atau merupakan faktor yang ikut berperan
Ambil specimen dan sampel pemeriksa di laboratorium
7. Buatlah analisa dan interpretasi data
Buatlah ringkasan hasil penyelidikan lapangan
Tabulasi, analisis, dan interpretasi data/informasi
Buatlah kurva epidemik, menghitung rate, buatlah tabel dan grafik-grafik yang diperlukan
Terapkan test statistik
Interpretasi data secara keseluruhan
8.Test hipotesa dan rumuskan kesimpulan
Lakukan uji hipotesis
Hipotesis yang diterima, dpt menerangkan pola penyakit : a.
Sesuai dengan sifat penyebab penyakit
b.
Sumber infeksi
c.
Cara penulara
d.
Faktor lain yang berperan
9. Lakukan tindakan penanggulangan
Tentukan cara penanggulangan yang paling efektif.
Lakukan surveilence terhadap penyakit dan faktor lain yang berhubungan.
Tentukan cara pencegahan dimasa akan datang
10. Buatlah laporan lengkap tentang penyelidikan epidemiologi tersebut.
Pendahuluan
Latar Belakang
Uraian tentang penelitian yang dilakukan
Hasil penelitian
Analisis data dan kesimpulan
Tindakan penanggulangan
Dampak-dampak penting
Saran rekomendasi
4. KEJADIAN LUAR BIASA Kejadian Luar Biasa (KLB) salah satu kategori status wabah dalam peraturan yang berlaku di Indonesia. tatus Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Kriteria tentang KLB mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/9. Suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur: 1.
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2.
Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
3.
Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
4.
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya. 5. PELACAKAN KLB
1.
Garis Besar Pelacakan KLB
• Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di lapangan tempat kejadian • Analisa data yang diteliti dengan ketajaman pemikiran. • Adanya suatu garis besar tentang sistematika langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dan dikembangkan dalam setiap usaha pelacakan. 1.
Analisis Situasi Awal
1.
1.
a.
Penentuan atau penegakan diagnosis
b.
Penentuan adanya wabah
c.
Uraian keadaan wabah (waktu, tempat dan orang)
Analisis Lanjutan
1. a.
Usaha Penemua kasus tambahan
Adakan pelacakan ke rumah sakit dan dokter praktek ntuk menemukan kemungkinan adanya kasus diteliti yang belum ada dalam laporan. Pelacakan intensif terhadap mereka yang tanpa gejala, gejala ringan tetapi mempunyai potensi menderita atau kontak dengan penderita. 1.
a.
Analisa Data secara berkesinambungan.
b.
Menegakkan Hipotesis
c.
Tindakan Pemadaman wabah dan tindak lanjut.
Tindakan diambil sesuai dengan hasil analisis Diadakan follow up sampai keadaan normal kembali. Yang menimbulkan potensi timbulnya wabah kembali disusunkan suatu format pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk survailans epidemiologi terutama high risk. b) Penanggulangan KLB : A.
SKD KLB
B.
Penyelidikan dan penanggulangan KLB
Pengembangan sistem surveilans termasukpengembangan jaringan informasid) ISTILAH DALAM EPIDEMIOLOGI OUTBREAK Suatu episode dimana terjadi dua atau lebih penderita suatu penyakit yang sama dimana penderita tersebut mempunyai hubungan satu sama lain. EPIDEMI Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat frekuensinya meningkat. PANDEMI Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit), frekuensinya dalam waktu singkat meningkat tinggi dan penyebarannya telah mencakup wilayah yang luas ENDEMI Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit), frekuensinya pada wilayah tertentu menetap dalam waktu lama berkenaan dengan adanya penyakit yang secara normal biasa timbul dalam suatu wilayah tertentu. Posted in:
P2 MALARIA
Malaria adalah sejenis penyakit menular yang dalam manusia sekitar 350-500 jut a orang terinfeksi dan lebih dari 1 juta kematian setiap tahun,
terutama di daerahtropis dan di Afrika di bawah gurun Sahara. Untuk penemuannya atas penyebab malaria, seorang dokter militer Prancis Charles Louis Alphonse Laveran diberikanPenghargaan Nobel untuk Fisiologi dan Medis pada 1907. Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi). Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam.
Penanganan Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan Jerman berhasil menemukan Atabrine ( quinacrine hydrocloride ) yang pada saat itu lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah. Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan Atabrine atau quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif tanpa perlu digunakan secara terus menerus. Namun baru-baru ini strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap klorokuin serta obat anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang efektif terhadap strain plasmodium falciparum. Seiring dengan munculnya strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk pembawa (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara tropis. Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria juga mengalami peningkatan pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika Tengah dan juga diantara pengungsi-pengungsi dari daerah tersebut. Para turis yang datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah menyebar, dapat diberikan obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah). Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa minggu setelah kembali dari bepergian. Mefloquine telah dibuktikan efektif terhadap strain malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik sebagai pengobatan ataupun sebagai pencegahan. Namun obat tersebut saat ini tengah diselidiki
apakah dapat menimbulkan efek samping yang merugikan. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria yang telah kebal terhadap klorokuin. Sementara Proguanil digunakan hanya sebagai pencegahan. Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk malaria. Beberapa vaksin yang dinilai memenuhi syarat kini tengah diuji coba klinis guna keamanan dan keefektifan dengan menggunakan sukarelawan, sementara ahli lainnya tengah berupaya untuk menemukan vaksin untuk penggunaan umum. Penyelidikan tengah dilakukan untuk menemukan sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin, yang digunakan oleh ahli obat-obatan Cina untuk menyembuhkan demam. Bahan tersebut terbukti efektif terhadap Plasmodium falciparum namun masih sangat sulit untuk diperbanyak jumlahnya. Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria ( anopeles ) betina ( WHO 1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia yang menyebabkan Malaria adalah Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae.Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau campuran keduanya, sedangkan palsmodium ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan negara Timor Leste. Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau timbulnya gejala demam. Proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis parasit malaria yaitu antara 9 ? 40 hari ( WHO 1997 ) Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang mengandung parasit malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya, membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati ( eksoeritrositer ). Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit ( stadium eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison tua / matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit sebagian besar masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Pada lambung nyamuk terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, maka keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia. Khusus P. Vivax dan P. Ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di jaringan hati disebut Hipnosoit (lihat bagan siklus), bentuk hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah/sibuk/stres atau perobahan iklim (musim hujan), maka hipnosoit akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1 ? 2 tahun yang sebelumnya pernah menderita P. Vivax/Ovale dan sembuh setelah diobati, suatu saat dia pindah ke daerah bebas malaria dan tidak ada nyamuk malaria, dia mengalami kelelahan/stres, maka gejala malaria muncul kembali dan bila diperiksa SD-nya akan positif P. Vivax/Ovale. Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat/komplikasi, sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae tidak merusak organ tersebut. P. falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua di dalam otak, peristiwa ini yang disebut sekuestrasi. Pada penderita malaria
berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20 ? 50 %, hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat terjadi sekuele. Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan SD sering dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 % jumlah penduduk.
Malaria adalah infeksi Protozoa (Plasmodium), yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles.
Etiologi (Penyebab): o
Plasmodium vivax
o
Plasmodium malariae
o
Plasmodium falcifarum
o
Plasmodium ovale
Perjalanan penyakit: o
Demam terjadi saat sporulasi dan destruksi eritrosit -> keluar zat pirogen -> demam
o
Anemia karena sporulasi dan destruksi Eritrosit
o
Terjadi Aglutinasi Erytrosit intravaskuler
o
Anoksia sel karena anemia dan aglutinasi
o
Hepatospleenomegali karena hypertrofi RES
o
Ikterus krn hemolisis eritrosit intravaskuler
o
Anemia Malaria oleh P. falsifarum lebih hebat daripada lain
Gejala klinis: o
Masa tunas antara 10-14 hari
o
Fase prodormal: menggigil, demam, nyeri kepala, nyeri otot, anoreksi, lelah
o
Gejala khas: serangan berulang paroksismal, menggigil-demam-berkeringat-rekonvalesen
o
Ikterus, Anemia, Hepatomegali, Spleenomegali, Hipotensi postural, Urobilinuria
o
Plasmodium vivax: demam tiap hari ke 3
o
Plasmodium falsifarum: demam kurang 48 jam
o
Plasmodium malariae: demam tiap 72 jam
Penatalaksanaan: o
Tirah baring
o
Infus Cairan dengan tetesan pemeliharaan (kecuali ada tanda dehidrasi)
o
Medikamentosa: 1.
Sulfadoksin pirimetamin 3 tab (dosis tunggal)
2.
Kloroquin: Hari I – II 600 mg ds tunggal dan hari III 300 mg dosis tunggal
3.
Primaquin: 15 mg selama 3 hari ( P. vivax, ovale dan malariae selama 5 hari)
4.
Roborantia bila perlu
o
Bila ada penyulit, atasi penyakit penyulit sesuai jenis penyakitnya
o
Malaria oleh P.falsifarum berat: obat seperti di atas, ditambah: 1.
Rehidrasi
2.
Antikonvusi
3.
Transfusi atau Dialisis
4.
Plasma expander, bila berat: Rujuk
Links terkait:
SOP KERACUNAN
Penatalaksanaan Umum: Secara garis besar, penatalaksanaan keracunan adalah mencegah / menghentikan Penyerapan Racun. Berdasarkan tempat masuknya, maka perawatan awal adalah sebagai berikut: Racun melalui mulut: o
Norit 2 sendok takar + 1 gelas air teh pekat + 1 sendok takar antasida
o
Rangsang muntah: rangsang dinding faring dengan jari yang telah dibersihkan.
o
Perhatian: rangsang muntah tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif dan penderita dengan gangguan kesadaran Pencahar dengan Na Sulfat atau klisma dengan air sabun per-rektal
o
Racun melalui kulit / mata: o
Pakaian yang terkena dilepas
o
Bilas kulit dengan air sabun
Racun Inhalasi: Pindahkan penderita ke tempat yang aman, dan lakukan nafas buatan dengan ambubag. Penatalaksanaan Spesifik dan Antidotum: Sesuai dengan jenis masing-masing racun/toksin. Alkohol o
Gejala: Emosi labil, kulit merah, muntah, depresi pernafasan, stupor,koma
o
Tindakan: 1.
Emesis, bilas lambung
2.
Infus glukosa
Amidopirin (Antalgin) o
Gejala: Edema angionerotika dan kelainan kulit, gelisah
o
Tindakan: 1.
Antihistamin
2.
Epinefrin 0,3 ml sc
3.
Kortikosreroid parenteral dan atau oral
Sabun dan detergen rumah tangga o
Gejala: Muntah, diare
o
Tindakan:
1.
Emesis
2.
Bilas lambung (kalau tertelan banyak)
Insektisida (DDT, Endrin, Chlordane) o
Gejala: Muntah, parestesi, tremor, kejang, edem paru, sesak nafas, koma
o
Tindakan: 1.
Bilas lambung -> Pencahar
2.
Kalsium glukonat 10% 10 ml iv lambat
3.
Jika kondisi jelek, rujuk ke RS
Kejang Demam Sederhana Penyebab:
OMP, Bronkopneumonia, Tonsilofaringitis akut, GE,dll. Gejala dan Tanda: o
Umur 6 bulan – 4 tahun
o
Lama kejang < 15 menit
o
Kejang bersifat umum
o
Kejang terjadi dalam 16 jam sesudah terjadi kenaikan suhu tubuh
o
Frekuensi < 4 x/ tahun
o
Gambaran EEG normal (diperiksa sedikitnya 1 minggu setelah kejang)
Penatalaksanaan: Pertolongan Pertama: o
Bebaskan jalan Nafas
o
Letakan karet antara kedua rahang supaya lidah tidak tergigit
o
Monggarkan pakaian
o
Tempatkan perderita sedemikian rupa supaya tidak cedera.
o
Memberantas kejang secepatnya: 1.
Beri Diazepam (Valium) iv pelan-pelan (dalam 2-3 menit) dengan dosis: o
BB < 10 kg:0,5 mg/ kg BB minimal 2,5 mg atau Stesolid suppos. 5 mg
o
BB > 10 kg;0,5 mg/ kg BB minimal 7,5 mg atau stesolid suppos. 10 mg
Bila dalam 20 menit tidak berhenti dapat diulangi dengan dosis yang sama dan
o
bila dalam 20 menit tidak juga berhenti -> ulangi dengan dosis yang sama tetapi im. 2.
Jika tidak ada Diazepam dapat diberikan Fenobarbital (Luminal) im/iv dengan dosis : Usia < 1 tahun: 50 mg -> dalam 15 menit tidak berhenti -> ulangi dengan dosis 30 mg. Usia > 1 tahun: 75 mg -> dalam 15 menit tidak berhenti -> ulangi dengan dosis
o 50 mg.
Turunkan panas dengan kompres air/ es, dan beri parasetamol 10 mg/ kg BB/
o dosis.
Cari penyebab: beri Diazepam dan parasetamol untuk penyakit-penyakit yang
o
disertai demam.
Kejang Demam Komplikata Penyebab: Meningitis, Ensefalitis, Abses Otak. Gejala dan Tanda: Di luar kriteria KDS Pencegahan: Beri fenobarbital (Luminal) 5-7 mg/kg/24 jam dibagi dalam 3 dosis, diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai usia 6 tahun.
Kejang Tanpa Demam Definisi: Kejang tanpa demam adalah bangkitan kejang yang terjadi tanpa disertai kenaikan suhu tubuh, dapat bersifat klonik maupun tonis. Umumnya karena proses intrakranial yang merupakan kelanjutan kejang demam komplikata, misalnya terjadi epilepsi. Penatalaksanaan: Sama dengan Kejang Demam Komplikata, tetapi tanpa penurun panas.
Kejang Pada Dewasa Prinsip penatalaksanaan sama dengan anak, hanya berbeda dosis, yaitu : Dizepam 1- 20 mg iv pelan-pelan, 30 menit tidak berhenti ulangi dengan dosis sama, dapat sampai 3 kali. Bila tidak ada Diazepam, dapat diberikan Luminal 100 mg im, dapat diulang 3 kali. Jika usaha tersebut tidak menolong dan terjadi status konvulsi -> rujuk dengan infus D10% terpasang didampingi seorang paramedis.
ifilis adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri spiroset Treponema pallidum subspesies pallidum. Rute utama penularannya melalui kontak seksual; infeksi ini juga dapat ditularkan dari ibu ke janin selama kehamilan atau saat kelahiran, yang menyebabkan terjadinya sifilis kongenital. Penyakit lain yang diderita manusia yang disebabkan oleh Treponema pallidum termasuk yaws (subspesies pertenue), pinta(sub-spesiescarateum), dan bejel (subspesies endemicum). Tanda dan gejala sifilis bervariasi bergantung pada fase mana penyakit tersebut muncul (primer, sekunder, laten, dan tersier). Fase primer secara umum ditandai dengan munculnya chancre tunggal (ulserasi keras, tidak menimbulkan rasa sakit, tidak gatal di kulit), sifilis sekunder ditandai dengan ruam yang menyebar yang seringkali muncul di telapak tangan dan tumit kaki, sifilis laten biasanya tidak memiliki atau hanya menunjukkan sedikit gejala, dan sifilis tersier dengan gejala gumma, neurologis, atau jantung. Namun, penyakit ini telah dikenal sebagai "peniru ulung" karena kemunculannya ditandai dengan yang tidak sama. Diagnosis biasanya dilakukan melalui tes darah; namun, bakteri juga dapat dilihat melalui mikroskop. Sifilis dapat diobati secara efektif dengan antibiotik, khususnya dengan suntikan penisilin G (yang disuntikkan untuk neurosifilis), ataupunceftriakson, dan bagi pasien yang memiliki alergi berat terhadap penicilin, doksisiklin atau azitromisin dapat diberikan secara oral atau diminum.
FLU BURUNG
I. MAKSUD DAN TUJUAN Ancaman dan pencegahan Flu Burung dimaksud sebagai acuan dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar dapat memahami tentang Flu Burung. Tujuannya ialah : 1. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang Flu Burung agar masyarakat mampu secara mandiri melakukan pencegahan dan penanggulangannya. 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat (public awareness) untuk mewaspadai gejala, sifat dan penyebarannya. II. PENANGGULANGAN FLU BURUNG Dalam upaya melaksanakanpencegahan dan penanggulangan flu burung, Pemerintah RI mempunyai Rencana Strategis Nasional Penanggulangan Avian Influenza. Strategi untuk penanggulangan Flu burung, yaitu: 1. Pengendalian penyakit avian influenza pada hewan, 2. Penatalaksanaan kasus pada manusia dan pencegahan infeksi baru pada unggas, 3. Perlindungan pada kelompok resiko tinggi, 4. Surveilans epidmiologi, 5. Restrukturisasi sistem industri perunggasan, 6. Komunikasi, resiko, informasi dan peningkatan kesadaran masyarakat, 7. Memperkuat peraturan perundang-undangan, 8. Peningkatan Kapasitas 9. Penelitian kaji tindak, 10. Monitoring dan evaluasi. B. PADA MANUSIA Berbagai upaya perlu dilakukan dalam penanggulangan, meningat penyakit flu burung berpotensi menimbulkan wabah. Selama masih terdapat kasus avian influenza pada unggas atau belum tuntasnya penanggulangan pada unggas,terjadinya kasus baru avian influenza pada manusia masih dimungkinkan. Pada tahun 2007(Sampai dengan 7 Maret 2007) terdapat 5 negara yang terjangkit Avian influenza pada manusia yang trdiri atas: - 2 negara infeksi baru yaitu Laos dengan 1 kasus dan Nigeria dengan 1 kasus dan meninggal. - 3 Negera infeksi lama yaitu RRC, Egypt/Mesir dan Indonesia Jumlah kumulatif kasus Avian inflienza pada manusia didunia dari tahun 2003 sampai 7 Maret 2007 yaitu 280 dan diantaranya 168 meninggal atau angka kematian 60%. Di Indonesia, kejadian luar biasa (KLB) Flu Burung pada unggas telah terjadi dengan ditandai jutaan ternak ayam mati, dan pada saat itu terindentifikasi adanya serangan virus ini dari unggas kepada manusia. Dalam upaya melaksankan pencegahan dan penanggulangan KLB flu Burung Departemen Kesehatan RI mempunyai 7 langkah strategis Nasional yaitu ; 1. Pengendalian KLB pada unggas dan pencegahan infeksi baru pada unggas, 2. Perlindungan pada kelompok resiko tinggi, 3. Surveilans Epidemologi 4. KIE atau komunikasi resiko , 5. Penatalaksanaan kasus dan pengendalian infeksi pada sarana pelayanan kesehatan, 6. peningkatan studi/Penelitian dan pengembangan. 7. Pernyataan KLB Nasional Flu Burung 1. Definisi Kasus a. Kasus Suspek Kasus suspek adalah seorang yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan gejala demam. b. Kasus “Probable” Kasus “probable” adalah kasus suspek disertai salah satu atau lebih keadaan; • Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 minimum 4 kali dengan pemeriksaan uji HI atau uji ELISA, • Pemeriksaan laboratorium dengan mikro neutralization tes menunjukkan adanya antibodi specific influenza A/H5 c. Kasus Konfirmasi atau positif flu burung Kasus konfirmasai adalh kasus suspek atau “probable” disertai oleh salah satu hasil pemeriksaan laboratorium: • Kultur virus influenza A/H5N1 positif
• RT-PCR influenza (H5) positif • Peningkatan titr antibodiy H5 sebesar 4 kali atau lebih pada pemeriksaan. 2. Gejala Klinis Gejala klinis flu burung /avian influenza pada manusia, umumnya seperti gejala influenza biasa yaitu demam(panas), sakit tenggorokan, batuk,pilek, nyeri otot, sakit kepala, lemas, kadang-kadang disertai gejala diare. 3. Cara Penularan Cara Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia melalui car kontak langsung dengan unggas yang sakit, mati,tinja, cairan unggas yang terserang flu burung. Cara penularan virus flu burung dari unggas ke manusia ke manusia dapat pula melaui kontak tak langsung melalui lingkungan yang tercemarvirus. Dari hasil penyelidikan epidemologi terhadap 84 kasus positif Flu burung di Indonesia di temukan faktor resiko penularan. 4. Pemeriksaan dan pengobatan Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menilai keadaan kesehatan penderita dan juga untuk mendeteksi bakteri/virus apa yang menyerang penderita tersebut. Pemeriksaan laboratorim untuk menilai jumlah sel darah putih(leukosit),limfosit,fungsi hati, fungsi ginjal dan yang penting juga analisis gas darah arteri. 5. Pencegahan dan Kewaspadaan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, secara umu prinsip-prinsip kerja yang higienis.Khusus pada peternakan dan pemotongan hewan terdapat beberapa anjuran WHO yang dapat dilakukan : 1. Semua orang yang kontak dengan binatang terinfeksi harus sering-sering mencuci tangan dengan sabun 2. Mereka yang memegang, membunuh dan membawa atau memindahkan unggas yang sakit dan atau mati karena flu burung harus melengkapi diri dengan baju pelindung. 3. Ruangan kandang perlu selalu dibersihkan dengan prosedur yang baku dan memerhatikan faktor keamanan petugas. 4. Pekerja peternakan pemotongan unggas, dan keluarganya perlu diberi tahu untuk melaporkan ke petugas kesehatan. 5. Dianjurkan juga agar petugas yang dicurigai mempunyai potensi tertular harus dalam pengawasan petugas. 6. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Dengan mencuci tangan secara baik dan benar anak akan terhindar dari ancaman tertular kuman, bakteri, atau virus flu burung. Juga perlu dilakukan kebersihan lingkungan disekitar kita. 7. Cara Mencuci tangan yang Benar Berikut ini adalah cara–cara sedrhana mencuci tangan yang benar. 1) Cuculah tangan anda dengan air mengalir 2) Gunakan sabun dan kemudian gosok tangan denan sabun sampai berbusa. 3) Bilaslah tangan, kemudian keringkan dengan baik mengunakan handuk. 8. Kebersihan Lingkungan Kebersihan lingkungan merupakan penangan risiko terbaik dalam pencegahan terhadap penularan penyakit. Untuk mencegah tertular oleh virus flu burung perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Bersihkan kandang secara rutin b. Buanglah kotoran unggas dengan cara dikubur dan ditimbun Bersihkan makanan unggas yang tercecer dilantai c. Alirkan limbah cair yang berasal dari hasil pembersihan kandang ke salpembuangan kotoran d. Jauhkan kandang-kandang unggas dari tempat tinggal e. Apabila ada unggas yang mati gunakan sarung tangan atau kantong plastik dipakai pada kedua tangan. f. Bagi pekerja pada peternakan unggas seharusnya: 1) menggunakan pakaian pelindung diri 2) Cuci tangan dengan desifektans atau sabun 3) Jangan merokok dan makan di dalam areal kandang g. Apabila akan menggunakan pupuk kandang pada tanaman diharapkan menggunakan sarung tangan.