BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini, media massa cetak dan elektronik banyak melaporkan terjadinya kebakaran
pada
bangunan,
baik
bangunan
tempat
tinggal,
perkantoran
atau
gudang/pabrik. Penyebabnya pun bermacam-macam, seperti hubungan pendek arus listrik, meledaknya kompor, kecerobohon penyalaan api dan seba gainya. Memang, suatu bangunan gedung memiliki potensi terjadinya kebakaran. Apalagi bila bangunan tersebut material konstruksinya berasal dari material yang mudah terbakar dan digunakan untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar. Oleh karenanya, guna meminimalisasi kebakaran dan menanggulangi kejadian kebakaran pada bangunan gedung, maka gedung harus diproteksi melalui penyediaan prasarana dan sarana proteksi kebakaran serta kesiagaan dan kesiapan pengelola, penghuni dan penyewa penyewa bangunan dalam mengantisipasi dan mengatasi kebakaran. Sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung merupakan sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.
1.2
TUJUAN
Tujuan penulisan dari tugas ini adalah untuk memahami bagaimana sistem perlindungam dan pengamanan terhadap bahaya kebakaran serta untuk mengetui dan memahami bagaimana penerapannya terhadap bangunan.
1.3
MANFAAT PENULISAN
1.3.1
Manfaat Umum
Adapun manfaat umum dari makalah ini adalah untuk dapat memahami mengenai sistem pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan disekitar kita.
1.3.2
Manfaat Teoristis
Adapun manfaat teoristis dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah wawasan mengenai sistem perlindungan dan pengamanan pada bahaya kebakaran dalam perancangan utilitas bangunan. 1.3.3
Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari makalah ini adalah informasi yang digali diharapkan menjadi cerminan atau pedoman bagi masyarakat luas.
1.3.2
Manfaat Teoristis
Adapun manfaat teoristis dari makalah ini adalah untuk mengetahui dan menambah wawasan mengenai sistem perlindungan dan pengamanan pada bahaya kebakaran dalam perancangan utilitas bangunan. 1.3.3
Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari makalah ini adalah informasi yang digali diharapkan menjadi cerminan atau pedoman bagi masyarakat luas.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi dan Kronologis
Sejak dahulu api berperan besar dalam menunjang bermacam-macam kebutuhan hidup manusia, mulai dari hal kecil hingga hal besar. Sebagai salah satu contoh, api digunakan untuk memasak atau untuk pemakaian skala besar dalam industri dalam peleburan logam. Tapi Tapi api juga merupakan merupakan elemen yang jika digunakan secara sembrono sembrono dan sudah tidak dapat dapat dikendalikan
lagi, akan menjadi malapetaka dan dapat
menimbulkan kerugian materi maupun jiwa manusia. Hal tersebutlah yang biasa disebut kebakaran. Api berawal dari proses reaksi oksidasi antara unsur Oksigen ( O2 ), Panas dan Material yang mudah terbakar ( bahan bakar ). Unsur – Unsur – unsur unsur tersebutlah yang jika tidak dikendalikan atau tanpa pengawasan pengawasan akan menyebabkan kebakaran. Berikut ini adalah uraian singkat mengenai unsur – unsur – unsur unsur api: a.
Oksigen Oksigen atau gas O2 yang terdapat diudara bebas adalah unsur penting dalam pembakaran. Jumlah oksigen sangat menentukan kadar atau keaktifan pembakaran suatu benda. Kadar oksigen yang kurang dari 12 % tidak akan menimbulkan pembakaran.
b.
Panas Panas menyebabkan suatu bahan mengalami perubahan suhu / temperatur, sehingga akhirnya mencapai titik nyala dan menjadi terbakar. Sumber – sumber sumber panas tersebut dapat berupa sinar matahari, listrik, pusat energi mekanik, pusat reaksi kimia dan sebagainya.
c.
Bahan yang mudah terbakar (Bahan Bakar) Bahan tersebut memiliki titik nyala rendah yang merupakan temperatur terendah suatu bahan untuk dapat berubah menjadi uap dan akan menyala bila tersentuh api. Bahan makin mudah terbakar bila memiliki titik nyala yang makin rendah. Dari ketiga unsur – unsur – unsur unsur di atas dapat digambarkan pada segitiga api.
Proses kebakaran berlangsung melalui beberapa tahapan, yang masing – masing masing tahapan terjadi peningkatan suhu, yaitu perkembangan dari suatu rendah kemudian
meningkat hingga mencapai puncaknya dan pada akhirnya berangsur – angsur angsur menurun sampai saat bahan yang terbakar tersebut habis dan api menjadi mati atau padam. Pada umumnya kebakaran melalui dua tahapan, yaitu : a. Tahap Pertumbuhan ( Growth Period ) b. Tahap Pembakaran ( Steady Combustion Combustion )
Gambar 2.1.1 : Kurva Suhu Api
Pada suatu peristiwa kebakaran, terjadi perjalanan yang arahnya dipengaruhi oleh lidah api dan materi yang menjalarkan panas. Sifat penjalarannya biasanya kearah vertikal sampai batas tertentu yang tidak memungkinkan lagi penjalarannya, maka akan menjalar kearah horizontal. Karena sifat itu, maka kebakaran pada gedung – gedung gedung bertingkat tinggi, api menjalar ketingkat yang lebih tinggi dari asal api tersebut. Saat yang paling mudah dalam memadamkan api adalah pada tahap pertumbuhan. Bila sudah mencapai tahap pembakaran, api akan sulit dipadamkan atau dikendalikan.
2.2 Teori – Teori Teori Api
A.
Teori Segitiga Api (Triangle of Fire)
Untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur : bahan yang dapat terbakar ( fuel ( fuel ), ), oksigen (O2) yang cukup dari udara atau bahan oksidator dan panas yang cukup. Apabila salah satu unsur tersebut tidak berada pada keseimbangan yang cukup, cukup, maka api tidak akan terjadi.
Gambar 2.2.1 : Segitiga Api
B.
Teori Primamida Bidang Empat ( Tetrahedron of Fire) Fire)
Gambar 2.2.2 : Tetrahedron Of Fire
Fenomena pada suatu bahan yang terbakar adalah terjadi perubahan bentuk dan sifat-sifatnya yang semula menjadi zat baru, maka proses ini adalah perubahan secara kimia. Proses pembakaran ditinjau dengan teori kimia adalah reaksi satu unsur atau satu senyawa dengan oksigen yang disebut oksidasi atau pembakaran. Produk yang terbentuk disebut oksida.
2.3 Pengertian Sistem Pemadam Kebakaran
Pemadam
Kebakaran atau Fire Fighting adalah upaya mencegah terjadinya
kebakaran atau meluasnya kebakaran ke ruangan-ruangan ataupun lantai-lantai bangunan, termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi ataupun meminimalisasi risiko bahaya kebakaran, pengaturan zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi aktif maupun pasif, dengan metode proteksinya menggunakan berbagai macam media yang dapat digunakan sebagai pemadam api.
2.4 Sistem Pemadam Kebakaran
Sistem-sistem pemadam kebakaran dapat diuraikan melalui bagan sebagai berikut: 1.
Sistem Pencegahan
2.
Sistem Pemadaman
3.
Sistem Evakuasi
2.4.1 Sistem Pencegahan 2.4.1.1 Program Pencegahan Kebakaran
Program pencegahan kebakaran dapat kelompokkan menjadi tiga kategori utama yaitu: 1.
Program engineering yaitu program yang meliputi perencanaan
bangunan yang yang aman dari kebakaran dan perencanaan proses yang aman dari kebakaran,misalnya instalasi fire detection system (aktif) dan instalasi fire protection system (pasif). 2.
Program edukasi yaitu program untuk meningkatkan kesadaran pekerja
terhadap kebakaran,yaitu dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan tentang kebakaran,identifikasi
penyebab
kebakaran,bahaya
kebakaran,pencegahan
kebakaran dan evakuasi jika terjadi kebakaran. 3.
Pogram Penegakan Sistem program penegakkan sistem adalah program
untuk memastikan bahwa semua sistem pencegahan kebakaran sesuai atau comply dengan fire code atau regulasi yang ada. Maka harus dilakukan inspeksi terhadap semua fasilitas pencegahan kebakaran secara berkala.
2.4.1.2 Klasifikasi Bangunan Berdasarkan Ketahanan Terhadap Api
Sistem pencegahan kebakaran pada bangunan dapat berfungsi dengan baik asalkan sebelumnya dilakukan syarat untuk bangunan itu sendiri. Klasifikasi bangunan menurut struktur utamanya tahan terhadap api di bagi menjadi empat kelas yaitu A, B, C dan D. 1.
Bangunan Kelas A
Struktur utama bangunan tersebut setidaknya tahan api sekurang-kurangnya 3 jam. Contoh bangunan yang termasuk ke dalam kelas A adalah hotel, pertokoan, perkantoran, rumah sakit, bangunan industri, tempat hiburan, museum dan bangunan dengan penggunaan ganda/ campuran. 2.
Bangunan Kelas B
Struktur utama bangunan tersebut setidaknya tahan api sekurang-kurangnya 2 jam. Contoh bangunan yang termasuk ke dalam kelas B adalah perumahan bertingkat, asrama, sekolah dan tempat ibadah. 3.
Bangunan Kelas C
Struktur utama bangunan tersebut setidaknya tahan api sekurang-kurangnya 1 jam. Contoh bangunan yang termasuk ke dalam kelas C adalah bangunan yang tidak bertingkat atau bangunan sederhana. 4.
Bangunan Kelas D
Bangunan yang tidak tercakup ke dalam kelas A, B, C dan diatur tersendiri contohnya adalah instalasi nuklir dan gudang-gudang senjata/ mesin.
2.4.1.3 Fire Alarm System
Sistem pengindera api atau yang umum dikenal dengan fire alarm system adalah suatu sistem terintegrasi yang didesain dan dibangun untuk mendeteksi adanya gejala kebakaran, untuk kemudian memberi peringatan (warning) dalam sistem evakuasi dan ditindak lanjuti secara otomatis maupun manual dengan sistem instalasi pemadam kebakaran ( fire fighting system ). Sistem Pendeteksian dan Pengendalian
Di lapangan, dikenal 3 sistem pendeteksian dan pengendalian, yaitu :
1. Non addressable system.
Sistem ini disebut juga dengan conventional sistem. Pada sistem ini MCFA menerima sinyal masukan langsung dari semua detektor (biasanya jumlahnya sangat terbatas) tanpa pengalamatan dan langsung memerintahkan komponen keluaran untuk merespon masukan tersebut. Sistem ini umumnya digunakan pada bangunan / area supervisi berskala kecil, seperti perumahan, pertokoan atau pada ruangan-ruangan tertentu pada suatu bangunan yang diamankan.
2 . Semi addressable system.
Pada sistem
ini dilakukan pengelompokan / zoning pada detektor & alat
penerima masukan berdasarkan area pengawasan ( supervisory area). Masing-masing zona ini dikendalikan ( baik input maupun output ) oleh zone controller yang mempunyai alamat / address yang spesifik. Pada saat detektor atau alat penerima masukan lainnya memberikan sinyal, maka MCFA akan meresponnya (I/O) berdasarkan zone controller yang mengumpankannya.
Dalam konstruksinya tiap zona dapat terdiri dari : a. satu lantai dalam sebuah bangunan / gedung.
b. beberapa ruangan yang berdekatan pada satu lantai di sebuah bangunan / gedung. c. beberapa ruangan yang mempunyai karakteristik tai di sebuah bangunan / gedung.
Pada display MCFA akan terbaca alamat zona yang terjadi gejala kebakaran, sehingga dengan demikian tindakan yang harus diambil dapat dilokalisir hanya pada zona tersebut.
Gambar 2.4.2 : Common Addressable Fire Alarm System
3. Full addressable system.
Merupakan pengembangan dari sistem semi addressable. Pada sistem ini semua detector dan alat pemberi masukan mempunyai alamat yang spesifik, sehingga proses pemadaman dan evakuasi dapat dilakukan langsung pada titik yang diperkirakan mengalami kebakaran. Komponen Utama Sistem Fire Alarm
Komponen utama sistem fire alarm terdiri dari MCFA ( Main Control Fire Alarm ). MCFA merupakan peralatan utama dari sistem protection. MCFA berfungsi menerima sinyal masuk (input signal ) dari detector dan komponen proteksi lainnya ( fixed heat detector, smoke detector, ROR heat detector , dll).
Jenis - Jenis Alat Pendeteksi.
Alat pendeteksi atau detector adalah alat yang berfungsi sebagai alat penerima masukan yang bekerja secara otomatis. Jenis detector kebakaran ini terbagi menjadi 4 macam yaitu:
1.
1.
Detektor Asap (Smoke Detector ).
2.
Detektor Panas ( Heat Detector ).
3.
Detektor Api ( Flame Detector ).
4.
Detektor Gas ( Fore Gas Detector ).
Detektor Asap ( Smoke Detector )
Detektor asap ( smoke detector ) adalah alat yang berfungsi mendeteksi asap. Ketika detektor mendeteksi asap maka detektor akan segera mengirimkan sinyal sehingga fire alarm berbunyi. Prinsip umumnya sensor asap berfungsi untuk mendeteksi keberadaan asap di udara. Namun, dalam perkembangannya aplikasi yang tidak menggunakan komponen sensor asap pun juga bisa dikatakan sebagai sensor asap. Walaupun dengan kemampuan yang berbeda. Sensor ini dapat mengenali perubahan udara yang disebabkan khususnya oleh asap. Dimana untuk jenis sensor asap tertentu juga dapat mendeteksi kandungan apa saja yang terdapat dalam asap tersebut.
Jenis – Jenis Smoke Detector a.
Photoelectric / optical
Photoelectric / optical mendeteksi asap menggunakan sensor cahaya. Cahaya (infra red ) diarahkan ke sensor photoelectric, apabila ada asap maka cahaya tidak sepenuhnya diterima sensor photoelectric. kejadian ini ditangkap sebagai sinyal yang kemudian diteruskan ke fire alarm. Dari pengalaman lapangan diketahui kelemahan dari detektor ini adalah sering kali menimbulkan false alarm yang diakibatkan oleh debu. Prinsip kerjanya yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.4.4 : Prinsip Kerja Optical Smoke Detector Sumber: http://blog.arc-system.net
Photoelectric sensor akan terus menerus memancarkan cahaya ke sebuah dioda penerima. Apabila kekuatan cahaya berkurang sampai nilai tertentu maka photo detector akan mendeteksi adanya asap. Sistem yang dipakai di sketsa ini adalah sistem pemantulan. Apabila ada asap dalam jumlah yang tertentu maka sinar akan dipantulkan menuju photo detector. Photo detector sangat peka pada asap yang berwarna putih. Kondisi optimal photoelectric bekerja pada partikel smoke 0,3 – 10 micron. b.
Ionization
Ionization detektor model ini menggunakan metode ionization chamber. kelemahan dari detektor ini adalah setelah habis umur pakainya, detektor dikategorikan limbah radioaktif, karena di dalam detektor ini terdapat ameresium.
Gambar 2.4.5 : Prinsip Kerja Ionization Smoke Detector Sumber: http://blog.arc-system.net
Smoke detector ini terdiri atas 2 plat yang bermuatan listrik dan terdapat bahan radioaktif di antara plat positif dan negatif. Tumbukan antar partikel tersebut akan menyebabkan adanya ion positif dan negatif yang akan tertarik ke dua plat dan membentuk arus dengan nilai tertentu. Apabila ada asap yang masuk maka ion akan bereaksi dengan asap dan sensor pun bekerja. Sensor ini dapat bereaksi dengan cepat pada bahan – bahan yang mudah terbakar. Dengan partikel 0,01 sampai 0,3 micron.
2.
Heat Detector
Gambar 2.4.6 : Heat Detector Sumber : http://www.griyatekno.com
Heat Detector / Alat Pendeteksi Panas adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi temperatur tinggi. Heat Detector ada banyak macam, Salah satu produk Heat Detector 4 Wire, yaitu detektor panas yang dapat diintegrasikan dengan panel controller ( security alarm). alat ini memiliki telah dilengkapi fitur auto-reset apabila mengalami trigger alarm. Dengan desain stylish, alat ini dapat ditempatkan pada ceiling ruangan dengan berbagai pola interior.
3.
Flame Detector
Gambar 2.4.7 : Flame Detector Sumber : http://www.sierramonitor.com
Detektor api ( Flame Detector ) adalah sebuah sensor yang dimaksudkan untuk dapat melihat dan merespon keberadaan nyala api, misalnya dengan menyalakan sistem supresi kebakaran atau dengan mematikan saluran bahan bakar, bereaksi lebih cepat daripada pendeteksi asap atau pendeteksi panas.
Gambar 2.4.8 : Vlamedetectie Spectrum (Flame detector spectrum) Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Flame_detector#mediaviewer/File:Vlamdetectie_spectrum.jpg
Jenis – Jenis Flame Detector
a.
Ultraviolet (UV)
Detector Ultraviolet bekerja dengan panjang gelombang kurang dari 300 nm (nanometer). Detektor ini mampu mendeteksi kebakaran dan ledakan dalam waktu 3-4 milidetik karena radiasi UV yang dipancarkan langsung di saat menyalanya api. Akan tetapi, alarm palsu dapat terpicu oleh sumber ultraviolet lainnya seperti kilat, alat las, radiasi, dan sinar matahari langsung. Untuk mengurangi pemicu alarm palsu, penundaan waktu selama 2-3 detik sering dimasukkan dalam desain pendeteksi api ultraviolet. b.
Near IR array
Near infrared (IR) Array flame detector , biasa juga dikenal sebagai pendeteksi api visual (visual flame detector ), menggunakan teknologi pengenalan api yang dapat mengkonfirmasi api dengan menganalisis radiasi infrared (IR) terdekat melalui susunan pixel dari perangkat teknologi CCD (charge-coupled device).
c.
Infrared
Infrared (IR) adalah detektor api yang bekerja dalam serangkaian spektrum inframerah. Gas panas memancarkan pola spektral yang khusus di wilayah inframerah, yang dapat dirasakan menggunakan kamera khusus pemadam kebakaran thermal imaging (TIC), sejenis kamera thermographic yang dapat membaca dan membedakan suhu. Alarm palsu dapat disebabkan oleh permukaan panas lainnya dan radiasi dari panas pada suatu area, dan alat ini juga dapat dibutakan oleh keberadaan air dan energi surya. Biasanya, frekuensi tunggal detektor api inframerah (IR) akan sensitif pada panjang gelombang sekitar 4,4 mikrometer. Waktu respon umumnya adalah 3-5 detik. d.
UV/IR
Gabungan
antara
pendeteksi
api
ultraviolet
(UV)
dan
Infrared
(IR),
membandingkan ambang batas sinyal dalam dua rentang konfigurasi “AND” dan membandingkan rasio keduanya dari satu sama lain untuk mengkonfirmasi sinyal api dan meminimalkan alarm palsu. e.
IR/IR flame detection
Detector api dengan Infrared ganda (IR / IR) membandingkan ambang batas sinyal dari kedua rentang inframerah. Dalam hal ini satu sensor terlihat di kisaran 4,4 mikrometer, sedangkan sensor lain terlihat pada frekuensi referensi tertentu. f.
IR3 flame detection
Tiga detektor api inframerah membandingkan tiga susunan panjang gelombang tertentu dalam daerah spectral inframerah dan rasio mereka satu sama lain. Dalam hal ini satu sensor terlihat pada kisaran 4.4 mikrometer dan sensor lainnya berada pada susunan referensi baik di atas dan di bawahnya. Hal ini memungkinkan detektor untuk membedakan antara sumber pancaran inframerah non-api dan api, yang memancarkan karbon dioksida (CO2) panas dalam proses pembakaran (ini memiliki karakteristik spectral dengan puncaknya pada 4,4 mikrometer). Hasilnya, baik jangkauan deteksi dan kekebalan terhadap alarm palsu dapat ditingkatkan secara signifikan. Detector Triple IR (IR3) dapat mendeteksi 0.1 m2 (1 ft2) api bensin sampai seja uh 65 m dalam waktu kurang dari 5 detik.
Kebanyakan detektor IR dirancang untuk mengabaikan radiasi konstan yang berlatar belakang inframerah, yang hadir secara terus menerus di semua lingkungan. Sebaliknya, mereka mengukur bagian termodulasi dari radiasi. Ketika terkena modulasi radiasi inframerah non-api, detector Inframerah (IR) dan detector UV / IR menjadi lebih rentan terhadap alarm palsu. Sementara itu Triple Infrareds Detector (IR3) menjadi agak kurang sensitif, tetapi lebih kebal terhadap alarm palsu. Triple IR (IR3), seperti jenis detector inframerah lainnya, rentan terhadap resiko sensor yang dibutakan oleh silaunya lapisan air yang terpapar cahaya pada jendela detektor. g.
Visible sensors
Dalam beberapa detektor, sensor untuk menangkap radiasi yang terlihat ditambahkan ke dalam desain dengan tujuan untuk lebih membedakan alarm palsu atau untuk meningkatkan jangkauan deteksi. Contoh: detector api UV / IR / vis, IR / IR / vis, IR / IR / IR / vis. h.
Video
CCTV atau kamera web dapat digunakan video pendeteksi (panjang gelombang antara 0,4 dan 0,7 nm). Namun seperti halnya manusia, kamera dapat dibutakan oleh asap atau kabut.
4.
Gas Detector
Gambar 2.4.9 : Gas Detector Sumber : http://i01.i.aliimg.com
Gas Detector / Pendeteksi Gas / Gas Alarm Standalone Gas Detector adalah alat yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kebocoran gas berbahaya seperti LPG
dan Methane. Detector ini dapat berfungsi tanpa harus menggunakan panel controller. Ketika mendeteksi gas berbahaya,alat ini akan membunyikan built-in sirine.Alat ini dapat ditempatkan pada dinding ruang yang rentan terhadap kebocoran gas. Disamping sebagai Gas detector, alat ini dapat diintegrasikan dengan alarm system.
2.4.2 Sistem Pemadaman
Sistem pemadaman merupakan tindakan yang dilakukan saat terjadi kebakaran. Tahap ini harus di perhatikan dengan serius karena tahap ini merupakan tahap penting agar kebakaran/api tidak meluas. Alat-alat pemadam kebakaran yang digunakan untuk memadamkan api yaitu seperti berikut.
2.4.2.1 Hydrant
Hydrant merupakan sebuah terminal air untuk bantuan darurat ketika terjadi kebakaran. Hydrant ini juga berfungsi untuk mempermudah proses penanggulangan ketika bencana kebakaran melanda. Hydrant merupakan sebuah fasilitas wajib bagi bangunan-bangunan publik seperti pasar tradisional maupun modern, pertokoan, bahkan semestinya lingkungan perumahan pun harusnya ada fasilitas hydrant. Pada saat terjadi peristiwa kebakaran Fire Hydrant harus mudah terlihat dan segera dapat dipergunakan. National Fire Protection Association (NFPA) secara specifik menyatakan bahwa Fire Hydrant harus diwarnai dengan chrome yellow atau warna lain yang mudah terlihat termasuk diantaranya white, bright red, chrome silver dan lime-yellow, tetapi sebenarn ya aspek terpenting adalah warna tersebut harus konsisten terutama dalam satu wilayah tertentu. NFPA menyarankan bahwa secara umum ada perbedaan secara fungsi antara Fire Hydrant untuk kebutuhan perkotaaan (municipal system) dan kebutuhan pribadi ( private system) termasuk di dalamnya untuk pabrik, sehingga harus ada perbedaan warna dan penandaan lainnya. Secara internasional warna violet (light purple) telah dikembangkan sebagai warna untuk non-portable water . Ciri penandaan lainnya adalah flow indicators, st andar NFPA untuk bonnets (topi hydrant) dan caps (sumbat hydrant) harus diwarnai sesuai dengan indikasi kuatnya tekanan aliran hydrant (20 p.s.i.)
Hydrant System
Sistem pada hydrant terdiri atas: •
Tempat penyimpanan air (Reservoir)
•
Sistem distribusi
•
Sistem pompa hydrant
Berikut akan dijelaskan masing-masing dari system tersebut;
1.
Tempat penyimpanan air (Reservoir)
Reservoir merupakan tempat penampungan air yang akan di gunakan dalam proses pemadaman kebakaran. Biasanya reservoir ini berbentuk satu tanki ataupun beberapa tangki yang terhubung satu dengan yang lainnya. Reservoir ini bisa berada di atas tanah maupun dalam tanah. Dan harus dibuat sedemikian rupa hingga dapat menampung air untuk supply air hydrant selama minimal 30 menit penggunaan hydrant dengan kapasitas minimum pompa 500 galon per menit. Selain itu reservoir juga harus dilengkapi dengan mekanisme pengisian kembali dari sumber-sumber air yang dapat diandalkan untuk menjaga level air yang tersedia dalam reservoir. Mekanisme pengisian reservoir ini terdiri dari sistem pompa yang dihubungan dengan sumber air yang dapat diandalkan misalnya dengan air tanah, air sungai, dll.
2.
Sistem Distribusi
Untuk mendukung proses dan sistem kerja hydrant, diperlukan sistem distribusi yang menggunakan pipa untuk menghubungkan sumber air hingga ke tit ik selang hydrant. Dalam perancangan jaringan pipa hydrant, yang terbaik adalah menggunakan system jaringan interkoneksi tertutup contohnya sistem ring atau O. Sistem ini memberikan beberapa keunggulan, contohnya adalah sebagai berikut: •
Air tetap dapat didistribusikan ke titik hydrant walaupun salah satu area pipa mengalami kerusakan.
•
Semburan air hydrant lebih stabil, meskipun seluruh titik hydrant dibuka.
Sistem pipa utama ( primary feeders) dari hydarant biasanya berukuran 12-16 inch. Pipa sambungan ke dua ( secondary feeders) biasanya berukuran 8-12 inch. Sedangkan untuk cabang pipa biasanya berukuran 4.5-6 inch. Pada ujung pipa hydrant tersambung dengan pilar hydrant. Disamping pilar hydrant terpasang box yang digunakan untuk menyimpan selang hydrant (hose). Selang ini terbuat dari bahan kanvas yang panjangnya berkisar 20-30 meter. Untuk mendukung supply air hydrant, dibuatlah suatu sambungan pipa yang berinterkoneksi dengan sistem pipa hydrant yang disebut sambungan Siamese. Sambungan ini terdiri dari satu / dua sambungan pipa yang fungsinya adalah untuk memberikan supply air tambahan pada sistem hydrant. Sambungan ini sangat berguna bagi petugas pemadam kebakaran untuk memberikan supl ai air tambahan melalui mobil pemadam kebakaran atau sistem pilar hydrant umum.
3.
Sistem Pompa Hydrant
Gambar 2.4.10 : Sistem Pompa Hydrant Sumber : http://fire-safety-securiti-solution.blogspot.com/2012/09/hidrant.html
Sistem ini terdiri atas panel kontrol pompa, motor penggerak, dan unit pompa. Pompa dikontrol melalui sistem panel kontrol, sehingga dapat menghidupkan serta mematikan keseluruhan system dan juga untuk mengetahui status dan kondisi pompa. Motor penggerak pompa merupakan sistem mekanik elektrik yang mengaktifkan pompa untuk menyedot dan menyemburkan air.
Unit pompa untuk hydrant biasanya terdiri dari: 1. Pompa Diesel Digunakan sebagai sumber tenaga cadangan pada saat listrik mati 2. Pompa Utama Digunakan sebagai penggerak utama untuk menyedot air dari sumber ke titik hydrant 3. Pompa Jockey Digunakan untuk mempertahankan tekanan air pada sis tem hydrant
Jenis hydrant dapat di bagi menjadi dua bagian :
1. Hydrant Box Hydrant Box ini dapat dibagi menjadi dua yaitu berupa Indoor Hydrant (terletak di dalam gedung) atau Outdoor Hydrant (terletak di luar gedung). Untuk pemasangan Hydrant Box di dalam ruangan pada bagian atasnya (menempel pada dinding) harus disertai pemasangan alarm bell. Pada Hydrant Box terdapat gulungan selang atau lebih dikenal dengan istilah Hose Reel .
Gambar 2.4.11 (kiri) : Indoor Hydrant Gambar 2.4.12 (kanan): Outdoor Hydrant Sumber : http://jogjasafety.com/products/hydrant
2. Hydrant Pillar
Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari PAM dan GWR gedung disalurkan ke mobil pemadam kebakaran agar pemadam kebakaran dapat menyiram air mobil ke gedung yang sedang terbakar. Alat ini diletakkan diluar gedung yang jumlahya serta peletakannya sesuai dengan jumlah gedung.
` Gambar 2.4.13: Hydrant Pillar Sumber :http://www.combat.com.sg/photo_library/pillar_hydrants/pix_pillar_hydrant.jpg
Untuk pemasangan perlatan hydrant diperlukan syarat-syarat sebagai berikut: 1. Sumber persediaan air hydrant kebakaran harus diperhitungkan pemakaiannya selama 30-60 menit dengan daya pancar 200 galin/menit. 2. Pompa-pompa kebakaran dan peralatan listrik lainnya harus mempunyai aliran listrik tersendiri dari sumber daya listrik darurat. 3. Selang kebakaran dengan diameter antara 1,5” - 2” harus terbuat dari bahan yang tahan panas dengan panjang selang 20-30 meter. 4. Harus disediakan kopling penyambungan yang sama dengan kopling dari unit pemadam kebakaran. 5. Penempatan hydrant harus terlihat jelas, mudah dibuka, mudah dijangkau dan tidak terhalang oleh benda-benda lain 6. Hydrant di halaman harus menggunakan katup pembuka dengan diameter 4” untuk 2 kopling, diameter 6” untuk 3 kopling dan mampu mengalirkan air 250 galon/menit atau 950 liter/menit untuk setiap kopling. Untuk jumlah pemakaian hydrant pada suatu bangunan itu disesuaikan dari klasifikasi bangunan dan jumlah luas bangunan tersebut. Untuk klasifikasi bangunan A= 1 buah/80 m2, bangunan B= 1 buah/1000 m2, bangunan C= 1 buah/1000m2 .
2.4.2.2
Sprinkler
Sprinkler merupakan sistem yang digunakan untuk memadamkan kebakaran pada sebuah bangunan. Sprinkler akan secara otomatis menyala bila ada kebakaran yang terjadi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan sistem fire sprinkler adalah: -
Jenis sistem dan fungsi bahaya kebakaran
-
Perhitungan hidrolik tiap jenis hunian (bahaya kebakran ringan Q = 225 1/min, p = 2,2 kg/cm 2 ; bahaya kebakaran sedang Q = 375-1100 1/min, p = 1,0 – 1,7 kg/cm2; bahaya kebakaran berat Q = 2300 – 4550 1/min, p=1,0 – 1,7 kg/cm 2).
-
Kepadatan pancaran dan kerja maksimum yang diestimasi
-
Sistem penyediaan air
-
Penempatan dan letak kepala spinkler
-
Jenis kepala spinkler.
Gambar 2.4.14 : Kepala Sprinkler Sumber : pkppksupadio.wordpress.com
Sistem Pada Sprinkler
1. Wet Riser System : Seluruh instalasi pipa sprinkler berisikan air bertekanan dengan tekanan air selalu dijaga pada tekanan yang relatif tetap 2. Dry Riser System : Seluruh instalasi pipa sprinkler tidak berisikan air bertekanan, peralatan penyedia air akan mengalirkan air secara otomatis jika instalasi fire alarm memerintahkannya. - Pada umumnya gedung bertingkat menggunakan sistim Wet Riser. - Pada sistem dilengkapi Fire Brigade Connection yang diletakkan diluar bangunan.
Peralatan Utama dan Fungsi
1. Pompa kebakaran terdiri dari Electric Pump, Diesel Pump dan Jockey Pump. - Apabila tekanan didalam pipa menurun, maka secara otomatis Jockey pump akan bekerja untuk menstabilkan tekanan air didalam pipa. - Jika tekanan terus menurun (misal glass bulb pada kepala sprinkler pecah) maka pompa kebakaran utama akan bekerja dan otomatis pompa jockey berhenti. - Apabila pompa kebakaran utama gagal bekerja setelah 10 detik, kemudian pompa cadangan Diesel secara otomatis akan bekerja. - Jika kedua pompa tersebut gagal bekerja, alarm akan segera berbunyi dengan nada yang
berbeda dengan bunyi alarm sistim, untuk memberi tahukan
kepada operator
akan adanya gangguan.
- Sistim bekerja pompa Fire Hydrant adalah “Start otomatis” dan “Mati secara Manual”. - Pada saat pompa kebakaran utama bekerja, wet alarm valve akan terbuka dan segera membunyikan alarm gong. Aliran didalam pipa cabang akan memberi indikasi pada flow switch yang terpasang pada setiap cabang & dikirim ke panel fire alarm untuk membunyikan alarm pada lantai bersangkutan.
2. Pressure Switch : Alat kontrak yang bekerja akibat perubahan tekanan. 3. Manometer : Alat untuk membaca tekanan 4. Time delay relay : Alat relay yang bekerja berdasarkan seting waktu yang sudah ditentukan. 5. Safety valve : Alat pelepas tekanan lebih 6. Pressure Reducing Valve : Alat pembatas tekanan 7. Kepala Sprinkler ( Head Sprinkler ) : Alat pemancar air yang bekerja setelah pecahnya bulb akibat panas yang ditimbulkan oleh kebakaran. Ukuran kepala sprinker 15 mm, kepadatan pancaran 5 mm/mnt, area kerja maks. 144 m2, laju aliran 725 lt/mnt dan setiap katup kendali jumlah maks. adalah 1.000 buah kepala sprinkler.
Sistem sprinkler otomatik adalah adalah kombinasi dari deteksi panas dan pemadaman, ia bekerja secara otomatik penuh tanpa bantuan orang atau sistem lain. Sehingga system ini merupakan sistem penanggulangan/ pemadaman kebakaran yang paling efektif dibandingkan dengan sistem hidran dan lainnya.
Klasifikasi Sprinkler
Sistem sprinkler terdiri dari 3 klasifikasi sesuai dengan klasifikasi hunian bahaya kebakaran, yaitu : 1. Sistem bahaya kebakaran ringan
Kepadatan pancaran yang direncanakan 2.25 mm/menit, dengan daerah kerja maksimum
yang
diperkirakan : 84 m2, adapun jenis hunian kebakaran ringan antara
lain seperti bangunan rumah
perkantoran, perumahan, pendidikan, perhotelan,
sakit dan lain-lain.
2. Sistem bahaya kebakaran sedang
Kepadatan pancaran yang direncanakan 5 mm/menit, dengan daerah kerja maksimum yang diperkirakan : 72 – 360 m2, sedangkan yang termasuk jenis hunian kebakaran ini adalah : industri ringan seperti : pabrik susu, elektronika, pengalengan, tekstil, rokok, keremik, pengolahan logam, bengkel mobil dan lai n-lain. 3. Sistem bahaya kebakaran berat
Untuk proses industri kepadatan pancaran yang direncanakan 7.5 – 12.5 mm/menit, dengan daerah kerja maksimum yang diperkirakan adalah 260 m2, sedangkan bahaya pada gudang penimbunan tinggi kepadatan yang direncanakan 7.5 – 30 mm/menit. Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 260 – 300 m2 dengan kepadatan pancaran yang direncanakan untuk bahaya pada gedung penimbunan tinggi tergantung pada sifat bahaya barang yang disimpan, adapun yang termasuk jenis hunian kebakaran ini adalah industri berat seperti : pabrik kimia, korek api, bahan peledak, karet busa, kilang minyak, dan lain-lain. Semua ruang dalam bangunan tersebut harus dilindungi dengan sistem sprinkler, kecuali ruang tertentu yang telah mendapat izin dari pihak yang berwenang seperti : ruang tahan
api, kamar kakus, ruang panel listrik, ruangan tangga dan ruangan lain yang dibuat khusus tahan api. Jenis Sprinkler 1. Antifreeze Sprinkler System (a wet system)
Sistem sprinkler pipa basah yang mempunyai sprinkler otomatis dengan sistem pemipaan yang mempunyai penyelesaian untuk mencegah pembekuan (antifreeze) dan terhubung dengan suplai air. Penyelesaian pencegahan pembekuan adalah dengan dibuangnya bersamaan dengan air saat sistem sprinkler bekerja setelah ada panas dari suatu kebakaran.
2. Circulating Closed – Loop Sprinkler System
Sistem sprinkler pipa basah yang mempunyai anti proteksi kebakaran yang sudah terhubung ke sistem sprinkler otomatis dalam sistem susunan yang tersirkulasi (Close loop piping arrangement) dengan tujuan untuk meningkatkan pemipaan sprinkler ke air yang ada untuk pemanasan dan pendinginan dimana air terjebak atau tidak bisa dipindahkan atau digunakan dari sistem tapi hanya disirkulasi melewati sistem pemipaan.
3. Combined Dry Pipe – Preaction Sprinkler System
Sistem sprinkler pipa basah yang dikendali dengan sistem sprinkler otomatis yang sudah terhubung ke sistem pemipaan yang mempunyai udara di bawah tekanan dengan tambahan sistem deteksi yang terpasang pada daerah yang sama dengan sistem sprinkler. Cara kerja dari sistem deteksi memanfaatkan alat trip actuator dengan katup pipa kering terbuka secara tiba-tiba tanpa kehilangan tekanan udara dalam sistem, yang juga bisa terjadi dengan cara memasang atau membuka katup udara buang di ujung dari umpan utama yang mana biasanya pembukaan dari kepala sprinkler. Sistem deteksi juga melayani secara otomatis sistem fire alarms.
4. Deluge Sprinkler System
Sistem sprinkler yang mempunyai sprinkler sistem terbuka yang sudah terhubung pemipaan dengan suplai air lewat katup yang dibuka oleh sistem deteksi yang terpasang pada daerah yang sama dengan dengan sprinkler, ketika katup terbuka, air mengalir ke dalam sistem pemipaan dan dibuang melalui sprinkler jika terjadi kebakaran.
5. Dry Pipe Sprinkler System
Sistem sprinkler yang mempunyai sprinkler otomatis yang sudah terhubung dengan sistem pemipaan yang terdiri dari udara atau gas nitrogen dibawah tekanan, sprinkler akan terbuka jika tekanan air ke katup t erbuka yang diketahui melalui katup pipa kering lalu air mengalir ke dalam sistem pemipaan dan keluar dari sprinkler yang terbuka.
6. Gridded Sprinkler System
Suatu sistem sprinkler yang mana mempunyai persilangan di pipa utama yang terhubung ke banyak pipa cabang. Cara kerja sistem sprinkler akan menerima air dari kedua ujung pipa cabang pada saat cabang lain membantu memindahkan air antara persilangan utama.
7. Looped Sprinkler System
Suatu sistem sprinkler yang mana percabangan utama yang banyak secara bersama-sama untuk ditetapkan lebih dari satu jalur untuk air yang mengalir ke sistem sprinkler
yang
bekerja
dan
pipa
cabang
yang
tidak
terhubung
bersama.
8. Preaction Sprinkler System
Suatu sistem sprinkler yang dikendalikan secara otomatis dengan sistem pemipaan yang terdiri dari udara yang bertekanan dan tidak bertekanan dengan tambahan sistem
deteksi
yang
terpasang
dalam
area
yang
sama
dengan
sprinkler.
9 . Wet Pipe Sprinkler System
Suatu sistem sprinkler yang dikendalikan secara otomatis dengan sistem pemipaan yang terdiri dari air yang dihubungkan ke suplai air dan air dibuang lagi secepat mungkin
dari
sprinkler
yang
terbuka
akibat
panas
dari
suatu
kebakaran.
Komponen Sprinkler
1. Pipa Pada Sprinkler
Dengan jumlah hasil perhitungan bagi pipa pembagi, maka perhitungan harus dimulai dari pipa cabang yang terdekat pada katup kendali. Jika pipa cabang atau kepala springkler tunggal disambung pada pipa pembagi dengan pipa tegak, maka pipa tegak dianggap sebagai pipa pembagi. Titik desain adalah tempat dimana dimulai perhitungan pipa pembagi dan pipa cabang. Dalam perhitungan ukuran pipa pada sistem springkler, ukuran pipa hanya boleh mengecil sejalan dengan arah pengaliran air.
2. Kepala Sprinkler
Sifat-sifat aliran kepala springkler harus berupa penggunaan sebagai kepala springkler pancaran atas, atau penggunaan sebagai kepala springkler pancaran bawah, atau penggunaan sebagai kepala springkler dinding, bentuk-bentuk kepala springkler dapat dilihat pada gambar di bawah ini
2.4.2.3 Fire Extinguisher (APAR)
Fire Extinguisher adalah alat yang digunakan untuk memadamka api skala kecil yang biasanya berbentuk tabung dan untuk kebutuhan pemadaman api yang sifatnya darurat. Alat pemadam api ini tidak diperuntukkan untuk pemadaman api yang sifatnya sudah out of control, seperti kebakaran dimana api yang telah membakar langit-langit bangunan, atau situasi-situasi kebakaran yang memang hanya bias diatasi oleh petugas pemadam kebakaran yang sudah terlatih.
Klasifikasi Fire Extinguisher
Fire extinguisher dibagi menjadi empat kategori berdasarkan perbedaan tipe-tipe api. 1.
Class A Fire Extinguisher
Pemadam untuk material-material umum yang mudah terbakar seperti kertas, kayu, kardus, dan plastik. Angka rating pada pemadam t ipe ini menunjukkan banyaknya air yang terkandung serta besarnya api yang dapat dipadamkannya.
2.
Class B Fire Extinguisher
Pemadam untuk zat-zat cair (liquid ) yang mudah terbakar seperti gasoline (bensin), kerosin, minyak dan oli. Angka rating pada pemadam tipe ini menunjukkan berapa persegi wilayah api yang dapat dipadamkannya.
3.
Class C Fire Extinguisher
Pemadam untuk api yang disebabkan oleh alat-alat elektrik, seperti peralatan rumah tangga, kabel, circuit breakers, dan sebagainya. Jangan pernah menggunakan air untuk memadamkan api kelas C ini, karena resiko tersetrum akan jauh lebih besar. Racun api kelas C ini tidak memiliki angka rating.
4.
Class D Fire Extinguisher
Pemadam
api kelas D seringkali ditemukan di ruang laboratorium kimia.
Pemadam ini untuk memadamkan api yang melibatkan bahan-bahan metal yang mudah terbakar, seperti magnesium, titanium, potassium dan sodium. Fire extinguisher ini juga tidak memiliki rating angka.
Tabel 2.4.1 : Klasifikasi Fire Extinguisher
Contoh dari fire extinguisher adalah tabung pemadam kebakaran. Tabung pemadam kebakaran dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu: a. Tabung Pemadam Api Portable Unit .
Tabung pemadam Api Portable Unit adalah tabung pemadam api yang mudah dioperasikan bahkan oleh satu orang pengguna. karena bentuknya kecil serta beratnya dapat ditanggung oleh satu orang saja. Portable Unit ini memiliki kelebihan dan kekurangan, dimana tabung jenis ini dapat mematikan api pada awal terjadinya kebakaran. tetapi tidak direkomendasikan untuk kebakaran yang sudah membesar. b. Tabung Pemadam Api Trolley Unit.
Tabung Pemadam Api Trolley Unit adalah tabung pemadam api skala besar dan bisa dioperasikan oleh dua orang atau lebih, dikarenakan bentuknya yang besar dan juga berat. Cocok digunakan dalam kebakaran jenis kecil dan sedang, sama halnya dengan tabung pemadam api portable unit, tabung jenis trolley juga memiliki berbagai bahan media atau isi sebagai bahan pemadam api.
Gambar 2.4.15:Jenis-Jenis Fire Extinguisher Sumber : http://fireextinguisherservicinghq.com/wp-content/uploads/2011/03/fire-extinguishercolours.jpg
Jenis Fire Extinguisher 1.
Water and Foam
Gambar 19 : Water and Foam Sumber : http://www.femalifesafety.org/types-of-extinguishers.html
Water and Foam fire extinguishers memadamkan api dengan memisahkan oksigen dari elemen – elemen pembentuk api.Water extinguishers dikategorikan sebagai pemadam api Class A saja. Jenis ini tidak dapat dipakai untuk kebakaran class B atau C. Aliran debit bisa menyebarkan cairan yang mudah terbakar dalam kebakaran Kelas B atau bisa menciptakan bahaya sengatan listrik pada api Kelas C. 2.
Carbon Dioxide
Gambar 2.4.16 : Carbon Dioxide Sumber : http://www.femalifesafety.org/types-of-extinguishers.html
Carbon Dioxide fire extinguishers memadamkan api dengan cara menghilangkan oksigen dan juga mendinginkan panas dengan debit yang sangat dingin. Carbon Dioxide dapat digunakan untuk kebakaran jenis B dan C. Jenis ini kurang efektif jika digunakan untuk kebakaran jenis A.
3.
Dry Chemical
Gambar 2.4.17 : Dry Chemical Sumber : http://www.femalifesafety.org/types-of-extinguishers.html
Dry Chemical fire extinguishers memadamkan api dengan mengganggu reaksi kimia dari segitiga api. Jenis ni paling banyak digunakan pada kebakaran karena paling efektif untuk digunakan dalam kebakaran Kelas A, B, dan C. Agen ini juga bekerja dengan menciptakan penghalang antara elemen oksigen dan elemen bakar pada kebakaran Kelas A. 4.
Wet Chemical
Gambar 2.4.18 : Wet Chemical Sumber : http://www.femalifesafety.org/types-of-extinguishers.html
Wet Chemical adalah agen baru yang memadamkan api dengan menghapus panas dari segitiga api dan mencegah penyalaan kembali dengan menciptakan penghalang antara unsur-unsur oksigen dan bahan bakar.
5.
Clean Agent
Clean Agent memadamkan api dengan mengganggu reaksi kimia dari segitiga api. Clean Agent digunakan untuk Kelas B & C dalam kebakaran. Beberapa alat pemadam clean agent yang lebih besar dapat digunakan pada kebakaran Kelas A, B, dan C.
Gambar 2.4.19 : Clean Agent Sumber : http://www.femalifesafety.org/types-of-extinguishers.html
6.
Dry Powder
Gambar 2.4.20: Dry Powder Sumber : http://www.femalifesafety.org/types-of-extinguishers.html
Dry Powder mirip dengan dry chemical , bedanya, dry powder memadamkan api dengan memisahkan bahan bakar dari unsur oksigen atau dengan menghapus elemen panas dari segitiga api. Namun, alat pemadam dry powder hanya bisa digunakan untuk Kelas D. Mereka tidak efektif pada kelas lain dari kebakaran.
7.
Water Mist
Gambar 2.4.21 : Water Mist Sumber : http://www.femalifesafety.org/types-of-extinguishers.html
Water Mist adalah perkembangan baru yang memadamkan api dengan mengambil unsur panas dari segitiga api. Mereka adalah alt ernatif alat pemadam Clean Agent. Water Mist digunakan untuk kebakaran kelas A, walau jenis ini juga bias digunakan untuk kebakaran kelas C. 8.
Cartridge Operated Dry Chemical
Gambar 2.4.22 : Cartridge Operated Dry Chemical Sumber : http://www.femalifesafety.org/types-of-extinguishers.html
Cartridge Operated Dry Chemical fire extinguishers memadamkan api terutama dengan mengganggu reaksi kimia dari segitiga api. Dry chemical efektif pada kebakaran Kelas A, B, dan C. Agen ini juga bekerja dengan menciptakan penghalang antara elemen oksigen dan elemen bakar pada kebakaran Kelas A.
2.4.3 Sistem Evakuasi
Sistem evakuasi merupakan upaya yang dilakukan untuk mengamankan seluruh penghuni gedung saat terjadi kebakaran. Sistem evakuasi ini meliputi berbagai komponen yang ada didalam gedung untuk memberikan jalan keluar yang aman dan efektif sebelum gedung tersebut hancur. Beberapa komponen dari sistem evakuasi adalah sebagai berikut:
1.
Tangga Darurat
Tangga adalah tangga yang berfungsi untuk sirkulasi orang berjalan kaki serta kelintasan utama pada bangunan gedung antar lantai bertingkat dalam kondisi keseharian karena menjadi sirkulasi, maka pada tangga harus memenuhi persyaratan kenyamanan pemakaian untuk naik maupun turun yang tidak melelahkan dan membahayakan pemakainya. Tangga darurat adalah tangga yang digunakan untuk mengevakuasi atau menyelamatkan penghuni gedung dari pengaruh bahaya. Syarat tangga darurat: a.
Letakknya berhubungam dengan dinding luar bangunan dan mempunyai pintu akses keluar gedung.
b.
Dilengkapi dengan pintu dari bahan tahan api sekurang-kurangnya selama 3 jam.
c.
Pada bagian bordes dilengkapi jendela kaca yang bias dibuka dari luar untuk penyelamatan penghuni.
d.
Dilengkapi cerobong pengisap asap.
e.
Pada tangga darurat harus dilengkapi dengan lampu penerangan dengan supply baterai darurat.
f.
Lebar tangga minimum 120 cm (untuk lalu lintas 2 orang).
Gambar 2.4.23 : Tangga Darurat Sumber : http://1.bp.blogspot.com/-_ZPp9SJ7FWU/UNMQ3XZ_YwI/AAAAAAAAADI/x9PSLk3mxQ/s1600/tangga+darurat.jpg
2.
Pintu Darurat
Pintu darurat adalah alat bantu yang digunakan saat evakuasi untuk menuju tempat yang aman. Dalam penempatannya pintu darurat ini memiliki beberapa syarat agar dapat digunakan secara maksimal untuk evakuasi. Pintu darurat memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu: a.
Pintu paling atas membuka ke arah luar (atap bangunan) dan semua pintu lainnya membuka ke arah ruangan tangga, kecuali pintu paling bawah membuka ke luar dan langsung berhubungan dengan ruang luar.
b.
Pintu tangga terbuat dari bahan yang tahan kebakarannya 2 jam.
c.
Daun pintu yang terbuat dari pintu tahan api dilengkapi dengan engsel, kunci dan pegangan yang juga tahan terhadap api.
d.
Pintu tidak dapat dibuka secara otomatis dari ruangan tangga, kecuali pintu paling atas atau paling bawah.
e.
Letak pintu kebakaran ini paling jauh dapat dijangkau oleh pengguna dalam jarak radius 25 m. Oleh karena itu diperlukan suatu tangga kebakaran dalam suatu bangunan dengan luas 600m2 yang ditempati 50-70 orang.
Gambar 2.4.24 : Pintu Darurat Sumber: pkppksupadio.wordpress.com
3.
Sign / Tanda-Tanda Darurat
Sign/ pertanda adalah sebuah petunjuk yang membantu dalam proses evakuasi saat terjadi bahaya kebakaran. Biasanya petunjuk ini diletakkan pada posisi tertentu yang mudah dilihat dan memudahkan para penghuni untuk menuju pintu darurat maupun tangga darurat. Selain itu petunjuk juga harus tetap menyala walaupun keadaan li strik saat terjadinya kebakaran sedang padam dan bahan penunjuk tersebut juga tahan terhadap api.
Gambar 2.4.26: Petunjuk Pintu Darurat Sumber : http://ilmupalingasik.files.wordpress.com/2012/11/pintudarurat.jpg
Gambar 2.4.25: Tanda-tanda darurat Sumber : http://www.infopurchasing.com/wp-content/uploads/2011/07/944196.jpg
BAB III
3.1 Studi Proyek
Gambar 3.1.1: Bird Eye View Pancoran Riverside Sumber : Google.com
Gambar 3.1.2: Site Plan Pancoran Riverside Sumber : Google.com
Pancoran Riverside Apartement
Bangunan yang kami gunakan untuk objek observasi adalah Pancoran Riverside Apartement berlokasi di Jl. Pengadegan Timur 1 No.30, Jakarta Selatan. Pancoran Riverside Apartment memiliki luas 5 ha, proyek ini berencana m emiliki 7 tower dan saat ini baru terealisasi 3 tower. Setiap tower terdapat 24 lantai dimana pada lantai 1 sampai 3 merupakan ruko, lantai 4 sampai 23 merupakan hunian, dan lantai 24 merupakan atap (rooftop).
Gambar 3.1.3: Tower 1 (kiri) dan 2 (kanan) Pancoran Riverside Sumber : Doc. Pribadi
Gambar 3.1.4 : Tower 3 Pancoran Riverside Apartement Sumber: Doc. Pribadi
Berdasarkan studi yang telah kami lakukan pada proyek Pancoran Riverside, tower pada apartemen ini memiliki sistem dan peralatan pencegahan kebakaran, sistem dan peralatan pemadaman kebakaran, dan sistem evakuasi saat terjadi bahaya kebakaran.
1.
Sistem Pencegahan
Bangunan apartemen Pancoran Riverside masuk dalam klasifikasi bangunan kelas A dimana lantai dasar sampai lantai ketiga dari bangunan difungsikan sebagai ruko. Aktivitas yang terjadi pada ruko hanya pada jam-jam kerja sedangkan aktivitas pada apartemen berlangsung selama 24 jam. Jadi Program yang meliputi perencanaan proses yang aman dari kebakaran secara aktif adalah dengan instalasi heat detector, fire alarm, dan smoke detector. Pada bangunan apartemen yang merupakan hunian tidak menggunakan fire detector karena pada setiap apartemen memiliki dapur dan berbagai jenis penghuni. Api dari dapur atau dari puntung rokok akan menyebabkan false alarm atau alarm palsu. Meskipun heat detector dinilai masih lebih lamban dalam mendeteksi kebakaran dibandingkan fire detector namun untuk bangunan Pancoran Riverside Apartement heat detector dianggap paling tepat. Heat detector pada tower 2 dan 3 belum dipasang karena pemasangannya setelah pemasangan plafond dan finishing. Smoke detector hanya dipasang pada ruko karena pada ruko tidak terdapat dapur sehingga tidak akan terjadi false alarm atau alarm palsu.
Gambar 3.1.5: Smoke Detector pada Ruko Sumber : Doc. Pribadi
Sistem Pemadaman
Sistem pemadaman merupakan tindakan paling krusial dalam mencegah penyebaran api dan memadamkannya. Pada Pancoran Riverside Apartement sistem pemadam kebakaran yang tersedia seperti; hydrant dengan sumber air dari sungai ciliwung, sprinkler, dan fire extinguisher. Sumber air yang berasal dari sungai ciliwung diolah terlebih dahulu di WTP (Water Treatment Plan) yang selanjutnya disimpan dalam ground tank, lalu dipompa menuju hydrant dan sprinkler.
Gambar 3.1.6: WTP (Water Treatment Plan) Sumber : Doc. Pribadi
Gambar 3.1.7: Wadah Pengendapan Air WTP Sumber : Doc. Pribadi
Pancoran Riverside Apartement kompleks memiliki cara perlakuan tersendiri dalam hal penyediaan air layak pakai. Sumber air yang tersedia berasal dari sungai Ciliwung yang airnya tidak layak pakai maka dari itu sebelum siap digunakan air harus melalui proses pemurnian terlebih dahulu melalui WTP (water treatment plan). Pada WTP memiliki 3 komponen pompa, yaitu yang pertama adalah main pump atau pompa utama yang bertugas memompa air dari sungai ke WTP. Kemudian di WTP air dimurnikan dengan proses penyaringan dan pengendapan kotoran secara berulang-ulang, air juga dibersihkan dari bakteri-bakteri berbahaya dengan zat kimia sehingga aman untuk digunakan dan kemudian disimpan sebagai persediaan air di tanki bawah tanah (ground tank). Kemudian diesel pump atau pompa diesel digunakan sebagai sumber tenaga sehingga pompa bekerja terus menerus tanpa terganggu walau pada saat listrik mati. Yang terakhir adalah jockey pump atau pompa joki merupakan pompa bertekanan yang mempertahankan tekanan air pada sistem hydrant dan sprinkler.
Gambar 3.1.7: Main Pump WTP Sumber : Doc. Pribadi
Gambar 3.1.8: Pipa Hydrant Pada WTP Sumber : Doc. Pribadi
a.
Hydrant Hydrant yang digunakan menggunakan hydrant tipe Wet Riser System dimana
seluruh instalasi pipa berisi air bertekanan dengan tekanan air selalu dijaga pada tekanan yang relatif tetap. Jika hydrant diaktifkan atau katup selang pada hydrant dibuka maka air akan langsung mengalir keluar. Hydrant pillar dan hydrant box terdapat pada setiap sudut tapak masing-masing bangunan. Terdapat 4 buah hydrant pillar dan box, ini untuk memudahkan upaya pemadaman pada saat terjadi kebakaran sebelum datangnya petugas pemadam kebakaran karena disetiap sudut sudah terdapat alat pemadaman.
Gambar 3.1.9: Hydrant Box dan Hydrant Pillar pada Luar Gedung Sumber : Doc. Pribadi
Di dalam setiap gedung yang ada di kompleks apartemen ini, disediakan fasilitas pemadam kebakaran berupa hydrant box yang ada pada setiap sudut lantai bangunan. Jadi, pada tiap lantai apartemen terdapat 4 unit hydrant box. Hydrant diletakkan bersebelahan dengan Fire Extinguisher (APAR). Upaya ini dilakukan agar saat terjadi kebakaran upaya pemadaman dapat dilakukan semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya penyebaran api yang lebih luas.
Gambar 3.1.10: Pipa Hydrant & Hydrant Box Sumber : Doc. Pribadi
Gambar 3.1.12: Instalasi Pipa Hydrant Dalam Gedung Sumber : Doc. Pribadi
b.
Sprinkler Sprinkler yang digunakan merupakan sprinkler type Wet Riser System dimana
seluruh instalasi pipa berisi air bertekanan dengan tekanan air selalu dijaga pada tekanan yang relatif tetap. jika alat detector berbunyi dan terjadi kebakaran atau suhu ruangan panas melebihi batas, sprinkler tersebut akan mengeluarkan air. Jika salah satu sprinkler dalam satu lantai mengeluarkan air maka sprinkler di dekatnya otomatis akan mengeluarkan air untuk menanggulangi penyebaran api ke seluruh ruangan. Pada setiap lantai terdapat kurang lebih 80 buah sprinkler dengan jarak 2,5 m. Karena masih dalam tahap pengerjaan sprinkler belum terpasang.
Gambar 3.1.13: Instalasi Pipa Sprinkler Sumber : Doc. Pribadi
c.
Fire Extinguisher (APAR) Pada setiap gedung yang ada di kompleks apartemen ini fire extinguisher lebih
banyak diletakkan berdampingan dengan hydrant dan dekat pintu darurat. Ini bertujuan agar lebih memudahkan pada saat pengoperasian. Karena masih dalam tahap pengerjaan jadi Fire Extinguisher (APAR) belum terpasang.
Gambar 3.1.14: Letak APAR Sumber : Doc. Pribadi
2.
Sistem Evakuasi
Sistem evakuasi pada gedung ini menggukana tangga darurat, pintu darurat, dantanda-tanda darurat / sign.
a.
Tangga Darurat Tangga darurat pada setiap gedung yang ada di kompleks apartemen ini terletak
di setiap sudut bangunan. Ruangan pada tangga darurat ini merupakan ruangan yang paling aman untuk berkumpul saat terjadi kebakaran. Tangga darurat memiliki panjang 1m, lebar 30cm, dan tinggi 20cm per anak tangga. Tangga darurat ini menggunakan Hand railing dari besi yang tidak mudah ternakar oleh api. Karena masi dalam tahap pengerjaan hand railing belum terpasang.
Gambar 3.1.15: Tangga Darurat Sumber : Doc. Pribadi
Gambar 3.1.15:Pengukuran Tangga Darurat Sumber : Doc. Pribadi
b.
Pintu Darurat Pintu darurat pada kompleks apartement ini terdapat di setiap lantai, pintu
berukuran lebar 80cm dan tinggu kurang lebih 200cm. Pintu darurat berwarna merah agar memudahkan untuk mengenali karena berbeda dengan pintu yang lainnya saat terjadi keadaan yang genting. Pintu darurat hanya bisa di buka dari arah dalam gedung ke luar. Karena masih dalam tahap pengerjaan jadi pintu darurat tersebut belum terpasang.
Gambar 3.1.16: Pintu Darurat Pada Atap Sumber : Doc. Pribadi
c.
Tanda – Tanda darurat Tanda / petunjuk arah untuk sistem evakuasi pada kompleks apartement Pancoran
Riverside diletakkan pada koridor masing-masing dekat dengan tangga darurat, ini dimaksudkan agar memudahkan civitas apartemen menuju tempat yang aman jika terjadi kebakaran. Karena dalam masih dalam tahap pengerjaan jadi tanda darurat tersebut belum terpasang.