LAPORAN LAPO RAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI FARMAKOTERAPI SISTEM SISTEM SARAF SE SEMESTE MESTER R GENAP 2015 201 5 - 2016 PANCA INDERA (SPECIAL SENSES)
Hari / Jam Praktikum Pra ktikum T angg anggal Praktikum Pra ktikum Kelompok Asisten Asisten
: KAMIS, 13.00-16.00 13.00 -16.00 : 17 Maret 2016 :1 : 1. MOCHAMMAD MOCHAMMAD INDRA P. 2. RAISSA DWI
Anggota Kelompok NAMA
N PM
TUGAS
Ayu Aprili Aprilia ni
260110140078
Pembahasan
Putri Putri Raraswati Raraswati
260110140079 260110140 079
Data Pengamatan
Umm Ummi Habibah
26011014 260 110140080 0080
Pembaha Pembahasan san
Ayyu Ayyu Widyazm Widyazmara ara
26011 26 011014 014008 0081 1
Pembah Pembahasan asan
Anggi Anggiaa Diani Diani A.
26011 26 011014 014008 0082 2
Tujuan, Prinsip, Alat dan Bahan,Prosedur Bahan,Prosedur dan Editor
Siti Siti Nurroham Nurroha mah
26011 26 011014 014008 0083 3
Pembah Pembahasan asan
Ai Siti Rika Rika F.
26011 26 011014 014008 0084 4
Teori Teori Dasar Dasar
Doni Doni Dermawan Dermawan
26011014 260 110140107 0107
Pembahasan
LABORATORIUM FARMAKOTERAPI SISTEM SARAF FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016
I.
Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami struktur anatomi dan fungsi organ sensorik khusus 2. Mahasiswa dapat memahami mekanisme fisiologis dan sifat-sifat indera II.
Prinsip
1. Panca Indra Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan rangsanga n terntentu. Serabut saraf yang melayaninya merupakan alat perantara yang membawa kesan rasa (sensory impression) dari organ indera menuju otak, di mana perasaan itu ditafsirkan. Beberapa kesan rasa timbul dari luar, seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan, penciuman, dan suara (Pearce, 2009). 2. Sensasi Sensasi adalah impuls saraf yang menuju ke otak. Didefinisikan sebagai kesiagaan dan lokalisasi rangsangan, perubahan bagian internal maupun eksternal dari lingkungan yang mengarah kepada suatu respon. Ketika otak menyadari adanya sensasi, rangsangan dapat dirasakan (Light and Cooley, 2005). 3. Persepsi Persepsi melibatkan pemberian pemahaman mengenai sensasi berdasarkan pengalaman dan pembelajaran. pembelajara n. Persepsi merupakan m erupakan suatu hal yang penting pe nting dalam menentukan bagaimana cara untuk merespon rangsangan tertentu (Light (Light and a nd Cooley, 2005).
III.
Teori dasar
Penglihatan adalah indera yang paling dominan. Mata adalah bola yang analog dengan camera obscura biasa dan berkontraksi untuk melaksanakan fungsi-fungsi baik optik maupun sensorik (Haryani,2009).
Struktur mata: 1. Lapisan terluar (tunika fibrosa) terdiri dari sclera yang memberi bentuk pada bola mata dan kornea yang merupakan perpanjangan anterior yang transparan pada sclera di bagian depan mata. 2. Lapisan tengah (tunika vascular/uvea) tersusun atas koroid, badan silaris, iris dan pupil. 3. Lensa adalah struktur bikonveks yang bening tepat di belakang pupil. 4. Rongga mata terdiri dari dua yaitu rongga anterior dan rongga posterior. 5. Retina, lapisan terdalam mata, adalah yang tipis dan transparan. Lapisan ini terdiri dari lapisan terpigmentasi luar dan lapisan jaringan saraf dalam. (Sloane, 1995). Mekanisme penglihatan:
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil
ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells. Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi
dimana intensitas cahaya
berubah
dan ketika
kita
memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh.
Pada
tahap
selanjutnya,
setelah
cahaya
memasuki
mata,
pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin, 2003). Gangguan penglihatan terdapat beberapa macam, diantaranya: 1) Kelainan kongenital (misalnya kelainan genetic 2) Anomali perkembangan [misalnya strabismus (juling) 3) Akibat sekunder penyakit sistemik (misalnya retinopati diabetes). 4) Penyakit primer pada mata itu sendiri (misalnya glaukoma, degenerasi makula terkait usia); 5) Kelainan refraksi (misalnya miopia, hipermetropia, astigmatisme); 6) Trauma (misalnya cedera tembus); 7) Kerusakan pada jalur penglihatan (misalnya setelah stroke); 8) Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis; 9) Defisiensi vitamin A (xeroftalmia). (Brooker, 2008). Telinga merupakan organ pendengaran dan mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telingamanusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam (Haryani,2009).
Struktur telinga: 1.
Telinga luar: terdiri dari pinna atau aurikula, yaitu daun telinga kartilago yang menangkap gelombang bunyi dan menjalarkan ke kanal auditori eksternal (meatus).
2. Membrane timpani (gendang telinga) adalah pembatasan telinga tengah, memiliki tegangan, ukuran dan ketebalan yang sesuai untuk menggetarkan gelombang bunyi secara mekanis. 3. Telinga tengah terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus tulang temporal yang terdapat tuba eustachius yang berfungsi untuk menyeimbangkan udara pada kedua sisi membrane timpani. 4. Osikel auditori terdiri atas maleus (martil), inkus (anvil), dam stapes (sanggurdi). Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membrane timpani ke fenestra vestibule. 5. Telinga dalam (internal) berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial telinga tengah. (Sloane, 1995). Mekanisme pendengaran:
Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar.
Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang
berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran
diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar. Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis (Tortora dan Derrickson, 2009). Beberapa gangguan pendengaran diantaranya: 1. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva (Soepardi dan Iskandar, 2001). 2. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversible. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi. 3.
Gangguan Pendengaran Jenis Campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan
pendengaran
jenis
ini
adalah
jenis
hantaran
(misalnya
otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural (Miyoso, dkk, 1985). Tes garpu tala merupakan metode klinis yang dapat diandalkan untuk menilai sifat gangguan pendengaran pasien. Tes garpu tala yang
sering digunakan adalah Tes Weber dan Tes Rinne (Bowden & Burton, 2007). Respon pada telinga normal adalah tidak adanya „lateralization” atau perpindahan bunyi melainkan bunyi yang ditimbulkan akan menyebar ke kedua telinga seakan bunyi tersebut berasal dari bagian tengah kepala. Pada telinga yang memiliki gangguan, bunyi dari garpu tala akan dirasakan di salah satu bagian telinga saja atau kurang jelasnya di bagian telinga lain (Turner, 1990). Tes Weber akan “lateralise” yaitu pindah ke satu sisi dengan jumlah yang relative kecil dari gangguan pendengaran (5dB). Dalam kasus gangguan pendengaran unilateral , hanya 70 % dari pasien akan melaporkan bahwa suara telah lateralised dan ini 25 % akan merujuk ke telinga salah. Jika tuli konduktif, maka bunyi akan “lateralise” ke telinga tuli. Jika tuli sensorineural, bunyi akan “lateralise” ke telinga yang normal. Tes Rinne bertujuan untuk membandingkan konduksi udara dengan konduksi tulang. Tes ini memiliki sensitivitas yang tinggi. Tes Rinne hanya dapat mendeteksi gangguan pendengaran konduktif minimal 30dB (Bowden & Burton, 2007).
IV.
Alat dan Bahan
4. 1 Alat 1. Buku test buta warna Ishihara 2. Garpu tala 3. Jam/ stopwatch 4. Jarum dan benang 5. Kartu Snellen 6. Meteran 7. Penutup mata 8. Penutup telinga 9. Senter 4.2 Bahan Kapas
4.3. Gambar Alat
Buku Test buta warna Ishihara
Garpu tala
Jam/ stopwatch
Jarum dan benang
Kartu Snellen
Meteran
Penutup Mata
Penutup Telinga
Senter
V.
Prosedur
5.1 Penglihatan a. Refleks Akomodasi Diukur pupil mata dan diamati adanya perbedaan pupil mata di bawah sinar biasa dan sinar terang (menggunakan lampu senter), kemudian diukur juga pupil mata saat mata melihat obyek pada jarak 5 meter dan 20 cm. b. Titik Dekat Mata difokuskan pada obyek (misal pensil atau batang pengaduk) berjarak 1 meter. Kemudian perlahan-lahan obyek digerakkan mendekati mata sampai obyek dapat terlihat berganda. Digerakkan kembali menjauh sampai obyek tampak lagi sebgaai obyek tunggal. Jarak ini disebut titik dekat untuk akomodasi.
c. Ketajaman Penglihatan Digunakan kartu Snellen untuk uji ketajaman penglihatan. Ketajaman penglihatan dinyatakan sebagai : V= d/D, dimana : d = jarak dimana huruf dapat dilihat dengan jelas (dapat dibaca) D = jaraj dimana huruf seharusnya dapat dibaca (mata normal). d. Penglihatan binokular Benang dimasukan ke dalam lubang jarum dengan kedua mata terbuka, waktu yang diperlukan dicatat. Hal yang sama dilakukan, kali ini dengan salah satu mata ditutup. e. Uji buta warna Buta warna adalah ketidaknormalan penglihatan yang diturunkan secara gentik. Pengujian ini dilakukan dengan uji Ishihara. Plat warna Ishihara diletakan dengan jarak 75 cm dari subyek. Diberikan jawaban nomor atau gambar apa yang terdapat dalam plat gambar Ishihara tersebut. Setiap jawaban harus diberikan tidak lebih dari 3 detik, catat berapa kesalahan yang dibuat. 5.2 Pendengaran a. Uji ketajaman pendengaran Dilakukan di ruangan yang sepi, salah seorang anggota kelompok yang diuji diminta untuk menutup telinga kiri dengan kapas dan menutup matanya.kemudian sebuah jam yang berdetak ditempatkan di dekat telinga kanan. Jam kemudian dijauhkan dari telinga dengan teratur perlahan-lahan. Jarak ditentukan di mana detak jam tepat tidak terdengar lagi. Jam dijauhkan sedikit lagi, kemudian dengan teratur dan perlahan-lahan didekatkan kembali pada telinga. Ditentukan jarak di mana detak jam tepat terdengar kembali. Apakah jarak yang diperoleh dengan kedua cara tersebut diatas sama besar ? hal yang sama dilakukan pada telinga kanan ditutup dengan kapas, ketajaman pendengaran telinga kanan dan kiri dibandingkan.
b. Uji Lokalisasi suara Sukarelawan dalam keadaan duduk dan mata terpejam. Jam ditempatkan di dalam jarak pendengaran (berdasarakan hasil uji a.) pada beberapa sudut yang berbeda di dekat kepalanya dari arah samping, atas dan depan. Kemudian sukarelawan diminta untuk menunjukan arah dimana ia mendengar suara detak jam. c. Uji ketulian Uji ketulian dapat dilakukan dengan cara Uji Weber dan Uji Rinne. Uji-uji ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif (tuli sensori neural, tuli saraf). 1) Uji Weber Tidak dilakukan di ruang sepi. Sebuah garpu tala dengan frekuensi 512 cps digetarkan pada pemukaan yang keras, kemudian garpu tala digigit diantara gigi dengan bibir terbuka. Orang yang normal akan melokalisir suara yang terdengar seakan dari posisi midian. Penderita tuli konduktif, pada salah satu telinga akan mendengar suara lebih jelas pada telinga tersebut dan penderita tuli perseptif, pada salah satu telinga akan mendengar pada telinga yang normal. Untuk mendapatkan keadaan serupa ketulian konduktif, dilakukan percobaan ini dengan salah satu disumbat dengan kapas. 2) Uji Rinne Telinga kiri disumbat dengan kapas, pengujian dilakukan pada telinga kanan. Setelah digetarkan, kaki garpu tala diletakan di depan telinga dan tangkainya ditekankan pada prosesus mastoid. Saat suara dari getaran garpu tala tidak lagi terdengar, tangkai garpu tala ditempatkan di depan telinga. Kemudian intensitas suara yang terdengar dibandingkan, saat tangkai garpu tala ditekankan pada prosesus mastoid dan saat ditempatkan di depan
telinga.
Orang
dengan
pendengaran
normal
akan
mendengar suara lebih baik bila garpu tala diletakan di depan
telinga daripada bila garpu tala ditekankan pada prosesus mastoid. Penderita tuli konduktif akan mendengar suara lebih baik bila garpu tala ditekankan diata s prosesus mastoid daripada di depan telinga dan penderita tuli perseptif akan mendengar suara lebih baiak bila garpu tala diletakan di depan telinga darpiada bila garpu tala ditekankan pada prosesus mastoid tapi harus dengan suara yang lebih keras. Dilakukan hal yang sama untuk pengujian telinga kiri.
VI.
Data Pengamatan
1. Uji Penglihatan 1.1 Refleks Akomodasi a. Dengan penerangan Nama
Mata Kanan Keadaan
Terang
Biasa
Mata Kiri Keadaan
Terang
Biasa
Ayu
5 mm
3 mm
5 mm
2 mm
Putri
5 mm
5 mm
5 mm
4 mm
Ummi
4 mm
2 mm
4 mm
2 mm
Ayyu
5 mm
3 mm
5 mm
4 mm
Anggia
5 mm
2 mm
5 mm
3 mm
Siti
3 mm
2 mm
3 mm
2 mm
Ai
5 mm
2 mm
5 mm
3 mm
Doni
5 mm
2 mm
5 mm
3 mm
b. Dengan Jarak Objek Nama
Ayu
Mata Kanan
Mata Kiri
Jarak 20
Jarak 5
Jarak 20
Jarak 5
cm
meter
cm
meter
5 mm
8 mm
5 mm
7 mm
Putri
5 mm
7 mm
5 mm
6 mm
Ummi
5 mm
6 mm
5 mm
6 mm
Ayyu
5 mm
6 mm
5 mm
8 mm
Anggia
5 mm
7 mm
5 mm
7 mm
Siti
5 mm
8 mm
5 mm
6 mm
Ai
5 mm
6 mm
5 mm
7 mm
Doni
5 mm
8 mm
5 mm
8 mm
1.2 Titik Dekat Nama
Jarak Benda Menjadi
Jarak Benda Menjadi
Ganda
Tunggal
Ayu
11 cm
25,5 cm
Putri
14,5 cm
30 cm
Ummi
16 cm
49 cm
Ayyu
14 cm
39 cm
Anggia
15 cm
32 cm
Siti
10 cm
36 cm
Ai
15 cm
35 cm
Doni
37 cm
54 cm
1.3 Ketajaman Penglihatan Nama
Mata Kanan
Ayu
V=
=
V=
=
V=
=
V=
=
Ummi
V=
=
V=
=
Ayyu
V=
=
V=
=
Putri
Mata Kiri
Anggia Siti Ai Doni
V=
=
V=
=
V=
=
V=
=
V=
=
V=
=
V=
=
V=
=
1.4 Penglihatan Binokuler Nama
Dua Mata
Satu Mata
Ayu
4 detik
17 detik
Putri
11 detik
15 detik
Ummi
3 detik
4 detik
Ayyu
3 detik
15 detik
Anggia
3 detik
3 detik
Siti
6 detik
3 detik
Ai
10 detik
54 detik
Doni
3 detik
11 detik
1.5 Uji Buta Warna Nama
Hasil
Ayu
Benar semua
Putri
Benar semua
Ummi
Benar semua
Ayyu
Benar semua
Anggia
Benar semua
Siti
Benar semua
Ai
Benar semua
Doni
Benar semua
2. Uji Pendengaran 2.1 Uji Ketajaman Pendengaran Nama
Telinga Kanan
Telinga Kiri
(cm)
(cm)
Ayu
55
57
Putri
54
53
Ummi
27
23
Ayyu
40
35
Anggia
68
60
Siti
32
36
Ai
27
31
Doni
46
46
2.2 Uji Lokalisasi Suara Nama
Depan
Ayu
Belakang
Kanan
Kiri
x
Putri
x
x
Ummi
x
x
Ayyu
x
x
Anggia
x
x
x
Siti
x
x
Ai
x
x
x
Doni
x
2.3 Uji Ketulian 2.3.1
Uji Webber Nama
Telinga Kanan
Telinga Kiri
Ayu
Putri
Ummi
2.3.2
Ayyu
Anggia
Siti
Ai
Doni
Uji Rinne
Nama
Kanan Depan
Kiri
Belakang
Depan
Belakang
Ayu
Putri
x
Ummi
Ayyu
x
Anggia
Siti
Ai
Doni
x
x
Keterangan :
VII.
= Terdengar
X
= Tidak terdengar
Perhitungan
Ketajaman Penglihatan Nama
Mata Kanan
Mata Kiri
Ayu
V=
=
=1
V=
=
=1
Putri
V=
=
= 0,6
V=
=
= 0,6
Ummi
V=
=
= 0,33
V=
=
= 0,26
V=
=
=1
V=
=
= 0,066
V=
=
= 0,86
V=
=
= 0,8
V=
=
= 1,4
V=
=
= 1,46
Ai
V=
=
= 0,8
V=
=
=1
Doni
V=
=
= 0,2
V=
=
= 0,2
Ayyu Anggia Siti
VIII.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini, telah dilakukan percobaan panca indera. Dilakukan percobaan penglihatan (mata)dan pendengaran (telinga). Pada percobaan
penglihatan,
yaitu
refleks
akomodasi
dalam
fisiologi
penglihatan, hasil yang didapat berdasarkan percobaan adalah diameter pupil mata yang disinari cahaya terang (senter) secara menjadi mengecil dibandingkan saat pupil mata tidak disinari, yaitu Reaksi ini disebut refleks cahaya pupil . Fungsi refleks cahaya adalah membantu mata untuk beradaptasi secara sangat cepat terhadap perubahan cahaya. Mata sebagai reseptor rangsangan harus menyesuaikan cahaya yang masuk kedalam pupil. Pada pengamatan tersebut terdapat perubahan pupil dari keadaan normal menjadi mengecil.. Hal ini disebabkan karena cahaya adalah salah satu bentuk stimulus atau rangsangan yang dapat menimbulkan perubahan impuls. Pada saat mata melihat objek berjarak 5 meter, diameter pupil mengecil dibandingkan saat melihat objek berjarak 20 cm. Refleks akomodasi adalah gerak refleks yang terjadi pada pupil. Mata sebagai reseptor rangsangan harus menyesuaikan posisi benda yang dekat dengan posisi benda yang jauh. Pada pengamatan tersebut pupil mata akan
mengecil jika melihat benda pada posisi yang jauh dari mata sedangkan pupil mata akan membesar jika melihat benda pada posisi yang dekat dari mata. Hal ini disebabkan karena adanya rangsangan berupa cahaya yang diterima oleh pupil. Proses ini melewati lengkung saraf dengan satu sinaps sehingga termasuk refleks monosinaps. Pada percobaan titik dekat mata, setelah perlahan didekatkan dari jarak 1 meter, objek terlihat berganda pada jarak yang lebih dekat dengan mata, dan kembali terlihat tunggal setelah objek dijauhkan menjadi. Jika sangat dekat dengan objek maka cahaya yang masuk ke mata tampak seperti kerucut, sedangkan jika sangat jauh dari objek, maka sudut kerucut cahaya yang masuk sangat kecil sehingga sinar tampak paralel. Baik sinar dari objek yang jauh maupun yang dekat harus direfraksikan (dibiaskan) untuk menghasilkan titik yang tajam pada retina agar objek terlihat jelas Pada pengujian ketajaman mata digunakan kartu Snellen dengan huruf uji pada jarak antara subjek dan kartu yakni 15 feet. Subjek uji diminta untuk melihat dan membaca huruf-huruf pada kartu Snellen. Ketajaman penglihatan sangat bergantung pada ketajaman fokus retina mata dan sensitivitas interpretasi visual di otak. Ketajaman penglihatan mata normal yakni visus dengan nilai 15/15 yang merupaka jarak subjek dengan kartu Snellen. Hal ini menunjukkan jarak dimana garis yang membentuk huruf dapat dipisahkan dengan sudut penglihatan mata normal tanpa kelainan refraktif sejauh 15 feet. Berdasarkan data yang diperoleh sejumlah dua orang dari delapan orang memiliki visus 15/15 atau dapat dikatan normal, sedangkan enam orang lainnya memiliki visus kurang dari 15/15
yang
dapat
diindikasikan
mengalami
gangguan
ketajaman
penglihatan baik dikedua mata ataupun di salah satu matanya. Ketajaman penglihatan diukur berdasarkan resolusi spasial dari proses penglihatan. Nilai visus yang kurang dari 15/15 dapat dikatakan memiliki gangguan penglihatan yakni miopi (rabun jauh) dimana terjadi kerusakan refraksi optik mata akibat bayangan benda jatuh di depan retina. Miopi juga dapat disebabkan oleh bola mata yang lebih panjang (miopi aksial). Miopi dapat
disebabkan pula oleh elemen refraktif optik yang terlalu refraktif. Kerusakan refraktif optik dapat ditanggulangi dengan pemberian kaca mata dengan lensa negatif. Jadi nilai visus yang kurang dari 15/15 umumnya diakibatkan oleh adanya kerusakan refraktif optik pada mata dimana akan sangat mempengaruhi ketajaman mata untuk melihat suatu objek pada jarak tertentu. Pada pengujian penglihatan binokular dilakukan dengan subjek uji memasukkan benang ke dalam lubang jarum dan dicatat waktu yang diperlukan. Kemudian salah satu mata ditutup lalu kembali memasukkan benang ke dalam lubang jarum dan dicatat waktunya. Data yang diperoleh menujukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk memasukkan benang ke dalam jarum dengan dua mata terbuka lebih cepat dari pada dengan satu mata. Hal ini dapat terjadi dikarenakan penglihatan stereoskopik dapat dihasilkan akibat adanya bayangan yang jatuh di retina pada kedua mata tidak sama ukurannya. Bentuk dan jarak dapat ditentukan lebih baik dan efek bintik buta pada mata ditutupi oleh mata lain. Penglihatan binokular merupakan deteksi batas untuk sebuah stimulus lebih rendah denga dua mata dibandingkan dengan satu mata. Ketika beberapa sel di korteks visual menerima masukan optik dari kedua mata akan mendapatkan visual binokular yang lebih baik daripada yang didapatkan oleh satu mata saja. Selanjutnya dilakukan uji buta warna.
Pengujian ini dilakukan
dengan pengujian ishiharah. Pada percobaan ini diperlihatkan gambar atau tulisan dengan waktu tiga detik. Uji Ishihara didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna. Uji Ishihara merupakan evaluasi minimum gangguan penglihatan warna. Uji ini memakai seri titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda (gambar pseudokromatik)
sehingga
keseluruhan
terlihat
warna
pucat
dan
menyulitkan bagi orang yang punya kelainan warna. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian atau sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Buta warna diakibatkan karena retina mata penderita buta warna berbeda dengan mata
orang normal, untuk buta warna parsial sel kerucut bersifat sensitif dalam menagkap warna dan sel batang sensitif terhadap cahaya, sedangkan buta warna total tidak memiliki sel kerucut sehingga tidak dapat menangkap warna. Pada praktikum ini dilakukan pengujian terhadap 8 orang. Pada uji ini dilakukan perhitungan terhadap seberapa banyak kesalahan dalam penyebutan
gambar
atau
angka.
Kedelapan
orang
yang
di
uji
penglihatannya memiliki penglihatan yang baik terhadap warna atau tidak meiliki kelainan mata
yaitu buta warna. Hal ini dibuktikan dengan
ketidakadaannya kesalahan dalam menyebutkan angka atau gambar yang diberikan dari buku ishiharah. Uji selanjutnya adalah uji terhadap indera pendengaran yaitu telinga. Uji yang pertama yaitu ketajaman pendengaran. Telinga merupakan tempat reseptor – reseptor pendengaran dan alat untuk keseimbangan terletak. Bunyi yang datang dari suatu sumber yang ada didalam bidang tengah yang melalui tubuh manusia dan terdapat dimuka , diatas , ataupun dibelakangnya akan mencapai telinga dalam waktu bersamaan . Apabila sumber bunyi berada disebelah kiri , maka telinga kiri yang dahulu mendengarnya . Oleh karena itu timbul kesan bahwa sumber bunyi itu datang secara terus menerus pada waktu yang sama pada kedua telinga kita , kita akan kesulitan menentukan sumber bunyi . Tes ketajaman telinga ini menggunakan stopwatch yang mula-mula didekat telinga kemudian dijauhkan hingga detiknya tidak terdengar kembali dan dihitung jarak tersebut. Pengujian ini dilakukan pada telinga kanan dan kiri. Hasil yang didapat dari pengujian terhadap 8 orang ini ada yang memiliki ketajaman pendengaran tinggi, sedang,
dan rendah. Pada
pendengaran tinggi 1 orang mendengar pada jarak 68 cm pada telinga kiri dan 60 cm pada telinga kanan. Dua orang pada pendengaran sedang pada rentang 54-55 cm telinga kiri dan 53-57 pada telinga kanan . dua orang pendengaran 40-46 cm telinga kiri dan 35-46 telinga kanan dan juga terdapat pendengaran rendah yaitu pada 27 cm telinga kiri dan 23-31 cm telinga kanan. Perbedaan ketajaman ini berdasarkan pada keadaan telinga
tiap orang saat itu atau bisa juga disebabka karena disebabkan oleh banyaknya tumpukan serumen/kotoran telinga. Dimana tumpukan tersebut membuat pengantaran suara akan terganggu karena terhalang oleh kotoran telinga tersebut. Tes lokalisasi suara ini melanjutkan dari uji ketajaman suara, dimana tes ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan pendengaran
seseorang dengan cara meminta seseorang untuk menunjukkan asal dari suara tersebut dengan mata tertutup, sesuai dengan jarak ketajaman pendengaran yang didapat. Suara yang digunakan yaitu suara yang berasal dari jam analog [jam tangan], bisa juga menggunakan stopwatch, agar suara yang dihasilkan memiliki kecepatan yang konstan. Tes ini dilakukan diruangan yang sepi agar tidak terjadi masking atau penyamaran. Dimana saat ada suara lain, focus subjek percobaan akan terganggu. Fenomena ini diperkirakan disebabkan oleh refrakter relative atau absolute pada reseptor dan urat saraf pada saraf audiotik yang sebelumnya teransang oleh ransangan lain. Subjek yang melakukan uji lokalisasi suara ini berjumlah 8 orang. Ke 8 orang ini secara bergantian melakukan uji lokalisasi dengan mata tertutup dan menebak asal suara stopwatch dari 4 arah [kanan, kiri, depan dan belakang]. Pada seseorang yang memilliki pendengaran normal, ia akan dapat mendengar dari segala arah. Semua subjek percobaan dapat mendengar adanya suara yang ditimbulkan oleh stopwatch namun tidak dapat menunjukkan dengan tepat keberadaan suara tersebut.
Dari ke
delapan subjek penelitian ini terdapat 3 kategori yakni; kategori 1 [dapat menjawab 3 lokasi dengan benar], Kategori 2 [dapat menjawab 2 lokasi dengan benar], Kategori 3 [dapat menjawab 1 lokasi dengan benar] Kebanyakan dari subjek percobaan masuk kedalam kategori 2, dengan perbandingan 2:4:2. Di kategori 1, subjek percobaan gagal pada saat lokasi stopwatch berada di depan mereka. Pada ketegori 2, semua salah dalam menunjukkan letak stopwatch saat berada di depan dan
belakang mereka, sedangkan pada kategori 3 keduanya tak bisa menunjukkan letak stopwatch saat berada di samping [kiri/kanan]. Selanjutnya percobaan yang kita lakukan adalah uji ketulian. Pada uji ketulian ada dua uji yang kita lakukan yaitu uji weber dan uji rinne. Uji pertama yang kita lakukan adalah uji weber. Uji weber ini bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga subjek percobaan. Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Uji ini dilakukan dengan menggunakan garpu tala 512 Hz, garpu tala digetarkan lalu digigit oleh subjek percobaan, lalu subjek mendengarkan dengan telinganya seseorang yang normal akan dapat mendengar dengan kedua telinganya sama jelas/ sama keras dan tidak terjadi lateralisasi. Apabila ada sala satu telinga yang mendengar dengan suara yang lebih keras, maka terjadi laterisasi. Lateralisasi adalah spesialisasi fungsi dalam satu bagian otak atau bagian yang lainnya. Subjek percobaan pada uji ini pun ada 8 orang, dan dari hasil pengamatan semua orang tersebut mereka dapat mendengar suara dari garputala dengan baik, baik dengan telinga kanan atau pun telinga kiri dengan jelas dan volume yang sama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semuanya mempunyai telinga yang normal. Uji ketulian selanjutnya adalah pengujian dengan metode uji rinne. Uji rinne ini bertujuan Untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada telinga yang sama. Langkah pertama yang dilakukan untuk percobaan uji rinne kali ini adalah salah satu telinga rekan yang hendak di uji disumbat dengan kapas lalu dilakukan pengujian pada telinga kanan. Selanjutnya garpu tala digetarkan dan kaki garpu tala disimpan di depan telinga dan tangkainya diletakkan pada prosesus masteroid, dan dilakukan sebaliknya dengan kaki garpuh tala di letakkan di prosesus masteroid. Bandingkan intensitas suara yang terdengan jika jika tangkai garpu tala diletakkan pada prosesus masteroid dan jika diletakkan di depan telinga. Hasil dari percobaan kali ini menyatakan bahwa dua dari delapan
orang yang melakukan uji renni ini diduga memiliki gangguan tuli konduktif karena medengar suara lebih baik atau lebih jelas saat garpu tala yang bergetar diletakkan pada prosesus mastroid daripada di depan telinga. Tuli konduktif adalah gangguan pendengaran yang diakibatkan karena kerusakan pada bagian telinga tengah dan atau telinga dalam.
IX.
Kesimpulan
1. Struktur anatomi dari mata ialah sclera, selaput bening, koroid, ruang anterior, akueous humor, ruang posterior, vitreous humor, iris, otot siliaris, korpus siliaris, zonules, lensa, pupil, retina, fovea, saraf optic, disk optic, otot mata, arteri sentral dan vena, serta saluran air mata. Selain itu struktur anatomi mata berikutnya struktur anatomidari telinga diantaranya Telinga bagian luar (aurikula, meakus akustik eksterna, dan membrane timpani), telinga bagian tengah (tulang maleus, tulang inku, tulang stapes, dan mastoid antrum), telinga bagian dalam (Tulang Labyrinth dan membran labyrinth). Tulang labyrinth terdiri atas vestibula, koklea dan kanal semisirkular. Koklea tersusun atas duktus koklear yang terdapat sel sel rambut, fibrosa fenestra koklea. Labyrinth Membranosa terdiri atas utrikel, sakul, duktus semikular dan duktus koklea 2. Mekanisme fisiologi dari penglihatan yaitu mata mengubah
energi
dalam spektrum cahaya yang terlihat menjadi potensial aksi dalam nervus optikus lalu bayangan dari benda sekitar, akan difokuskan pada retina setelah itu berkas cahaya yang mengenai retina menimbulkan potensial pada sel batang dan kerucut, impuls yang dibentuk dalam retina dihantarkan ke korteks serebri dan timbul kesan penglihatan. Sedangkan mekanisme fisiologi dari pendengaran yaitu dengan daun telinga berfungsi mengumpulkan gelombang, bunyi masuk ke lubang telinga dan menggetarkan gendang telinga, gendang telinga akan menggerakan tulang pedengaran incul maleus dan stapes, yang akan menggetarkan cairan yang ada di rumah siput sehingga terjadi
depolarisasi sel saraf yang akan ditransmisikan ke otak dan di interpretasi sebagai bunyi.
DAFTAR PUSTAKA
Bowden & Burton. 2007. Examination of the Ear Using the Tuning Fork Tests. The Journal of Clinical Examination: 2: 4 -6. Brooker, C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC. Haryani.A. I.,Sanusi.S. 2009. Anatomi Fisiologi Manusia. Bandung. Cakra. Light, D. and Cooley, D. 2005. Your Body How It Works: The Senses . Philadelphia: Chelsea House Publishing. Miyoso, dkk. 1985. Diagnosis Kekurangan Pendengaran. Cermin Dunia Kedokteran,No.39: 16-20. Pearce, E. 2009. Anatomi dan Fisologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Saladin, K.S., 2003. Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function. 3rd ed . New York: McGraw-Hill. Sloane, E. 1995. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerjemah James Veldman. Jakarta: EGC. Soepardi, H.E.A., dan Iskandar, H.N., 2001. Pemeriksaan Telinga. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-hidung-tenggorok Kepala Leher. 5th ed . Jakarta: Gaya Baru: 1-3. Tortora, G.J., dan Derrickson, B.H., 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. Asia: John Wiley and Sons, Inc: 620-628. Turner, J., S. 1990. The Ear and Auditory System. Available online at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK231/ Maret 2016].
[diakses pada 18