I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau dikenal dengan sebutan lain ganggang laut, atau agar-agar. Salah satu dari jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan secara intensif adalah Eucheuma atau Kappaphycus di wilayah perairan pantai. Hasil proses ekstraksi rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan tambahan untuk industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain. Selain itu digunakan pula sebagai pupuk hijau dan komponen pakan ternak maupun ikan. Dengan semakin luasnya pemanfaatan hasil olahan rumput laut dalam berbagai industri, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan rumput laut Kappaphycus alvarezii. sebagai bahan baku. Selain untuk kebutuhan ekspor, pangsa pasar dalam negeri cukup penting karena selama ini industri pengolahan rumput laut sering mengeluh kekurangan bahan baku. Melihat peluang tersebut, pengembangan komoditas rumput laut memiIiki prospek yang cerah karena memiIiki nilai ekonomis yang penting dalam menunjang pembangunan perikanan baik kaitannya dengan peningkatan ekspor non migas, penyediaan bahan baku industri dalam negeri, peningkatan konsumsi dalam negeri maupun meningkatkan pendapatan petani/nelayan serta memperluas lapangan kerja.
Budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii yang sudah biasa dilakukan oleh petani/nelayan adalah dengan menggunakan metode long line. Dari beberapa jenis rumput laut tersebut, Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis rumput laut yang paling berpeluang untuk diekspor karena Kappaphycus alvarezii tidak dikonsumsi didalam negeri untuk pembuatan agar-agar melainkan diekspor sebagai penghasil karaginan. Beberapa negara yang membutuhkan jenis ini adalah Jepang, Hongkong, Perancis, Amerika Serikat, Korea dan Denmark (Soegiarto et, al, 1978) dalam (Paimin, 1999). Di Jepang, Cina, Eropa, dan Amerika, rumput laut telah lama digunakan sebagai makanan danobat-obatan. Selain itu juga sering dibuat puding, sup, saus dan dalam bentuk mentah sebagai sayuran (BPPPD Papua, 2006). Di Maluku Utara pemanfaatan rumput laut untuk di jadikan produk olahan telah di lakukan yaitu produk olahan rumput laut menjadi bahan makanan seperti dodol, jus, cendol dan puding rumput laut di Desa Pulau Gala Kecamatamatan Pulau Joronga Kabupaten. Halmahera Selatan (Irfan et, al, 2009) Dalam bidang industri pemanfaatan karaginan juga telah berkembang pesat. Untuk industri kosmetika, dapat digunakan sebagai hand lotion, pomade, dan shampo. Industri farmasi digunakan sebagai bahan pengikat tablet, kapsul, pembuatan suspensi, plester, dan untuk pengobatan bisul, sedangkan untuk industri makanan dapat digunakan sebagai pengental, saus, bumbu daging, bahan tambahan minuman berkarbonat, juice dan stabilisator pada coklat susu, es krim, dan keju. Dalam beberapa hal dapat digunakan pula sebagai bahan tambahan pada industri pembuatan pasta gigi, tekstil, semir sepatu, kertas, dan keramik (Sulistijo et al, dalam Tangkudung, 1989).
Mengingat besarnya peluang untuk pengembangan rumput laut seiring dengan makin bertambahnya permintaan sebagai akibat makin meningkatnya kebutuhan hidup manusia maka, perlu dilakukan pengembangan budidaya rumput laut terutama yang memiliki nilai jual tinggi seperti Kappaphycus alvarezii agar dapat tersedia secara kontinuitas. Di Indonesia umumnya dan Propinsi Maluku Utara khususnya rumput laut Kappaphycus alvarezii telah berhasil dibudidayakan namun hasil yang dicapai belum seperti yang diharapkan atau yang di inginkan. Hal ini disebabkan karena petani budidaya rumput laut umumnya masih menggunakan metode budidaya yang diadopsi dari kebiasaan masyarakat setempat sehingga produksi yang dihasilkan masih rendah. Pada umumnya, petani dalam membudidayakan rumput laut, bobot awal bibit yang digunakan masih sangat bervariasi. Petani budidayadi di Desa Guraping yang menggunakan termasuk
bobot awal bibit yang tidak seragam. Untuk itu, penulis ingin
melakukan kajian mengenai hal tersebut yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya rumput laut. Pada kegiatan budidaya nelayan tidak mempertimbangkan aspek-aspek teknik seperti kualitas air, metode yang di gunakan maupun kondisi bibit yang di gunakan. Hal ini mengakibatkan banyak terjadi kegagalan mengenai mutu dan kuantitas rumput laut yang di produksi.
Pada
saat
melakukan
pemilihan
rumput
laut
belum
juga
mempertimbangkan aspek bobot awal dan bibit rumput laut yang ada sehingga produksi yang di hasilkan tidaklah seragam terutama bobot atau ukurannya.
Dengan memprtimbangkan bobot awal dan bibit yang akan di tanam maka produksi yang di hasilkan akan memiliki bobot yang seragam dan yang lebih penting adalah kualitas kandungan unsur penting pada rumput laut seperti karaginan alginat dan agar-agar Terkait dengan persoalan tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “Analisis pertumbuhan berat rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan bobot bibit awal 50 gram menggunakan metode long line di Perairan Guraping Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan Maluku Utara. 1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pertumbuhan berat rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan bobot bibit awal 50 gram. 2. Mengetahui
perbedaan
rata-rata
pertumbuhan
berat
rumput
laut
Kappaphycus alvarezii (bobot bibit awal 50 gram) dengan penelitian sebelumnya (Thalib, 2009) Sedangkan manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para pembudidaya rumput laut tentang produksi rata-rata pertumbuhan rumput laut dengan bobot awal 50 gram. 1.3 Hipotesis H0 : Rata-rata hasil pertumbuhan berat rumput laut Kappaphycus alvarezii (bobot bibit awal 50 gram) sama dengan rata-rata hasil pertumbuhan sebelumnya (293 gram) (H0 : µ = 293 gram)
H1 : Rata-rata hasil pertumbuhan berat rumput laut Kappaphycus alvarezii (bobot bibit awal 50 gram) lebih rendah dengan rata-rata hasil pertumbuhan sebelumnya (293 gram) (H1 : µ < 293 gram).
Dengan kaidah pengambilan keputusan : Untuk H0 : µ = µ0 dan H1 : µ < µ0 (Uji satu pihak kiri): H0 diterima jika t0 ≥ - tα H0 ditolak jika t0 < - tα
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Aspek Biologis Rumput Laut
2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi Kappaphycus alvarezii adalah sebagai berikut : Divisi
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Sub kelas
: Florideophycidae
Bangsa
: Gigancinales
Suku
: Solieraceae
Marga
: Kappaphycus alvarezii
Jenis
: Kappaphycus alvarezii. Spesies Kappaphycusi alvarezii, merupakan nama yang telah diperbaharui
dari Kappaphycus alvarezii. Dinamakan demikian karena kandungan akhirnya adalah kappa karaginan, sedangkan Kappaphycus alvarezii
adalah nama
komersial dari Kappaphycus alvarezii (Doty, 1986). 2.1.2. Morfologi Kappaphycus alvarezii Dari segi morfologi rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang, dan daun. Bentuk tersebut adalah thalus belaka. Bentuk thalus rumput laut bermacam-macam, antara lain bulat, pipih, gepeng dan bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya. Berdasarkan jumlah sel yang menyusunnya alga ini ada yang tersusun uniseluler (satu sel) atau multiseluler (banyak sel). Pada makro alga, jenis percabangan antara lain adalah pectinate (berderet searah pada
thalus utama), pinnate (bercabag dua-dua sepanjang thalus utama secara berselang selang), ferticilate (cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama) dan ada juga yang sederhana, tidak bercabang. Sifat substansi thalus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin (gelatinous), keras mengandung atau diliputi zat kapur (calcerous), dan sebagainya. Untuk marga eucheuma thalusnya adalah bulat silinder atau gepeng, bercabang berselang tidak teratur, di atau tikotomous (DKP Banten, 2007).
Gambar 1. Rumput laut jenis Kappahycus alvarezii (Thalib, 2008) 2.1.3. Habitat dan Penyebaran Rumput laut pertama kali ditemukan hidup secara alami bukan hasil budidaya. Mereka tersebar di perairan sesuai dengan lingkungan yang dibutuhkannya. Rumput laut mempunyai penyebaran yang cukup luas di perairan Indonesia dan hampir semua perairan ditumbuhi rumput laut (Indriani dan Suminarsih, 1996). Rumput laut memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut hanya mungkin hidup pada lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh mana matahari masih mampu mencapainya. Di alam rumput laut
Kappaphycus biasanya hidup berkumpul dalam satu komonitas. Kappaphycus biasanya tumbuh di rataan terumbu karang dangkal sampai kedalaman 6 meter, melekat di batu, cangkang kerang dan benda keras lainnya (Anggadiredja, 2006). 2.1.4. Reproduksi Poncomulyo et al, (2006) mengemukakan bahwa pembiakan rumput laut berbeda dengan tanaman tingkat tinggi (tanaman berbunga) yang biasanya hidup di darat. Perkembangbiakan rumput laut pada dasarnya ada dua macam yaitu secara kawin, pertemuan antara sel jantan dan sel betina dan tidak kawin Pada perkembangbiakan secara tidak kawin, gametofit jantan melalui pori spermatangia akan menghasilkan sel jantan yang disebut spermatia. Spermatia ini akan membuahi sel betina. Hasil pembuahan ini akan keluar sebagai caspospora. Setelah terjadi proses germinasi akan tumbuh menjadi tanaman yang tidak beralat kelamin (sporofit). 2.2. Metode Budidaya Keberhasilan budidaya rumput laut sangat tergantung pada teknologi atau metode penanamannya. Metode yang dipilih hendaknya dapat memberikan pertumbuhan yang menguntungkan, mudah pelaksanaannya dengan bahan bangunan yang murah dan mudah didapat. Budidaya Kappaphycus dapat dilakukan dengan lima metode, diantaranya adalah metode dasar, metode rakit apung, metode jaring, metode jalur dan metode long line (Ditjen Perikanan Budidaya, 2005).
Ada beberapa metode diatas, metode long line merupakan cara yang paling banyak diminati petani rumput laut selain fleksibel dalam pemilihan lokasi, juga biaya yang dikeluarkan relatif lebih murah. Kelebihan dari metode long line ini adalah alat yang digunakan lebih tahan lama, lebih murah dan mudah di dapat. Keuntungan dari metode ini adalah lebih fleksibel/tidak kaku dan memiliki ketahanan paling tinggi terhadap ombak serta angin. Dengan demikian, bahaya kerusakan dan kerugian yang diakibatkan gelombang dan angin dapat diperkecil. Adapun teknik budidaya rumput laut dengan metode long line adalah sebagai berikut : a. Ikat bibit rumput laut pada tali ris dengan jarak 25 cm dan panjang tali ris mencapai panjang yang dibutuhkan dibentangkan pada tali utama. b. Ikatkan tali jangkar pada kedua ujung tali utama yang dibawahnya sudah diikatkan pada pada jangkar atau pemberat. c. Untuk mengapungkan rumput laut, ikatkan pelampung pada tali ris. 2.3. Bibit Dalam usaha pembudidayaan rumput laut, sebaiknya dipilih bibit unggul yang mampu memenuhi beberapa persyaratan. Dari segi fisik harus kuat sehingga dapat dihindari terjadinya kerontokan (Winarno, 1990). Ditjen Perikanan Budidaya (2006) menyatakan bahwa dalam penyediaan bibit sebaiknya diseleksi bibit yang baik dari hasil panen dengan ciri antara lain ; bercabang banyak, rimbun dan runcing, tidak terdapat bercak dan tergelupas, warna spesifik (cerah), umur 25-35 hari, berat bibit yang ditanam adalah antara 50-100 g/rumpun dan tidak terkena penyakit ice-ice. Agus Sediad, et. al, (200) menyatakan pemilihan
bibit dalam budidaya merupakan hal yang sangat penting. Hal-hal yang perlu di perhatikan yaitu bibit yang berupa stek dipilih dari tanaman yang segar, dapat di ambil dari tanaman yang tumbuh secara alami ataupun dari tananman bekas budidaya, selain itu bibit yang di ambil harus baru dan masih muda, sebelum di tanam bibit di kumpulkan pada tempat tertentu seperti di keranjang atau di jaring yang bermata kecil. 2.4. Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran suatu organisme yang dapat berupa berat ataupun panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis, bagian thallus, umur, keadaan lingkungan fisik dan kimiawi perairan. 1. Pertumbuhan mutlak adalah selisih antara berat akhir dan bobot awal. 2. Pertumbuhan relatif adalah sebagai presentasi pertumbuhan dimana pertambahan bobot setiap interval waktu dinyatakan sebagai presentase pertumbuhan
pada
awal
inteval
waktu.
Pertumbuhan
rumput
laut
Kappaphycus alvarezii dikatakan baik bila laju pertumbuhan hariannya tidak kurang dari 3 % (Anggadiredja et. al, 2006). 2.5. Pemilihan Lokasi Dalam pemilihan untuk usaha budidaya rumput laut, harus di pertimbangkan terhadap sektor pembangunan lainnya, seperti: pemukiman, pariwisata, pertambangan, dan perlindungan sumberdaya alam (Direktorat Jendral Perikanan, 2003). Dalam pemilihan lokasi budidaya rumput laut daya dukung
lingungan perairan untuk menunjang kegiatan budidaya untuk menentukan daya dukung lingkungan untuk kawasan budidaya rumput laut sebagai bagian dari kegiatan budidaya laut maka perlu diperhatikan lokasi yang akan digunakan, atau daya dukung perairan tersebut demi keberhasilan kegiatan budidaya rumput lauts . Paimin, F.R, (1991) menyatakan penentuan lokasi sangat menentukan berhasil tidaknya suatu usaha budiaya rumput laut. Untuk memperoleh hasil yang memuaskan sebaiknya dicari lokasi yang sesuai dengan ekobiologi (persyaratan tumbuh) rumput laut itu sendiri. Untuk pertumbuhannya, menurut Naryo Sadhori (1995), syarat untuk tumbuh rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii memerlukan beberapa syarat untuk tumbuh dengan baik yaitu dasar perairan berupa pasir kasar bercampur, keadaan air cukup jernih pergerakan air cukup yang cukup baik, salinitas antara 27-34 ‰ dan suhu air berkisar antara 25-27°C, perlu ditunjang dengan berbagai parameter ekologis oseanografi yang sesuai. Parameter-parameter tersebut adalah : 2.5.1. Parameter Fisika A. Suhu. Suhu air suatu perairan dipengaruhi oleh kekeruhan, air hujan, dan luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari. Dalam budidaya suhu atau temperatur air laut perlu diperhatikan. Temperatur yang baik bagi rumput laut Kappahycus alvarezii adalah sekitar 26-300C dengan perbedaan suhu antara malam dan siang hari relatif kecil (Anggadiredja et. al, 2006). Kenaikan temperatur suhu yang tinggi di atas 300C akan mengakibatkan thallus rumput laut menjadi pucat kekuning-kuningan dan tidak sehat. Penurunan
suhu terhadap pertumbuhan rumput Kappahycus alvarezii akan mengakibatkan pertumbuhan tidak baik (Ditjen Perikanan, 2003). Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa. Termometer dicelupkan kedalam air kemudian didiamkan selama + 3-5. Setelah itu lihat nilai yang terbaca pada skala termometer. B. Arus Arus dapat berpengaruh dalam kegiatan budidaya baik pengaruh baik maupun pengaruh buruk. Pengaruh baiknya yaitu rumput laut memerlukan ombak untuk membantu mempercepat masuknya zat-zat makanan kedalam tanaman dan pengaruh buruknya yaitu jika ombak terlalu besar maka akan merusak rumput laut tersebut. Kecepatan arus yang ideal untuk rumput laut antara 20-40 cm/det (Ditjen Perikanan Budidaya, 2006). Sementara Zawawi, et.al, (2003) menyatakan bahwa arus dengan kecepatan 20-30 cm/dt sangat cocok untuk budidaya rumput laut. Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan bola pimpong dan stop watch. Bola pimpong diikat dengan tali benang kemudian diletakkan di atas permukaan perairan dengan memperhatikan pola arus di perairan tersebut. Pada waktu yang bersamaan, stop wacth dihidupkan. Tepat pada waktu 1 detik, tahan tali benang agar bola pimpong tidak bergerak. Ukur panjang tali benang dari hingga ke arah dimana bola pimpong berhenti. C. Kecerahan Anggadiredja, et. al. (2006) menyatakan bahwa untuk budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii, keadaan perairan sebainya relatif jernih dengan tingkat kecerahan tinggi dan tampakan (jarak pandang kedalaman) dengan alat
sechidisk mencapai 2-5 m. Kondisi seperti ini dibutuhkan agar cahaya matahari dapat mencapai tanaman untuk proses fotosintesis. Kecerahan perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari. Kecerahan ideal lebih dari 1 m. Air yang keruh (biasanya mengandung lumpur) dapat menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu (Alfida et. al, 2005). Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi 1-1,5 m cukup baik untuk pertumbuhan rumpt laut (Zawawi et. al. 2003). 2.5.2 Parameter Kimia A. Salinitas Rumput laut tumbuh pada salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat air tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan rumput laut menjadi tidak normal. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya rumput laut sebaiknya jauh dari mulut muara sungai. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya rumput laut Kappapycus alvarezii adalah 28-35 ‰ (Ditjenkan Budidaya, 2005). Mubarak dalam
Ruspandi, (1991) mengemukakan bahwa salinitas
merupakan faktor yang sangat penting untuk di perhatikan. Rumput laut kappaphycus memerlukan salinitas yang cukup tinggi, apabila salinitas kurang dari 30 ‰ maka akan mengakibatkan pertumbuhan optimalnya menurun akibat terserang penyakit ice-ice bahkan tanaman menjadi mati. Sementara
itu,
Aslan
(1998)
menyatakan
bahwa
Kappaphycus
memerlukan kadar garam yang agak tinggi disekitar 30 ‰ atau lebih. Salinitas untuk pertumbuhan optimal untuk rumput laut Kappaphycus alvarezii adalah
28-33 ‰, oleh karena itu lokasi budidaya diusahakan jauh dari sumber air tawar seperti dekat muara sungai karena dapat menurunkan salinitas (Anggadiredja et all, 2006). Penguuran salinitas di lakukan dengan menggunakan alat refraktometer sebelum melakukan penukuran alat di bersihkaan terlebih dahulu dengan menggunakan aquadea agar alat yang di gunaka steril, kemudian ambil air laut dengan menggunakan pipet kemudian teteskan pada kaca arahkan pada arah matahari dan dilihat nilai yang terbaca, B. pH Zawawi et. al, (2003) mengemukakan bahwa pH yang optimum bagi rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii adalah 7,6-8,8. Pancomulyo et. al, (2006) menyatakan bahwa lokasi yang dipilih untuk budidaya rumput laut sebaiknya memiliki pH 6,3-8,2. Jika pH air terlalu bersifat asam atau basa dapat mengakibatkan pertumbuhan yang tidak optimal. Pengukuran pH perairan dengan menggunakan pH meter, hidupkan tombol ON pada pH meter kemudian dicelupkan ke dalam perairan selama beberapa menit hingga angka stabil. Nilai akan terbaca pada skala secara otomatis.
C. Zat Hara Nyabkken, (1998) menyatakan bahwa unsur hara yang berperan dalam pertumbuhan terdiri dari dua bagian yaitu makro nutrien dan mikro nutrien. Rumput laut memerlukan unsur hara sebagai komponen untuk proses fotosintesis.
Diantara unsur-unsur makro nutrien adalah nitrogen (nitrat) dan fosfor (fosfat) yang merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan rumput laut. 2.5.3. Lingkungan biologi Dalam budidaya rumput laut tidak terlepas dari salah satu gangguan serangan hewan air, terutama serangan dari ikan beronang (Siganus sp), bintang laut (Protoreaster nodosus), penyu (Chelonia mydas) dan ikan kerpu (Epinephellus sp). Untuk menanggulangi serangan dari ikan beronang (Siganus sp) dan penyu (Chelonia mydas)
dapat dilakukan dengan melindungi areal budidaya
dengan memasang pagar yang terbuat dari jaring. Serangan dari hama bulu babi, teripang dan bintang laut pengaruhnya relatif kecil pada areal budidaya yang cukup luas, namun tetap perlu diwaspadai demi keberhasilannya. Penyu (Chelonia mydas) merupakan hama perusak terbesar di bandingkan lainnya, menyerang pada malam hari sampai habis. Untuk menanggulangi tanaman, maka areal budidaya di pagar dengan jaring. (Direktorat Jendral Perikanan, 2003) Untuk budidaya Kappaphycus alvarezii
dipilih perairan yang secara
alami ditumbuhi oleh komunitas dari berbagai makro alga seperti Ulva, Caulerpa, Padina, Hypnea dan lain-lain, dimana hal ini merupakan salah satu indikator bahwa perairan tersebut cocok untuk budidaya rumput laut alvarezii.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Kappaphycus
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 45 hari yakni dalam bulan Oktober sampai dengan November 2009. Penelitian di laksanakan di perairan Kelurahan Guraping Bagian Utara, yang termasuk lokasi budidaya yang di laksanakan oleh petani budidaya rumput laut. 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian No
Alat dan Bahan
Kegunaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Thermometer Handrefraktometer Manual/bola pimpong pH meter Timbangan analitik Kamera Alat tulis menulis Perahu Parang Pisau cater Tali jangkar Tali poliethylen Pemberat Pelampung Tali rafia Bibit rumput laut
Untuk mengukur suhu air mengukur Salinitas Untuk mengukur kecepatan arus Mengukur pH air Menimbang berat basah rumput laut Dokumentasi Pencatatan data Untuk transportasi Pemotongan bahan konstruksi budidaya Untuk pemotongan thallus Pengikat pemberat Sebagai konstruksi rumput laut Penahan konstruksi agar tidak bergerak Menahan wadah agar tidak tenggelam Pengikat rumput laut Bahan uji
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Pemilihan Lokasi Sebelum penelitian dimulai dilakukan survey lokasi untuk memilih lokasi pemeliharaan dan penempatan wadah (long line). Lokasi yang dipilih terletak agak jauh dari lokasi pemukiman, bebas dari lalu lintas perahu nelayan dan secara visual kondisi perairan dianggap layak untuk lokasi budidaya 3.3.2. Metode Budidaya Rumput Laut
a 275 cm
b
20 0 c m
c
e
d
f Gambar 2. Bentuk dan ukuran wadah penelitian Keterangan : (a) Pelampung Utama, (b) Pelampung Kecil, (c) Tanaman uji, (d) Tali Utama, (e) Tali Ris, (f) Pemberat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode long line dengan ukuran wadah 3x2 m. Wadah dibuat dengan menggunakan tali polethylen sebagai tali utama, masing-masing sudutnya diberi jangkar dan pelampung besar dengan tujuan agar posisi tanaman berada di tengah air laut mengikuti gerak gelombang. Kemudian tali ris direntangkan diantara tali utama yang berfungsi untuk tempat mengikat rumput laut. Tali ris yang digunakan berjumlah 3 buah.
Pada setiap tali ris di ikat bibit sebanyak 9 buah secara acak dengan berat awal 50 gram. 3.3.3. Penyediaan Bibit Rumput laut Penyediaan bibit segera dilakukan setelah konstruksi rakit kegiatan budidaya telah terpasang dan sumber bibit telah ada. Bibit diperoleh dari hasil budidaya masyarakat setempat dengan cara pembelian. Adapun ciri bibit yang baik meliputi: • Bibit harus dipilih dan thallus yang muda, segar, keras, tidak layu dan kenyal. • Bibit berwarna cerah, banyak bercabang, tidak terkenal penyakit ice-ice. (Dirjen Perikanan Budidaya, 2003). 3.3.4. Penanaman Sedangkan untuk penanaman, thallusnya dipotong dan ditiriskan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik untuk mendapatkan berat awal yang diinginkan (50 gr) Bibit yang telah ditimbang diikatkan pada tali rafia yang sudah ada pada tali ris. Kemudian tali ris direntangkan diantara tali utama yang berfungsi untuk tempat mengikat rumput laut. Jumlah bibit yang ditanaman sebanyak 27 buah bibit jarak antara tanaman adalah 25 centi meter
3.3.5. Teknik pemeliharaan
Seminggu setelah penanaman, bibit yang di tanam harus di periksa dan di pelihara dengan baik melalui pengawasan yang teratur agar rumput laut yang di gunakan dalam penilitian ini tetap dalam kondisi baik maka, setiap hari dilakukan pemeliharaan yang meliputi: •
Pembersihan kotoran yang menempel pada wadah dan rumput laut
•
Selalu dijaga agar tali maupun pelampung tetap baik
•
Singkirkan semua hewan pengganggu yang akan memgakibatkan rumput laut mengalami kerusakan
3.3.6. Teknik Pengamatan dan pengambilan data Pengukuran terhadap parameter kualitas air dilakukan secara langsung di lapangan in-situ setiap hari. Untuk tahap pengamatan sampel uji, dilakukan penimbangan 1 minggu sekali untuk mendapatkan berat basah. Penimbangan dilakukan di dalam ruangan agar tidak dipengaruhi angin. Sebelum melakukan penimbangan rumput laut, maka harus di bersihkan terlebih dahulu agar kotoran yang menempel tidak mempengaruhi berat pada saat rumput laut di timbang waktu yang di gunakan untuk melakukan pengukuran antara 5-10 menit. Selanjutnya rumput laut yang telah di timbang kemudian di ikat kembali pada tempat semula.
3.3.7. Analisis Data
Uji T- Student Untuk
pengujian
hipotesis
beda
satu
rata-rata,
uji
statistiknya
menggunakan distribusi t (Hasan, 1999; Lolombulan, 2004). Tetapi sebelumnya dilakukan uji Kenormalan.
UJi beda satu rata-rata dilakukan dengan
membandingkan rata-rata pertumbuhan berat rumput laut hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Thalib (2009), dimana hasil yang diperoleh dengan berat awal bibit 50 gram, diperoleh rata-rata pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan sebesar 293 gram. Sehingga yang menjadi permasalahan adalah apakah penelitian yang dilakukan ini menghasilkan rata-rata pertumbuhan berat yang lebih rendah dari hasil penelitian sebelumnya (Thalib, 2009). Prosedur pengujian hipotesisnya sebagai berikut: 1) Formulasi hipotesis (Uji satu pihak kiri) H0 : µ = 293 gram H1 : µ < 293 gram 2) Penentuan nilai
α (taraf nyata) dan nilai t tabel (tα)
Nilai ttabel dapat dilihat pada daftar distribusi t dan nilai ini tergantung pada db-nya (db = n - 1) dan nilai 3) Kriteria pengujian : H0 diterima jika t0 ≥ - tα H0 ditolak jika t0 < - tα
4) Uji statistik __
t=
X −µ 0 s/ n
α (5% = 0,05).
Keterangan : ___
X = Harga rata-rata sampel
µ0 = Harga rata-rata populasi (diketahui) S = Stándar deviasi sampel (simpangan baku) =
n∑ X 2 − (∑ X ) 2 n(n − 1)
n = Besarnya sampel 5) Kesimpulan Kesimpulan pengujian merupakan penerimaan atau penolakan H0.
Uji Kenormalan Data hasil penelitian sebelumnya dilakukan uji t – student, terlebih dahulu dilakukan uji kenormalan liliefors untuk mengetahui keadaan data menyebar normal atau tidak bila datanya menyebar normal (Sudjana, 1989). Hipotesis statistik yang hendak di uji adalah : H0 = Data menyebar normal (data distribusi normal). H1 = Data tidak menyebar normal (data tidak berdistribusi normal) Langkah Pengujian : 1. Urutkan data berat tubuh dari yang terkecil ke yang terbesar (Kolom 1) __
2. Hitung rata-rata ( X ) dan standar deviasi (S) 3. Pengamatan X1, X2 .....Xn dijadikan bilangan baku z1, z2.....zn dengan __
x−X zi = s 4. Tentukan peluang masing-maing nilai z, yakni F ( z i ) = P( z ≤ z i ) ). Angka
menggunakan rumus
ini dilihat pada Tabel Z dibawah kurva normal.
5. Tentukan Nilai Harapan Kumulatif ( S ( z i ) ). Nilai S ( z i ) yang pertama,
yakni
1 1 , selanjutnya pertambahan setiap nilai yang diperoleh dengan . n n
6. Tentukan selisih
F ( z i ) − S ( z i ) sebagai nilai mutlak dari selisih antara
masing-masing nilai peluang Z dan nilai harapak kumulatif. 7. Tentukan nilai maksimum F ( z i ) − S ( z i ) (nilai terbesar). Nilai ini adalah nilai L0 . Selanjutnya nilai L0 bandingkan dengan nilai L kritis dari Daftar XIX (11). Untuk menerima atau menolak Hipotesis nol, maka bandingkan L 0 dengan nilai kiritis L yang diambil dari Daftar XIX (11) untuk taraf nyata yang dipilih (5% = 0,05). Kriteria pengambilan keputusan : H0 ditolak apabila L0 > L H0 diterima apabila L0 < L
VI. HASIL DAN PEMBAHSAN
4.1. Hasil 4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Desa Guraping merupakan salah satu desa yang secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulaun Provinsi Maluku Utara dengan batas-batas wilayah : Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kaiyasa, bagian selatan berbatasan dengan Robodofo, bagian Timur berbatasan dengan Desa Durian dan pada bagian Barat berbatasan dengan perairan laut.. Topografik perairan ini landai dan memiliki komposisi substrat karang berlumpur. Desa Guraping memiliki luas wilayah sebesar 85 km2. Perairan Desa Guraping telah di laksanakan pengembangan usaha budidaya rumput laut sejak tahun 1998 di sebelah Utara Desa Guraping yang di jadikan sebagai salah satu daerah pengembangan usaha budidaya rumput laut oleh Dinas Perikanan Kota Tidore Kepulauan Kecamatan Provinsi Maluku Utara. Perairan Guraping sangat cocok untuk budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvareziii, karena lokasi yang terdapat di Desa Guraping sangat terlindung dari pengaruh angin dan ombak yang sangat kuat, lokasi tersebut juga terlindung dari beberapa jenis hutan mangrove sehingga masih layak untuk di jadikan areal budidaya rumput laut.
4.1.2. Pertumbuhan Berat Kappaphycus alvarezii
Hasil analisis pertumbuhan berat Kappaphycus alvarezii selama penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan rata-rata per minggu mengalami peningkatan. Data hasil pengamatan dapat di lihat pada gambar 3. 600 500
491.93 432.15
400 Pertumbuhan 300 Berat (gram) 200
317.52 187.78
100
125.56
93.89
0 1
2
3
4
5
6
Minggu Pengamatan
Gambar 3. Rata-Rata Pertumbuhan Berat Rumput Laut (Kappapphycuc alvarezii) Berdasarkan
Gambar
3
tersebut,
menunjukkan
bahwa
rata-rata
pertumbuhan rumput laut dengan bobot awal 50 gram yang dibudidayakan mengalami peningkatan berat setiap minggunya, dimana dari minggu pertama rata-rata berat sebesar 93,89 gram dan pada minggu ke enam rata-rata berat mencapai 491,93 gram. Berdasarkan hasil analisis uji kenormalan liliefors diperoleh nilai untuk L0 (0,1519) < L (0,319), hal ini menunjukan bahwa rata-rata pertumbuhan berat rumput laut Kappaphycus alvarezii berdistribusi normal, atau hipotesa nol di terima. Hasil uji kenormalan Liliefors dapat dilihat pada tabel 2 dan Lampiran 3
Tabel 2. Hasil Analisisi Uji Kenormalan
Xi 93.89 125.56 187.78 317.52 432.15 491.93
Zi -1.10 -0.91 -0.53 0.26 0.95 1.31
F (Zi) 0.1357 0.1814 0.2981 0.3974 0.8289 0.9049
S (zi) 0.1667 0.3333 0.5000 0.6667 0.8334 1.0001
| F(zi) - S (zi) | 0.0310 0.1519 0.2019 0.2693 0.0045 0.0952
Berdasarkan hasil uji t student diperoleh bahwa hipotesis H0 di tolak atau hipotesis H1 diterima, dimana nilai t = -0,267 > t 0 , 05( 5 ) = -2,015, yang artinya bahwa rata-rata pertumbuhan berat rumput laut Kappaphycus alvarezii lebih rendah dari 293 gram. 4.1.4. Faktor lingkungan Hasil pengukuran dan pengamatan selama penelitian di peroleh beberapa parameter kualitas seperti air yang di sajikan pada tabel berikut. Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air seperti pada lokasi penelitian selama pemeliharaan Kappaphycus alvarezii. No 1. 2. 3. 4. 5.
Parameter Substrat Salinitas pH Suhu Arus
Hasil Pengukuran/ Pengamatan Karang berlumpur 30-35‰ 7,9-8,8 28-30°C 15-30 cm/detik
4.2. Pembahasan 4.2.1. Pertumbuhan Berat Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Setelah melakukan penelitian selama 6 (enam) minggu dan berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian di peroleh data pertumbuhan berat dengan bobot awal 50 gram setiap minggu mengalami peningkatan seperti di sajikan pada Gambar 4. Terjadinya peningkatan pertumbuhan berat setiap minggu diduga parameter lingkungan cukup mendukung bagi pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan dan pada minggu ke enam rumput laut siap di panen. minggu pertama rata-rata berat sebesar 93,89 gram dan pada minggu ke enam rata-rata berat mencapai 491,93 gram. Pertumbuhan paling lambat terjadi pada minggu pertama, ini diduga pada minggu pertama terjadi penyesuaian lingkungan oleh rumput laut selain itu di karenakan juga pada awal penanaman rumput laut yang di jadikan bibit di ambil dengan cara di potong sehingga pada awal penanaman yang di peroleh masuk ke dalam tubuh rumput laut yang belum di gunakan untuk pertumbuhan, tetapi masih di pergunakan perbaikan sel atau jaringan-jaringan yang rusak akibat pemotongan tersebut. Mubarak (1978) dalam Peimin (1991) Kappaphycus alvarezii
bahwa pertumbuhan
terutama yang di tanam dekat permukaan dengan
kedalaman yang tetap biasanya lambat pada minggu pertama kemudian menjadi tinggi pada minggu ke dua dan ketiga berikutnya dan diikuti penurunan pada minggu ke enam sampai sepuluh minggu hingga akhirnya thallus menjadi mati.Bila dibandingkan dengan penelitian Thalib (2009), diperoleh rata-rata pertumbuhan berat pada minggu pertama yaitu 108,48 gram dan pada minggu keenam sebesar 488,07 gram. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini
sama dengan penelitian Thalib (2009), yaitu pertumbuhan berat rumput laut meningkat setiap minggunya. Berdasarkan hasil analisis uji kenormalan liliefors diperoleh nilai untuk L0 (0,1519) < L (0,319), hal ini menunjukan bahwa rata-rata pertumbuhan berat rumput laut Kappaphycus alvarezii berdistribusi normal, atau hipotesa nol di terima. Dari hasil uji t nilai t = -0,267 > t 0 , 05( 5 ) = -2,015, yang artinya bahwa ratarata pertumbuhan berat rumput laut Kappaphycus alvarezii lebih rendah dari 293 gram, atau hipotesis H0 ditolak dan hipotesisi H1 diterima. Tingginya rata-rata pertumbuhan berat rumput laut dari penelitian sebelumnya (Thalib, 2009), diduga disebabkan karena penggunaan bibit rumput laut yang bevariasi yaitu dengan menggunakan bibit awal 50 gram namun jenis bagian thalus yang dijadikan bibit terdiri dari ujung, tengah dan pangkal, sehingga rata-rata pertumbuhan berat rumput laut yang dibudidayakan lebih tinggi hasilnya bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam penanaman rumput laut harus dengan menggunakan jenis thalus yang berbeda-beda yaitu ujung, tengah dan pangkal. Faktor-faktor penyebab laju pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yaitu di sebabkan karena adanya persaingan antara thallus dalam setiap tanaman untuk mengambil zat-zat hara makanan dan cahaya matahari sehingga mengalami laju pertumbuhan yang cukup baik pada setiap thallus, ada pula faktor-faktor lain seperti cahaya dan pergerakan air (Koesobiono dalam Fendi, 1991) dengan demikian persaingan antara thallus dalam setiap tanaman terjadi
karena setiap thallus memerlukan ruang hidup tertentu untuk bermukim, mencari makan, berkembang biak dan lain-lain sebagainya 4.2.2. Parameter kualitas air 4.2.2.1. Suhu Suhu air meskipun tidak berpengaruh mematikan namun dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. Perbedaan temperatur air yang terlalu besar antara siang dan malam hari dapat mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini sering terjadi di perairan yang terlalu dangkal. Rumput lut biasanya dapat tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai suhu antara 26 - 30ºC (Afrianto dan Liviawaty, 2001). Sedangkan menurut Angkasa (1998), suhu perairan yang baik bagi pertumbuhan kappaphycus alvarezii berkisar antara 27 – 30ºC dengan fluktuasi harian 4ºC. Berdasarkan hasil pengukuran suhu di lokasi penelitian berkisar antara 2830oC. Dengan demikian dapat di katakan bahwa di perairan dengan kondisi suhu seperti ini (30oC) dapat dilakukan budi daya rumput laut. Suhu air suatu perairan dipengaruhi oleh komposisi substrat, kekeruhan, air hujan, luas permukaan perairan yang langsung mendapat sinar matahari. Serta perairan yang menerima air limpahan (Patanjai, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh, suhu air selama penelitian berkisar antara 27–30°C dan laju pertumbuhan mulai menurun pada suhu di bawah 20°C dan di atas 30°C. Ratarata tempratur air laut sebaiknya berkisar 27–30°C jika terjadi kenaikan tempratur yang tinggi akan terjadi adanya tanaman akan rontok. Anonim (2008). Untuk menghindari sanitasi yang tajam, sebaiknya lokasi tanaman jauh dari muara
sungai untuk menghindari endapan lumpur. Dalam budidaya suhu air laut atau temperatur air laut perlu diperhatikan, walaupun pengaruhnya tidak terlalu besar bagi rumput laut, temperatur yang baik bagi rumput laut kappaphycus alvarezii ini adalah sekitar 23-28°C dengan perbedaan suhu antara malam dan siang hari relatif kecil. Begitu pula didalam pemanenan rumput laut ini sebaiknya dilakukan pemanenan pada pagi hari atau sore hari karena akan berpengaruh pada kualitas bibit rumput laut itu sendiri (Ambas, 2006). 4.2.2.2. Salinitas Salinitas adalah kosentrasi seluruhlarutan garam yang diperoleh dalam air laut. Salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas, akan semain besar pula tekanan osmotik. Biota yang hidup di air asin harus mampu menyesuaikan dirinya trhadap tekanan osmotic dari lingkungannya, (Kordi dan Tancung, 2007). Salinitas yang didapatkan dari hasil pengukuran selama penelitian berkisar antara 17 – 30 ‰. Menurut Sulistijo (2002) bahwa salinitas perairan pada lokasi budidaya
sebaiknya berkisar antara 24–32 ‰, dan pada salinitas 28 ‰
merupakan batas limit untuk budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii. Odum (1996), menyatakan gambaran salinitas dapat berfluktuasi dan tergantung pada musim, tofografi, pasang surut dan jumlah air tawar yang masuk ke dalam suatu perairan. Salinitas perairan untk organisme laut merupakn faktor lingkungan yang penting. Iksan et, al. (2007), menyatakan setiap organisme laut memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas untuk kelangsungan hidupnya.
Pada salinitas yang rendah tanaman akan mati secara perlahan-lahan. Bagi rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii salinitas harus cukup tinggi yakni berkisar antara 30 ‰ atau lebih dari pertumbuhan optimalnya 34 ‰. Mubarak (1978) dalam Peimin (1991). Salinitas pada lokasi penelitian berdasarkan hasil pengukuran yaitu berkisar antara 30-35 ‰, ini berarti kandungan salinitas pada perairan sangat menunjang untuk budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii. Kappaphycus alvarezii merupakan rumput laut yang relatif tidak tahan terhadap kisaran kadar garam yang tinggi (stenohaline). Kadar garam yang sesuai untuk pertumbuhannya Kappaphycus alvarezii berkisar 28-35 ‰. Salinitas pada lokasi penelitian adalah 30-35‰. 4.2.2.3. pH Nilai pH dipengaruhi oleh fotosintesis, suhu dan respirasi. Nilai pH yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar 7,5–7,8.
Hal itu masih baik,
sebagaimana yang dinyatakan Kadi dan Atmadja (1998), bahwa pH merupakan faktor lingkungan kimiawi air yang dapat menentukan baik buruknya pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezi yang dapat tumbuh dengan baik pada perairan dengan
pH 7,3–8,2. Ditambahkan lagi oleh Kadarusman
(2003), bahwa pH basa cocok untuk laju aktivitas mikroba yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik yang akan meningkatkan nitrogen sebagai unsur hara dalam bentuk NO3 yang diperlukan rumput laut. Menurut Pancomulyo et al, (2006) bahwa lokasi yang di pilih untuk budidaya rumput laut sebaiknya memiliki pH antara 7,3-8,2. Sedangkan menurut Aslan (1998) bahwa pH air cenderung basa sangat baik untuk pertumbuhan
rumput laut. Berdasarkan hasil pengukuran di lokasi penelitian di peroleh pH air berkisar antara 7,9-8,8 ini sangat baik dalam menunjang budidaya rumput laut. 4.2.2.4. Arus Pergerakan air akan membantu menyebarkan nutrien dalam air dan menyebabkan pengadukan air yang dapat mencegah kenaikan suhu yang tinggi. Bila gerakan air kurang
maka endapan-endapan akan menutupi permukaan
thallus tanaman sehingga menyebabkan kurangnya intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman untuk melakukan fotosintetis dan menyebabkan adanya kompetisi dalam menyerapan makanan sehingga pertumbuhan tanaman menjadi rendah (Patanjai, 2007). Ditambahkan oleh Ahda (2005), bahwa pergerakan air memecahkan lapisan atas dan mengosongkan air di sekitar tanaman sehingga proses difusi meningkat, yaitu proses masuknya nutrien ke dalam sel-sel tanaman dan keluarnya sisa-sisa metabolisme. Pergerakan air dapat pula membersihkan tanaman dari kotoran yang menempel sehingga tidak menghalangi proses fotosintetis. Http://www.google.co.id. Daitambahkan oleh (Miarni, 2004) salah satu faktor fisik yang paling kritis pada lingkungan laut tropis dan sob tropis adalah air. Pergerakan air sangat berpengaruh pada ketersediaan nutrien pergerakan air ini umumnya diperlukan untuk membantu membersihkan alga dari detrisus dan bakteri serta menjamin ketersediaan nutrient. Selanjutnya Winarno dalam Miarni, (2004) bahwa pergerakan airatau arus dapat memindahkan atau menyuplai unsure hara dari perairan sekitarnya. Salah satu syarat untuk menentukan lokasi rumput laut Kappaphycus alvarezii adalah adanya arus dengan
kecepatan 17-35 cm/detik. Menurut Anggadiredja (2006), bahwa lokasi untuk budi daya rumput laut harus terlindung dari arus (pergerakan air) dan hampasan ombak yang terlalu kuat, apabila hal ini terjadi arus dan ombak merusak dan menghanyutkan tanaman. Dari pengukuran arus di lokasi penelitian di peroleh kecepata arus di perairan Guraping adalah 15-30 m/detik ini dapat di katakan bahwa perairan Guraping masih cukup baik untuk budidaya rumput laut. 4.2.2.5. Unsur Hara Rumput laut atau alga sebagaimana tanaman berklorofil lainnya memerlukan unsure hara sebagai bahan baku untuk proses fotosintesis. Untuk menunjang pertumbuhan diperlukan ketersediaan unsure hara balam perairan. Masuknya material atau unsur hara kedalam jaringan tubuh rumput laut adalah dengan jalan proses difusi yang terjadi pada seluruh baian permukaan tubuh rumput laut bila difusi makin banyak akan mempercepat proses metabolisme sehingga akan meningkatkan laju pertumbuhan. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama oleh adanya gerakan air. (Doty, 1981) 4.2.2.5.1. Nitrat Nitrogen adalah salah satu unsur utama penyusun sel organiseme yaitu dalam proses pembentukan protoplasma.Nitrogen sering kali berada dalam jumlah yang tebatas di peraira, terutama di daerah beriklim tropis. Kekurangan nitrogen dalam perairan dapat menghambat pertumbuhan tanaman akuatik, walaupun unsure hara lain berda dalam jumlah yang melimpah (Paradjal, 1993 dalam Iksan
dan Djamhur, 2007) Nitrat dimanfaatkan oleh alga untuk metabolism dengan bantuan enzim nitrat dihasilkan. Massa pembentukan enzim ini membentukan waktu yang
lama, ang sehingga laju pengambilan nitrat sangat lambat di
bandingkan dengan laju pengambilan amonia yang tidak memerlukan enzim dalam pemanfaatannya. Kadar enzim nitrat reduktase sangat rendah pada algae yang hidup pada perairan dengan konsentrasi nitrat yang rendah. Konsentrasi amonia
yang
tinggi
dalam
perairan
akan
menyebabkan
terhambatnya
pembentukan enzim nitrat redukson pada algae, selain nitrat dan amonia alga dapat pula menggunakan nitrat dan hidroksin amin untuk proses metabolisme. Novirsan (2000) menyatakan bahwa nitrogen sebagian besar berasal dari difusi udara, sehubungan dengan jumlahnya yang besar di atmosfer (78 % dari total gas). N2 dapat difikasasi secara langsung oleh jenis tumbuhan air tertentu, sehingga masuk ke dalam siklus N di perairan. Fiksasi N2 juga terjadi oleh adanya kilat pada saat hujan, sehingga terbentuk NO (nitrit oxide) yang lebih lanjut membentuk NO3- (nitrit acid) kadar nitrat yana optimal adalah 0,35-2, 06. Hasil penelitian yang di lakukan oleh (Iksan dan Djamhur, 2007) diperairan guraping
kandungan nitrat mencapai 0,038 ppm. Sesuai dengan
pendapat diatas dengan penelitan (Iksan dan Djamhur, 2007). Ini dikatakan bahwa perairan guraping cocok untuk budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii. 4.2.2.5.2. Fosfat Fosfat merupakan unsure penting bagi semua aspek kehidupan terutama berfungsi dalam transformasi energi metabolik yang perannya tak dapat digantikan oleh unsure lainnya. Unsure fosfor (P) merupakan penyusun ikatan
pirofosfat adenosine trifosfat (ATP) yang kaya energi dan merupakan bahan bakar bagi semua kegiatan dalam semua sel hidup sertamerupakan penyusun sel yang penting. Senyawa fosfat merupakan penyusun fosfolipida yang penting sebagai penyusun membrane dan terdapat dalam jumlah besar. Enegi yang disebabkan dri hidrolisis pirofosfat dan bergai ikatan fosfat organik digunakan untuk mengendalikan berbagai reaksi kimia. Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum bagi alga dipengaruhi oleh bentuk senyawa nitrogen. Batas tertinggi konsentrasi fosfat akan lebih rendah jika nitrogen berada dalam bentuk gram ammonium sebaiknya jika nitrogen dalam bentuk nitrat konsentrasi tertinggi nitrat, konsentrasi tertinggi fosfat yang diperlukan akan lebih tinggi. Batas terendah konsentrasi fosfat untuk pertumbuhan optimum alga berisar antara 0,018-0,090 ppm. Hasil penelitian yang yang di lakukan oleh (Iksan dan Jamhur, 2007) kandungan fosfat diperairan Guraping mencapai 0,289 ppm. Sesuai dengan pedapat Novirsan, (2000) bahwa perairan yang mengandung fosfat 0,19-0,59, sangat layak untu budidaya rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : 1.
Pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang di budidayakan dengan berat awal 50 gram mengalami peningkatan pertumbuhan setiap minggu.
2.
Rata-rata pertumbuhan berat rumput laut hasil penilitian lebih rendah dari hasil penelitian sebelumnya.
5.2. Saran Di sarankan kepada penelitian-penelitian yang akan datang perlu adanya penelitan mengenai rumput laut dengan menggunakan bobot awal bibit rumput laut yang berbeda serta waktu dan bulan yang berbeda sebagia bahan informasi penting bagi petani budidaya rumput laut.
DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja J.T., Zatnika H.P., Purwoto H., Istini S. 2006. Rumput Laut (Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Potensial). Penebar Swadaya. Jakarta. Aslan M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah, 2006. Penelitian Budidaya Rumput Laut Eucheuma spp di Perairan Pulau Pesisir Auki, Distrik Padaido, Kabupaten Biak Numfor. Propinsi Papua. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Hasan, M. I. 2002. Pokok-Pokok Materi Statsitik 2 (Statsitik Inferensif) Edisi kedua. Bumi Aksara. Jakarta. Indriyani dan Suminarsih. 2004. Seri Agribisnis, Budidaya Pengelolaan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Iksan K dan Djamhur M . 2007. Kajian Efektivitas Pemakaian Bibit Rumput laut Eucema Cotonii Salah Satu Upaya Peningkatan Produksi Budidaya Rumput Laut, Di perairan Guraping Kota Tidore Kepulauan. Universitas Khairun Ternate Irfan, Surahman dan Amir karaman 2009. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Produk Olahan Rumput laut Manjadi Bahan Makanan. Riset Pengabdian Masyarakat Di Biayai DP2M. Dikti. Jakarta Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Unkhair Ternate. Kordi dan Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Penerbit Rineke Cipta. Monografi Desa Guraping, 2009. Paimin, F.R. 1991. Pengaruh Bobot Awal Bibit Terhadap Pertumbuhan Eucheuma spinosum. Skripsi dalam Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi. Poncomulyo, Maryani, Kristiani, 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Steel R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sadhori , 1995. Budidaya Rumput Laut. Balai Pustaka Jakarta. Sodiadi A, dan Budihardjo U, 2000. Rumput Laut Komoditas Unggulan. Gramedia. Jakarta. Sudjana, M. Metode Statistik. Penerbit Tarsito. Bandung. Vera Miarni, 2004. Kajian Ekologi dan Ekonomi Rumput Laut Alami Di Desa Rancaping, Taman Nasional Ujung Kulon. Sekolah PascaSarjana Institut Pertanian Bogor. Winarno, 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Http://www.google.co.id. Pengaruh Pemberian Pupuk terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Karagenan Rumput Laut Kappaphycus. Akuakultur UNHAS. 2008. Yusuf Kamlasi, 2008. Kajian Ekologis dan Biologis Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut kappaphycus alvarezii di kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sekolah Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor. Zawawi, Hamal, Wiyani, dan Kasturi, 2003. Upaya Peningkatan Produksi Rumput Laut (Eucheuma cottoni) Melalui Perbaikan Mutu Benih dan Teknik Pemeliharaan. Balai Budidaya Air Payau Takalar, Makassar.
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Lampiran 2. Data Hasil Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
No. Bibit
Minggu (Hari)/ Gram 3 4 21 28 185 275
1
0 0 50
1 7 96
2 14 115
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Jumlah Rata-Rata
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 1350 50
84 89 98 94 99 103 89 78 83 96 88 104 101 98 86 93 83 101 92 95 98 94 99 95 94 105 2535 93.89
105 125 130 116 104 130 116 119 134 120 131 103 115 141 135 118 130 140 136 130 128 134 136 141 123 135 3390 125.56
163 175 199 180 193 201 149 181 193 205 185 195 206 181 190 185 194 190 160 193 194 187 198 203 195 190 5070 187.78
259 269 280 294 305 315 356 359 361 299 328 335 381 358 345 358 275 278 291 298 350 343 319 357 289 296 8573 317.52
Lampiran 3. Analisis Uji Kenormalan Liliefors No. 1
X 93.89
X2 8815.3321
5 35 401
6 42 500
497 498 447 410 359 415 320 460 490 453 395 410 494 461 448 349 445 443 495 401 450 499 459 334 386 449 11668 432.15
509 502 445 499 409 504 495 450 503 498 533 536 532 406 525 509 520 534 458 515 456 530 406 488 505 515 13282 491.93
2 3 4 5 6 Jumlah Rata-Rata
__
X =
∑X
15765.314 35261.328 100818.95 186753.62 241995.12 589409.67
1648,83 = 275 6
n∑ X 2 − (∑ X ) 2
s= =
n
=
125.56 187.78 317.52 432.15 491.93 1648.83 275
n( n − 1)
=
6(589409,67) − (1648,83) 2 6(6 − 1)
3536458 − 2718640 = 27260,59 = 165,11 30
Hasil Analisisi Uji Kenormalan Xi 93.89 125.56 187.78 317.52 432.15 491.93
Zi -1.10 -0.91 -0.53 0.26 0.95 1.31
F (Zi) 0.1357 0.1814 0.2981 0.3974 0.8289 0.9049
S (zi) 0.1667 0.3333 0.5000 0.6667 0.8334 1.0001
| F(zi) - S (zi) | 0.0310 0.1519 0.2019 0.2693 0.0045 0.0952
Kesimpulan : Hasil analisis UJi Kenormalan diperoleh L0 = 0,1519, dengan n = 6 dan taraf nyata
α = 0,05, maka diperoleh L = 0,319 sehingga hipótesis H 0 diterima (L0
(0,1519) < L (0,319). Krtiteria pengambilan keputusan yaitu Jika L 0 > L, maka H0 ditolak dan L0 < L, maka H0 diterima. Lampiran 4. Analisis Uji T- Studen Beda Satu Rata-Rata No. 1
X 93.89
X2 8815.3321
2 3 4 5 6 Jumlah Rata-Rata
125.56 187.78 317.52 432.15 491.93 1648.83 275
15765.314 35261.328 100818.95 186753.62 241995.12 589409.67
1) Formulasi hipotesis (Uji satu pihak kiri) H0 : µ = 293 gram H1 : µ < 293 gram 2) Penentuan nilai
α (taraf nyata) dan nilai t tabel (tα)
Nilai ttabel dapat dilihat pada daftar distribusi t dan nilai ini tergantung pada db-nya (db = n – 1= 6 -1 = 5) dan nilai
α (5% = 0,05), maka
2,015 3) Kriteria pengujian : H0 diterima jika t0 ≥ - 2,015 H0 ditolak jika t0 < - 2,015 4) Uji statistik __
t=
s= =
X −µ 0 s/ n
n∑ X 2 − (∑ X ) 2 n( n − 1)
=
6(589409,67) − (1648,83) 2 6(6 − 1)
3536458 − 2718640 = 27260,59 = 165,11 30
Lampiran 4. Lanjutan
t 0 , 05( 5 ) =
__
t=
X −µ 0 = s/ n
275 − 293 165,11 /
6
=
−18 = −0,267 165,11 / 2,45
5) Kesimpulan t = -0,267 > t 0 , 05( 5 ) = - 2,015, maka H0 ditolak atau terima H1, jadi Ratarata hasil pertumbuhan berat rumput laut Kappahycus alvarezii lebih rendah dari 293 gram.
Lampiran 5. Data Pertumbuhan Berat Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Hasil Penelitian Sebelumnya (Thalib, 2009).
No. Bibit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Jumlah Rata-rata
0 0 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 1350 50
1 7 120 119 113 100 113 123 118 109 110 102 109 106 117 107 105 116 98 102 107 100 110 119 118 103 102 90 93 2929 108.48
Minggu (Hari)/ Gram 2 3 4 14 21 28 194 277 365 198 277 362 181 253 326 152 212 274 190 273 367 203 283 374 194 278 362 182 259 346 187 271 357 156 217 281 189 272 360 166 288 298 185 270 359 187 270 358 175 248 328 194 227 356 151 209 272 170 243 313 169 229 289 158 220 275 187 274 359 199 277 363 193 272 360 160 239 319 163 226 291 140 200 265 144 207 271 4767 6771 8850 176.56 250.78 327.78
Lampiran 5. Lanjutan No.
X
X2
5 35 452 450 401 334 453 460 450 420 444 349 448 376 447 445 410 449 338 386 355 340 444 449 445 399 361 334 337 10976 406.52
6 42 641 538 488 406 532 550 537 505 533 409 532 456 534 532 484 536 402 458 425 404 525 533 509 475 440 394 400 13178 488.07
1 2 3 4 5 6 Jumlah Rata-Rata
108.48 176.56 250.78 327.78 406.52 488.07 1758.19 293
11767.91 31173.434 62890.608 107439.73 165258.51 238212.32 616742.52
Lampiran 6. Hasil Pengukuran Suhu Salama Penelitian.
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45.
Suhu (°C) Pagi Siang Sore 30 30 30 27 30 28 30 30 30 29 30 29 30 30 30 28 30 30 30 27 29 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 28 28 29 29 28 28 28 28 30 28 30 28 29
30 29 30 30 30 30 28 29 30 30 30 30 29 29 28 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 28 28 28 28 29 29 28 28 29 30 28 28 28
29 29 30 30 30 30 30 30 28 30 29 28 30 30 28 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 29 30 30 28 28 28 28 27 27 27 28 27 30 30 29 28
Salinitas (‰) Pagi Siang Sore 35 35 34 35 35 35 35 33 35 34 35 35 35 35 34 35 35 35 35 35 35 35 35 34 35 35 35 35 35 35 35 35 34 33 33 34 33 33 33 33 35 33 35 35 35
Lampiran 7. Dokumentasi penelitian
30 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 34 35 35 35 34 33 34 34 34 33 33 33 35 34 35 35 35
35 35 35 35 35 35 35 35 35 33 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 34 33 35 35 35 35 35 35 34 33 33 33 33 33 33 34 34 35 35 35 35 35
Pagi
pH Siang
Sore
8,7 8 8 8 8 8,8 8 7,9 8,6 8,8 8,8 8 8,5 8 8,4 8,6 8,9 8,8 8,6 8 8,5 8,8 8,8 8,9 8,1 8,5 8,8 8,7 8,8 7,9 8 8 7,5 7,8 8 7,8 7,9 7,8 8 7,9 8 7,8 7,9 8 8
8,6 8,8 8,6 8 8,2 8,3 8,1 8,7 8,8 8,6 8,5 8,2 8 8,8 8 8 8,6 8,4 8,5 8,6 8,7 8 8 8,6 8,1 8,5 8 8 8,2 8 8 7,9 7,7 7,8 7,8 7,8 8 7,9 7,8 7,8 7,7 8 8 7,8 8
8,3 8,7 8,8 8 8,9 8,6 8,4 8,5 8,6 8,8 8 8 8,4 8,7 8,8 8,9 8,3 8,2 8,7 8,8 8,6 8,4 8 8,8 8,4 8,6 8,8 8,3 8,5 8,9 8,8 8 7,6 7,8 7,8 7,8 7,9 7,8 7,8 7,9 8 7,9 8 7,8 8
Berat awal bibit rumput laut yang di gunakan
Lokasi budi daya rumput laut di perairan Gurapin
Pembuatan konstruksi wadah sebelum penanaman bibit
Pengukuran jarak tanam sebelum penanaman bibit
Pemasangan konstruksi wadah penelitian
Pengambilan bibit di Perairan Guraping
Pemilihan bibit sebelum melakukan penimbangan
Penimbangan berat awal sebelum penanaman
Rumput laut dan tali pelampung
Pengukuran suhu air
Pengukuran pH air
Pengukuran salinitas
Pemasukan air kedalam bola pimpong sebelum pengukuran arus
Pengukuran kecepatan arus
Membersihkan kotoran yang menempel pada rumput laut
Hasil panen rumput laut
Hasil panen dan Berat akhir rumput laut yang di panen
Penjemuran rumput laut setelah di panen.