1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberkulosis.
Penularannya
melalui
udara
lewat
pernafasan
kemudian masuk ke jaringan paru, bisa juga menyebar ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah dan saluran limfe (Sylvia A.Price, 2006). Sampai saat ini tuberkulosis menjadi masalah utama kesehatan dunia. Diperkirakan 95% kasus tuberkulosis dan 98% kematian akibat tuberkulosis terjadi di negara berkembang. Jumlah penderita tuberkulosis di Indonesia merupakan ke 3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah penderita sekitar 10% dari total penderita tuberkulosis dunia. Salah satu upaya penyembuhan tuberkulosis paru adalah dengan pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT) antara lain Rifampisin, Isoniazid, Etambutol dan pirazinamid, diberikan dalam kombinasi dengan waktu pengobatan 69 bulan (Depkes RI, 2008). Di Rumah sakit Syarifah Ambami Rato Ebu, metode pengobatan tuberkulosis paru adalah penderita harus rutin kontrol setiap 15 hari sekali, cara minum obat setiap hari tidak boleh putus karena jika putus berarti harus mengulangi pengobatan dari awal. Namun pada kenyataannya masih banyak penderita yang tidak patuh mengkonsumsi obat tuberkulosis paru. Pada studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 16 Mei 2011 di Poli Paru RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan didapatkan data yang diambil secara acak, dari 10 penderita terdapat 7 penderita yang tidak patuh dan 3 penderita penderita yang patuh. Pada 7 penderita penderita yang tidak patuh 1
2
terdapat 5 penderita dengan persepsi negatif dan 2 penderita dengan persepsi positif terhadap pengobatan. Menurut Zulkifli Amin (2006) faktor faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan minum adalah faktor internal (motivasi, persepsi) dan faktor eksternal (dukungan keluarga, ekonomi). Dampak dari ketidak patuhan minum obat adalah kuman tuberkulosis menjadi resisten terhadap obat, resiko penularan yang tinggi, pengobatan memerlukan waktu yang lebih lama dan biaya yang banyak (Depkes, 2008). Strategi untuk meningkatkan kepatuhan minum obat dengan memberi penyuluhan tentang pentingnya minum obat secara teratur dan akibat dari ketidak teraturan minum obat, mengaktifkan pemantau minum obat dari keluarga terdekat, menyarankan untuk melanjutkan pengobatan di pelayanan kesehatan terdekat (jika penderita merasa jarak dari rumah ke rumah sakit terlalu jauh) agar keteraturan minum obat tetap terjaga (Tjandra Y.A 1994). 1.2 Identifikasi Masalah
Banyak faktor mempengaruhi kepatuhan minum obat: Faktor Internal:
Motivasi
Kepatuhan minum obat rendah
Faktor Eksternal:
persepsi
Dukungan keiuarga Ekonomi
Gambar 1.1 Identifikasi Penyebab Masalah
3
1.2.1
Faktor internal a. Motivasi Motivasi diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak mencapai tujuan yang dapat terwujud dalam bentuk perilaku (Notoatmojo,2003). Jika kurang motivasi akan mengakibatkan malas berobat, sehingga menjadikannya tidak patuh minum obat (Zulkifli (Zulkifli Amin, 2006). b. Persepsi Persepsi adalah suatu proses internal yang memungkinkan individu tersebut untuk memilih, mengorganisasi dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan dimana proses tersebut mempengaruhi prilaku (D. Mulyana,2005). Perilaku tersebut salah satunya perilaku sakit, yaitu segala tindakan yang dilakukan individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal sakitnya, termasuk juga merasa tidak ada gangguan kesehatan (merasa sembuh) serta usaha-usaha untuk mengatasi sakitnya, dimana individu lebih memilih fasilitas tradisional (dukun, sinshe) daripada mematuhi pengobatan fasilitas modern, sehingga hal ini yang mempengaruhi kepatuhan minum obat (Notoatmojo 2003).
1.2.2
Faktor eksternal a. Dukungan keluarga Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, apabila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
Dukungan diperlukan oleh penderita
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Tanpa dukungan keluarga penderita
4
akan merasa diabaikan sehingga enggan untuk melanjutkan pengobatan (N. Efendi, 1998). b. Ekonomi Sebagian besar penderita tuberkulosis paru adalah dari golongan tidak mampu/status ekonomi rendah, padahal pengobatan tuberkulosis paru memerlukan waktu yang lama dengan biaya yang banyak, sehingga penderita tidak mampu untuk meneruskan pengobatan. (Zulkifli Amin, 2006). 1.3
Batasan masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, peneliti membatasi masalah pada hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di poli paru RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Ebu Bangkalan. 1.4
Rumusan Masalah
1.4.1
Bagaimana persepsi penderita Tuberkulosis Paru ?
1.4.2
Bagaimana kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis Paru ?
1.4.3
Apakah ada hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis Paru ?
1.5.Tujuan 1.5.1.Tujuan umum
Menganalisis hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di Poli Paru RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan 1.5.2.Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi persepsi pada penderita Tuberkulosis paru di Poli Paru RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.
5
b. Mengidentifikasi kepatuhan minum mi num obat penderita tuberkulosis paru di Poli Paru RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan. c. Menganalisis hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru di Poli Paru RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.
1.6. Manfaat Penelitian.
1.6.1. Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang dipelajari terutama tentang tuberkulosis dan sebagai bahan masukan pengetahuan di bidang penyakit tuberkulosis. 1.6.2. Bagi Institusi Pendidikan. Sebagai tambahan referensi tentang hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis dan sebagai bahan kajian untuk peneliti selanjutnya. 1.6.3. Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan bagi Rumah Sakit dalam menangani penderita tuberkulosis paru dan
sebagai
acuan
untuk
meningkatkan
asuhan
keperawatan
penderita
tuberkulosis paru dan program penyuluhan rutin tentang tuberkulosis paru di Poli Ambami Rato Ebu Bangkalan. 1.6.4. Bagi Responden Sebagai tambahan pengetahuan bagi responden tentang hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat sehingga dengan memperbaiki persepsi penderita dapat meningkatkan kepatuhan minum obat.
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Teori
2.1.1
Konsep Dasar Teori Tuberkulosis a.
Pengertian penyakit Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobakterium tuberkulosis yang tedapat di jaringan paru, yang penularannya melalui udara lewat pernafasan (Syilvia A. Price, 2006).
b. Etiologi Tuberkulosis Paru Mycobacterium Tuberculosisadalah bakteri berbentukbatang lurus atau 7 sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.
Dinding
Mycobabterium Tuberculosis sangat komplek, dari lapisan lemak cukup tinggi. Penyusun utama dinding sel Mycobakterium Mycobakterium Tuberkulosis Tuberkulosis adalah dari Mikolat, yaitu yaitu asam lemak berantai panjang. Bakteri ini bersifat bersifat tahan asam pada pewarnaan atau disebut disebut juga juga Basil Basil Tahan Asam.
Kuman
Tuberkulosisi cepat mati dengan sinar matahari langsung, dapat bertahan hidup beberapa beberapa jam di tempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant yaitu tidur lama dalam beberapa tahun (Depkes, 2008). c.
Cara Penularan Sumber penularan adalah penderita Tuberkulosis BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
6
7
percikan darah. Penularan biasanya biasan ya terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berdarah dalam waktu yang lama. Ruangan lembab dan gelap makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. d.
Tanda dan Gejala Penderita Tuberkulosis Paru Gejala utama pasien Tuberkulosis paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
e.
Diagnosa Penyakit Tuberkulosis Paru
1)
Semua suspeck Tuberkulosis Paru diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari yaitu Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
2)
Diagnosis Tuberkulosis Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman Tuberkulosis (BTA). nasional,
penemuan
BTA
melalui
Pada program program Tuberkulosis
pemeriksaan
dahak
mikroskopis
merupakan diagnosa utama. 3)
Pemeriksaan foto toraks digunakan sebagai penunjang diagnosa sepanjang sesuai dengan indikasinya.
4)
Tidak dibenarkan mendiagnosa Tuberkulosis Paru hanya berdasarkan foto toraks karena tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada Tuberkulosis
Paru sehingga terjadi over diagnostik.
Secara klasik
gambaran Tuberkulosisi Paru yang aktif adalah terdapat gambaran infiltrat
8
dan kavitas, pada gambarn Tuberkuosisi Paru yang tidak aktif ditunjukkan oleh adanya fibrosis dan kalsifikasi. f.
Indikasi Foto Thorak :
1)
Hanya dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+)
2)
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA (-) tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
3)
Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas yang memerlukan penanganan khusus (misalnya : pneumothorax peauritis, efusi pleura) dan penderita yang mengalami hemoptitis hemoptitis berat (Depkes, 2008)
g.
Klasifikasi
1)
Berdasarkan organ yang terkena :
a)
Tuberkulosis Paru : Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk pleura dan kalenjar pada hilus
b)
Tuberkulosis Ekstra Paru : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya : pleura, selaput otak, selaput jantung, kalenjer limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2)
Berdasarkan pemeriksaan dahak mikroskopis :
a) Tuberkulosis Paru BTA positif (1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. (2) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thorak dada menunjukkan Tuberkulosis
9
(3) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tuberkulosis positif (4) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian non OAT b) Tuberkulosis Paru BTA negatif (1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif (2) Foto thorak abnormal menunjukkan gambaran Tuberkulosis (3) Ditentukan/dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan 3)
Berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a)
Tuberkulosis Paru BTA negatif foto thorak positif, dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk ringan dan berat.
b)
Bentuk berat bila gambaran foto thorak memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas atau keadaan umum penderita buruk
4)
Berdasarkan riwayat sebelumnya
a)
Penderita baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atuu sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan
b)
Kambuh (relaps) adalah penderita Tuberkulosisi yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan Tuberkulosisi dan telah menyatakan sembuh, didiagnosa kembali dengan BTA positif
c)
Putus berobat adalah penderita yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau labih dengan BTA positif.
10
d)
Gagal (failure) adalah penderita yang hasil pemeriksaaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e)
Pindahan adalah penderita yang dipindahkan dari tingkat UPK yang memiliki register Tuberkulosis untuk melanjutkan me lanjutkan pengobatan
f)
Kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesani pengobatan ulangan.
h.
Pengobatan Tuberkulosis Tujuan pengobatan penderita Tuberkulosis adalah : 1) Menyembuhkan penderita 2) Mencegah kematian 3) Mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi terhadap OAT 4) Memutuskan rantai penularan Obat Tuberkulosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis obat yang tepat agar semua kuman dapat dibunuh. Jika panduan obat tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan) kuman Tuberkulosis akan berkembang menjadi kuman kebal. WHO dan IUATLD ( International Union Againts Tubercolosis And
Lung Disease) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu: a.
Obat kategori I (2HRZE/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan tiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Tahap ini diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari
11
Isoniazid (H), dan Rifampisin (R), yang diberikan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan pada pasien baru TB BTA positif, penderita TB Paru BTA negatif rontgen positif yang secara klinis sakit berat, dan penderita TB ekstra Paru yang secara klinis sakit berat. b.
Obat kategori II (2 HRZES/HRZE/5H3R3E3) Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), dan suntikan Streptomicin setiap hari selama 2 bulan. Taap ini dilanjutkan dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam seminggu.
c.
Obat kategori III (2HRZ/4H3R) Tahap intensif Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), diberikan setiap hari selama 2 bulan diteruskan dengan Isoniazid (H), Rifam[isin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Diberikan pada penderita TB Paru BTA negatif kasus baru.
i.
Efek Samping OAT Pada masing-masing OAT terdapat efek samping, yaitu: a) Isoniazid (H): Hepatitis, Neuritis Perifer, Hipersensitifitas b) Rifampisin
(R):
Gastrointestinal,
reaksi
kulit,
Hepatitis,
Trombositopenia, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna orange kemerahan c) Pirazinamid (Z): Tooksisitas hati, Gastrointestinal, Artralgia
12
d) Etambutol (E): reuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna merah
hijau,
penyempitan
lapang
pandang,
hipersensitifitas,
gastrointestinal e) Steptomicin (S): Dapat menyebabkan nefrotoksik 2.1.2
Konsep persepsi a.
Pengertian persepsi Persepsi
merupakan
sebagai
pengalaman
dari
panca
indera
(Notoatmojo, 2003). Sedangkan menurut Dedy Mulyana (2005) persepsi adalah proses internal yang memungkinkan individu untuk memilih, mengorganisasiakn dan menafsirkan setiap rangsangan yang didapat dari lingkungan, dimana proses tersebut akan mempengaruhi perilaku individu tersebut. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu maka akan semakin mudah dan semakin sering mereka melakukan komunikasi. Sehingga diharapkan individu mampu merubah persepsinya dari persepsi yang negatif
menjadi persepsi positif, dengan dengan perubahan perubahan persepsi persepsi akan
merubah perilaku individu tersebut. Persepsi terhadap keadaan sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Perilaku tersebut salah satunya sat unya adalah perilaku sakit yaitu segala tindakan yang dilakukan individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan sakitnya termasuk juga tidak merasa gangguan kesehatan (merasa sembuh) serta usaha untuk mengatasi sakitnya dimana individu lebih memilih fasilitas pengobatan tradisional daripada mematuhi pengobatan fasilitas modern, sehingga hal ini mempengaruhi kepatuhan individu untuk minum obat ( Notoadmodjo, 2003 ).
13
b.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Menurut Horovitz (2000) hal-hal yang mempengaruhi persepsi adalah: a)
Faktor psikologis: dalam faktor psikologis terdiri dari pengetahuan, pendidikan, dan kecerdasannya
b)
Faktor fisik: usia, jenis kelamin, suku bangsa, keparahan penyakit
c)
Faktor image yang terbentuk: tentang program terapi dan juga pelayanan kesehatannya.
2.1.3
Kepatuhan a. Pengertian kepatuhan Kepatuhan adalah suatu sikap yang akan muncul pada seseorang yang merupakan suatu reaksi terhadap sesuatu yang ada dalam peraturan yang harus dijalankan (Syopian,2010 dikutip dari Azwar, 2002). Sedangkan menurut Yosi (2010) kepatuhan minum obat adalah perilaku pasien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis. medis. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada pasien tersebut, faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan eksternal, yaitu: a) Faktor internal 1)
Motivasi Motivasi diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak mencapai tujuan yang dapat terwujut dalam bentuk perilaku
14
(Notoatmojo,2003). Jika kurang motivasi akan mengakibatkan malas berobat, sehingga menjadikannya tidak patuh minum obat (Zulkifli Amin, 2006). 2)
Persepsi Persepsi adalah suatu proses internal yang memungkinkan individu tersebut
untuk
memilih,
mengorganisasi
dan
menafsirkan
rangsangan dari lingkungan dimana proses tersebut mempengaruhi prilaku (D. Mulyana,2005). Perilaku tersebut salah satunya perilaku sakit, yaitu segala tindakan yang dilakukan individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal sakitnya, termasuk juga merasa tidak ada gangguan kesehatan( merasa sembuh) serta usaha-usaha untuk mengatasi sakitnya, dimana individu lebih memilih
fasilitas
tradisional
(dukun)
daripada
mematuhi
pengobatan fasilitas fasil itas modern, sehingga hal ini yang mempengaruhi kepatuhan minum obat(Notoatmojo 2003). b)
Faktor eksternal
1)
Dukungan keluarga Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, apabila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.Dukungan diperlukan oleh penderita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Tanpa dukungan keluarga penderita akan merasa diabaikan sehingga enggan untuk melanjutkan pengobatan (N. Efendi, 1998).
15
2)
Ekonomi Sebagian besar penderita tuberkulosis paru adalah dari golongan tidak mampu, padahal pengobatan tuberkulosis paru memerlukan waktu yang lama dengan biaya yang banyak pula, sehingga penderita tidak mampu untuk meneruskan pengobatan. (Zulkifli Amin, 2006).
c. Cara meningkatkan kepatuhan Kepatuhan dalam minum obat merupakan suatu proses pengobatan, dimana pasien dan tenaga kesehatan menjadi mitra bersama dalam mencapai solusi terbaik untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi
oleh
pasien.
Salah
satu
masalah
pasien
adalah
kepatuhannya dalam minum obat sesuai terapi anjuran. Cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan minum obat menurut me nurut Yosi (2010), adalah: 1) Memberikan informasi manfaat dan pentingnya kepatuhan minum obat untuk mencapai keberhasilan pengobatan 2) Memberikan informasi kepada pasien akan resiko ketidakpatuhan
3) Memberikan keyakinan kepada pasien akan efektifitas obat dalam penyembuhan 4) Memberikan konsultasi kesehatan kepada pasien dan keluarga 5) Melalui PMO
16
2.2
Kerangka Konsep
Pasien TB Paru
Berobat
Persepsi
Pemilihan informasi ↓ Pengorganisasian informasi ↓
Perilaku
Kepatuhan Minum Obat
Keterangan: = diteliti = tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka konsep Hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru
17
Pada pasien Tuberkulosis Paru yang berobat ada ada yang patuh minum minum obat dan ada yang tidak patuh minum obat. Kepatuhan minum obat tersebut dipengaruhi dipengaruhi oleh persepsi.
Dimana
persepsi
tersebut
mempengaruhi
pemilihan
informasi,
pengorganisasian, informasi dan penafsirannya terhadap informasi yang didapat. Sehingga persepsi tersebut mempengaruhi perilaku pasien termasuk untuk patuh minum obat.
2.3
Hipotesa Penelitian
Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini adalah tidak ada hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.
18
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu starategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data (Nursalam, 2008). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional , yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi korel asi antara faktor-faktor faktor- faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat, artinya tiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmojo, 2010)
18
19
3.2
Kerangka Kerja ( F rame Work )
Populasi Seluruh pasien TB Selama bulan Nopember 2011
Sampel : Kriteria inklusi dan esklusi
Sampling : Random sampling
Pengumpulan data menggunakan kuisioner
Analisa data
Kesimpulan
Gambar 3.1: Kerangka kerja hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru
20
3.3 Identifikasi Variabel 3.3.1. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Suatu keadaan stimulus yang menciptakan suatu dampak pada variabel dependen (Nursalam, 2008).
Dalam penelitian ini independennya independennya adalah Persepsi Penderita
Tuberkulosis Paru. 3.3.2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Faktor yang diamati dan stuktur untuk menentukan ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah Kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis.
21
3.4. Definisi Operasional Operasional
Dalam penelitian ini definisi operasional dapat dilihat dari masalah yang akan dipecahkan dalam suatu penelitian.
Menurut (Soekidjo Notoatmojo, 2005).
Yang
dimaksud dengan definisi operasional adalah menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati, diuji, dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain. Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Persepsi Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru Variabel Independen:
Definisi Operasional Proses internal yang
Alat Ukur Kuesioner
Skala Nominal
persepsi
memungkinkan
positif (nilai
individu untuk
15-24)
memilih,
Hasil Ukur 1:persepsi
2:persepsi
mengorganisasikan
negatif(6-
dan menafsirkan setiap
14)
rangsangan yang didapat dari lingkungan, yang akan mempengaruhi perilaku individu
Dependen:
Perilaku pasien yang
kepatuhan
mentaati semua
4-7)
minum obat
nasehat dan petunjuk
2:tidak patuh
yang dianjurkan oleh
(nilai 0-3)
perawat dan dokter (dosis tepat, waktu tepat, teratur, tidak pernah berhenti sebelum dinyatakan oleh dokter untuk berhenti)
Kuesioner
Nominal
1: patuh (nilai
22
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi Populasi adalah subyek (misalnya manusia, klien)yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Adapun yang yang menjadi populasi dalam dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien Tuberkulosis di Poli Paru RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan. Jumlah pasien Tuberkulosis Tuberkulosis di Poli Paru RSUD Syarifah Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan bulan Januari-Agustus 2011 sebanyak 675 pasien, jadi ratarata setiap bulan sebanyak 84 pasien 3.5.2 Sampel Sampel terdiri dari bagian yang dapat digunakan sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008), Sampel dari penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi, yaitu: a)
Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti diteli ti (Nursalam, 2008).Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : 1) Pasien Tuberkulosisi Paru yang datang berobat pada bulan November 2011 2) Pasien usia > 14 th
b)
Kriteria eksklusi Kriteria Eksklusi dari sampel penelitian ini adalah : tidak bersedia menjadi responden
23
Besar sampel pasien Tuberkulosis ditentukan dengan rumus dari (Arikunto, 2006 dalam Yuni Astutik 2011) N
n = besar sampel
n=
N = besar populai 1 + N (d)²
d = tingkat kepercayaan/keterangan Yang diinginkan (0,05)
Besar populasi berdasarkan jumlah kunjungan rata-rata tiap bulan pasien Tuberkulosis adalah 84 pasien, dengan menggunakan rumus tersebut besa r sampel dalam penelitian ini, adalah : 84 n= 1 +84 (0,05)² 84 n= 1 + 84 (0,0025) 84 n= 1 + 0,21
24
84 n= 1,21 N = 69,4 dibulatkan 69 Jadi besar sampel pasien Tuberkulosis di Poli Paru RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan adalah 69 pasien. 3.5.3 Tehnik Pengambilan Sampel (sampling) Sampling adalah penyelesaian porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan teknik systematic sampling s ampling yaitu yaitu pengambilan sampel yang sudah tersedia daftar subyek yang dibutuhkan. dibutuhkan. Jika jumlah populasi adalah N=120 dan sampel yang yang dipilih = 50, maka setiap kelipatan 24 orang akan menjadi sampel (1200:50=24). (1200:50=24). Maka sampel yang dipilih didasarkan pada nomor kelipatan 24, yaitu sampel no. 24,48 dan seterusnya.(Nursalam: 2008).
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan
data
yaitu
dengan
menggunakan
instrummen.
Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2002). Instrumen yang digunakan pada pada penelitian ini adalah : Kuesioner tentang persepsi dan kepatuhan minum obat.
25
3.7 Pengolahan Data
a. Pemeriksaan Data ( Editing Editing ) Pemeriksaan data dilakukan pada kedua kuis, dilakukan untuk mengoreksi data yang telah dikumpulkan dari responden yang dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga apabila ada kekurangan dapat segera dilengkapi. b. Pemberian Nilai (Skoring (Skoring ) : setelah dilakukan editing masing-masing kuesioner dinilai, dengan cara: 1) (a)
(b)
(c)
Kuesioner Persepsi Persepsi positif, ada pada nomor : 1, 2, 4, 5, dan 6 STS
=1
TS
=2
S
=3
SS
=4
Persepsi negatif, ada pada nomor 3 STS
=4
TS
=3
S
=2
SS
=1
Kemudian ditotal, jika nilainya : 15 – 15 – 24 24 = Persepsi positif 6 – 14 – 14
= Persepsi negatif
26
2) Kuesioner Kepatuhan (a) Pernyataan positif, ada pada nomor 1, 2, 3, 4, dan 7 Ya
=1
Tidak = 0 (b) Pernyataan negatif, ada pada nomor 5 dan 6 Ya
=0
Tidak = 1 (c) Kemudian ditotal, jika nilainya : 0 – 3 – 3 = Tidak patuh 4 – 7 – 7 = Patuh c. Pemberian Kode (Coding (Coding ) Mengkode data yang dimaksudkan untuk mengkuantifikasi data kualitatif untuk membedakan aneka karakter. Karakter pada data persepsi dan kepatuhan. d. Tabulasi (tabulating (tabulating ) Dalam tabulasi dilakukan penyusunan data yang merupakan pengorganisasaian data sedemikian rupa agar dengan mudah dapat dijumlahkan, disusun dan ditata uuntuk disajikan dan dianalisis. 3.8
3.8.1
Analisis Data
Analisis Univariat Analisa univariat adalah analisa untuk menggambarkan tiap variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi data dan informasi yang diperoleh dari analisa univariat dapat mendeskripsikan variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian dan disajikan dalam distribusi frekuensi yang terdiri dari persepsi dan kepatuhan. Penulisan prosentase hasil penelitian
27
mengacu pada Nursalam (2008) yang dikelompokkan menjadi mayoritas = apabila hasil menunjukkan 90-100%, sebagian besar = 66-89%, lebih dari 50% (51-69). 3.8.2
Analisa Bivariat Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.
Analisa ini digunakan untuk mengetahui
hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat pada penderita Tuberkulosis Paru di Poli Paru RSUD Syarifah Ambami Ambami Rato Ebu Bangkalan. Setelah itu disajikan ke dalam tabel ke dalam tabel tabulasi silang, kemudian dilakukan uji statistik Fisher exact test dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 dengan ketentuan apabila p value < α, maka H1 diterima. 3.9 Tempat dan Waktu
3.9.1
Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poli Paru RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.
3.9.2
Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama bulanNopember 2011
3.10 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan permohonan ijin kepada panitia etik dalam hal ini direktur RSUD Syamrabu Bangkalan dan subjek yang diteliti. penekanan masalah etika penelitian ini adalah: a. Right to Full Discloure Discloure (persetujuan menjadi responden)
28
Peneliti akan memberikan penjelasan secara rinci tentang penelitian yang akan dilakukan serta akan bertanggung jawab kepada subjek penelitian jika terjadi sesuatu akibat dari penelitian yang dilakukan. b. Inform Concent (Lembar Concent (Lembar persetujuan menjadi responden Lembar persetujuan diberikan kepada pasien yang memenuhi kriteria sampel penelitian. Dalam lembar persetujuan memuat penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama penelitian. Bila pasien
yang
dijadikan
responden
bersedia
maka
responden
diminta
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Apabila menolak maka peneliti tidak dapat memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden. responden. c. Anonimity ( Tanpa Tanpa nama) Peneliti menulis nomer kode pada masing-masing lembar pengumpulan data. d. Confidentiality (Kerahasiaan) Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang terkumpul akan disimpan, dijamin kerahasiaanya, dan hanya menjadi koleksi peneliti. Informasi yang diberikan responden tidak akan diberikan kepada orang lain tanpa seijin responden 3.11 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini keterbatasannya adalah bahwa pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, karena hanya menggunakan kuesioner tanpa adanya wawancara dan observasi sehingga dapat dipengaruhi subjektifitas peneliti.
29
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Data Umum
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rawat Jalan RSUD Syamrabu Bangkalan. RSUD Syamrabu Bangkalan merupakan Rumah Sakit dengan klasifikasi tipe B yang beralamatkan di jalan Pemuda Kaffa No.09 Bangkalan. RSUD Syamrabu terdiri dari instalasi rawat jalan, instalasi gawat darurat, dan instalasi rawat inap. Instalansi rawat jalan terdiri dari poli bedah, poli kandungan, poli gigi, poli penyakit dalam, poli mata, poli anak, poli THT, poli syaraf, poli kulit, poli cardiologi, poli poli urologi, poli orthopedi, orthopedi, dan poli paru. Jumlah staff di poli paru sebanyak 2 orang perawat (1 S1 Keperawatan, 1 D3 Keperawatan) dan 1 orang dokter spesialis paru.
29
30
4.1.2 Karakteristik Responden a. Karakteristik responden berdasarkan usia Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Penderita Tuberkulosis Paru Di Poli Paru RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 1 - 31 November 2011
No
Usia
Frekuensi
%
1.
15 - 18 tahun
10
14,49
2.
19 - 60 tahun
37
53,63
3.
> 60 tahun
22
31,88
Jumlah
69
100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden berusia 19 -60 tahun yaitu 37 responden responden (53,63 %) b. Karakteristik responden pekerjaan Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Penderita Tuberkulosis Paru Di Poli Paru RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 1-31 November 2011
No
Pekerjaan
Frekuensi
%
1.
Swasta
15
21,7
2.
Petani
43
62,3
3.
Tidak bekerja
11
16
69
100
Jumlah Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden bekerja sebagai petani yaitu 43 responden (62,3%)
31
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tuberkulosis Paru Di Poli Paru RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 1-31 November 2011
No
Pendidikan Terakhir
Frekuensi
%
1.
Tidak sekolah
7
10,1
2.
Lulus SD
37
53,6
3.
Lulus SMP
14
20,3
4.
Lulus SMA
11
15,9
69
100
Jumlah Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden berpendidikan terakhir lulus SD, sebanyak 37 responden (53,6%) 4.2 Data Khusus Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi Penderita Tuberkulosis Paru Di Poli Paru RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 1-31 November 2011
Persepsi
Frekuensi
%
1.
Positif
24
34,8
2.
Negatif
45
65,2
69
100
Jumlah Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa lebih dari 50% responden mempunyai persepsi negatif, yaitu sebanyak seban yak 45 responden (65,2%)
32
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru Di Poli Paru RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 1-31 November 2011
No
Kepatuhan Minum Obat
Frekuensi
%
1.
Patuh
21
30,4
2.
Tidak Patuh
48
69,6
Jumlah
69
100
Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden tidak patuh minum obat, yaitu sebanyak sebanyak 48 responden (69,6%) Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan minum Obat Penderita Tuuberkulosis Paru Di Poli Paru RSUD Syamrabu Bangkalan Tanggal 1-31 November 2011
Persepsi
Kepatuhan Minum Obat Patuh
Tidak Patuh
Jumlah
Frekuensi
%
frekuensi
%
frekuensi
%
Positif
13
18,84
11
15,94
24
34,78
Negatif
8
11,59
37
53,63
45
65,22
Jumlah
21
30,43
48
69
100
69,57
α : 0.05 ρ value : 0.003 Sumber: Perolehan Data Dari Lapangan
Berdasarkan tabel 4.6 di atas diperoleh hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik fisher exact test yaitu p value 0.003 < α (0,05) maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis Paru
33
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Identifikasi Persepsi Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat dijelaskan bahwa responden mempunyai persepsi negatif, yaitu sebanyak 45 responden (65,2%) Hal ini dikarenakan pengobatan untuk penderita Tuberkulosis Paru membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang banyak sehingga kecenderungan penderita menganggap pelayanan yang tidak baik. Horovitz (2000) menjelaskan bahwa faktor image yang terbentuk yaitu program terapi dan pelayanan kesehatan akan mempengaruhi persepsi pasien. Dari data didapatkan yang tidak sekolah 7 responden (10,1%) dan lulusan SD 37
responden
(53,6%).
Dengan
pendidikan
yang
kurang
menjadikannya
mempunyai pengetahuan yang kurang tentang kesehatan, dengan pengetahuan yang kurang akan membuat persepsi yang terbentuk oleh responden jadi kurang, Horovitz,
2000
menyatakan
bahwa
persepsi
seseorang
dipengaruhi
oleh
pengetahuannya. Namun demikian terdapat 24 responden (34,8%) yang mempunyai persepsi positif, ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi. Persepsi positif yang dimiliki penderita bisa dikarenakan pengetahuan tentang Tuberkulosis paru sudah maksimal tersampaikan pada responden, dari data didapatkan lulusan SMP 14 responden (20,3%) dan lulusan SMA 11 responden (15,9%). Horovitz (2000) menjelaskan bahwa faktor psikologis yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah pengetahuan.
33
34
5.2 Identifikasi Kepatuhan Minum Obat Penderita Penderita Tuberkulosis Tuberkulosis Paru Paru
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan data bahwa sebagian besar responden tidak patuh minum obat, yaitu sebanyak sebanyak 48 responden (69,6%). Hal ini dikarenakan dari responden bekerja sebagai petani (43 responden/ 62,3%) dalam pengobatan Tuberkulosis Paru membutuhkan biaya yang tidak sedikit banyak dari pasien yang putus dipertengahan pengobatan dikarenakan alasan ekonomi. Zulkifli Amin (2006) menyatakan bahwa dalam pengobatan Tuberkulosis Paru membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang banyak sehingga pada penderita golongan tidak mampu, tidak dapat meneruskan pengobatan (responden sebagai petani dengan penghasilan rendah). Namun demikian terdapat 21 responden yang patuh minum obat (30,4%). Ada faktor internal dan faktok eksternal yang mempengaruhi kepatuhan minum obat pada penderita paru. Pada faktor internal terdapat motivasi dan persepsi, sedangkan pada faktor eksternal terdapat dukungan keluarga dan faktor ekonomi yang mempengaruhi kepatuhan minum obat. Zulkifli Amin (2006) menjelaskan bahwa jika kurang motivasi akan mengakibatkan malas berobat sehingga menjadikannya tidak patuh minum obat.
5.3 Hubungan Persepsi Dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan data bahwa terdapat 13 responden yang mempunyai persepsi positif dan patuh minum obat (18,8 %), 11 responden yang mempunyai persepsi positif namun tidak patuh minum obat (15,9 %), 8 responden
35
mempunyai persepsi negatif namun patuh minum obat (11,6 %), dan 37 responden yang mempunyai persepsi negatif yang tidak patuh minum obat (53,6 %). Berdasarkan tabel 4.6 di atas diperoleh hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik fisher exact test yaitu p value 0,003 < α (0,05) maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis Paru Persepsi yang positif maupun yang negatif akan mempengaruhi perilaku penderita terhadap terapi yang dilaksanakan untuk Tuberkulosis Paru. Dengan persepsi yang positif penderita akan mematuhi program terapi, sedangkan pada persepsi negatif bisa menjadikannya untuk tidak mematuhi program program terapi. Persepsi sebagai suatu proses internal yang memungkinkan individu tersebut untuk memilih, mengorganisasi dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan dimana proses tersebut mempengaruhi perilaku (Mulyana,2005). Notoatmojo (2003) menjelaskan bahwa Perilaku tersebut salah satunya perilaku sakit, yaitu segala tindakan yang dilakukan individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal sakitnya, termasuk juga merasa tidak ada gangguan kesehatan( merasa sembuh) serta usaha-usaha untuk mengatasi sakitnya, dimana individu lebih memilih fasilitas tradisional (dukun) daripada mematuhi pengobatan fasilitas modern, sehingga hal ini yang mempengaruhi kepatuhan minum obat.
36
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian, hasil penelitian, analisa data, dan pembahasan yang telah diuraikan maka peneliti mendapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 6.1.1 Lebih dari 50% pasien TB Paru di Poli Paru RSUD Syamrabu Bangkalan mempunyai persepsi negatif, 6.1.2 Sebagian besar pasien TB Paru di Poli Paru RSUD Syamrabu Bangkalan tidak patuh minum obat 6.1.3 Ada hubungan persepsi dengan kepatuhan minum obat penderita Tuberkulosis Paru 6.2 Saran
6.2.1 Bagi rumah sakit dan tenaga kesehatan a.
Hendaknya memberikan informasi tetang manfaat dan pentingya pentingya kepatuhan minum obat, serta resiko ketidakpatuhan minum obat secara terus menerus
b.
Hendaknya memberikan keyakinan kepada penderita akan efektifitas obat dalam penyembuhan.
c.
Hendaknya memberikan konsultasi kesehatan kepada penderita dan keluarganya
36
37
6.2.2 Bagi penderita Hendaknya dapat bekerjasama dengan perawat untuk dapat menerapkan program terapi yang telah direncanakan, serta selalu mencari informasi yang belum diketahui tentang Tuberkulosis Paru. 6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan a.
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan minum obat.
b.
Pada penelitian selanjutnya diharapkan mengembangkan penelitian dengan jumlah responden dan variabel yang lebih banyak sehingga memperoleh hasil yang optimal.
38
DAFTAR PUSTAKA Amin, Zulkifli. 2006. Tuberkulosisi Paru Di Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV . Jakarta : EGC. Arikunto. 2002. Prosedur Pemeliharaan Prosedur Pemeliharaan Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Astutik, Yuni. 2011. Hubungan Kualitas Pelayanan Bidan Dengan Keputusan Ibu Memilih Penolong Persalinan Di Wilayah Wilayah Tobing . Madura. Depkes RI. 2008. Pedoman 2008. Pedoman Penanggulangan Penanggulangan Tuberkulosis. Tuberkulosis . Jakarta. Digital Collection.2007. Landasan Teori Persepsi. Dari Universitas Petra. Diakses 25 Mei 2010. Petra Christian university library-/jiunkpe/s1/eakt/2007/jiunkpe-nss1-2007-32403107. Efendi, Nasrul. 1998. Dasar-dasar 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat . Jakarta: EGC. Mubarak, Wahit Iqbal. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar Dan Teori. Teori . Jakarta: Salemba Medika. Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu 2005. Ilmu Komunikasi. Komunikasi. Bandung: Rosdakarya. Notoatmojo. 2007. Ilmu 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat . Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmiojo. 2010. Metode 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho, W. 2000. 2000. Keperawatan Keperawatan Gerontik Edisi 2. 2. Jakarta: EGC. Nursalam. 2008. Konsep 2008. Konsep dan Penerapan metode Penelitian ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis, Pedoman diagnosis Dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Indonesia. Surabaya: FK Unair. Siti, Amina. 2010. Hubungan Keaktifan PMO dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis. Tuberkulosis. Skripsi. Ngudia Husada madura Bangkalan. Tidak dipublikasikan Sylvia, Price A. 2006. Patofisiologi 2006. Patofisiologi Edisi 2. 2. Jakarta: EGC. Syopian. 2010. Kepatuhan 2010. Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru . Diakses 2 Juni 2011. http://syopian.net/blog/?p=1091 Yosifebrianti. 2009. Kepatuhan Minum Obat . Dari STIKES Bengkulu, Diakses 2 Juni 2011. http://yosifebrianti.wordpress.com/2009/12/21/kepatuhan-minum-obat/
39
Lampiran 5 LEMBAR KUESIONER
Inisial pasien: Usia: Jenis kelamin: Tingkat pendidikan: Pekerjaan: 1.
Kuesioner Persepsi Berilah tanda silang pada jawaban yang anda anggap paling cocok.
No 1 2 3 4
Pernyataan STS TS Penyakit TBC bukan penyakit keturunan Penyakit TBC memerlukan waktu pengobatan yg terlalu panjang Berobat tidak perlu dukungan keluarga Pengobatan penyakit TBC lebih baik fokus dilakukan di rumah sakit
5
Minum obat TBC harus dilakukan secara teratur
6
Jika pengobatan tidak berhasil, maka pengobatan harus diulang kenbali dari awal
S
SS
40
2.
Kuesioner Kepatuhan
Berilah tanda silang pada jawaban yang anda anggap sesuai.
3) Apa anda selalu minum obat sesuai dosis ? A. Ya
B. Tidak
4) Apa anda selalu minum obat tepat waktu ? A. Ya 3.
B. Tidak
Apakah anda tetap minum obat saat anda merasa mual, nyeri perut setelah minum obat ? A. ya
B. tidak
4. Apakah anda rutin kontrol untuk pemeriksaan ? A. ya
B. tidak
5. Apakah anda pernah lupa minum obat? A. ya
B. tidak
6. Apakah anda berhenti minum minum obat jika batuk berkurang ? A. ya
B. tidak
7. Apakah anda bersedia berobat sampai dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan? A. Ya
B. Tidak
41