FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN HEMODIALISA
DI RUANGAN HEMODIALISIS
RSI SITI RAHMAH
PADANG
SKRIPSI
PENELITIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
OLEH :
VENI WITRIA SAPUTRI
11122154
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2013
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
TINGKAT KECEMASAN PASIEN HEMODIALISA
DI RUANGAN HEMODIALISIS
RSI SITI RAHMAH
PADANG
PENELITIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Dalam Program Studi S1keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA
OLEH :
VENI WITRIA SAPUTRI
11122154
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
TAHUN 2013
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi berjudul "Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang" ini telah diseminarkan, diperbaiki, disetujui dihadapan dewan penguji Skripsi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Prodi S1 Keperawatan.
Pembimbing I Pembimbing II
Drs.H.Rusydi Rusyid. Msc Etri Yanti.SKp M.Biomed
NIP: 013353263 NIDN. 1001017202
Prodi S1 Keperawatan
STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
Ketua
Etri Yanti.SKp M.Biomed
NIDN. 1001017202
PERSETUJUAN PENGUJI
Skripsi ini berjudul " Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang" ini telah di seminarkan, diperbaiki, dan disetujui dihadapan Dewan Penguji Skripsi STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Prodi S1 Keperawatan.
Tim Penguji
Moderator Notulen
Drs. Rusydi Rusyid, MSc Etri Yanti.SKp M.Biomed
NIP: 013353263 NIDN. 1001017202
Penguji I
Ns.Nova Fridalni, S.Kep,M.Biomed
Penguji II
Ns. Vivi Syofia Sapardi.S.Kep
NIDN: 1007048402
Program Studi S1 Keperawatan
STIKes MERCU BAKTIJAYA Padang
Skripsi, Februari 2013
Veni Witria Saputri
Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
74 Halaman + 9 Tabel + 2 diagram + 8 Lampiran
ABSTRAK
Peningkatan pasien hemodialisa dapat dilihat dari jumlah yang menjalani terapi tahun 2010 sebanyak 5184 orang dan terus meningkat di tahun 2011 menjadi 6951 orang (Pernefri, 2011). Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya faktor – faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang.
Pengumpulan data dilakukan mulai Oktober 2012 - Februari 2013 di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang dengan mengunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional studi. Populasi dalam penelitian ini 31 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dimana yang dijadikan sampel pasien yang ada, bersedia dan sedang menjalani terapi hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Uji statistik menggunakan analisa univariat dan bivariat dengan uji Chi Square.
Lebih dari separoh responden hemodialisa berumur tua. Lebih dari separoh responden hemodialisa berjenis kelamin laki – laki. Lebih dari separoh responden hemodialisa baru menjalani terapi, lebih dari separoh responden hemodialisa menggunakan biaya sendiri dan lebih dari separoh responden hemodialisa cemas menjalani terapi.
Dapat disimpulkan tidak adanya hubungan umur, jenis kelamin, lamanya menjalani terapi dan jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan melanjutkan penelitian ini dengan menggali analisis dan faktor – faktor lainnya yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa.
Daftar Bacaan: 36 ( 1999-2013)
Nursing Studies S1 Program
High School Health Science MERCUBAKTIJAYA Padang
Skripsi, February 2013
Veni Witria Saputri
Factors - Factors Related To Anxiety Levels In Hemodialysis Patients at Hemodialysis Room Siti Rahmah Islamic Hospital In Padang
76 Page + 9 Tables + 2 Diagrams + 8 Attachments
ABSTRACT
Increased hemodialysis patients can be seen from the number who underwent therapy in 2010 as many as 5184 people and continues to increase in the years 2011 to 6951 people (Pernefri, 2011). The purpose of this study is known factors - factors related to the patient's level of anxiety in the room hemodialysis hemodialysis at Siti Rahmah islamic hospital in Padang.
Data collection was conducted from October 2012 - February 2013 in the hemodialysis room RSI Siti Rahmah Padang with using survey methods with cross sectional analytic study. The population in this study 31 people. Sampling technique using accidental sampling whereby the sampled patient there, willing and is undergoing hemodialysis therapy in hemodialysis room RSI Siti Rahmah Padang. Statistical tests using univariate and bivariate analysis with the Chi Square test.
More than half of respondents aged older hemodialysis. More than half of respondents hemodialysis male gender - male. More than half of respondents had undergone hemodialysis therapy, more than half of respondents hemodialysis using its own costs and more than half of respondents worried hemodialysis therapy.
It can be concluded there is no relationship of age, sex, duration of therapy and the type of financing with hemodialysis patient anxiety levels. For further research is expected to continue this research and analysis to explore factors - other factors related to anxiety levels hemodialysis patients.
Reading List: 36 (1999-2013)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapakan kehadiran Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia – NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul " Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang" dengan baik. Syalawat dan salam penulis mohonkan kepada Allah SWT semoga disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan contoh dan suri tauladan bagi manusia untuk keselamatan di dunia dan di akhirat.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan mencurahkan segenap kemampuan, waktu dan tenaga untuk menyelesaikannya. Namun demikian penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dan pengalaman penulis. Untuk itu diharapkan adanya saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Skripsi ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu mata kuliah pendidikan program S1 keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan masukan, bantuan, dukungan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati dan penuh penghargaan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :
Bapak H. Drs. Rusydi Rusyid, MSc pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan arahan serta masukan untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Ibu Etri Yanti, SKp.M.Biomed pembimbing II dan ketua prodi S1 Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan arahan serta masukan untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Ibu Hj. Elmiyasna,K.S.Kp.MM ketua STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.
Bapak dr. Az Rifki, Sp.AN- KIC direktur RSI Siti Rahmah Padang yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.
Bapak H. Muslim, SKM selaku ketua yayasan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.
Bapak dan ibu dosen yang telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
Yang teristimewa ungkapan terima kasih yang sebesar – besarnya dan rasa hormat yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tuaku, kakak dan adikku yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, semangat dan doa yang tulus kepada penulis dalam menuntut ilmu.
Teman – teman seperjuangan mahasiswa program B S1 Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang 2011, terima kasih atas bantuan dan kebersamaan kita selama ini.
Kepada Allah SWT penulis memohon doa semoga segala bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak mendapat balasan yang berlipat ganda. Amin yaa rabbal ' alamin
Akhir kata semoga skripsi ini lebih sempurna, dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua.
Padang, Februari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
PENYATAAN PERSETUJUAN……………………………………… i
ABSTRAK……………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………. vii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………... ix
DAFTAR DIAGRAM…………………………………………………. x
DAFTAR TABEL……………………………………………………... xi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………… 1
Perumusan Masalah……………………………………… 4
Tujuan Penelitian………………………………………… 5
Manfaat Penelitian………………………………………. 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kecemasan Pasien Hemodialisa…………………………. 7
2.2 Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat
Kecemasan Pasien Hemodialisa………………………….. 19
2.3 Keterbatasan Penelitian…………………………………... 30
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep ………………………………………. 31
3.2 Hipotesis Penelitian …………………………………….. 33
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian………………………………………. 34
4.2 Waktu dan Tempat…………………………………….. 36
4.3 Populasi dan Sampel…………………………………... 36
4.4 Variabel dan Defenisi Operasional……………………. 39
4.5 Bahan Penelitian………………………………………. 39
4.6 Teknik Pengambilan Data…………………………….. 40
4.7 Teknik Pengolahan Data………………………………. 40
4.8 Analisa Data…………………………………………… 42
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Analisa Univariat………………………………………. 45
5.2 Analisa Bivariat………………………………………… 48
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Analisa Univariat………………………………………. 55
6.2 Analisa Bivariat………………………………………… 64
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan…………………………………………….. 72
7.2 Saran…………………………………………………… 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Hemodialisa Di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya Menjalani Terapi Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pembiayaan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
Tabel 5.6 Hubungan Umur dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
Tabel 5.7 Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
Tabel 5.8 Hubungan Lamanya Menjalani Terapi dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
Tabel 5.9 Hubungan Jenis Pembiayaan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal kegiatan skripsi
Lampiran 2 : Permohonan menjadi responden
Lampiran 3 : Persetujuan menjadi responden
Lampiran 4 : Kisi – kisi kuesioner
Lampiran 5 : Kuesioner penelitian
Lampiran 6 : Master tabel
Lampiran 7 : Analisa bivariat manual
Lampiran 8 : Surat izin pengambilan data
Lampiran 9 : Surat balasan pengambilan data dan penelitian
Lampiran 10 : Surat Selesai Melaksanakan Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kecemasan adalah respon emosional individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami semua makhuk hidup dalam kehidupan sehari- hari. Cemas disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari Susunan Saraf Autonomik (SSA) dan merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi (Suliswati, 2005 ).
Doengoes (2000) mengemukakan bahwa pasien yang menjalani terapi hemodialisa biasanya akan merasa cemas yang disebabkan oleh krisis situasional, ancaman kematian, dan tidak mengetahui hasil dari terapi yang dilakukan tersebut. Pasien dihadapkan pada ketidakpastian berapa lama hemodialisa diperlukan dan harus dapat menerima kenyataan bahwa terapi hemodialisa akan diperlukan sepanjang hidupnya serta memerlukan biaya yang besar (Doengoes,2000).
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa – sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat dan zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisa pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan ultra filtrasi (Anderson, 2005).
Persatuan Dokter Nefrologi Indoneesia (Pernefri) menyatakan penyakit Gagal Ginjal berkaitan erat dengan proses kemunduran dan kerusakan dari fungsi organ tubuh, atau dengan kata lain penyakit degeneratif dapat menyebabkan terjadinya penyakit Gagal Ginjal Kronis. Peningkatan angka kejadian penyakit Gagal Ginjal Kronis juga disebabkan karena terjadinya perubahan prilaku gaya hidup yang tidak sehat, budaya di masyarakat, serta perubahan status sosial ekonomi pada negara berkembang dan negara maju (Pernefri, 2011).
Menurut United States Renal Data System (USRDS) Penyakit Gagal Ginjal Kronis merupakan masalah epidemik dengan perkiraan ± 36 juta kasus pada tahun 2015. Pusat Data dan Informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI) juga menyatakan bahwa jumlah penderita Gagal Ginjal Kronis ± 50 orang per satu juta penduduk. Peningkatan tersebut dilihat dari jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisa pada tahun 2010 sebanyak 5184 orang dan terus meningkat di tahun 2011 menjadi 6951 orang (Pernefri, 2011).
Penyakit Gagal Ginjal Kronik mengakibatkan cairan elektrolit dan sisa – sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan dari tubuh secara otomatis, sehingga pasien harus mendapatkan Terapi Pengganti Ginjal (TPG) agar dapat terus menjalani aktifitas sehari – hari TPG ini terdiri atas 3 yaitu: hemodialisa, peritoneal dialisis, dan transplantasi ginjal (Brunner & Suddart, 2001).
Sehat menurut World Hearth Organization (WHO) merupakan suatu keadaan yang sempurna bebas dari penyakit atau kelemahan serta mengandung empat karakteristik, yaitu: sehat jasmani, sehat rohani, kesejahteraan sosial dan spiritual.
Sehat diartikan sebagai keadaan yang sejahtera, memungkinkan hidup yang kreatif, produktif secara sosial dan ekonomi dimana individu dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan internal dan lingkungan eksternal dalam mempertahankan kesehatanya (Saam, 2012).
Peningkatan adaptasi individu terhadap makna sehat dapat dibuktikan dengan penurunan angka penyakit menular yang cukup signifikan. Berhasilnya program pemberantasan penyakit menular akan meningkatkan umur harapan hidup penduduk, namun disisi lain meningkatnya umur harapan hidup maka penyakit - penyakit degeneratif cenderung mengalami peningkatan seperti penyakit hipertensi, arthritis rematoid, arthritis gout, diabetes militus, jantung koroner, gagal ginjal dan lain-lain (Depkes RI, 1999)
Rumah Sakit penyedia layanan unit hemodialisis di Sumatra Barat khususnya kota Padang sampai saat masih sedikit sekali. Hanya beberapa rumah sakit pusat pemerintah dan satu rumah sakit swasta yaitu Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang. Rumah Sakit Islam Siti Rahmah adalah suatu usaha yang bergerak pada jasa pelayanan kesehatan yang bernuansa islami yang terdiri dari beberapa instalasi dan mempunyai sarana dan prasarana cukup lengkap, termasuk ruangan hemodialisa dan alat – alat pendukung lainya yang dapat mempermudah proses pengobatan dan perawatan pasien di tempat tersebut.
Berdasarkan survei awal tanggal 9 Oktober 2012 di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang, dari 8 orang pasien yang diwawancara ditemukan 6 orang pasien tersebut mengalami kecemasan berat dengan tanda: pasien tampak gugup dan bingung pada saat hemodialisa akan dimulai, gelisah memikirkan biaya yang akan dikeluarkan tiap melakukan hemodialisa, ketakutan tidak akan bisa bekerja seperti biasa, selalu bertanya dengan wajah tegang, muka pucat, tampak raut putus asa, merasa tidak dibutuhkan dan selalu banyak berkeringat.
Sebanyak 8 orang pasien yang diwawancarai dan sedang menjalani terapi hemodialisa, 5 orang diantaranya mengatakan berumur > 50 tahun, berjenis kelamin laki – laki mengatakan bingung dan cemas memikirkan sampai kapan terapi hemodialisa akan dijalaninya. 3 orang pasien lainnya cemas setiap kali akan memasuki jadwal terapi karena memikirkan biaya pasti yang harus dikeluarkan setiap kali terapi dilakukan dan tidak adanya kepastian sembuh dari terapi tersebut. Berdasarkan kejadian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengetahui ''Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang Tahun 2013''.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti menetapkan masalah "Faktor – Faktor apa saja yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang Tahun 2013 ?''
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Diketahuinya Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang Tahun 2013
Tujuan Khusus
Diketahuinya distribusi frekuensi umur pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang tahun 2013
Diketahuinya distribusi frekuensi jenis kelamin pasien hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang tahun 2013
Diketahuinya distribusi frekuensi lamanya menjalani terapi pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang tahun 2013
Diketahuinya distribusi frekuensi jenis pembiayaan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang tahun 2013
Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang tahun 2013
Diketahuinya hubungan antara umur dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang tahun 2013 dinyatakan dengan chi square
Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang tahun 2013 dinyatakan dengan chi square
Diketahuinya hubungan antara lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang tahun 2013 dinyatakan dengan chi square
Diketahuinya hubungan antara jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang tahun 2013 dinyatakan dengan chi square
Manfaat Penelitian
Bagi pendidikan
Penelitian ini hendaknya sebagai bahan informasi dan masukan khususnya bagi mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dalam proses belajar mengajar.
Bagi Institusi Pelayanan
Hasil penelitian ini diharapkan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat agar dapat mengetahui faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa dan merencanakan perawatan agar meminimalkan tingkat kecemasan pasien dengan melakukan promosi kesehatan tentang hemodialisa dan hal yang berkaitan dengan penyakit pasien agar pasien paham tentang manfaat terapi tersebut khususnya di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang.
1.4.3 Bagi Peneliti
Sebagai pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan ilmu yang didapatkan di bangku kuliah untuk melakukan suatu penelitian.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kecemasan Pasien Hemodialisa
Kecemasan
2.1.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari- hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dan merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Keadaan ini terjadi karena adanya ancaman terhadap harga diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu (Suliswati,2005).
Kecemasan memperingatkan adanya ancaman ekternal dan internal yang memiliki kualitas menyelamatkan hidup. Seseorang akan menderita gangguan kecemasan ketika orang tersebut tidak mampu mengatasi stressor yang sedang dihadapinya. Keadaan seperti ini secara klinis bisa terjadi menyeluruh dan menetap dan paling sedikit berlangsung selama 1 bulan (Hawari, 2011).
Tingkat Kecemasan
Empat tingkat kecemasan yaitu :
Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dan peristiwa kehidupan sehari – hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu akan berhati –hati serta waspada. Individu terdorong untuk belajar dan akan menghasilkan pertimbangan dan kreatifitas. Batasan karakteristik biasanya seperti agak tidak nyaman, gelisah, insomnia ringan, perubahan nafsu makan, mengulang pertanyaan, perilaku mencari perhatian, peningkatan kewaspadaan, peningkatan persepsi dan pemecahan masalah.
Kecemasan Sedang
Pada tahapan kecemasan ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan kepada hal yang penting dan mengesampingkan hal lain. Batasan karakteristiknya : perkembangan dari kecemasan ringan, konsentrasi hanya pada tugas individu, suara gemetar, perubahan dalam nada suara, takikardi, gemetaran dan peningkatan tegangan otot.
Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada area ini. Batasan karakteristik : perasaan terancam, ketegangan otot yang berlebihan, diaphoresis, perubahan pernafasan (pernafasan panjang dan hiperventilasi, dipsnea), perubahan gastrointestinal (mual, muntah, anoreksia, diare dan konstipasi), dan perubahan kardiovaskuler (takikardi dan palpitasi).
Panik
Pada tingkat ini lahan persepsi sudah sangat sempit sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa – apa walaupun sudah diberi pengarahan / tuntunan. Pada keadaan panik terjadi peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kehilangan pemikiran yang rasional (Nursalam, 2008).
2.1.1.3 Respon Kecemasan
Kecemasan dapat menyebabkan berbagai respon pada orang lain :
Respon Fisiologis Terhadap Kecemasan
Kardiovaskuler : palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, denyut nadi menurun, rasa mau pingsan
Saluran Pernafasan : nafas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, pembengkakan pada tenggorokan, rasa tercekik dan terengah - engah.
Neuromuskuler : peningkatan reflek, reaksi kejutan, insomnia, ketakutan, gelisah, wajah tegang, kelemahan secara umum, gerakan lambat, dan gerakan yang ganjal.
Gastro Intestinal : kehilangan nafsu makan, menolak makan, perasaan dangkal dan tidak nyaman pada abdominal, rasa terbakar pada dada nausea dan diare.
Saluran Kemih : tidak dapat menahan kencing atau sering kencing
Sistem Kulit : rasa terbakar pada muka, berkeringat banyak pada telapak tangan, gatal – gatal, perasaan panas dingin pada kulit, muka pucat dan berkeringat seluruh tubuh (Hawari, 2011).
Respon Psikologis Terhadap Kecemasan
Perilaku
Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat, tidak ada kordinasi, kecendrungan untuk celaka, menarik diri, menghindar dan terhambat melakukan aktifitas.
Kognitif
Respon kognitif seperti hilang konsentrasi, pelupa, salah tafsir, adanya bloking pada fikiran, menurunya lahan persepsi, kreatif, produktifitas menurun, bingung, khawatir yang berlebihan, hlang menilai objektifitas, takut akankehilangan kendali dan takut yang berlebihan.
Afektif
Tidak sabar, tegang, tremor, gugup luar biasa, sangat gelisah dan sulit melakukan sesuatu.
Faktor Predisposisi Terhadap Kecemasan
Pandangan Psikoanalitik
Kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen id dan super ego id mewakili insting dan impuls primitif seseorang, dam super ego mencerminkan hati nurani seseorang yang dikendalikan norma budaya.
Pandangan Interpersonal
Kecemasan timbul dari perasan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan berhubungan dengan trauma seperti perpisahan, kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik. Pasien dengan harga diri rendah sengat mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat.
Pandangan Perilaku
Kecemasan merupakan produk frustasi segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang mencapai tujuan hidup. Individu yang terbiasa dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.
Kajian Biologis
Menunjukan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk obat - obatan yang meningkatkan neuroregulator inhibisi asam gama aminobutirat (GABA) yang berperan dalam mekanisme biologis yang berhubungan dengan kecemasan (Nursalam, 2008).
Mekanisme Koping Terhadap Kecemasan
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan dan respon terhadap situasi yang mengancam. Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan membutuhkan banyak energy dan yang dapat dilakukan ada 2, yaitu :
"Taks oriented reaction" atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai untuk melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
"Ego oriented reaction" atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Koping ini sering digunakan untuk melindungi diri sendiri namun tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita.
Mekanisme koping terhadap kecemasan terdiri dari menyerang: untuk memuaskan kebutuhanya , menarik diri: respon secara fisik dengan menjauhi sumber stress dan secara psikologis apatis merasa kalah, dan kompromi: mengubah cara kerja atau cara penyesuaian, menganti tujuan dan mengkorbankan salah satu kebutuhan pribadi yang bersifat konstruktif (Suliswati, 2005).
Cara Mengendalikan Kecemasan
Manajemen Kecemasan adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi dan kejadian yang akan memberi tuntutan yang berlebihan. Langkah – langkah mengendalikan kecemasan seperti :
Meluangkan waktu untuk santai dan memberi kesempatan pada tubuh untuk istirahat.
Melihat keadaan sekitar dan beradaptasi terhadap setiap perubahan, belajar memahami segala perubahan yang ada dan belajar mengendalikanya dan tidak menganggap segala perubahan itu bersifat negatif
Berusaha merubah tanggapan emosional dan tanggapan psikologis terhadap stress melalui penggunaan obat penenang, mengunakan teknik relaksasi atau imajinasi. Meditasi dan latihan pernafasan terbukti efektif dalam pengendalian stress. Latihan fisik yang dilakukan secara teratur dapat menghilangkan rasa marah, frustasi dan konflik batin.
Mengguangkapkan perasaan dan tidak memendam perasaan dalam hati sebab itu akan menimbulkan stress yang negatif
Jangan membebani diri secara berlebihan
Mengubah cara pandang dan belajar mengenali stress
Menghindari diri dari kecemasan, mencari jalan keluar yang terbaik dalam menghadapi konflik dan belajar untuk tidak terlalu cemas.
Manajeman atau penatalaksanaan kecemasan pada tahap pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik yaitu yang mencakup fisik (somatik), psikologik (psikiatrik), psikososial dan psiko religious (Hawari, 2011).
Alat Ukur Kecemasan
Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS) adalah penilaian kecemasan pada pasien dewasa yang dirancang oleh William W.K Zung, dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam Diagnostic Dan Statistical Manual Of Mental Disorders (DSM II). Terdapat 20 pernyataan, dimana setiap pernyataan dinilai 1 – 4. Terdapat 15 pernyataan ke arah peningkatan kecemasan, dimana setiap pernyataan dinilai 4: selalu, 3: sering, 2: kadang – kadang dan 1: tidak pernah. Pernyataan yang mengarah kepada penurunan kecemasan terdapat 5, dimana setiap pernyataan dinilai 4: tidak pernah, 3: kadang – kadang, 2: sering dan 1: selalu.
Hemodialisa
Pengertian
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai penganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat lainya melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisa pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Hemodialisa dilakukan untuk membantu beberapa fungsi ginjal yang terganggu atau rusak saat ginjal tidak lagi mampu melaksanakannya, membantu menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit pada tubuh, dan mengekskresikan zat-zat sisa atau buangan. Hemodialisa mengambil alih fungsi ginjal untuk membersihkan darah dengan cara mengalirkan melalui "ginjal buatan". Sampah dan air yang berlebih dibuang dari tubuh selama proses hemodialisa dan ini biasanya dilakukan oleh ginjal yang fungsinya masih baik (Brunner & Suddarth, 2001).
2.1.2.2 Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat – zat nitrogen yang toksin dari dalam darah dan mengeluarkan cairan yang berlebihan dari dalam tubuh. Hemodialisa juga mempertahankan, mengembalikan sistem buffer tubuh, dan mempertahankan, mengembalikan kadar elektrolit tubuh. Pada hemodialisa, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan dipompa kedalam mesin yang akan menyaring zat – zat racun keluar dari darah dan kemudian darah yang sudah bersih dikembalikan kedalam tubuh penderita. Jumlah darah yang dikembalikan dapat disesuaikan.
Mesin ginjal buatan atau hemodialiser terdiri dari membran semi permiabel dengan lembar tipis berpori - pori yang terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori – pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel – sel darah terlalu besar untuk melewati pori – pori membran tersebut. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradient konsentrasi (Anderson, 2005).
Fungsi sistem ginjal buatan yaitu:
Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam komponen dialisat (proses ultrafiltrasi)
Mengembalikan dan mempertahankan sistem buffer tubuh
Mempertahankan dan mengembalikan kadar elektrolit tubuh
Efektifitas ginjal buatan dapat dinyatakan sebagai jumlah plasma yang dibersihkan dari berbagai jenis zat per menit. Kebanyakan ginjal buatan dapat membersihkan ureum dari plasma dengan kecepatan 100 sampai 225 ml/menit yang menunjukan bahwa sedikitnya untuk ureum ginjal buatan dapat berfungsi dua kali lebih cepat dari pada dua ginjal normal bersama – sama yang kebersihan ureumnya hanya 70ml/menit ( Brunner & Suddarth, 2001).
Sebagai pemegang peranan penting bagi tubuh, fungsi vital ginjal dalam organ filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan proses reabsorbsi sejumlah cairan dan air yang sesuai disepanjang tubulus ginjal. Hilangnya fungsi ginjal yang berat, baik pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis maupun gagal ginjal terminal dapat membahayakan si pasien dan membutuhkan produk buangan toksik yang dapat mengembalikan volume dan komposisi cairan tubuh ke arah normal yang dapat dicapai dengan cara dialisis, terapi hemodialisa, hemofiltrasi dan peritoneal dialisis.
Masing - masing tindakan untuk proses pengeluaran produk limbah dari dalam tubuh ini sebenarnya sama – sama berfungsi untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien. Pada dialisis, molekul solute berdifusi lewat membran semi permeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi rendah). Untuk peritoneal dialisis, permukaan peritoneum atau lapisan dinding abdomen berfungsi sebagai membran semi permeabel dan pada tindakan hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan (Anderson, 2005).
2.1.2.3 Indikasi Hemodialisa
Diperkirakan bahwa lebih dari 100.000 pasien yang akhir – akhir ini menjalani terapi hemodialisa. Terapi hemodialisa digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi hemodialisa jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau permanen. Sehelai membran sintetik yang semi permiabel itu dapat mengantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu.
Bagi pasien gagal ginjal kronis, terapi hemodialisa akan mencegah kematian namun terapi hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal harus menjalani terapi ini 1 – 2 kali seminggu 4 atau 5 jam setiap kali terapi selama hidupnya (Brunner & Suddant, 2001).
Terapi hemodialisa juga dilakukan pada kasus intoksikasi zat kimia dan ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berat. Pada kasus lainya seperti pada sindrom hepatorenal dengan kriteria kalium darah 5 meq/l, pH darah 7,10 dan oliguri atau anuri lebih dari 5 hari. Untuk mengidentifikasi dilakukan terapi hemodialisa juga perlu diperhitungkan kondisi dan kesiapan klien. Pada kondisi ini perlu pembinaan mental (psikologi) klien untuk menerima kenyataan dan adanya kesanggupan pribadi untuk disiplin serta mematuhi semua petunjuk atau panduan yang telah ditetapkan, juga perlu pertimbangan finansial atau jenis pembiayaan yang cukup kuat untuk bisa menjalani terapi hemodialisa regular selama waktu yang tidak terbatas sebelum transplantasi ginjal.
Keputusan untuk memulai terapi hemodialisa dilakukan pembahasan dengan pemikiran yang mendalam antara pasien, keluarga dan dokter. Masalah yang dominan berhubungan dengan indikasi dialisis dan sering menuntut perubahan gaya dan kebutuhan hidup secara drastis. Diharapkan seorang perawat dapat berperan sebagai fasilisator yang dapat menjawab pertanyaan mereka, menjelaskan informasi dan menyokong keputusan mereka (Brunner & Suddarth, 2001).
2.1.2.4 Prinsip – Prinsip Hemodialisa
Pada pelaksanaan terapi hemodialisa aliran darah yang penuh dengan limbah nitrogen dialirkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihakn dan kemudian dikembalikan ke tubuh pasien.
Prinsip – prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu :
Difusi, dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi ke cairan dialisis dengan konsentrasi lebih rendah.
Osmosis, air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis dan pengeluaran air dapat dikembalikan dengan menciptakan gradient tekanan. Dengan kata lain air bergerak dari daerah tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisis).
Ultra filtrasi, gradient tekanan ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif sebagai kekuatan menghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air dengan terciptanya keseimbangan cairan.
Pada pelaksanaan terapi hemodialisa memerlukan pengawasan yang konstan untuk mendeteksi berbagai komplikasi yang dapat terjadi. Alat terapi hemodialisa pada saat sekarang ini telah mengalami kemajuan teknologi. Sebagian alat tersebut akan mengeluarkan molekul dengan berat sedang dan laju yang lebih cepat serta melakukan ultra filtrasi dengan kecepatan tinggi yang diperkirakan akan memperkecil kemungkinan neuropati ekstremitas bawah yang merupakan komplikasi pada terapi hemodialisa yang berlangsung dengan lama ( Brunner & Suddant, 2001).
Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa
Faktor Internal
Umur
Umur adalah satuan waktu yang mengukur keberadaan suatu benda atau makhluk baik yang hidup maupun yang mati, seperti misalkan umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung. Umur adalah hal yang selalu diperhatikan dalam suatu angka kesakitan maupun kematian dalam hampir semua keadaan. Membaca umur akan mudah untuk melihat pola kesakitan dan kematian seseorang menurut golongan umur.
Umur dinyatakan dalam tahun, ditentukan berdasarkan tanda pengenal yang ada (tanggal / bulan /tahun). Pembagian umur menurut WHO di ukur dari tingkat kedewasaan: 0 – 14 tahun dikategotikan bayi dan anak – anak, 15 – 49 tahun dikategorikan muda, sedangkan diatas 50 tahun dikategorikan orang tua (Notoadmodjo, 2003).
Pengkajian umur dilakukan ketika manusia yang mengalami masa yang berkaitan erat dengan proses degeneratif sebagai akibat dari kemunduran atau kerusakan dari organ tubuh. Salah satunya penyakit gagal ginjal kronis yang lebih sering dialami oleh kaum dewasa, terutama orang – orang yang berusia lanjut (Muhammad, 2012).
Saat berada dalam kondisi kemunduran organ, tingkat kecemasan dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis, dan sosial. Mekanisme pertahanan diri yang kurang akan mudah memperdayakan dan meningkatkan kecemasan yang terjadi. Secara otomatis akan mempengaruhi perilaku seseorang dengan keadaaan penyakitnya sekarang ini (Saam, 2012).
Segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin tua umur seseorang akan terjadi proses penurunan kemampuan fungsi organ tubuh dan akan mempengaruhi dalam mengambil keputusan terutama dalam menangani penyakit yang harus dengan terapi hemodialisa sehingga pasien dihadapkan pada masalah yang sangat kompleks (Siswanto,2007).
Jenis Kelamin
Jenis kelamin dibedakan menjadi 2, yaitu perempuan dan laki – laki. Angka dari luar negeri menunjukan bahwa angka kesakitan lebih tinggi di kalangan perempuan, sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan laki – laki, juga pada semua golongan umur.
Sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan perempuan di luar negeri dihubungkan dengan kemungkinan bahwa perempuan lebih bebas mencari perawatan, sedangkan angka kematian lebih tinggi pada kalangan laki – laki disebabkan faktor intrinsik, faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin atau perbedaan hormonal. Di negara Indonesia faktor intrinsik tersebut belum banyak diketahui karena masih kurangnya kepedulian pemerintah tentang nasib dan pemberdayaan kaum tidak mampu dan tidak mempunyai hak – hak untuk hidup lebih layak (Notoadmodjo, 2003).
Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi pada keadaan ini, seperti laki – laki lebih dominan menghisap rokok, minum minuman keras, candu, bekerja berat, dan berhadapan dengan pekerjaan yang berbahaya. Keadaan hidup seperti ini akan memudahkan diri berorientasi dengan penyakit degeneratif. Kenyataan ini secara langsung akan meningkatkan kecemasan terutama pada kaum laki – laki.
Sementara itu perempuan biasanya mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap kecemasan dibanding dengan laki – laki kerena secara biologis kelenturan tubuh perempuan akan mudah bertoleransi terhadap kecemasan menjadi baik dibanding laki – laki (Siswanto, 2007).
Menurut penelitian yang dilakukan Ratna Wati (2006) didapatkan bahwa, jenis kelamin / gender sangat berhubungan dalam berespon terhadap penyakit, kecemasan, serta penggunaan koping dalam menghadapi masalah kesehatan khususnya pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa.
Pengalaman
Robby (2009) mengatakan pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan pasien dalam menggunakan koping. Kebehasilan seseorang dapat membantu individu untuk mengembangkan kekuatan koping sebaliknya kegagalan atau reaksi emosional menyebabkan seseorang menggunakan koping yang maladaptif terhadap kecemasan yang tertentu.
Faktor Eksternal
Lamanya Menjalani Terapi
Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dalam kehidupan. Pengenalan kebutuhan rasa aman pasien adalah elemen penting dalam pendekatan holistik asuhan keperawatan yang meliputi aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual, seperti kecemasan yang dialami pasien yang menjalani terapi hemodialisa memerlukan upaya penyesuaian dan penanganan agar individu bersikap adaptif. (Brunner & Suddart, 2001).
Menurut Iskandarsyah (2006), mereka yang menjalani hemodialisa lebih dari 6 bulan telah mampu menyesuaikan diri dengan penyakitnya dan menjelaskan bahwa semakin lama pasien menjalani hemodialisa, semakin kecil tingkat kecemasannya. Pasien yang mempunyai kecemasan tinggi cenderung merupakan pasien yang belum lama / baru menjalani hemodialisa, karena pasien sudah lama menjalani telah mencapai tahap yang accepted (menerima).
Pasien yang menjalani terapi hemodialisa akan merasakan kecemasan yang disebabkan oleh :
Krisis Situasional
Krisis adalah situasi atau peristiwa yang menganggu equilibrium karena prilaku untuk menanggulangi masalah yang menimbulkan stress tidak aktif, tidak memadai disebabkan oeleh kelemahan adaptasi. Sementara itu krisis situasional adalah krisis yang disebabkan oleh keadaan seperti pasien yang menjalani terapi hemodialisa yang hidupnya secara fisiologis tergantung pada mesin dan cairan dialisa.
Ancaman pada konsep diri/ perubahan status kesehatan dan fungsi peran
Konsep diri adalah semua pemikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain, termasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai – nilai yang berkaitan dengan pengalaman, objek serta tujuannya. Konsep diri terdiri dari beberapa komponen yaitu : citra tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran dan identitas personal. Situasi stressor dapat mempengaruhi konsep diri seseorang sebagai orang yang mandiri, meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan dating atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktifitas dalam sehari – hari (Suliswati, 2005).
Ancaman Kematian
Klien dengan gagal ginjal kronik atau gagal ginjal terminal sudah ditakdirkan meninggal apabila semua metode konservatif gagal. Satu – satunya cara untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan melakukan terapi hemodialisa.
Status Sosial Ekonomi
Meningkatnya biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang terjadi pada masyarakat. Apabila terjadi kenaikan harga di masyarakat, maka secara otomatis biaya investasi dan biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula. Meningkatnya biaya kesehatan ditandai dengan makin banyak dipergunakan berbagai peralatan modern dan canggih, seperti alat untuk hemodialisa. Terapi hemodialisa dapat dilakukan 1 – 2 kali seminggu dan biayanya sangat mahal sehingga dapat menimbulkan kecemasan pada pasien yang di indikasikan untuk menjalani terapi hemodialisa (Stuart & Suddent, 2006)
Tidak Mengetahui Konsekuensi/ Hasil
Dalam menjalani terapi hemodialisa, klien dihadapkan pada ketidak pastian berapa lama dilakukan hemodialisa. Klien harus dapat menerima kenyataan bahwa terapi hemodialisa akan diperlukan sepanjang hidupnya (Doengoes, 2000).
Jenis Pembiayaan
Pembiayaan yaitu angka yang harus dikeluarkan setiap hari untuk dapat memenuhi dan memiliki kebutuhan yang diperlukan dalam hidup. Secara khususnya dengan adanya pembiayaan maka seseorang dapat memanfaatkan fasilitas termasuk pelayanan kesehatan yang ada seperti berobat dan memenuhi kebutuhan agar tetap bisa bertahan untuk sehat, salah satunya melakukan terapi hemodialisa pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
Peningkatan biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang terjadi di kalangan masyarakat. Apabila terjadi kenaikan harga kebutuhan hidup, maka secara otomatis biaya investasi dan biaya operasional pelayanan kesehatan akan ikut meningkat. Biaya besar yang harus dikeluarkan perhari disamping biaya hidup lainya, merupakan pencetus gangguan kognitif dan gangguan afektif pada pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa.
Pasien hemodialisa harus menjalani terapi 1 – 2 kali perminggu. Biaya terapi yang mahal secara langsung akan meningkatkan kecemasan pada pasien tersebut. Terutama pada pasien yang tidak mempunyai asuransi kesehatan yang dapat yang dapat mempermudah terapi yang mereka jalani (Stuart&Suddent,2006)
Keadaan ini menimbulkan gangguan kognitif dan afektif pada pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa. Tanda dan gejala ditandai dengan konsentrasi yang terganggu, malu, penurunan produktifitas, kekhawatiran dan ketakutan (Nursallam, 2008).
2.2.2.3 Motivasi Keluarga
Motivasi berarti sesuatu yang bergerak, rangsangan, atau penggerak untuk terjadiaya suatu tingkah laku agar tercapai tujuan tertentu. Tingkah laku termotivasi dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan. Motivasi digolongkan menjadi 2 : motivasi intrinsik yaitu motivasi yang terlah berfungsi dengan sendirinya dan berasal dari diri orang itu sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berfungsi dengan adanya dorongan dari pihak luar / orang lain termasuk diantaranya motivasi keluarga pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa.
Menurut Maslow, motivasi keluarga termasuk kedalam kebutuhan kasih sayang dan kebutuhan harga diri. Manusia bertingkah laku karena adanya kebutuhan yang harus dipenuhi, Jika terpenuhinya suatu kebutuhan, makn akan menimbulkan kepuasan dan motivasi untuk ingin memenuhi pada jenjang berikutnya.
Kebutuhan kasih sayang diperlukan karena pada pasien Gagal Ginjal yang menjalani terapi hemodialisa cenderung merasa tersudut, malu, marasa tidak mampu, dan khawatir karena telah mengalami kemunduran organ yang akan bisa mengganggu aktifitas dan memerlukan biaya yang besar. Kekhawatiran yang timbul menganggu dan mempengaruhi mekanisme pertahanan diri pasien apabila keluarga tidak mampu memberikan motivasi yang lebih terhadap pasien tersebut. (Saam.Z, 2012)
Kebutuhan harga diri juga merupakan hal yang perlu dikaji pada masalah ini karena proses penurunan organ yang terjadi sering membuat pasien merasa tidak percaya bahwa penyakit yang dideritanya dapat tertolong oleh terapi yang diberikan. Pasien dengan kondisi seperti ini cenderung menarik diri, merasa tidak berguna dan tidak percaya diri menghadapi hari – hari berikutnya. (Nursalam,2010).
Tingkat Pendidikan
Secara umum pendidikan diartikan sebagai segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi usia baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidik (Notoatmodjo, 2003). Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistim pendidikan nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan pembimbing, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pengertian ini menekankan pada pendidikan formal dan tampak lebih dekat dengan penyuelenggaraan pendidikan secara operasional (Hasbullah, 2001). Menurut UU nomor 20 tahun 2003, jalur pendidikan sekolah terdiri dari :
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Di akhir masa pendidikan dasar selama 6 (enam) tahun pertama (SD/MI), para siswa harus mengikuti dan lulus dari Ujian Nasional (UN) untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat selanjutnya (SMP/MTs) dengan lama pendidikan 3 (tiga) tahun
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah (sebelumnya dikenal dengan sebutan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) adalah jenjang pendidikan dasar
Pendidikan Menengah Umum
Pendidikan menengah umum diselenggarakan oleh sekolah menengah atas (SMA) ,sempat dikenal dengan "sekolah menengah umum" atau
(SMU) atau madrasah aliyah (MA). Pendidikan menengah umum dikelompokkan dalam program studi sesuai dengan kebutuhan untuk belajar lebih lanjut di perguruan tinggi dan hidup di dalam masyarakat. Pendidikan menengah umum terdiri atas 3 (tiga) tingkat.
Pendidikan Menengah Kejuruan
Pendidikan menengah kejuruan diselenggarakan oleh sekolah menengah kejuruan (SMK) atau madrasah aliyah kejuruan (MAK). Pendidikan menengah kejuruan dikelompokkan dalam bidang kejuruan didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni, dunia industri/dunia usaha, ketenaga kerjaan baik secara nasional, regional maupun global, kecuali untuk program kejuruan yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian warisan budaya. Pendidikan Menengah Kejuruan terdiri atas 3 (tiga) tingkat, dapat juga terdiri atas 4 (empat) tingkat sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Satuan pendidikan penyelenggara Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) dan Program Paket C.
Pendidikan Tinggi
Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah Pendidikan Menengah. Penyelenggara pendidikan tertinggi adalah Akademi, Institut, Sekolah Tinggi, Universitas.(Notoadmodjo,2003)
2.2.2.4 Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut notoatmodjo (2005) dibagi menjadi 6 tingkat yaitu:
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Oleh sebab itu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Memahami ( Comprehension )
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestrasikan materi tersebut secara benar.
Aplikasi ( aplication )
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisireal ( sebenarnya ).
Analisa ( analysis ) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
Sintesis ( synthesis )
Sintesis menunjuk kepada suatukemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.
Evaluasi ( evaluation )
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Keterbatasan Penelitian Tentang "Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
Keterbatasan Rancangan Penelitian
Metode ini menggunakan metode pendekatan cross sectional sehingga hubungan yang ditentukan dari variabel independent dan variabel dependen bukanlah merupakan hubungan sebab akibat, karena penelitian dilakukan dalam waktu bersamaan dan tampa adanya follow up.
Keterbatasan Waktu dan Tenaga Dari Peneliti
Masih banyak faktor – faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa dan dapat dijadikan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini. Namun karena kemampuan penulis, terbatasan dalam hal waktu dan tenaga, maka variabel bebas yang digunakan terbatas.
Keterbatasan Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang mempunyai dampak sangat subyektif sehingga kebenaran data tergantung pada kejujuran dari responden. Peneliti belum menemukan standar baku kuesioner sehingga instrument tersebut dibuat berdasarkan pemahaman dan pengalaman dari peneliti sendiri yang tentunya sangat terbatas sebagai peneliti pemula.
Keterbatasan Validitas Instrument Penelitian
Kuesioner baru pertama kali digunakan walaupun hasil uji validitas dan reablitas sudah cukup baik namun baru terbatas pada sati rumah sakit sehingga akan menjadi valid apabila dilakukan uji coba pada rumah sakit lainnya.
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konseptual ; Hubungan Umur, Jenis Kelamin, Lamanya Menjalani Terapi, Jenis Pembiayaan dengan Tingkat Kecemasan
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal – hal khusus. Konsep dapat diamati dan diukur melalui variabel. Variabel adalah simbol atau lambang yang menunjukan nilai atau bilangan dari konsep dan sesuatu yang bervariasi. Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoadmodjo, 2005).
Faktor - faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa adalah: umur, jenis kelamin, lamanya menjalani terapi, jenis pembiayaan yang merupakan komponen penting dalam membentuk perilaku kesehatan bagi pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa.
Mengalami penambahan umur, manusia akan berada pada proses degeneratif akibat dari kerusakan organ tubuh, diantarannya penyakit gagal ginjal kronis atau gagal ginjal terminal (Muhammad, 2012). Kondisi ini akan meningkatkan kecemasan yang dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis, sosial yang mudah memperdaya dan secara langsung mempengaruhi perilaku seseorang dengan keadaaan penyakitnya sekarang ini (Saam, 2012).
Menurut Notoadmodjo, kematian lebih tinggi pada kalangan laki – laki. disebabkan oleh faktor intrinsik, faktor keturunan, hormonal. Selain itu, faktor lingkungan juga mempengaruhi karena laki – laki dominan menghisap rokok, minum minuman keras, candu, bekerja berat, dan berhadapan dengan pekerjaan yang berbahaya. Keadaan ini memudahkan diri berorientasi dengan penyakit degeneratif dan akan meningkatkan kecemasan yang terutama pada kaum laki – laki (Notoadmodjo, 2003).
Berhadapan dengan pasien hemodialisa, mereka selalu bertanya sampai kapan terapi tersebut akan dihadapinya. Keadaan ini menandakan bahwa pasien merasa cemas dengan keadaanya. Perilaku koping yang sering ditemui pada keadaan seperti ini yaitu pasien sering mengingkari kenyataan, menyangkal, menangis dan takut (Nursallam, 2008).
Terjadi kenaikan harga kebutuhan hidup, secara langsung biaya investasi dan operasional pelayanan kesehatan akan ikut meningkat. Keadaan ini dapat difokuskan dengan pasien hemodialisa yang harus menjalani terapi 1 – 2 kali perminggu. Biaya terapi yang mahal akan meningkatkan kecemasan pada pasien tersebut. Terutama pada pasien yang tidak mempunyai asuransi kesehatan yang dapat mempermudah terapi yang mereka jalani (Stuart&Suddent,2006).
Hubungan dari permasalahan di atas dilihat dari diagram 3.1 dibawah ini:
Diagram 3.1
Hubungan Agen, Host, Faktor Efek Dan Faktor Resiko
(Notoadmodjo, 2005)
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa
InternalEksternal
Internal
Eksternal
Lamanya menjalani terapi terapiUmur
Lamanya menjalani terapi
terapi
Umur
Jenis kelamin Jenis pembiayaan
Jenis kelamin
Jenis pembiayaan
(Agen)GGA, GGK, GGT, keracunan obatGGA, dan keracunan obat (Sakit) Tingkat Kecemasan(Host) Pasien Haemodialisa
(Agen)
GGA, GGK, GGT, keracunan obat
GGA, dan keracunan obat
(Sakit) Tingkat Kecemasan
(Host) Pasien Haemodialisa
Maka, dapat terbentuklah kerangka konsep seperti di bawah ini :
Umur Variabel independent Variabel Dependent
Umur
Tingkat kecemasanCemasTidak cemasJenis Kelamin
Tingkat kecemasan
Cemas
Tidak cemas
Jenis Kelamin
Lamanya menjalani terapi
Lamanya menjalani terapi
Jenis pembiayaan
Jenis pembiayaan
Hipotesis
Ada hubungan umur dengan tingkat kecemasan
Ada hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan
Ada hubungan lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan
Ada hubungan jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan
BAB IV
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan survey analitik dengan pendekatan cross sectional studi untuk mengetahui Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. (Notoadmodjo, 2005). Rancangan penelitian tersebut dapat dilihat pada diagram 4.1 dibawah ini
Diagram 4.1
Rancangan Cross Sectional
(Notoadmodjo, 2005)
Populasi
Populasi
Pasien hemodialisa berdasarkan umur
Pasien hemodialisa berdasarkan umur
Tua Muda
Tua
Muda
Tidak cemas Cemas Tidak cemas Cemas
Tidak cemas
Cemas
Tidak cemas
Cemas
Populasi
Populasi
Pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin
Pasien hemodialisa berdasarkan jenis kelamin
PerempuanLaki – laki
Perempuan
Laki – laki
Cemas Tidak cemasCemas Tidak cemas
Cemas
Tidak cemas
Cemas
Tidak cemas
Populasi
Populasi
Pasien hemodialisa berdasarkan lamanya menjalani terapi
Pasien hemodialisa berdasarkan lamanya menjalani terapi
BaruLama
Baru
Lama
Tidak cemas Cemas Tidak cemas Cemas
Tidak cemas
Cemas
Tidak cemas
Cemas
Populasi
Populasi
Pasien hemodialisa berdasarkan jenis pembiayaan
Pasien hemodialisa berdasarkan jenis pembiayaan
Asuransi kesehatanUmum
Asuransi kesehatan
Umum
Tidak cemasTidak cemas Cemas Cemas
Tidak cemas
Tidak cemas
Cemas
Cemas
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 18 Februari sampai dengan 21 Februari 2013 di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang.
4. 3 Populasi Dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoadmodjo, 2005).
Penelitian ini mengunakan populasi terjangkau yaitu seluruh pasien yang menjalani terapi hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang yang berjumlah 31 orang responden. Karakteristik populasi terdiri dari 19 orang laki – laki dan 12 orang perempuan dengan kisaran umur 7 orang 50 tahun dan 24 orang > 50 tahun.
4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau di anggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2005).
Penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling dimana yang dijadikan sampel yaitu pasien yang ada, bersedia dan sedang menjalani terapi hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Pada saat penelitian jumlah pasien hemodialisa yang menjadi populasi sebanyak 31 orang, namun yang menjadi responden hanya sebanyak 30 orang karena 1 orang pasien tidak datang saat penelitian.
4.3.3 Kriteria Sampel
4.3.3.1 Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
Bersedia menjadi responden
Bisa membaca dan menulis
Kooperatif
4.3.3.2 Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
Tidak Kooperatif
Tidak ada pada saat penelitian berlangsung
Jumlah sampel yang didapat sesuai dengan kriteria sampel sebanyak 30 orang responden.
4.4 Variabel dan Defenisi Operasional Variabel
No
Variabel
Defenisi Operasional
Alat ukur
Cara ukur
Hasil ukur
Skala ukur
1.
2.
Independent :
Internal
Umur
Jenis kelamin
Eksternal
Lamanya
menjalani
terapi
Jenis pembiayaan
Dependent :
Tingkat kecemasan
Usia pasien hemodialisa saat penelitian berdasarkan ulang tahun terakhir.
Pembagian gender yang membedakan pasien yang menjalani terapi hemodialisa
Waktu yang dibutuhkan pasien menjalani terapi hemodialisa dalam hitungan bulan
Bentuk biaya yang digunakan pasien dalam menjalani terapi hemodialisa
Respon perasaan tampa alasan terhadap tindakan hemodialisa yang dinyatakan dengan frekuensi munculnya rasa cemas
Check list
Check list
Check list
Check list
Skala likert terdiri dari 20 item. Masing – masing item terdiri dari 4 pilihan
Angket
Angket
Angket
Angket
Angket
Dengan memberi poin,
4: selalu
3: sering
2:kadang – kadang
1: tidak pernah
(pada pernyataan mengarah kepada peningkatan kecemasan)
Serta poin,
4: tidak pernah
3: kadang – kadang
2: sering
1: selalu (pada pernyataan mengarah kepada penurunan kecemasan ) pada pernyataan 6,8,13,17,18
0: Tua > 50 Tahun
1: muda 49 Tahun (Notoadmodjo,2003)
0 : Jika pasien laki – laki
1 : Jika pasien
Perempuan
(Notoadmodjo, 2003)
0 : lama, jika terapi > 6 bulan
1 : baru, jika terapi 6 bulan
(Iskandarsyah, 2006)
0: biaya sendiri
1: asuransi kesehatan
0: cemas 45
1: tidak cemas < 44
(Nursallam, 2011)
Ordinal
Nominal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Bahan Penelitian
Bahan penelitian / instrument adalah alat atau fasilitas yang dipergunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah di olah (Arikunto, 2006).
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam bentuk skala likert dan lembar check list.
4.6 Teknik Pengambilan Data
4.6.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti terhadap responden. Data ini dikumpulkan melalui kuesioner dalam bentuk skala likert dan check list untuk menyaring informasi yang ingin diketahui tentang Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa seperti: umur, jenis kelamin lamanya menjalani terapi, dan jenis pembiayaan. Langkah – langkah pengumpulan data adalah sebagai berikut:
Penjelasan tentang penelitian dan tujuan penelitian
Memahami tentang tujuan penelitian dan meminta responden untuk menanda tangani inform consent
Setelah selesai dan data dikumpulkan
4.6.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang sudah ada, yang diperoleh dari Medical Record pasien di ruangan hemodialisa RSI Siti Rahmah Padang berjumlah 31 orang responden. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dalam bentuk skala likert dan lembar check list.
Teknik Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan akan diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik hingga mudah di analisa dan menarik kesimpulan. Untuk mendapatkan hal tersebut dilakukan kegiatan pengolahan data melalui tahap – tahap berikut:
Pemeriksaan Data (Editing)
Setelah data dari 30 orang responden didapat, peneliti memeriksa kembali semua daftar checklist dan kuesioner yang di isi oleh responden. Dari 30 kuesioner yang disebarkan semua jawaban kuesioner sudah di isi dengan lengkap oleh 30 responden.
4.7.2 Mengkode Data (Coding)
Peneliti memberikan pengkodean data pada setiap informasi yang telah dikumpulkan pada setiap pernyataan. Kode yang diberikan adalah kode menurut nomor urut responden dari 1 – 30. Pemberian kode berguna agar peneliti mudah melakukan pengecekan atas data yang diperoleh nantinya.
Penggunaan kode 0 dan 1 juga digunakan pada setiap variabel untuk mempermudah memasukan data pada master tabel. Selain itu pengkodean juga digunakan pada lembar kuesioner tentang tingkat kecemasan pasien hemodialisa, seperti : 4.7.2.1 Pernyataan Positif, 4 untuk selalu (SL)
3 untuk sering (SR)
2 untuk kadang – kadang (KK)
1 untuk tidak pernah (TP)
4.7.2.2 Pernyataan Negatif 4 untuk tidak pernah (TP)
3 untuk kadang – kadang (KK)
untuk sering (SR)
untuk selalu (SL)
Penyusunan Data (Tabulating)
Peneliti menyusun data kuesioner dan di urut menurut nilai, dan kemudian mengelompokan data yang telah diberi nilai serta memasukan data ke tabel distribusi frekuensi.
Memasukan Data (Entry)
Peneliti memasukan data dari hasil penelitian ke dalam master tabel. Langkah selanjutnya yaitu memproses data distribusi frekuensi umur, jenis kelamin, lamanya menjalani terapi, jenis pembiayaan, dan tingkat kecemasan serta melihat hubungan ke empat variabel tersebut dengan tingkat kecemasan agar data yang sudah di entri dapat di analisis.
Pembersihan Data (Cleaning)
Data yang sudah diperoleh diperiksa kembali oleh peneliti dan membersihkan data dari kesalahan – kesalahan yang meliputi distribusi frekuensi dari variabel serta menilai kelogisannya (Notoadmodjo, 2005).
4.8 Analisa Data
4.8.1 Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo,2005). Analisa univariat dengan menggunakan analisa distribusi frekuensi dan statistik deskriptif untuk melihat presentase distribusi variabel independent dan dependent berupa faktor umur, jenis kelamin, lamanya menjalani terapi, dan jenis pembiayaan. Variabel dependent berupa tingkat kecemasan pasien hemodialisa. Analisa ini digunakan dengan rumus :
P=fn x 100 %
Keterangan : P = Persentase
f = Jumlah pernyataan
n = Jumlah sampel (Budiarto, 2002)
4.8 2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan (Notoadmodjo, 2005). Mencari ada atau tidaknya hubungan variabel independent dan variabel dependent yaitu dengan mengetahui hubungan umur dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa, hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa, hubungan lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa, hubungan jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa.
Analisa bivariat dilakukan dengan uji chi square dengan cara manual pada derajat kepercayaan 95 % (α = 0,05) dengan tabel kontigensi 2 x 2 pada derajat kebebasan, Dk = (B-1) (K-1) = 1
Chi square dapat dilihat dengan rumus :
X2 = O – E2E
Keterangan :
X2 = Statistik chi square
= Jumlah
O = Observasi ( nilai yang diperoleh)
E = Ekspentasi ( nilai yang diharapkan)
Untuk mengetahui apakah ada hubungan variabel independent dengan variabel dependent, dapat disimpulkan:
4.8.2.1 Jika X2 hitung X² tabel berarti Ho ditolak, Ha diterima atau ada hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin, lamanya menjalani terapi, jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
4.8.2.2 Jika X2 hitung < X² tabel berarti Ho diterima, Ha ditolak atau tidak ada hubungan bermakna antara umur, jenis kelamin, lamanya menjalani terapi, jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
BAB V
HASIL PENELITIAN
Analisa Univariat
Variabel Umur
Dari hasil penelitian dan pengolahan data, dapat dilihat umur pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Untuk mengetahui hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini :
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
No
Umur
F
%
1.
2.
Tua
Muda
23
7
77
23
Total
30
100
Dari tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (77 %) responden yang menjalani terapi hemodialisa dikategorikan berumur tua.
Variabel Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian dan pengolahan data dapat dilihat jenis kelamin pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Untuk mengetahui hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
No
Jenis Kelamin
F
%
1.
2.
Laki – laki
Perempuan
19
11
63
37
Total
30
100
Dari tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (63 %) responden yang menjalani terapi hemodialisa berjenis kelamin laki - laki.
Variabel Lamanya Menjalani Terapi
Dari hasil penelitian dan pengolahan data dapat dilihat lamanya menjalani terapi pasien hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Untuk mengetahui hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini :
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya Menjalani Terapi Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
No
Lamanya Menjalani Terapi
F
%
1.
2.
Lama
Baru
13
17
43
57
Total
30
100
Dari tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (57%) yang menjalani terapi hemodialisa dikategorikan baru.
Variabel Jenis Pembiayaan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data dapat dilihat jenis pembiayaan pasien hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Untuk mengetahui hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pembiayaan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
No
Jenis Pembiayaan
F
%
1.
2.
Biaya sendiri
Asuransi Kesehatan
16
14
53
47
Total
30
100
Dari tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (53 %) responden yang menjalani terapi hemodialisa menggunakan biaya sendiri.
5.1.5 Variabel Tingkat Kecemasan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data dapat dilihat tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Untuk mengetahui hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini :
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
No
Tingkat Kecemasan
F
%
1.
2.
Cemas
Tidak cemas
16
14
53
47
Total
30
100
Dari tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (53 %) responden yang menjalani terapi hemodialisa mengalami cemas.
Analisa Bivariat
Hubungan umur, jenis kelamin, lamanya menjalani terapi, jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang dilakukan dengan uji Chi Square
5.2.1 Hubungan Umur dengan Tingkat Kecemasan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data, dapat dilihat hubungan umur dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Untuk mengetahui hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini:
Tabel 5.6
Hubungan Umur dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
No
Umur
Tingkat kecemasan
Total
Cemas
Tidak cemas
F
%
1.
2.
Tua
Muda
14
2
9
5
23
7
77
23
Total
16
14
30
100
X2 tabel = 3,481 dk = 1 X2 hitung = 2,33
Dari 23 responden yang berumur tua terdapat 14 orang yang mengalami cemas dan dari 7 responden yang berumur muda terdapat 5 orang yang mengalami tidak cemas. Pada tabel terlihat kecendrungan semakin tua umur maka pasien cendrung mengalami kecemasan, sedangkan lebih muda umur pasien cendrung kurang merasakan cemas.
Makna secara statistik hasil uji chi square dk = 1, diperoleh hasil nilai X2 tabel = 3,481 ( X2 tabel > X2 hitung = 2,33) dan dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara umur dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa.
5.2.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Kecemasan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data, dapat dilihat hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Untuk mengetahui hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7
Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
No
Jenis Kelamin
Tingkat kecemasan
Total
Cemas
Tidak cemas
F
%
1.
2.
Laki - laki
Perempuan
9
7
10
4
19
11
63
37
Total
16
14
30
100
X2 tabel = 3,481 dk = 1 X2 hitung = 0,7
Dari 19 orang responden yang berjenis kelamin laki – laki terdapat 10 orang yang tidak cemas dan dari 11 responden yang berjenis kelamin perempuan, terdapat 7 orang yang mengalami cemas. Pada tabel tampak kecendrungan bahwa jenis kelamin laki – laki memiliki kecemasan lebih dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.
Makna secara statistik hasil uji chi square dk = 1, diperoleh hasil nilai X2 tabel = 3,481 ( X2 tabel > X2 hitung = 0,7) dan dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa.
5.2.3 Hubungan Lamanya Menjalani Terapi dengan Tingkat Kecemasan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data, dapat dilihat hubungan lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Untuk mengetahui hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini:
Tabel 5.8
Hubungan Lamanya Menjalani Terapi dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
No
Lamanya Menjalani Terapi
Tingkat kecemasan
Total
Cemas
Tidak cemas
F
%
1.
2.
Lama
Baru
8
8
5
9
13
17
43
57
Total
16
14
30
100
X2 tabel = 3,481 dk = 1 X2 hitung = 0,6
Dari 13 orang responden yang lama menjalani terapi, terdapat 8 orang yang mengalami cemas dan dari 17 responden yang baru menjalani terapi terdapat 9 orang yang mengalami tidak cemas. Pada tabel tampak kecendrungan bahwa responden yang baru dan lama menjalani terapi hemodialisa memiliki tingkat kecemasan yang sama.
Makna secara statistik hasil chi square dk = 1, diperoleh hasil nilai X2 tabel = 3,481 ( X2 tabel > X2 hitung = 0,6) dan dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa.
5.2.4 Hubungan Jenis Pembiayaan dengan Tingkat Kecemasan
Dari hasil penelitian dan pengolahan data, dapat dilihat hubungan jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang. Untuk mengetahui hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini:
Tabel 5.9
Hubungan Jenis Pembiayaan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang
No
Jenis Pembiayaan
Tingkat kecemasan
Total
Cemas
Tidak cemas
F
%
1.
2.
Biaya sendiri
Asuransi kesehatan
8
8
8
6
16
14
53
47
Total
16
14
30
100
X2 tabel = 3,481 dk = 1 X2 hitung = 0,16
Dari 16 orang responden yang menggunakan biaya sendiri, terdapat sama banyak responden yang mengalami cemas dan tidak cemas. Dari 14 responden yang menggunakan asuransi kesehatan, terdapat 8 orang yang mengalami cemas. Pada tabel tampak kecendrungan bahwa pasien yang menggunakan biaya sendiri memiliki tingkat kecemasan yang sama dengan pasien yang menggunakan asuransi kesehatan .
Makna secara statistik hasil chi square dk = 1, diperoleh hasil nilai X2 tabel = 3,481 ( X2 tabel > X2 hitung = 0,16) dan dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pembahasan berisi penjelasan kecendrungan data dan kesenjangan yang muncul setelah peneliti melakukan penelitian, kemudian membandingkan antara teori dan hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya.
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menemukan berbagai keterbatasan penelitian, Beberapa diantaranya adalah:
6.1.1 Keterbatasan Rancangan Penelitian
Metode ini menggunakan metode pendekatan cross sectional sehingga hubungan yang ditentukan dari variabel independent dan variabel dependen bukanlah merupakan hubungan sebab akibat, karena penelitian dilakukan dalam waktu bersamaan dan tampa adanya follow up.
6.1.2 Keterbatasan Waktu dan Tenaga Dari Peneliti
Masih banyak faktor – faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa dan dapat dijadikan sebagai variabel bebas dalam penelitian ini. Namun karena kemampuan penulis, terbatasan dalam hal waktu dan tenaga, maka variabel bebas yang digunakan terbatas.
6.1.3 Keterbatasan Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang mempunyai dampak sangat subyektif sehingga kebenaran data tergantung pada kejujuran dari responden. Peneliti belum menemukan standar baku kuesioner sehingga instrument tersebut dibuat berdasarkan pemahaman dan pengalaman dari peneliti sendiri yang tentunya sangat terbatas sebagai peneliti pemula.
6.1.4 Keterbatasan Validitas Instrument Penelitian
Kuesioner baru pertama kali digunakan walaupun hasil uji validitas dan reablitas sudah cukup baik namun baru terbatas pada sati rumah sakit sehingga akan menjadi valid apabila dilakukan uji coba pada rumah sakit lainnya.
6.2 Analisa Univariat
6.2.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Hasil penelitian terhadap 30 pasien didapatkan lebih dari separoh responden 23 orang (77 %) berumur tua ( > 50 tahun ) dalam menjalani terapi hemodialisa.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Rostantina (2006) tentang persepsi klien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di ruangan hemodialisis RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Pelabuhan Jakarta didapatkan hasil dari 43 responden (72,4%) yang menjalani hemodialisa berusia > 40 tahun.
Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Syahril (2005) tentang faktor yang berhubungan dengan kecemasan klien gagal ginjal kronik di unit dialisa kartika Medan didapatkan hasil dari 120 orang responden yang menjalani hemodialisa menunjukan bahwa 74 % berumur > 40 tahun.
Pengkajian umur dilakukan ketika manusia yang mengalami masa yang berkaitan erat dengan proses degeneratif sebagai akibat dari kemunduran atau kerusakan dari organ tubuh. Salah satunya penyakit gagal ginjal kronis yang lebih sering dialami oleh kaum dewasa, terutama orang – orang yang berusia lanjut (Muhammad, 2012).
Umur dinyatakan dalam tahun, ditentukan berdasarkan tanda pengenal yang ada (tanggal / bulan /tahun). Pembagian umur menurut WHO di ukur dari tingkat kedewasaan: 0 – 14 tahun dikategorikan bayi dan anak – anak, 15 – 49 tahun dikategorikan muda, sedangkan diatas 50 tahun dikategorikan orang tua (Notoadmodjo, 2003).
Bagi pasien gagal ginjal kronis, terapi hemodialisa akan mencegah kematian namun terapi hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal harus menjalani terapi ini 1 – 2 kali seminggu 4 atau 5 jam setiap kali terapi selama hidupnya (Brunner & Suddant, 2006).
Segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin tua umur seseorang akan terjadi proses penurunan kemampuan fungsi organ tubuh dan akan mempengaruhi dalam mengambil keputusan terutama dalam menangani penyakit yang harus dengan terapi hemodialisa sehingga pasien dihadapkan pada masalah yang sangat kompleks (Siswanto,2007).
Keputusan untuk memulai terapi hemodialisa dilakukan pembahasan dengan pemikiran yang mendalam antara pasien, keluarga dan dokter. Masalah yang dominan berhubungan dengan indikasi dialisis dan sering menuntut perubahan gaya dan kebutuhan hidup secara drastis. Diharapkan seorang perawat dapat berperan sebagai fasilisator yang dapat menjawab pertanyaan mereka, menjelaskan informasi dan menyokong keputusan mereka (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut analisa peneliti didapatkan umur pasien yang menjalani terapi hemodialisa banyak tergolong tua dikarenakan umur merupakan salah satu indikator terjadinya penyakit gagal ginjal. Hal ini dikarenakan terjadi proses penurunan kemampuan fungsi organ tubuh dan akan mempengaruhi status kesehatan seseorang. Umur hal yang selalu diperhatikan dalam suatu angka kesakitan maupun kematian dalam hampir semua keadaan. Membaca umur akan mudah untuk melihat pola kesakitan dan kematian seseorang menurut golongan umur.
6.2.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil penelitian terhadap 30 orang pasien hemodialisa didapatkan lebih dari separoh yaitu 19 orang (63 %) responden berjenis kelamin laki – laki yang menjalani terapi hemodialisa.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Sunaryati (2009) tentang faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien dialisa di RSUD kota Garut bahwa lebih dari separoh responden 96 orang (50,5%) adalah laki-laki.
Penelitian ini juga hampir sesuai dengan yang dilakukan Sunardi (2001) tentang hubungan menjalani terapi dengan tingkat kecemasan terkait alat / unit dialisa pada pasien GGK RSUPN Cipto Mangunkusumo didapatkan hasil dari 30 orang responden lebih dari separoh (60%) berjenis kelamin laki – laki.
Jenis kelamin dibedakan menjadi 2, yaitu perempuan dan laki – laki. Angka dari luar negeri menunjukan bahwa angka kesakitan lebih tinggi di kalangan perempuan, sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan laki – laki, juga pada semua golongan umur.
Sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan perempuan di luar negeri dihubungkan dengan kemungkinan bahwa perempuan lebih bebas mencari perawatan, sedangkan angka kematian lebih tinggi pada kalangan laki – laki disebabkan faktor intrinsik, faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin atau perbedaan hormonal. (Notoadmodjo, 2003).
Menurut analisa peneliti peningkatan angka kejadian hemodialisa pada laki – laki sangat dipengaruhi oleh gaya hidup, faktor lingkungan, dan kebudayaan. Diantaranya laki – laki lebih dominan menghisap rokok, minum minuman keras, candu, bekerja berat, dan berhadapan dengan pekerjaan yang berbahaya. Keadaan seperti ini akan memudahkan diri berorientasi dengan penyakit degeneratif dan berbanding terbalik dengan teori diatas yang menyatakan angka kesakitan lebih tinggi dikalangan perempuan dalam Notoadmodjo (2003).
6.2.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lamanya Menjalani Terapi
Hasil penelitian terhadap 30 orang pasien hemodialisa didapatkan lebih dari separoh yaitu 17 orang (57 %) dikategorikan baru ( 6 bulan) dalam menjalani terapi hemodialisa.
Hasil penelitian ini hampir sesuai dengan penelitian Randi (2009) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan di RSPAD Gatot Subroto didapatkan hasil 69 orang ( 53%) dikategorikan baru (< 6 bulan) menjalani terapi hemodialisa.
Hasil penelitian tersebut berbanding terbalik dengan penelitian Sunardi (2001) tentang lama manjalani terapi dengan tingkat kecemasan terkait alat / unit dialisa pada pasien di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo didapatkan hasil dari 30 responden, 60 % diantaranya sudah lama menjalani terapi hemodialisa. Sejalan dengan penelitian Laviana (2002) tentang hubungan antara frekuensi dzikir dan doa dengan tingkat kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo didapatkan hasil 83 % responden sudah lama ( > 2 tahun) dalam menjalani terapi hemodialisa.
Sebagai pemegang peranan penting bagi tubuh, fungsi vital ginjal dalam organ filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan proses reabsorbsi sejumlah cairan dan air yang sesuai disepanjang tubulus ginjal. Hilangnya fungsi ginjal yang berat, baik pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis maupun gagal ginjal terminal dapat membahayakan pasien dan membutuhkan produk buangan toksik yang dapat mengembalikan volume dan komposisi cairan tubuh ke arah normal yang dapat dicapai dengan cara dialisis, terapi hemodialisa, hemofiltrasi dan peritoneal dialisis.
Individu dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dalam kehidupan. Pengenalan kebutuhan rasa aman pasien adalah elemen penting dalam pendekatan holistik asuhan keperawatan yang meliputi aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual, seperti kecemasan yang dialami pasien yang menjalani terapi hemodialisa memerlukan upaya penyesuaian dan penanganan agar individu bersikap adaptif (Anderson, 2005).
Diperkirakan bahwa lebih dari 100.000 pasien yang akhir – akhir ini menjalani terapi hemodialisa. Terapi ini digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi hemodialisa jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau permanen. Sehelai membran sintetik yang semi permiabel itu dapat mengantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu (Brunner & Suddant, 2001).
Menurut Analisa peneliti, pasien yang dikategorikan baru dalam menjalani terapi hemodialisa belum mampu menyesuaikan diri dan mengadaptasikan koping dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Ini akan menimbulkan kekhawatiran bagi pasien dan keluarga atas kondisi sakitnya dan berfikir sampai berapa lama pasien tersebut akan menjalani terapi hemodialisa.
6.2.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pembiayaan
Hasil penelitian terhadap 30 orang pasien hemodialisa didapatkan hampir dari separoh yaitu 16 orang (53 %) mengunakan biaya sendiri / umum dalam menjalani terapi hemodialisa.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Sonya (2008) tentang Hubungan pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien CA Mamae terhadap tindakan Khemoterapi di RS YARSI Jakarta, didapatkan hasil, dari 32 orang responden, 65 % pasien menggunakan biaya sendiri / umum dalam menjalani terapi tersebut.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rini (2007) tentang Identifikasi faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien GGK di unit Dialisa RS Mustopo Semarang didapatkan hasil dari 35 orang responden dengan GGK, 70 % diantaranya menggunakan biaya pribadi dalam menjalani terapi hemodialisa.
Pembiayaan merupakan angka yang harus dikeluarkan setiap hari untuk dapat memenuhi dan memiliki kebutuhan yang diperlukan dalam hidup. Secara khususnya dengan adanya pembiayaan maka seseorang dapat memanfaatkan fasilitas termasuk pelayanan kesehatan yang ada seperti berobat dan memenuhi kebutuhan agar tetap bisa bertahan untuk sehat, salah satunya melakukan terapi hemodialisa pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
Peningkatan biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang terjadi di kalangan masyarakat. Apabila terjadi kenaikan harga kebutuhan hidup, maka secara otomatis biaya investasi dan biaya operasional pelayanan kesehatan akan ikut meningkat. Biaya besar yang harus dikeluarkan perhari disamping biaya hidup lainya, merupakan pencetus gangguan kognitif dan gangguan afektif pada pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa.
Pasien hemodialisa harus menjalani terapi 1 – 2 kali perminggu. Biaya terapi yang mahal secara langsung akan meningkatkan kecemasan pada pasien tersebut. Terutama pada pasien yang tidak mempunyai asuransi kesehatan yang dapat yang dapat mempermudah terapi yang mereka jalani (Stuart&Suddent,2006)
Dari analisa peneliti hemodialisa merupakan salah satu kebutuhan yang dikategorikan kebutuhan keselamatan menurut Maslow pada pasien gagal ginjal kronis dan gagal ginjal terminal. Kesimpulannya disini, sesulit dan sebesar apapun biaya yang harus dikeluarkan setiap kali hemodialisa, pasien akan terus berusaha agar tetap rutin menjalani terapi tersebut. Karena dengan cara seperti itulah pasien hemodialisa bisa lebih produktif dan melanjutkan hidup.
Keadaan ini juga sesuai dengan teori harapan menurut Vroom yang mengatakan bahwa seseorang akan termotivasi untuk melakukan sesuatu dan bekerja keras bila adanya harapan akan hasil tertentu, harapan itu mempunyai hasil positif bagi pasien dan usaha tersebut akan diperoleh dengan cara tertentu (Saam,2012)
6.2.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan
Hasil penelitian terhadap 30 orang pasien hemodialisa didapatkan lebih dari separoh yaitu 16 orang (53 %) dikategorikan cemas dalam menjalani terapi hemodialisa.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Kuraesin (2009) lebih dari separoh responden mengalami kecemasan ringan yaitu sebanyak 60,4%.
Hasil penelitian diatas berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan Rostantina (2006) tentang persepsi klien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis terhadap perubahan citra diri di ruangan hemodialisa RSUPN Cipto Magunkusumo dan RS pelabuhan Jakarta didapatkan hasil dari 61 % responden menunjukan memiliki tingkat kecemasan yang sedang.
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari- hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dan merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Keadaan ini terjadi karena adanya ancaman terhadap harga diri yang sangat mendasar bagi keberadaan individu (Suliswati,2005).
Kecemasan memperingatkan adanya ancaman eksternal dan internal yang memiliki kualitas menyelamatkan hidup. Seseorang akan menderita gangguan kecemasan ketika orang tersebut tidak mampu mengatasi stressor yang sedang dihadapinya. Keadaan seperti ini secara klinis bisa terjadi menyeluruh dan menetap dan paling sedikit berlangsung selama 1 bulan (Hawari, 2011).
Hilangnya fungsi ginjal yang berat, baik pada pasien gagal ginjal akut, gagal ginjal kronis maupun gagal ginjal terminal dapat membahayakan si pasien dan membutuhkan produk buangan toksik yang dapat mengembalikan volume dan komposisi cairan tubuh ke arah normal yang dapat dicapai dengan cara dialisis, terapi hemodialisa, hemofiltrasi dan peritoneal dialisis. Keadaan seperti ini akan membantu tubuh untuk berespon secara fisiologis dan mudah meningkatkan kecemasan pada pasien. Ketidak seimbangan kognitif dan afektif yang dimiliki akan sangat memperberat keadaan psikologis pasien dan kecemasan bisa berlanjut pada tahap yang patologis.
Menurut analisa peneliti kecemasan merupakan hal yang sering terjadi dalam hidup manusia dan dapat menjadi beban berat yang menyebabkan kehidupan individu tersebut selalu di bawah bayang-bayang kecemasan yang berkepanjangan dan menganggap rasa cemas sebagai ketegangan mental yang disertai dengan gangguan tubuh yang menyebabkan rasa tidak waspada terhadap ancaman. Kecemasan berhubungan dengan stress fisiologis maupun psikologis. Artinya, cemas terjadi ketika seseorang terancam baik secara fisik maupun psikologis.
Analisa Bivariat
Pengkajian analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan umur, jenis kelamin, lamanya menjalani terapi, jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang yang dilakukan dengan uji Chi Square.
6.3.1 Hubungan Umur dengan Tingkat Kecemasan
Dari 23 responden yang berumur tua terdapat 14 orang yang mengalami cemas dan dari 7 responden yang berumur muda terdapat 5 orang yang mengalami tidak cemas dalam menjalani terapi. Pada tabel terlihat kecendrungan semakin tua umur maka pasien cendrung mengalami kecemasan, sedangkan lebih muda umur pasien cendrung kurang merasakan kecemasan.
Hasil analisa bivariat menunjukan bahwa hubungan umur dengan tingkat kecemasan, berdasarkan hasil perhitungan dk = 1, hasil nilai X2 tabel = 3,481 > X2 hitung = 2,33. Dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara umur dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Kurasaein (2009) menunjukan bahwa sebagian besar responden berusia 40-65 tahun (45,7%). Pada usia pertengahan 40-65 tahun mulai terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun psikologis dan dari hasil analisis bivariat menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan kecemasan yang dialami (P = 0,143 > = 0,05).
Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Budi Santoso (2008) dengan sampel yang diteliti berjumlah 35 orang menunjukan ada hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat kecemasan dengan X2 = 10,503 dk = 2 P = 0,000 dinyatakan signifikan dengan taraf 0,05.
Salah satu masalah yang dialami seseorang ketika sakit adalah kecemasan, apalagi jika seseorang tersebut harus menjalani salah satu terapi yang direkomendasi medis yaitu hemodialisa dan berperan sebagai pasien. dari kaca mata sebagai seorang pasien, berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien tersebut. Maka tak heran jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang mereka alami (Asmadi, 2008).
Hemodialisa merupakan suatu teknologi tinggi sebagai penganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat lainya melalui membran semi permiabel sebagai pemisah darah dan cairan dialisa pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
Terapi hemodialisa juga dilakukan pada kasus intoksikasi zat kimia dan ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berat. Pada kasus lainya seperti pada sindrom hepatorenal dengan kriteria kalium darah 5 meq/l, pH darah 7,10 dan oliguri atau anuri lebih dari 5 hari. Untuk mengidentifikasi dilakukan terapi hemodialisa juga perlu diperhitungkan kondisi dan kesiapan pasien.
Pada kondisi ini perlu pembinaan mental (psikologi) pasien untuk menerima kenyataan dan adanya kesanggupan pribadi untuk disiplin serta mematuhi semua petunjuk atau panduan yang telah ditetapkan, juga perlu pertimbangan finansial atau jenis pembiayaan yang cukup kuat untuk bisa menjalani terapi hemodialisa regular selama waktu yang tidak terbatas sebelum transplantasi ginjal. (Brunner & Suddarth, 2001).
Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien, menurut Hawari (2011) mekanisme terjadinya cemas yaitu psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog. Akan tetapi tidak semua orang yang mengalami stressor psikososial akan mengalami gangguan cemas hal ini tergantung pada struktur perkembangan kepribadian diri seseorang tersebut diantaranya: umur, tingkat pendidikan, pengalaman, jenis kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman, dan mayarakat.
Menurut Analisa peneliti tidak adanya hubungan umur dengan tingkat kecemasan karena umur tua ataupun muda, semakin lama pasien menjalani terapi hemodialisa akan terbentuk kematangan umur dalam proses berpikir dan berorientasi terhadap masalah yang sedang dihadapi sehingga pasien mudah mengadaptasikan diri terhadap terapi yang harus terus dijalaninya agar dapat mempertahankan hidup.
6.3.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Kecemasan
Dari 19 orang responden yang berjenis kelamin laki – laki terdapat 10 orang yang tidak mengalami cemas dalam menjalani terapi dan dari 11 responden yang berjenis kelamin perempuan, terdapat 7 orang yang mengalami cemas dalam menjalani terapi. Pada tabel tampak kecendrungan bahwa jenis kelamin laki – laki memiliki tingkat kecemasan lebih dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan. Hasil analisa bivariat menunjukan berdasarkan perhitungan dk = 1 di dapatkan nilai X2 tabel = 3,481 > X2 hitung = 0,7 dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Budi Santoso (2008) menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien dengan nilai X2 = 3,457, dk = 1, P = 0,063 dinyatakan tidak signifikan dengan taraf 0,05.
Adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan perempuan di luar negeri dihubungkan dengan kemungkinan bahwa perempuan lebih bebas mencari perawatan, sedangkan angka kematian lebih tinggi pada kalangan laki – laki disebabkan faktor intrinsik, faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin atau perbedaan hormonal. Di negara Indonesia faktor intrinsik tersebut belum banyak diketahui karena masih kurangnya kepedulian pemerintah tentang nasib dan pemberdayaan kaum tidak mampu dan tidak mempunyai hak – hak untuk hidup lebih layak (Notoadmodjo, 2003).
Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi pada keadaan ini, seperti laki – laki lebih dominan menghisap rokok, minum minuman keras, candu, bekerja berat, dan berhadapan dengan pekerjaan yang berbahaya. Keadaan hidup seperti ini akan memudahkan diri berorientasi dengan penyakit degeneratif. Kenyataan ini secara langsung akan meningkatkan kecemasan terutama pada kaum laki – laki.
Sementara itu perempuan biasanya mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap kecemasan dibanding dengan laki – laki kerena secara biologis kelenturan tubuh perempuan akan mudah bertoleransi terhadap kecemasan menjadi baik dibanding laki – laki (Siswanto, 2007).
Menurut analisa peneliti tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan karena umumnya seorang laki-laki dan perempuan dewasa mempunyai mental yang kuat terhadap sesuatu hal yang dianggap mengancam dan mencemaskan bagi dirinya. Apabila seorang telah di vonis untuk melakukan hemodialisa oleh keadaan penyakitnya, secara cepat atau lambat penyesuaian diri pasien terhadap keadaan tersebut akan semakin meningkat yang secara otomatis akan membantu pasien dalam penyembuhan psikologisnya.
6.3.3 Hubungan Lamanya Menjalani Terapi dengan Tingkat Kecemasan
Dari 13 orang responden yang lama menjalani terapi, terdapat 8 orang yang mengalami cemas dan dari 17 responden yang baru menjalani terapi terdapat 9 orang yang mengalami tidak cemas dalam menjalani terapi. Pada tabel tampak kecendrungan bahwa responden yang baru dan lama menjalani terapi hemodialisa memiliki tingkat kecemasan yang sama. Hasil analisa bivariat pada variabel hubungan lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan dari hasil perhitungan dk = 1 di dapatkan nilai X2 tabel = 3,481 > X2 hitung = 0,6 dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang antara lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan responden dalam menjalani terapi hemodialisa.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Rozanti (2009) tentang faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien GGK di unit dialisa RSPAD Gatot Subroto didapatkan hasil dari uji statistik P value = 0,06 berarti P value 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan.
Hasil yang berbanding terbalik tampak pada penelitian Yandrita (2010) tentang hubungan lamanya menjalani terapi hemodialisa dengan tingkat kecemasan pasien di ruangan hemodialisa RSUP M Djamil Padang. Pada uji statistik didapatkan hasil P = 0,003 ( P < 0,05) artinya ada hubungna yang bermakna antara lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan
Individu dengan hemodialisis jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya. Gaya hidup terencana dalam jangka waktu lama, yang berhubungan dengan terapi hemodialisis dan pembatasan asupan makanan dan cairan pada pasien gagal ginjal kronik sering menghilangkan semangat hidup sehingga dapat mempengaruhi kepatuhan klien dalam terapi hemodialisis ataupun dengan pembatasan asupan cairan.
Dukungan keluarga diperlukan karena pasien gagal ginjal kronik akan mengalami sejumlah perubahan bagi hidupnnya yang secara otomatis akan menghilangkan semangat hidup pasien, diharapkan dengan adanya dukungan keluarga dapat menunjang kepatuhan pasien agar terus dapat melakukan terapi hemodialisa (Brunner & Suddart, 2001).
Menurut analisa peneliti tidak adanya hubungan lama menjalani terapi dengan tingkat kecemasan karena penyesuaian koping adaptif yang dimiliki oleh masing – masing pasien terhadap tindakan hemodialisa yang rutin dilakukan. Keadaan ini juga didorong oleh rasa membutuhkan akan terapi hemodialisa yang harus dijalani agar pasien tetap bisa untuk mempertahankan sisa hidup yang dimilikinya.
6.3.4 Hubungan Jenis Pembiayaan dengan Tingkat Kecemasan
Dari 16 orang responden yang menggunakan biaya sendiri, terdapat sama banyak antara cemas dan tidak cemas pasien dalam menjalani terapi hemodialisa dan dari 14 responden yang menggunakan asuransi kesehatan, terdapat 8 orang yang mengalami cemas. Pada tabel tampak kecendrungan bahwa pasien yang menggunakan biaya sendiri dan menggunakan asuransi kesehatan memiliki tingkat kecemasan yang sama. Hasil analisa bivariat hubungan jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan dari perhitungan dk = 1, nilai X2 tabel = 3,481 > X2 hitung = 0,16 dan dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang antara jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan responden dalam menjalani terapi hemodialisa.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Rozanti (2009) tentang faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien GGK di unit dialisa RSPAD Gatot Subroto didapatkan hasil dari uji statistik P value = 0,08 berarti P value 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan.
Pembiayaan merupakan angka yang harus dikeluarkan setiap hari untuk dapat memenuhi dan memiliki kebutuhan yang diperlukan dalam hidup. Secara khususnya dengan adanya pembiayaan maka seseorang dapat memanfaatkan fasilitas termasuk pelayanan kesehatan yang ada seperti berobat dan memenuhi kebutuhan agar tetap bisa bertahan untuk sehat, salah satunya melakukan terapi hemodialisa pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
Peningkatan biaya kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat inflasi yang terjadi di kalangan masyarakat. Apabila terjadi kenaikan harga kebutuhan hidup, maka secara otomatis biaya investasi dan biaya operasional pelayanan kesehatan akan ikut meningkat. Biaya besar yang harus dikeluarkan perhari disamping biaya hidup lainya, merupakan pencetus gangguan kognitif dan gangguan afektif pada pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa. Tanda dan gejala ditandai dengan konsentrasi yang terganggu, malu, penurunan produktifitas, kekhawatiran dan ketakutan.
Pasien hemodialisa harus menjalani terapi 1 – 2 kali perminggu. Biaya terapi yang mahal secara langsung akan meningkatkan kecemasan pada pasien tersebut. Terutama pada pasien yang tidak mempunyai asuransi kesehatan yang dapat mempermudah terapi yang mereka jalani (Stuart&Suddent,2006).
Menurut analisa peneliti tidak adanya hubungan antara jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien ini semua tidak terlepas dari adanya dukungan keluarga, umur, pendidikan, dan pengalaman. Hal ini sesuai dengan teori Kaplan dan Saddock (2006) yang mengatakan bahwa dukungan psikososial keluarga adalah mekanisme hubungan interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stress yang buruk.
Hasil analisa ini juga didukung oleh teori Friedman (1998) dalam Kurasein 2009 yang menyatakan bahwa fungsi afektif keluarga merupakan dukungan psikososial keluarga kepada anggota keluarganya, maka akan tampak bahwa anggota keluarga tersebut merasa nyaman dan dicintai, namun apabila fungsi yang penting ini tidak adekuat maka individu akan merasa diasingkan dan tidak diharapkan oleh keluarga.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang didapatkan hasil sebagai berikut:
Lebih dari separoh responden yang menjalani terapi hemodialisa dikategorikan tua
Lebih dari separoh responden yang menjalani terapi hemodialisa berjenis kelamin laki - laki
Lebih dari separoh responden yang menjalani terapi hemodialisa dikategorikan baru
Lebih dari separoh responden yang menjalani terapi hemodialisa menggunakan biaya sendiri
Lebih dari separoh responden mengalami yang menjalani terapi hemodialisa dikategorikan cemas.
Secara statistik tidak ada hubungan antara umur dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang namun tampak kecendrungan semakin tua umur maka pasien cendrung mengalami cemas, sedangkan lebih muda umur pasien cendrung kurang merasakan cemas.
Secara statistik tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang namun tampak kecendrungan bahwa jenis kelamin laki – laki memiliki kecemasan lebih dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan.
Secara statistik tidak ada hubungan antara lama menjalani terapi dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang namun tampak kecendrungan bahwa responden yang baru dan lama menjalani terapi hemodialisa memiliki tingkat kecemasan yang sama.
Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakana antara jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisa di ruangan hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang namun tampak kecendrungan bahwa pasien yang menggunakan biaya sendiri memiliki tingkat kecemasan yang sama dengan pasien yang menggunakan asuransi kesehatan .
7.2 Saran
7.2.1 Institusi Pelayanan / Rumah Sakit
Diharapkan pada institusi pelayanan khususnya perawat di ruangan hemodialisa agar dapat meningkatkan promosi kesehatan tentang manfaat dan tujuan dilakukannya terapi tersebut, untuk dapat memperkecil dan mengurangi tingkat kecemasan pada pasien yang akan menjalani terapi hemodialisa.
7.2.2 Keluarga dan Pasien
Diharapkan keluarga dapat memberikan dukungan dan motivasi kepada responden yang menjalani terapi hemodialisa karena dukungan yang diberikan keluarga merupakan fungsi afektif dalam mendukung psikososial anggota keluarganya yang menjalani terapi hemodialisa, sehingga anggota keluarga tersebut merasa nyaman dan dicintai. Akan tetapi apabila fungsi yang penting ini tidak adekuat ditambah dengan mekanisme koping pasien yang juga tidak adekuat, maka pasien akan merasa diasingkan, tidak mempunyai aktualisasi diri dan merasa tidak diharapkan oleh keluarganya.
7.2.3 Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini membahas Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang, diantaranya adalah umur, jenis kelamin, lamanya menjalani terapi dan jenis pembiayaan. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini dengan menggali analisis dan faktor – faktor lainnya yang berhubungan tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa.
Lampiran 2
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth,
Calon Responden
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini mahasiswa STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang bermaksud akan mengadakan penelitian :
Nama : VENI WITRIA SAPUTRI
Nim : 11122154
Akan mengadakan penelitian dengan judul "Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa Di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang "
Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian saudara/i sebagai responden. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Apabila saudara/i menyetujui maka dengan ini saya mohon kesediaan menandatangani lembaran persetujuan. Atas perhatian saudara/i sebagai responden saya ucapkan banyak terima kasih.
Padang,…………………….
Peneliti
VENI WITRIA SAPUTRI
Lampiran 3
FORMAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan pada lembar pertama dan saya mengerti bahwa penelitian ini tidak berakibat buruk pada saya serta identitas dan informasi yang saya berikan dijaga kerahasiaannya. Maka saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang akan dilakukan oleh mahasiswa STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang yang bernama Veni Witria Saputri dengan judul "Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Hemodialisa di Ruagan Hemodialisis RSI Siti Rahmah Padang ".
Demikian persetujuan ini saya tanda tangani dengan sejujurnya tanpa paksaan dari siapapun.
Padang, ……………………
Responden
(…………………………….)
Lampiran 4
KISI – KISI KUESIONER
Tujuan
Variabel
Jumlah Item
Mengetahui hubungan umur dengan tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa
umur
1 penyataan
Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa
jenis kelamin
1 pernyataan
Mengetahui hubungan lamanya menjalani terapi dengan tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa
Lamanya menjalani terapi
1 pernyataan
Mengetahui hubungan jenis pembiayaan dengan tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa
Jenis pembiayaan
1 pernyataan
Mengetahui tingkat kecemasan pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa
Tingkat kecemasan
20 pernyataan
Lampiran 5
KUESIONER PENELITIAN
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Hemodialisa Di Ruangan Hemodialisis RSI Siti Rahmah
Padang
Inisial Responden : No. responden :
Umur : kurang dari 50 tahun
Lebih dari 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Perempuan
Lamanya menjalani terapi
hemodialisa : lebih dari 6 bulan
kurang dari 6 bulan / 6 bulan
Jenis pembiayaan : Biaya sendiri / umum
Asuransi kesehatan
Variabel Tingkat Kecemasan
Keterangan :
TP : tidak pernah
KK : kadang - kadang
SR : sering
SL : selalu
Petunjuk : berilah tanda check list ( V ) yang di anggap benar
No
Pernyataan
TP
KK
SR
SL
1.
Saya merasa gugup, setiap akan dilakukan hemodialisa
2.
Saya merasa cemas tanpa alasan jelas, setiap akan dilakukan hemodialisa
3.
Saya mudah marah dan panik, setiap akan dilakukan hemodialisa
4.
Saya merasa seakan tubuh saya hancur berantakan, setiap akan dilakukan hemodialisa
5.
Kedua kaki dan tangan saya gemetar, setiap akan dilakukan hemodialisa
6.
Saya merasa bahwa semuanya baik- baik saja dan tidak ada hal buruk terjadi, setaip akan dilakukan hemodialisa
7.
Saya terganggu oleh sakit kepala, nyeri leher dan nyeri otot, setiap akan dilakukan hemodialisa
8.
Saya merasa badan saya lemah dan mudah lelah, setiap akan dilakukan hemodialisa
9.
Saya merasa tenang dan dapat duduk diam dengan mudah setiap akan dilakukan hemodialisa
10.
Saya merasa jantung saya berdebar – debar dengan cepat, setiap akan dilakukan hemodialisa
11.
Saya mengalami serangan pusing, setiap akan dilakukan hemodialisa
12.
Saya merasa ingin pingsan, setiap akan dilakukan hemodialisa
13.
Saya dapat bernafas dengan mudah, setiap akan dilakukan hemodialisa
14.
Saya merasa kaku dan mati rasa, setiap akan dilakukan hemodialisa
15.
Saya sakit perut dan mengalami gangguan pencernaan, setiap akan dilakukan hemodialisa
16.
Saya selalu merasa ingin kencing, setiap akan dilakukan hemodialisa
17.
Tangan saya biasanya kering dan hangat, setiap akan dilakukan hemodialisa
18.
Saya mudah tertidur dan istirahat, setiap akan dilakukan hemodialisa
19.
Wajah saya merasa panas dan kemerahan, setiap akan dilakukan hemodialisa
20.
Saya mengalami mimpi buruk, setiap akan dilakukan hemodialisa
ANALISA BIVARIAT
Keterangan :
ABCD : angka observasi ( nilai yang diperoleh )
E : ekspentasi ( nilai yang diharapkan )
Dk : ( baris – 1) ( kolom – 1)
= ( 2 – 1 ) ( 2 – 1 )
= 1 ( X2 = 3,481)
Hubungan Umur Dengan Tingkat Kecemasan
Umur
Tingkat kecemasan
Total
Cemas
Tidak cemas
Tua
Muda
14 A
2 C
9 B
5 D
23
7
Total
16
14
30
Ea : 14 = ( A + B ) ( A + C ) = (23) (16) = 12,2
30
Eb : 9 = ( A + B ) ( B + D ) = (23) (14) = 10,7
30
Ec : 2 = ( C + D ) ( A + C ) = (7) (16) = 3,7
30
Ed : 5 = ( C + D ) ( B + D ) = (7) (14) = 3,2
30
= ( O – E ) 2
E
( 14 – 12,2 ) 2 = 0,27
12,2
( 14 – 12,2 ) 2 = 0,27
10,7
( 2 – 3,7) 2 = 0,78
3,7
( 5 – 3,2 ) 2 = 1,01
3,2
0,27 + 0,27 + 0,78 + 1,01 = 2,33 ( X2 hitung )
O
E
O - E
( O – E)2 / E
14
9
2
5
12,2
10,7
3,7
3,2
1,8
-1,7
-1,7
1,8
0,27
0,27
0,78
1,01
Hubungan Jenis Kelamin Dengan Tingkat Kecemasan
Jenis kelamin
Tingkat kecemasan
Total
Cemas
Tidak cemas
Laki - laki
Perempuan
9 A
7 C
10 B
4 D
19
11
Total
16
14
30
Ea : 9 = ( A + B ) ( A + C ) = (19) (16) = 10,1
30
Eb : 10 = ( A + B ) ( B + D ) = (19) (14) = 8,9
30
Ec : 7 = ( C + D ) ( A + C ) = (11) (16) = 5,9
30
Ed : 4 = ( C + D ) ( B + D ) = (11) (14) = 5,1
30
= ( O – E ) 2
E
a. ( 9 – 10,1 ) 2 = 0,12
10,1
b. ( 10 – 8,9 ) 2 = 0,14
8,9
c. ( 7 – 5,9 ) 2 = 0,20
5,9
d.( 4 – 5,1 ) 2 = 0,24
5,1
0,12 + 0,14 + 0,20 + 0,24 = 0,7 ( X2 hitung )
O
E
O - E
( O – E)2 / E
9
10
7
4
10,1
8,9
5,9
5,1
-1,1
1,1
1,1
-1,1
0,12
0,14
0,20
0,24
Hubungan Lamanya Menjalani Terapi Dengan Tingkat Kecemasan
Lamanya menjalani terapi
Tingkat kecemasan
Total
Cemas
Tidak cemas
Lama
Baru
8 A
8 C
5 B
9 D
13
17
Total
16
14
30
Ea : 8 = ( A + B ) ( A + C ) = (13) (16) = 6,9
30
Eb : 5 = ( A + B ) ( B + D ) = (13) (14) = 6
30
Ec : 8 = ( C + D ) ( A + C ) = (17) (16) = 9
30
Ed : 9 = ( C + D ) ( B + D ) = (17) (14) = 7,9
30
= ( O – E ) 2
E
a. ( 8 – 6,9 ) 2 = 0,17
6,9
b. ( 5 – 6,9 ) 2 = 0,17
6,9
c. ( 8 – 9 ) 2 = 0,11
9
d. ( 9 – 7,9 ) 2 = 0,15
7,9
0,17 + 0,17 + 0,11 + 0,15 = 0,6( X2 hitung )
O
E
O - E
( O – E)2 / E
8
5
8
9
6,9
6
9
7,9
1,1
-1
-1
1,1
0,17
0,17
0,11
0,15
Hubungan Jenis Pembiayaan Dengan Tingkat Kecemasan
Jenis pembiayaan
Tingkat kecemasan
Total
Cemas
Tidak cemas
Biaya sendiri
Asuransi kesehatan
8 A
8 C
8 B
6 D
16
14
Total
16
14
30
Ea : 8 = ( A + B ) ( A + C ) = (16) (16) = 8,5
30
Eb : 8 = ( A + B ) ( B + D ) = (16) (14) = 7,4
30
Ec : 8 = ( C + D ) ( A + C ) = (14) (16) = 7,4
30
Ed : 6 = ( C + D ) ( B + D ) = (14) (14) = 6,5
30
= ( O – E ) 2
E
a. ( 8 – 8,5 ) 2 = 0,03
8,5
b. ( 8 – 7,4 ) 2 = 0,05
7,4
c. ( 8 – 7,4 ) 2 = 0,05
7
d. ( 6 – 6,5 ) 2 = 0,03
6,5
0,03+ 0,05 + 0,05 + 0,03 = 0,16 ( X2 hitung )
O
E
O - E
( O – E)2 / E
8
8
8
6
8,5
7,4
7,4
6,5
-0,5
0,6
0,6
-0,5
0,03
0,05
0,05
0,03
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : VENI WITRIA SAPUTRI
Tempat Tanggal Lahir : Padang Panjang, 4 Juni 1987
Agama : Islam
Status : Belum Kawin
Alamat : Perumahan Pondok Pratama I Blok D No 9 Lubuk buaya, Padang
Nama Orang Tua
Ayah : Asnidar, SPd
Ibu : Khaidir Nazar
Alamat : Perumahan Pondok Pratama I Blok D No 9 Lubuk buaya, Padang
Riwayat Pendidikan
TK Bhayangkari Korps Brimob Padang Sarai tamat tahun 1993
SD Negeri 11 Lubuk Buaya Tamat Tahun 1999
SLTP Negeri 34 Lubuk Buaya Tamat Tahun 2002
SMA N 8 Lubuk Buaya Tamat Tahun 2005
DIII Keperawatan KESDAM I/BB PADANG Tamat Tahun 2008
Program Studi S1 Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Tahun 2013